Bismillah Dit Tugas Pak Suci
-
Upload
wulandelaaaan -
Category
Documents
-
view
32 -
download
1
description
Transcript of Bismillah Dit Tugas Pak Suci
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN
PEPAYA CALIFORNIA (Kasus: desa Cimande dan desa Lemahduhur,
kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh :
ANDRY PANDAPOTAN PURBA
A 14105512
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN
PEPAYA CALIFORNIA (Kasus: Desa Cimande dan Desa Lemahduhur,
Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh :
ANDRY PANDAPOTAN PURBA
A 14105512
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
ANDRY PANDAPOTAN PURBA. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran
Pemasaran Pepaya California (Kasus: desa Cimande dan desa Lemahduhur,
kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat). (Dibawah bimbingan
ANDRIYONO KILAT ADHI)
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae dan
merupakan komoditi hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Salah satu jenis pepaya yang saat ini digemari petani untuk dikembangkan adalah
pepaya California. Pepaya California merupakan varietas pepaya baru yang kini
digemari para petani karena menjanjikan keuntungan. Adanya permintaan dari
supermarket yang berkelanjutan terhadap pepaya California, dapat menjadi daya
tarik tersendiri bagi para petani untuk melakukan kegiatan usahatani pepaya
California tersebut. Adanya luas lahan yang tidak seragam yang dimiliki setiap
petani, akan menyebabkan jumlah produksi yang dihasilkan juga berbeda. Tinggi
rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para petani
untuk melakukan kegiatan usahatani pepaya California tersebut, juga sangat
berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi yang dihasilkannya. Besarnya
tingkat penggunaan input (seperti pupuk, bibit dan tenaga kerja) akan berpengaruh
terhadap tingkat pendapatan yang diperoleh masing-masing petani. Selain itu,
penetapan harga jual pepaya California yang dilakukan oleh para petani akan
mempengaruhi besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh.
Efisien atau tidaknya suatu saluran pemasaran, dipengaruhi oleh lembaga-
lembaga pemasaran yang terkait di dalamnya. Lembaga-lembaga pemasaran yang
terlibat dalam memasarkan pepaya dari petani hingga konsumen akhir adalah:
produsen atau yang disebut sebagai petani, supplier dan pedagang pengecer. Dari
permasalahan tersebut, maka dilakukan analisis pendapatan usahatani pepaya
California untuk melihat berapa tingkat pendapatan usahatani pepaya California
tersebut dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya. Selain itu, perlu juga
dilakukan analisis saluran pemasaran, untuk mengetahui bagaimana bentuk
saluran pemasaran California yang ada di lokasi penelitian.
Penelitian dilakukan di desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan
Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Data yang dikumpulkan merupakan data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung
dengan petani, sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS dan sumber lain yang
relevan.
Produksi rata-rata pepaya California yang dihasilkan oleh petani
responden adalah sebanyak 65.296 kg dengan luas lahan rata-rata 0,94 hektar
(ha). Harga jual rata-rata pepaya California adalah Rp. 1.930 per kg, sehingga
rata-rata penerimaan yang diperoleh petani responden selama satu tahun adalah
sebesar Rp. 126.021.280. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden
adalah Rp. 31.125.475 per tahun, sehingga pendapatan atas biaya tunai adalah
sebesar Rp 94.895.805 per tahun. Sedangkan pendapatan atas total biaya untuk
luas lahan rata-rata 0,94 hektar dengan rata-rata produksi 65.296 kg dan jumlah
total biaya Rp 35.061.375 adalah sebesar Rp 90.959.905. Nilai R/C atas biaya
total yang diperoleh adalah sebesar 3.59 dan nilai R/C atas biaya tunai adalah
sebesar 4.05.
Pendapatan usahatani pepaya California juga dikelompokkan berdasarkan
skala usaha, yaitu: skala usaha kecil (luas lahan < 1 hektar), skala usaha
menengah (luas lahan 1 sampai < 2 hektar) dan skala usaha besar (luas lahan ≥ 2
hektar). Luas lahan rata-rata yang dimiliki petani skala kecil adalah 0,35 hektar,
petani skala menengah 1,15 hektar, sedangkan luas lahan rata-rata petani skala
besar adalah 2,5 hektar. Dari hasil analisis R/C yang dilakukan, diketahui bahwa
petani responden skala menengah memiliki nilai R/C yang lebih besar yaitu untuk
R/C atas biaya tunai sebesar 5,66 dan untuk R/C atas total biaya sebesar 4,86.
Perhitungan pendapatan responden berdasarkan luas lahan tersebut juga
dikonversikan ke dalam luasan satu hektar dengan tujuan untuk melihat faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani tersebut untuk
luasan per hektar. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat keefisienan
petani responden tersebut dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya California.
Hasil analisis menunjukkan nilai R/C atas biaya tunai dan nilai R/C atas total
biaya yang diterima oleh petani skala menengah juga lebih besar dibandingkan
petani skala besar dan petani skala kecil (untuk luasan 1 ha). Petani skala
menengah memperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 5,66 dan nilai R/C atas
total biaya sebesar 4,86. Petani skala besar memperoleh nilai R/C atas biaya tunai
sebesar 3,58 dan nilai R/C atas total biaya sebesar 3,15. Sedangkan petani skala
kecil memperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 3,55 dan nilai R/C atas total
biaya sebesar 2,95. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa kegiatan usahatani
pepaya California untuk luas lahan satu hektar yang dilakukan oleh petani skala
menengah lebih efisien dibandingkan petani skala lain. Untuk luasan tersebut,
jumlah tanaman yang lebih efisien untuk diusahakan adalah sebanyak 1.587
pohon dengan jarak tanam 2 m x 2,5 m.
Berdasarkan keseluruhan nilai R/C yang diperoleh petani responden (nilai
R/C > 1), maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani pepaya California
sangatlah menjanjikan keuntungan. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pendapatan petani responden di desa Cimande dan desa Lemahduhur adalah: luas
lahan, jumlah tanaman per hektar, jarak tanam, penggunaan bibit, penggunaan
pupuk kompos, penggunaan pupuk NPK dan penggunaan tenaga kerja luar
keluarga (TKLK).
Dari 10 orang petani responden, terdapat dua pola saluran pemasaran
pepaya California. Pola saluran pemasaran yang paling banyak digunakan adalah
pola saluran pemasaran I (90 persen). Sedangkan petani yang memilih pola
saluran pemasaran II sebesar 10 persen, dimana petani tersebut langsung
memasarkan produknya ke pabrik. Besarnya bagian yang diterima oleh petani
(farmer’s share) pada pola saluran pemasaran I adalah Rp 1900 (25,33 persen)
dari harga jual pedagang pengecer. Sedangkan pada pola saluran II, petani
memperoleh farmer’s share sebesar Rp 2200 (100 persen) dari harga beli
konsumen akhir. Untuk analisis rasio keuntungan dan biaya, petani pada pola
saluran II memperoleh keuntungan terbesar yaitu 8,73. Artinya adalah petani
tersebut memperoleh keuntungan sebesar 8,73 untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan. Sedangkan rasio antara keuntungan dan biaya yang diperoleh petani
pola saluran II adalah sebesar 4,39 untuk setiap rupiah yang dikeluarkan.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN
PEPAYA CALIFORNIA (Kasus: desa Cimande dan desa Lemahduhur,
kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh:
ANDRY PANDAPOTAN PURBA
A 14105512
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya
California (Kasus: desa Cimande dan desa Lemahduhur,
kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Nama : Andry Pandapotan Purba
NRP : A14105512
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi
NIP. 131 410 931
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus : 10 Mei 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG
BERJUDUL ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN
PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA (KASUS: DESA CIMANDE DAN
DESA LEMAHDUHUR, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN
BOGOR, JAWA BARAT BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA
SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA
ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA
MANAPUN.
Bogor, Mei 2008
ANDRY PANDAPOTAN PURBA
(A14105512)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidempuan, Propinsi Sumatera Utara pada
tanggal 16 Maret 1984, merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara dari
pasangan bapak B. Purba dan ibu N. Br. Hutagalung.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD swasta Xaverius
Padangsidempuan tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) swasta Kesuma Indah Padangsidempuan dan
lulus pada tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah
Umum (SMU) Negeri 2 Padangsidempuan dan lulus pada tahun 2002.
Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program
Diploma III Agribisnis Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
dan lulus pada tahun 2005, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Program
Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulisan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, sehingga pada kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Papa dan mama saya tercinta yang selalu memberikan dukungan dalam segala
hal, terutama dalam doa dan nasehatnya. Khusus untuk Ibunda tercinta yang
selama masa hidupnya selalu mendoakan, memperhatikan dan memberikan
kasih sayangnya kepadaku. Buat kakakku tersayang kak Anna, dan juga adik-
adikku Ferry, Gunawan, Nancy dan Nanda yang selalu memberikan motivasi,
semangat dan juga doa. Juga buat kakak iparku keluarga besar K. Sinaga dan
keluarga besar T. Bancin beserta keponakan-keponakanku Derlina, Almando,
Agnesia dan Devi atas doa, bimbingan dan dukungan yang telah diberikan
kepada saya.
2. Bapak Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, saran, arahan dan dorongan kepada saya dalam
penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS atas kesediaannya sebagai dosen evaluator
pada saat kolokium.
4. Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS atas kesediannya sebagai dosen penguji utama.
5. Bapak Arif Karyadi Uswandi, SP atas kesediaannya sebagai dosen penguji
Komisi Pendidikan.
6. Thomson Berutu, Amd atas kesediaannya sebagai pembahas dalam seminar.
7. Pak Jajat, pak Mamat, pak Aji Uwen dan semua petani responden di desa
Cimande dan desa Lemahduhur yang telah memberikan waktu, kesempatan
dan informasi yang saya butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Teman seperjuanganku Ebrinedy Haloho atas kekompakan dan kerjasamanya
dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Budi, Binharto, Dedy, David, Erick, Ilham, Juan dan Majus yang telah
membantu saya dalam melakukan penelitian.
10. Semua teman-teman di wisma Borobudur atas bantuan yang telah diberikan.
11. Semua pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu
saya dalam hal apapun.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang membacanya
dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan tuntunan dalam pelaksanaan
penelitian selanjutnya.
Bogor, Mei 2008
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan kasih karunia-Nya yang begitu besar dan luar biasa, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul analisis pendapatan usahatani dan
saluran pemasaran pepaya California (kasus: desa Cimande dan desa
Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi ini
menganalisis tentang pendapatan usahatani pepaya California yang ada di desa
Cimande dan desa Lemahduhur, serta menganalisis sistem pemasarannya.
Skripsi ini merupakan hasil karya penulis guna memenuhi persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Melalui skripsi ini,
penulis mencoba memberikan gambaran dalam mencari alternatif untuk
mengambil keputusan dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya California
melalui pendekatan teori usahatani dan pemasaran.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik
dalam penyajian materi maupun ide-ide pokok yang penulis sampaikan. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan
selanjutnya pada masa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap agar skripsi
ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pembacanya.
.
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ..........................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xvi
I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah .........................................................................5
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................8
1.4. Manfaat Penelitian ...........................................................................9
II. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................10
2.1. Tinjauan Umum Komoditi Pepaya ..................................................10
2.2. Syarat Tumbuh ...............................................................................12
2.3. Budidaya Pepaya California ............................................................13
2.3.1. Persiapan Bibit ......................................................................13
2.3.2. Persemaian ............................................................................13
2.3.3. Penanaman ............................................................................14
2.3.4. Pemeliharaan .........................................................................14
2.3.5. Panen dan Pasca Panen .........................................................14
2.4. Studi Penelitian Terdahulu ..............................................................15
III. KERANGKA PEMIKIRAN..................................................................19
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ...........................................................19
3.1.1. Pendapatan dan Biaya Usahatani............................................19
3.1.2. Konsep Pemasaran.................................................................20
3.1.3. Lembaga dan Fungsi-Fungsi Pemasaran.................................22
3.1.4. Analisis Saluran dan Efisiensi Pemasaran .............................24
3.1.4.1. Farmer’s Share .........................................................27
3.1.4.2. Margin Pemasaran .....................................................27
3.1.4.3. Rasio Keuntungan dan Biaya .....................................29
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................29
IV. METODE PENELITIAN.......................................................................32
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..........................................................32
4.2. Jenis dan Sumber Data.....................................................................32
4.3. Metode Pengambilan Responden ....................................................33
4.4. Metode Pengumpulan Data .............................................................34
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................35
4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani ..............................................35
4.5.2. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran .............................36
4.5.3. Analisis Efisiensi Pemasaran..................................................36
4.5.3.1. Analisis Farmer’s Share.............................................37
4.5.3.2. Marjin Pemasaran ......................................................37
4.5.3.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya .......................39
4.6. Defenisi Operasional ......................................................................40
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN...................................41
5.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Penelitian .........................................41
5.2. Keadaan Penduduk ..........................................................................42
5.3. Karakteristik Responden Petani Pepaya California...........................44
5.3.1. Status Kepemilikan Usaha .....................................................44
5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Umur Petani Responden...................45
5.3.3. Tingkat Penggunaan Input, Jumlah Penerimaan dan
Pola Saluran Pemasaran .......................................................46
5.4. Teknik Budidaya Pepaya California.................................................47
5.4.1. Persiapan Bibit.......................................................................47
5.4.2. Persemaian.............................................................................48
5.4.2.1. Pengisian Media Tanam Ke Polibag ...........................48
5.4.2.2. Penyemaian................................................................48
5.4.3. Penanaman.............................................................................49
5.4.3.1. Pembuatan Lobang Tanam dan Penanaman ................49
5.4.4. Pemeliharaan .........................................................................49
5.4.4.1. Penyiraman, Penyulaman dan Penyiangan ..................49
5.4.4.2. Pemupukan, Pembumbunan, dan Pengendalian
Hama dan Penyakit.....................................................50
5.4.5. Panen dan Pasca Panen ..........................................................51
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................53
6.1. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya California............................53
6.1.1. Penerimaan Usahatani............................................................54
6.1.2. Biaya Usahatani .....................................................................54
6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya California Berdasarkan
Skala Usaha.....................................................................................59
6.3. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran .......................................64
6.3.1. Fungsi Pemasaran ..................................................................65
6.3.2. Efisiensi Pemasaran ...............................................................69
6.3.2.1. Farmer’s Share ..........................................................69
6.3.2.2. Marjin Pemasaran.......................................................69
6.3.3. Analisis Efisiensi Pemasaran..................................................72
VII. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................73
7.1. Kesimpulan .....................................................................................73
7.2. Saran ...............................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................76
LAMPIRAN....................................................................................................78
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Buah dan Daun Pepaya...........................................................2
2. Perkembangan dan Peningkatan Produktivitas, Luas Panen
dan Produksi Pepaya Indonesia Tahun 2000 – 2005 .................................3
3. Konsumsi Buah Pepaya Per Kapita di Indonesia Tahun 2002-2005 ......... 3
4. Perkembangan Ekspor dan Impor Buah Pepaya di Indonesia
Tahun 2002 - 2005 ..................................................................................4
5. Jumlah Penduduk di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur Tahun 2007
Menurut Mata Pencaharian...................................................................... 43
6. Jumlah Responden Petani Pepaya California Berdasarkan Skala Usaha
dan Status Kepemilikan Usaha di Desa Cimande
dan Desa Lemahduhur............................................................................. 44
7. Jumlah Responden Pepaya California Berdasarkan Umur dan Tingkat
Pendidikan Umur di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur ..................... 45
8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran,
Jumlah Produksi dan Tingkat Penerimaan ............................................... 46
9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pola
Saluran Pemasaran .................................................................................. 47
10. Rata-rata Pendapatan Petani Responden Untuk Luas Lahan
0,94 Hektar Tahun 2007-2008 (1 Tahun)................................................. 55
11. Rata-rata Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Pepaya California
Per Tahun................................................................................................ 57
12. Perbandingan Pendapatan Petani Responden Berdasarkan Skala
Usaha Untuk Luasan Lahan 1 Hektar Dalam Waktu Satu Tahun ............. 60
13. Fungsi Pemasaran Pada Lembaga Pemasaran Pepaya California
di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur ................................................ 66
14. Analisis Marjin Pemasaran Pepaya California di Desa Cimande
dan Desa Lemahduhur............................................................................. 70
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Buah dan Pohon Pepaya California .......................................................5
2. Konsep-konsep Inti Pemasaran .............................................................21
3. Hubungan Antara Margin Tataniaga, Nilai Margin Tataniaga
serta Marketing Cost and Charge ..........................................................28
4. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian .........................................31
5. Saluran Pemasaran Pepaya California di Lokasi Penelitian ....................65
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Peta Wilayah Kecamatan Caringin ...........................................................78
2. Masing-masing Umur Tanaman, Luas Lahan, Jarak Tanam,
Jumlah Tanaman dan Jumlah Produksi Pepaya California,
Serta Pendapatan Yang Dihasilkan Petani Responden Dalam
Waktu Satu Tahun di Daerah Penelitian ..................................................79
3. Potensi Sumberdaya Tiap-tiap Desa di Kecamatan Caringin,
Kabupatan Bogor, Jawa Barat ................................................................. 80
4. Penjabaran Tentang Biaya Yang Dikeluarkan Oleh Masing-masing
Petani Responden.................................................................................... 81
5. Pendapatan Petani Responden Berdasarkan Skala Usaha (Luas Lahan)
Dalam Waktu Satu Tahun ....................................................................... 86
6. Perincian Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Petani Berdasarkan
Skala Usaha Per Hektar Dalam Waktu Satu Tahun.................................. 88
7. Kuisioner Penelitian ............................................................................... 90
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia yang dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim
tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan,
terutama buah-buahan tropika. Buah-buahan merupakan salah satu komoditi
pertanian yang penting dan terus ditingkatkan produksinya baik untuk memenuhi
konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan terhadap buah-buahan
yang semakin tinggi juga dapat membuka peluang bagi peningkatan agribisnis
buah sehingga diharapkan dapat bersaing dengan negara-negara lainnya terutama
dalam mengatasi perdagangan bebas saat ini. Peningkatan kualitas buah
merupakan salah satu upaya dalam mengatasi persaingan tersebut disamping
peningkatan produksi dan efisiensi usaha.
