Birul Walidain Word
-
Upload
cecep-saefull-huda -
Category
Documents
-
view
38 -
download
8
Transcript of Birul Walidain Word
Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua –dalam wacana Islam-
adalah persoalan utama, dalm jejeran hukum-hukum yang terkait dengan berbuat
baik terhadap sesama manusia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah cukup
menegaskan wacana ‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga
RasulullahSallallahu ’Alaihi Wa Sallam dalam banyak sabdanya, dengan
memberikan ‘bingkai-bingkai’ khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih
saksama. Di antara tumpukan bukti tersebut adalah sebagai berikut: Allah
Subhanahu Wata’alamenggandengkan’ antara perintah untuk beribadah kepada-
Nya, dengan perintah berbuat baik kepada orang tua:
“Allah Subhanahu Wata’ala telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan
kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)
Allah Subhanahu Wata’alamemerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada
orang tuanya, meskipun mereka kafir
“Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat kemusyrikan yang jelas-jelas tidak
ada pengetahuanmu tentang hal itu, jangan turuti; namun perlakukanlah keduanya
secara baik di dunia ini.” (Luqmaan : 15) Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Ayat di
atas menunjukkan diharuskannya memelihara hubungan baik dengan orang tua,
meskipun dia kafir. Yakni dengan memberikan apa yang mereka butuhkan. Bila
mereka tidak membutuhkan harta, bisa dengan cara mengajak mereka masuk
Islam..” Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.
Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta ijin
berjihad kepada Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam, Beliau bertanya, “Apakah
kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Masih.” Beliau bersabda,
“Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya.” (Riwayat Al-
Bukhari dan Muslim) Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk
Surga.
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambersabda, “Sungguh kasihan, sungguh
kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan,
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang
tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka
sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.” (Riwayat Muslim)
Beliau juga pernah bersabda: “Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju Surga.
Bila engkau mau, silakan engkau pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak
memperdulikannya.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hadits
ini shahih.” Riwayat ini juga dinyatakan shahih, oleh Al-Albani.) Menurut para ulama,
arti ‘pintu pertengahan’, yakni pintu terbaik. Keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala,
berada di balik keridhaan orang tua.
“Keridhaan Allah Subhanahu Wata’alabergantung pada keridhaan kedua orang tua.
Kemurkaan Allah Subhanahu Wata’ala, bergantung pada kemurkaan kedua orang
tua.” Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.
Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam sambil
mengadu, “Wahai Rasulullah! Aku telah melakukan sebuah perbuatan dosa.” Beliau
bertanya, “Engkau masih mempunyai seorang ibu?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.”
“Bibi?” Tanya Rasulullah lagi. “Masih.” Jawabnya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallam bersabda, “Kalau begitu, berbuat baiklah kepadanya.” Dalam pengertian
yang ‘lebih kuat’, riwayat ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang
tua, terutama kepada ibu, dapat membantu proses taubat dan pengampunan dosa.
Mengingat, bakti kepada orang tua adalah amal ibadah yang paling utama. Perlu
ditegaskan kembali, bahwa birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih
dari sekadar berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki
nilai-nilai tambah yang semakin ‘melejitkan’ makna kebaikan tersebut, sehingga
menjadi sebuah ‘bakti’. Dan sekali lagi, bakti itu sendiripun bukanlah balasan yang
setara untuk dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah
dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur. Imam An-Nawaawi
menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua,
bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat
mereka bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.” Al-Imam Adz-
Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya
dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban: Pertama: Menaati
segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat. Kedua: Menjaga amanah harta
yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua. Ketiga: Membantu atau
menolong orang tua, bila mereka membutuhkan. �ي�اه� إ إ�ال� ت�ع ب�د�وا أ�ال� ب�ك� ر� و�ق�ض�ى
و�ال� ف�أ� ا م� ل�ه� ل ت�ق� ال� ف� ا م� ه� ك�ال� و
أ� ا م� د�ه� ح�أ� ال ك�ب�ر� ن د�ك� ع� ي�ب ل�غ�ن� ا إ�م� ان.ا س� إ�ح ال�د�ي ن� ب�ال و� و�
ا ) ك�ر�يم. و ال. ق� ا م� ل�ه� ل و�ق� ا ه�م� ر ب2( 23ت�ن ه� ر� و�ق�ل ة� م� ح الر� م�ن� الذ�ل2 ن�اح� ج� ا م� ل�ه� ض ف� و�اخ
ا ) غ�ير. ص� ب�ي�ان�ي ر� ا ك�م� ا م� م ه� ح� (24ار “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah
dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku waktu kecil." (DQ. Al-Isra: 23-24) Ini adalah perintah untuk mengesakan
Sesembahan, setelah sebelumnya disampaikan larangan syirik. Ini adalah perintah
yang diungkapkan dengan kata qadha yang artinya menakdirkan. Jadi, ini adalah
perintah pasti, sepasti qadha Allah. Kata qadha memberi kesan penegasan terhadap
perintah, selain makna pembatasan yang ditunjukkan oleh kalimat larangan yang
disusul dengan pengecualian: “Supaya kamu jangan menyembah selain Dia…” Dari
suasana ungkapan ini tampak jelas naungan penegasan dan pemantapan. Jadi,
setelah fondasi diletakkan dan dasar-dasar didirikan, maka disusul kemudian
dengan tugas-tugas individu dan sosial. Tugas-tugas tersebut memperoleh
sokongan dari keyakinan di dalam hati tentang Allah yang Maha Esa. Ia menyatukan
antara motivasi dan tujuan dari tugas dan perbuatan. Perekat pertama sesudah
perekat akidah adalah perekat keluarga. Dari sini, konteks ayat mengaitkan birrul
walidain (bakti kepada kedua orangtua) dengan ibadah Allah, sebagai pernyataan
terhadap nilai bakti tersebut di sisi Allah: Setelah mempelajari iman dan kaitannya
dengan etika-etika sosial yang darinya lahir takaful ijtima’I (kerjasama dalam
bermasyarakat), saat ini kita akan memasuki ruang yang paling spesifik dalam
lingkaran interaksi sosial, yaitu Birrul walidain (bakti kepada orang tua). “Dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”
Dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan gambaran-gambaran yang inspiratif
inilah Al-Qur’an Al-Karim menggugah emosi kebajikan dan kasih sayang di dahati
anak-anak. Hal itu karena kehidupan itu terdorong di jalannya oleh orang-orang yang
masih hidup; mengarahkan perhatian mereka yang kuat ke arah depan. Yaitu
kepada keluarga, kepada generasi baru, generasi masa depan. Jarang sekali
kehidupan mengarahkan perhatian mereka ke arah belakang..ke arah orang tua..ke
arah kehidupan masa silam..kepada generasi yang telah pergi! Dari sini, anak-anak
perlu digugah emosinya dengan kuat agar mereka menoleh ke belakang, ke arah
ayah dan ibu mereka. Sebelum masuk ke inti pembahasan, ada catatan penting
yang harus menjadi perhatian bersama dalam pembahasan birrul walidain; ialah
Islam tidak hanya menyeru sang anak untuk melaksanakan birrul walidain, namun
Islam juga menyeru kepada para walidain (orang tua) untuk mendidik anaknya
dengan baik, terkhusus dalam ketaan kepada Allah dan Rasulul-Nya. Karena hal itu
adalah modal dasar bagi seorang anak untuk akhirnya menjadi anak sholih yang
berbakti kepada kedua orangtuanya. Dengan demikian, akan terjalin kerjasama
dalam menjalani hubungan keluarga sebagaimana dalam bermasyarakat.
Gaya bahasa yang digunakan al-Quran dalam memerintahkan sikap bakti kepada
orang tua ialah datang serangkai dengan perintah tauhid atau ke-imanan, “Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia“ .
Dalam artian setelah manusia telah mengikrakan ke-imanannya kepada Allah, maka
manusia memiliki tanggungjawab kedua, yaitu “Dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
Jika kita bertanya, mengapa perintah birrul walidain begitu urgen sehingga ia datang
setelah proses penghambaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala?? Al-Quran
Kembali menjawab ا ر. ه ش� ث�ون� ث�ال� ال�ه� و�ف�ص� ل�ه� م و�ح� ا ه. ك�ر ع�ت ه� و�و�ض� ا ه. ك�ر ه� م�أ� ل�ت ه� م� ح�
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah
payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”(Al-
Ahqaf: 15) Ketika orangtua berumur muda, kekuatan fisik masih mengiringinya,
sehingga ia bertanggungjawab untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya.
Namuun saat mereka berumur tua renta, dan anaknya sudah tumbuh dewasa
berbaliklah roda tanggungjawab itu.
Para pembantu mungkin mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi
bisa dilihatnya, mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan
mengiringnya dari suatu temnpat ke tempat lain. Namun ada satu hal yang tidak
pernah bisa diberikan oleh pembantu, ialah cinta dan kasih sayang. Hanya dari sang
buah hatilah rasa cinta dan kasih sayang dapat diraihnya. Kedua orang tua secara
fitrah akan terdorong untuk mengayomi anak-anaknya; mengorbankan segala hal,
termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau menghisap setiap nutrisi dalam
benih hingga hancur luluh; seperti anak burung yang menghisap setiap nutrisi yang
ada dalam telor hingga tinggal cangkangnya, demikian pula anak-anak menghisap
seluruh potensi, kesehatan, tenaga dan perhatian dari kedua orang tua, hingga ia
menjadi orang tua yang lemah jika memang diberi usia yang panjang. Meski
demikian, keduanya tetap merasa bahagia! Adapun anak-anak, secepatnya mereka
melupakan ini semua, dan terdorong oleh peran mereka ke arah depan. Kepada istri
dan keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari sini, orang tua tidak butuh
nasihat untuk berbuat baik kepada anak-anak. Yang perlu digugah emosinya
dengan kuat adalah anak-anak, agar mereka mengingat kewajiban terhadap
generasi yang telah menghabiskan seluruh madunya hingga kering kerontang!
