BLU Dan UGM Edited

32
UGM Menuju Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) Dr. Didi Achjari, M.Com, Ak Wakil Rektor Bidang Sistem Informasi dan Keuangan Disampaikan di: Rapat Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Transcript of BLU Dan UGM Edited

UGM Menuju Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU)

Dr. Didi Achjari, M.Com, Ak

Wakil Rektor Bidang Sistem Informasi dan Keuangan

Disampaikan di:

Rapat Kerja Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada

Hotel Larasati, Salatiga, 28 Januari 2012

UGM Menuju Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU)

Didi Achjari[footnoteRef:1] [1: Dipersiapkan untuk bahan diskusi dan sosialisasi BLU di UGM. Artikel ini bukan peraturan atau keputusan pimpinan UGM, tapi interpretasi atas peraturan-peraturan yang terkait dengan BLU dan refleksi dari implementasi BLU di Perguruan Tinggi Negeri lain. Terimakasih kepada semua pihak yang telah mereview dan memberi masukan.]

Masa transisi UGM dari PT BHMN menjadi PK BLU akan segera berakhir tahun ini. Pada 1 Januari 2013, UGM akan secara resmi menjadi PK BLU. Walaupun waktu transisi tinggal kurang dari setahun, tampaknya masih banyak hal yang harus disiapkan dan dikerjakan oleh semua pihak termasuk Rektorat dan Fakultas. Tulisan ini dimaksudkan untuk membantu civitas akademika UGM dalam memahami BLU secara umum dan konsekuensi atas perubahan menjadi PK BLU. Tulisan ini dibuat dengan dasar peraturan yang saat ini ada dan interpretasi serta praktik yang terjadi di PTN yang sudah menjadi BLU. Jadi ada kemungkinan perbedaan interpretasi dan perubahan dibanding PTN. Apalagi nanti kalau UU Perguruan Tinggi sudah disyahkan oleh DPR.

Dengan dibatalkannya UU BHP dan diterbitkannya PP 66 th 2010, maka PT BHMN mempunyai pilihan untuk kembali menjadi PTN murni atau PTN dengan Pengelolaan Keuangan (PK) Badan Layanan Umum (BLU). Kembali menjadi PTN bisa jadi merupakan mimpi buruk terkait dengan otonomi (akademik dan keuangan) Perguruan Tinggi. Mungkin sebagian besar dari kita juga bisa mengingat bagaimana kondisi UGM sebelum tahun 2000 ketika masih berbentuk PTN. Karena itulah PK BLU menjadi alternatif yang lebih layak karena masih menyisakan sedikit kelonggaran dibanding bentuk PTN. Lantas apakah tidak ada bentuk lain yang bisa digunakan PT BHMN? Beberapa pihak masih berharap pada Undang-Undang Perguruan Tinggi yang sampai saat ini masih belum selesai dibahas di Komisi X DPR RI. Kebetulan kami mengikuti dinamika di forum PT BHMN dan juga pembahasan UU PT tersebut. Tampaknya sejauh ini harapan untuk tetap bisa mengelola PT seperti BHMN sudah 99% tertutup. Kecuali ada keajaiban yang mana 1% harapan yang tersisa bisa jadi kenyataan. Karena tidak ada kepastian kapan UU PT bisa disyahkan, maka bentuk PK BLU menjadi keniscayaan saat ini bagi PT BHMN. Tanpa bentuk yang jelas, pengelolaan keuangan kita (UGM) akan menjadi ilegal (ada yang mau jadi martir?). PK BLU menjadi soft landing yang rasional dan legal bagi PT BHMN.

Sebagai informasi terkini pada bulan Januari tahun 2012 ini, meskipun UGM belum disyahkan secara formal menjadi PK BLU, namun UGM sudah diwajibkan untuk (1) merevisi DIPA menjadi DIPA BLU, (2) menyampaikan Pengesahan realisasi Pendapatan dan Belanja tahun 2011 ke Direktorat Perbendaharaan (Kemenkeu) dan (3) menyampaikan laporan keuangan 2011 yang akan dikonsolidasikan di Kemendikbud. Ditambah lagi, bahkan sudah ada surat dari Dirjen Anggaran yang meminta UGM memasukkan pagu anggaran PNBP untuk tahun 2013, 2014 dan 2015 paling lambat pada tanggal 13 Januari 2012. Konsekuensinya adalah pada tahun 2012 ini, UGM secara praktik sudah menjadi PK BLU meskipun dalam PP 66 tahun 2010, kita masih diberi masa transisi sampai dengan 31 Desember 2012. Sehingga pada tahun 2012 ini, UGM sudah harus menyampaikan realisasi Pendapatan dan Belanja minimal setiap triwulan ke Direktorat Perbendaharaan. Hal ini menjadi tantangan kita bersama karena selama ini UGM hanya diwajibkan menyampaikan laporan keuangan dua kali dalam setahun, yaitu laporan interim dan akhir tahun.