Salah satu jenis tanaman buah-buahan yang sangat digemari oleh
masyarakat adalah pepaya. Pepaya (Carica papaya L.) adalah tumbuhan yang
berasal dari Meksiko bagian Selatan dan bagian Utara dari Amerika Selatan dan
kini telah tersebar luas di seluruh dunia. Pepaya merupakan tanaman buah berupa
herba dari famili Caricaceae dan merupakan komoditi hortikultura yang
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Sebagai buah segar, pepaya relatif disukai semua lapisan masyarakat
karena cita rasanya yang enak, kaya vitamin A, B dan C yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh manusia. Buah pepaya mengandung enzim papain yang sangat aktif
dan memiliki kemampuan mempercepat proses pencernaan protein, karbohidrat
dan lemak. Bagian tanaman pepaya lainnya juga dapat dimanfaatkan, antara lain
2
sebagai obat tradisional, pakan ternak dan kosmetik. Pepaya juga dapat diolah
menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman yang diminati pasar luar negeri
seperti olahan puri, pasta pepaya, manisan kering, manisan basah, saus pepaya dan
juice pepaya. Bahkan bijinyapun dapat diolah lebih lanjut menjadi minyak dan
tepung.1 Komposisi buah dan daun pepaya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi buah dan daun pepaya Unsur Komposisi Buah Masak Buah Mentah Daun
Energi (Kal) 46 26 79
Air (gr) 86,7 92,3 75,4
Protein (gr) 0,5 2,1 8
Lemak (gr) - 0,1 2
Karbohidrat (gr) 12,2 4,9 11,9
Vitamin A (IU) 365 50 18.250
Vitamin B (mg) 0,04 0,02 0,15
Vitamin C (mg) 78 19 140
Kalsium (mg) 23 50 353
Besi (mg) 1,7 0,4 0,8
Fosfor (mg) 12 16 63
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI, 1979
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kandungan gizi tertinggi yang
terdapat dalam buah pepaya adalah vitamin A, yaitu 365 IU pada buah masak, 50
IU pada buah mentah, dan 18.250 IU pada daun. Hal ini dapat menunjukkan
bahwa buah pepaya sangat penting dikonsumsi oleh manusia.
Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi buah
tersebut, dapat meningkatkan permintaan terhadap pepaya sehingga jumlah
pasokan pepaya juga harus ditingkatkan. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu
dilakukan pengembangan budidaya pepaya dan peningkatan produktivitas dengan
cara efisiensi produksi dan perluasan skala usaha. Perkembangan dan peningkatan
produktivitas, luas panen dan produksi pepaya Indonesia disajikan pada Tabel 2.
1 Agribisnis Budidaya Pepaya dan Papain. http://www.cianjur.go.id. 20 Oktober 2007.
3
Tabel 2. Perkembangan dan peningkatan produktivitas, luas panen dan produksi pepaya Indonesia Tahun 2000-2005
Produktivitas Luas Panen Produksi Tahun
(Ton/Ha) Peningkatan (%)
(Ha) Peningkatan
%) Ton
Peningkatan (%)
2000 48,30 - 8.886 - 429.207 -
2001 48,79 1,02 10.259 15,45 500.571 16,63
2002 58,87 20,65 10.280 0,20 605.194 20,90
2003 67,35 14,40 9.306 -9,47 626.745 3,56
2004 80,21 19,09 9.134 -1,85 732.611 16,89
2005 69,64 -13,17 7.879 -13,74 548.657 -25,11
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2006)
Tabel 2 menunjukkan produksi pepaya dari tahun 2000 hingga tahun 2004
mengalami peningkatan, walaupun kenyataannya jumlah luas panen pada tahun
2003 hingga tahun 2005 mengalami penurunan. Pada tahun 2005 jumlah produksi
pepaya di Indonesia menurun hingga 25,11 persen, dimana pada tahun 2005 luas
panen juga menurun hingga mencapai 13,74. persen dari tahun 2004. Hal ini
mungkin disebabkan oleh adanya petani yang menjual lahannya kepada pihak-
pihak tertentu untuk dijadikan sebagai pemukiman penduduk ataupun sebagai
bisnis.
Peluang pengembangan pepaya di Indonesia tidak lepas dari tingkat
konsumsi masyarakat akan buah pepaya tersebut. Konsumsi buah pepaya di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Konsumsi Buah Pepaya Per kapita di Indonesia Tahun 2002-2005
Tahun Jumlah (kg) Persentase (%)
2002 2,24 -
2003 2,44 8,93
2004 2,34 -4,10
2005 2,29 -2,14
Sumber: Data Susenas, 2007
Tabel 3 dapat dilihat bahwa konsumsi buah pepaya per kapita di Indonesia
pada Tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 8,93 persen dari tahun 2002.
4
Namun pada tahun-tahun berikutnya konsumsi pepaya mengalami penurunan.
Bahkan pada tahun 2005, konsumsi pepaya di Indonesia hanya sebesar 2,29 kg
per kapita per tahun. Hal ini seiring dengan penurunan jumlah produksi dan luas
panen yang terbesar pada tahun tersebut. Selain itu, menurunnya jumlah dan nilai
ekspor maupun impor dapat menyebabkan jumlah konsumsi buah pepaya tersebut
menjadi menurun (Tabel 4).
Buah pepaya telah menjadi komoditi perdagangan Internasional saat ini
dan menjadi produk ekspor beberapa negara produsen di kawasan Asia seperti
Malaysia, Thailand, Philipina dan Indonesia. Pada kenyataannya buah pepaya
belum menjadi produk ekspor unggulan Indonesia yang dapat diandalkan karena
produksinya masih terbatas dan bahkan belum mencukupi kebutuhan dalam
negeri.
Tabel 4. Perkembangan ekspor dan impor buah pepaya di Indonesia Tahun 2002- 2005
Ekspor Impor
Barat Bersih Nilai Berat Bersih Nilai Tahun
(Kg) % (US$) % (Kg) % (US$) %
2002 3.287 - 6.643 - - - - -
2003 187.972 5.618,65 231.350 3.382,61 298.834 - 79.573 -
2004 524.686 179,13 1.301.371 462,51 1.789.880 498,95 520.892 554,61
2005 60.485 -88,47 112.597 -91,35 141.421 -92,10 45.568 -91,25
Sumber: Badan Pusat Statistik (2006)
Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat dilihat peningkatan ekspor pepaya
tertinggi terjadi tahun 2003 sebesar 5.618,65 persen, sedangkan pada tahun 2005
terjadi penurunan sebesar 88,47 persen. Peningkatan ekspor pepaya tersebut dapat
disebabkan oleh adanya perbaikan varietas bibit pepaya yang disesuaikan dengan
selera konsumen. Selain itu, nilai tukar luar negeri yang relatif lebih tinggi dapat
mendorong pengusaha untuk melakukan ekspor pada tahun tersebut. Semakin
meningkatnya permintaan buah pepaya dalam negeri, menyebabkan Indonesia
5
harus mengimpor dari luar agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
Peningkatan impor pepaya tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 498,95
persen, hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan nilai impor pada tahun
tersebut yaitu sebesar 554,61 persen dari nilai impor pada tahun 2003.
1.2. Perumusan Masalah
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae dan
merupakan komoditi hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Salah satu jenis pepaya yang saat ini digemari petani untuk dikembangkan adalah
pepaya California.
Gambar 1. Buah dan Pohon Pepaya California
6
Gambar 1 dapat dilihat bahwa pepaya California memiliki ukuran yang
relatif kecil. Daging buahnya yang merah dan rasanya yang manis menjadikan
buah ini memiliki keunggulan tersendiri. Berat buah pepaya California berkisar
antara 0,5 hingga 2,0 kg per buahnya, dan tinggi pohonnya dapat mencapai 0,7
hingga 2 meter di atas permukaan tanah.
Pepaya California merupakan varietas pepaya baru yang kini sangat
digemari para petani karena menjanjikan keuntungan. Tempat penanaman pepaya
California diantaranya terletak di desa Cimande dan desa Lemahduhur, kecamatan
Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pepaya California adalah varietas pepaya
baru yang memiliki keunggulan buah tersendiri, rasanya lebih manis, lebih tahan
lama, dan bisa dipanen lebih cepat dibandingkan pepaya varietas lain. Pepaya
California banyak diminati karena ukurannya tidak terlalu besar, kulitnya lebih
halus dan mengkilat. Pohon pepaya California sudah bisa dipanen setelah berumur
sembilan bulan, dan pohonnya dapat berbuah hingga umur empat tahun. Dalam
satu bulan, pohon pepaya California tersebut bisa dipanen sampai delapan kali.
Adanya permintaan dari supermarket yang berkelanjutan terhadap pepaya
California, dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para petani untuk melakukan
kegiatan usahatani pepaya California tersebut. Bahkan, adanya petani responden
yang mengalihkan usahanya untuk mencoba melakukan usahatani pepaya
California dapat memberikan gambaran bahwa usahatani tersebut sangat digemari
para petani tersebut.. Hal ini disebabkan oleh usahatani tersebut dapat
memberikan keuntungan yang cukup tinggi.
Jumlah produksi pepaya California yang dihasilkan petani sangat
dipengaruhi oleh luas lahan yang dimilikinya. Adanya luas lahan yang tidak
7
seragam yang dimiliki setiap petani, akan menyebabkan jumlah produksi yang
dihasilkan juga berbeda. Tinggi rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki oleh para petani tersebut untuk melakukan kegiatan usahatani
pepaya California tersebut, juga sangat berpengaruh terhadap besarnya jumlah
produksi yang dihasilkannya. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat
penerimaan yang diperoleh petani tersebut.
Karakteristik pepaya yang cepat mengalami kematangan dan kerusakan
buah, menyebabkan petani tersebut memerlukan pemasaran yang cepat, karena
jika penanganannya tidak cepat dapat menimbulkan biaya penyusutan berupa
penurunan harga karena kondisi pepaya yang tidak segar lagi. Jauhnya daerah
pemasaran dari sentra produksi memungkinkan timbulnya risiko yaitu: (1) apabila
petani tersebut langsung menjual produknya ke konsumen akhir akan memerlukan
biaya transportasi yang tinggi, (2) apabila petani menjual hasil produksinya di
daerahnya, maka petani tersebut akan menerima harga jual yang terlalu rendah.
Efisien atau tidaknya suatu saluran pemasaran, dipengaruhi oleh lembaga-
lembaga pemasaran yang terkait di dalamnya. Lembaga-lembaga pemasaran yang
terlibat dalam memasarkan pepaya dari petani responden hingga konsumen akhir
adalah: produsen atau yang disebut sebagai petani responden, supplier dan
pedagang pengecer. Lembaga pemasaran yang berfungsi sebagai penghubung
akan membentuk pola saluran pemasaran pepaya California tersebut.
Diantara lembaga pemasaran yang ada, posisi petani adalah yang paling
rendah. Rendahnya posisi tersebut disebabkan oleh kebutuhan rumah tangga yang
mendesak sementara daya beli relatif rendah. Selain itu, kurang tersedianya sarana
transportasi dan informasi mengenai harga pasar menyebabkan petani mengalami
8
kesulitan dalam menetapkan harga jualnya sehingga terjadi perbedaan harga
cukup besar antara harga yang diterima petani dan harga yang diterima pengecer.
Harga jual di tingkat petani responden yang berkisar antara Rp 1900 hingga Rp
2200 per kg, cukup jauh bedanya dengan harga jual pedagang pengecer sebesar
Rp 7500. Hal ini menyebabkan bagian yang diterima petani menjadi rendah,
sehingga perumusan masalah yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa tingkat pendapatan usahatani pepaya California di daerah penelitian
dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?
2. Bagaimana bentuk saluran pemasaran pepaya California dari petani/produsen
sampai ke konsumen akhir di daerah penelitian?
3. Apakah sistem pemasaran, saluran pemasaran mulai dari produsen kepada
konsumen akhir pada setiap lembaga sudah efisien?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan diatas maka penelitian ini
diharapkan bertujuan untuk:
1. Menganalisis pendapatan usahatani pepaya California di daerah penelitian dan
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2. Mengetahui bentuk saluran pemasaran pepaya California yang terjadi di
daerah penelitian.
3. Menganalisis efisiensi pemasaran pepaya California dengan pendekatan
fungsi-fungsi pemasaran, lembaga pemasaran, saluran pemasaran, analisis
farmer’s share, analisis marjin pemasaran dan analisis keuntungan dan biaya.
9
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi pihak dalam
mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan budidaya pepaya
California.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang ingin mengetahui saluran
pemasaran pepaya California di desa Cimande dan desa Lemahduhur,
kecamatan Caringin, kabupaten Bogor.
3. Sebagai bahan informasi bagi pelaku pasar dalam memilih saluran
pemasaran serta menjadi bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan
dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan pemasaran pepaya
California.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Komoditi Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.), salah satu buah introduksi yang telah lama
dikenal berkembang luas di Indonesia, merupakan tanaman monodioecious
(berumah tunggal sekaligus berumah dua). Pepaya adalah jenis tanaman herba,
batangnya berongga biasanya tidak bercabang dan tingginya dapat mencapai 10
meter. Daunnya merupakan daun tunggal dan berukuran besar, tangkai daun
berukuran panjang dan berongga. Bunganya terdiri dari tiga jenis yaitu: bunga
jantan, bunga betina dan bunga sempurna. Bentuk buah beragam dari yang
bentuknya bulat sampai lonjong. Sentra produksi pepaya antara lain Jawa Timur,
Jawa Barat, Jawa tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Bali, NTB (Kalie,
2007).
Buah pepaya memiliki banyak varietas, pengelompokan tanaman pepaya
ke dalam beberapa varietas didasarkan pada bentuk, ukuran, warna dan tekstur
buahnya. Jenis pepaya yang banyak dikenal orang di Indonesia, yaitu: 1 Pepaya
semangka, memiliki daging buah berwarna merah semangka, rasanya manis. 2)
Pepaya burung, warna daging buah kuning, harum baunya dan rasanya manis-
asam. Varietas yang mulai dikembangkan saat ini adalah pepaya Meksiko.
Pepaya Meksiko sering disebut pepaya varietas Solo atau pepaya tunggal karena
memiliki ukuran buah yang kecil-kecil dan hanya cukup untuk satu orang.
Ukuran buahnya kecil dan bentuknya mirip buah alpukat, bulat berleher. Daging
buahnya berwarna kuning dan rasanya manis. Berat per buahnya sekitar 0,5 kg.
Jenis pepaya ini tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan.
11
Menurut Gita (2005), bahwa buah pepaya yang dibudidayakan petani dan
dinikmati oleh konsumen terdiri dari jenis pepaya eksotik dan jenis pepaya lokal.
Jenis pepaya eksotik terdiri dari jenis pepaya California, pepaya Hawai (Solo,
Honolulu, Pontianaka, Medan, Taiwan, Jumbo) yang mempunyai ukuran relatif
kecil- sedang (0,5-1,5 kg), sedangkan untuk jenis pepaya lokal yang terdiri dari
pepaya Malang, pepaya Bangkok, Bogor, Pepaya Paris, pepaya Jinggo
mempunyai ukuran relatif besar (>2 kg). Pepaya lokal merupakan pepaya yang
sudah lama dibudidayakan petani dan konsumen sudah umum mengkonsumsinya.
Pepaya bangkok memiliki karakteristik antara lain buah buah berbentuk panjang
besar dan lancip pada bagian ujung, permukaan buahnya tidak rata dan kulit
luarnya relatif tipis, daging buah berwarna jingga kemerahan, keras dan memiliki
rasa manis Selanjutnya Gita menambahkan bahwa pepaya eksotik merupakan
jenis pepaya yang memiliki beberapa perbedaan dibandingkan jenis pepaya lokal
antara lain: jarang dibudidayakan, bentuknya unik dengan ukuran buah kecil-
sedang, kulit buah halus, warna daging buah jingga-merah segar, rasa manis dan
tekstur buah lembut. Secara umum pepaya eksotik belum terlalu dikenal
konsumen sehingga konsumen memperoleh informasi dari toko buah yang
dikunjunginya.
Pusat Kajian Buah-buahan Tropika Institut Pertanian Bogor (IPB )
mengatakan bahwa seiring meningkatnya permintaan pepaya, tentu akan
meningkatkan jumlah pasokan. Melihat kondisi pasokan pepaya yang masih
sangat kurang pada saat ini, maka perlu ada terobosan dalam pengembangan
pepaya di tanah air. Upaya itu salah satunya melalui perbaikan varietas bibit
pepaya yang disesuaikan dengan selera konsumen. Saat ini, masih banyak pepaya
12
ukuran besar di pasaran yang tidak dapat habis sekali makan. Inilah yang tidak
disukai konsumen karena biasanya jika tersisa, tingkat kesegaran pepaya akan
menurun. Selain itu, cara penyajian yang harus dikupas dulu kulitnya sebelum
dimakan membuat konsumen ragu akan kebersihan proses pengupasannya.
Karena itu Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB sudah berhasil
melakukan inovasi menemukan buah pepaya yang berukuran kecil dan bisa
dimakan sekali saji. Jenis ini diberi nama IPB 1 (Arum), IPB-2, IPB 3, IPB 5, dan
IPB 7, serta yang terakhir IPB 9. Jenis Pepaya IPB-1 mempunyai karakteristik
kecil dengan bobot 0,5 kg, memiliki tekstur yang lembut, rasanya manis, harum
dan genjah (mudah berbuah), sedangkan untuk pepaya IPB-2 memilki
karakteristik fisik buah lebih besar dari IPB-1, dagingnya berwarna merah jingga
serta kulitnya hijau. Kedua varietas ini sudah dapat dinikmati masyarakat luas,
terutama masyarakat sekitar Bogor.
2.2. Syarat Tumbuh
Tanaman pepaya merupakan tanaman buah-buahan tropika yang beriklim
basah, tumbuh subur pada daerah yang memilki curah hujan 1000-2000
mm/tahun. Angin diperlukan untuk penyerbukan bunga, agar tanaman pepaya
tumbuh dengan baik maka angin tidak boleh terlalu kencang. Suhu udara optimum
untuk pertumbuhan pepaya berkisar antara 22-26oC dengan kelembaban udara
sekitar 40%. Tanah yang baik untuk tanaman pepaya adalah tanah yang subur,
gembur, banyak mengandung humus dan memiliki daya menahan air yang tinggi.
Derajat keasaman tanah ( pH tanah) yang ideal adalah netral dengan pH 6-7.
Kandungan air dalam tanah merupakan syarat penting dalam kehidupan
tanaman ini. Air menggenang dapat mengundang penyakit jamur perusak akar
13
hingga tanaman layu (mati). Apabila kekeringan air, maka tamanan akan kurus,
daun, bunga dan buah rontok. Tinggi air yang ideal tidak lebih dalam daripada
50–150 cm dari permukaan tanah. Pepaya dapat ditanam di dataran rendah sampai
ketinggian 700 m–1000 m di atas permukaan laut.
2.3. Budidaya Pepaya California
Menurut Sari (2005), kegiatan budidaya pepaya California meliputi:
persiapan bibit, persemaian, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen.
2.3.1. Persiapan Bibit
Persiapan bibit untuk budidaya pepaya California diambil dari pohon
induk yang sudah berumur dua tahun dan masak di pohon atau buahnya sudah
cukup tua dengan kriteria rasa buah manis, berkulit halus, bebas hama dan
penyakit dan dipilih dari buah yang bentuknya lonjong. Biji diambil dari bagian
buah yang di tengah, kemudian dicuci dan dibersihkan lapisan kulit bijinya.
Setelah itu, biji direndam dalam toples yang berisi air selama satu malam dan
dijemur di bawah sinar matahari selama dua hari untuk kemudian siap untuk
digunakan.
2.3.2. Persemaian
Proses persemaian dimulai dari mengisi media ke dalam polibeg, dimana
media tanamnya adalah tanah yang cukup gembur dan dicampur dengan pupuk
kompos. Setelah itu, dilakukan penyemaian dengan memasukkan satu biji benih
(bibit) pepaya ke dalam polibeg yang sudah berisi tanah dengan kedalaman 0,5
hingga 1 cm.
