BLOK 22 - (2)

11
TUGAS INDIVIDU BLOK 22 AKUATIK DAN SATWA LIAR UNIT PEMBELAJARAN 2 UDANG BERBINTIK PUTIH DISUSUN OLEH: LUTHFI NUR AMALINA 09/283854/KH/6257 KELOMPOK 16 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

description

kedokteran hewan

Transcript of BLOK 22 - (2)

Page 1: BLOK 22 - (2)

TUGAS INDIVIDU

BLOK 22

AKUATIK DAN SATWA LIAR

UNIT PEMBELAJARAN 2

UDANG BERBINTIK PUTIH

DISUSUN OLEH:

LUTHFI NUR AMALINA

09/283854/KH/6257

KELOMPOK 16

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: BLOK 22 - (2)

Learning Objectives:1. Mengetahui manajemen pemeliharaan udang.2. Mengetahui penyakit viral yang menyerang udang.3. Mengetahui prosedur karantina udang.

Manajemen Pemeliharaan Udang

Budidaya udang dapat menggunakan sistem tertutup maupun terbuka. Sistem tertutup yaitu selama satu siklus pemeliharaan udang tidak memasukkan air baru dan air media pada tambak, sistem harus selalu dalam keadaan steril. Persyaratan tambak udang sistem tertutup antara lain:

1. Konstruksi tambak kedap air2. Diperlukan redesain konstruksi tambak sistem tertutup (satu unit tambak sistem tertutup

terdiri dari petak pembesaran, tandon biofilter, tandon endapan, tandon karantina, dll.)3. Penebaran benih bebas virus dan ukuran seragam4. Air media pemeliharaan steril (standar air baku), menggunakan disinfektan yang mudah

terurai dan tidak ada resiko pencemaran 5. Penumbuhan fitoplankton awal menjadi kunci bioindikator (aplikasi pupuk yang tepat) dan

pengendalian selama pemeliharaan6. Penggunaan dan pengaturan pakan yang standar7. Penggunaan feed additive (immonostimulant) yang resiko rendah/tidak dilarang dan

terprogram8. Penggunaan produk yang tepat dan terkendali9. Pengelolaan air dan lumpur secara periodik10. Pengendalian oksigen terkendali (oksigen minimal pagi hari > 3,5 ppm)11. Kendalikan pH dan alkalinitas harian tidak terjadi goncangan yang mencolok (tidak lebih

dari 0,5)12. Hindari krustase liar masuk lewat darat ke tambak (gunakan pancing/pagar plastik keliling

unit tambak sistem tertutup) dan lewat air dengan penggunaan saringan yang ketat, dan kegiatan lainnya yang dianggap ada relevansi serta urgensinya

Pada budidaya sistem tertutup, penggunaan kembali air pembuangan dari hasil limbah pemeliharaan udang yaitu melalui proses filtrasi pada petak tandon (endapan, biofilter dan karantina). Filtrasi dapat dilakukan dengan proses secara fisik, kimia dan biologis pada setiap tahapan tandon. Penggunaan air baru dilakukan jika konstruksi pematang tambak banyak rembesan, tingkat porositas tanah tinggi, tingkat evapotranspirasi tinggi, kondisi parameter kualitas air media pemeliharaan tidak optimal, tingkat kepekatan fitoplankton tinggi (transparansi rendah, < 20 cm), kepekatan salinitas meningkat dan timbulnya masalah pada udang (penyakit, nafsu makan turun, dll).

No. Komponen Kisaran Optimal Keterangan1 Jenis tanah Liat berpasir Jenis tanah masih ada

toleransi, yaitu dapat digunakan untuk liat berdebu/ berlumpur.

2 pH tanah (70 : 30)3 Bahan organik 6,5 – 8,04 NH3 3 – 5%

0,05 – 0,25 ppm

2

Page 3: BLOK 22 - (2)

No. Komponen Kisaran Optimal Keterangan1 Salinitas 15 – 30 ppt Bila bahan organik air

di atas 55 ppm dapat diantisipasi dengan pengendapan pada petak tandon air.

