Bisnis seperti biasanya di Riau: Industri Pulp Melanjutkan ... · RKT mengizinkan total 130.758...

26
Bisnis seperti biasanya di Riau: Industri Pulp Melanjutkan Penebangan Hutan Alam Di tahun 2009 perusahaan kertas raksasa APP dan APRIL telah siap melumat 5% sisa hutan hujan tropis Riau Menghilangkan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi yang dikenali Merusak dan menggali kanal gambut dalam yang dilindungi hukum Menebangi hutan konservasi harimau Sumatera yang diprioritaskan secara internasional Ini adalah Tahun Keanekaragaman Hayati PBB Ini adalah Tahun Harimau, namun Asia Pulp & Paper menebangi hutan-hutan harimau di Cagar Biosfir UNESCO di Giam Siak Kecil Laporan Investigatif Eyes on the Forest Mei 2010 Dipublikasikan Juli 2010 Eyes on the Forest (EoF) adalah koalisi LSM Lingkungan di Riau, Sumatera: WALHI Riau, Jikalahari "Jaringan Penyelamat Hutan Riau”, dan WWF-Indonesia Program Riau. EoF memonitor status hutan alam di Provinsi Riau, Sumatera dan mendesiminasikan informasi tersebut ke pembaca di seluruh dunia. Untuk informasi lebih lanjut mengenai Eyes on the Forest, kunjungi : http://www.eyesontheforest.or.id Email: [email protected]

Transcript of Bisnis seperti biasanya di Riau: Industri Pulp Melanjutkan ... · RKT mengizinkan total 130.758...

Bisnis seperti biasanya di Riau:

Industri Pulp Melanjutkan Penebangan Hutan Alam

Di tahun 2009 perusahaan kertas raksasa APP dan APRIL telah siap melumat 5% sisa hutan hujan tropis Riau

Menghilangkan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi yang dikenali

Merusak dan menggali kanal gambut dalam yang dilindungi hukum Menebangi hutan konservasi harimau Sumatera yang diprioritaskan secara internasional

Ini adalah Tahun Keanekaragaman Hayati PBB

Ini adalah Tahun Harimau, namun Asia Pulp & Paper menebangi hutan-hutan harimau di Cagar Biosfir UNESCO di Giam Siak Kecil

Laporan Investigatif Eyes on the Forest

Mei 2010 Dipublikasikan Juli 2010

Eyes on the Forest (EoF) adalah koalisi LSM Lingkungan di Riau, Sumatera: WALHI Riau, Jikalahari "Jaringan Penyelamat Hutan Riau”, dan WWF-Indonesia Program Riau. EoF memonitor status hutan alam di Provinsi Riau,

Sumatera dan mendesiminasikan informasi tersebut ke pembaca di seluruh dunia. Untuk informasi lebih lanjut mengenai Eyes on the Forest, kunjungi : http://www.eyesontheforest.or.id

Email: [email protected]

  2

Ringkasan

Pada 26 Mei 2010, pemerintah Indonesia dan Norwegia menandatangani Letter of Intent guna membentuk kemitraan “dalam berkontribusi bagi pengurangan signifikan emisi gas rumah kaca dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut.“ Norwegia berkomitmen mendukung upaya-upaya ini dengan dana satu miliar dolar AS.

Pada saat yang sama, APP dan APRIL meneruskan konversi hutan alam dan lahan gambut di Propinsi Riau, provinsi di Indonesia yang memiliki emisi GRK tertinggi, dan salah satu kandidat menjadi provinsi pilot REDD+ di bawah kesepakatan Indonesia – Norwegia.

Riau menjadi episentrum global deforestasi dan produksi pulp dan minyak sawit, dikendalikan oleh nama-nama terkenal produsen sawit dan dua raksasa pulp di negeri ini : Asia Pulp & Paper (APP) milik Sinar Mas Group yang bermarkas di Shanghai, China, dan Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) dari grup Raja Garuda Mas yang berbasis di Singapura. Banyaknya deforestasi yang “direncanakan“, berdasarkan izin-izin yang dimohonkan oleh industri pulp dan kertas.

Laporan Eyes on the Forest ini terfokus pada deforestasi skala besar oleh APP dan APRIL terhadap kebijakan dan komitmen berkesinambungan yang mereka publikasikan sendiri kepada para pembeli, investor dan masyarakat umum dalam melindungi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi, habitat-habitat spesies yang kritis serta iklim. Tindakan-tindakan mereka menentang komitmen Presiden kita dalam mengurangi emisi karbon negara ini. Mereka menggerogoti komitmen Indonesia dalam menjamin keberlangsungan hidup satwa harimau yang sangat langka.

Dalam Laporan Investigatif Desember 2009, Eyes on the Forest melaporkan latar belakang moratorium dua tahun penebangan hutan alam oleh APP dan APRIL di Riau antara 2007 dan 2008 menyusul investigasi skala besar oleh kepolisian dan aparat anti-korupsi terhadap kegiatan ilegal. Pengusutan ini tiba-tiba dihentikan di tengah-tengah kondisi yang dipertanyakan dan berakibat hanya ada peradilan terhadap salah seorang pejabat pemerintah.

Sebagai hasil dari investigasi polisi, Dinas Kehutanan Riau menolak menerbitkan izin-izin kepada pemasok kayu APP dan APRIL untuk mulai lagi menebangi hutan alam pada 2009. Bagaimanapun, setelah perubahan peraturan soal penebangan hutan alam oleh industri pulp dan kertas, Menteri Kehutanan saat itu buru-buru mengeluarkan izin sendiri, sebelum adanya Pemerintah RI yang baru, dan Menteri Kehutanan baru yang ditetapkan akhir 2009.

Dengan mengesahkan penebangan hutan alam oleh 25 perusahaan afiliasi APP dan APRIL, hal ini membiarkan pelumatan skala besar hutan tersisa di provinsi ini dan memulai lagi konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut:

• Menebangi 5% dari sisa hutan alam Riau tahun 2008/2009, sama luasnya dengan dua kali luas kota metropolitan Jakarta.

  3

• Menebangi kawasan-kawasan besar hutan alam setelah menggali gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter yang melanggar hukum berlaku, termasuk di Semenanjung Kampar yang dikenal secara internasional, dan dipertimbangkan sebagai cadangan bio-karbon terbesar di kawasan Asia Tenggara.

• Menggerogoti komitmen global Presiden SBY dalam mengurangi emisi GRK di negara ini yang paling terkait dengan penggalian lahan gambut yakni hingga 41%.

• Menebangi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi yang diidentifikasi berdasarkan HCVF Toolkit Indonesia yang didukung multi-stakeholder, berarti adanya pelanggaran langsung terhadap komitmen perusahaan APRIL kepada para pembelinya guna melindungi mereka; dan akibatnya perusahaan ini kehilangan sertifikat Controlled Wood FSC sementara.

• Menebangi hutan alam di dalam kawasan Cagar Biosfir UNESCO Giam Siak Kecil – Bukit Batu, yang diiklankan secara global oleh APP dengan kampanye promosi yang ditayangkan dalam durasi panjang di CNN.

• Menebangi hutan alam di lansekap-lansekap konservasi harimau penting yang diakui internasional, yakni di Bukit Tigapuluh, Semenanjung Kampar, Kerumutan dan Senepis-Buluhala.

• Menebangi hutan alam sementara isu-isu legalitas dan korupsi terkait izin-izin yang dikeluarkan kepada perusahaan-perusahaan di Riau terus diusut oleh pihak berwajib.

• Menebangi hutan alam pada tiga pulau kecil berdataran rendah dengan kepentingan strategis di pantai timur Sumatera: Pulau Rangsang, Pulau Rupat dan Pulau Tebing Tinggi.

Pelumatan hutan alam yang berlanjut di Riau adalah pelanggaran langsung terhadap komitmen publik yang dibuat oleh APP dan APRIL dalam menjamin para pembeli kertas global akan adanya kesinambungan pada industri kertas Indonesia. Untuk beberapa tahun, perusahaan-perusahaan mengutip keputusan Menteri tahun 2004 untuk tidak lagi boleh mengkonversi hutan alam mulai 2009 dan mengiklankan kebijakan korporat mereka untuk tidak lagi mengolah hutan alam pada 2007 (APP) dan 2009 (APRIL). Jika asumsi produksi pulp berdasarkan kapasitas terpasang resmi APP dan APRIL sekitar 2 juta ton masing-masingnya di pabrik olah mereka di Riau, maka izin-izin tahun 2009 untuk menebangi hutan alam di Riau akan sama dengan 40% dan 84% dari kebutuhan bahan baku pabrik APP dan APRIL masing-masingnya.