14
2.3.3. Penanaman
Sebelum dilakukan penanaman, lahan perlu dibersihkan terlebih dahulu,
kemudian dilanjutkan dengan membuat lubang tanam. Penanaman dilakukan
setelah bibit siap tanam dan telah berumur 45 hari setelah semai. Bibit yang siap
dipindahkan harus sudah mempunyai ketinggian tanaman berkisar antara 12
hingga 15 cm dan tidak menunjukkan gejala terserang hama dan penyakit.
2.3.4. Pemeliharaan
Pada proses pemeliharaan perlu dilakukan dengan berbagai kegiatan yaitu:
penyiraman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pembumbunan dan
pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan pemeliharaan ini harus lebih teliti
dilakukan agar jumlah dan kualitas produksi buah pepaya California yang
dihasilkan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pasar.
2.3.5. Panen dan Pasca Panen
Pemanenan pepaya California yang paling ideal adalah pada pagi hari dan
dapat dilakukan seminggu sekali tergantung pada tingkat kematangan buah.
Pepaya California dapat dipanen pada umur 10 bulan setelah tanam. Teknik
pemanenan dapat dilakukan dengan langsung memetik buah, kemudian
dikumpulkan dalam keranjang dan disimpan di tempat yang teduh. Getah buah
dibiarkan keluar agar tidak mengenai kulit buah. Buah yang sudah dikumpulkan
kemudian diangkut dari kebun ke bangsal pengolahan dengan menggunakan
mobil angkutan. Di bangsal pengolahan buah-buahan tersebut disimpan untuk
dihitung dari hasil panen yang didapat. Bentuk buah pepaya California dapat
beragam mulai dari yang bentuknya bulat hingga bentuk lonjong.
15
Sortasi dan grading dilakukan berdasarkan jenis buah dengan cara yang
sederhana, yaitu berdasarkan ukuran, bentuk dan tingkat kerusakan buah. Buah
yang termasuk dalam grade A memliki kriteria: bobot berkisar antara 500-1000
gram dengan bentuk buah lonjong dan berkulit mulus. Sedangkan untuk buah
grade B memiliki kriteria: bobot buah berkisar antara 1000-2000 gram, dengan
bentuk buah lonjong dan berkulit mulus. Kegiatan selanjutnya adalah mencuci
buah pepaya California, kemudian dikemas dalam kotak kemasan. Setelah
dilakukan pengemasan, pepaya siap untuk diangkut dan dipasarkan.
2.4. Studi Penelitian Terdahulu
Beberapa judul penelitian sebelumnya tentang pendapatan usahatani dan
saluran pemasaran, diantaranya adalah :
Analisis Saluran Pemasaran Manggis di Desa Puspahiang, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat yang diteliti oleh Rahmawati (1999).
Pelaku pemasaran yang terlibat menyalurkan komoditi manggis dari petani adalah
bandar kampung, pedagang pengumpul (pengepul), pedagang grosir serta
pengecer dimana untuk pasar luar negeri terdapat peran eksportir. Petani sistem
panen sendiri yang menjual ke bandar kampung sebanyak 3 orang (10%),
sedangkan yang menjual ke pengepul sebanyak 8 orang (26,67%). Harga beli
bandar kampung dari petani sebesar Rp 623,68 per kg sedangkan bandar kampung
menjual ke pengepul dengan harga Rp 1.000 per kg untuk manggis lokal dan Rp
2.416,67 perKg untuk manggis kualitas ekspor. Adanya manggis kualitas ekspor
menyebabkan keutungan bandar kampung meningkat menjadi Rp 1.192,68 per kg
dengan rasio keuntungan yang lebih besar dibandingkan saluran lainnya, yaitu
sebesar 1,99. Farmer share tertinggi yang diterima petani sebesar 44,37 %
16
terdapat pada saluran pemasaran V (petani – pengepul – pengecer), dan yang
terendah adalah sebesar 3,99 % terdapat pada saluran pemasaran VIII yaitu mulai
dari petani – pengepul – eksportir.
Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul, R. P (2007) mengenai analisis
usahatani dan tataniaga ikan hias maskoki oranda di desa Parigi Mekar,
kecamatan Ciseeng, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul,
supplier, dan konsumen akhir/hobis. Harga jual anakan Ikan Maskoki Oranda di
tingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar antara Rp 130 sampai
dengan Rp 150 per ekor. Harga jual Ikan Maskoki Oranda di tingkat petani
pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai dengan Rp
950 per ekor. Harga yang berlaku di tingkat supplier ke pedagang pengecer
berkisar anatara Rp 1.400 sampai dengan Rp 1.500 per ekor, sedangkan di tingkat
pedagang pengecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2.000 sampai dengan
Rp 2.500 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada pola 1 dan 2 yaitu
masing-masing sebesar 39,5%. Pada pola 3, rata-rata harga jual petani adalah
sebesar Rp 1.116,7 per ekor, sedangkan rata-rata harga yang dibayar oleh
konsumen akhir sebesar 1.250,00 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani
pada pola 3 adalah sebesar 89,3%, merupakan saluran tataniaga yang paling
menguntungkan bagi petani, karena saluran tataniaga Ikan Hias Maskoki yang
paling pendek dan efisien (Petani → pedagang pengecer → konsumen/hobis).
(Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan
saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya.
17
Sedangkan judul penelitian terdahulu tentang buah pepaya adalah: Analisis
Kelayakan Finansial dan Kesempatan Kerja Pada Usahatani Pepaya yang diteliti
oleh Halisah, S (2006). Hasil analisis kelayakan finansial pada penelitiannya
menunjukkan bahwa usahatani pepaya yang dilaksanakan di kebun percobaan
Cikarawang layak dan menguntungkan untuk dikembangkan. Nilai NPV yang
diperoleh lebih besar dari nol, yaitu Rp 11.621.597,55, nilai net B/C lebih besar
dari satu, yaitu 1,44, tingkat IRR yang lebih besar dari pada tingkat diskonto
(11,47 %), yaitu 40 persen, dan nilai payback period yang masih berada dalam
rentang waktu umur proyek, yaitu 3 tahun 2 bulan. Sedangkan untuk analisis
sensitivitas yang dilakukan terhadap penurunan tingkat hasil produksi sebesar
16,67 persen menunjukkan kondisi tidak layak dan tidak menguntungkan untuk
dilaksanakan. Namun jika lahan yang digunakan adalah hasil sewa, maka analisis
sensitivitasnya menunjukkan kondisi usahatani pepaya yang dilaksanakan tetap
layak dan menguntungkan untuk diusahakan. Berdasarkan hasil analisis switching
value, penurunan hasil produksi dan harga jual output maksimum yang dapat
ditoleransi masing-masing adalah sebesar 12,75 persen, sedangkan peningkatan
dari harga pupuk dan obat-obatan yang maksimal adalah sebesar 59 persen.
Berdasarkan ketiga variabel yang diuji, maka dapat dikatakan bahwa variabel
yang relatif peka terhadap perubahan adalah: penurunan hasil produksi dan harga
jual output, sementara peningkatan dari harga input pupuk dan obat-obatan relatif
kurang peka. Berdasarkan hasil analisis kesempatam kerja dengan luas lahan 0,85
hektar, dibutuhkan 356, 15 hari kerja per tahun sehingga tenaga kerja yang dapat
terserap dari kegiatan usahatani tersebut adalah 1,19 orang per tahun. Apabila
dilakukan pengembangan investasi pada usahatani pepaya tersebut maka akan
18
menambah penyerapan tenaga kerja yang akhirnya membuka kesempatan kerja
pada masyarakat sekitar kebun.
Penelitian yang dilakukan Gita (2005) tentang Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Pepaya Eksotik Dibandingkan
Dengan Pepaya Lokal, menunjukkan hasil bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi proses keputusan pembelian pepaya eksotik adalah: faktor
promosi, alokasi dana, keluarga dan kualitas pepaya. Sedangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi proses keputusan pembelian pepaya lokal adalah faktor
promosi, pengambil keputusan, keluarga, pakerjaan dan ketersediaan pepaya jenis
lain. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Faktor dan Analisis Konjoin.
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu kerangka yang
mengungkapkan teori dan konsep untuk menjawab pokok permasalahan dalam
penelitian.
3.1.1. Pendapatan dan Biaya Usahatani
Soeharjo dan Patong (1973) mendefenisikan pendapatan sebagai balas jasa
dari kerja sama faktor – faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan
pengelolaan (manajemen). Pendapatan dapat didefenisikan sebagai sisa dari
pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan.
Besarnya pendapatan usahatani tergantung pada besarnya penerimaan dan
pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Penerimaan merupakan hasil kali
jumlah produksi total dan harga jual per satuan. Sedangkan pengeluaran atau
biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang
dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Besar kecilnya tingkat
pendapatan yang diperoleh petani dipengaruhi antara lain : (1) skala usaha, (2)
ketersediaan modal, (3) tingkat harga output, (4) ketersediaan tenaga kerja
keluarga, (5) sarana transportasi, (6) sistem pemasaran, (7) kebijakan pemerintah
dan sebagainya (Soekartawi dkk, 1986).
Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya
pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta
biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung
20
berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga.
Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan
alat-alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan dalam biaya
yang diperhitungkan. Biaya dapat juga diartikan sebagai penurunan inventaris
usahatani. Nilai inventaris suatu barang dapat berkurang karena barang tersebut
rusak, hilang atau terjadi penyusutan.
Analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi
kegiatan usaha pertanian dalam satu tahun, dengan tujuan untuk membantu
perbaikan pengelolaan usahatani. Aspek yang digunakan adalah harga yang
berlaku, dan penyusutan akan diperhitungkan pada tahun tersebut untuk
memperoleh keuntungan maksimum. (Hernanto, 1989).
Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang
dikeluarkan (revenue-cost ratio atau R/C ratio). Analisis R/C digunakan untuk
mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial,
dimana R/C ratio dapat menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan
pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila nilai R/C ratio > 1, berarti
penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh penerimaan tersebut. Apabila nilai R/C ratio < 1 maka tiap unit
yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh.
Sedangkan untuk kegiatan usaha yang memiliki R/C rasio = 1, berarti kegiatan
usaha berada pada keuntungan normal (normal profit).
3.1.2. Konsep Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat
individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan serta inginkan
21
lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.
Pemasaran umumnya dilihat sebagai tugas menciptakan, mempromosikan, serta
menyerahkan barang dan jasa ke konsumen dan perusahaan lain. Pemasaran yang
efektif dapat dilakukan melalui banyak bentuk. Pemasaran diawali dengan
pemahaman tentang kebutuhan, keinginan dan permintaan konsumen akan produk
dimana konsumen mengharap nilai produk tersebut bermanfaat serta sesuai
dengan biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan. Produk tersebut dapat dijumpai
di pasar dalam sebuah transaksi dengan produsen/pemasarnya. Adanya kebutuhan
dan keinginan manusia menimbulkan permintaan terhadap produk tertentu yang
didukung oleh kemampuan membeli. Produk tersebut diciptakan untuk
memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia, sehingga timbul proses
pertukaran untuk memperoleh produk yang diinginkan atau dibutuhkan dengan
menawarkan sesuatu sebagai gantinya (Kotler, 2002).
Menurut Kotler (1987), konsep pemasaran yakin bahwa pencapaian
sasaran organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar
sasaran dan penyampaian kepuasan yang didambakan itu lebih efektif dan efisien
ketimbang pesaing.
Tataniaga merupakan suatu kegiatan manusia yang diarahkan untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran, yaitu meliputi
Gambar 2. Konsep-Konsep Inti Pemasaran (Kotler, 1987)
pasar
Kebutuhan,
keinginan
dan
permintaan
produk
Nilai
kepuasan,
dan mutu
Pertukaran,
transaksi,
dan
hubungan
22
kegiatan untuk memindahkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen.
Pengertian tataniaga dapat dilihat dengan pendekatan manajerial (aspek pasar) dan
aspek ekonomi. Berdasarkan aspek manajerial, tataniaga merupakan analisis
perencanaan organisasi, pelaksanaan dan pengendalian pemasaran untuk
menentukan kedudukan pasar. Ditinjau dari aspek ekonomi, tataniaga merupakan
distribusi fisik dan aktivitas ekonomi yang memberikan fasilitas-fasilitas untuk
bergerak, mengalir, dan pertukaran komponen barang dan jasa dari produsen ke
konsumen. Selain itu, tataniaga merupakan kegiatan produksi karena
meningkatkan, menciptakan nilai guna bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan.
Tataniaga pertanian dapat diartikan sebagai semua bentuk kegiatan dan
usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-
barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke
konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan
perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah penyalurannya dan
memberikan kepuasaan yang lebih tinggi kepada konsumen (Limbong dan
Sitorus, 1987).
3.1.3. Lembaga dan Fungsi-Fungsi Pemasaran
Hanafiah dan Saefuddin (1983), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga
adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga
dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga
ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi
jasa. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta
memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan
balas jasa kepada lembaga pemasaran berupa marjin pemasaran.
23
Limbong dan Sitorus (1987), dalam pemasaran barang atau jasa terlibat
beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen.
Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering
berjauhan dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan
kehadirannya untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik
produksi ke titik konsumsi. Lembaga pemasaran merupakan suatu lembaga dalam
bentuk perorangan, perserikatan atau perseroan yang akan melakukan fungsi-
fungsi pemasaran yang berusaha untuk memperlancar arus/gerak barang dari
produsen sampai tingkat konsumen melalui berbagai kegiatan/aktifitas. Lembaga-
lembaga tersebut juga berfungsi sebagai sumber informasi mengenai suatu barang
dan jasa.
Ada tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran
barang/jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu: (1) pihak
produsen, (2) lembaga-lembaga perantara dan (3) pihak konsumen akhir. Pihak
produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan,
seperti: petani sayur, petani buah, pabrik rokok,dll. Pihak lembaga perantara
adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian dan
atau penjualan barang/jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar
(wholesaler) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah
pihak yang berlangsung menggunakan barang/jasa yang dipasarkan. Konsumen
akhir ini dapat terdiri dari rumah tangga dan perusahaan-perusahaan.
Limbong dan Sitorus (1987), mendefenisikan fungsi tataniaga sebagai
kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses
24
penyampaian barang atau jasa. Fungsi-fungsi tataniaga dapat dikelompokkan atas
tiga fungsi yaitu:
1. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik
barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi
yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan.
2. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan
barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu.
Fungsi ini terdiri dari fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi
pengelolaan.
3. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar
kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas
terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi
pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.
Menurut Mubyarto (1994), fungsi-fungsi tataniaga adalah mengusahakan
agar pembeli atau konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada tempat,
waktu, dan harga yang tepat. Fungsi-fungsi tataniaga dalam pelaksanaan
aktifitasnya dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga ini
yang akan terlibat dalam proses penyampaian barang dan jasa dari produsen
sampai ke tangan konsumen.
3.1.4. Analisis Saluran dan Efisiensi Pemasaran
Saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung dan
terlibat dalam proses mengupayakan agar produk atau jasa tersedia untuk
dikonsumsi. Keputusan-keputusan saluran pemasaran termasuk diantara
keputusan paling penting yang dihadapi konsumen. Saluran yang dipilih sangat
25
mempengaruhi keputusan pemasaran lainnya. Saluran pemasaran melaksanakan
tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi
kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa
dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya (Kotler, 2002).
Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan saluran tataniaga sebagai
suatu usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen
ke tangan konsumen yang didalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang
menjalankan fungsi-fungsi tataniaga. Beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga yaitu adanya pertimbangan
pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial,
konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli.
1. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat
barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk
memenuhi pesanan atau pasar.
2. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan,
kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan pelayanan
penjualan.
3. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga
perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan
pertimbangan biaya.
Tataniaga disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak
yang terlibat baik produsen, lembaga-lembaga tataniaga maupun konsumen
memperoleh kepuasan dengan aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan Sitorus,
1987). Indikator-indikator yang digunakan dalam menentukan efisiensi tataniaga
26
adalah marjin tataniaga, harga tingkat konsumen, tersedianya fasilitas fisik
tataniaga, dan intensitas persaingan pasar.
Margin tataniaga besar tidak selamanya menunjukkan saluran tidak
efisien, maka perlu mempertimbangkan aspek-aspek berikut :
1. Penggunaan teknologi baru dalam proses produksi dapat menekan biaya
produksi, sehingga margin pemasaran menjadi lebih besar.
2. Adanya kecenderungan konsumen untuk mengkonsumsi yang lebih siap
dinikmati, walaupun harga lebih mahal.
3. Adanya spesialisasi produksi dari suatu daerah sehingga membentuk daerah-
daerah sentral produksi, sehingga akan menaikkan daerah tataniaga.
4. Adanya tambahan biaya pengolahan dan penyimpanan untuk meningkatkan
kegunaan bentuk.
5. Meningkatkan upah buruh dan tenaga kerja.
Penyediaan fasilitas untuk pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan
dianggap dapat digunakan untuk melihat efisiensi tataniaga. Kurangnya
ketersediaan fasilitas fisik terutama pengangkutan diidentikkan dengan
ketidakefisienan proses tataniaga.
Mubyarto (1989) mangungkapkan bahwa sistem tataniaga dikatakan
efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari
petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan mampu
mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh
konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Efisiensi tataniaga dapat dibagi
menjadi dua kategori, yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi
ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi
27
operasional pada proses tataniaga suatu produk yaitu analisis marjin tataniaga,
farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya.
3.1.4.1. Farmer’s Share
Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan
tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s
share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima
lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan
Sitorus, 1987).
3.1.4.2. Margin Pemasaran
Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen
dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai
nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen
sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik
produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi.
Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke
konsumen disebut sebagai biaya tataniaga. Adanya perbedaan kegiatan dari setiap
lembaga akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan
lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga
yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai titik
konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik
produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar oleh konsumen
(Limbong dan Sitorus, 1987).
28
Menurut Dahl dan Hammond (1977), marjin pemasaran sebagai
perbedaan harga ditingkat petani (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr).
Marjin pemasaran ditentukan oleh struktur pasar dimana kegiatan pemasaran
terjadi. Marjin tataniaga menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat
pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Nilai margin tataniaga
(value of marketing margin) merupakan perkalian antara marjin tataniaga dengan
jumlah produk yang dibayarkan (Pf-Pr) x Qr,f yang mengandung pengertian
marketing cost dan marketing charge seperti yang terlihat pada Gambar 3. Secara
grafis marjin tataniaga dapat digambarkan sebagai berikut (Dahl dan Hammond,
1977)
Harga
Sr
Pr Sf
C A
Pf Dr
B
Df
0 Qr, f
Gambar 3. Hubungan Antara Margin Tataniaga, Nilai Marjin Tataniaga serta
Marketing Cost and Charge
Keterangan :
A = Nilai marjin pemasaran ((Pr-Pf).Qr,f)
B = Marketing cost and Marketing charge
C = Marjin pemasaran (Pr-Pf)
Pr = Harga di tingkat pedagang pengecer
Pf = Harga di tingkat petani
29
Sr = Supply di tingkat pengecer (derived supply)
Sf = Supply di tingkat petani (primary supply)
Dr = Demand di tingkat pengecer (derived demand)
Df = Demand di tingkat petani (primary demand)
Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer.