Mungkin ada pertanyaan apa perbedaan PT BHMN dengan PK BLU? Sebelum menjelaskan secara lebih detil perbedaannya, kita perlu cermati persamaan berikut:

(1). BLU BHMN (baca: BLU tidak sama dengan BHMN minus)

(2). BLU = PTN ++ (baca: BLU sama dengan PTN plus plus)

Dengan melihat Persamaan 1, kita diajak untuk meninggalkan mimpi kita bahwa kita masih BHMN dengan segala kelonggarannya (otonomi). BLU tidak sama dengan BHMN yang dikurangi kewenangannya. Banyak aspek yang berubah atau dikurangi. Kita harus kembali membumi dan suka tidak suka untuk bersiap-siap menggunakan Persamaan 2. Dengan meninggalkan Persamaan 1, kita akan relatif tidak akan terlalu sakit dan menyesali nasib terus menerus ketika berhadapan dengan kesulitan dan keribetan ala PK BLU. Mengapa? Karena Persamaan 2 mengatakan BLU itu adalah PTN plus plus (PTN yang diberi beberapa fleksibilitas, seperti: tidak perlu setor uang ke KPPN, dll.). Dengan membumikan kesadaran kita bahwa kita adalah PTN yang merupakan satuan kerja (satker) pemerintah maka akan lebih mudah untuk menerima kenyataan. Jadi mulai sekarang kita harus berlatih mengubah mindset dari BHMN menjadi PTN PK BLU seperti di Persamaan 2.

Apakah nasib kita akan buruk itu? Semoga tidak. Ada upaya dari Kemdikbud, Tujuh anggota PT BHMN dan Kemenkeu untuk merevisi PP 23 th 2005 tentang BLU yang bersifat generik agar lebih fleksibel dan akomodatif terhadap perguruan tinggi. Walaupun berlangsung alot dan memakan waktu hampir setahun, Alhamdulillah sejauh ini sudah ada titik temu dari para pihak. Sebagai contoh, kewenangan penentuan tarif penerimaan dan tarif biaya yang tadinya ada di Menkeu, nantinya akan dialihkan ke Mendikbud dan kemudian didelegasikan ke Pimpinan BLU (Rektor). Kalau itu disyahkan, akan cukup melegakan (di tengah kepahitan he he ) karena Rektor tidak perlu kuatir dianggap menerapkan tarif ilegal di luar Standar Biaya Umum (SBU) yang ditetapkan pemerintah. Yang perlu dicermati adalah perubahan mindset tentang kewenangan membuat tarif yang saat ini cukup fleksibel (semua level struktural bisa mengeluarkan SK tarif?). Kelonggaran lain adalah terkait dengan pengadaan barang dan jasa (PBJ).

Apa implikasi UGM ketika menjadi PK BLU? Perlu digarisbawahi bahwa UGM akan menjadi PK BLU pada 1 Januari 2013 ketika masa transisi berakhir. Untuk itu, masa transisi yang tersisa kurang dari setahun ini harus dimanfaatkan untuk melakukan persiapan dan pembenahan terhadap isu-isu utama:

1. Keuangan dan Anggaran

Pada tahun 2013, pengelolaan anggaran dan keuangan UGM akan kembali sepenuhnya seperti satker pemerintah (PTN). Dana masyarakat (uang apapun yang diterima selagi menggunakan cap, kewenangan dari dan atas nama UGM) akan menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Karena menjadi PNBP, maka pengelolaannya harus tunduk pada UU Keuangan Negara. Penyimpangan atas PNBP bisa dianggap merugikan keuangan Negara. Konsekuensi lain adalah UGM akan mengikuti siklus APBN. Nama sistem anggaran kita akan berubah dari RKAT menjadi Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA)/RKAKL. Yang mengesyahkan anggaran UGM tidak lagi MWA tapi Dewan Pengawas. Anggaran UGM yang dikonsolidasi ke anggaran Kemdikbud (pemerintah) kemudian disyahkan DPR menjadi UU APBN. Berikut perbandingan persamaan keuangan ala BHMN dan BLU:

(3). Anggaran BHMN = DIPA (atau disebut Rupiah Murni) + Dana Masyarakat

(4). Anggaran PTN PK BLU = DIPA (atau disebut Rupiah Murni) + PNBP

Persamaan antara Dana Masyarakat (Damas) dan PNBP adalah sumber perolehannya, yaitu dari mahasiswa, kerjasama dan hasil usaha. Perbedaannya adalah dasar hukumnya, Damas mengacu pada PP 153/2000 UGM sebagai BHMN dimana otonomi pengelolaan keuangan secara internal. Sedangkan PNBP, diperlakukan sebagai keuangan Negara.