Perusahaan-perusahaan tidak mampu dan tidak bersedia membangun operasi hutan tanaman industri yang berkelanjutan secara profesional, yang tidak menggantungkan pada penebangan hutan alam dan penggalian lahan gambut bagi ekspansi pabrik olah mereka. Agaknya, tidak ada titik akhir yang tampak bagi ketergantungan berlanjut dari pabrik olah mereka di hutan alam yang masih tersisa terakhir di Sumatera. Pada 2 Juli 2010, Media Indonesia melaporkan bahwa Kementerian Kehutanan mengeluarkan 17 izin-izin baru untuk menebangi hutan alam di Riau. Ini akan menggerogoti komitmen

  4

Presiden SBY dalam mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 41%, dan komitmen Indonesia yang dibuat pada kesepakatan terbaru di Norwegia.

Raksasa Kertas APP dan APRIL Menebangi 130.000 Hektar Lebih, Kebanyakan Hutan Gambut

Eyes on the Forest menganalisa izin Rencana Kerja Tahunan (RKT), apa yang dinamakan ”izin menebang tahunan”, yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan bagi 25 perusahaan yang berizin untuk hutan tanaman industri (HTI) di provinsi Riau pada 2009 (Peta 1 dan Tabel 1).

RKT-RKT ini membolehkan perusahaan mengaliri lahan gambut dan menebangi hutan alam di konsesi-konsesi itu. Kayu yang ditebangi, kayu keras tropis campuran (MTH) digunakan untuk memproduksi pulp dan kertas.

Tigabelas perusahaan terafiliasi dengan Asia Pulp & Paper (APP) milik Sinar Mas Group (SMG) dan 12 terafiliasi dengan Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) milik grup Raja Garuda Mas (RGM). APP dan APRIL cukup kompleks, perusahaan-perusahaan jaringan yang dirangkul terlibat dalam bisnis pulp dan kertas mlik grup-grup SMG dan RGM, yang berbasis di Shanghai dan Singapura.

RKT mengizinkan total 130.758 hektar hutan alam ditebangi di Provinsi Riau guna mengolah 13,4 juta meter kubik kayu keras tropis campuran (MTH) (Peta 1 dan Tabel 1). Kebanyakan RKT yang diterbitkan adalah untuk menebangi tegakan hutan pada lahan gambut (Peta 1)

RKT menghitungi “target produksi” kayu keras tropis campuran dari hutan alam dalam tiga ukuran kayu (Tabel 1): log (KB = Kayu Bulat Besar), log menengah (KBS = Kayu Bulat Sedang) dan log kecil (KBK = Kayu Bulat Kecil). KB digunakan untuk kayu lapis atau produksi kayu gergajian. KBS dan KBK digunakan untuk produksi pulp. Perusahaan-perusahaan terafiliasi APP dibolehkan menebangi 56.659 hektar guna memasok 4,091,041 m3 kayu sedang dan kecil bagi pabrik olah pulp APP. Perusahaan-perusahaan terafiliasi APRIL dibolehkan menebangi 74.099 hektar guna memasok 8.531.579 meter kubik kayu sedang dan kecil bagi pabrik olah pulp APRIL.

  5

Hutan alam ditebangi dengan RKT diterbitkan di dalam Cagar Biosfir UNESCO di Giam Siak Kecil (Reserve (N 0o54’13.2” E 101 59 23.71). Bukti fotografis tambahan tersedia di website EoF.

  6

Peta 1. Konsesi HTI dengan RKT 2009 diterbitkan di hutan alam yang tersisa pada 2008/2009 di tanah non-gambut atau tanah gambut kurang dari kedalaman 2 meter, 2 - 4 meter atau lebih dari 4 meter. Lokasi Area 1 – 7 diperlihatkan dengan kotak warna hitam.

Area 1

Area 2

Area 3

Area 4

Area 5

Area 6

Area 7

  7

Tabel 1. RKT 2009 diterbitkan untuk perusahaan afiliasi APP dan APRIL pada hutan alam yang tersisa di tahun 2008/2009 di Provinsi Riau oleh Direktur Pengembangan Hutan Tanaman Departemen Kehutanan

Target Produksi

Hutan alam ditebang berdasarkan RKT

Log ( M3)

No. di

Peta 1.

Nama perusahaan Nomor dan tanggal SK Pengesahan RKT

Area (Ha) KB (>50 cm) KBS (30-49 cm) KBK Total

Area disorot

A. Perusahaan afiliasi APP

1 PT. Arara Abadi SK.20/BPHT-3/2009. 14 Mei 2009 3.306 21.298 37.423 134.179 192.900 1 - peat

2 PT. Satria Perkasa Agung SK.17/BPHT-3/2009. 12 Mei 2009 3.558 13.852 43.802 158.796 216.450 1 – peat

3 PT. Ruas Utama Jaya SK.19/BPHT-3/2009. 13 Mei 2009 9.977 76.048 172.309 510.343 758.700 3 – peat

4 PT. SPA Unit Serapung SK. 10/BPHT-3/2009. 02 April 2009 1.822 10.369 29.937 91.803 132.109

5 PT. Balai Kayang Mandiri

SK. 16/BPHT-3/2009. 8 Mei 2009 jo, SK.36/BPHT-3/2009, 18-11-2009 jo, SK.40/BPHT-3/2009, 21-12-2009

7.359 31.926 91.945 331.429 455.300 2 – peat

6 PT. Rimba Mandau Lestari

SK. 09/BPHT-3/2009. 02 April 2009 jo, SK.37/BPHT-3/2009, 18-11-2009 jo, SK.01/BPHT-3/2010, 6-1-2010

2.469 12.807 74.589 222.552 309.948 2 – peat

7 PT. Artelindo Wiratama SK. 15/BPHT-3/2009, 15 April 2009 4.940 67.280 85.880 212.340 365.500 7

8 PT. SPA KTH Merawang SK. 06/BPHT-3/2009, 02 April 2009 2.680 17.143 107.000 284.014 408.159 1 – peat

9 PT. Bina Duta Laksana SK. 04/BPHT-3/2009, 27 Maret 2009 4.150 40.902 82.356 240.031 363.291 5 - peat

  8

10 PT. Riau Indo Agropalma SK. 08/BPHT-3/2009, 02 April 2009 2.915 11.263 60.336 150.720 222.320

11 PT. Bina Daya Bentala SK. 11/BPHT-3/2009, 30 April 2009 8.138 148.567 174.088 464.142 786.798

12 PT. Perawang Sukses Perkasa Ind SK.18/BPHT-3/2009, 12 Mei 2009 1.182 3.161 6.369 26.960 36.490

13 PT. Suntara Gaja Pati SK.03/BPHT-3/2009, 27 March 2009 jo, SK.29/BPHT-3/2009, 7-9-2009 4.163 72.057 92.897 204.796 369.750 3 - peat

TOTAL APP 56.659 526.675 1.058.933 3.032.107 4.617.716

Target produksi

Hutan alam ditebang berdasarkan RKT

Log ( M3)

No. di

peta Nama perusahaan Nomor dan tanggal SK Pengesahan

RKT Area (Ha)

KB (>50 cm) KBS (30-49 cm) KBK Total

B. Perusahaan afiliasi APRIL

14 PT. Riau Andalan Pulp and Paper SK. 19/BPHT-3/2009, 07 Sept 2009 19.286 38.018 206.287 1.963.313 2.207.618 4 - peat

15 PT. Sumatra Riang Lestari

SK. 02/BPHT-3/2009, 23 March 2009, jo SK. 06/BPHT-3/2010, 5 Feb 2010 20.107 121.290 881.815 1.579.919 2.583.024 5 - peat

16 PT.Siak Raya Timber SK.20/BPHT-3/2009. 19 June 2009 350 560 5.160 23.250 28.970

17 PT. Uniseraya SK. 24/BPHT-3/2009. 17 June 2009 6.165 18.550 64.400 629.450 712.400 4 - peat

18 PT. Bina Daya Bintara SK. 22/BPHT-3/2009. 26 May 2009 1.710 5.200 45.200 267.400 317.800

  9

19 PT.Seraya Sumber Lestari SK. 23/BPHT-3/2009. 3 June 2009 6.461 29.700 145.400 884.900 1.060.000 2 - peat

20 PT.Bukit Betabuh Sei Indah SK. 27/BPHT-3/2009, 18 August 2009 2.984 1.040 14.136 130.994 146.170 7

21 PT.Citra Sumber Sejahtera

SK. 05/BPHT-3/2009, 31 March 2009 jo, SK.38/BPHT-3/2009 4.536 4.640 63.034 568.136 635.810 7

22 PT.Mitra Kembang Seiaras SK. 07/BPHT-3/2009, 02 April 2009 3.420 4.919 47.939 312.991 365.849 6 - peat

23 PT.Rimba Rokan Lestari SK.35/BPHT-3/2009, 30 October 2009 3.711 460 28.750 279.490 308.700

24 PT.Lestari Unggul Makmur SK.13/BPHT-3/2009, 13 April 2009 2.899 5.152 42.346 215.339 262.837

25 PT.Perkasa Baru SK.34/BPHT-3/2009, 30 October 2009 2.470 0 23.000 108.930 131.930

TOTAL APRIL 74.099 229.529 1.567.467 6.964.112 8.761.108

TOTAL APP DAN APRIL 130.758 756.,204 2.626.400 9.996.219 13.378.824

  10

APP dan APRIL Menggali Gambut Dalam dan Menebangi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi, Cagar Biosfir UNESCO, Habitat Harimau dan Gajah

Eyes on the Forest menganalisa tujuh kawasan hutan di Riau (Area 1 hingga 7) dimana sejumlah RKT ini dikeluarkan guna mengevaluasi dampak penebangan hutan dengan sejumlah isu terkini:

• Sejak 2005, APRIL berkomitmen kepada para pembelinya, investor dan masyarakat umum akan melindungi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HCVF) yang diidentifikasi secara profesional dan independen menyusul adanya HCVF Toolkit untuk Indonesia yang diarahkan stakeholder (APRIL’s Fact Sheet tersedia onlinei).