Besarnya marjin tataniaga pada suatu saluran tataniaga tertentu dapat
dinyatakan sebagai jumlah dari marjin pada masing-masing lembaga tataniaga
yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat
mencerminkan efisiensi yang tinggi.
3.1.4.3. Rasio Keuntungan dan Biaya
Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio
keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga
mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang
dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan
dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien
(Limbong dan Sitorus, 1987).
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Sebagai buah segar, pepaya relatif disukai semua lapisan masyarakat
karena cita rasanya yang enak, kaya vitamin A, B dan C yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh manusia. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya gizi buah tersebut, dapat meningkatkan permintaan terhadap pepaya
sehingga jumlah produksi pepaya juga harus ditingkatkan. Salah satu cara untuk
meningkatkan produksi pepaya adalah dengan teknik budidaya yang tepat.
30
Penanganan yang baik mulai dari prapanen, masa panen dan pascapanen sangat
diperlukan agar pepaya yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Salah satu
jenis pepaya yang saat ini digemari oleh petani untuk dikembangkan karena
memiliki peluang bisnis yang menjanjikan adalah pepaya California. Tempat
kegiatan bisnis budidaya pepaya California diantaranya terdapat di desa Cimande
dan desa Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Pepaya California adalah varietas pepaya baru yang memiliki keunggulan
buah tersendiri. Rasa buah yang lebih manis, daya tahan lebih lama, dan bisa
dipanen lebih cepat dibandingkan pepaya varietas lain (umur produksi lebih cepat)
menjadikan petani berminat untuk membudidayakannya. Disamping itu, harga
jual yang lebih tinggi dapat meningkatkan keinginan petani untuk mengusahakan
pepaya tersebut, agar keuntungan yang diperoleh dapat semakin meningkat.
Salah satu cara petani untuk memperoleh imbalan berupa uang dari
usahataninya adalah dengan memasarkan hasil produksi pepaya California
tersebut. Sistem pemasaran yang efisien sangat mempengaruhi tingkat pendapatan
petani. Agar sistem pemasaran dapat seefisien mungkin dilakukan, maka petani
harus memilih saluran pemasaran yang tepat sehingga mampu menekan biaya
pemasaran. Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari analisis saluran pemasaran
dan efisiensi pemasaran yang meliputi analisis farmer’s share, analisis marjin
pemasaran dan analisis keuntungan dan biaya.
Analisis pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keuntungan yang diterima petani atas biaya yang dikeluarkan. Kemudian
digunakan analisis rasio R/C untuk mengetahui apakah usahatani pepaya
California tersebut menguntungkan atau tidak. Jika usahatani tersebut
31
menguntungkan, maka petani dapat mengambil keputusan untuk melanjutkan
usahatani tersebut. Sedangkan apabila mengalami kerugian, maka perlu dilakukan
evaluasi terhadap kegiatan usahatani pepaya California. Hasil dari analisis
pendapatan usahatani dan saluran pemasaran pepaya California dapat memberikan
keterangan bagi petani untuk memilih alternatif pengambilan keputusan yang
tepat dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya California.
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Analisis Sistem
Pemasaran
Analisis Pendapatan
Usahatani
Evaluasi Kegiatan
Usahatani
Efisiensi Pemasaran:
• Analisis Farmer’s Share
• Analisis Marjin Pemasaran
• Analisis Keuntungan dan Biaya
Analisis Saluran
Pemasaran
Rugi
Pengambilan Keputusan
Kegiatan Usahatani
Analisis Efisiensi
Pemasaran
Usaha Budidaya Pepaya California
Untung
Analisis rasio R/C
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran
Pemasaran Pepaya California ini dilaksanakan di desa Cimande dan desa
Lemahduhur, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan
lokasi ditentukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa
kedua desa tersebut termasuk penghasil pepaya California di kabupaten Bogor.
Pelaksanaan penelitian dan pengolahan data dilakukan pada bulan Februari hingga
bulan April 2008.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
dari hasil pengamatan (observasi) dan wawancara langsung di lapangan dengan
pelaku lembaga-lembaga pemasaran seperti petani, pedagang pengumpul,
pedagang pengecer, supplier dan konsumen akhir pepaya California. Kegiatan
wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kegiatan yang dilakukan oleh
para petani baik dari kegiatan budidaya sampai pada tahap saluran pemasaran.
Data sekunder diperoleh dari laporan atau catatan setiap petani, Dinas Pertanian
Kabupaten Bogor, Biro Pusat Statistik (BPS), artikel dan literatur yang relevan
dengan penelitian yang dilakukan.
33
4.3. Metode Pengambilan Responden
Pemilihan responden petani pepaya California dilakukan dengan
menggunakan metode accidental sampling, yaitu petani responden di desa
Cimande dan desa Lemahduhur tersebut dipilih karena secara kebetulan ditemui,
dan selanjutnya informasi untuk responden berikutnya diketahui dari responden
yang telah diwawancarai sebelumnya. Hal tersebut dilakukan karena informasi
mengenai jumlah data petani di lokasi penelitian tersebut tidak diketahui. Jumlah
petani yang dijadikan responden sebanyak 10 orang, yaitu tujuh orang berasal dari
desa Cimande dan tiga orang berasal dari desa Lemahduhur. Kemudian responden
tersebut dikelompokkan berdasarkan skala usaha, yaitu besarnya luas lahan yang
digunakan masing-masing responden untuk melakukan kegiatan usahatani pepaya
California. Luas lahan yang beragam yang digunakan para petani dibagi atas tiga
kategori yakni: skala usaha kecil (petani yang menggunakan lahan < 1 hektar)
sebanyak enam responden, skala usaha menengah (petani yang menggunakan
lahan 1 sampai < 2 hektar) sebanyak dua responden dan skala usaha besar (petani
yang menggunakan lahan ≥ 2 hektar) sebanyak dua responden. Jadi dalam
penelitian ini jumlah keseluruhan responden adalah sebanyak 10 orang.
Dajan (1986), mengatakan bahwa terdapat tiga hal pokok yang perlu
diperhatikan dalam menyusun data ke dalam distribusi frekuensi, yaitu:
1. Penentuan jumlah kelas, tergantung pada pertimbangan-pertimbangan
praktis yang masuk akal dan kegunaan distribusi frekuensi itu sendiri.
2. Penentuan interval kelas, menunjukkan bahwa besarnya interval kelas bagi
tiap-tiap kelas bertalian erat dengan penentuan jumlah kelas dan sebaiknya
diusahakan agar sama semua serta dalam bilangan-bilangan yang praktis.
34
Bilangan yang praktis ialah bilangan yang mudah digunakan untuk hitung-
menghitung atau sebagai pedoman guna menentukan batas kelas maupun
tepi kelas. Batas kelas sebaiknya dinyatakan dalam bilangan bulat agar
tidak tidak terdapat keragu-raguan dalam memasukkan angka-angka ke
dalam kelas-kelas yang sesuai.
3. Penentuan titik tengah, ditentukan dengan merata-ratakan nilai dari kedua
batas kelas atau kedua tepi kelas. Beda atau selisih antara kedua titik
tengah merupakan interval kelas.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
pengamatan langsung (observasi) dan metode kuesioner (angket).
Pengamatan langsung (observasi) dilakukan dengan mengamati proses
terjadinya beberapa kegiatan budidaya dan pemasaran pepaya California yang
berlangsung di lokasi penelitian. Penulis juga melakukan wawancara dengan para
petani, pedagang pengumpul, supplier, dan pedagang pengecer untuk mengetahui
sistem pemasaran pepaya California. Selain itu juga diajukan pertanyaan-
pertanyaan dalam bentuk kuesioner mengenai kegiatan pemasaran pepaya
California di daerah tempat penelitian. Untuk menganalisis pendapatan yang
diperoleh dari usahatani pepaya California diajukan pertanyaan-pertanyaan seperti
jumlah produksi, luas lahan, penggunaan tenaga kerja dan biaya-biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi. Pertanyaan yang diajukan kepada petani
antara lain karakteristik petani seperti nama, umur, pendidikan dan sebagainya.
Hal ini digunakan untuk melihat gambaran umum petani didaerah penelitian.
35
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis
secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam
bentuk deskriptif tabulasi dan statistik sederhana dengan bantuan kalkulator dan
komputer. Analisis yang dilakukan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis
saluran pemasaran, analisis efisiensi saluran pemasaran, yaitu: analisis marjin
pemasaran, analisis farmer’s Share dan analisis keuntungan dan biaya.
4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani
Menurut Hernanto (1989), analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk
mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Untuk
menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus:
Dimana: TR = Total Penerimaan
TC = Total Pengeluaran
Dengan kiteria:
1. Jika TR>TC maka usaha untung,
2. Jika TR=TC, maka usaha impas, dan
3. Jika TR<TC, maka usaha rugi
Selanjutnya akan dianalisis efisiensi usahatani dengan menggunakan
analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Analisis R/C ratio bertujuan untuk
menguji sejauh mana hasil yang diperoleh dari usaha tertentu (dihitung selama
satu periode) cukup menguntungkan. Seberapa jauh setiap biaya yang dipakai
Pendapatan (π) = TR – TC
36
dalam kegiatan usaha usahatani tertentu dapat memberikan nilai penerimaan
sebagai manfaatnya. Formulasi rumus sebagai berikut:
Dimana : Q = Total Produksi (Kg)
P = Harga Jual Produk (Rp)
Bt = Biaya tunai (Rp)
BD = Biaya Diperhitungkan (Rp)
4.5.2. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran pepaya California diteliti dari produsen sampai ke
konsumen akhir, dan pola pemasarannya didasarkan pada alur pemasaran yang
terjadi di tempat penelitian.
4.5.3. Analisis Efisiensi Pemasaran
Menurut Mubyarto (1989) sistem tataniaga dikatakan efisien apabila
memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani
produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan mampu
mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh
konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Efisiensi tataniaga dapat dibagi
menjadi dua kategori, yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi
ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi
operasional pada proses tataniaga suatu produk yaitu analisis marjin tataniaga,
farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya.
BiayaTotal
TotalPenerimaanCratioR =/ =
BDBT
PQ
+
.
37
4.5.3.1. Analisis Farmer’s Share
Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan
tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s
share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima
lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan
Sitorus, 1987). Farmer’s Share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran,
artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani
(Farmer’s Share) semakin rendah. Rumus untuk menghitung Farmer’s Share
adalah:
Dimana :
Fs = Farmer’s Share
Pf = Harga di tingkat petani
Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir
4.5.3.2. Marjin Pemasaran
Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi
pemasaran pepaya California. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga
yang terjadi di tingkat produsen (harga beli) dengan harga di tingkat konsumen
(harga jual). Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan
dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Limbong dan
Sitorus (1987), perhitungan marjin tataniaga secara matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
%100Prx
PfFs =
38
dimana:
Mi = Marjin pemasaran pada tingkat ke-i
Hji = Harga jual pasar tingkat ke-i
Hbi = Harga beli pasar tingkat ke-i
Besarnya marjin pemasaran juga dapat diperoleh dengan menjumlahkan
biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh dari setiap lembaga
pemasaran, yaitu:
dimana:
Mi = Marjin pemasaran pada tingkat ke-i
Ci = biaya lembaga pemasaran di tingkat ke-i
πi = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i
Sehingga:
Berdasarkan persamaan di atas, maka keuntungan pada tingkat ke-i adalah:
Maka besarnya marjin pemasaran adalah:
Mi = Ci + πi
Mi = Hji-Hbi
Hji – Hbi = Ci + πi
mi = ∑Mi
πi = Hji – Hbi - Ci
39
dimana:
i = 1,2,3,.....,n
mi = Total marjin tataniaga
4.5.3.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio
keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga
mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang
dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan
dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien
(Limbong dan Sitorus, 1987). Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan
besarnya keuntungan yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya
tataniaga yang dikeluarkan. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Dimana :
Keuntungan ke-i = keuntungan lembaga pemasaran
Biaya ke-i = Biaya lembaga pemasaran
Rasio Keuntungan dan Biaya = TotalBiaya
unganTotalKeunt
40
4.6. Definisi Operasional
Saluran Pemasaran adalah saluran yang digunakan oleh lembaga pemasaran
untuk menyalurkan komoditi pepaya California dari titik produsen sampai sampai
ke titik konsumen yang membentuk pola pemasaran.
Lembaga Pemasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi
pemasaran mulai dari titik produsen (petani) serta lembaga perantara lainnya.
Petani pepaya California adalah petani yang memiliki pohon pepaya California,
memproduksi dan melalukan penjualan pepaya California.
Pedagang pengumpul adalah pedagang yang melakukan pembelian dari petani,
mengumpulkannya dan menjual kembali ke pedagang lainnya yang lebih besar.
Pengecer adalah pedagang yang melakukan penjualan pepaya California ke
konsumen langsung.
Harga yang diterima petani adalah hasil produksi pepaya California yang dijual
petani tanpa memasukkan pengepakan/pengangkutan ke dalam harga penjualan
atau dengan kata lain harga pada saat panen.
Harga eceran/harga konsumen adalah harga transaksi antara penjual dan
pembeli untuk setiap pepaya California yang diecerkan.
BAB V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Penelitian
Lokasi penelitian tepatnya berada di desa Cimande dan desa Lemahduhur,
kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas
Pertanian kabupaten Bogor, tercatat bahwa kabupaten Bogor terdiri dari 30
kecamatan, 425 desa/kelurahan, 3.136 rukun warga, 11.359 rukun tetangga yang
terdapat dalam registrasi. Dari jumlah desa tersebut mayoritas desa berada pada
ketinggian sekitar < 500 m terhadap permukaan laut, yaitu 232 desa, 144 desa
berada pada ketinggian antara 500-700 m di atas permukaan laut dan sisanya 49
desa berada > 700 m di atas permukaan laut.
Desa Cimande, sebagai salah satu lokasi penelitian merupakan salah satu
dari desa yang ada di kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah
354 ha yang terdiri dari dua dusun, empat RW dan 17 RT. Sedangkan Desa
Lemahduhur dengan luas wilayah 311 ha yang terdiri dari tiga dusun, tujuh RW
dan 33 RT. Secara orbitasi dan jarak tempuh, jarak desa Cimande ke kecamatan
Caringin adalah 5 km dengan waktu tempuh sekitar 15 menit dan jarak Desa
Lemahduhur ke kecamatan Caringin adalah 4 km dengan waktu tempuh 13 menit.
Desa Cimande berada pada ketingian di atas 550 m dari permukaan laut dengan
suhu rata-rata 28 – 31o C. Sedangkan desa Lemahduhur berada pada ketinggian
700 meter dengan suhu rata-rata 24 – 250 C.
Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar tanah yang terdapat di
desa Cimande dan Lemahduhur, kecamatan Caringin digunakan sebagai sawah,
dan ladang, artinya sebagian besar penduduk ini hidup dari bercocok tanam,
42
sedangkan untuk areal pemukiman dan perumahan bagi responden dan penduduk
desa termasuk dalam urutan kedua. Urutan selanjutnya adalah, penggunaan
tegalan/kebun sebagai usaha budidaya tanaman pepaya California. Warga desa
melakukan usaha budidaya pepaya California baik sebagai pekerjaan utama
maupun sebagai pekerjaan sampingan.
Adapun batas wilayah Desa Cimande sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Desa Pancawati
2. Sebelah Selatan : Desa Lemahduhur
3. Sebelah Barat : Desa Ciderum
4. Sebelah Timur : Pegunungan Pangrango
Sedangkan batas wilayah Desa Lemahduhur sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Desa Cimande
2. Sebelah Selatan : Desa Pasirmuncang
3. Sebelah Barat : Desa Cimande Hilir
4. Sebelah Timur : Pegunungan Pangrango
5.2. Keadaan Penduduk
Kecamatan Caringin terdiri dari 12 desa, yaitu 7 desa merupakan desa
kota, dan 5 desa merupakan desa pedesaan. Dari 12 desa tersebut, desa Cimande
dan desa Lemahduhur merupakan sentra produksi pepaya California (dapat dilihat
pada Lampiran 3). Menurut laporan bulanan kecamatan Caringin, jumlah
penduduk yang ada pada bulan Desember Tahun 2007 mencapai 111.196 orang,
yang terdiri dari 57.351 orang laki-laki dan 53.845 orang perempuan.
43
Jumlah penduduk di desa Cimande pada Tahun 2007 berjumlah 6.006,
terdiri dari 3.120 orang laki-laki dan 2.886 orang perempuan, sedangkan jumlah
penduduk di desa Lemahduhur Tahun 2007 berjumlah 11.694, terdiri dari 6.050
orang laki-laki dan 5.644 orang perempuan. Jumlah penduduk yang ada di desa
Cimande dan desa Lemahduhur Tahun 2007 menurut mata pencaharian dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Penduduk di desa Cimande dan desa Lemahduhur Tahun 2007 Menurut Mata Pencaharian.
Desa Uraian
Cimande (%) Lemahduhur (%)
1. Petani 540 8,99 564 4,82 - petani pemilik tanah 320 5,33 11 0,09 - petani penggarap tanah 50 0,83 53 0,45 - buruh tani 170 2,83 500 4,28 2. Pengusaha 4 0,07 14 0,12 3. Pengrajin 35 0,58 25 0,21 4. Industri Kecil 30 0,50 1 0,01 5. Buruh Industri 185 3,08 361 3,09 6. Pertukangan 48 0,80 200 1,71 7. Pedagang 320 5,33 131 1,12 8. Pengemudi/jasa 165 2,75 49 0,42 9. Pegawai Negeri Sipil 7 0,12 55 0,47 10. TNI/POLRI 0 0,00 1 0,01 11. Pensiunan/Purnawirawan 19 0,32 20 0,17 12. Lainnya 4.653 77,47 10.273 87,85 Jumlah 6.006 100,00 11.694 100,00
Sumber: Laporan Data Monografi desa Cimande dan desa Lemahduhur, 2007
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar mata pencaharian yang
dimiliki oleh penduduk di kedua desa tersebut adalah petani, yaitu di desa
Cimande berjumlah 540 orang petani (8,99 persen dari total jumlah
penduduknya). Sedangkan di desa Lemahduhur berjumlah 564 orang petani (4,82
persen dari total jumlah penduduknya). Hal inilah yang menunjukkan bahwa
sebagian besar penduduk di kedua desa tersebut hidup dari bercocok tanam.
44
5.3. Karakteristik Responden Petani Pepaya California
Karakteristik responden petani pepaya California akan diuraikan
berdasarkan skala usaha, status kepemilikan usaha, tingkat pendidikan, kelompok
umur, tingkat penggunaan input dan pola saluran pemasaran.
5.3.1. Status kepemilikan usaha
Kegiatan usahatani pepaya California yang dilakukan oleh petani
responden pepaya California di desa Cimande dan desa Lemahduhur terbagi
menjadi tiga skala, yaitu responden skala kecil, skala menengah dan skala besar.