2 pH 7,5 – 8,73 Suhu 28 – 31,5oC4 Alkalinitas 90 – 150 ppm5 Bahan organik 45 – 55 ppm6 PO4 0,1 – 0,5 ppm7 NH3 0,03 – 0,25 ppm

(Banun, dkk., 2008)

Penyakit Viral yang Menyerang Udang

WHITE SPOT SYNDROMEEtiologi Agen kausatif white spot disease (WSD) adalah white spot syndrome virus (WSSV), merupakan virus double-stranded DNA, termasuk genus Whispovirus, famili Nimaviridae. Virion berukuran 80 – 120 x 250 – 380 nm), berbentuk batang hingga epitikal, amplop trilaminar. WSSV menyerang krustasea dekapod maupun non-dekapod dari laut, air payau maupun air tawar (Stentiford dan Oidtmann, 2011).

Patogenesis Outbreak penyakit dapat diinduksi oleh stresor seperti perubahan mendadak pada kadar garam dan penurunan temperatur. Transmisi vertikal dapat terjadi memalui telur. Transmisi horizontal

3

Page 4: BLOK 22 - (2)

dengan mengkonsumsi jaringan terinfeksi (kanibalisme, predasi, dll.) dan melalui rute waterborne. Udang yang mati dan sakit parah dapat menjadi sumber infeksi. Jaringan target virus antara lain dari ektoderm dan mesoderm, terutama epitelium kutikuler dan jaringan ikat subkutikuler. Jaringan target lainnya yaitu kelenjar antennal dan organ hematopoietik (Stentiford dan Oidtmann, 2011).

Gejala klinis Semua udang penaeid yang dibudidayakan dari post-larva akhir hingga juvenile dan stadium dewasa sangat rentan terkena infeksi dan sering menyebabkan tingkat kematian tinggi. Gejala klinis nampak 14 – 40 hari setelah stoking. Karakteristik bintik-bintik putih jarang terlihat, khususnya pada udang Penaeus vannamei. Kematian dapat mencapai 100% dalam waktu 5 hari setelah onset penyakit. Udang yang bertahan hidup akan membawa virus sepanjang hidupnya dan menurunkan penyakit pada anaknya (Crockford, 2008). Gejala klinis penyakit tidak patognomonik dan bintik-bintik putih, karakteristik dari WSD, juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri (Bacillus subtilis) atau kondisi lingkungan seperti alkalinitas tinggi. Penyakit akut ditandai dengan letargik, anoreksia dan berenang di dekat permukaan kolam. Kutikula lentur dengan bintik-bintik putih berdiameter 0,5 – 2,0 mm pada permukaan dalam karapas dan diskolorasi pink hingga merah (Stentiford dan Oidtmann, 2011).

Diagnosis Sampel untuk diagnosis diambil dari pleopod, insang, hemolimfa, lambung atau otot abdominal. Deteksi dengan menggunakan PCR saja tidak mengkonfirmasi kerentanan terhadap infeksi karena teknik hanya mendeteksi adanya elemen genom viral. Apakah genom viral terdapat intraseluler (infeksi) pada permukaan tubuh atau di isi saluran pencernaan (akibat kontaminasi) perlu dikonfirmasi lagi dengan histologi, in situ hybridization, immunohistochemistry atau transmission electron microscopy (Crockford, 2008).

Perubahan patologis Jaringan ektodermal dan mesodermal mengalami kerusakan, termasuk insang, epitelium kutikuler, kelenjar antennal, organ limfoid dan jaringan hematopoietik. Nukleus dari sel yang terinfeksi mengalami hipertrofi dan ketika diwarnai dengan hematoxylin eosin (HE) terdapat inklusi sentral basofilik terang hingga gelap dikelilingi kromatin. Inklusi intranuklear ini dapat dilihat pada squash mount insang atau jaringan subkutikuler (Crockford, 2008).

INFECTIOUS HYPODERMAL AND HAEMATOPOIETIC NECROSISEtiologi Infectious hypodermal and haematopoietic necrosis (IHHN) disebabkan oleh infeksi infectious hypodermal and haematopoietic necrosis virus (IHHNV), genus Brevidensovirus, famili Parvoviridae, nama spesies PstDNV (Penaeus stylirostris densovirus). IHHNV merupakan virus udah penaeid terkecil. Virion berukuran 20 – 22 nm, tidak beramplop, ikosahedral, mengandung ss-DNA linear (Anonim, 2012).