Dari sinilah muncul perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam
bentuk qadha dari Allah yang mengandung arti perintah yang tegas, setelah perintah
yang tegas untuk menyembah Allah. Usia lanjut itu memiliki kesan tersendiri. Kondisi
lemah di usia lanjut juga memiliki insprasinya sendiri. Kataعندكyang artinya “di
sisimu” menggambarkan makna mencari perlindungan dan pengayoman dalam
kondisi lanjut usia dan lemah. “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka…” Ini adalah
tingkatan pertama di antara tingkatan-tingkatan pengayoman dan adab, yaitu
seorang anak tidak boleh mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kekesahan
dan kejengkelan, serta kata-kata yang mengesankan penghinaan dan etika yang
tidak baik. “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” Ini adalah
tingkatan yang paling tinggi, yaitu berbicara kepada orang tua dengan hormat dan
memuliakan. ة� م� ح الر� م�ن� الذ�ل2 ن�اح� ج� ا م� ل�ه� ف�ض Dan“ و�اخ rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan…” Di sini ungkapan melembut
dan melunak, hingga sampai ke makhluk hati yang paling dalam. Itulah kasih sayang
yang sangat lembut, sehingga seolah-olah ia adalah sikap merendah, tidak
mengangkat pandangan dan tidak menolak perintah. Dan seolah-olah sikap
merendah itu punya sayap yang dikuncupkannya sebagai tanda kedamaian dan
kepasrahan .Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang
lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di
masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah
tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat Allah itu lebih
luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah lebih mampu untuk membalas
keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa
dibalas oleh anak-anak. Belaian anak saat orang tua telah berumur lanjut ialah
kenikmatan yang tak terhingga. Wajarlah kiranya al-Quran memberikan
pengkhususan dalam birrul walidain ini saat kondisi mereka tua renta, yaitu: 1.
Jangan mengatakan kata uffin (ah) 2. Jangan membentak 3. Ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia. 4. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan
penuh kesayangan 5.Dan do’akanlah mereka. Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-
rafdu (menolak). Jadi janganlah kita mengatakan kata-kata yang mengandung
makna menolak, terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena pada
umur lanjut inilah kebutuhan mereka memuncak, hampir pada setiap hitungan jam
mereka membutuhkan kehadiran kita disisinya.
Sedimikian pentingnya perintah birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka dapat
menghantarkan sang anak kedalam surga-Nya. Rasulullah saw bersabda “Barang
siapa yang menajalani pagi harinya dalam keridhoan orang tuanya, maka baginya
dibukakan dua pintu menuju syurga. Barang siapa yang menjalani sore keridhoan
orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Dan barang siapa
menjalani pagi harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan
dua pintu menuju neraka. Dan barang siapa menjalani sore harinya dalam
kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka ”.(HR.
Darul Qutni dan Baihaqi) Dengan demikian merugilah para anak yang hidup
bersama orang tuanya di saat tua renta namun ia tidak bisa meraih surga, karena
tidak bisa berbakti kepada keduanya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallammengatakan tentang ihwal mereka ال� ق� ة� ي ر� ر� ه� ب�ىأ� ع�ن ب�يه�
� أ ع�ن Gل ي ه� س� ع�ن
.» « - ه� - ن ف�� أ غ�م� ر� ث�م� ه� ن ف�
� أ غ�م� ر� ث�م� ه� ن ف�� أ غ�م� ر� وسلم عليه الله صلى الل�ه� ول� س� ر� ال� ق�
« ل�م ث�م� ا م� ك�ل�ي ه� وأ� ا م� د�ه� ح�
أ� ال ك�ب�ر� ن د� ع� ال�د�ي ه� و� ك� د ر�أ� م�ن ال� ق� الل�ه� ول� س� ر� ي�ا م�ن ق�يل�
ن�ة� ل ج� ال� Dari Suhaili, dari ayahnya dan dari Abu Hurairah. Rosulullah Sallallahu“ .» ي�د خ�
’Alaihi Wa Sallam bersabda : ”Merugilah ia (sampai 3 kali). Para Shahabat bertanya :
”siapa ya Rosulullah?Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda :“Merugilah
seseorang yang hidup bersama kedua orang tuanya atau salah satunya di saat
mereka tua renta, namun ia tidak masuk surga” (HR. Muslim). Terkait cara berbakti
kepada orang tua, memulai dengan perkataan yang baik. Kemudian diiringi
denganmeringankan apa-apa yang menjadi bebannya. Dan bakti yang tertinggi yang
tak pernah dibatasi oleh tempat dan waktu ialah DOA. Do’a adalah bentuk bakti
anak kepada orang tua seumur hidup-nya. Do’alah satu-satunya cara yang diajarkan
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambagi anak-anak yang pernah menyakiti
orangtuanya namun mereka meninggal sebelum ia memohon maaf kepadanya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallambersabda : “Bahwasanya akan ada seorang hamba pada hari kiamat nanti
yang diangkat derajatnya, kemudian ia berkata “Wahai tuhanku dari mana aku
mendapatkan (derajat yang tinggi) ini??. Maka dikatakanlah kepadanya “Ini adalah
dari istighfar (doa ampunan) anakamu untukmu” (HR.Baihaqi) Adapun doa yang
diajarkan, ialah sebagaimana termaktub dalam al-Quran : ا ك�م� ا م� ه� م ح� ار ب2 ر� و�ق�ل
غ�ير. ص� ب�ي�ان�ي Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka" ر�
berdua telah mendidik aku waktu kecil” (Al-Isra’: 24). Itulah ingatan yang sarat kasih
sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan
keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan
penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati
keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh.