Tarif penerimaan dan pengeluaran yang saat ini masih merupakan kewenangan Menkeu nantinya akan didelegasikan ke Pimpinan BLU (Rektor). Sebagai konsekuensi, seluruh UGM akan berpotensi menerapkan sistem tarif yang sama. Mengingat nilai/angka dan dasar pengenaan tarif yang sangat bervariasi di lingkungan UGM, hal ini tentu saja perlu disiapkan dan diterjemahkan secara bijak dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh peraturan dan perundangan pemerintah. Mengubah dasar pengenaan tarif adalah pekerjaan yang sangat besar karena bisa berarti mengubah cara kita melakukan suatu pekerjaan (proses bisnis) agar sesuai dengan cara penarifan. Dalam konteks akuntansi, hal ini bisa diartikan perubahan cost driver (pemicu kos/biaya). Perubahan ini pada gilirannya akan berimplikasi pada aspek kelembagaan (siapa berwenang melakukan apa).

Perubahan UGM menjadi BLU pada tahun 2013 juga akan berimplikasi pada pelaporan keuangan. UGM akan mengkosolidasikan laporan keuangannya yang bersumber dari dana Rupiah Murni (DIPA) dan PNBP. Dana DIPA dilaporkan dengan cara Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang mengacu Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), sedangkan dana masyarakat/PNBP dilaporkan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Pengkonsolidasian dua metoda ini merupakan kesulitan tersendiri karena masing-masing mempunyai kode akun yang berbeda dan tata cara pengakuannya juga berbeda. DIPA mengacu pada pencatatan berbasis kas sedangkan PNBP akan dicatat berbasiskan waktu keterjadian transaksi, meskipun transaksi tersebut belum terealisasi dalam wujud kas (accrual basis).

Sistem keuangan (treasury) UGM juga akan berpotensi berubah ketika menjadi PK BLU. Seperti saat ini, Universitas memiliki rekening penerimaan dan rekening pengeluaran. Tapi nantinya Fakultas/Unit hanya memiliki rekening pengeluaran. Implikasinya bendahara penerimaan dan pengeluaran ada di Universitas. Fakultas/Unit hanya memiliki bendahara pengeluaran. Bagaimana dengan level Prodi? Sejauh ini BLU hanya mengatur rekening dan bendahara sampai di level Fakultas saja. Dengan demikian, perlu ada penataan dan penyesuaian sistem treasury (misal SPJ) di Prodi/Jurusan/Bagian ke Fakultas dan/atau Kantor Pusat. Implikasinya juga akan terkait dengan SDM administrasi dan keuangan lebih terpusat di Fakultas dan/atau Kantor Pusat. Aspek treasury tersebut diatas membawa konsekuensi di tingkat kelembagaan, bagaimana bentuk kelembagaan yang harus ditata ulang agar sesuai dengan tugas dan fungsi dalam pengelolaan keuangan. Terkait dengan kelembagaan, sesuai PP 66/2010, Universitas diharuskan menyusun struktur organisasi sesuai dengan aturan yang diselenggarkan oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Saat ini UGM bersama PT BHMN yang lain tengah berupaya agar struktur dan fungsi pengelolaan model PT BHMN masih dapat diakomodir, meskipun dalam beberapa pertemuan dengan pihak Kementerian belum ditemukan titik temunya.

Sejauh ini sering ada kritik terkait dengan sistem alokasi anggaran dari Kantor Pusat ke Fakultas/Prodi. Terkait dengan BLU, pertanyaannya, apakah metoda pengalokasian anggaran pendapatan akan berubah? Jawabannya bisa ya, bisa tidak karena tergantung dari seberapa besar kita ingin berubah. Yang jelas, hal tersebut tidak terkait langsung dengan BLU (tidak diatur di PP 23 th 2005). Walaupun perubahan mungkin bisa menjadikan UGM lebih baik (ingat perencanaan dan penganggaran merupakan alat kita dalam mencapai tujuan), tapi itu sangat berat dan tidak mudah. Ada perguruan tinggi BHMN yang sudah menerapkan sistem perencanaan dan penganggaran yang relatif baik sehingga bisa menjadi perbandingan. Sebagai contoh ITB memiliki metoda pengalokasian anggaran yang relatif fair karena berdasar sumber daya yang dikelola (bukan prosentase atas pendapatan). Tapi perlu diingat, untuk mengubah sistem penganggaran ini tentunya perlu mengubah dan menstandarisasi kelembagaan. Untuk itu, UGM perlu pembenahan kelembagaan, eselonisasi jabatan, dan nomenklatur. Ini nantinya menjadi penting karena terkait siapa memberi kewenangan dan hak kepada siapa. Aspek akuntabilitas penganggaran pun menjadi bagian yang perlu dilakukan penyesuaian, hal ini terkait dengan kepatuhan terhadap pendokumentasian output kegiatan dan capaian kinerja, bagaimana agar capaian anggaran dan capaian fisik dapat didokumentasikan secara terintegrasi, sehingga keterkaitan antara kinerja keuangan dan kinerja kegiatan dapat disajikan secara utuh.

