BISINOSIS

29
Bissinosis PENDAHULUAN Penyakit akibat kerja (PAK) timbul akibat terpajan faktor fisik, kimiawi, biologis, psikososial, dan faktor ergonomi di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru yang disebabkan oleh debu, asap, dan gas berbahaya yang terhirup oleh pekerja di tempat kerjanya. Banyak lingkungan kerja lapangan yang mengancam kesehatan paru pekerja. Penyakit paru akibat pekerjaan telah dikenal ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu sejak zaman kerja paksa atau perbudakan. Karena pertumbuhan industri di Industri di Indonesia sangat pesat, kejadian penyakit jenis ini meningkat dengan cepat pula. Peningkatan ini disebabkan oleh belum ditaatinya ajaran dan petunjuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Bissinosis merupakan salah satu penyakit paru akibat kerja. Pada orang/ pekerja yang rentan, pajanan debu kapas, sisal, atau serat dapat menyebabkan sesak napas akut dengan batuk dan obstruksi saluran napas reversible. Gejala ini dirasakan petama kali pada hari pertama minggu pertama kerja yaitu biasanya hari Senin dan kemudia mereda, bissinosis disebut juga Monday morning

description

MAKALAH

Transcript of BISINOSIS

Bissinosis

PENDAHULUAN Penyakit akibat kerja (PAK) timbul akibat terpajan faktor fisik, kimiawi, biologis, psikososial, dan faktor ergonomi di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru yang disebabkan oleh debu, asap, dan gas berbahaya yang terhirup oleh pekerja di tempat kerjanya. Banyak lingkungan kerja lapangan yang mengancam kesehatan paru pekerja. Penyakit paru akibat pekerjaan telah dikenal ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu sejak zaman kerja paksa atau perbudakan. Karena pertumbuhan industri di Industri di Indonesia sangat pesat, kejadian penyakit jenis ini meningkat dengan cepat pula. Peningkatan ini disebabkan oleh belum ditaatinya ajaran dan petunjuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Bissinosis merupakan salah satu penyakit paru akibat kerja. Pada orang/ pekerja yang rentan, pajanan debu kapas, sisal, atau serat dapat menyebabkan sesak napas akut dengan batuk dan obstruksi saluran napas reversible. Gejala ini dirasakan petama kali pada hari pertama minggu pertama kerja yaitu biasanya hari Senin dan kemudia mereda, bissinosis disebut juga Monday morning chest tightness atau Monday morning asthma. . Bisinosis lebih sering ditemukan pada karyawan pemintalan yang terpajan debu kapas kadar tinggi dibanding karyawan penenunan.

Kasus Skenario D : Seorang pekerja pabrik Garmen mengeluh timbul rasa berat di dada atau nafas pendek disertai juga demam dan nyeri otot pada setiap hari pertama kembali bekerja dari setiap libur panjang ( Hari Raya Idul Fitri ) ataupun sehabis libur Sabtu dan Minggu.

PEMBAHASAN Pendekatan Klinis (Diagnosis Okupasi ) Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang diderita karyawan dalam hubungan dengan kerja, baik faktor resiko karena kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi. Penyakit akibat kerja diagnosisnya dapat ditegakkan dengan metode yang dikenal 7 Langkah Diagnosis Okupasi , terdiri dari : 1. Diagnosis Klinis a. Anamesis Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis terbagi menjadi dua tipe, yang pertama autoanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan langsung kepada pasien, yang kedua alloanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan kepada pihak keluarga, orang tua, atau kerabat selain pasien. Yang termasuk didalam alloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Beberapa petanyaan yang dapat diajukan dalam anamnesis : Menanyakan identitas pasien ? ( nama, umur, pekerjaan di bagian apa, alamat,dll) Menanyakan keluhan utama ? (pada kasus : rasa berat di dada atau nafas pendek disertai demam dan nyeri otot) Menanyakan ada keluhan tambahan ? ( batuk, dahak, flu, dll ) Riwayat penyakit Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : Rasa berat di dada/ nafas pendek / sesak napas Sejak kapan sesak dirasakan ? apakah sering terjadi ? Disertai flu ? Sesak muncul pada waktu tertentu atau sepanjang hari/menetap berhari-hari ? (pada kasus: pasien mengalami sesak napas dan gejala lainnya setiap hari pertama kembali bekerja setelah libur panjang atau setelah hari sabtu-minggu)

