boboko zulfa

24
SENI TERAPAN BOBOKO Diajukan Untuk Mengikuti Ujian Praktik Seni Budaya Zulfa N. Fath XII IPA 2 080910355 25-009-079-2 SMAN 1 SUMEDANG i

description

bibobob ijuio7ygh uguyg 87y78yuhuhuhyhuy hgyuh uyh uyh 78y78 yyug

Transcript of boboko zulfa

Page 1: boboko zulfa

SENI TERAPAN

BOBOKODiajukan Untuk Mengikuti Ujian Praktik Seni Budaya

Zulfa N. Fath

XII IPA 2

080910355

25-009-079-2

SMAN 1 SUMEDANGJalan Prabu Geusan Ulun Nomor 39 Sumedang. Telepon

(0261) 201 850

i

Page 2: boboko zulfa

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada allah Subhanahuwata`ala yang atas karunia, rahmat dan nikmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “ KARYA SENI RUPA TERAPAN BOBOKO ”.

Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas akhir kelulusan dan sebagai syarat untuk mengikuti ujian nasional.

Dalam penyelesaian karya tulis ini, penulis banyak mendapat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun material, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dra. H. Masduki Heryana ,MM., selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Sumedang.

2. Hj. Engkay Sukaesih,S.Pd. sebagai pembimbing dan penguji dan pendidik untuk dapat menyelesaikan makalah ini.

3. Orang tua yang selalu mendukung baik dari segi materi maupun dari segi moril.

4. Semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah Mudah-mudahan atas segala bantuan dan kebijakan yang

telah diberikan kepada penulis, mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah Subhanahuwata`ala.

Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan atau kesalahan-kesalahan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak, khususnya para pembaca.

Harapan penulis, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri, umumnya bagi para pembaca.

ii

Page 3: boboko zulfa

Sumedang, Februari 2011

PENULIS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii

A. Selayang Pandang Boboko...................................................................................1

B. Latar belakang Boboko........................................................................................1

C. Fungsi Boboko......................................................................................................7

D. Tujuan Pembuatan Boboko..................................................................................7

E. Media Untuk membuat Boboko............................................................................8

F. Teknik dan Langkah-langkah Pembuatan Boboko................................................8

Lampiran……………………………………………………………………………………………………………………………………………….10

iii

Page 4: boboko zulfa

iv

Page 5: boboko zulfa

A.Selayang Pandang Boboko

Kerajinan tangan anyaman bamboo khususnya Boboko sudah mulai

dibua oleh para petani sejak abad ke 18,  terutama di seluruh tatar

Sunda. Kira-kira tahun 1890,  seorang petani bernama Martadinata

kehilangan dompetnya (tempat tembakau) yang dibuat dari kulit kanjut

domba  jalu (scrotum domba jantan). Hal ini menimbulkan dorongan

untuk membuat gantinya. Dia mencoba membuat dompet dari

anyaman bambu. Setelah beberapa kali dicobanya dia berhasil

membuat dompet dari bahan bambu sekalipun masih kasar.  Lambat

laun anyaman bambunya diperhalus. Setelah berhasi membuat

dompet, mulailah mencoba membuat barang lainnya, seperti kimpul

dan dudukuy cetok (topi caping) dan juga Boboko. Pada mulanya

anyaman bambu halus ini hanya dikerjakan di lingkungan keluarganya

saja.Namun seiring dengan berjalannya waktu anyaman bamboo

seperti Boboko, Dudukuy, dan lainnya mulai menjadi sebuah ajang

untuk berbisnis.