Implikasi dari penanganan aspek kelembagaan adalah terkait dengan perlakuan lembaga secara keuangan. Ada entitas yang bisa diperlakukan sebagai cost center. Pimpinan entitas ini akan diukur kinerjanya dengan efisiensi yang diperoleh untuk menjalankan kewajibannya (tupoksinya atau SPM-nya). Lembaga tersebut bisa minta alokasi anggaran tanpa ditanya berapa pendapatan/uang yang dihasilkan entitas tersebut. Tentu saja dalam BLU, semua pendapatan harus disetor ke rekening Rektor. Yang kadang dijumpai adalah ada unit/lembaga yang kalau ada biaya dibebankan ke Kantor Pusat, tapi kalau ada pendapatan disimpan sendiri. Sebenarnya masih ada beberapa jenis lembaga/entitas berdasar perlakuan keuangan. Tapi tidak akan dibahas di sini. Yang jelas kita perlu mengubah mindset tentang uangku menjadi Uang Negara. Kita tidak bisa lagi mengklaim ini uangku karena saya telah bersusah payah mencarinya. Sebaiknya kita mengubah mindset menjadi ini uang negara yang diperoleh melalui unit/lembaga saya yang bekerja/ada di bawah UGM. Walaupun sulit dan pahit tapi mindset baru ini mau tidak mau harus kita terima.

2. Pengelolaan Aset

Perubahan status menjadi Perguruan Tinggi dengan pengelolaan BLU juga berdampak pada pengelolaan aset, karena aset yang dioperasionalkan di Universitas akan masuk sebagai kategori barang milik Negara. Untuk itu pengelolaannya akan mengikuti aturan yang diterbitkan Negara (aturan-aturan tentang barang milik Negara antara lain: PP no 6/2006 tentang Barang Milik Negara). Dalam PP No. 6/2006 tersebut dijelaskan bahwa pengelolaan barang milik Negara meliputi:

a. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran.

b. Pengadaan.

c. Penggunaan.

d. Pemanfaatan (sewa, pinjam pakai, kerjasama penggunaan, bangun guna serah dan bangun serah guna).

e. Pengamanan dan Pemeliharaan.

f. Penghapusan.

g. Penilaian.

h. Pemindahtanganan (penjualan, tukar menukarm hibah, dan penyertaan modal).

i. Penatausahaan.

j. Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian.

Masing-masing kegiatan diatas mempunyai memberikan implikasi baik secara teknis pengelolaan barang maupun secara akuntansi (pencatatannya). Sesuai dengan Undang-undang nomor 23 tahun 2005 pasal 20, tentang pengelolaan keuangan BLU, pengadaan barang/ jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dimana kewenangan atas pengadaan tersebut diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota. Sehingga nantinya dalam pengadaan barang/jasa di UGM yang sumber dananya berasal dari pendapatan operasional, hibah tidak terikat, hasil kerjasama lainnya dapat dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan pimpinan Universitas, tanpa mengikuti ketentuan PP 54 tahun 2010, dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil,/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktik bisnis yang sehat. Sehingga dapat dibebaskan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa, dengan alasan efektivitas dan efisiensi. Dengan dasar tersebut Kemdikbud sudah menyusun pedoman PBJ yang merupakan modifikasian Perpres 54 thn 2010 untuk PTN PK BLU. Pedoman PBJ ini dirancang untuk mengakomodir proses pengadaan yang unik dan lazim terjadi di perguruan tinggi. Diharapkan PTN PK BLU akan lebih efisien dan efektif pengelolaan pengadaan barang dan jasanya.

Pengelolaan, pencatatan, pengalihan dan penghapusan aset harus ijin kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan ketetapan yang berlaku. Selama menjadi BHMN pengelolaan aset yang bersumber dari dana masyakarat cukup dilaporkan kedalam laporan keuangan UGM dan dicatat dalam daftar inventaris barang, setelah UGM menjadi BLU nanti tentu semua aset baik yang berasal dari dana DIPA dan PNBP (dana masyakarat) harus dikelola, dicatat dan jika ada pengalihan dan penghapusan aset harus mengikuti mekanisme pemerintah yaitu harus melaporkan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait.

3. Pengelolaan Utang dan Piutang

a. Pengelolaan piutang

Sebagaimana pada pasal 17 PP 23 Tahun 2005, mengenai pengelolaan piutang BLU disebutkan bahwa:

1. BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLU sepanjang dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Piutang BLU yang sulit ditagih dapat dilimpahkan penagihannya kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

3. Pada implementasi selanjutnya, piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang berwenang, yang nilainya ditetapkan secara berjenjang.