Sesak dirasakan menetap (berhari-hari) atau hilang timbul Apakah muncul hanya di tempat kerja Ada faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya sesak atau memperberat gejalanya ? (seperti merokok) Demam Sejak kapan ? Demam timbul mendadak ? Demamnya naik turun atau menetap ? Nyeri otot Sejak kapan ? Dimana saja lokasi nyerinya ? Nyeri menetap atau hilang timbul ? Ada faktor yang memperberat ? Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) : Sebelumnya apakah pernah mengalami gejala seperti ini ? Pernah terkena penyakit menahun ? (tbc, asthma, dll) Pernah menderita penyakit yang menyebabkan harus dirawat di rumah sakit ? (trauma, dbd,dll) Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) : Apakah memiliki riwayat penyakit keturunan di keluarga ? (DM, asthma, jantung, kanker,dll) Riwayat pekerjaan dan lingkungan kerja Untuk diagnosis penyakit akibat kerja sangat penting untuk ditanyakan mengenai riwat pekerjaan pasien. Sudah berapa lama bekerja sekarang ? bekerja di bagian/dibidang apa sekarang ? Menanyakan riwayat pekerjaannya sebelumnya (dimana, berapa lama, sebagai apa, dll )? Berapa lama waktu bekerja dalam sehari ? Apakah gejala penyakit berkurang pada saat tidak masuk bekerja ?

Alat kerja, bahan kerja, proses kerja apa yang digunakan dalam bekerja ? Barang apa yang diproduksi/dihasilkan ? Alat pelindung diri apa yang digunakan ? Apakah hanya bekerja di ruangan atau ke luar ruangan pabrik juga ? Pekerja pabrik lain ada yang mengalami hal yang sama ? b. Pemeriksaan Fisik Sebagian besar kasus tidak menunjukkan adanya tanda gangguan fisik. Hal tersebut tidak berarti bahwa langkah pemeriksaan fisik dapat dihilangkan atau hanya sepintas. Observasi menyeluruh terhadap pasien akan mengungkapkan pasien yang napasnya memburu pada waktu istirahat atau setelah melakukan tes fungsi paru. Mungkin ditemukan jari tabuh pada kasus asbestosis, berilosis atau kanker paru. Pada auskultasi paru dapa ditemukan krepitasi halus pada basal paru pasien dengan asbestosis atau silikosis. Mungkin terdapat mengi atau ronkhi pada pasien dengan asma yang berhubungan dengan pekerjaan. Manifestasi extrapulmonar penyakit berilium kronis, kanker paru atau mesotelioma ganas harus dicari jika dianggap perlu. Hal ini juga penting dalam menentukan diagnosis banding atau mencari kemungkinan terjadinya komplikasi, misalnya gagal jantung atau stenosis katup mitral yang mungkin tidak berhubungan dengan kerja. Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan, antara lain : Tanda-tanda vital (suhu, tekanan darah, frekuensi napas, frekuensi nadi) Pemeriksaan fisik paru : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi Umumnya pada pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita penyakit paru akibat kerja akan didapatkan keluhan irtitsi saluran nafas bagian atas seperti : bersin-bersin, iritasi pada mata, hidung, stridor dan gambaran trakeobronkitis. Gejala sistemik dapat berupa mual, muntah, sakit kepala, kadang-kadang demam, pada keadaan berat dapat terjadi oedem pulmonum. c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan fungsi paru

Evaluasi fungsi paru memberikan informasi tentang status fungsional. Evaluasi ini membantu menetapkan derajat kebugaran atau kelemahan. Hal yang paling mendasar pada tes ini adalah kapasitas vital (FVC), volume ekspirasi paksa pada detik pertama (FEV1), dan perbandingan kedua hasil tersebut (FEV1/FVC). FVC adalah seluruh volume udara yang bisa dikeluarkan secara paksa dari paru setelah dilakukan ekspirasi maksimum dan FEV1 adalah volume udara yang dikeluarkan pada detik pertama manuver tersebut. Pada Bissinosis terdapat penurunan nilai KVP/FVC maupun VEP1/FEV1, dan ciri ini jelas terlihat apabila pemeriksaan dilakukan pada hari Senin saat kembali bekerja di lingkungan pabrik tekstil sesudah libur hari Minggu. Penurunan VEP1 pertahun lebih besar didapatkan diantara para pekerja tekstil dengan riwayat paparan debu yang lama, bila dibandingkan dengan subjek yang tidak terpapar. Perokok juga kelihatannya lebih rentan terhadap bissinosis daripada bukan perokok serta lebih mungkin mengalami bentuk-bentuk lanjut penyakt ini. Gejala biasanya muncul setelah seorang bekerja lebih dari 5 tahun, yang dapat berlanjut menjadi bronchitis krnis atau emfisema.