B.Latar belakang Boboko

Sejak kapan kerajinan tangan anyaman bambu tumbuh di tatar

Sunda, tidak ada  yang tahu.  Tapi dapat diperkirakan, ialah sejak

orang hidup menetap dan bercocok tanam di seluruh wilayah tatar

sunda.   Mula-mula merupakan kegiatan yang berasal dari naluri untuk

memiliki alat dan barang yang diperlukan untuk melangsungkan

kehidupannya. Kegiatan membuat barang kerajinan tangan ini akan

berhenti bilamana kebutuhan telah terpenuhi, lain halnya bilamana

timbul “kegiatan perdagangan”. Karena barang berlebihan, atau

adanya kebutuhan akan  barang yang  lain,  atau adanya permintaan

dari tempat lain, maka terjadilah barter atau penjualan. Hal ini

1

Page 6: boboko zulfa

menyebabkan produksi barang kerajinan tangan berjalan terus.

Kegiatan ini akan lebih lancar bilamana  jalan lalu lintas yang

menghubungkan konsumen dengan produksi mudah.  Kegiatan yang

terus berlangsung, lama kelamaan menjadi kegiatan yang turun-

temurun.

Boboko, setengah halus

Kegiatan kerajinan tangan anyaman bambu (kasar dan setengah

halus) , yang diwariskan secara turun temurun,  tersebar luas di

seluruh wilayah tatar Sunda. Akan tetapi, sampai tahun 1900 sedikit

selaki perhatian Pemerintah Hindia Belanda terhadap kegiatan

kerajinan tangan yang banyak dilakukan penduduk di wilayah tatar

Sunda itu.  “Terutama karena tidak terlihat kegunaannya bagi 

keuntungan Pemerintah  Jajahan.

Pada umumnya, usaha industry kecil-kecilan yang dilakukan oleh

orang-orang pribumi, di samping mengolah tanah,  hanya  barang

kebutuhan sehari-hari untuk keperluan setempat dan  bersifat

insidentil.    Bagi orang Belanda, usaha seperti itu tidak perlu

dikembangkan malah sering kali dirugikan karena mendapat saingan

dari barang impor yang lebih baik dan lebih murah” (Oorschot,

2

Page 7: boboko zulfa

1931:7)   Saat itu, kegiatan yang oleh Pemerintah Hindia Belanda

dikembangkan dipusatkan hanya pada  hasil pertanian saja

(tarum/nila, Pen) yang banyak diminta untuk barang ekspor.

Peristiwa Sejarah yang berkaitan dengan pertama

munculnya kerajinan Boboko.

1. Politik Etis

Akibat gencarnya  kritikan dan kecaman pedas terhadap

sistem Cultuur stelsel yang dilontarkan kelompok etis, akhirnya

pemerintah Belanda, pada tahun 1901,  mengeluarkan

kebijaksanaan yang disebut Etische politiek atau Politik etis.

Etische politiek merupakan “politik balas budi” yang menyatakan

bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan

hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia

Belanda (Wikipedia, 2009). Kebijaksanaan ini dikatakan sebagai

“Pemikiran-pemikiran untuk perkembangan kehidupan orang-

orang pribumi……… Politik etis ini menghendaki supaya

kebijaksanaan pemerintah disalurkan untuk perkembangan 

kemakmuran penduduk di bidang ekonomi, kebudayaan dan

social.” (Oorschot. 1931:16).

Sejalan dengan politik etis ini pemerintah Hindia Belanda 

nampak mulai ada perhatiannya pada kegiatan kerajinan tangan

penduduk di Tatar Sunda, hal ini terlihat dengan  diketahuinya

oleh pemerintah Hindia Belanda bahwa di Parakanhonje ada jenis

anyaman bambu  halus. Selanjutnya, Pemerintah Jajahan 

berusaha mengembangkan jenis kerajinan tangan ini, namun

bukan untuk penduduk Tatar Sunda sendiri.

Nyatanya, tahun 1901 Martadinata diangkat menjadi guru

kerajinan tangan di Ngawi, Jawa Timur dan tahun 1905

dipindahkan ke Nganjuk (Jawa Timur). Melihat keberhasilan

Martadinata di kedua tempat tersebut, pada tahun 1907

3

Page 8: boboko zulfa

pemerintah Hindia Belanda bermaksud mengirimkan Martadinata

ke Makassar, Sulawesi, untuk mnjadi guru di sana. Akan tetapi

Martadinata tidak bersedia dikirim ke luar Jawa dan  dia telah

mempunyai niatan untuk pergi naik haji. Sebagai gantinya dia

menunjuk salah seorang muridnya yang pandai dari Nganjuk.