4. Adapun kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang tersebut ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada prinsipnya pengelolaan piutang BLU mengikuti aturan-aturan yang berlaku pada satker pemerintah lainnya. Dalam pengelolaan keuangannya, BLU dapat memberikan piutang terkait dengan kegiatannya. Terkait dengan penghapusannya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, penghapusan piutang negara/daerah terdiri dari Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak, kecuali piutang yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri.

b. Pengelolaan Utang

UGM yang nantinya menjadi BLU dapat memiliki utang yang dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktik bisnis yang sehat sesuai dengan pasal 18 PP 23 tahun 2005. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya juga menjadi tanggung jawab BLU itu sendiri. Pengelolaan utang harus sesuai dengan peruntukannya yaitu utang jangka pendek ditujukan hanya untuk belanja operasional, sedangkan utang jangka panjang ditujukan untuk menutupi belanja modal.

Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali diterapkan lain oleh peraturan yang ada (Undang-undang).

4. Pengelolaan Investasi

Dalam hal investasi, kita mengenal dua jenis investasi dalam pengelolaan keuangan, yaitu:

1.Investasi jangka panjang;

2.Investasi jangka pendek.

Satker BLU tidak diperkenankan melakukan investasi jangka panjang kecuali atas persetujuan Menteri Keuangan. Meskipun demikian, dapat dijelaskan bahwa investasi jangka panjang dimaksud antara lain berupa penyertaan modal, pemilikan obligasi jangka panjang atau investasi langsung (misal; pendirian perusahaan). Apabila suatu satker BLU mandirikan atau membeli badan usaha yang berbadan hukum, maka kepemilikannya berada pada Menteri Keuangan, tetapi keuntungan yang diperoleh menjadi pendapatan satker BLU dimaksud. Perlu diketahui, dari hasil pembahasan perubahan atas PP no 23 tahun 2005, disepakai bahwa Perguruan Tinggi PK BLU ex BHMN tidak perlu minta ijin atas kepemilikikan investasi jangka panjang yang ada (diputihkan).

Masih banyak aspek BLU yang ada di PP 23 tahun 2005, tapi yang didiskusikan di sini hanya sebagian saja. Artikel ini juga masih banyak kelemahannya. Silakan untuk menambahkan kelengkapan bahasan di artikel ini agar bisa menjadi alat untuk berbagi pengetahuan tentang BLU di UGM. Untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang BLU, kita juga bisa melihat penerapan BLU di tetangga kita misalnya UIN, UNY, UNNES, UNS atau bahkan UNDIP. Untuk menambah pemahaman, terlampir adalah 1) isu-isu terkait tentang BLU, 2) hasil diskusi tentang BLU antara WR SIK dengan seorang WD2. Sebagai penutup, perubahan regulasi dan kelembagaan pemerintah di sektor pendidikan tinggi, walaupun pahit, sebaiknya dihadapi bersama dengan pikiran positif dan tetap berusaha mencapai visi UGM dengan peraturan yang ada.

Lampiran 1

Isu-Isu Terkait Rencana BLU di UGM

Lampiran 2

Diskusi BLU UGM

(Bersumber dari diskusi WR SISTEM INFORMASI & KEUANGAN dengan WD2)

Pertanyaan:

Latar belakang

Tahun 2013: pemberlakuan status kelembagaan UGM sbg BLU scr penuh;

Tahun 2012 adl masa transisi: pengelolaan keuangan masih dg skema BHMN melalui RKAT

Namun, mulai Januari 2012, semua penerimaan UGM yg semula disebut Damas dianggap/dinyatakan sbg PNBP (Penerimaan negara bukan pajak) oleh KPPN, yg berarti bagian dari penerimaan APBN. Hal ini tampak dari kebijakan untuk men-declare SALDO AKHIR TAHUN 2011 sbg SALDO AWAL sbg PK-BLU oleh KPPN.

Implikasinya : karena semua penerimaan adalah PNBP maka belanja atau pengeluarannya seharusnya sesuai dg atau merujuk kepada aturan-aturan pemerintah. Padahal selama ini (sbg BHMN), fakultas punya kewenangan utk membuat dan memberlakukan sejumlah kebijakan belanja dan pengeluaran.

Pertanyaan dasar:

Dalam periode transisi tahun 2012, apakah Fakultas masih memiliki kewenangan untuk membuat dan memberlakukan sejumlah kebijakan belanja atau pengeluaran sendiri, melalui SK Dekan? Jika ya, sejauh mana kewenangan itu dimiliki oleh Fakultas/dekan?