Allah Subhanahu Wata’ala lebih mampu untuk membalas keduanya atas darah dan
hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak. Al
Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari
ayahnya: “Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong ibunya. Ia
membawa ibunya thawaf. Lalu ia bertanya kepada NabiSallallahu ’Alaihi Wa Sallam,
“Apakah aku telah menunaikan haknya?” Nabi Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallammenjawab, “Tidak, meskipun untuk satu tarikan nafas kesakitan saat
melahirkan.” Dalam ayat lain Al-Quran mengajar doa yang begitu indah, ialah doa
yang mencakup bagi kita, orang tua dan keturunan kita : ك�ر� شأ� أ�ن و ز�ع ن�ي
أ� ب2 ر�
ف�ي ل�ي ل�ح صأ� و� اه� ض� ت�ر ا ال�ح. ص� ع م�ل�
أ� أ�ن و� ال�د�ي� و� و�ع�ل�ى ع�ل�ي� ن ع�م ت�� أ ال�ت�ي ت�ك� ن�ع م�
ين� ل�م� ال م�س م�ن� إ�ن2ي و� �ل�ي ك� إ ت�ب ت� إ�ن2ي ي�ت�ي Ya" ذ�ر2 Allah.., tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri." (Al-Ahqaf : 15). Wallahu a’lam.
Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang!
Segala puji bagi Allah - Tuhan semesta alam, tempat kita memuji dan meminta
bantuan dan pengampunan. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa dan
perbuatan kita. Sungguh, tak seorang pun bisa menyesatkan orang-orang yang telah
Allah bimbing ke jalan yang lurus, dan tidak ada yang akan mampu membimbing ke
jalan yang lurus orang-orang yang telah Allah sesatkan. Saya bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah yang tidak memiliki sekutu, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya! Kemudian ...
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi Wa barakatuh!
Kedamaian dan rahmat menyertaimu, Ibu tersayang! Saya telah lama bertanya-
tanya bagaimana menyampaikan pikiran dan perasaanku terhadapmu, dan saya
memutuskan untuk menulis surat ini. Semoga Ayah tidak tersinggung karena surat
ini ditujukan kepadamu, orang yang selalu ia jaga dan pedulikan, saya sangat
menghargai itu, tetapi yang paling dekat dan sayang kepada setiap orang - adalah
Ibu! Nabi (saw) berkata: "Surga berada di bawah kaki ibumu!"
Agar tidak mengundang kemarahan musuh Allah atau pun orang-orang yang
dengan sukacita menyerangmu dengan berbagai interogasi dan panggilan ke polisi,
dan juga agar tidak membuat banyak lidah kerabat kita mengeluarkan fitnah mereka,
saya tidak akan menyebut nama.
Saya berterima kasih kepadamu, Ibu, untuk semua kesulitan yang Ibu derita demi
kebahagiaan saya, sejak Ibu mengandung saya selama berbulan-bulan yang tidak
mudah tentunya, dan berakhir dengan kenyataan bahwa saya menjadi saya
sekarang - seorang muslim, seorang Mujahid yang selalu mencari pengampunan
dan surga. Semoga Allah membalasmu untuk setiap peluh yang Ibu keluarkan saat
saya dilahir ke dunia ini, untuk kegelisahan, untuk air mata, untuk malam-malam
dimana Ibu terjaga, dan untuk hari-harimu yang sulit.
Karena Ibu selalu menanamkan kesalehan sejak masa kanak-kanak, karena
bertahun-tahun yang dihabiskan untuk pendidikan saya, karena segala kesulitan
yang Ibu tepis, maka saya tidak perlu apa-apa dan tidak akan merasa kehilangan.
Dengan karunia Allah Yang Maha Kuasa dan dengan usaha Ibu, masa kecil saya
adalah masa dimana saya tidak pernah kehilangan makanan, pakaian, dan tempat
tinggal.
Rizki ini dari Allah melalui tanganmu, Ibu. Yang paling penting bagi setiap anak,
kehangatan dan kebaikan orang tua, dan saya tidak pernah sedikitpun merasakan
kurangnya kehangatan, kasih sayang dan perhatian darimu. Jadi saya sangat
bersyukur kepada Allah dan berterima kasih padamu atas segalanya!
Ibu yang mulia, sebagian besar hidupmu terjadi di negara kafir komunis di mana
orang-orang yang dipaksakan dengan cita-cita dan nilai-nilai yang palsu.
Sepenuhnya orang-orang kafir itu ingin menghilangkan rasa takut setiap orang
terhadap Tuhan, dan hal itu terjadi pada hari-hari kita, tetapi mereka tidak akan
pernah memadamkan cahaya Allah, dan Alhamdulillah, Allah-lah yang senantiasa
membimbing kami ke jalan yang lurus, dan membuat kita sebagai muslim dalam arti
yang sesungguhnya!
Tidak dapatkah Ibu melihat bagaimana orang-orang Kabardian, Balkar, dan
Karachay berubah, mereka yang menyebut diri mereka Muslim, mereka yang sejak
lahir tahu bahwa anggur dan vodka adalah haram dan daging babi itu dilarang? Apa
yang terjadi dengan rasa malu mereka? Apa yang terjadi pada kemanusiaan
mereka? Dan apa yang tersisa dari kesalehan mereka?