Kembali dari Mekah namanya diganti menjadi Haji Soheh dan

kembali mengajar di Nganjuk. Setelah beberapa lama di Nganjuk

dia kembali ke tanah kelahirannya Parakanhonje. Haji Soheh

kemudian menyebarkan pengetahuannya kepada penduduk

sekampungnya tanpa tujuan komersil. Lama kelamaan jenis

anyaman bambu halus ini meluas menjadi kerajinan penduduk

Parakanhonje. Tahun 1919 Haji Soheh meninggal dunia.

2. Pemerintahan Bupati Wiratanuningrat

Campur tangan pemerintah Hindia Belanda dalam bidang

kerajinan tangan di Di taar Sunda terlihat dengan diadakannya

pelajaran kerajinan tangan di Sekolah Rendah. Dalam laporannya

pada tahun 1904 Mr. J.H.Abendanon (salah seorang dari kelompok

etis), Direktur Dept. c. V.O & E. en Nijverheid (Direktur

Kebudayaan, Agama dan Kerajinan)  di Batavia (Jakarta), yang

mendapat tugas menyelidiki keadaan kerajinan rakyat,

menyarankan agar di sekolah-sekolah diberikan pelajaran

menggambar dan menganyam, sebagai salah satu usaha untuk

mengembangkan kerajinan tangan (Adjat Sakri. 1969).

Kemudian muncul seorang pengusaha bernama M.S.

Nataatmadja (Haji Abdullah Mansur), kuwu Parakanhonje yang

besar jasanya terhadap perkembangan anyaman bambu halus.

Dalam usaha dagangnya haji Mansur bekerjasama dengan

pengusaha bangsa Belanda bernama Olivier, seorang pengusaha

topi di Tangerang. Olivier mengekspor topi rangkay (topi yang

belum jadi) dari Parakanhonje ke Eropa untuk diselesaikan,

dicetak menjadi topi yang siap untuk dipakai. Usaha topi bambu

4

Page 9: boboko zulfa

ini mencapai puncak pasarannya antara tahun 1921-1927.  Hal ini

terjadi pada saat Sukapura diperintah  bupati

R.A.A.Wiratanuningrat (1908-1937) (Gb.6).    Bupati ini banyak

jasanya dalam memajukan kerajinan rakyat. Dalam membina

penduduk, tidak hanya membantu penduduk dalam bidang

pertanian saja, akan tetapi juga bidang kerajinan rakyat.

Membantu bermacam-macam koperasi dagang: batik, tenun dan

anyaman. Di samping itu, didirikan pula suatu perkumpulan

koperasi yang terkenal dengan nama Pakumpulan Duit Hadiah.

(Sastranegara, 1933) Catatan  penulis: Di kampung Cikendi

desa Tanjungpura, kecamatan Rajapolah ada istilah ”olipir”

sebagai sebutan untuk bahan jaksi kualitas terbaik untuk

membuat topi

R.A.A. Wiratanuningrat

Tahun 1921 bupati mengadakan pameran anyaman bambu

halus di Parakanhonje  dalam rangka menyambut kunjungan

Sunan Solo ke Tasikmalaya. Selanjutnya, sebagai anggota  De

Nijverheidscommissie van het Java Instituut bupati

mengumpulkan data dan membuat laporan tentang kerajinan

rakyat Tasikmalaya yang kemudian oleh Commissie tersebut

dibukukan dengan judul De Inheemsche Nijverheid op Java,

Madoera, Bali en Lombok, Deel II – Stuk I, Regentschap

Tasikmalaja. Diterbitkan oleh Het Java Instituut, 1931. Pada masa

malese antara tahun 1930-1935 usaha anyaman bambu halus di

5

Page 10: boboko zulfa

Parakanhonje menjadi mundur. Seteleh masa malese berakhir

Olivier mengirimkan kumetir Natamadja (kakak  H. Mansur) ke

pameran internasional di Paris, Perancis (Tanudimadja.

wawancara 1972).