• Pada 2008, APRIL telah meneken kontrak dengan Rainforest Alliance untuk tidak

menebangi hutan alam manapun karena tidak adanya penilaian HCVF profesional dilakukan dan juga delineasi HCVF diperselisihkan dengan stakeholdersii. Pada 2010, Rainforest Alliance menghentikan sertifikat Controlled Wood FSC interim yang telah disampaikan kepada Forestry Division PT Riau Andalan Pulp & Paper milik APRIL (SW-CW/FM-003712)iii.

• Sejak 2009, APP menayangkan kampanye iklan global mewah di saluran televisi CNNiv dan media lainnya yang mengangkat Cagar Biosfir dan Manusia UNESCO Giam Siak Kecil – Bukit Batu serta Suaka Harimau Senepis – Buluhala sebagai dua dari pencapaian konservasi terbesar mereka. Di akhir Februari Tahun Harimau ini, APP menyorot kontribusinya terhadap konservasi harimau di kedua kawasan tersebutv. Dalam kenyataannya, perusahaan terus menebangi hutan harimau yang meningkatkan seringnya konflik maut antara manusia dan harimau yang kehilangan rumah mereka secara bertahapvi.

• Pada 2009, Pemerintah Indonesia mempublikasikan laporan yang menunjukkan penggalian gambut dan penebangan hutan gambut sebagai kontributor terbesar di negeri ini terhadap emisi Gas Rumah Kacavii.

• Pemerintah Indonesia berkomitmen mengurangi emisi Gas Rumah Kaca hingga 41% ke tingkat seperti biasanya sampai 2020 dengan fokus pada mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan gambut tropisviii.

• Tahun Harimau ini, Pemerintah Indonesia berkomitmen menyelamatkan harimau Sumatera dan habitatnya.

  11

Analisis Eyes on the Forest menyimpulkan:

• 20 dari 25 RKT yang dikeluarkan pada 2009 terhadap permohonan diajukan APP dan APRIL dialokasikan pada gambut dalam lebih dari 3 meter (Peta 1). RKT-RKT ini seharusnya tidak boleh dikeluarkan pada hutan alam di lahan gambut tersebut yang dilindungi oleh Keputusan Presiden Nomor 32/1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26/2008.

• Perusahaan-perusahaan afiliasi APP dan APRIL menebangi hutan gambut ini yang melanggar keputusan dan peraturan yang berlaku. Penggalian gambut dan penebangan hutan alam berakibat serius pada emisi gas rumah kaca dan mengganggu komitmen Presiden kita dalam mengurangi emisi karbon hingga 41%.

• Perusahaan-perusahaan afiliasi APP dan APRIL mengaliri lahan gambut dan menebangi hutan gambut di dalam Semenanjung Kampar yang dikenal secara internasional (Area 4) serta hutan gambut Kerumutan (Area 1,5 dan 6) yang dianggap menyimpan stok karbon terbesar di Indonesia. Penggalian kanal ini akan membuat musnahnya lahan gambut ini setelah semua stok karbon diemisikan ke atmosfir.

• APP dan APRIL melumatkan 5% dari semua hutan alam tersisa di Riau (2,6 juta hektar pada 2008/2009)ix. Hutan alam yang ditebangi oleh perusahaan afiliasi APRIL dan APP memiliki hasil kayu resmi rata-rata 118 m3 ha dan 82 m3/ha, masing-masingnya (Tabel 1). Ini justru adalah hutan alam dengan potensi besar untuk menyimpan dan mengisolasi (sequester) CO2. Emisi yang dihasilkan oleh penebangan mereka menggerogoti komitmen Presiden dalam mengurangi emisi karbon hingga 41%.

• Perusahaan-perusahaan afiliasi APP dan APRIL menebangi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi yang didelineasikan secara independen berdasarkan HCVF Toolkitx Indonesia yang disesuaikan oleh beragam pemangku kepentingan, yang melanggar komitmen publik mereka sendiri untuk melindungi kawasan-kawasan tersebut (Area 1, 2, 4, dan 6).

• Perusahaan-perusahaan afiliasi APP dan APRIL menebangi hutan yang jadi habitat harimau Sumatera yang sangat langka, termasuk Bukit Tigapuluh (Area 7), Kerumutan (Areas 1, 5, 6) dan Semenanjung Kampar (Area 4) dimana ilmuwan Indonesia dan internasional telah menetapkannya sebagai Lansekap Konservasi Harimau prioritas xi.

• Perusahaan-perusahaan afiliasi APP dan APRIL menggali lahan gambut dan

menebangi hutan di dalam Cagar Biosfir dan Manusia UNESCO Giam Siak Kecil – Bukit Batu (Area 2) dan blok hutan gambut Senepis dengan Suaka Harimau (Area 3), sementara APP menjalankan kampanye iklan global yang memuji dirinya sendiri melakukan konservasi di kawasan-kawasan ini.

• Perusahaan-perusahaan afiliasi APRIL menggali lahan gambut dan menebangi hutan pada tiga pulau kecil berdataran rendah di pantai timur Sumatera:

  12

Pulau Rangsang, Pulau Rupat dan Pulau Tebing Tinggi. Konflik-konflik yang muncul karena lahan-lahan masyarakat desa dicaplok dan penduduk prihatin akan adanya gambut yang tenggelam karena digali buat perkebunan akasia dan meningkatkan permukaan air dari pemanasan global yang akan membuat meluapnya tanaman mereka (Walhi Riau Press Release 22 Desember 2010).

Eyes on the Forest memproduksi empat peta bagi masing-masing dari tujuh Area guna menggambarkan bukti hal-hal di atas diakibatkan perusahaan-perusahaan afiliasi APP dan APRIL yang ada di tabel 1:

• Peta A menunjukkan tutupan hutan alam pada 2008/2009 dengan warna hijau dan hutan alam hilang sejak 2004 warna pink.

• Peta B menunjukkan citra satelit orisinil dari pertengahan 2008 guna menunjukkan kawasan-kawasan dalam “status sebelum RKT 2009”. Hutan alam menunjukkannya dengan hijau, kawasan yang baru ditebangi tampak warna merah muda.

• Peta C menunjukkan citra satelit asli dari 2010 guna mengindikasikan kawasan-kawasan dalam status “setelah RKT 2009”. Hutan alam warna hijau, sedangkan kawasan yang baru ditebangi tanpa vegetasi utama tampak dalam warna pink. Kawasan pink yang tampak pada Peta C namun tidak pada Peta A dan B yang menunjukkan penebangan hutan sejak pertengahan 2008.

• Peta D menunjukkan kedalaman lahan gambut konsesi di bawah tutupan hutan alam pada 2008/2009.

• Kedalaman gambut dipetakan oleh Wetlands International.

Bukti-bukti fotografis penebangan hutan alam tersedia di situs web Eyes on the Forest (koleksi APP 1 dan 2, serta koleksi 1 dan 2).

Area 1. PT Arara Abadi (no 1, anak perusahaan APP), PT Satria Perkasa Agung (no.2, afiliasi APP) dan PT SPA KTH Merawang (8, afiliasi APP), konsesi-konsesi di lansekap gambut dalam di Kerumutan

Konsesi-konsesi dan semua hutan yang ditebangi berada pada gambut kedalaman lebih dari 4 meter (Peta D) dalam lansekap prioritas harimau yang diakui internasional dekat Suaka Margasatwa Kerumutan. SmartWood Program dari Rainforest Alliance, ditugaskan oleh APP, mendelineasi blok-blok HCVF dari I sampai IV pada 2004 dan APP berkomitmen untuk melindunginyaxii (Peta A). Hingga 2008, beberapa HCVF di blok I dan IV ditebangi (Peta A). HCVF Blok II masih hutan alam dengan kanopi rimbun pada tanggal 22 Juli 2008 (Peta A, B & D), tapi hingga 1 Mei 2010 bagian besar dari blok HCVF ini ditebangi (Peta C).