Rontagen paru Pemeriksaan rontagen paru dalam ukuran besar yang berkualitas baik penting dilakukan, khususnya dalam menegakkan diagnosis asbestosis dan silikosis tahap awal. Pemeriksaan rontagen paru selalu bermanfaat pada pekerja dengan gejala pernapasan kronis, misalnya batuk sesak napas untuk menyaring kasus tuberculosis, infeksi lain, atau keganasan. Pemeriksaan rontagen paru perlu dibuat serial. Diagnosis silikosis atau asbestosis tidak boleh didasarkan pada satu foto saja; biasanya harus berdasarkan paling sedikit dua foto dengan jarak beberapa bulan diantaranya. Hanya sedikit korelasi antara temuan pada pemeriksaan rontagen paru dan hasil fungsi paru. Jika terdapat keraguan atau kasus borderline, pemindaian resolusi tinggi yang terkomputerisasi (high resolution computerized scan) dapat bermanfaat dalam menentukan diagnosis diferensial lesi paru. Pemeriksaan rontagen paru juga dapat bermanfaat pada keadaan paru akut untuk menyingkirkan kemungkinan adanya

pneumonitis dan edema paru. Pada penyakit Bissinosis gambaran radiologi tidak khas. d. Pemeriksaan Tempat Kerja Pabrik tekstil atau garmen yang memakai kapas sebagai bahan dasar memberikan resiko paparan debu kapas pada saluran nafas pekerja. Salah satu bahaya kesehatan yang ditimbulkan oleh karena penghisapan debu kapas, hemp atau flax sebagai bahan dasar garmen adalah Bissinosis. Pada pemeriksaan tempat kerja dapat kita lakukan pengukuran kadar dan ukuran partikel debu serta lama kerja. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja RI, nilai ambang batas untuk kadar debu kapas di lingkungan kerja adalah 0,2 mg/m3.

2. Menentukan pajanan di tempat kerja Pajanan yang dialami pekerja adalah debu kapas. Dalam menentukan pajanan dapat diperoleh dari anamnesis, yakni pajanan saat ini dan sebelumnya. Lebih baik jika ada pengukuran lingkungan. Pada kasus pekerja ini berkerja di pabrik garmen sehingga terpajan oleh debu kapas yang terhirup masuk (terinhalasi) selama bekerja. 3. Menentukan adanya hubungan pajanan dengan diagnosis klinis/penyakit Pajanan debu kapas dapat menyebabkan bissinosis. Pabrik garmen (pabrik tekstil) merupakan perusahaan yang memakai kapas senagai bahan dasarnya. Sehingga paparan debu kapas dapat menyebabkan obstruksi saluran napas. Bissinosis adalah penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit saluran nafas akut atau kronis yang dijumpai pada pekerja pengolah kapas, rami halus, dan rami. Penyebab yang sebenarnya tidak diketahui pasti tapi secara umum diterima bahwa penyakit ini disebabkan pajanan terhadapa kapas, sisal atau nenas, rami halus, dan rami. Pekerja kapas yang paling beresiko adalah mereka yang berada di kamar peniup dan penyisir tempat pajanan terhadap debu kapas mentah paling tinggi. Mereka yang bertanggung jawab untuk membersihkan mesin peniup dan mesin penyisir, misalnya pembersih dan penggiling memiliki resiko yang paling tinggi.

Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja RI, nilai ambang batas untuk kadar debu kapas di lingkungan kerja adalah 0,2 mg/m3. Gambaran klinis : penyakit ini memiliki ciri napas pendek dan dada sesak. Gejala paling nyata dialami pada hari pertama hari kerja seminggu ( Sesak pada senin pagi/ Monday morning chest tightness atau Monday morning asthma). Mungkin disertai batuk yang lama-kelamaan menjadi basah berdahak. Biasanya timbul demam selain sesak napas, dan kadang-kadang gejala menetap untuk hari-hari berikutnya. Pengukuran fungsi paru (sebelum dan sesudah giliran tugas) dapat menghasilkan penurunan FEV1 melampaui giliran tugas. Pada sebagian besar individu, temuan ini akan berkurang atau hilang pada hari kedua bekerja. Dengan pajanan yang berkepanjangan, baik gejala maupun perubahan fungsi akan menjadi lebih berat dan mungkin akan menetap selama seminggu kerja. Pada pekerja yang sudah lama terpajan selama bertahun-tahun, adanya riwayat dispnoe saat melakukan kegiatan adalah temuan yang biasa. Tidak ditemukan tanda yang khas atau ciri tertentu pada pemeriksaan fisik. Efek kronis memiliki ciri obstruksi jalan napas dan secara klinis tidak bisa dibedakan dengan bronkhitis kronis dan emfisema. Selain itu lama kerja dan tingkat kadar debu kapas yang memberikan paparan terdapat korelasi dengan timbulnya bissinosis.