Petani responden skala kecil adalah petani yang menggunakan lahan < 1 hektar,
petani responden skala menengah dengan luas lahan 1 sampai < 2 hektar,
sedangkan petani responden skala besar adalah petani yang menggunakan luas
lahan ≥ 2 ha).
Tabel 6. Jumlah Responden Petani Pepaya California Berdasarkan Skala Usaha dan Status Kepemilikan Usaha di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur
Status kepemilikan (orang)
Skala usaha
Luas Lahan (Ha)
Jumlah Produksi (Kg/tahun)
Jumlah responden
Sendiri Sewa Kecil < 1 4320-60.479 6 6 0 Menengah 1 – < 2 60.480-116.639 2 2 0 Besar ≥ 2 116.640-172.800 2 1 1
Jumlah 10 9 1 Sumber : Data Primer, 2008
Dari Tabel di atas dapat dilihat, jumlah petani responden yang memiliki
skala usaha kecil sebanyak 6 orang, skala usaha menengah sebanyak 2 orang dan
petani responden yang memiliki skala usaha besar sebanyak 2 orang. Status
kepemilikan patani responden usahatani pepaya California terbagi dalam dua
kategori. Dari keseluruhan petani responden di lokasi penelitian, terdapat 9 orang
45
yang memiliki usaha sendiri, sedangkan petani yang melakukan usahatani dengan
menyewa lahan orang lain berjumlah 1 orang.
5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Umur Petani Responden
Dari hasil wawancara dengan 10 orang jumlah petani responden, yang
memiliki tingkat pendidikan Sarjana berjumlah 1 orang petani (10 persen), SLTA
berjumlah 3 orang (30 persen), SLTP berjumlah 4 orang (40 persen), dan SD
berjumlah 2 orang (20 persen).
Tabel 7. Jumlah Responden Pepaya california Berdasarkan Umur dan Tingkat Pendidikan Umur di desa Cimande dan desa Lemahduhur
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Sarjana 1 10 SLTA 3 30 SLTP 4 40 SD 2 20 Total 10 100
Umur Responden 35-42 5 50 43-50 2 20 >50 3 30 Total 10 100
Sumber : Data Primer, 2008
Klasifikasi umur dari 10 orang petani responden yang diambil terbagi
menjadi tiga kelompok yaitu: kelompok umur 35-42 tahun sebanyak 5 orang
petani (50 persen), kelompok umur 43-50 tahun sebanyak 2 orang petani (20
persen) dan kelompok umur > 50 tahun sebanyak 3 orang petani (30 persen).
46
5.3.3. Tingkat Penggunaan Input, Jumlah Penerimaan dan Pola Saluran
Pemasaran
Input yang digunakan oleh petani dilihat dari semua jenis biaya yang
dikeluarkan petani responden dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya
California. Rincian penggunaan biaya oleh masing-masing responden dalam satu
tahun dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran, Jumlah Produksi dan Tingkat Penerimaan.
Uraian Jumlah Responden
(Orang) Persentase
(%) 1. Pengeluaran Responden (Rp/Tahun) < 10.000.000 2 20 10.000.000 - 50.000/000 7 70 > 50.000.000 1 10 Jumlah 10 100
2. Jumlah Produksi (Kg/Tahun) < 10.000 3 30 10.000 - 50.000 3 30 >50.000 4 40 Jumlah 10 100
3. Penerimaan (Rp/Tahun) < 10.000.000 1 10 10.000.000 - 50.000/000 4 40 > 50.000.000 5 50 Jumlah 10 100
4. Pendapatan (Rp/Tahun)
< 10.000.000 3 30 10.000.000 - 50.000/000 2 20 > 50.000.000 5 50 Jumlah 10 100
Dari 10 orang responden diketahui bahwa tingkat pengeluaran per tahun
antara Rp 10.000.000 sampai Rp 50.000.000 merupakan yang paling banyak yaitu
sebanyak tujuh orang responden. Jumlah produksi per tahun yang terbanyak
diperoleh responden adalah lebih dari 50.000 kg sebanyak empat orang, dan
penerimaan responden diatas Rp 10.000.000 per tahun juga yang terbanyak yaitu
lima responden. Dari tabel juga dapat diketahui bahwa sebanyak lima responden
47
memperoleh pendapatan di atas Rp 50.000.000 per tahun. Dari penjelasan tersebut
dapat terlihat bahwa kegiatan usahatani pepaya California sangatlah menjanjikan
keuntungan.
Dilihat dari segi pemasaran, diketahui bahwa terdapat dua pola saluran
yang dipilih oleh petani responden.
Tabel 9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pola Saluran Pemasaran Petani responden
Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Saluran Pemasaran 1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ Saluran Pemasaran II √ Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memilih pola
saluran I (petani – supplier – pedagang pengecer – konsumen akhir) adalah
sebanyak sembilan orang. Sedangkan responden yang memilih pola saluran II
sebanyak satu orang, yang mana petani tersebut langsung memasarkan pepaya
kepada pabrik. Petani tersebut juga sebagai pedagang pengumpul pepaya bangkok
yang berasal dari petani di kecamatan lainnya.
5.4. Teknik Budidaya Pepaya California
Kegiatan budidaya tanaman pepaya California yang dilakukan di daerah
penelitian meliputi persiapan bibit, persemaian, penanaman, pemeliharaan, panen
dan pasca panen.
5.4.1. Persiapan Bibit
Bibit pepaya California yang digunakan oleh para petani di daerah
penelitian adalah bibit yang dibeli langsung di toko dalam bentuk polibag dengan
harga Rp 1500 per pohon per polibag. Tetapi ada juga sebagian petani yang
48
menggunakan biji yang dibeli dari toko untuk disemai sendiri seharga Rp 200 per
biji. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghemat biaya.
5.4.2. Persemaian
5.4.2.1. Pengisian Media Tanam Ke Polibag
Sebelum persemaian biji dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah
mempersiapkan media dan polibag. Media tanam yang dipergunakan adalah
berupa tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1. Kemudian kompos dicampur
dengan tanah hingga rata dan setelah itu diayak sebelum dimasukan ke dalam
polibag dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran–kotoran yang ada. Pengisian
media ke polibag dilakukan sampai batas kurang lebih 1 cm dari permukaan atas
polibag. Supaya tanah lebih padat dan tidak tumpah, media tanam disiram dengan
air. Harga kompos di daerah penelitian adalah Rp 5000 per karung dengan berat
50 kilogram (kg) per karung.
5.4.2.2. Penyemaian
Dalam melakukan penyemaian, setiap polibag diisi dengan satu biji
pepaya. Persemaian benih dilakukan dengan cara membenamkan biji tersebut
kesetiap polibag yang sudah berisi media tanam dengan kedalaman 1 cm. waktu
yang dibutuhkan dalam penyemaian adalah satu bulan. Kegiatan pemeliharaan
yang dilakukan selama penyemaian adalah penyiraman dan penyiangan gulma
(mencabut rumput) yang ada di dalam polibag maupun yang tumbuh disekitar
tempat persemaian pepaya. Penyiraman biasanya dilakukan setiap hari atau 2 hari
sekali. Penyiangan dilakukan apabila ada muncul rumput liar disekitar persemaian
pepaya.
49
5.4.3. Penanaman
5.4.3.1. Pembuatan Lobang Tanam dan Penanaman
Sebelum dilakukan penanaman, lahan terlebih dahulu dibersihkan dan
diolah dengan baik. Setelah itu tanah tersebut dicangkul hingga gembur,
kemudian dibuat lobang tanam berukuran 60 cm x 60 cm dengan kedalaman 65
cm. jarak tanam yang dilakukan para petani di daerah penelitian adalah berbeda-
beda, yaitu : 2 m x 2,5 m sebanyak 7 orang petani; 2 m x 1,5 m sebanyak 2 orang
dan 2,5 m x 2,5 m sebanyak 1 orang. Masing-masing umur tanaman, luas lahan,
jarak tanam, jumlah tanaman dan jumlah produksi pepaya California yang
dihasilkan petani responden di daerah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.
Penanaman adalah pemindahan bibit ke lahan setelah penyemaian selesai
dilakukan. Sebelum ditanam ke lahan bibit terlebih dahulu diseleksi untuk
mendapatkan bibit yang baik pertumbuhannya. Pemindahan bibit dari polibag ke
lahan dilakukan secara hati-hati agar bibit tidak rusak.
5.4.4. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di daerah penelitian adalah
meliputi : penyiraman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pembumbunan, dan
pengendalian hama penyakit.
5.4.4.1. Penyiraman, Penyulaman dan Penyiangan
Penyiraman dilakukan secara rutin apabila tidak hujan dengan
menggunakan hand sprayer. Petani membeli hand sprayer di toko dengan harga
Rp 350.000 per unit.
50
Tujuan penyulaman adalah untuk menggantikan tanaman yang mati karena
penyakit atau pertumbuhannya tidak baik. Penyulaman biasanya dilakukan satu
minggu setelah tanam (MST) tergantung dari ada atau tidaknya tanaman yang
mati, pertumbuhannya tidak baik dan terkena penyakit.
Penyiangan atau pembersihan dilakukan dengan tujuan untuk menghindari
persaingan untuk mendapatkan unsur hara atau nutrisi yang ada di dalam tanah.
Penyiangan biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 2 bulan dan dikerjakan
tergantung dari ada atau tidaknya rumput atau gulma yang tumbuh. Alat yang
digunakan untuk penyiangan di daerah penelitian adalah cangkul, arit dan garpu.
Harga cangkul adalah Rp 40.000 per unit, garpu adalah Rp 50.000 per unit, dan
arit adalah Rp 20.000 per unit.
5.4.4.2. Pemupukan, Pembumbunan, dan Pengendalian Hama dan Penyakit
Pemupukan pohon pepaya di daerah penelitian adalah dengan
menggunakan pupuk organik (kompos) dan anorganik (NPK). Untuk pupuk
kompos, pemberiannya dilakukan pada saat tanaman berumur 3 bulan, 6 bulan
dan 8 bulan. Pemberian pupuk kompos dalam satu kali adalah sebanyak 0,5-1
karung per pohon. Sedangkan pemberian pupuk NPK dilakukan pada saat umur
tanaman sudah mencapai 2 minggu dengan dosis berkisar antara 50 hingga 100
gram per pohon. Pemupukan berikutnya dilakukan pada saat umur tanaman 3
bulan dan 5 bulan dengan dosis masing-masing berkisar antara 50 hingga 100
gram per pohon. Pemberian pupuk NPK dilakukan dengan cara tabur. Rata-rata
harga NPK yang dibeli masing-masing petani di daerah penelitian adalah Rp
4000/kg.
51
Pembubunan dilakukan dengan tujuan untuk memperkokoh tanaman agar
tidak tumbang serta memperbaiki saluran air. Pembumbunan dilakukan pada saat
tanaman berumur 6 bulan atau bersamaan pada saat pemupukan.
Hama yang menyerang tanaman pepaya California di daerah penelitian
adalah belalang dan semut. Pengendaliannya yaitu dilakukan dengan cara
penyemprotan insektisida. Sedangkan penyakit yang biasanya menyerang adalah
busuk batang, busuk akar, busuk buah dan keriting daun. Pengendaliannya yaitu
dengan cara penyemprotan fungisida. Penyemprotan terhadap hama atau penyakit
dilakukan tergantung serangan.
5.4.5. Panen dan Pasca Panen
Pemanenan pertama tanaman pepaya kalifornia dilakukan pada saat
tanaman berumur 9 bulan. Pemanenan dilakukan dengan cara langsung memetik
buah yang telah memenuhi kriteria buah siap panen. Kriteria buah yang sudah siap
dipanen adalah buah yang sudah colat, artinya buah tersebut sudah berwarna
kekuning-kuningan. Buah yang sudah dipetik dimasukan ke dalam keranjang dan
dikumpulkan di tempat pengangkutan untuk selanjutnya siap dipasarkan.
Sistem pemasaran yang dilakukan oleh para petani di lokasi penelitian
terdiri dari dua pola saluran. Pada pola saluran I, petani menjual pepayanya
kepada supplier, kemudian supplier menjualnya lagi ke pasar swalayan, untuk
selanjutnya dijual kepada konsumen akhir. Pasar swalayan yang menjadi tempat
pemasaran pepaya California yang berasal dari desa Cimande dan desa
Lemahduhur seperti: Carrefour, Giant, Jogya dan Hipermart. Sedangkan pada pola
saluran pemasaran II, petani menjual langsung pepayanya ke pabrik pengolahan
saos, yang mana petani tersebut merupakan padagang pengumpul pepaya
52
bangkok. Pemanenan tersebut dapat dilakukan dua kali seminggu hingga umur
tanaman mencapai empat tahun. Harga pepaya yang dijual oleh petani responden
pada pola saluran I adalah Rp 1900, sedangkan harga pepaya yang dijual oleh
petani responden saluran II adalah Rp 2200.
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya California
Besarnya pendapatan usahatani tergantung pada besarnya penerimaan dan
pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Soekartawi dkk, 1986). Menurut
Hernanto (1989), analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk
mengevaluasi kegiatan usaha pertanian dalam satu tahun, dengan tujuan untuk
membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Analisis pendapatan usahatani
bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang
dilakukan. Untuk menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus:
Analisis pendapatan usahatani yang dibahas dalam penelitian ini adalah
analisis pendapatan usahatani pepaya California yang dilakukan pada beberapa
petani yang dikelompokkan berdasarkan skala usaha, yaitu luas lahan yang
digunakan masing-masing petani. Hal ini dilakukan untuk mengetahui petani yang
bagaimana yang mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Dari hasil
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pendapatan usahatani pepaya
California dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu: (1) skala usaha kecil (petani
yang menggunakan lahan < 1 hektar) sebanyak enam responden, (2 )skala usaha
menengah (petani yang menggunakan lahan 1 sampai < 2 hektar) sebanyak dua
responden dan (3) skala usaha besar (petani yang menggunakan lahan ≥ 2 hektar)
sebanyak dua responden.
Pendapatan (π) = TR – TC
54
6.1.1. Penerimaan Usahatani
Penerimaan merupakan hasil kali jumlah produksi total dan harga jual per
satuan. Produksi rata-rata pepaya California yang dihasilkan oleh petani
responden adalah sebanyak 65.296 kg dengan luas lahan rata-rata 0,94 hektar
(ha). Harga rata-rata pepaya California yang dijual petani responden adalah Rp.
1.930 per kg, sehingga rata-rata penerimaan yang diperoleh petani responden di
daerah penelitian selama satu tahun adalah sebesar Rp. 126.021.280 (Tabel 10).
Jika dilihat produktivitasnya (jumlah produksi per hektar) pada Lampiran 2, dapat
diketahui bahwa produktivitas pepaya California adalah sebesar 69.537,81 kg
untuk jumlah tanaman 1522 pohon lebih tinggi dibanding produksi untuk luasan
0,94 hektar. Peningkatan produksi tersebut adalah sebesar 6,50 persen, sehingga
dapat dikatakan bahwa untuk luasan satu hektar jumlah tanaman pepaya
California yang cocok ditanam adalah sebanyak 1522 pohon.
6.1.2. Biaya Usahatani
Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya
pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta
biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung
berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga.
Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan
alat-alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan dalam biaya
yang diperhitungkan.
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya tunai yang
dikeluarkan oleh petani responden adalah Rp. 31.125.475 (88,77 persen) dengan
55
luas lahan rata-rata 0,94 hektar dan jumlah populasi pepaya California sebanyak
1.429 pohon (Lampiran 2). Persentase terbesar terhadap total biaya adalah pupuk
kompos yaitu sebesar Rp 18.177.500 (51,84 persen) dengan jumlah penggunaan
rata-rata sebanyak 3.635,5 karung. Hal tersebut disebabkan karena para petani
lebih banyak menggunakan pupuk kompos dibandingkan input yang lain.
Penggunaan pupuk kompos tersebut dimulai dari proses pengolahan lahan,
persemaian, hingga masa pra panen. Selanjutnya, pupuk kompos tersebut tetap
digunakan petani setelah penen sampai pepaya California tersebut tidak
berproduksi lagi (berumur empat tahun).
Tabel 10. Rata-rata Pendapatan Petani Responden Untuk Luas Lahan 0,94 Hektar
Tahun 2007 – 2008 (1 Tahun)
Uraian Jumlah
(Satuan)
Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp)
%
Terhadap
Total
Biaya
1. Penerimaan 65.296 kg 1.930 126.021.280 2. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 1.391 1.500 2.086.375 5,95 b. Pupuk kompos (karung) 3.635.5 5.000 18.177.500 51,84 c. Pupuk NPK (kg) 383.3 3.000 1.149.900 3,28 d. Kapur (kg) 3.370.5 400 1.348.200 3,85 e. Obat-obatan (kg) 1,75 70.000 122.500 0,35 f. TKLK (HOK) 549,4 15.000 8.241.000 23,50 Total Biaya Tunai 31.125.475 88,77
3. Biaya Diperhitungkan
a. Sewa Lahan (ha) 0,94 4.000.000 3.756.000 10,71 b. Penyusutan Peralatan (Rp) 179.900 0,51 c. TKDK (HOK) 63,5 15.000 952.500 0,03 Total Biaya Diperhitungkan 3.935.900 11,23
4. Total Biaya (2+3) 35.061.375 100,00
5. Pendapatan atas biaya tunai 94.895.805 6. Pendapatan atas total biaya 90.959.905 7. R/C Ratio atas biaya tunai 4,05 8. R/C Ratio atas total biaya 3,59
56
Petani juga menggunakan pupuk NPK dengan tujuan agar tanaman dapat
tumbuh subur dan cepat panen. Penggunaan pupuk NPK dengan rata-rata 383,3
kg, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pupuk NPK sebesar Rp 1.149.900.
Selain pupuk kompos dan pupuk NPK, petani juga menggunakan kapur dengan
jumlah rata-rata 3.370.5 kg dan harga Rp 400 per kg, sehingga biaya yang
dikeluarkan untuk kapur adalah Rp 1.348.200. Penggunaan kapur tersebut
disebabkan oleh jenis tanah yang akan ditanami pepaya California di lokasi
penelitian bersifat asam (pH kurang dari 5). Penggunaan bibit oleh petani
responden dengan jumlah rata-rata 1.429 pohon adalah sebanyak 1.391 polibag.
Hal ini disebabkan oleh adanya petani yang membeli bibit berupa biji pepaya
California untuk kemudian disemai sendiri dengan tujuan menghemat biaya.
Harga bibit per polibag adalah Rp 1.500, sehingga total biaya untuk bibit adalah
sebesar Rp 20.863.750.
Petani juga menggunakan obat-obatan untuk memberantas hama dan
penyakit yang dapat mengganggu tanaman. Jenis obat-obatan yang digunakan
petani responden di lokasi penelitian adalah dithene 45. Hal ini disebabkan oleh
pengalaman dari petani lain maupun petani itu sendiri dalam usahatani. Biaya
rata-rata yang dikeluarkan petani untuk obat-obatan sebanyak 1,75 kg dengan
luasan rata-rata 0,94 hektar dan harga Rp 70.000 per kilogram adalah sebesar Rp
122.500.