  13

Block II

Block I

Block III

Block IV

102°55'E

102°55'E

102°50'E

102°50'E

102°45'E

102°45'E

102°40'E

102°40'E

0°15

'N

0°15

'N

0°10

'N

0°10

'N

0°5'

N

0°5'

N

0°0'

0°0'

0°5'

S

0°5'

S

B. Landsat images 2008 (126/60 of 22 July 2008)

Block II

Block I

Block III

Block IV

102°55'E

102°55'E

102°50'E

102°50'E

102°45'E

102°45'E

102°40'E

102°40'E

0°15

'N

0°15

'N

0°10

'N

0°10

'N

0°5'

N

0°5'

N

0°0'

0°0'

0°5'

S

0°5'

S

D. Natural forest 2008/9 and peat depth

Block II

Block I

Block III

Block IV

102°55'E

102°55'E

102°50'E

102°50'E

102°45'E

102°45'E

102°40'E

102°40'E

0°15

'N

0°15

'N

0°10

'N

0°10

'N

0°5'

N

0°5'

N

0°0'

0°0'

0°5'

S

0°5'

S

A. Indicative HCVF boundary by SmartWood C. Landsat images 2010 (126/60 of 18 June 2010)

Block II

Block I

Block III

Block IV

102°55'E

102°55'E

102°50'E

102°50'E

102°45'E

102°45'E

102°40'E

102°40'E0°

15'N

0°15

'N

0°10

'N

0°10

'N

0°5'

N

0°5'

N

0°0'

0°0'

0°5'

S

0°5'

S

!(1

!(8

!(2

!(1

!(8

!(2

!(1

!(8

!(2

!(1

!(8

!(2

on non peat soilon peat < 2 meterson peat 2 - 4 meterson peat > 4 meters

Natural Forest 2008/9Block I

HCVF Boundary

Block IIBlock IIIBlock IV

Pulpwood ConcessionAPPAPRIL

Legend

Administration Boundary

Capital of DistrictProvincial Capital

District BoundaryProvince Boundary Natural Forest Loss 2004-2008/9

Natural Forest 2008/9

HCVF belum ditebangi

Area 1

HCVF di gambut > 4 m

ditebangi

  14

Area 2: PT Balai Kayang Mandiri (5, afiliasi APP), PT Rimba Mandau Lestari (6, afiliasi APP) dan PT Seraya Sumber Lestari (19, afiliasi APRIL), konsesi-konsesi di dalam Cagar Biosfir UNESCO Giam Siak Kecil - Bukit Batu

Konsesi-konsesi dan semua hutan yang ditebangi berada pada gambut kedalaman lebih dari 4 m (Peta D) di Cagar Biosfir dan Manusia UNESCO GSK (Peta A)xiii dimana penilaian HCVF tingkat lanskap dilakukan pada 2003xiv (Peta A). Perusahaan afiliasi APP dan APRIL menebangi hutan alam di dalam cagar biosfir dan di dalam HCVF yang didelineasi pada 2009, semua di gambut dalam lebih dari 4 m (Peta A, B dan C).

B. Landsat images 2008 (126/59 of 10 May 2008, 126/60 of 22 July 2008 & 127/59 of 14 August 2008)

Siak Sri Indrapura

102°5'E

102°5'E

102°0'E

102°0'E

101°55'E

101°55'E

101°50'E

101°50'E

101°45'E

101°45'E

1°10

'N1°

5'N

1°5'

N

1°0'

N

1°0'

N

0°55

'N

0°55

'N

0°50

'N

0°50

'N

SIAK

BENGKALIS

Siak Sri Indrapura

102°5'E

102°5'E

102°0'E

102°0'E

101°55'E

101°55'E

101°50'E

101°50'E

101°45'E

101°45'E

1°10

'N1°

5'N

1°5'

N

1°0'

N

1°0'

N

0°55

'N

0°55

'N

0°50

'N

0°50

'N

!(5

!(6!(19

Siak Sri Indrapura

102°5'E

102°5'E

102°0'E

102°0'E

101°55'E

101°55'E

101°50'E

101°50'E

101°45'E

101°45'E

1°10

'N1°

5'N

1°5'

N

1°0'

N

1°0'

N

0°55

'N

0°55

'N

0°50

'N

0°50

'N

!(5

!(6

!(19

SIAK

BENGKALIS

GiamSiakKecil

Bukit Batu

Sebanga

!(19

!(5

!(6

!(1

Bengkalis

Siak Sri Indrapura102°0'E

102°0'E

101°50'E

101°50'E

101°40'E

101°40'E

101°30'E

101°30'E

1°20

'N

1°20

'N

1°10

'N

1°10

'N

1°0'

N

1°0'

N

0°50

'N

0°50

'N

D. Natural forest 2008/9 and peat depth

C. Landsat images 2010 (126/59 of 09 January 2010)A. Approximate landscape level HCVF boundary by Jarvie et al. (2003) and UNESCO Biosphere Reserve boundary

126/59

126/60

127/59

!(5

!(6!(19

on non peat soilon peat < 2 meterson peat 2 - 4 meterson peat > 4 meters

Natural Forest 2008/9UNESCO Biosphere ReserveHCVF Boundary

Protected Area

Pulpwood ConcessionAPPAPRIL

Legend

Administration Boundary

Capital of DistrictProvincial Capital

District BoundaryProvince Boundary

Natural Forest Loss 2004-2008/9Natural Forest 2008/9

Area 2 HCVF gambut

> 4 m di Cagar Biosfir

ditebangi

Hutan gambut > 4 m di Cagar

Biosfir ditebangi

Lahan sedikit dibuka (pink) di 3 konsesi menandai sedikit penebangan saat ini

  15

Area 3: PT Ruas Utama Jaya (3, dua blok, afiliasi APP) dan PT Suntara Gaja Pati (13, afiliasi APP), konsesi-konsesi di Senepis --Konsesi-konsesi itu semua menebangi hutan di habitat harimau Sumatera pada kedalaman gambut lebih dari 4 meter (Peta D) di dan sekitar "Suaka Harimau Senepis – Buluhala” (Peta A) dimana APP terus bertepuk tangan dengan kontribusinya 106.000 hektarxv. Dalam kenyataannya, sebagian besar Suaka ini berada di dalam konsesi sebuah perusahaan HPH yang mendapat sertifikat FSC yang tidak terkait dengannya (PT Diamond Raya Timber), sedangkan APP justru terus membuka hutan harimau menyatu dari selatanxvi (Peta B dan C). Sekitar 60% dari semua 245 konflik manusia dan harimau di Riau terjadi antara 1997 hingga 2009, di kawasan ini, mengakibatkan 27 kematian manusia dan kematian 8 harimauxvii, mengindikasikan pentingnya area ini bagi harimau yang menderita dampak maut dari penebangan APP.

!(13

!(3

!(3!(15

101°15'E

101°15'E

101°0'E

101°0'E

2°15

'N

2°15

'N

2°0'

N

2°0'

N

1°45

'N

1°45

'N

B. Landsat images 2008 (127/59 of 14 August 2008)

!(13

!(3

!(3!(15

101°15'E

101°15'E

101°0'E

101°0'E

2°15

'N

2°15

'N

2°0'

N

2°0'

N

1°45

'N

1°45

'N

D. Natural forest 2008/9 and peat depth

!(13

!(3

!(3!(15

101°15'E

101°15'E

101°0'E

101°0'E

2°15

'N

2°15

'N

2°0'

N

2°0'

N

1°45

'N

1°45

'N

A. Senepis - Buluhala Tiger Sanctuary, PT Diamond Raya Timber concession and APP affiliated concessions

C. Landsat images 2010 (127/59 of 24 May 2010)

!(13

!(3

!(3!(15

101°15'E

101°15'E

101°0'E

101°0'E

2°15

'N

2°15

'N

2°0'

N

2°0'

N

1°45

'N

1°45

'N

Senepis - Buluhala Tiger SanctuaryProtected Area

PT. Diamond Raya Timberon non peat soilon peat < 2 meterson peat 2 - 4 meterson peat > 4 meters

Natural Forest 2008/9Pulpwood ConcessionAPPAPRIL

Natural Forest Loss 2004-2008/9Natural Forest 2008/9

Legend

Administration Boundary

Capital of DistrictProvincial Capital

District BoundaryProvince Boundary

Area 3

Hutan gambut >

4 m ditebangi

Hutan gambut

>4 m ditebangi

  16

Area 4. PT Uniseraya (17, afiliasi APRIL) dan PT Riau Andalan Pulp and Paper (14, anak perusahaan APRIL), konsesi-konsesi di Semenanjung Kampar

Konsesi-konsesi dan semua hutan ditebangi berada pada kedalaman gambut lebih dari 4 m (Peta D) di lansekap prioritas harimau diakui internasional di Semenanjung Kampar yang terkenal dimana banyak LSM lokal dan internasional meminta pemerintah dan perusahaan untuk sepenuhnya melindunginya. Pada 2007, WWF Indonesia mengindentifikasi semua hutan alam di PT Uniseraya sebagai HCVFxviii dan meminta APRIL tidak membuka hutan itu (Peta A). Tropenbos, dikontrak oleh APRIL guna melakukan penilaian HCVF, menyatakan pada konsultasi publik pada Mei 2010 bahwa semua hutan alam di Semenanjung Kampar adalah HCVFxix. Perusahaan-perusahaan afiliasi APRIL menebangi hutan-hutan ini pada 2009 (Peta A, B dan C).