Dua keadaan lain penyakit pernapasan yang diasosiasikan dengan pekerja industri kapas: Mill fever. Merupakan keadaan yang bersifat self limited, biasanya terjadi akibat pajanan debu lingkungan. Ini berlangsung 2-3 hari. Gejalanya sakit kepala, malaise dan demam. Gejala demam diserta linu dan nyeri. Penyakit ini tampak seperti flu yang merupakan gejala yang sama dengan metal fume fever dan polymer fume fever. Mill fever berhubungan dengan bakteri gram negatif yang terdapat pada debu pabrik. Ini menyerang hanya sekali tetapi setelah absen lama dari pabrik, pajanan dapat kembali menyebabkan serangan lain. Weavers chought. Penenun memiliki pengalaman outbreak dari penyakit pernapasan akut yang gejalanya adalah batuk kering, dimana pajanan debu dirasa rendah. Ini merupakan hasil dari material yang menempel atau benang yang berjamur yang kadangkadang ditemukan dalam ruang penenunan dengan tingkat kelembaban yang tinggi.

Derajat Bissinosis : Derajat Bissinosis ditentukan dari kapasitas ventilasi serta kuesioner standar

1. Derajat 0 : tidak ada bissinosis 2. Derajat : kadang-kadan rasa dada tertekan pada hari I minggu kerja 3. Derajat 1 : rasa dada tertekan atau sesak napas pada tiap hari I minggu kerja 4. Derajat 2 : rasa berat di dada dan sukar bernapas tidak hanya pada hari I kerja, tetapi juga pada hari lain minggu kerja 5. Derajat 3 : gejala seperti derajat 2 di tambah berkurangnya toleransi terhadap aktivits secara menetap dan atau pengurangan kapasitas ventilasi

Diagnosis Kerja : Bissinosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat klinis dan riwayat pajanan. Gambaran penurunan FEV1 yang bermakna (10% atau lebih) setelah terpajan selama 6 jam pada hari pertama bekerja setelah akhir minggu, memberikan bukti objektif tentang efek akut. Derajat perbaikan penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV1 sebelum giliran tugas dilakukan setelah dua hari tidak terpajan

Ada 3 kriteria untuk diagnosis klinis Bissinosis : 1. Riwayat paparan yang pasti terhadap debu kapas 2. Gejala-gejala Bissinosis yang dikenali pada saat anamnesis dan pada beberapa kasus manifestasi klinis bronchitis kronis 3. Penurunan kapasitas ventilasi selama jam kerja, yang lebih berat pada penderita Bisinosis daripada individu normal dan pada umumnya lebih tinggi pada hari pertama minggu kerja dibandingkan hari lainnya. Diagnosis Banding Asma akibat kerja Pneumonitis Hipersensitif 4. Menentukan apakah pajanan cukup besar untuk menimbulkan penyakit tersebut

Pajanan cukup besar untuk menimbulkan penyakit, dapat kita lihat : Patogenesis Bissinosis belum sepenuhnya jelas. Kelainan paru pada pasien Bissinosis berupa bronkhitis kronis, yang kadang-kadang disertai wheezing, diduga erat hubungannya dengan adanya endotoksin (suatu lipopolisakarida) yang dikeluarkan oleh bakteri yang mengkontaminasi partikel debu kapas. Endotoksin inilah yang diduga sebagai penyebab timbulnya kelainnan paru tadi. Para ahli yakin bahwa endotoksin ini sebagai penyebabnya. Epidemiologi : Pekerja-pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik tekstil, yang mengelolah kapas sejak penguraian kapas, pembersihan, pemintalan, dan penenunan, semuanya termasuk mempunyai risiko timbulnya bissinosis. Diketahui bahwa di masingmasing bagian tersebut kadar atau konsentrasi debu kapas tidak sama, maka besarnya resiko juga berbeda-beda. Studi klinis sebelumnya melaporkan bahwa angka kejadian bronchitis kronis pada para pekerja pabrik tekstil sekitar 4,5-26%. Pekerja yang bekerja pada bagian pembersihan kapas untuk dipintal, pembersihan mesin-mesin tersebut mempunyai resiko paling tinggi terjadinya bissinosis. Angka-angka prevalensi Bissinosis antara 20-50% telah dilaporkan pada ruang-ruang penyisiran (cardroom) kapas dengan kadar debu respirasi anatara 0,35 mg/m3 dan 0,60 mg/m3. Prevalensi kurang dari 10% ditemukan pada ruang kerja dengan kadar debu respirasi kurang dari 0,1 mg/m3. Ini dikaitkan bahwa progresitivitas penyakit meningkat jika durasi pajanan dan level debu yang tinggi berlangsung lebih lama. Bisinosis sedang bersifat reversibel jika pajanan dihentikan, sedangankan bisinosis dengan dengan pajanan yang menahun dapat bersifat ireversibel. Orang dengan bisinosis berat jarang ditemukan dalam survey industri karena mereka sulit untuk bekerja. Bisinosis terlihat lebih berat jika diasumsikan sebagai bronkitis kronik. Tingkatan akhir dari penyakit ini adalah obstuksi saluran napas ygn menetap dengan hiperinflamasi. Perokok meningkatkan resiko dari bissinosi yang ireversibel