Patogenesis IHHNV menginfeksi dan bereplikasi di jaringan yang berasal dari ektodermal dan mesodermal. Target utama termasuk insang, kutikula, epitelium atau hipodermis, semua jaringan ikat, jaringan haematopoietik, organ limfoid, kelenjar antenal, korda nervus ventral, cabang-cabangnya serta ganglianya (Anonim, 2012).

4

Page 5: BLOK 22 - (2)

Penularan IHHNV dapat melalui rute horizontal maupun vertikal. Transmisi horizontal dengan kanibalisme atau kontaminasi air. Transmisi vertikal melalui telur yang terinfeksi (Anonim, 2012).

Gejala klinis Udang nampak lemah, berhenti bergerak kemudian mati. Tidak ada perubahan yang jelas pada warna udang. Pada infeksi fase terminal, udang yang hampir mati menunjukkan warna kebiruan dengan otot abdominal berwarna buram (Owens dkk., 2012).

Diagnosis Hemolimfa atau pleopod dapat diambil sebagai sampel untuk PCR, dot-blot hybridisation dengan probe spesifik. Sampel insang diidentifikasi secara histologikal dan diuji antibodi monoklonal dengan ELISA (Owens dkk., 2012).

Perubahan patologis Terdapat oklusi eosinofilik tunggal, bulat, intranuklear pada hepatopankreatosit. Semua jaringan mesodermal dan ektodermal menunjukkan adanya inklusi intranuklear prominen Cowdery tipe A. Jaringan hipodermal insang, alat mulut, membran brakhiostegial, hipodermis, kelenjar antennal, jantung, gonad, organ-organ limfoid, jaringan ikat, jaringan haematopoietik, otot skelet dan korda saraf juga terdapat inklusi intranuklear. Nukleus pada sel-sel jaringan ektodermal dan mesodermal mengalami hipertrofi (Owens dkk., 2012).

Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan menyeleksi stok udang yang resisten terhadap penyakit IHHN, disinfeksi telur dan larva udang untuk mencegah timbulnya penyakit akibat transmisi vertikal, memperbaiki manajemen pemeliharaan, screening PCR pada indukan atau telur yang dibuahi dan memisahkan yang positif terinfeksi virus (Anonim, 2012).

INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUSEtiologi IMNV merupakan virus dari famili Totiviridae. Partikel IMNV berbentuk ikosahedral dengan diameter 40 nm. Genom terdiri dari molekul ds-RNA tunggal. Hospes utama penyakit IMN adalah Pacific white shrimp (Penaeus vannamei). Infeksi IMNV secara eksperimental dilaporkan dapat terjadi pada Pacific blue shrimp (P. stylirostris) dan black tiger shrimp (P. monodon) (Anonim, 2009).

Patogenesis Mortalitas IMN berkisar antara 40% hingga 70% dan FCR dari populasi yang terinfeksi meningkat dari angka normal yaitu 1,5 – 4,0 atau bahkan lebih tinggi. Juvenile dan subadult P. vannamei yang dibudidayakan di air laut atau air payau dengan kadar garam rendah terkena dampak penyakit paling parah. Jaringan target utama untuk IMNV termasuk otot lurik (otot skelet dan kadang otot jantung), jaringan ikat, hemosit dan sel-sel parenkimal organ-organ limfoid (Nur’aini dan Taukhid, 2008). Beberapa populasi P. vannamei yang bertahan hidup dari infeksi IMNV dapat membawa virus sepanjang hidupnya dan dapat menularkan pada keturunannya. IMNV dapat tetap infeksius di saluran pencernaan dan feses burung-burung laut yang memakan udang mati atau udang sakit di tambak dan menyebabkan penyebaran penyakit di dalam area tambak atau antar pertambakan oleh feses atau regurgitasi karkas udang (Anonim, 2009).

5

Page 6: BLOK 22 - (2)

Gejala klinis Indikator umum Pacific white shrimp yang terinfeksi oleh IMNV yaitu letargi, kehilangan keseimbangan, berenang di permukaan air pada siang hari, anoreksia, terdapat area nekrotik berwarna keputihan di otot-otot lurik yang kemudian memerah seperti udang rebus, diikuti dengan peningkatan mortalitas. Gejala klinis ini onsetnya mendadak setelah terjadi perubahan temperatur atau salinitas yang mendadak (Nur’aini dan Taukhid, 2008).