Pertanyaan lebih detil:

no

Isu

kondisi yg berjalan di Fakultas X

Pertanyaan

1

pembayaran tunjangan jabatan bg tenaga kependidikan (remunerasi)

sejak th 2009, Fak memberikan tunjangan jab (remunerasi) yg didasarkan atas variabel tk pendidikan, masa kerja, resiko pekerjaan, dll

apakah kebijakan tsb masih bisa diteruskan? Jika tidak, apa alternatifnya?

2

insentif kesejahteraan bg tng pendidik (dosen) & tng kependidikan

Fak memberikan tambahan insentif kesejahteraan berupa: tunjangan hari tua (tab Simponi BNI), asuransi kesehatan (Takaful), rekreasi, insentif kinerja per semester, sembako (natura), baju seragam (3 item terakhir khusus utk karyawan).

apakah kebijakan tsb masih bisa diteruskan? Jika tidak, apa alternatifnya?

3

insentif kesejahteraan bagi Dosen, dan honor mengajar, mbimbing & nguji prodi pasca

Fak (berdasarkan SK Dekan) memberikan insentif kehadiran mengajar, ketepatan penyerahan nilai ujian.

Fak mmbuat tarif honor utk mengajar, membimbing dan menguji di prodi S2 & S3, serta prodi SI- IUP & program immersion

skema dan tarif seperti ini blum dikembangkan pd level univ.

apakah skema insentif kelebihan mengajar yg sdh dirancang UGM akan segera diterapkan?

4

pembayaran tunjangan krn rangkap jabatan atau perluasan tanggung jawab

Dekan, WD & Kajur yg sdh memiliki tarif honor dr UGM, mndapatkan tambahan honor dr pos Pascasarjana (S2 & S3)

apakah tambahan honor ini masih bisa diteruskan?

5

Honorarium utk Kaprodi & Sekprodi

UGM belum mengatur tarif honornya. Fakultas membayar honor mrk berdasar SK Dekan.

apakah bisa diteruskan? Jika tdk, apa alternatifnya?

6

honorarium utk jabatan khusus di Fak: Asisten Dekan

mereka diangkat dg SK Dekan sbg bagian dr upaya pencapaian visi & misi Fak, & diberikan honor bulanan

apakah bisa diteruskan? Jika tdk, apa alternatifnya?

7

kontrak kerja dg tenaga profesioal

utk kategori pekerjaan high skill, Fak mengontrak sejumlah tenaga profesional (misal utk KUI, CDC, dll) dg tarif yg cukup tinggi

apakah masih bisa diteruskan?

8

Mekanisme Pengelolaan Dana riset & bentuk kerjasama lainnya

Dana dr sumber tsb masuk mll rekening fak, & dg mekanisme in-out dikelola olh unit kerja yg terkait. Unit kerja memiliki rekening bank tersendiri.

bagaimana pengelolaan dana dari sumber-2 tsb, pd masa transisi dan nantinya dg skema PK-BLU

9

Pengelolaan Dana Bebas (dahulu model yayasan)

Rencana : dg skema institusi perkumpulan dosen

Model pengelolaan dana bebas seperti apa yg sesuai dg PK-BLU?

Kami mohon agar Fakultas diberi kewenangan untuk membuat pos-pos belanja baru dalam rangka meningkatkan kinerja staff dan kinerja pelayanan. Juga, struktur tarif yg ada yg terkait dengan peningkatan kinerja bisa dipertahankan, agar tidak mengganggu kinerja yg sdh berjalan.

Jawaban/Respon:

Pendahuluan

Pasal 220B PP No. 66 tahun 2010 telah memberikan konsekuensi terhadap perubahan status UGM berikut pola pengelolaan keuangannya, dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa UGM dan PT BHMN yang lainnya diharuskan menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU), dengan memberikan masa transisi PT BHMN beralih menjadi BLU ditetapkan hingga 31 Desember 2012. Pengelolaan BLU sendiri telah diatur melalui PP No. 23 tahun 2005. Dalam PP No. 23/2005 tersebut memberikan penjelasan bahwa pengelolaan keuangan model PT BHMN tidak dapat diterapkan lagi, beberapa ketentuan tentang pengelolaan keuangan yang dapat diatur dan ditetapkan sendiri menjadi tidak dapat diberlakukan. Aturan-aturan pengelolaan keuangan tersebut antara lain: Standar Tarif dan Biaya, Perencanaan dan Penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pendapatan dan Belanja, Pengelolaan Kas, Utang, Piutang, Investasi Jangka Panjang, Pengelolaan Aset, Kebijakan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan, dan Kelembagaan Pengelola Keuangan.