Sementara itu, usaha pemerintah Hindia Belanda untuk

meningkatkan ekonomi rakyat, melalui kerajinan tangan,  terus

berlanjut.  Dalam Laporan Kerajinan Tangan Tasikmalaya tahun

1929/1930 yang dibuat de Nijverheids-commissie van het Java-

Instituut, dapat diketahui bahwa  waktu itu di Tasikmalaya

terdapat Sekolah Pertukangan (Ambachtschool) yang mempunyai

jurusan kayu dan anyaman, dan di Sekolah Dasar diajarkan

kerajinan tangan (de Nijverheids-commissie, 1933).   Tahun 1929

Sekolah Guru (HIK dan Normaalschool) berhasil mendidik guru-

guru kerajinan tangan untuk memberikan pelajaran kerajinan

tangan di Sekolah Rendah (Adjat Sakri, 1969).

Para Penganyam di Rajapolah Th.1930 (De Inheemsche Nijverheid, Reg.

Tasikmalaya)

Sayang sekali, penulis tidak memperoleh data saat

pendudukan Jepang dan pada masa revolusi. Tapi, waktu

penelitian dilakukan, tahun 1973, Pemerintah Indonesia telah

banyak perhatiannya terhadap perkembangan kerajinan tangan di

Tasikmalaya.  Pemerintah Daerah dan  Jawatan Perindustrian

6

Page 11: boboko zulfa

Rakyat Propinsi Jawa Barat, Kabupaten Tasikmalaya,

menyelenggarakan beberapa usaha untuk memajukan industri

kerajinan tangan Tasikmalaya, terutama yang berhububgan

dengan masalah kecakapan teknis,  management, pemasaran,

permodalan, bahan baku dan perkaderan  (Jawatan Perindustrian 

Rakyat Kab.Tasikmalaya,1973).

3. Proyek Bamboo Processing

Sejalan dengan perkembangan jaman,  kerajinan tangan

makin lama makin berkembang, menghasilkan berbagai jenis

barang, desaian, bentuk dan ragam hias dan dikerjakan di

beberapa tempat di wilayah  Tatar Sunda.  Hasil produksinya

menyebar luas  ke berbagai tempat tidak hanya di dalam negeri

saja bahkan juga ke luar negeri. Hal ini menarik perhatian

pemerintah daerah.  Timbullah suatu pemikiran untuk

memodernisir usaha kerajinan tangan ini dengan menggunakan

alat mekanis. Gagasan ini kemudian diajukan kepada  PNPR

LEPPIN KAYA YASA Inspektorat Bandung pada tahun 1958. Maka

jadilah suatu rencana untuk mendirikan suatu pilot project dan

finishing centre dari hasil kerajinan tangan penduduk sekitar

Indihiang, dengan maksud memberi dorongan pada

pengembangan jenis anyaman bambu halus, baik secara

kuantitatif maupun secara kualitatif.

Semula ada dua tempat yang dicalonkan  sebagai tempat

mendirikan usaha ini, ialah Indihiang untuk jenis anyaman bambu

halus dan setengah halus, sedangkan  Singaparna untuk jenis

anyaman bambu kasar.  Setelah diadakan penelitian,  pemerintah

menunjuk Indihiang sebagai tempat pilot projrct dan finishing

centre dengan pertimbangan bahwa di Indihiang banyak terdapat

bahan baku berupa pohon bambu tali, banyak tenaga perajin

yang sudah terlatih dan tempatnya strategis. Indihiang terletak di

jalan lintas Bandung dan kota Tasikmalaya (lewat Ciawi) sehingga

memudahkan pengangkutan. Mesin pengolah bambu didatangkan

7

Page 12: boboko zulfa

dari Jepang, salah satu negara yang telah maju dalam usaha

pengolahan bambu, seharga US $ 30.000.000.  Proyek ini dikenal

dengan sebutan ”Bamboo processing”.