!(14

!(17

!(1

!(5

!(2

Tasik Serkap

Tasik Belat

Kerumutan

TasikBesar /TasikMetas

102°45'E

102°45'E

102°30'E

102°30'E

0°30

'N

0°30

'N

0°15

'N

0°15

'N

B. Landsat images 2008 (126/60 of 22 July 2008)

!(14

!(17

!(1

!(5

!(2

Tasik Serkap

Tasik Belat

Kerumutan

TasikBesar /TasikMetas

102°45'E

102°45'E

102°30'E

102°30'E

0°30

'N

0°30

'N

0°15

'N

0°15

'N

D. Natural forest 2008/9 and peat depth

!(14

!(17

!(1

!(5

!(2

Tasik Serkap

Tasik Belat

Kerumutan

TasikBesar /TasikMetas

102°45'E

102°45'E

102°30'E

102°30'E

0°30

'N

0°30

'N

0°15

'N

0°15

'N

A. HCVF boundary by WWF Indonesia in PT Uniseraya (2007). Tropenbos concludes all natural forest remaining in Kampar is HCVF.

C. Landsat images 2010 (126/60 of 18 June 2010)

!(14

!(17

!(1

!(4

!(2

!(15

!(5

!(24!(25

Kerumutan

Tasik Serkap

Tasik Belat

TasikBesar /TasikMetas

103°0'E

103°0'E

102°45'E

102°45'E

102°30'E

102°30'E

0°45

'N

0°45

'N

0°30

'N

0°30

'N

0°15

'N

0°15

'N

Legend

Administration Boundary

Capital of DistrictProvincial Capital

District BoundaryProvince Boundary

Pulpwood ConcessionAPPAPRIL

Natural Forest Loss 2004-2008/9Natural Forest 2008/9

on non peat soilon peat < 2 meterson peat 2 - 4 meterson peat > 4 meters

Natural Forest 2008/9 HCVF Review by WWFProtected Area

Area 4

Hutan alam masih bagus

Hutan alam masih bagus, sebagian area terganggu

HCVF gambut > 4 m ditebangi

HCVF gambut, sebagian > 4 m ditebangi

  17

Peta 5. PT Bina Duta Laksana (9, afiliasi APP) dan PT Sumatera Riang Lestari (15, afiliasi APRIL), konsesi-konsesi di Kerumutan

Konsesi-konsesi dan semua hutan yang ditebangi berada pada kedalaman gambut lebih dari 4 m (Peta D) di lansekap prioritas harimau diakui internasional sebelah Suaka Margasatwa Kerumutan. WWF melakukan penilaian cepat darurat di kawasan ini pada 2009 dan mendapatkan komitmen oleh APRIL untuk tidak menebangi hutan ataupun menggali gambut di luar ”daerah aliran sungai” (watershed line) di (Peta A). Namun, APRIL menolak dan menebangi semua hutan di dalam RKT 2009 (wilayah merah muda tampak pada Peta C, tidak pada Peta A atau B). Afiliasi APP (no.9) terus menebangi hutan alam pada kedalaman gambut tanpa penilaian HCVF independen dan diverifikasi (Peta A. B dan C).

!(15

!(9

103°0'E

103°0'E

102°45'E

102°45'E

0°15

'S

0°15

'S

0°30

'S

0°30

'S

B. Landsat images 2008 (126/60 of 22 July 2008)

!(15

!(9

103°0'E

103°0'E

102°45'E

102°45'E

0°15

'S

0°15

'S

0°30

'S

0°30

'S

D. Natural forest 2008/9 and peat depth

!(15

!(9

103°0'E

103°0'E

102°45'E

102°45'E

0°15

'S

0°15

'S

0°30

'S

0°30

'S

A. Watershed line delineated by WWF (2009) C. Landsat images 2010 (126/60 of 18 June 2010)

!(15

!(9

103°0'E

103°0'E

102°50'E

102°50'E

102°40'E

102°40'E

0°10

'S

0°10

'S

0°20

'S

0°20

'S

0°30

'S

0°30

'S

RiverWatersed Line

on non peat soilon peat < 2 meterson peat 2 - 4 meterson peat > 4 meters

Natural Forest 2008/9Pulpwood ConcessionAPPAPRIL

Natural Forest Loss 2004-2008/9Natural Forest 2008/9

Legend

Administration Boundary

Capital of DistrictProvincial Capital

District BoundaryProvince Boundary

Area 5

2008, konsesi masih ditutupi penuh hutan alam rimbun, meski garis pink tunjukkan ada gangguan

Hutan gambut terus ditebangi, gambut >4 m oleh APP

hingga 2010, hutan alam di gambut > 4 m ditebangi oleh APRIL.

Area besar pink tampak di peta A, disini telah tak berhutan dan ditanami akasia.

  18

Area 6. PT Mitra Kembang Selaras (22, afiliasi APRIL), konsesi di Kerumutan

Konsesi dan semua hutan ditebangi berada di gambut kedalaman >4 meter (Peta D) dalam lansekap prioritas harimau diakui internasional dekat Suaka Margasatwa Kerumutan. WWF mengidentifikasi konsesi HCVF ini (Peta A) pada 2005xx dan meminta APRIL untuk tidak menebanginya. Namun, perusahaan berafiliasi APRIL ini telah menebangi kawasan luas HCVF hingga 1 Mei 2010 (wilayah pink yang nampak pada Peta C namun tidak pada Peta A atau B), menyisihkan sejumput kecil hutan alam tersisa di konsesi ini.

!(22

Kerumutan

102°25'E

102°25'E

102°20'E

102°20'E

0°10

'S

0°10

'S

0°15

'S

0°15

'S

B. Landsat images 2008 (126/60 of 22 July 2008)

!(22

Kerumutan

102°25'E

102°25'E

102°20'E

102°20'E

0°10

'S

0°10

'S

0°15

'S

0°15

'S

D. Natural forest 2008/9 and peat depth

!(22

Kerumutan

102°25'E

102°25'E

102°20'E

102°20'E

0°10

'S

0°10

'S

0°15

'S

0°15

'S

A. HCVF boundary by WWF Indonesia (2005). C. Landsat images 2010 (126/60 of 01 May 2010)

!(22

Kerumutan

102°25'E

102°25'E

102°20'E

102°20'E

0°10

'S

0°10

'S

0°15

'S

0°15

'S

HCVF Review by WWFon non peat soilon peat < 2 meterson peat 2 - 4 meterson peat > 4 meters

Natural Forest 2008/9Protected Area

Pulpwood ConcessionAPPAPRIL

Legend

Administration Boundary

Capital of DistrictProvincial Capital

District BoundaryProvince Boundary

Natural Forest 2008/9Natural Forest Loss 2004-2008/9

Area 6  HCVF gambut > 4 m belum ditebangi

HCVF gambut > 4 m ditebangi

  19

Area 7: PT Artelindo Wiratama (7, afiliasi APP ), PT Bukit Batabuh Sei Indah (20, afiliasi APRIL) dan PT Citra Sumber Sejahtera (21, afiliasi APRIL), konsesi-konsesi di Bukit Tigapuluh -- Konsesi-konsesi dan semua hutan ditebangi berada pada Lansekap Konservasi Harimau prioritas global, wilayah kawanan satwa gajah langka tersisa yang terbesar di Sumatera tengah, dan bersebelahan dengan wilayah ekspansi dari pelepasliaran orang utan yang sukses di dunia. Dua masyarakat asli hidup di kawasan ini. WWF Indonesia mendelineasikan HCVF di dua perusahaan afiliasi APRIL (Peta A) pada 2005xxi dan meminta APRIL untuk tidak menebangi hutan-hutan ini. Hingga 2008, afiliasi APRIL menebangi sebagian dari HCVF ini (Peta A). Hingga akhir 2009 dan awal 2010, APRIL telah menebangi hutan tambahan (wilayah pink tampak pada Peta C, tapi tidak tampak pada Peta A atau B). APP telah berulangkali menyatakan ia melindungi keanekaan hutan bernilai konservasi tinggi. Disini, afiliasi APP menebangi sebagian hutan alam tersisa yang terbaik di pulau ini (Peta B dan C).