Diagnosis Hemolimfa atau pleopod dapat dikoleksi untuk uji udang non-lethal. Dengan metode squash, otot-otot skelet menunjukkan abnormalitas striasi dan fragmentasi pada serat-serat otot. Organ limfoid terdapat akumulasi masa sferikal sel di antara tubulus-tubulus normal. Metode yang tersedia untuk deteksi molekuler IMNV antara lain dengan in-situ hybridization (ISH), nested RT-PCR dan real-time RT-PCR (Nur’aini dan Taukhid, 2008).

Perubahan patologis Udang yang terinfeksi fase akut menunjukkan area nekrotik fokal hingga ekstensif berwarna putih pada otot lurik, khususnya pada segmen abdominal distal dan ekor. Lama-kelamaan area nekrotik tersebut menjadi berwarna merah. Organ-organ limfoid mengalami hipertrofi hingga 3 – 4 kali ukuran normal. IMN menunjukkan myonekrosis dengan karakteristik nekrosis koagulatif pada serat otot lurik, seringa terjadi odema di antara serat otot yang terinfeksi. Pada beberapa udang sering terjadi lesi campuran antara lesi akut dan kronik, seperti terdapat nekrosis koagulatif hingga nekrosis liquefaktif, disertai infiltrasi dan akumulasi hemosit. lesi yang lebih parah, hemosit dan serat otot yang meradang diganti dengan fibrosit matriks longgar dan serat-serat jaringan ikat (Nur’aini dan Taukhid, 2008).

Pencegahan Pencegahan penyakit udang dapat dilakukan dengan menggunakan udang-udang yang resisten terhadap penyakit, seperti udang transgenik, memperbaiki praktek manajemen, screening PCR secara berkala, penjualan indukan dan benih yang bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan nasional maupun internasional, dukungan pemerintah terhadap infrastruktur, dan meminimalisasi penyebab stres pada udang.

Prosedur Karantina Udang

Tindakan karantina ikan secara terintegrasi berbasis in line inspectionA. Di negara/ area asal

Tindakan karantina di negara /area asal, dilakukan dengan menetapkan persyaratan teknis yang terkait dengan kesehatan ikan untuk pemasukan media pembawa.

B. Di tempat pemasukanApabila keseluruhan ketentuan persyaratan pemasukan pada point A terpenuhi, maka tindakan karantina ikan yang dilakukan berupa pemeriksaan kelengkapan dokumen, jenis dan jumlah. Sedangkan untuk pemasukan impor ditambahkan dengan pengambilan sampel untuk pemeriksaan secara laboratorium. Apabila terdapat salah satu unsur yang tidak terpenuhi, maka dilakukan Tindakan Karantina Ikan (8P).

C. Di tempat pengeluaranApabila Media Pembawa berasal dari Instalasi yang telah mendapatkan sertifikat Karantina Ikan Yang Baik (SKIB), maka berhak mendapatkan layanan sertifikasi kesehatan ikan secara “exlusive” (two hours services). Apabila Media Pembawa berasal dari instalasi yang belum

6

Page 7: BLOK 22 - (2)

memiliki Sertifikat Karantina Ikan Yang Baik (SKIB), maka dilakukan Tindakan Karantina Ikan (8P).

D. Di tempat pembenihan, pembesaran dan penampungan/ pengumpul ikan1. Isolasi atau pengasingan

Untuk mencegah penularan HPIK dan/atau HPI tertentu yang mungkin terbawa oleh ikan yang masuk, maka perlu dilakukan isolasi atau pengasingan. Hal-hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan selama masa isolasi atau pengasingan adalah sebagai berikut:a. Ikan yang menunjukkan gejala klinis serangan penyakit harus dipisahkan dari ikan

yang sehatb. Lamanya isolasi atau pengasingan selama-lamanya 15 hari dan dapat diperpanjang

apabila diperlukan, atau ditetapkan berdasarkan masa inkubasi HPIK/HPI tertentu yang mungkin terbawa oleh ikan tersebut.

c. Selama masa isolasi atau pengasingan, terhadap ikan-ikan tersebut selalu dilakukan tindakan pengamatan oleh petugas yang ditunjuk.

d. Ikan yang sakit selama masa isolasi atau pengasingan, dipisahkan untuk dilakukan perlakuan dan atau pengobatan.

e. Ikan yang mati selama masa isolasi atau pengasingan harus dimusnahkan, dengan cara dibakar atau dikubur.