Lagi pula, orang-orang yang semasamu mungkin bisa sedikit melihat dimana
gagasan mengenai kehormatan, penghargaan dan penghormatan bagi orang tua,
kesopanan, dan seterusnya begitu ditaati. Orang tua pada saat itu mungkin berbuat
kesalahan, meskipun diam-diam, tetapi mereka selalu berusaha untuk menanamkan
kesalehan kepada anak-anak mereka!
Bahkan saya ingat suatu saat ketika gadis-gadis itu malu untuk tampil di depan
umum tanpa jilbab, dan jika terlihat berduaan dengan seorang laki-laki, itu dianggap
sebagai aib. Mereka yang tidak dapat menyingkirkan kebiasaan buruk, seperti
merokok dan lain-lain, menyembunyikan diri mereka dari yang lebih tua, bahkan
pada saat mereka ada di usia tua. Para pemuda menghormati dan menghargai
pendahulu mereka, mereka bahkan malu untuk makan di hadapan orang-orang tua.
Inilah kesopanan yang dilandaskan pada keimanan! Jika seorang pria tidak
mempunyai rasa malu, maka ia tidak memiliki iman! Tetapi kafir (semoga Allah
mempermalukan mereka) selalu bekerja keras! Rasa malu kita sebagai Muslim dan
rasa malu para perempuan Muslim itu tidak ada lagi.
Dalam kata-kata Musa Mukozhev (semoga barakah Allah menyertainya) dalam
salah satu Khutbah Jumat: "Orangtua mengirim anak perempuan mereka untuk
berzina, dan mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan itu, karena
perempuan ini bertemu dengan pria yang ingin ia temui!"
SubhanAllah! Seberapa keras mereka berusaha untuk membuat anak-anak mereka
menjadi bagian dari penghuni neraka! Orangtua membesarkan anak-anak mereka
dalam demokrasi di bawah hukum-hukum kafir, memberi mereka uang untuk
membeli bir dan rokok, dan berkata: "Dia masih melakukan itu sendiri dan tidak
pernah meminta orang lain untuk melakukan hal yang sama." Anak-anak merokok
dan minum alkohol di hadapan orang tua, dan menonton film tidak senonoh,
bersama-sama. Dan kemudian orang tua yang aneh dan tidak lagi memiliki rasa
malu itu bertanya-tanya di mana orang-orang kafir ini muncul di jalanan. Tapi ini
tidak mengejutkan. Ini kebijakan yang jelas orang-orang kafir - untuk memberantas
Islam dan menghancurkan kaum muslim. Mereka menyebarkan kebejatan dan
kejahatan, dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan di negeri kita di bawah
hukum-hukum kufur dan syirik!
Mereka para gerilyawan, yang pernah menjadi teror dan menimbulkan kepanikan
bagi tentara kafir selama perang Rusia-Kaukasia, sekarang malah melayani orang-
orang kafir, dan siap untuk memerangi kaum muslimin dalam rangka mendapatkan
kepuasan gyaurs (orang-orang kafir).
Para gerilyawan, yang belum pernah mendamaikan diri atas penghinaan dari kafir,
sekarang tunduk kepada kafir Rusia untuk mendapatkan sepotong lemak di meja
mereka.
Orang-orang muslim yang tulus yang tidak ingin menerima rezim kafir karena tidak
ingin hidup dalam kehinaan, kini menjadi warga negara kafir Rusia dan secara
sukarela merayakan hari raya kaum Kristen dan pagan, ikut serta minum vodka
pada Paskah Kristen.
Ibu sudah mendengar semua ini dari saya berkali-kali, tapi sekali lagi saya katakan
pemikiran ini sekarang, ketika saya meninggalkan rumah dan bergabung dengan
orang-orang yang berperang di jalan Allah, Ibu akan memahami dan mendengar
saya, dengan pertolongan Allah!
Semua yang saya lakukan, saya melakukannya demi Allah. Dan surat ini, juga saya
tulis demi Allah, karena saya ingin Ibu bahagia dengan saya, dan bangga bahwa
anak Ibu adalah salah satu hamba Allah yang berusaha untuk mengangkat Firman
Allah di bumi! Pikirkanlah, Bu, tidakkah Ibu memiliki apa yang bisa Ibu banggakan
dari saya dan mujahedin lain?
Kami berjihad di jalan Allah dan tujuan kami adalah untuk mengangkat firman Allah
di bumi ini tinggi-tinggi! Dan apa yang lebih indah daripada firman Allah dan janji-
janji-Nya? Kami meninggalkan rumah dan memilih jalan ini dengan berkah Allah
sehingga negeri kita bisa bebas dari ketidakpercayaan dan kepalsuan, sehingga
keturunan kita tidak perlu melihat tanah kita tercemar dengan ideologi kafir, dan bisa
hidup dengan hukum Allah, dan menghayati agama Allah sejak mereka lahir!