!(21

!(7

!(20

102°10'E

102°10'E

102°5'E

102°5'E

102°0'E

102°0'E

101°55'E

101°55'E

101°50'E

101°50'E

0°35

'S0°

40'S

0°40

'S

0°45

'S

0°45

'S

0°50

'S

0°50

'S

0°55

'S

0°55

'S

B. Landsat images 2008 (126/60 of 22 July 2008 & 126/61 of 12 June 2008)

!(21

!(7

!(20

102°10'E

102°10'E

102°5'E

102°5'E

102°0'E

102°0'E

101°55'E

101°55'E

101°50'E

101°50'E

0°35

'S0°

40'S

0°40

'S

0°45

'S

0°45

'S

0°50

'S

0°50

'S

0°55

'S

0°55

'S

A. HCVF boundary by WWF Indonesia in PT. Bukit Batabuh Sei Indah and PT. Citra Sumber Sejahtera (2005).

C. Landsat images 2010 (126/60 of 01 May 2010 & 126/61 of 22 November 2009)

!(21

!(7

!(20

102°10'E

102°10'E

102°5'E

102°5'E

102°0'E

102°0'E

101°55'E

101°55'E

101°50'E

101°50'E

0°40

'S

0°40

'S

0°45

'S

0°45

'S

0°50

'S

0°50

'S

0°55

'S

0°55

'S

10 10 20

Kilometer

126/61

126/60

126/61

126/60

Legend

Administration Boundary

Capital of District

District BoundaryProvince Boundary

Provincial Capital

Pulpwood ConcessionAPPAPRIL

Natural Forest Loss 2004-2008/9Natural Forest 2008/9

HCVF Review by WWFProtected Area

Area 7 Potensi HCVF ditebangi di kawasan lingkar arsir merah

 Delineasi HCVF ditebangi

  20

Menebangi Hutan Alam untuk Pulp: Pandangan Tiada Akhir

Analisis Eyes on the Forest soal izin-izin penebangan diterbitkan untuk penebangan hutan alam di Riau pada 2009 mengungkapkan: bisnis masih seperti biasanya bagi raksasa kertas APP dan APRIL.

Provinsi Riau memiliki 2,6 juta hektar hutan alam yang tersisa di tahun 2008/2009xxii. APP dan APRIL melumatkan 5% dari angka itu, satu kawasan seluas dua kali kota metropolitan di Indonesia, Jakarta. Hutan-hutan yang ditebangi telah musnah, lahan gambut digali untuk ditebangi dan membiarkan akasia tumbuh akan memunahkannya beberapa dasawarsa ke depanxxiii dan mengemisi gigaton CO2 menuju atmosfirxxiv, xxv. Setiap izin baru untuk menebangi hutan alam yang diajukan APP dan APRIL serta mendapat persetujuan Kementerian Kehutanan membuat makin susah bagi Presiden Indonesia untuk menjaga janjinya mengurangi emisi GRK negara ini hingga 41%.

Saat ini, belum ada data yang kredibel yang diterbitkan tentang volume produksi pulp sebenarnya dari dua pabrik tersebut. Jika kita asumsikan APP dan APRIL menghasilkan antara 2 juta ton pulp dari pabriknya masing-masing, maka izin 2009 untuk menebangi hutan alam di Riau akan sama dengan 40% untuk kebutuhan bahan baku APP dan 84% untuk APRILxxvi. Kedua pabrik olah pulp itu tidak hanya mengambil kayu keras tropis campuran (MTH) dari Riau namun juga dari provinsi-provinsi lainnya. Selain itu, pabrik pulp APP di provinsi Jambi juga menggunakan kayu hutan alam untuk memproduksi pulpxxvii, xxviii. Kedua pabrik pulp itu secara jelas sangat tergantung pada hutan alam untuk menjalankan pabrik mereka tersebut.

Industri ini menegaskan hal demikian ketika dan sesudah investigasi oleh polisi dilakukan selama dua tahun terhadap dugaan pembalakan liar. Ketika itu APP dan APRIL sering dikutip media dengan mengatakan bahwa kurangnya kayu hutan alam selama dua tahun diakibatkan adanya moratorium memasok kayu dari hutan alam, serta tidak diterbitkannya RKT untuk penebangan hutan alam yang mengakibatkan mereka kekurangan pasokan kayu seriusxxix.

Setelah 2009, industri pulp di Indonesia tidak boleh membuka hutan alam lagi. Keputusan Menteri Kehutanan 2004 menetapkan bahwa kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan perkebunan akasia yang menyediakan bahan baku bagi industri pulp dan kertas, termasuk "pembukaan lahan dan eksploitasi kayu dari kegiatan pembukaan lahan" "[oleh pemegang lisensi] dengan hubungan langsung atau [siapapun] yang memegang kemitraan dengan industri pulp dan kertas yang ada... harus diselesaikan selambat-lambatnya pada akhir tahun 2009xxx”.

APP dan APRIL mengiklankan secara global bahwa mereka akan bebas dari kayu hutan alam dan berkomitmen publik bahwa pabrik pulp mereka akan memiliki 100% pasokan akasia pada 2007xxxi dan tahun 2009xxxii masing-masingnya. Ini yang membuat sedih pelanggan sadar lingkungan di seluruh dunia. Pada Juni 2006, Ketua APKI, Asosiasi Pulp & Paper Indonesia, dikutip di The Jakarta Post mengatakan "Jika hingga tahun 2009 perusahaan pulp belum mencapai fase akhir dari penggunaan kayu hutan alam, kami akan mencegah mereka untuk beroperasi"xxxiii.

  21

RKT 2009 dan Pertanyaan Menggantung soal Legalitas Izin Asli

Seperti dilaporkan oleh media di Indonesia dan Eyes on the Forest (misalnya, Laporan Investigatif EoF April 2010), Kepolisian Daerah Riau, didukung oleh Kepolisian Republik Indonesia melakukan penyelidikan mereka di berbagai daerah di propinsi ini antara 2007 dan 2008, pada dugaan perusakan lingkungan dan kejahatan pembalakan liar yang terkait dengan konversi hutan alam oleh 21 perusahaan afiliasi APP dan APRIL. Pengusutan ini ditentang keras oleh Departemen Kehutanan. Pada November 2008, tim antar-Departemen yang dibentuk oleh Presiden Yudhoyono merekomendasikan bahwa 14 dari 21 perusahaan yang diselidiki harus diproses hukum secara tuntas terkait dugaan kejahatan tersebut. Bagaimanapun, pada Desember 2008, kasus-kasus melanda 13 dari 14 perusahaan itu tiba-tiba ditutup oleh kepolisian pada Desember 2008, dan satu yang tersisa juga bebas pada Juni 2009.

Pada 22 April 2010, satu koalisi lembaga masyarakat sipil, termasuk Jikalahari, Walhi dan Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan setidaknya 12 pejabat pemerintah, termasuk Gubernur Riau, empat bupati (termasuk mantan) di Riau, dua pejabat tinggi kepolisian serta kini mantan Menteri Kehutanan, dan empat mantan pejabat dari Dinas Kehutanan baik provinsi maupun kabupaten di Riau kepada Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang dibentuk Presiden RI atas dugaan keterlibatan dalam mengakhiri pengusutan kasus pembalakan liar Riau. Koalisi meyakini bahwa keputusan untuk menghentikan penyelidikan cukup kontroversial dan menduga adanya keterlibatan 'mafia kehutanan'. Pimpinan Satuan Tugas kepresidenan ini mengatakan timnya akan membuka kembali kasus illegal logging itu.

Segera setelah kasus ditutup di akhir 2008, perusahaan-perusahaan HTI di Riau mengajukan RKT baru untuk menebangi hutan alam lagi. Ada 9 dari 14 perusahaan yang dibebaskan, yakni empat perusahaan berafiliasi dengan APRIL dan lima dengan APP, akhirnya menerima RKT tahun 2009 (Tabel 2).