Biaya tenaga kerja terdiri dari biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK)
yang termasuk dalam biaya tunai dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK)
yang termasuk dalam biaya yang diperhitungkan. Biaya yang dikelurkan untuk
TKLK sebanyak 549,4 dengan upah per HOK Rp 15.000 adalah sebesar Rp
57
8.241.000 (23,5 persen). Sedangkan biaya yang dikelurkan untuk TKDK
sebanyak 63.5 HOK adalah sebesar Rp 952.500 (0,03 persen), sehingga total
biaya untuk tenaga kerja sebanyak 621,9 HOK adalah sebesar Rp 9.193.500
(26,22 persen) dari keseluruhan total biaya. Rp 8.241.000 (23,5 persen).
Biaya yang diperhitungkan yang digunakan oleh petani Responden sebesar
Rp 3.935.900 (11,23 persen) yang terdiri dari: biaya atas sewa lahan, penyusutan
peralatan dan biaya TKDK. Harga sewa lahan berpatokan pada harga sewa lahan
yang berlaku di lokasi penelitian pada saat ini. Besarnya biaya sewa lahan untuk
luasan rata-rata 0,94 ha dengan harga Rp 4.000.000 per hektar per tahun adalah
Rp 3.756.000 (10,71 persen).
Jenis peralatan yang digunakan oleh petani responden dalam melakukan
kegiatan usahatani pepaya California di daerah penelitian adalah cangkul, garpu,
arit, sprayer dan ember. Metode yang digunakan dalam menghitung nilai
penyusutan peralatan adalah metode garis lurus dengan asumsi bahwa peralatan
tidak dapat digunakan lagi setelah melewati umur teknis.
Tabel 11. Rata – Rata Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Pepaya California Per Tahun
Uraian Volume (unit)
Harga (Rp/unit)
Nilai (Rp/tahun)
Umur Ekonomis (Tahun)
Nilai Penyusutan (Rp/tahun)
1. Cangkul 28 40.000 1.120.000 5 224.000 2. Garpu 14 50.000 700.000 4 175.000 3. Arit 16 20.000 320.000 4 80.000 4. Sprayer 12 350.000 4.200.000 6 700.000 5. Ember 31 20.000 620.000 1 620.000 Jumlah 1.799.000 Rata-rata 179.900
58
Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata – rata nilai penyusutan peralatan pada
usahatani pepaya California sebesar Rp 179900 per tahun (0.51 persen) dari total
biaya.
Pendapatan atas total biaya untuk luas lahan rata-rata 0,94 hektar dengan
rata-rata produksi 65.296 kg dan jumlah total biaya Rp 35.061.375 adalah sebesar
Rp 90.959.905. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp
94.895.805 dari Rp 31.125.475 total biaya tunai yang digunakan (Tabel 10).
Pendapatan yang diperoleh masing-masing petani responden selama satu tahun
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan informasi penerimaan dan biaya tersebut, maka diperoleh
nilai imbangan dan biaya atau Return and Cost total pada Ratio (R/C) total sebesar
3.59, yang artinya untuk setiap rupiah biaya total yang dikeluarkan petani maka
petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,59. Sedangkan untuk
R/C atas biaya tunai sebesar 4.05, artinya adalah untuk setiap rupiah biaya tunai
yang dikeluarkan petani maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan
sebesar Rp 4,05. Besarnya nilai R/C tersebut disebabkan oleh banyaknya jumlah
produksi yang dihasilkan petani dalam melakukan usahatani pepaya California.
Selain itu, penggunaan biaya produksi yang tidak terlalu besar menyebabkan nilai
R/C yang diterima petani cukup besar.
Dari hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa usahatani pepaya
California di desa Cimande dan desa Lemahduhur adalah efisien karena kedua
nilai R/C tersebut lebih dari satu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
usahatani pepaya California tersebut menguntungkan dan layak untuk
dikembangkan.
59
6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya California Berdasarkan Skala
Usaha
Menurut Soekartawi dkk (1986), besar kecilnya tingkat pendapatan yang
diperoleh petani dipengaruhi antara lain : (1) skala usaha, (2) ketersediaan modal,
(3) ketersediaan tenaga kerja keluarga, (4) tingkat pengetahuan dan ketrampilan,
(5) sarana transportasi, dan (6) sistem pemasaran yang dilakukan.
Selain menghitung rata-rata pendapatan petani responden di lokasi
penelitian, pendapatan usahatani pepaya California juga dikelompokkan
berdasarkan skala usaha, yaitu besarnya luas lahan yang digunakan masing-
masing responden untuk melakukan kegiatan usahatani pepaya California. Luas
lahan yang digunakan para petani dibagi atas tiga kategori yakni: skala usaha kecil
(petani yang menggunakan lahan < 1 hektar) sebanyak enam responden, skala
usaha menengah (petani yang menggunakan lahan 1 sampai < 2 hektar) sebanyak
dua responden dan skala usaha besar (petani yang menggunakan lahan ≥ 2 hektar)
sebanyak dua responden. Luas lahan rata-rata yang dimiliki petani skala kecil
adalah 0,35 hektar, petani skala menengah 1,15 hektar, sedangkan luas lahan rata-
rata petani skala besar adalah 2,5 hektar. Petani skala kecil menghasilkan rata-rata
produksi sebesar 20.826,67 kg, petani skala menengah menghasilkan rata-rata
produksi sebesar 105.600 kg, sedangkan petani skala besar menghasilkan rata-rata
produksi yang lebih besar yaitu 158.400 kg. Besarnya luas lahan yang dimiliki
oleh petani skala besar tersebut menyebabkan tingkat produksi pepaya California
yang dihasilkan petani skala besar tersebut menjadi lebih banyak.
Pendapatan atas biaya tunai petani responden skala besar yaitu Rp
220.239.500 lebih besar jika dibandingkan dengan petani skala kecil (Rp
28.822.175,00) dan juga petani skala menengah (Rp 167.773.000 ). Begitu pula
60
untuk pendapatan atas total biaya yang diperoleh petani responden skala besar (Rp
208.664.916,67 ), lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan petani skala
kecil (Rp 26.512.647,22) dan juga petani skala menengah (Rp 161.834.166,67).
Dari hasil analisis R/C yang dilakukan, diketahui bahwa petani responden skala
menengah memiliki nilai R/C yang lebih besar yaitu untuk R/C atas biaya tunai
sebesar 5,66 dan untuk R/C atas total biaya sebesar 4,86. Pendapatan petani
responden yang dikelompokkan berdasarkan skala usaha (luas lahan)
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Perhitungan pendapatan responden berdasarkan luas lahan tersebut
dikonversikan ke dalam luasan satu hektar dengan tujuan untuk melihat faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani tersebut untuk
luasan per hektar. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat keefisienan
petani responden tersebut dalam melakukan kegiatan usahatani pepaya California.
Tabel 12. Perbandingan Pendapatan Petani Responden Berdasarkan Skala Usaha Untuk Luas Lahan Satu Hektar Dalam Waktu Satu Tahun.
Skala Usaha Uraian Kecil Menengah Besar
1. Luas lahan rata-rata (ha) 0,35 1,15 2,5 2. Jarak Tanam (m) 2,08 x 2,17 2 x 2,5 2 x 2,5 3. Jumlah Tanaman (pohon/ha) 1.457 1.587 1.440 4. Produksi (kg/luas lahan/thn) 20.826,67 105.600 158.400 5. Produktivitas (produksi/ha/tahun) 59.789,48 91.826,09 63.360 6. Harga Jual (Rp/kg) 1930 1930 1930 7. Penerimaan (Rp/thn) 115.393.702,68 177.224.347,83 122.284.800,00 8. Biaya Tunai 32.543.383,46 31.334.782,61 34.189.000,00 9. Biaya Diperhitungkan 6.630.223,29 5.164.202,90 4.629.833,33 10. Total Biaya (Rp/thn) 39.173.606,74 36.498.985,50 38.818.833,33 11. Pendapatan atas biaya tunai 82.850.319,22 145.889.565,22 88.095.800,00
12. Pendapatan atas total biaya 76.220.095,94 140.725.362,32 83.465.966,67
13. Rasio R/C atas biaya tunai 3,55 5,66 3,58
14. Rasio R/C atas total biaya 2,95 4,86 3,15
61
Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa untuk luasan lahan satu hektar, tingkat
produktivitas pepaya California yang dihasilkan petani responden skala menengah
yaitu sebesar 91.826,09 kg dengan jumlah tanaman yang diusahakan sebanyak
1.587 pohon dan jarak tanam 2m x 2,5m lebih tinggi dibanding petani skala usaha
lainnya. Besarnya tingkat produktivitas tersebut dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan petani tersebut mengenai teknik budidaya pepaya California. Tingkat
produktivitas pepaya California untuk petani skala kecil adalah 59.789,48 kg
dengan jumlah tanaman sebanyak 1.457 pohon dan jarak tanam 2,08m x 2,17m.
Sedangkan tingkat produktivitas pepaya California yang dihasilkan oleh petani
skala besar adalah 63.360 kg dengan jumlah tanaman 1.440 pohon dan jarak
tanam 2m x 2,5 m.
Petani skala usaha menengah memperoleh pendapatan paling besar, yaitu
pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 145.889.565,22 dan pendapatan atas total
biaya sebesar Rp 140.725.362,32. Petani skala besar memperoleh pendapatan atas
biaya tunai sebesar Rp 88.095.800,00 dan pendapatan atas total biaya sebesar Rp
83.465.966,67. Sedangkan petani skala kecil memperoleh pendapatan yang paling
sedikit yaitu untuk pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 82.850.319,22 dan
untuk pendapatan atas total biaya sebesar Rp 76.220.095,94.
Penggunaan biaya untuk petani skala menengah lebih kecil dibanding
petani skala kecil dan juga skala besar. Total biaya yang dikeluarkan oleh petani
skala menengah untuk luas lahan satu hektar adalah Rp 36.498.985,50.
Penggunaan biaya yang lebih rendah tersebut menyebabkan pendapatan yang
diperoleh petani responden skala menengah menjadi lebih tinggi. Petani skala
kecil mengeluarkan total biaya sebesar Rp 39.173.606,74 dan petani skala besar
62
mengeluarkan total biaya sebesar Rp 38.818.833,33. Dari ketiga kelompok petani
responden tersebut diketahui bahwa petani skala menengah mengeluarkan biaya
untuk bibit yang paling besar yaitu Rp 2.380.434,78 dengan jumlah bibit sebanyak
1.587 polibag. Sedangkan penggunaan biaya untuk pupuk kompos, pupuk NPK
dan tenaga kerja luar keluarga oleh petani skala menengah tersebut lebih kecil
bandingkan petani skala lainnya. Biaya yang dikeluarkan petani skala menengah
untuk pupuk kompos adalah Rp 17.989.130,43 dengan jumlah pupuk kompos
sebanyak 3.598 karung. Jumlah pupuk NPK yang digunakan petani tersebut
sebanyak 317 kg dengan jumlah biaya Rp 952.173,91, sedangkan jumlah tenaga
kerja luar keluarga (TKLK) yang digunakan oleh petani tersebut adalah sebanyak
572 HOK dengan biaya sebesar Rp 8.576.086,96. Perincian biaya yang
dikeluarkan oleh petani responden berdasarkan skala usaha untuk luas lahan satu
hektar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi
kegiatan usaha pertanian dalam satu tahun, dengan tujuan untuk membantu
perbaikan pengelolaan usahatani. Salah satu ukuran efisiensi adalah dilihat dari
besarnya penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue-cost ratio atau R/C
ratio). Berdasarkan penerimaan dan biaya yang diperoleh (Tabel 12) di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa semua petani responden di lokasi penelitian (baik
skala kecil, skala menengah, dan skala besar) memperoleh keuntungan dalam
melakukan usahatani pepaya California. Hal ini dapat diketahui karena nilai R/C
atas biaya tunai maupun nilai R/C atas total biaya yang diperoleh petani tersebut
lebih besar dari satu.
63
Nilai R/C atas biaya tunai dan nilai R/C atas total biaya yang diterima oleh
petani skala menengah juga lebih besar dibandingkan petani skala besar dan
petani skala kecil (untuk luasan 1 ha). Petani skala menengah memperoleh nilai
R/C atas biaya tunai sebesar 5,66, artinya setiap satu rupiah biaya tunai yang
dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 5,66. Sedangkan
untuk R/C atas total biaya, petani tersebut memperoleh nilai R/C sebesar 4,86
yang artinya setiap satu rupiah total biaya yang dikeluarkan maka akan
memperoleh penerimaan sebesar Rp 4,86. R/C atas biaya tunai. Petani skala besar
memperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 3,58, artinya setiap satu rupiah
biaya tunai yang dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp
3,58. Nilai R/C atas total biaya yang diterima oleh petani skala besar adalah 3,15,
artinya setiap satu rupiah total biaya yang dikeluarkan maka akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp 3,15. Petani skala kecil memperoleh nilai R/C atas biaya
tunai yang paling kecil sebesar 3,55, artinya setiap satu rupiah biaya tunai yang
dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,55. Nilai R/C atas
total biaya untuk petani skala kecil adalah 2,95, artinya setiap satu rupiah biaya
tunai yang dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2,95.
Nilai R/C yang lebih besar dari satu yang dihasilkan petani responden
pada masing-masing skala usaha tersebut dapat memberikan gambaran bahwa
kegiatan usahatani pepaya California sangatlah menjanjikan keuntungan.
Berdasarkan nilai R/C di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan
usahatani pepaya California untuk luas lahan satu hektar yang dilakukan oleh
petani skala menengah lebih efisien dibandingkan petani skala lain. Untuk luasan
tersebut, jumlah tanaman yang lebih efisien untuk diusahakan adalah sebanyak
64
1.587 pohon dengan jarak tanam 2 m x 2,5 m. Banyaknya jumlah tanaman ini
tidak jauh beda dengan rata-rata jumlah tanaman pepaya California dari
keseluruhan petani responden untuk luas lahan satu hektar yaitu 1.522 pohon.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani responden di
desa Cimande dan desa Lemahduhur adalah: luas lahan, jumlah tanaman per
hektar, jarak tanam, penggunaan bibit, penggunaan pupuk kompos, penggunaan
pupuk NPK dan penggunaan TKLK.
6.3. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung dan
terlibat dalam proses mengupayakan agar produk atau jasa tersedia untuk
dikonsumsi. Saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari
produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan
kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang
membutuhkan atau menginginkannya (Kotler, 2002). Saluran pemasaran dalam
penelitian ini menggambarkan proses penyampaian pepaya California dari petani
hingga ke konsumen akhir. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan
pepaya California dari petani hingga ke konsumen akhir di desa Cimande dan
desa Lamahduhur adalah: petani, supplier, pedagang pengecer dan konsumen
akhir. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan petani responden di
lokasi penelitian, maka diketahui terdapat dua pola saluran pemasaran pepaya
California (Gambar 5).
65
Pola pemasaran I (90 %)
Pola Pemasaran II (10 %)
Gambar 5. Saluran Pemasaran Pepaya California di Lokasi Penelitian
Gambar diatas dapat dilihat bahwa untuk pola saluran pemasaran I
terdapat sembilan orang petani responden (90 persen). Saluran tersebut
merupakan saluran yang paling banyak dipilih oleh petani responden di lokasi
penelitian karena petani tersebut mengalami kesulitan dalam memasarkan
produknya secara langsung, baik itu dari segi transportasi maupun dalam mencari
pasar. Sedangkan petani yang memilih pola saluran pemasaran II berjumlah satu
orang (10 persen), dimana petani tersebut langsung memasarkan produknya ke
pabrik.
6.3.1. Fungsi Pemasaran
Fungsi-fungsi pemasaran adalah mengusahakan agar pembeli atau
konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, dan harga
yang tepat. Fungsi-fungsi pemasaran dalam pelaksanaan aktifitasnya dilakukan
oleh lembaga-lembaga tataniaga. Lembaga pemasaran ini yang akan terlibat
dalam proses penyampaian barang dan jasa dari produsen sampai ke tangan
konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan
fungsi fasilitas.
Petani Supplier
Pedagang Pengecer
Konsumen akhir
Petani Pabrik
66
Tabel 13. Fungsi Pemasaran Pada Lembaga Pemasaran Pepaya California di Desa Cimande dan desa Lemahduhur
Lembaga Pemasaran Fungsi Pemasaran
Petani Supplier Pedagang Pengecer Fungsi Pertukaran - Pembelian − √ √ - Penjualan √ √ √ Fungsi Fisik - Penyimpanan − − √ - Pengangkutan √ √ − - Pengemasan √ √ √ Fungsi Fasilitas - Sortasi √ √ √ - Grading/Standarisasi √ √ - Penanggungan resiko √ √ √ - Pembiayaan √ √ √ - Informasi pasar √ √ √
1. Petani.
Fungsi pemasaran yang umumnya dilakukan petani responden di lokasi
penelitian adalah fungsi penjualan, pembiayaan dan informasi harga dimana
petani tersebut merupakan produsen yang menanam pepaya California dan
menjual hasil panennya. Tetapi ada juga petani yang melakukan fungsi
pengangkutan, pengemasan, sortasi dan penanggungan resiko. Untuk fungsi
pembiayaan, para petani membiayai sendiri seluruh modal yang dikeluarkannya
untuk kegiatan produksi. Petani responden di lokasi penelitian juga melakukan
informasi harga yaitu dengan melakukan pengamatan harga yang berlaku di pasar.
Harga yang diterima oleh petani dari supplier didasarkan atas kesepakatan
sebelumnya dengan alasan agar petani tidak merasa dirugikan apabila terjadi
penurunan harga di pasar swalayan. Tetapi jika hal tersebut terjadi, maka supplier
akan memberikan informasi kepada petani untuk selanjutnya dilakukan
kesepakatan harga yang baru.
67
Dari 10 orang petani responden, petani yang melakukan fungsi
pengangkutan, pengemasan, sortasi dan penanggungan resiko berjumlah satu
orang (10%). Petani tersebut langsung menjual produknya ke pabrik pengolahan
saos dengan menggunakan mobil pick up L 300. Sebelum dijual, petani tersebut
terlebih dahulu melakukan pengemasan yaitu dengan membungkus pepaya
dengan menggunakan koran agar pepaya tersebut tidak mengalami kerusakan
selama di perjalanan. Selain itu, petani tersebut juga melakukan sortasi yaitu
memisahkan pepaya yang rusak dengan pepaya yang bagus. Petani tersebut juga
akan menanggung resiko jika harga yang dibayarkan oleh konsumen (pabrik)
mengalami penurunan.
2. Supplier.
Kegiatan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh suppier adalah melakukan
pembelian pepaya California secara langsung dari petani produsen. Transaksi
pembelian dan penjualan dilakukan oleh petani dan supplier di tempat yang telah
ditentukan. Hal ini dilakukan karena jarak antara jalan dengan sebagian rumah
petani cukup jauh dan susah dijangkau oleh kendaraan. Supplier memasarkan
pepaya California dari petani responden ke pasar swalayan dengan menggunakan
dua buah mobil box L 300 dan satu buah mobil Zebra. Pasar swalayan tersebut
antara lain: Carrefour, Giant, Jogya dan Hipermart.