”Bamboo processing” mulai bekerja pada tanggal 19 Agustus

1962. Bangunannya terletak di jalan Ciawi. Mesin-mesin yang

digunakan ialah mesin pemotong, mesin pembelah, mesin peraut

dan mesin penganyam. Menurut rencana diharapkan mesin-mesin

tersebut dapat memproduksi sebanyak 159.000 potong anyaman

bambu halus dalam satu tahun.

Akan tetapi, kemudian ternyata bahwa ”Bamboo processing”

hanya dapat berjalan sebentar saja.  Hasilnya diluar dugaan

semula dan meleset dari yang direncanakan.  Penulis seniri

menyaksikan, bahws serutan yang dihasilkannya  masih kasar

tidak bisa sehalus yang dihasilkan oleh tangan, sehingga tidak

bisa dipakai untuk anyaman bambu halus. Juga pembuatan

anyaman kasar masih kalah cepat dengan yang dikerjakan oleh

tangan. , di samping itu hasilnya juga kurang rapih. Karena

kurangnya sosialisai  kepada penduduk di sekitar proyek ini, maka

penduduk tidak menganggap usaha ini sebagai usaha untuk

membantu mereka, bahkan sebaliknya mereka menganggap

usaha ini sebagai saingan.

Akhirnya proyek ”Bamboo processing” tidak dilanjutkan. 

Namun demikian, tanpa ”Bamboo processing” , Masyarakat

khususnya di seluruh wilayah tataran Sunda masih dapat

berkarya dengan cara yang manual yaitu dengan menggunakan

keterampilan tangan yang hasilny malahan lebih baik dari

menggunakan mesin. Barang yang dihasilkan sangat beragam

diantaranya Boboko, dudukuy, dan nyiru. Dari tiga jenis barang ini

yang paling banyak dihasilkan yaitu Boboko karena sudah mnjadi

kebutuhan pokok masyarakat yaitu untuk memberesihkan beras

dan menyimpan nasi. Boboko tidak diproduksi di dalam ngeri

saja , boboko telah banyak di ekspor ke luar negeri.

8

Page 13: boboko zulfa

C.Fungsi Boboko

* Fungsi boboko di zaman dulu :

1. Sebagai tempat nasi

2. Sebagai tempat beras

3. Sebagai tempat sayuran

4. Sebagai seni terapan tradisional

5. Sebagai ciri khas suatu daerah

6. Sebagai ciri khas pengrajinnya

* Fungsi boboko di zaman sekarang :

1. Sebagai seni terapan tradisional

2. Sebagai icon tradisi sunda

3. Sebagai tempat nasi di rumah dan restoran

sunda

Dalam kontekstual budaya masyarakat kini fungsi dari

boboko sebagai tempat nasi tergeser, pasalnya tempat nasi

tergeser oleh rice cooker dan magic com dan sekarang boboko

lebih sering di gunakan sebagai tempat nasi di restoran

lesehan sunda.

D.Tujuan Pembuatan BobokoTujuan pembuatan Boboko terutama di masyarakat tataran

Sunda adalah untuk mempermudah dalam melakukan salah satu

9

Page 14: boboko zulfa

kegiatan sehari-hari sesuai dengan fungsi Boboko itu sendiri yaitu

untuk mencuci beras, wadah nasi, dan untuk membawa makanan

untuk dagang atau kirim mengirim, sehingga dengan adanya

Boboko tersebut masyarakat akan lebih terbantu dalam

melakukan beberapa kegiatan sehari-harinya.

E. Media Untuk membuat Boboko

Bahan :

1. Bambu Tali, Bambu tali berfungsi sebagai bahan dasar

pembuatan boboko.

2. Bambu hinis berfungsi sebagai bahan dasar

pembuatan boboko pada bagian tengah.

3. Wengku adalah bagian atas boboko yang berfungsi

memberi kesan bundar pada bagian atas boboko.

4. Soko sebagai alat untuk dudukan boboko

5. Sarungsung dari bambu tali berfungsi untuk

membuat bagian pinggang boboko.