Tabel 2. Empat belas perusahaan HTI yang direkomendasikan tim gabungan bentukan presiden untuk diproses secara hukum. Sembilan perusahaan yang direkomendasi menerima RKT 2009, yang ditulis dalam huruf miring. (Sumber: Kepolisian Daerah Riau dan Analisis EoF 2007)

Perusahaan afiliasi APRIL Perusahaan afiliasi APP

1 PT. Madukoro 1 PT. Satria Perkasa Agung

2 PT. RAPP 2 PT. Bina Duta Laksana

3 PT. Bukit Batabuh Sei Indah 3 PT. Arara Abadi

4 PT. Nusa Prima Manuggal 4 PT. Suntara Gajapati

5 PT. Citra Sumber Sejahtera 5 PT. Inhil Hutan Pratama

6 PT. Mitra Kembang Selaras 6 PT. Ruas Utama Jaya

7 PT. Merbau Pelalawan Lestari 7 PT. Anugrah Bumi Sentosa

  22

Terlepas dari penghentian kasus yang mendadak lewat SP3 oleh kepolisian tersebut Komisi Korupsi Indonesia terus mengusut praktek korupsi terkait dengan kasus di Pelalawan yang memvonis Bupati Pelalawan Azmun Jaafar 11 tahun penjara karena korupsi dan terbukti menerima suap setelah menerbitkan izin HTI bagi 15 perusahaan kayu terafiliasi dengan APRIL dan APP. KPK berargumen bahwa kasus ini menunjukkan bahwa masalah izin hutan tanaman terkait erat dengan korupsi dan melanggar hukum yang berlaku. KPK berpendapat bahwa izin hutan tanaman industri yang dikeluarkan oleh Bupati Pelalawan terletak di hutan alam dimana Peraturan Menteri Kehutanan menetapkan sebagai kawasan bukan untuk HTI. KPK meneruskan pengusutan tiga mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau dan seorang Bupati lainnya atas dugaan pelanggaran korupsi yang sama.

PT SPA Unit Serapung (afiliasi APP) dan PT Uniseraya (afiliasi APRIL), dua dari 15 perusahaan yang menerima izin dari (mantan) Bupati Pelalawan tersebut, justru menerima RKT 2009 untuk menebangi hutan alam.

Kebijakan Kehutanan Membolehkan Penebangan Hutan Alam

Sejumlah perubahan berturut-turut di dalam kebijakan Kementerian Kehutanan sejak 2007 telah membuat semakin mudahnya industri pulp membuka hutan alam daripada fokus pada pengembangan kehutanan tanaman berkelanjutan di lahan terlantar.

Setelah penyelidikan polisi terhadap dugaan illegal logging oleh industri pulp dan kertas antara 2007xxxiv dan 2008xxxv, kemudian (mantan) Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban menerbitkan dua peraturan baru yang membolehkan penebangan hutan alam, di area ”Hutan Produksi” yang dianggap layak dikonversi jadi perkebunan kayu pulp sepanjang Menteri itu membolehkannya.

Bahkan setelah pengusutan oleh polisi, Dinas Kehutanan Riau tidak memulai lagi menerbitkan RKT baru meskipun mendapat permintaan kuat dari perusahaan-perusahaan. Harian Media Indonesia mengabarkan pada 14 Mei 2009 bahwa Kepala Dinas Kehutanan Riau Zulkifli Yusuf tidak berani meneken dan menerbitkan RKT untuk penebangan hutan alam bagi pengembangan hutan tanaman industri pada 2009. Dia mengatakan dinasnya ingin menghindari konsekuensi lebih jauh akibat menyetujui terbitnya RKT di hutan alam (“Ditolak Dishut Riau, RKT Tujuh Perusahaan di Hutan Alam Diteken Menhut,” Riau Terkini, 20 April 2009).

Pada Januari 2009, Menteri Kehutanan Indonesia saat itu, Malam Sambat Kaban, bahkan membatalkan surat keputusan pendahulunya dengan membolehkan industri pulp dan kertas melanjutkan penebangan hutan alam untuk memproduksi pulp setelah akhir 2009xxxvi.

Pada Maret 2009, Departmen Kehutanan (kini Kementerian Kehutanan) mengambil alih kendali konversi hutan, dengan menerbitkan satu peraturan baru (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 14/Menhut-II/2009, tanggal 5 Maret 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.62/Menhut-II /2008xxxvii) yang mengizinkan seorang pejabat Kemenhut yang ditunjuk kementerian untuk menerbitkan RKT selain

  23

oleh Dinas Kehutanan Provinsi yang dulu satu-satunya memiliki kewenangan ini. Semua RKT 2009 di Riau dikeluarkan setelah Maret.

Apa ada motivasi dibalik (mantan) Menteri Kehutanan, MS Kaban, yang menerbitkan Peraturan ini?

Himbauan Eyes on the Forest

Mempertimbangkan komitmen kuat pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi hutan dan gambut, kuatnya permintaan global saat ini untuk produk yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta berkurangnya habitat bagi spesies terancam kritis di Indonesia:

Koalisi Eyes on the Forest dengan hangat menyambut komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memprakarsai penghentian konversi selama dua tahun terhadap semua konsesi baru di lahan gambut dan hutan alam antara 2011 dan 2013, seperti terdokumentasikan dalam kesepakatan Letter of Intent dengan pemerintah Norwegia di Oslo pada 26 Mei. Namun EoF meminta perpanjangan waktu moratorium penebangan hutan alam dan penggalian gambut bagi semua konsesi yang ada.

Eyes on the Forest memuji Dinas Kehutanan Riau atas keprihatinannya pada konversi hutan alam dan penggalian gambut lebih marak di provinsi ini dan atas keputusannya untuk tidak menerbitkan RKT bagi perusahaan-perusahaan yang mengajukan permohonan menebangi hutan alam.

Eyes on the Forest meminta APP dan APRIL untuk:

• Tidak menggerogoti reputasi Presiden kita dan menghentikan praktek bisnis seperti biasa

• Segera menghentikan penggunaan kayu yang terkait dengan konversi hutan hujan tropis dan penggalian lahan gambut.

• Secara eksklusif mengembangkan perkebunan baru di lahan yang disebut “lahan terlantar,” yang sudah lama ditebangi dan bukan lahan yang dulunya digunakan untuk bisnis, setelah menyelesaikan semua masalah sengketa tanah dan mendapatkan hak atas tanah yang jelas.

• Menghentikan ekspansi pabrik olah pulp atau pembangunan yang baru hingga pasokan perkebunan cukup matang terjamin dimana tidak ada hutan tropis dikonversi dan tidak ada gambut yang digali.

Eyes on the Forest mengimbau mitra bisnis APP dan APRIL untuk secara jeli menyigi iklan-iklan mereka dan tidak mudah percaya dengan klaim keberlanjutan mereka.

Eyes on the Forest mengimbau UNESCO untuk meminta APP dan APRIl menghentikan konversi hutan alam dan lahan gambut di Cagar Biosfir serta seluruh kegiatan-kegiatan operasional mereka.

  24

Eyes on the Forest mengimbau Kementerian Kehutanan untuk:

• Mendukung Presiden kita dan membiarkannya menjalankan komitmennya dalam mengendalikan emisi GRK negara ini.

• Menghentikan semua lisensi dan izin yang ada serta menunda semua penerbitan izin baru hingga KPK, polisi dan satuan tugas Presiden menyelesaikan investigasi mereka terhadap pelanggaran oleh para pejabat dalam penerbitan izin. Hilangnya hutan akibat penerbitan izin yang janggal tidak bisa dikembalikan lagi dan karena itu hal demikian harus dihindari.

• Meninjau ulang legalitas dan keberlanjutan semua lisensi dan izin yang diberikan kepada semua perusahaan afiliasi APP dan APRIL serta perusahaan hutan tanaman industri lainnya.

• Mencabut keputusan-keputusan tahun 2007, 2008 dan 2009 yang senantiasa memudahkan penebangan hutan alam serta penggalian gambut.

• Bekerja dengan bagian pemerintah lainnya dalam penelusuran yang cepat untuk mengatasi masalah hak ulayat, penerbitan izin, dan promosi pengembangan “lahan terlantar.”

Eyes on the Forest yakin bahwa dengan lebih 4 juta hektar lahan bukan hutan yang belum digunakan untuk kegiatan usaha di Sumatera saja, maka menghentikan konversi hutan alam dan penggalian gambut tidaklah berarti memperlambat pembangunan di Indonesia. Sebagai gantinya akan ada keuntungan dari sumber daya lahan belum digunakan, ditambah keuntungan dari komoditas baru “karbon” yang muncul yang dihasilkan dengan membiarkan hutan yang ada mengisolasi (sequester) karbon dan menghentikan emisi dari lahan gambut yang digali.