Sebelum pepaya diangkut ke dalam mobil, supplier terlebih dahulu
melakukan sortasi dan standarisasi yaitu dengan memisahkan (melakukan seleksi)
antara pepaya yang memenuhi standar dengan pepaya yang tidak memenuhi
standar. Seleksi tersebut didasarkan pada ukuran (0,5-1,5 kg) dan bentuk pepaya
(panjang lonjong) yang dijual petani. Setelah itu, pepaya tersebut dibungkus
68
dengan menggunakan koran untuk kemudian siap dimasukkan ke dalam mobil
pengangkut.
Pepaya yang telah diangkut dari tempat petani responden, terlebih dahulu
dikumpulkan di rumah supplier untuk kemudian dibersihkan (dilap). Setelah itu,
pepaya tersebut diberi nama merek atau stiker (label). Nama merek pepaya yang
dibeli dari lokasi penelitian yang dibuat oleh supplier tersebut adalah raja tani
dengan stiker berwarna merah.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan
oleh supplier adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik
(pengangkutan dan pengemasan) dan fungsi fasilitas (sortasi; standarisasi;
pembiayaan; penanggungan resiko yaitu: penurunan harga pasar dan kerusakan
produk; dan informasi pasar).
3. Pedagang pengecer.
Pedagang pengecer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pedagang
yang membeli pepaya California dari supplier di lokasi penelitian, dan menjualnya
kembali dalam bentuk pepaya yang masih utuh (belum diolah). Sebelum
melakukan pembelian, pepaya yang dibawa oleh supplier tersebut terlebih dahulu
dibawa ke gudang untuk disortasi dan diperiksa kualitasnya (standarisasi).
Kemudian, pepaya tersebut dimasukkan ke dalam toko untuk dijual kepada
konsumen. Pepaya California yang dibeli oleh konsumen, dikemas dengan
menggunakan plastik bening dan diberi label harga. Penetapan harga yang
dilakukan oleh pedagang pengecer adalah berdasarkan informasi harga yang
berlaku di pasar.
69
6.3.2. Efisiensi Pemasaran.
Efisiensi pemasaran dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu efisiensi
operasional (teknologi) dan efisiensi ekonomi (harga). Analisis yang dapat
digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses tataniaga suatu
produk yaitu analisis marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan
biaya.
6.3.2.1. Farmer’s Share
Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan
tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s
share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Pada Tabel 14 terlihat
besarnya bagian yang diterima oleh petani pada pola saluran pemasaran I adalah
Rp 1.900 (25,33 persen) dari harga jual pedagang pengecer. Sedangkan pada pola
saluran II, petani memperoleh farmer’s share sebesar Rp 2.200 (100 persen) dari
harga beli konsumen akhir. Hal ini terjadi karena petani pada pola saluran II
langsung memasarkan pepaya California yang dihasilkannya.
6.3.2.2. Marjin Pemasaran
Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen
dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai
nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen
sampai ke titik konsumen akhir. Adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga
akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga
yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga yang
terlibat dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai titik
70
konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik
produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar oleh konsumen.
Tabel 14. Analisis marjin pemasaran pepaya Califonia di desa Cimande dan desa Lemahduhur
Pola Saluran Pemasaran I II
Keterangan
Rp/kg % Rp/kg % 1. Petani Harga Jual 1.900,00 25,33 2.200,00 100,00 Biaya Usahatani 568,77 7,58 456,30 20,74 Margin Pemasaran 1.331,23 17,75 1.743,70 79,26 Biaya Pemasaran 0,00 0,00 179,17 8,14 Keuntungan 1.331,23 17,75 1.564,53 71,11 2. Supplier Harga Jual 4.500 60 − − Harga Beli 1.900 25,33 − − Margin Pemasaran 2.600 34,67 − − Biaya Pemasaran 200 2,67 − − Biaya Pengemasan 215 2,87 − − Total Biaya 415 5,53 − − Keuntungan 2.185 29.13 − − 3. Pedagang Pengecar Harga Jual 7.500 100 − − Harga Beli 4.500 60 − − Margin Pemasaran 3.000 40 − − Biaya Pelabelan 250 3,33 − − Biaya Penyimpanan 274 3,65 − − Biaya Pengemasan 100 1,33 − − Total Biaya 624 8,32 − − Keuntungan 2.376 31,68 − − 4. Konsumen Akhir Harga Beli 7.500 100 2.200 100
Total Biaya Pemasaran 1.039,00 13,85 179,17 8,14 Total Keuntungan 4.561,00 60,81 1.564,53 71,11 Total Margin Pemasaran 5.600,00 74,67 1.743,70 79,26 Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran 4,39 − 8,73 −
Berdasarkan Tabel 14 juga dapat dilihat bahwa margin pemasaraan
terbesar diperoleh petani pada pola saluran II yaitu 79,26 persen, sedangkan petani
pada pola saluran I memperoleh marjin pemasaran sebesar 74,67 persen. Biaya
pemasaran terbesar pada pola saluran I terjadi pada pedagang pengecer, yang
mana pedagang tersebut harus membayar biaya pelabelan (Rp 250 per kg), biaya
71
penyimpanan (Rp 274 per kg) dan biaya pengemasan (Rp 100 per kg). Sedangkan
supplier hanya mengeluarkan biaya transportasi Rp 175 per kg, biaya tenaga kerja
Rp 25 per kg dan biaya pengemasan (Rp 215 per kg) untuk melakukan
pemasarannya. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan dalam pola saluran I
adalah Rp 1.039 per kg (13,85 persen) dari harga jual pedagang pengecer.
Pada pola saluran pemasaran II, petani terlibat dalam memasarkan
produknya. Sehingga petani tersebut harus mengeluarkan biaya pemasaran sebesar
Rp 179,17 per kg yang terdiri dari biaya transportasi (Rp 166,67 per kg ) dan
biaya pengemasan (Rp 12,5 per kg). Total biaya pemasaran pada pola saluran II
adalah Rp 179,17 per kg (8,14 persen) yang berasal dari petani tersebut. Dari
penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa biaya pemasaran adalah seluruh
biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran pada setiap saluran pemasaran
untuk memasarkan/menyalurkan produk dari produsen ke konsumen.
Berdasarkan keuntungan yang diperoleh, maka petani pada pola saluran I
memperoleh total keuntungan sebesar Rp 4.561 per kg (60,81 persen) dari harga
jual pedagang pengecer, sedangkan petani pada pola saluran II memperoleh
keuntungan sebesar Rp 1.564,53 per kg (71,11 persen) dari harga beli konsumen
akhir. Hal ini dapat disebabkan karena pada pola saluran II tersebut, petani
merupakan satu-satunya lembaga pemasaran yang terlibat dalam menyalurkan
pepaya ke konsumen akhir
Rasio keuntungan dan biaya pemasaran mendefenisikan besarnya
keuntungan yang diterima atas biaya pemasaran yang dikeluarkan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa petani pada pola saluran II memperoleh
keuntungan dari rasio keuntungan dan biaya yang terbesar yaitu 8,73. Artinya
72
adalah petani tersebut memperoleh keuntungan sebesar 8,73 untuk setiap rupiah
yang dikeluarkan. Sedangkan rasio antara keuntungan dan biaya yang diperoleh
petani pola saluran II adalah sebesar 4,39 untuk setiap rupiah yang dikeluarkan.
6.3.3. Analisis Efisiensi Pemasaran
Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu
mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan
biaya semurah-murahnya, dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi
seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi.
Dari Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa sistem saluran pemasaran yang
paling efisien terdapat pada pola saluran pemasaran II karena petani tersebut
memperoleh farmer’s share (bagian yang diterima petani) sebesar 100 persen,
sedangkan pada pola saluran I petani hanya memperoleh farmer’s share sebesar
25,33 persen. Begitu juga rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pada
pola saluran pemasaran II (8,73) lebih besar daripada farmer’s yang diterima
petani pada pola saluran I (4,39). Namun berdasarkan ukuran efisiensinya, maka
dapat disimpulkan bahwa kedua pola saluran pemasaran tersebut sudah efisien
karena nilai rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pada kedua pola
saluran tersebut lebih besar dari satu.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Untuk rata-rata luas lahan 0,94 hektar dan jumlah tanaman 1.429 pohon
yang dimiliki petani responden di desa Cimande dan desa Lemahduhur,
kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, dapat disimpulkan bahwa petani
responden nilai R/C ratio atas total biaya sebesar rata-rata 3,59 dan R/C
ratio atas biaya tunai sebesar rata-rata 4,05. Karena nilai dari kedua R/C
tersebut lebih dari satu, maka usahatani pepaya California tersebut masih
memberikan keuntungan bagi petani dan layak untuk dikembangkan. Dari
segi perbandingan skala usaha disimpulkan bahwa semua petani responden
di lokasi penelitian (baik skala kecil, skala menengah, dan skala besar)
memperoleh keuntungan karena nilai R/C atas biaya tunai maupun nilai
R/C atas total biaya yang diperoleh petani tersebut lebih besar dari satu.
Petani responden skala besar (luas lahan ≥ 2 ha dan rata-rata luas lahan 2,5
ha), memperoleh pendapatan paling besar, yaitu pendapatan atas biaya
tunai Rp 220.239.500 per tahun dan pendapatan atas total biaya Rp
208.664.916,67 per tahun. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani
responden skala menengah (dengan luas lahan 1 - < 2 dan luas lahan rata-
rata 1,15 ha) adalah lebih efisien dibandingkan petani skala usaha lainnya.
Petani skala usaha menengah tersebut memperoleh nilai R/C paling besar,
yaitu R/C atas biaya tunai sebesar 5,66 dan R/C atas total biaya sebesar
4,86. Untuk perbandingan pendapatan per tahun berdasarkan skala usaha
dengan luas lahan satu hektar, kegiatan usahatani pepaya California untuk
74
petani skala menengah lebih efisien (dengan jumlah tanaman 1.587 pohon
dan jarak tanam 2 m x 2,5 m). Pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh
petani tersebut sebesar Rp 145.889.565,22 dengan R/C atas biaya tunai
5,66 dan pendapatan atas total biaya sebesar Rp 140.725.362,32 dengan
R/C atas total biaya 4,86. Berdasarkan besarnya nilai R/C yang diperoleh
petani responden maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani
pepaya California sangatlah menjanjikan, karena memberikan keuntungan
bagi petani. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan
petani responden di desa Cimande dan desa Lemahduhur adalah: luas
lahan, jumlah tanaman per hektar, jarak tanam, penggunaan bibit,
penggunaan pupuk kompos, penggunaan pupuk NPK dan penggunaan
Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK).
2. Pada saluran pemasaran pepaya California di desa Cimande dan desa
Lemahduhur, terdapat dua bentuk pola saluran. Pada pola saluran I, petani
menjual pepaya kepada supplier, kemudian supplier menjual pepaya
tersebut kepada pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjualnya
lagi kepada konsumen akhir. Sedangkan untuk pola saluran II, petani
menjual pepaya langsung kepada pabrik (konsumen akhir).
3. Dilihat dari nilai rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh petani, maka
dapat disimpulkan bahwa kedua pola saluran pemasaran yang ada di desa
Cimande dan desa Lemahduhur sudah efisien (>1). Nilai rasio keuntungan
dan biaya pada pola saluran I sebesar 4,39 dan nilai rasio keuntungan dan
biaya pada pola saluran II sebesar 8,73.
75
7.2. Saran
1. Berdasarkan nilai rasio keuntungan dan biaya, bisa dikatakan bahwa
masing-masing saluran pemasaran sudah efisien. Sehingga disarankan
untuk setiap petani agar mempertahankan pola salurannya. Agar proses
pemasaran dapat berjalan dengan baik dan keuntungan yang diperoleh
petani dapat lebih tinggi, maka perlu dianjurkan adanya suatu wadah
(seperti: koperasi) yang bisa menampung hasil panen dari setiap petani,
dengan tujuan agar harga jual pepaya yang diterima oleh petani dapat lebih
terjamin/lebih tinggi.
2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi pepaya California dengan memperbanyak
jumlah petani responden dengan tujuan agar penelitian selanjutnya dapat
diuji secara statistik.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2006. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia
“Ekspor”. Jakarta. Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2006. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia
“Impor”. Jakarta. Indonesia.
Dahl, C. D., Hammond, J. W., 1977. Market Place Analysis The Agryculture
Industry. MC. Graw-Hill Book Company. New York.
Dajan, A. 1986. Pengantar Metode Statistik. Jilid II. Penerbit: LP3ES. Jakarta
Data Susenas. 2007. Konsumsi Per Kapita Hortikultura.
Direktorat Gizi. Depkes RI. 1979. Komposisi Buah dan Daun Pepaya. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2006. Perkembangan
Produktivitas Pepaya Indonesia Pada Tahun 2000-2005. Jakarta.
Gita, D. 2005. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Keputusan
Pembelian Pepaya Eksotik dibandingkan Dengan Pepaya Lokal. Skripsi.
Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Halisah, S (2006). Analisis Kelayakan Finansial dan Kesempatan Kerja Pada
Usahatani Pepaya. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan
Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hanafiah, A. M., Saefudin, A. M., 1983. Tataniaga Hasil Perikanan. Universitas
Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kalie, M. B. 2007. Bertanam Papaya. Edisi Revisi. Cetakan 23. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Kotler, P. 1987. Dasar-Dasar Pemasaran. CV Intermedia. Jakarta.
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Kesepuluh. PT Prenhalindo.
Jakarta.
Limbong, W. H., Sitorus, P., 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-
Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
77
Limbong, W. H., 1997. Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Mubyarto, 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Rahmawati, E. 1999. Analisis Saluran Pemasaran Manggis. Skripsi. Jurusan Ilmu-
ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sari, A. K. 2005. Laporan Magang. Fakultas Pertanian. Universitas Pajajaran.
Bandung.
Soeharjo dan Patong. 1973. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soekartawi, A Suharjo. 1986. Ilmu Usahatani dan Peneletiaan Untuk
Pengembangan Petani Kecil Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Penerbit Universitas Indonesia.
Cetakan Ketiga. Jakarta.
Sitompul, R. P. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga Ikan Hias Maskoki
Oranda. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
79
Lampiran 3. Potensi Sumber Daya Tiap-tiap Desa di Kecamatan Caringin,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat
1. Desa Cinagara Nilam/Minyak Asiri
2. Desa Pasirmuncang Pertanian Sawah/Padi
3. Desa Tangkil Pohon Albasiah/Jagung/Peternakan Ayam
4. Desa Lemahduhur Pepaya/Salak Sleman Bogor
5. Desa Ciderum Pertanian Sawah/Padi
6. Desa Pancawati Teh, Sentra Salak dan Agrowisata
7. Desa Caringin Desa Perkotaan/Dagang
8. Desa Ciherang Pondok Pertanian Sawah/Padi
9. Desa Pasir Buncir Peternakan Sapi
10.Desa Muara Jaya Pertanian Sawah/Padi
11 Desa Cimande Hilir Pengrajin Biasa
12.Desa Cimande Pepaya, Jagung Manis
Sumber: Data Primer, 2008
79
Lampiran 4. Penjabaran Tentang Biaya Yang Dikeluarkan Oleh Masing-Masing
Petani Responden
Responden 1
Komponen Biaya Jumlah Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) (%)
1. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 3.000 1.500 4.500.000,00 4,73
b. Pupuk kompos (karung) 7.500 6.000 45.000.000,00 47,29
c. Pupuk NPK (kg) 900 3.500 3.150.000,00 3,31
d. Kapur (kg) 9.000 500 4.500.000,00 4,73
e. Obat-obatan (kg) 2,5 100.000 250.000,00 0,26
f. TKLK (HOK) 1.471 20.000 29.420.000,00 30,92
Total Biaya Tunai 86.820.000,00 91,25
2. Biaya Tidak Tunai
a. Sewa Lahan (ha) 2 4.000.000 8.000.000,00 8,41
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 328.000,00 0,34
c. TKDK (HOK) 0 20.000 0,00 0,00
Total Biaya Tidak tunai 8.328.000,00 8,75
Total Biaya 95.148.000,00 100,00
Responden 2
Komponen Biaya Jumlah Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) (%)
1. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 255 1.500 382.500,00 4,90
b. Pupuk kompos (karung) 750 4.000 3.000.000,00 38,44
c. Pupuk NPK (kg) 60 2.500 150.000,00 1,92
d. Kapur (kg) 750 300 225.000,00 2,88
e. Obat-obatan (kg) 1 80.000 80.000,00 1,03
f. TKLK (HOK) 254 12.000 3.048.000,00 39,06
Total Biaya Tunai 6.885.500,00 88,23
2. Biaya Tidak Tunai
a. Sewa Lahan (ha) 0,2 4.000.000 800.000,00 10,25
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 118.333,33 1,52
c. TKDK (HOK) 0 12.000 0,00 0,00
Total Biaya Tidak tunai 918.333,33 11,77
Total Biaya 7.803.833,33 100,00
78
Responden 3
Komponen Biaya Jumlah Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) (%)
1. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 316 1.500 473.750,00 3,62
b. Pupuk kompos (karung) 1.350 5.000 6.750.000,00 51,58
c. Pupuk NPK (kg) 135 2.500 337.500,00 2,58
d. Kapur (kg) 1.350 300 405.000,00 3,09
e. Obat-obatan (kg) 1 70.000 70.000,00 0,53
f. TKLK (HOK) 167 15.000 2.505.000,00 19,14
Total Biaya Tunai 10.541.250,00 80,55
2. Biaya Tidak Tunai
a. Sewa Lahan (ha) 0,6 4.000.000 2.400.000,00 18,34
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 145.250,00 1,11
c. TKDK (HOK) 0 15.000 0,00 0,00
Total Biaya Tidak tunai 2.545.250,00 19,45
Total Biaya 13.086.500,00 100,00
Responden 4
Komponen Biaya Jumlah
Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) (%)
1. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 1700 1.500 2.550.000,00 7,14
b. Pupuk kompos (karung) 3400 5.000 17.000.000,00 47,60
c. Pupuk NPK (kg) 340 3.000 1.020.000,00 2,86
d. Kapur (kg) 3400 500 1.700.000,00 4,76
e. Obat-obatan (kg) 2,5 70.000 175.000,00 0,49
f. TKLK (HOK) 700 13.000 9.100.000,00 25,48
Total Biaya Tunai 31.545.000,00 88,33
2. Biaya Tidak Tunai
a. Sewa Lahan (ha) 1 4.000.000 4.000.000,00 11,20
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 169.000,00 0,47
c. TKDK (HOK) 0 13.000 0,00 0,00
Total Biaya Tidak tunai 4.169.000,00 11,67
Total Biaya 35.714.000,00 100,00
79
Responden 5
Komponen Biaya Jumlah
Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) (%)
1. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 4.200 1.500 6.300.000,00 4,96
b. Pupuk kompos (karung) 12.600 6.000 75.600.000,00 59,49
c. Pupuk NPK (kg) 1.260 3.500 4.410.000,00 3,47
d. Kapur (kg) 12.600 500 6.300.000,00 4,96
e. Obat-obatan (kg) 4 60.000 240.000,00 0,19
f. TKLK (HOK) 1.467 15.000 22.005.000,00 17,32
Total Biaya Tunai 114.855.000,00 90,38
2. Biaya Tidak Tunai
a. Sewa Lahan (ha) 3 4.000.000 12.000.000,00 9,44
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 225.000,00 0,18
c. TKDK (HOK) 163 15.000 2.445.000,00 0,02
Total Biaya Tidak tunai 12.225.000,00 9,62
Total Biaya 127.080.000,00 100,00
Responden 6
Responden 6
Komponen Biaya Jumlah
Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) (%)
1. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 500 1.500 750.000,00 7,39
b. Pupuk kompos (karung) 1.000 4.000 4.000.000,00 39,39
c. Pupuk NPK (kg) 100 2.500 250.000,00 2,46
d. Kapur (kg) 1.000 400 400.000,00 3,94
e. Obat-obatan (kg) 1 50.000 50.000,00 0,49
f. TKLK (HOK) 281 12.000 3.372.000,00 33,20
Total Biaya Tunai 8.822.000,00 86,87
2. Biaya Tidak Tunai
a. Sewa Lahan (ha) 0,3 4.000.000 1.200.000,00 11,82
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 133.333,33 1,31
c. TKDK (HOK) 0 12.000 0,00 0,00
Total Biaya Tidak tunai 1.333.333,33 13,13
Total Biaya 10.155.333,33 100,00
80
Responden 7
Komponen Biaya Jumlah Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) (%)
1. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 1.950 1.500 2.925.000,00 6,42
b. Pupuk kompos (karung) 4.875 5.000 24.375.000,00 53,50
c. Pupuk NPK (kg) 390 3.500 1.365.000,00 3,00
d. Kapur (kg) 3.900 500 1.950.000,00 4,28
e. Obat-obatan (kg) 3 70.000 210.000,00 0,46
f. TKLK (HOK) 615 15.000 9.225.000,00 20,25
Total Biaya Tunai 40.050.000,00 87,90
2. Biaya Tidak Tunai
a. Sewa Lahan (ha) 1,3 4.000.000 5.200.000,00 11,41
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 313.500,00 0,69
c. TKDK (HOK) 153 15.000 2.295.000,00 0,05
Total Biaya Tidak tunai 5.513.500,00 12,10
Total Biaya 45.563.500,00 100,00
Responden 8
Komponen Biaya Jumlah Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) (%)
1. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 1.600 1.500 2.400.000,00 8,20
b. Pupuk kompos (karung) 3.200 5.000 16.000.000,00 54,64
c. Pupuk NPK (kg) 480 3.000 1.440.000,00 4,92
d. Kapur (kg) 320 300 96.000,00 0,33
e. Obat-obatan (kg) 1,5 70.000 105.000,00 0,36
f. TKLK (HOK) 464 13.000 6.032.000,00 20,60
Total Biaya Tunai 26.073.000,00 89,03
2. Biaya Tidak Tunai
a. Sewa Lahan (ha) 0,75 4.000.000 3.000.000,00 10,24
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 211.500,00 0,72
c. TKDK (HOK) 147 13.000 1.911.000,00 0,07
Total Biaya Tidak tunai 3.211.500,00 10,97
Total Biaya 29.284.500,00 100,00
84
Responden 9
Komponen Biaya Jumlah Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) (%)
1. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 298 1.500 447.500,00 4,16
b. Pupuk kompos (karung) 1.500 5.000 7.500.000,00 69,72
c. Pupuk NPK (kg) 150 3.000 450.000,00 4,18
d. Kapur (kg) 1.250 300 375.000,00 3,49
e. Obat-obatan (kg) 1 60.000 60.000,00 0,56
f. TKLK (HOK) 64 15.000 960.000,00 8,92
Total Biaya Tunai 9.792.500,00 91,03
2. Biaya Tidak Tunai
a. Sewa Lahan (ha) 0,2 4.000.000 800.000,00 7,44
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 165.166,67 1,54
c. TKDK (HOK) 62 15.000 930.000,00 0,09
Total Biaya Tidak tunai 965.166,67 8,97
Total Biaya 10.757.666,67 100,00
Responden 10
Komponen Biaya Jumlah Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) (%)
1. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 90 1.500 135.000,00 8,26
b. Pupuk kompos (karung) 180 5.000 900.000,00 55,08
c. Pupuk NPK (kg) 18 3.000 54.000,00 3,30
d. Kapur (kg) 135 400 54.000,00 3,30
e. Obat-obatan (kg) 0 70.000 0,00 0,00
f. TKLK (HOK) 11 20.000 220.000,00 13,46
Total Biaya Tunai 1.363.000,00 83,41
2. Biaya Tidak Tunai
a. Sewa Lahan (ha) 0,04 4.000.000 160.000,00 9,79
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 111.000,00 6,79
c. TKDK (HOK) 110 20.000 2.200.000,00 1,35
Total Biaya Tidak tunai 271.000,00 16,59
Total Biaya 1.634.000,00 100,00
85
Lampiran 5. Pendapatan Petani Responden Berdasarkan Skala Usaha (Luas
Lahan) Dalam Waktu Satu Tahun.