6. Tali berfungsi untuk menguatkan wengku terikat

dengan boboko.

Alat :

1. Pisau Raut, berfungsi untuk menghaluskan bambu yang telah

dipotong tipsi (dihua), sehingga serabut yang kasar di dalam kayu

hilang dan siap untuk di anyam.

2. Jara : untuk merenggangkan anyaman atau memberi celah pada

anyaman agar mudah dalam memasukan tali

10

Page 15: boboko zulfa

F. Teknik dan Langkah-langkah Pembuatan Boboko

1. Sediakan bambu tali dengan panjang kurang lebih 80cm. Kemudian bambu itu dibelah menjadi kecil-kecil kira-kira seukuran jari telunjuk.

2. Setelah bambu terbagi menjadi bentuk kecil, kemudian bamboo itu di hua ( dibelah tipis) hingga mendapatkan beberapa tali.

3. Bambu yang sudah berbentuk menjadi sekumpulan tali, kemudian di raut satu persatu supaya talinya halus dan mudah untuk di anyam.

4. Selanjutnya tali yang sudah halus dipisahkan antara tali untuk anyam dan bambu hinis.

5. Untuk pola awal menganyam yaitu :

a. (Kanan 1) Angkat 3 tumpang 3 (memakai hinis)

b. (kanan 1) Angkat 1 tumpang 2 angkat 2

c. (kanan 1) Angkat 2 tumpang 1 angkat 1

d. (Kiri 1) Tumpang 3 angkat 3 (memakai hinis)

e. (kiri 1) Tumpang 1 angkat 2 tumpang 2

f. (kiri 1) Tumpang 2 angkat 1 tumpang 1

Putarkan g. (kanan 2) angkat 3 tumpang 3 (memakai hinis)

h. (kanan 2) angkat 1 tumpang 3 angkat 3

i. (kanan 2) angkat 2 tumpang 3 angkat 3

j. (Kiri 2) tumpang 3 angkat 3 (memakai hinis)

k. (Kiri 2) tumpang 1 angkat 3 tumpang 3

l. (Kiri 2) tumpang 2 angkat 3 tumpang 3

Anyam sebanyak 4 kali dengan pola seperti diatas.

6. Setelah selesai menganyam ke 4 sisi tersebut, anyaman yang telah berbentuk persegi dilipat di setiap sisinya hingga yang tadinya berbentuk horizontal kini berbentuk vertical di setiap sisinya, gunakan air untuk lebih mudah. Teknik ini disebut tengkor.

11

Page 16: boboko zulfa

7. Anyaman yang telah di tengkor kemudian dianyam lagi pada setiap sudutnya dengan pola angkat 2 tumpang 2 lakukan sampai ketinggian mencapai kurang lebih ¼.

8. Setelah itu masukkan sarungsum ke sela sela puncak dari anyaman tadi.

9. Kemudian anyam lagi antara sarungsum dengan anyaman yang tadi hingga diameter boboko menjadi mengembang.

10. Kemudian pasang wengku pada puncaknya, dan rapihkan.

11. Anyam wengku dengan tali plastic hingga selesai satu lingkaran penuh.

12. Setelah selesai atas boboko sekarang kita siapkan soko caranya

a. Ukur soko yang telah siap pada satu sisi bagian bawah boboko

b. Lipat bagian soko yang telah diukur hingga membentuk persegi sesuai dengan lebar bagian bawah boboko.

13. Setelah soko siap maka pasang soko pada bagian bawah boboko menggunakan tali yang diselipkan antara anyaman-anyaman sehingga akan terlihat rapi dan kuat. Dan jadilah sebuah boboko.

LAMPIRAN

Alat :

12

Page 17: boboko zulfa

Jara pisau raut

Bahan :

Bambu tali dan bambu hinis wengku

13

Page 18: boboko zulfa

Soko sarungsum

Tali

14

Page 19: boboko zulfa

Gambar langkah kerja

15

Page 20: boboko zulfa

16

Page 21: boboko zulfa

17