SELESAI Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi:

Editor Eyes on the Forest Afdhal Mahyuddin

Email: [email protected]

                                                            i APRIL (November 2007) Fact Sheet: Protecting High Conservation Value Forests (HCVF). http://www.aprilasia.com/images/stories/hcvf.pdf ii Rainforest Alliance SmartWood Program letter to APRIL, dated 15 August 2008. Available from Rainforest Alliance upon request, please contact Richard Z. Donovan, Vice President of Forestry at [email protected]. iii Rainforest Action Network (15 April 2010) Indonesian Paper giant APRIL’s Certification Status Suspended. http://ran.org/content/indonesian-paper-giant-april%E2%80%99s-certification-status-suspended. iv For example, see “Asia Pulp & Paper Tackling Climate Change” http://www.youtube.com/watch?v=kMagU7zFtP0

  25

                                                                                                                                                                                                        v APP Stakeholder Update (14 February 2010) Protecting Sumatran Tigers in the Year of the Tiger (and Beyond). http://www.asiapulppaper.com/portal/app_portal.nsf/Web-MenuPage/E80989A045D65E41472576CD00110B53/$FILE/100210APPStakeholderUpdate01-10.pdf vi Eyes on the Forest PR (17 March 2009) Forest Clearing by Paper Giant APP/Sinar Mas Linked to 12 Years of Sumatran Tiger, Human Fatalities. http://eyesontheforest.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=227&Itemid=39 vii Bappenas, Republic of Indonesia (December 2009) Reducing carbon emissions from Indonesia’s peat lands. Interim Report of a Multi-Disciplinary Study. Presented at Wetlands International Side Event, 11 December 2009, COP 15, Copenhagen, Denmark. http://www.wetlands.org/Portals/0/Presentations/3-Wetland%20side%20event%20peatland%20presentation%20111209.ppt viii Office of the Prime Minister, Norway (26 May 2010) Norway and Indonesia in partnership to reduce emissions from deforestation. (http://www.regjeringen.no/en/dep/smk/press-center/Press-releases/2010/Norway-and-Indonesia-in-partnership-to-reduce-emissions-from-deforestation.html?id=605709), Letter of Intent between the Government of the Kingdom of Norway and the Government of the Republic of Indonesia on “Cooperation on reducing greenhouse gas emissions from deforestation and forest degradation.” http://www.regjeringen.no/upload/SMK/Vedlegg/2010/Indonesia_avtale.pdf ix WWF Indonesia data, unpublished. x Find original (2003) and revised version (2008) of Indonesia HCVF Toolkit at http://www.hcvnetwork.org/resources/national-hcv-interpretations xi Sanderson, E., J. Forrest, C. Loucks, J. Ginsberg, E. Dinerstein, J. Seidensticker, P. Leimgruber, M. Songer, A. Heydlauff, T. O’Brien, G. Bryja, S. Klenzendorf, and E. Wikramanayake. 2006. Setting Priorities for the Conservation and Recovery of Wild Tigers: 2005-2015. WCS, WWF, Smithsonian, and NFWF-STF. xii Rainforest Alliance SmartWood Program (1 October 2004) High Conservation Value Forest (HCVF) Penilaian Report for: Asia Pulp & Paper/Sinar Mas Group (Pulau Muda District). http://www.rainforest-alliance.org/forestry/documents/SmartWoodHCVFPenilaianReport_PulauMuda_Final1October04.pdf xiii UNESCO Giam Siak Kecil – Bukit Batu, Indonesia. http://portal.unesco.org/en/ev.php-URL_ID=45450&URL_DO=DO_TOPIC&URL_SECTION=201.html xiv Jarvie, J., Jeyeraj, K. and Hardiono, M. (Nov 2003) A High Conservation Value Forest Analysis of the Giam Siak Kecil Landscape – Riau, Sumatra. A report to WWF International. xv APP Stakeholder Update (14 February 2010) xvi WWF Indonesia (October 2006) WWF Monitoring Brief October 2006: Asia Pulp & Paper (APP) Hiding Destruction behind False Advertisements: APP continues to ignore calls for conservation beyond “legal compliance”, and even fails on the latter. http://www.wwf.or.jp/activities/lib/pdf/APP_Oct06_MonitoringRpt.pdf xvii Eyes on the Forest PR (17 March 2009) Forest Clearing by Paper Giant APP/Sinar Mas Linked to 12 Years of Sumatran Tiger, Human Fatalities. http://eyesontheforest.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=227&Itemid=39 xviii WWF Indonesia technical report (2007), unpublished. xix Tropenbos HCV Full Penilaian of the Kampar Peninsula BICC-6 May 2010. Public consultation, 6 May 2010. xx WWF Indonesia technical report (2005), unpublished. xxi WWF Indonesia technical report (2007), unpublished. xxii WWF Indonesia data, unpublished. xxiii Rieley, J.O. & S.E. Page (2008) Carbon Budgets under Different Land Uses on Tropical Peatland. Included in: Rieley, J.O., Banks, C.J. and Page, S.E. (2008) Future of Tropical Peatlands in Southeat Asia as Carbon Pools and Sinks. Papers Presented at the Special Session on Tropical Peatlands at the 13th International Peat Congress, Tullamore, Ireland, 10th June 2008, CARBOPEAT Partnership, International Peat Society and University of Leicester, United Kingdom. (http://www.geog.le.ac.uk/carbopeat/media/pdf/tullamorepapers/ipc_tropical_peat_special_session.pdf) xxiv Bappenas, Republic of Indonesia (December 2009) xxv Uryu, Y., Mott, C., Foead, N., Yulianto, K., Budiman, A., Setiabudi, Takakai, F., Nursamsu, Sunarto, Purastuti, E., Fadhli, N.,

Hutajulu, C.M.B., Jaenicke, J., Hatano, R., Siegert, F. and M. Stüwe (2008) Deforestation, Forest Degradation, Biodiversity Loss and

CO2 Emissions in Riau, Sumatra, Indonesia. WWF Indonesia Technical Report, Jakarta, Indonesia.

  26

                                                                                                                                                                                                        http://www.worldwildlife.org/who/media/press/2008/WWFPresitem7596.html xxvi We used 4.5 as conversion factor from air dry ton of pulp to green metric ton of wood and 1.13 as conversion factor from wood weight to wood volume. xxvii KKI Warsi, FZS Indonesia Program, PKHS, Jikalahari, Walhi Riau, Walhi Jambi and WWF Riau (19 November 2009) Joint Press Release Indonesian NGOs: Even with LEI certification, APP paper products are unsustainable. http://eyesontheforest.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=267&Itemid=1&ccdate=3-2005 xxviii WWF-Indonesia, KKI WARSI, Zoological Society of London, Frankfurt Zoological Society

and Yayasan Program Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) (8 January 2008) Asia Pulp & Paper (APP) Threatens Bukit Tigapuluh Landscape - report of investigation findings. http://rafflesia.wwf.or.id/library/attachment/pdf/BTp_Investigation_Jan%202008_draft_FINAL.pdf xxix For example, see Eyes on the Forest (17 November 2008) Pulp companies criticized for crisis excuses. http://eyesontheforest.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=207&Itemid=6 Eyes on the Forest (24 December 2008) NGOs plan to sue the police for closing cases. http://eyesontheforest.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=213&Itemid=6 xxx Ministry of Forestry, Republic of Indonesia Decree Number: SK.101/Menhut-II/2004 on Acceleration of Industrial Forest Plantation Development to Supply Raw Material for the Pulp & Paper Industry. Chapter II Scope and Time Limitation. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/skep/skmenhut/101_04.htm (English translation available at http://www.eu-flegt.org/images/reference/law/2004%20SK%20Menhut%20No101%20eng.htm) xxxi Asia Pulp & Paper (2004) Sustainability Action Plan. xxxii APRIL (2005) 2004 Sustainability Report. http://www.aprilasia.com/csr/SR2004_final.pdf xxxiii The Jakarta Post (29 June 2006) APKI to phase out natural-forest timber by 2009. http://www.thejakartapost.com/news/2006/06/29/apki-phase-out-naturalforest-timber-2009.html xxxiv Republic of Indonesia Government Regulation No. 6 Year 2007 on Forest Arrangement and Preparation of Forest Management Plan And Forest Utilization, Article 38 Subsection (3): “Utilization of timber forest products in HTI is done in unproductive production forests”. http://www.dephut.go.id/files/6_07.pdf or http://faolex.fao.org/docs/pdf/ins75584.pdf (English)

xxxv Government Regulation No. 3/2008 on the Amendment to Government Regulation No. 6/2007 on forest arrangement and formulation of forest management plan as well as forest exploitation. III Article by Article, Article 38 Paragraph (3) “The unproductive production forest means forest reserved by the Minister as area of timber estate development.” http://www.dephut.go.id/files/PP_3_2008_0.pdf or http://faolex.fao.org/docs/pdf/ins82068.pdf (English)

xxxvi Eyes on the Forest (12 January 2009) Minister extends deadline to clear forest for pulp material. http://eyesontheforest.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=215&Itemid=6&lang=english xxxvii http://www.dephut.go.id/files/P14_09.pdf