5. Peranan faktor individu Pada langkah ini status kesehatan pasien biasanya sangat berpengaruh seperti misalnya riwayat alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, status kesehatan mental, dan kebersihan perorangan tersebut.

6. Faktor lain di luar pekerjaan Adanya kebiasaan yang dapat memperburuk penyakit tersebut seperti hobi pasien, kebiasaan pasien ; misalnya merokok dan pajanan yang terjadi di luar lingkungan kerja (pajanan di rumah atau pada pekerjaan lainnya selain di lingkungan kerja). Pada kasus bissinosis, paparan asap rokok diketahui mempunyai efek sinergis terhadap timbulnya bissinosis apabila terjadi bersama pada para pekerja yang sedang mendapat paparan debu kapas. 7. Diagnosis Okupasi Bissinosis akibat kerja. Oleh karena penyakit ini manifes saat pekerja berada di tempat kerjanya dan terpapar oleh debu kapas tadi, maka bissinosis juga termasuk penyakit akibat kerja.

Pengendalian Penyakit Akibat Kerja (PAK) 1. Pengendalian Pajanan Keberhasilan pencegahan penyakit akibat kerja dapat dicapai dengan mengendalikan pajanan terhadap agens berbahaya sampai pada apa yang dianggap aman pada tingkat yang diperbolehkan. Kegiatan ini juga adalah satu bagian unsur pencegahan primer karena diarahkan pada upaya mencegah kerusakan dengan mengendalikan pajanan sampai tingkat yang aman. Pengendalian administratif Pengendalian administratif mungkin bisa sebagai pilihan yang berguna atau tindakan tambahan untuk mengurangi pajanan pegawai dalam bahaya pekerjaannya. Tindakan ini dapat berbentuk perluasan dan rotasi pekerjaan, pembatasan jam kerja pada operasi berbahaya, atau malah member tugas ulang pada pekerjaan sementara. Pelatihan pekerja untuk mengenal bahaya pekerjaan, cara bekerja secara aman, dan hal yang harus dilakukan dalam keadaan darurat atau bila penyakit akibat kerja timbul, adalah satu aspek lain pencegahan yang penting. Alat Pelindung perorangan (APD)

Pemakaian alat pelindung perorangan sering dipraktekan secara luas. Penggunaan ini memiliki kebaikan, terutama relatif tidak mahal berguna untuk jangka pendek atau pajanan yang kadang-kadang terhadap bahaya pekerjaan. Alat pelindung harus dipilih secara benar supaya efektif. Misalnya untuk melindungi bagian tubuh paru yang mana dapat terkena bahan berbahaya berupa debu dan asap; sehingga alat APD (PPE= Personal Protective Equipment) seperti : masker wajah, respirator-respirator dengan filter penyerap, dan alat bantu pernapasan.

2. Teknik Pengendalian Pengendalian adalah upaya untuk mengurangi atau meniadakan bahan berbahaya di lingkungan kerja. Untuk melakukan pengendalian, dapat dipilih teknologi yang paling tepat dan mungkin dilaksanakan, atau teknologi mudah, murah, bermanfaat. Pemilihan teknologi, sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal, antara lain : a. Jenis bahaya yang potensial dan sumber serta lokasinya b. Apakah sumber bahaya bisa dihilangkan secara menyeluruh c. Apakah mungkin dilakukan substansi bahan, alat, atau cara kerja d. Apakah kontak dengan hazard dapat dikurangi Secara hierarki, pengendalian hazard yang diutamakan adalah pengendalian pada sumbernya, lalu lingkungan kerja, terakhir langsung pada pekerjanya. Pengendalian debu Pengendalian debu di lingkungan kerja dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu pencegahan terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap manusia yang terkena dampak. Pencegahan Terhadap Sumbernya Pengontrolan debu diruang kerja terhadap sumbernya antara lain: Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu diruang kerja dengan Local Exhauster atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap. Subsitusi mengganti substansi tertentu yang berbahaya dengan sustansi yang tidak atau rendah bahaya namun tetap memenuhi kebutuhan proses. Substitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu.