Ibu selalu bilang saya tidak boleh berbeda dengan orang lain, tidak boleh "bergaul",
menghindarkan diri dari segala hal yang terkutuk, karena semua itu akan membuat
saya dipecat dari pekerjaan, orang-orang akan berpaling dari saya, akan saya
dianggap sebagai "Wahhabi", radikal, dan sebagainya., dan polisi dapat menahan
saya kapanpun dengan konsekuensi lebih lanjut! Tapi esensi agama kita - yakni
mendorong untuk melakukan kebaikan dan menahan dari keburukan!
Bagaimana mungkin saya tidak berbeda dan tidak "bergaul" jika ada begitu banyak
kotoran? Karena untuk menjadi seperti orang lain yang Ibu inginkan, berarti saya
perlu minum, merokok, bersumpah sumpah serapah, menceritakan lelucon kotor,
untuk berbicara tentang perempuan, terlibat dalam perzinaan, mencari lebih banyak
uang, karier, dan lain-lain. Pikirkanlah, Bu, apakah Ibu benar-benar lebih suka saya
bersikap seperti orang-orang seperti itu? Semoga Allah menuntun mereka ke jalan
yang lurus! Atau apakah Ibu ingin anak Ibu meretas jalan ke surga melalui
tindakannya sekarang, dan mendapat hak syafaat di sisi Allah bagi orang yang
mereka cintai, mendapatkan syahid di jalan Allah?
Saya tidak bisa seperti orang lain, Bu. Saya tidak ingin menjadi orang lain, saya
ingin menjadi seorang Muslim! Saya ingin masuk ke dalam surga Firdaus!
Bagaimana mungkin saya memilih karier dan kekayaan dunia ini, sedangkan berkah
surga yang tak terbatas dijanjikan oleh Allah kepada orang beriman!
Bagaimana saya bisa mengabaikan rahmat yang besar dari Allah yang Dia
tunjukkan kepada saya ketika Dia membawa saya keluar dari lumpur dan membuat
saya benar-benar menjadi muslim? Saya bersumpah kepada Allah, satu hari di
bawah naungan Islam bagi saya adalah lebih dari bertahun-tahun tinggal dalam
ketidaktahuan, satu doa bagi saya lebih berarti daripada semua kekayaan yang ada
di planet ini!
Saya ingin Ibu mengerti bahwa sekarang tidak mungkin kita menjadi kaum muslimin
yang tenang, karena orang-orang kafir itu menyerbu tanah kita, nilai-nilai kita telah
berubah, dan sekarang mereka berusaha untuk memalingkan kita dari agama kita.
Dalam Islam, tidak ada konsep: "Beribadahlah dalam rumah dan tidak boleh berbeda
dari orang kebanyakan, dan dan di luar rumah, hiduplah sesuai dengan hukum yang
didirikan orang-orang kafir".
Alhamdulillah, kita adalah muslim, dan harus hidup di bawah naungan hukum-hukum
Allah, pergi ke masjid kapan dan di manapun kita mau, berjenggot dan berjilbab
secara terbuka untuk menghindarkan diri dari fitnah, mengambil jizyah dari orang-
orang kafir yang seharusnya berada dalam posisi lebih rendah daripada Muslim!
Dan karena kita tidak bisa bebas melaksanakan agama kita, Allah menyeru kita
untuk berperang di jalan-Nya dan meninggikan firman-Nya!
Dan kita akan bekerja keras sampai akhir hayat di jalan Allah, sampai firman Allah
tegak di atas segalanya di bumi dan tidak akan ada hukum lain daripada hukum
Allah! Saya sangat sakit hati oleh kenyataan bahwa Ibu tidak mendukung saya
dalam hal ini. Mengapa Ibu tidak bercita-cita untuk melakukan apa yang dilakukan
oleh orang-orang sebelum kita, dimana kaum ibu mengirim anak-anak mereka untuk
berjihad dan mendesak mereka untuk menjadi bersemangat di jalan ini?
Allah berfirman dalam Quran:
"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi
Allah-lah pahala yang besar." (QS At Taghabun [64]: 15)
Ingat cerita tentang perempuan yang tidak ada memiliki apa-apa untuk dikorbankan
dalam jihad kecuali rambut dan putranya. Ia memotong rambut dan menjalinnya
menjadi sebuah cambuk bagi mujahidin, dan mengirimkan putranya untuk
berperang, dengan menitipkan pesan pada putranya itu untuk memberikan hidupnya
di jalan Allah! Dan betapa senangnya saat ia mengetahui bahwa anaknya syahid di
jalan Allah!
Ingat Asma, putri Abu Bakr, yang buta. Ia memerintahkan putranya untuk
melepaskan baju besi yang melindungi dirinya dengan mengatakan: "Seseorang
yang ingin surga tidak berpakaian seperti itu!" Dan mendesaknya untuk berperang
sampai ia syahid di jalan Allah!
Ingat ibu-ibu yang anak-anak mereka tewas dalam pertempuran dengan orang-
orang kafir, bersukacita dan berkata: "Sesungguhnya kami semua milik Allah dan
kepada-Nya kami akan kembali"!