1. Skala Kecil (Luas Lahan 0,35 Ha)
Uraian Jumlah
(Satuan)
Harga
(Rp/Satuan) Nilai (Rp) %
1. Penerimaan 20.826,67 kg 1.930 40.195.466,67
2. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 510 1.500 764.791,67 5,59
b. Pupuk kompos (karung) 1.330,00 5.000 6.650.000,00 48,60
c. Pupuk NPK (kg) 157,17 3.000 471.500,00 3,45
d. Kapur (kg) 800,83 400 320.333,33 2,34
e. Obat-obatan (kg) 0,92 70.000 64.166,67 0,47
f. TKLK (HOK) 206,83 15.000 3.102.500,00 22,67
Total Biaya Tunai 11.373.291,67 83,12
3. Biaya Diperhitungkan
a. Sewa Lahan (ha) 0,35 4.000.000 1.393.333,33 10,18
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 118.694,44 0,87
c. TKDK (HOK) 53,17 15.000 797.500 5,83
Total Biaya Diperhitungkan 2.309.527,78 16,88
4. Total Biaya (2+3) 13.682.819,44 100,00
5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 28.822.175,00
6. Pendapatan Atas Biaya Total 26.512.647,22
7. R/C Atas Biaya Tunai 3,55
8. R/C atas Biaya Total 2,95
2. Skala Menengah (Luas Lahan 1,15 Ha)
Uraian Jumlah
(Satuan)
Harga
(Rp/Satuan) Nilai (Rp) %
1. Penerimaan 105.600 kg 1.930 203.808.000
2. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 1.825,00 1.500 2.737.500 6,52
b. Pupuk kompos (karung) 4.137,50 5.000 20.687.500 49,29
c. Pupuk NPK (kg) 365,00 3.000 1.095.000 2,61
d. Kapur (kg) 3.650,00 400 1.460.000 3,48
e. Obat-obatan (kg) 2,75 70.000 192.500 0,46
f. TKLK (HOK) 657,50 15.000 9.862.500 23,50
Total Biaya Tunai 36.035.000 85,85
3. Biaya Diperhitungkan
a. Sewa Lahan (ha) 1,15 4.000.000 4.600.000 10,96
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 191.333,33 0,46
c. TKDK (HOK) 76,50 15.000 1.147.500 2,73
Total Biaya Diperhitungkan 5.938.833,33 14,15
4. Total Biaya 41.973.833,33 100,00
5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 167.773.000
6. Pendapatan Atas Biaya Total 161.834.166,67
7. R/C Atas Biaya Tunai 5,66
8. R/C atas Biaya Total 4,86
86
3. Skala Besar (Luas Lahan 2,5 Ha)
Uraian Jumlah
(Satuan)
Harga
(Rp/Satuan) Nilai (Rp) %
1. Penerimaan 158.400 kg 1.930 305.712.000
2. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 3.600 1.500 5.400.000 5,56
b. Pupuk kompos (karung) 10.050 5.000 50.250.000 51,78
c. Pupuk NPK (kg) 1.080 3.000 3.240.000 3,34
d. Kapur (kg) 10.800 400 4.320.000 4,45
e. Obat-obatan (kg) 3,25 70.000 227.500 0,23
f. TKLK (HOK) 1.469 15.000 22.035.000 22,71
Total Biaya Tunai 85.472.500 88,07
3. Biaya Diperhitungkan
a. Sewa Lahan (ha) 2,5 4.000.000 10.000.000 10,30
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 352.083,33 0,36
c. TKDK (HOK) 81,50 15.000 1.222.500 1,26
Total Biaya Diperhitungkan 11.574.583,33 11,93
4. Total Biaya 97.047.083,33 100,00
5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 220.239.500
6. Pendapatan Atas Biaya Total 208.664.916,67
7. R/C Atas Biaya Tunai 3,58
8. R/C atas Biaya Total 3,15
87
Lampiran 6. Perincian Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Petani Berdasarkan
Skala Usaha Per Hektar Dalam Waktu Satu Tahun. 1. Skala Kecil
Uraian Jumlah
(Satuan)
Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) %
1. Penerimaan 59.789,48 kg 1.930 115.393.702,68
2. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 1457 1.500 2.185.714,29 5,58
b. Pupuk kompos (karung) 3.800,00 5.000 19.000.000,00 48,50
c. Pupuk NPK (kg) 449,05 3.000 1.347.142,86 1,77
d. Kapur (kg) 2299,04 400 919.617,22 2,35
e. Obat-obatan (kg) 2,63 70.000 184.210,53 0,47
f. TKLK (HOK) 593,78 15.000 8.906.698,56 22,74
Total Biaya Tunai 32.543.383,46 83,07
3. Biaya Diperhitungkan
a. Sewa Lahan (ha) 1 4.000.000 4.000.000,00 10,21
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 340.749,60 0,87
c. TKDK (HOK) 152,63 15.000 2.289.474 5,84
Total Biaya Diperhitungkan 6.630.223,29 16,93
4. Total Biaya (2+3) 39.173.606,74 100
5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 82.850.319,22
6. Pendapatan Atas Biaya Total 76.220.095,94
7. R/C Atas Biaya Tunai 3,55
8. R/C atas Biaya Total 2,95
2. Skala Menengah
Uraian Jumlah
(Satuan)
Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) %
1. Penerimaan 91.826,09 kg 1.930 177.224.347,83
2. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 1587 1.500 2.380.434,78 6,52
b. Pupuk kompos (karung) 3598 5.000 17.989.130,43 49,29
c. Pupuk NPK (kg) 317 3.000 952.173,91 0,68
d. Kapur (kg) 3174 400 1.269.565,22 3,48
e. Obat-obatan (kg) 2 70.000 167.391,30 0,46
f. TKLK (HOK) 572 15.000 8.576.086,96 23,50
Total Biaya Tunai 31.334.782,61 85,85
3. Biaya Diperhitungkan
a. Sewa Lahan (ha) 1 4.000.000 4.000.000,00 10,96
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 166.376,81 0,46
c. TKDK (HOK) 66,52 15.000 997.826 2,73
Total Biaya Diperhitungkan 5.164.202,90 14,15
4. Total Biaya (2+3) 36.498.985,50 100
5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 145.889.565,22
6. Pendapatan Atas Biaya Total 140.725.362,32
7. R/C Atas Biaya Tunai 5,66
8. R/C atas Biaya Total 4,86
88
3. Skala Besar
Uraian Jumlah
(Satuan)
Harga
(Rp/Satuan)
Nilai
(Rp) %
1. Penerimaan 63.360 kg 1.930 122.284.800,00
2. Biaya Tunai
a. Bibit (polibag) 1440 1.500 2.160.000,00 5,56
b. Pupuk kompos (karung) 4.020,00 5.000 20.100.000,00 51,78
c. Pupuk NPK (kg) 432,00 3.000 1.296.000,00 1,55
d. Kapur (kg) 4320,00 400 1.728.000,00 4,45
e. Obat-obatan (kg) 1,30 70.000 91.000,00 0,23
f. TKLK (HOK) 587,60 15.000 8.814.000,00 22,71
Total Biaya Tunai 34.189.000,00 88,07
3. Biaya Diperhitungkan
a. Sewa Lahan (ha) 1 4.000.000 4.000.000,00 10,30
b. Penyusutan Peralatan (Rp) 140.833,33 0,36
c. TKDK (HOK) 32,60 15.000 489.000 1,26
Total Biaya Diperhitungkan 4.629.833,33 11,93
4. Total Biaya (2+3) 38.818.833,33 100
5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 88.095.800,00
6. Pendapatan Atas Biaya Total 83.465.966,67
7. R/C Atas Biaya Tunai 3,58
8. R/C atas Biaya Total 3,15
89
Lampiran 7. Kuisioner Penelitian
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN
PEPAYA CALIFORNIA (Kasus di desa Lemahduhur dan desa Cimande,
Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh :
ANDRY PANDAPOTAN PURBA
A 14105512
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Nomor Responden :
Nama Responden :
Umur Responden :
Pendidikan terakhir :
Desa :
Kecamatan :
Kabupaten :
Tanggal Wawancara :
90
I. Petani
1. Bagaimana cara bapak/ibu melakukan budidaya pepaya California? Tolong
jelaskan tahap demi tahap........................................................
2. Apa saja yang bapak/ibu butuhkan untuk melakukan usahatani pepaya
tersebut?.........Berapa banyak jumlahnya dan berapa biayanya? Tolong
jelaskan.....................
3. Darimana bapak/ibu membeli kebutuhan tersebut? Alasannya.............
4. Berapa tahun umur tanaman pepaya yang bapak/ibu usahakan
5. Berapa jarak tanamnya?
6. Sudah berapa lama tahun bapak/ibu melakukan kegiatan usahatani pepaya
tersebut?
7. Berapa luas lahan yang diusahakan untuk usahatani pepaya California
tersebut?.............
8. Berapa jumlah tanaman (pohon) yang bapak usahakan dalam luasan
tersebut?....
9. Apakah lahan tersebut berada dalam satu lokasi/tersebar?...........
10. Bagaimana status lahan tersebut? a. milik sendiri; b. sewa
11. Jika lahan tersebut disewa, berapa harga sewanya? Rp.............../tahun/hektar
12. Apakah bapak/ibu menyewakan lahan kepada orang lain untuk usahatani
pepaya California?ya/tidak
13. Jika ya, berapa harga sewanya? Rp.............../tahun/hektar
14. Mengapa bapak/ibu melakukan usahatani pepaya California? a. Harga tinggi;
b. hanya sekedar mencoba; c. Ikut petani lain; d. Memenuhi kebutuhan
keluarga; e. Lainnya., sebutkan................
15. Berapa kali bapak/ibu memanen pepaya tersebut dalam waktu satu bulan?
16. Berapa kg pepaya yang dapat dihasilkan dalam 1 kali panen?
kg/panen?.........................
17.Apakah bapa/ibu menggunakan tenaga kerja? Jika ya, berapa lama tenaga kerja
tersebut bekerja di ladang?.............jam/hari
18. Berapa orang tenaga kerja yang bapak butuhkan dalam satu hari untuk
melakukan usahatani pepaya tersebut? Tolong jelaskan tahap demi tahap
mulai dari pembibitan sampai panen?.................................................
91
19. Apakah bapak/ibu menggunakan tenaga kerja dalam keluarga?
Alasannya............................
20. Berapa upah tenaga kerja yang bapak keluarkan dalam waktu satu hari?
Rp......../orang
21. Apa saja peralatan yang bapak/ibu gunakan dalam usahatani
tersebut.....Berapa jumlah peralatan yang digunakan?Tolong jelaskan
22. Darimana bapak/ibu membeli peralatan tersebut? Alasannya.......................
23. Peralatan tersebut dapat digunakan sampai berapa tahun?..........tahun. Jelaskan
24..Kemana bapak/ibu menjual hasil panen pepaya tersebut?
Alasannya....................
25. Berapa harga jualnya?Rp/kg............................................
26.Apakah pepaya tersebut langsung dijual setelah panen?
Jelaskan...............................
27. Bagaimana hubungan bapak/ibu dengan pembeli? Jelaskan.............................
28. Apakah pembeli melakukan sortasi (seleksi) terhadap pepaya yang bapak/ibu
jual? Tolong jelaskan.....................................................
29.Biaya apa saja yang bapak/ibu keluarkan untuk menjual pepaya tersebut?
Jelaskan.......................................
30. Bagaimana sistem penentuan harga jual pepaya dengan pembeli?
a. kesepakatan; b. Sesuai harga pasar/supplier/pabrik; c. ditentukan sendiri
31. Darimana informasi harga jual diperoleh ?
92
II. Supplier
1. Apakah bapak terlebih dahulu menanyakan kepada para petani tentang waktu
panen (ya/tidak) ?
2. Kemana bpk memasarkan pepaya? Alasannya.......................................
3. Berapa harga jualnya? Rp............../kg
4. Berapa harga beli pepaya dari petani? Rp............../kg
5. Bagaimana sistem penetapan harga beli dari petani : a. kesepakatan; b. sesuai
harga pasar; c. ditentukan sendiri
6. Apakah ada dilakukan pengemasan sebelum pepaya dijual (ya/tidak)?
7. Jika ya, berapa biaya pengemasan = Rp............................................?
8. Bagaimana sistem pengangkutannya :a. bapak yang menanggung; b. Diambil
langsung dari tempat bpk
9. Berapa biaya pengangkutannya = Rp...................................................?
10. Apakah sebelum memasarkan dilakukan sortasi terlebih dahulu (ya/tidak)?
11. Apakah bpk melakukan seleksi pepaya yang berasal dari petani terlebih
dahulu (ya/tidak)
12. Berdasarkan apa seleksi tersebut bapak lakukan: a. warna; b. ukuran;
c. bentuk. Tolong bapak jelaskan......................................
13. Darimana informasi harga jual diperoleh? a. sesama pengumpul; b. pembeli; c.
Supplier; d. Pasar; e. lainnya,.............................................
14. Apakah biaya pembelian dan transportasi seluruhnya ditanggung oleh bapak
(ya/tidak).
15. Berapa biaya yang harus bapak keluarkan untuk melakukan pemasaran pepaya
dari petani sampai pedagang pengecer? Tolong bapak jelaskan secara
lengkap........................................................
16. Berapa kg volume pepaya yang diterima dari petani dalam satu kali transaksi?
17. Berapa kg volume pepaya yang dapat ditampung dalam satu unit mobil yang
bapak gunakan untuk memasarkan pepaya California tersebut? Jelaskan...........
93
III. Pedagang pengecer
1. Berapa harga beli pepaya dari supplier? Rp............/kg
2. Berapa harga jualnya? Rp............/kg
3. Siapa yang menanggung biaya transportasi pepaya California tersebut secara
keseluruhan? a. pihak swalayan; atau b. supplier
4. Bagaimana sistem kesepakatan dalam penentuan harga beli antara pihak
swalayan dengan supplier? Jelaskan
5. Bagaimana sistem penentuan harga jual pepaya ke konsumen akhir?
a. berdasarkan harga pasar; b. ditentukan sendiri oleh pihak swalayan. Tolong
dijelaskan
6. Biaya apa saja yang harus dikeluarkan oleh pihak swalayan untuk menjual
pepaya California tersebut hingga pepaya tersebut sampai ke tangan konsumen
akhir/pembeli? tolong dijelaskan secara rinci.....................................................