Pencegahan Terhadap Transmisi Upaya paling praktis dalam pencegahan debu adalah menggunakan air. Air dapat digunakan untuk menyemprot coal face dan loose rock, dan pada permukaan setelah blasting, dumping, atau berbagai rock handling process. Akan tetapi, banyak pekerjaan underground kekurangan supply air yang cukup. Ventilasi yang baik juga penting untuk mengeliminasi debu. Setiap tempat kerja seharusnya memiliki supply udara bersih untuk mengencerkan atau mengangkut airborne dust. Akan tetapi, underground ventilation, terutama di negara berkembang, sering buruk akibat buruknya fasilitas. Ada 2 sistem dalam prinsip aliran udara ini yaitu : supplay sistem dan exhaust sistem. Exhaust sistem prinsipnya adalah untuk memindahkan udara kontaminan dari ruang kerja, sedangkan supplay sistem adalah menambahkan udara ke dalam ruang kerja. Selain itu fungsi lain dari sistem supplay adalah untuk menggerakkan udara kearah yang diinginkan, juga digunakkan untuk mengganti udara yang telah dipindahkan oleh exhaust sistem. Sehingga apabila ada exhaust sistem dengan sendirinya harus ada supplay sistem. Adapun sistem ventilasi yang digunakan : a. Ventilasi penurun kadar jika konsentrasi suatu sunstansi di udara berada pada kisaran level maksimum yang diperbolehkan (OES), konsentrasi tersebut dapa dikurangi hingga ke level yang lebih aman dengan memberikan pasokan udara segar. Jika cara ini dilakukan, hasil konsentrasinya harus diperiksa untuk memastikan bahwa target pengurangannya telah tercapai. Ventilasi penurunan kadar ini jangan digunakan jika zat tersebut diberi batas kadar maksimum. b. Ventilasi exhaust setempat ini merupakan sistem di mana berbahaya dalam bentuk debu, asap, atau uap disedot di tempat mana dihasilkan. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan tudung sedot yang dapat dipindah-pindahkan yang ditempatkan di atas titik pembangkitan (misalnya : asap pengelasan, dan sebagainya) atau dengan melakukan proses tersebut di dalam bilik tertutup (misalnya bilik penyemprotan) dimana udara yang dari bilik ini disedot.

Pemeriksaan harus dilakukan pada kedua cara tersebut untuk memastikan adanya aliran udara yang cukup. Pencegahan Terhadap Tenaga Kerja Perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker. Penggunaan APD merupakan alternative lain untuk melindungi pekerja dari bahaya kesehatan. Namun APD harus sesuai dan adekuat. 3. Pemeriksaan Medis - Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja Alasan untuk melakukan pemeriksaan ini adalah sebagai berikut: Menilai kebugaran untuk melakukan pekerjaan yang sudah ditetapkan, misalnya: mengangkat barang yang berat atau mengemudikan kendaraan umum (wajib berdasarkan hokum), juru masak (kemungkinan wajib juga berdasarkan hokum), pengemudi (wajib) Menilai kemampuan atau fitness untuk mengerjakan pekerjaan apa saja Mengenal penyakit dalam keadaan dini yang masih dapat mengerjakan pekerjaan tertentu atau pekerjaan yang disesuaikan agar tercapat tujuan Data dasar informasi kemampuan pekerja Sebagai criteria mendapatkan dana pension atau asuransi atau superannuitas Atas permintaan manajemen dan Peninjauan kecacatan agar dapat ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai. Dalam praktik sehari-hari, dokter memeriksa tidak sampai 10% dari pelamar baru. Mereka yang diperiksa itu sudah dapat ditetapkan secara apriori perlu dilihat dokter.

Mereka ini adalah : Pekerja yang menyangkut keselamatan umum, seperti pengemudi, pilot pesawat terbang, juru masak dll

Pekerja yang memerlukan ketahanan terhadap tuntutan pekerjaan berat yangtidak spesifik dan menggunakan kekuatan fisik serta Pekerja yang memerlukan ketahanan terhadap tuntutan pekerjaan berat yang spesifik.