Dari hasil analisis bersama 7 (tujuh) PT BHMN, menyebutkan bahwa hilangnya otonomi pengelolaan pada beberapa jenis pengelolaan tersebut berpotensi menghambat operasional penyelenggaraan Tri Dharma, untuk itu jika dipaksakan bahwa PT BHMN diharuskan menjalankan pola pengelolaan keuangan BLU, berpotensi pengelolaan PT menjadi tidak efektif, untuk itu saat ini sedang diperjuangkan adanya perubahan/amandemen PP 23/2005 untuk beberapa jenis pengelolaan keuangan dengan tetap dimintakan pendelegasian kepada pimpinan PT atau setidaknya kepada Kementerian teknis (Mendikbud). Hasil usaha negoisasi dengan pihak Kementerian Keuangan yang sudah berhasil ditempuh adalah bahwa untuk menjadi BLU, PT BHMN tidak diperlukan pengusulan melalui proses administrasi dan langsung ditetapkan sebagai BLU Penuh. Sejalan dengan hal tersebut saat ini UGM juga telah menyusun prosedur-prosedur yang harus dijalankan meskipun masa transisi sampai dengan 31 Desember 2012. Adapun beberapa hal yang telah diupayakan untuk dibuatkan prosedurnya adalah:

1. Rencana uji coba pola perencanaan yang disesuikan dengan pola perencanaan ala APBN; hal ini dimanfaatkan sebagai pembelajaran bahwa kedepan jika telah menjadi BLU perencanaan dana PNBP harus bersamaan dengan perencanaan dana DIPA (rupiah murni). Tidak lagi seperti saat ini, bahwa perencanaan Dana Masyarakat (RKT dan RKAT) jadwalnya berbeda dengan perencanaan dana DIPA. Siklus anggaran DIPA (Anggaran Penerimaan) tahun 2013 dimulai sekitar awal Maret 2012. Perlu diketahui, saat ini bahkan sudah ada surat dari Dirjen Anggaran yang meminta UGM memasukkan pagu anggaran PNBP tahun 2013 paling lambat tanggal 13 Januari 2012.

2. Melakukan kompilasi atas struktur tarif dan satuan biaya; dalam PP 23/2005 penetapan tarif dan satuan biaya dilakukan Menteri Keuangan. Untuk itu diperlukan pemetaan atas struktur dan jenis tarif serta satuan biaya yang digunakan di UGM, sebagai informasi tambahan bahwa jenis tarif pada peruntukan yang sama di UGM saat ini variasinya mencapai lebih dari 3000 jenis. Untuk itu diharapkan dengan penataan tarif, kondisi yang berlaku pada seluruh Unit Kerja di UGM dapat sesuai ketentuan, yaitu mendapat persetujuan Rektor. Implikasi dari penataan tarif adalah standarisasi dasar pengenaan tarif. Pola tarif kelebihan mengajar adalah salah satu contoh standarisasi mekanisme dan tarif honor mengajar. Model ini akan diberlakukan di semua jenis tarif.

3. Penataan kelembagaan, terutama kelembagaan pengelolaan keuangan. Meskipun dalam pola BLU, UGM tidak perlu menyetorkan penerimaannya kepada Kas Negara, tetapi setiap realisasi dari penerimaan dan pengeluaran diharuskan mendapat pengesahan dari Kementerian Keuangan setiap Triwulan. Untuk itu diperlukan kelembagaan pengelolaan keuangan yang memadai mengingat dalam model PT BHMN pola penerimaan (khususnya diluar penerimaan pendidikan) masih terdapat jenis penerimaan yang dikelola langsung di beberapa Unit Kerja.

4. Penataan pengelolaan Rekening Bank, saat ini rekening bank yang dimiliki Unit Kerja di UGM mencapai sekitar 760 rekening, dan tingkat kepatuhan terhadap kepemilikan rekening masih perlu ditingkatkan (tidak diatasnamakan perorangan), dan keberadaan rekening tersebut harus dikendalikan oleh pimpinan BLU (Rektor). Untuk itu diperlukan kesediaan (keharusan) pada setiap pimpinan unit kerja untuk melakukan konversi rekening menjadi rekening atas nama lembaga dan mengefisienkan jumlahnya. Pola pengelolaan rekening bank di beberapa PTN BLU saat ini (misal UNY, UIN dan UNDIP), fakultas/unit kerja hanya memiliki rekening bank yang digunakan untuk aktivitas pengeluaran (rekening pengeluaran). Sedangkan Kantor Pusat mempunyai rekening bank yang menampung penerimaan (rekening penerimaan) dan pengeluaran (rekening pengeluaran).