Sayangnya, Ibu tidak bisa melampaui cinta untuk anak Ibu ini, dan mengizinkan
saya untuk itu. Ibu harus menempatkan cinta Ibu bagi Allah dan Rasul-Nya di atas
cinta untuk putra Ibu dan mendukung jihad saya! Meskipun Ibu berdiri di hadapan
Allah lima kali sehari, dan menangis dalam doa kepada Yang Mahakuasa, mungkin
Ibu tidak pernah sekalipun meminta kepada Allah untuk membuat saya syahid!
Saya sangat sakit hati karena opini publik lebih penting bagi Ibu. Ibu lebih
mengutamakan pendapat orang-orang yang ada dalam kebodohan dan sikap keras
kepala mereka yang menjadikan mereka tetap berpaling dari kebenaran. Manakah
yang lebih penting bagi Ibu, mereka atau Allah?
Sekarang kerabat kita menjauhi Ibu dan saya tahu itu sangat sulit bagi Ibu, melihat
sikap seperti itu dari orang-orang yang telah Ibu bantu dan Ibu cintai. Tapi sekarang
Ibu tidak memiliki apapun, dan sepertinya mereka tidak lagi membutuhkan Ibu.
Dalam masyarakat saat ini, orang tua, yang tidak ada gunanya, ditolak oleh semua
orang!
Semua upaya untuk mengumpulkan segala hal bagi saya, untuk memperoleh
pekerjaan bergengsi, untuk melihat bagaimana saya mendapatkan rasa hormat dan
kemuliaan di tengah-tengah masyarakat kotor ini, semua mimpi ini melesat!
Sadarlah, Ibu! Apakah orang-orang sebelumnya yang kaya, membawa harta yang
mereka kumpulkan setelah mereka mati? Apakah posisi yang tinggi dalam
masyarakat membantu mereka? Saya bersumpah demi Allah, tidak!
Untuk berusaha untuk hidup menurut hukum Allah, untuk melakukan salat,
membayar zakat, memberi sedekah, untuk melakukan perbuatan baik dan tindakan
yang akan diletakkan di dalam timbangan kita di hari kiamat, melakukan tugas-tugas
Ibu terhadap sesama mu’min, dan menghargai jihad di jalan Allah, inilah yang harus
kita lakukan.
Apakah kita tidak memiliki contoh jelas kesalahpahaman palsu ini dipaksakan pada
kita oleh kebijakan kafir? Ingat Vasya Temrokov, pengusaha, dan keluarganya,
dengan istana dan kekayaan. Apakah dia membawa segalanya kecuali amal
perbuatannya, dan apa yang tersisa dari kekayaan yang melimpah, dan mungkin
hanya keluarganya memperoleh keuntungan dari kekayaannya! Ingat Valeriy Kokov
(tentang berapa banyak kerusakan yang telah ia lakukan bagi umat Islam di republik
dan bagaimana ia bersemangat dalam perang dengan agama Allah tidak akan saya
bicarakan, dia sudah mendapatkan apa yang pantas ia dapatkan!)
Apakah posisinya menolongnya? Atau apakah seorang presiden tidak mati? Dan di
mana seluruh kekayaan yang dikumpulkan dengan penipuan dan pencurian?
Mungkinkah itu akan membantu keluarganya? Tapi tidak! Di hadapan Allah semua
manusia akan berkumpul hanya dengan perbuatan mereka! Semua orang akan
mati, dan setelah kematian semua akan menerima balasan untuk perbuatan dan
tindakan mereka, dan mempertanggungjawabkannya di hadapan Sang Pencipta!
Allah berfirman dalam Quran:
"Dan mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Quran dan mereka sendiri
menjauhkan diri daripadanya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka
sendiri, sedang mereka tidak menyadari. Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika
mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: "Kiranya kami dikembalikan (ke
dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang
yang beriman", (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi
(sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu
menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka
kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan
sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka.Dan tentu mereka akan
mengatakan (pula): "Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia ini saja, dan kita sekali-
sekali tidak akan dibangkitkan" (QS Al An’am [6]: 26-29)
Insya Allah, menanggapi Allah Yang Berkuasa atas semesta alam, Presiden saat ini,
Arsen Kanokov, dengan kekayaan yang tak terhitung tidak akan membantunya,
begitupun dengan kursi kepresidenannya, maupun keluarga atau teman-temannya,
baik Putin maupun Medvedev! Tidak ada satupun! Dan pada hisabnya hanya akan
semua uang kotor yang diperoleh dari riba, semua kebohongan dan penipuan
terhadap orang-orang yang bodoh, dengan dalih bahwa ia tidak melakukan apapun
kecuali untuk membantu negara, dan menginvestasikan uangnya dalam
perekonomian republik.
Semua tindakannya bertentangan dengan Islam dan kaum muslim. Dan
pembangunan masjid pusat dari uang haram dan membangun sebuah gereja
Kristen dengan kubah emas. Bisakah seorang Muslim membangun sebuah kuil kafir
dan dekat dengan masjid? Dan tentu saja, salib, yang diserahkan oleh orang-orang
kafir dalam upacara pembukaan Rusia FSB di Nalchik, akan diletakkan pada
timbangannya di hari kiamat.
Kenyataan yang tersembunyi dari orang-orang sebagai kebenaran lainnya, dan
hanya sedikit orang yang mengetahuinya: Ia dianugerahi dengan St. Sergius dari
gelar Radonezh II, oleh Alexy II yang sangat patriarkal, untuk menghormati ulang
tahun ke-450 masuknya Kabardino-Balkaria ke Rusia. Sebuah kombinasi
mengerikan dari semua yang dibenci Allah!