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja ini meliputi Pemeriksaan fisik lengkap

Kesegaran jasmani Rontgen paru-paru (bilamana mungkin) Lobaratorium rutin Pemeriksaan lain yang dianggap penting Tuntutan pekerja spesifik dan evaluasi bahawa yang iakibatkannya ialah Debu dilakukan foto rontgen toraks Kebisingan dilakukan audiometric Radiasi pengion dilakukan hematologi Pelarut oraganik dilakuakn biokimia serum Pekerja laboratorium dilakukan evauasi status imunologik Allerge dilakukan uji atopi Dokter mempunyai peranan penting dalam mendidik manajer dalam hal menentukan Kriteria yang bsah untuk menerima atau menolak pelamar berdasarkan pemeriksaan medis. Sebagai aturan umum, harus ada peluang untuk mengubah pekerjaan sehingga sesuai dnegan kondisi pelamar. Jika pelamar ini sudah dipilih olehmanajemen untuk pos tersebut, tanpa melihat hasil pemeriksaan kesehatan. Namun demikian silang pendapat mengenai masalah ini masih tetap ada, terutama bila menyangkut superanuitas. Sebagai contoh, beberapa pengusaha tidak mau

mempekerjakan pelamar yang mengidap penyakit diabetes mellitus tergantung insulin meskipun sudah terkontrol. Alasan dibalik penolakan ini adalah banyaknya absen sakit yang akan dijalani oleh orang tadi dan adany kecenderungan untuk pension lebih dini. Penolakan itu berakibat tidak tergantugnnya asuransi. Dengan alas an serupa, mereka

yang merokok akan memperoleh peluang lebih besar untuk ditolak bekerja, tetapi ketidaklogisan ini masih menyelimuti beberapa pengusaha. - Pemeriksaan Kesehatan Berkala Pemeriksaan kesehatan menjadi cirri yang menonjol untuk petugas dalam bidang kesehatan kerja. Selain itu banyak manajer industry yang gemar menekankan pentingnya pelayanan itu diberikan kepada pekerja. Namun, sayang sekali beberapa pelayanan kesehatan kerja tidak lebih dari alat penyeleksi, tanpa evaluasi yang mendalam terhadap manfaat pemeriksaan yang semakin mahal ini. Baik manajemen maupun pekrja mempunyai keyakinan bahw apemeriksaan kesehatan berkala dapat mencegah timbulnya gangguan kesehatan. Pandangan yang demikian sering didukung oleh dokter yang mendapatkan penghasilan tambahan dari upaya itu. Kenyataan yang sebenarnya, manfaat pemeriksaan itu beraneka ragam, mulai dari yang paling bermanfaat sampai ke yang tak ada manfaatnya sama sekali. Kekeliruan utama terdapat pada keyakinan yang berlebihan pada informasi yang diperoleh dari pemeriksaan kesehatan berkala dengan atau tanpa dukungan pemeriksaan foto toraks,

elektrokardiografi dan pemeriksaan fungsi paru. Ada upaya untuk membedakan antara penyaringan (screening) dan penemuan kasus (case finding). Penyaringan merupakan upaya yang menggunakan prosedur dan populasi yang tidak dipilih akan dikelompokkan menjadi dua group; satu group yang mempunyai peluang besar untuk menderita penyakit yang mematikan atau membuat cacat dan satu grup yang mempunyai peluang sedikit. Penemuan penyakit merupakan upaya untuk menemukan penyakit dnegan berbagai macam pemeriksaan atau prosedur oleh seorang petugas kesehatan yang sudah sejak lama mempunyai hubungan yang berlanjut dengan orangyang diperiksa. Berdasarkan tinjauan terakhir mengenai pemeriksaan kesehatan berkala, disepakati hanya ada beberapa kondisi orang dewasa yang memerlukan survailance sistematik, baik untuk pencegahan maupun untuk pengobatan. Beberapa kondisi tersebut adalah sebagai berikut: Beberapa penyakit menular, seperti : rubella, cacar, kolera, tuberkulosis, hepatitis dll Gangguan penglihatan, seperti kelainan refraksi

Glaucoma sudut terbuka primer Diabetes mellitus Hipotiroidisme Hipertensi dll Upaya mengubah pola hidup perorangan, seperti pengendalian alkohol dan

pemakaian rokok dapat dilakukan dan efektif, namun kurang mendapatkan tanggapan dari mereka yang diberi penyuluhan. Pemeriksaan kesehatan berkala merupakan bagian yang sangat penting dalam praktik kesehatan kerja, apabila dikerjakan dengan alasan spesifik dengan tujuan spesifik dan dengan tindak lanjut yang spesifik, serta dilakukan oelh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperolehnya. Pemeriksaan itu dapat berupa: Harus dilakukan karena peraturan, misalnya peraturan timbal Sukarela dilakukan karena permintaan pengusaha saja atau atas nasihat petugas kesehatan Pemeriksaan kesehatan berkala ini merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter. Dimana tujuan pemeriksaan kesehatan berkala ini dilakukan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, menilai kemungkinan adanya pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan. Pemeriksaan ini dilakukan minimal setahun sekali, bila ada penyakit akibat kerja wajib lapor ke Dirjen Binalindung Tenaga Kerja melalui Kanwil Ditjen Binalindung Tenaga Kerja. Pemeriksaan kesehatan berkala yang dilakukan yaitu : Pemeriksaan fisik lengkap Kesehatan jasmani Rontgen paru-paru Laboratorium rutin Pemeriksaan lain yang dianggap penting