2. Pemeliharaana. Selama pemeliharaan, kualitas air harus dalam kondisi baik dan memenuhi standar

baku mutu air untuk pemeliharaan ikan, bebas cemaran patogen dan bahan pencemaran berbahaya lainnya.

b. Dilakukan pemantauan kesehatan ikan secara klinis setiap hari.c. Ikan yang menunjukkan gejala sakit, segera dipisahkan dan dilaporkan kepada petugas

karantina ikan setempat untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan lebih lanjut.d. Apabila ditemukan ikan mati segera dipisahkan dan dimusnahkan.

3. Panena. Panen dilakukan dengan cepat dan cermat untuk mengurangi tingkat stress ikan.b. Peralatan panen yang digunakan tidak merusak fisik ikan, tidak terbuat dari bahan

beracun dan berbahaya serta berpotensi mencemari ikan, dan mudah dibersihkan.c. Ikan yang dipanen dalam rangka eradikasi penyakit, tidak boleh didistribusikan.d. Panen ikan yang diketahui mengandung penyakit dan tidak memungkinkan untuk

disembuhkan, harus dimusnahkan.e. Ikan hasil panen yang dapat dilalulintaskan hanya ikan yang bebas HPIK dan/atau HPI

tertentu yang dipersyaratkan negara tujuan.4. Pemantauan HPIK

Selama proses produksi mulai dari ikan datang, sampai dengan panen dilakukan pemantauan HPIK dan/atau HPI tertentu secara periodik minimal 1 kali dalam sebulan. Kegiatan pemantauan HPIK dan/atau HPI tertentu dilakukan oleh petugas karantina ikan dari Unit Pelaksana Teknis Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang membawahi wilayah tersebut. Tata cara pemantauan mengikuti Petunjuk Pelaksanaan yang diterbitkan oleh Pusat Karantina Ikan.

5. PencatatanKegiatan usaha pembenihan, pembesaran dan penampungan/pengumpul ikan harus menerapkan pencatatan yang menjamin ketersediaan data dan mempermudah penelusurannya apabila diperlukan. Pencatatan dilakukan pada setiap tahap pembenihan, pembesaran dan penampungan yaitu mulai ikan datang, sampai dengan panen. Pencatatan

7

Page 8: BLOK 22 - (2)

dilakukan terhadap status kesehatan ikan, alat, wadah, pengelolaan air, benih, induk, pakan, bahan kimia, bahan biologis, dan obat ikan yang digunakan.

6. PelaporanMinimal 1 bulan sekali stakeholder melakukan pelaporan.a. Laporan desinfeksi dan sanitasi lingkungan instalasib. Laporan pelaksanaan pada saat ikan masukc. Laporan kualitas aird. Laporan selama pengasingane. Laporan perlakuan/pengobatanf. Laporan pemusnahan media pembawag. Laporan desinfeksi dan sanitasi setelah masa karantinah. Laporan pendistribusian media pembawa

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Chapter 2.2.3. Infectious Myonecrosis. Manual of Diagnostic Tests for Aquatic Animals.

Anonim. 2012. Chapter 2.2.2. Infectious Hypodermal and Haematopoietic Necrosis. Manual of Diagnosis Tests for Aquatic Animals.

Banun, S., Arthana, W., dan Suarna, W. 2008. Kajian Ekologis Pengelolaan Tambak Udang di Dusun Dangin Marga Desa Delodbrawah Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana Bali. Ecotrophic. 3 (1) : 10 – 15.

Crockford, M. 2008. White Spot Disease. Australia and New Zealand Standard Diagnostic Procedures.

Nur’aini, Y.L dan Taukhid. 2008. Infectious Myonecrosis (IMNV) in Pacific White Shrimp, Litopenaeus vannamei in Indonesia. Indonesian Aquaculture Journal, Vol. 3, No. 2.

Owens, L, Anderson, I. G., Kenway, M., Trott, L., dan Benzie, J.A.H. 1992. Infectious Hypodermal and Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV) in a Hybrid Penaeid Prawn from Tropical Australia. Dis. Aquat. Org. Vol. 14 : 219 – 228.

Stentiford, G.D dan Oidtmann, B. 2011. Review: White Spot Syndrome Virus (WSSV) Concentrations in Crustacean Tissues – A Review of Data Relevant to Assess the Risk Associated with Commodity Trade. Crown Transboundary and Emerging Diseases.

8