5. Tanggapan ini dibuat berdasarkan pelajaran yang ada di BLU lain dan pemahaman yang ada saat ini. Jadi tidak menjamin akan seperti ini realisasinya karena peraturan pemerintah bisa berubah. Namun setidaknya, deskripsi ini bisa memberikan garis besar arah pengelolaan BLU di UGM. Nantinya akan ada tim asistensi dari Kemenkeu yang akan membantu kita dalam proses transisi menuju BLU. Jadi Kantor Pusat tidak dalam kapasitas sebagai yang paling tahu dan paling benar mengenai BLU (krn UGM belum terapkan BLU; UGM juga masih belajar). Demikian juga dalam penyusunan standar biaya dan penentuan besaran tarif perlu koordinasi yang memadai antara Kantor Pusat bersama dengan pihak-pihak selaku pelaksana kegiatan agar dapat mengakomodir peraturan dan kewenangan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tanggapan atas Pertanyaan

Dari butir-butir permintaan diskusi yang diajukan pihak Fakultas X, kami coba kelompokan dalam beberapa bagian dengan jawaban sesuai pengembangan prosedur yang sedang disiapkan oleh Pimpinan Universitas terkait persiapan pola pengelolaan BLU di UGM, adalah sebagai berikut:

No.

Butir Pertanyaan dari Fakultas X

Tanggapan

Jawaban

Syarat

Kesesuaian dengan pengembangan prosedur

1

1-6 (mengenai jenis belanja pegawai berikut tarifnya)

Bisa dijalankan, dengan syarat

1) Jenis belanja pegawai dan tarif berdasar standar yang dibuat Rektor. Fakultas dan unit dibawahnya tidak berhak membuat standar dan jenis tarif.

2) Nomenklaturnya ada di peraturan pemerintah. Saat ini Menpan dan RB belum menyepakati nomenklatur BHMN dan BLU. Kalau nomenkaltur ditolak, ada potensi UGM akan kembali menggunakan nomenklatur jabatan ala PTN (misal Pembantu Rektor, Pembantu Dekan, Kepala Biro, dll)

3) Honorarium tambahan dimungkinkan bisa tetap diberlakukan meski ketentuan pemberiannya tidak sesederhana pada masa PT BHMN karena semua sumbernya menjadi APBN yg akan ditentukan tarifnya oleh Rektor. UGM akan coba konsultasikan dengan Kemenkeu.

4) Secara prinsip, uang alokasi tidak ditransfer seluruhnya (seperti sekarang) ke Fak/Unit, tapi ditransfer pada saat dibutuhkan/adanya kegiatan. Fak/Unit bisa mengambil alokasinya melalui mekanisme anggaran/kegiatan (uang muka dan/atau LS). Konsep ini sama dengan konsep hubungan keuangan UGM dengan KPPN (Kemenkeu) yang berlangsung saat ini. Anggaran DIPA UGM tidak akan ditransfer semua oleh KPPN tapi bisa diambil pada saat dibutuhkan (misal setiap bulan) sesuai kegiatan yang diajukan.

Lihat no. 2 tentang kompilasi tarif

2

7 (kontrak kerja tenaga profesional dgn tarif tinggi)

Bisa dijalankan, dengan syarat

Besaran tarif dan dokumentasi kontrak ditetapkan oleh Rektor sesuai dengan ketentuan

Lihat no. 2 tentang kompilasi tarif

3

8 (Mekanisme Pengelolaan Dana riset & bentuk kerjasama lainnya)

Bisa dijalankan, dengan penyesuaian

Mekanisme pengelolaan dana kerjasama diterima melalui rekening Rektor dan dokumentasi kontrak kerjasama melalui persetujuan Rektor yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengeluarannya diharapkan bisa ditarik In-Out ke Fakultas (detilnya masih perlu konfirmasi ke Kemenkeu). Selain itu, perlu diestimasi kemungkinan terjadinya kontrak kerjasama pada awal tahun anggaran agar nantinya tidak mempengaruhi realisasi pagu PNBP yang sudah ditetapan.

Lihat no. 1 tentang pola perencanaan dan Lihat no. 2 tentang kompilasi tarif

4

9 (Pengelolaan Dana Bebas)

Bisa dijalankan, dengan syarat

Pengelolaan dana bebas seperti Yayasan atau urunan/iuran dosen sebaiknya dipisah dari keuangan BLU (berdasarkan masukan dari Kemenkeu). Hal ini karena Yayasan/Perkumpulan merupakan entitas yang berbeda dari Unsur Penunjang Universitas (UPU)/Unsur Pelaksana Akademik (UPA) UGM.

Tapi ada pendapat bahwa yayasan harus dimasukkan dalam keuangan BLU. Konsekuensinya uang yayasan menjadi penerimaan/uang Negara (PNBP). Mekanisme pengeluaran/belanja mengacu pada tarif yang sudah ditetapkan. Pada intinya BLU memungkinkan untuk berbagai belanja asalkan sudah disajikan dalam mata anggaran dalam penyusunan PNBP. UGM akan mencermati dan mengikuti peraturan yang berlaku.

Lihat no. 1 tentang pola perencanaan dan Lihat no. 2 tentang kompilasi tarif

2