- Pemeriksaan Kesehatan Khusus Pemeriksaan khusus merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusu terhadap tenaga kerja tertentu, jenis pemeriksaan yang dilakukan tergantung atas indikasi (ditentukan pleh dokter). Pemeriksaan khusus ini dilakukan pada saat menilai adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau kelompok tenaga kerja tertentu, menilai kondisi kesehatan tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 minggu, dan digunakan untuk tenaga kerja yang berusia diatas 40 tahaun atau tenaga kerja cacat serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu. Selain itu tenaga kerja yang padanya terdapat dugaan tertentu mengenai gangguan kesehatan, terdapat keluhan-keluhan gangguan kesehatan atau penyakit pada kelompok tenaga kerja atau atas dasar pengamatan atau penilaian dari pihak yang berwenang atau berwajib atau atas dasar pendapat umum dimasyarakat. Cakupan pemeriksaan khusus yang dilakukan difokuskan kepada hal-hal yang menjadi alas an diselenggarakannya pemeriksaan khusus. Aspek adanya pengaruh pekerjaan atau lingkungan kerja kepada kesehatan tenaga kerja Kecelakaan kerja yang memerlukan perawatan lebih dari dua minggu Usia lebih dari 40 tahun Kembali bekerja sesudah sakit yang lama dsb Dalam hal terdapat dugaan kuat adanya pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan, pemeriksaan khusus perlu diadakan tidak saja terdapat keadaan kesehatan melainnya juga kepada factor-faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja.

4. Edukasi Suatu penjelasan agar pekerja mengetahui dan mentaati peraturan dan undangundang yang berlaku serta tahu adanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja, sehingga

dapat bekerja lebih berhati-hati.

Seperti halnya wajib menggunakan APD, contoh:

pengunaan masker pada pekerja yang beresiko terpapar debu. Kita juga menerangkan cara penggunaan APD dan menjelaskan pentingnya penggunaan alat-alat tersebut. Pembatasan waktu selama pekerja terpajan terhadap zat tertentu yang berbahaya dapat menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja. Kebersihan perorangan dan pakaiannya, merupakan hal yang penting, terutama untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan bahan kimia serta partikel lain. Higiene diri kebanyakan gangguan kesehatan berasal dari sejumlah kecil substansi kimia yang menempel di pakaian atau tangan dan tertelan ketika makan, minum, atau merokok. Oleh karena itu perlu ada larangan makan, minum, dan merokok di tempat kerja. Selain itu, para pekerja harus menukar seluruh pakaian yang dikenakan dan mencuci bersih tangan mereka sebelummakan, minum, merokok. Penatalaksanaan 1. Non-medikamentosa Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversible sedangkan penyakit yang berat dan kronis tidak. Pasien dengan gejala khas dan menunjukkan penurunan FEV1 10% atau lebih harus dipindahkan ke daerah yang tidak terpajan. Pasien dengan penyumbatan jalan napas sedang atau berat, misalnya FEV1 lebih rendah dari 60% dari nilai yang diperkirakan, juga harus lebih baik tidak terpajan lebih lanjut 2. Medikamentosa Diberikan bronkodilator biasanya untuk mencegah terjadinya bronkospasme. Pada kasus yang yang lebih berat dapat diberikan terapi kortikosteroid.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan gejala gejala yang timbul pada pasien dalam skenario, pasien tersebut menderita bisinosis. Penangan yang tepat dapat menyembuhkan dan menghindari resiko komplikasi pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA 1. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC;2009.h.198-202. 2. J.M Harrington. Buku saku kesehatan kerja. Edisi ke-3. Jakarta:EGC;2003.h.87-93. 3. Rahmatullah P. Buku ajar IPD jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing;2009.h.228791. 4. J.Jeyaratnam, David K. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta:EGC;2009.h.351-68. 5. John R. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja.Edisi ke-3. Jakarta:penerbit Erlangga;2006.h.142-3,178-180.