Allah berfirman tentang mereka:
"Janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang segera menjadi kafir;
sesungguhnya mereka tidak sekali-kali dapat memberi mudharat kepada Allah
sedikitpun. Allah berkehendak tidak akan memberi sesuatu bahagian (dari pahala)
kepada mereka di hari akhirat, dan bagi mereka azab yang besar." (QS Ali Imran [3]:
176)
Saya ingin benar-benar tinggal bersama Ibu, terus menjagamu, bertani, mendidik
anak-anak dalam Islam, beribadah kepada Allah dan menjalani kehidupan yang
penuh dengan damai, tapi sekarang semua itu tidak mungkin terjadi selama Muslim
masih ada dalam situasi semacam ini, dan sementara di negeri kita yanga ada
hanya hukum kufur bukannya hukum Allah!
Allah berfirman dalam Quran:
"Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-
mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah
Maha Melihat apa yang mereka kerjakan." (QS Al Anfal [8]: 39)
Aku mohon Ibu, Ibu yang sangat saya sayangi, pertimbangkanlah kembali posisimu.
Berhentilah menyalahkan orang lain karena saya pergi berjihad. Mulailah menerima
dan berterima kasih pada mereka saudara-saudara saya yang oleh karunia Allah
mereka berjihad sebelum saya, hingga istri saya yang tak pernah berhenti
memberikan dukungan dan pengertiannya.
Jangan mendengarkan segala macam perkataan orang-orang bijak yang mengklaim
diri mereka penasihat spiritual, yang menggunakan fakta bahwa orang-orang lainpun
mendengarkan mereka. Mereka, yang dipimpin oleh para antek kafir ini (maksud
saya adalah Pshihachev), tidak akan pernah berbicara tentang kebenaran. Semoga
Allah memberi mereka balasan penuh untuk semua perbuatan mereka dan semua
kata-kata yang mereka tujukan terhadap umat Islam.
Ibu tersayang, saya minta maaf untuk semuanya! Kita semua hanya bagian dari
manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan, tetapi bagi saya sangat penting
bahwa Ibu memaafkan saya untuk segalanya dan ridha dengan saya. Saya ingin
kembali di hadapan Allah dengan hati yang tenang, karena keridhaan Allah ada
dalam keridhaan orangtua. Saya tahu apa yang Ibu alami setiap kali mereka
menyerang saudara-saudara saya, dimana orang-orang kafir melakukan operasi
khusus terhadap mujahidin. Setiap kali Ibu mungkin berpikir bahwa saya bisa berada
di sana, dan mengharapkan bahwa mereka akan memberitahu anda tentang hal itu.
Dan dari pikiran-pikiran dan pengalaman, itulah, hati ibu pun mulai menyusut akibat
rasa sakit dan rasa takut Ibu terhadap hidup saya.
Tapi saya mohon pada Ibu, khawatirlah pada Akhirat kita, karena, ketika kita berdiri
di hadapan Allah, kita takut hanya kepada Allah. Bagaimanapun, Allah Penguasa
semesta alam berjanji bahwa jika Ibu tidak merasa takut kehilangan anak, harta,
hidup dan semua hal-hal duniawi, dan menghabiskan rasa takut Ibu hanya kepada
Allah, Ibu tidak akan tahu rasa takut pada hari penhisaban, dan Ibu tidak akan perlu
bersedih! Kita harus mencari keridhaan Allah, dan harus memimpin jihad di jalan-
Nya, meninggikan kalimat Allah di bumi.
Allah berfirman:
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS Al Baqarah [2]: 216)
"Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu:
"Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin
tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti
kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan
kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit." (QS At Tawbah [9]: 38-39)
"Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan
kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan
Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan
kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah
dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-
anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini
(Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan
berilah kami penolong dari sisi Engkau!." (QS An Nisaa [4]: 74-75)
Saya tidak mampu mendengar langsung dari Ibu bahwa Ibu sudah ridha terhadap
saya sebagai anak, dan maafkan saya atas segalanya, tapi jika Ibu mengatakan hal
ini kepada Allah, maka ini sangat cukup bagi saya!
Saya mohon maaf untuk segala sesuatu, tapi saya tidak menyesal karena saya telah
memilih jalan ini dan tidak merasa bersalah untuk itu. Sebaliknya, saya berharap
untuk menerima penghargaan Allah, bahwa Dia akan memperkenankan saya masuk
ke surga Firdaus dalam rahmat-Nya, dan saya bersyukur kepada Allah karena telah
membawa saya untuk berjihad di jalan-Nya! Allah memilih orang-orang terbaik dan
membuat mereka muslim! Lalu Ia memilih yang terbaik dari kaum muslimin dan
membuat mereka Mujahidin! Dan kemudian yang terbaik dari Mujahidin Allah adalah
membuatnya syahid di jalan-Nya!
Saya harap Ibu mau bergabung dalam berperang di jalan Allah dan mengikuti satu-
satunya jalan yang benar sekarang! Untuk melakukan ini, Ibu hanya perlu
memahami bahwa semua orang yang pernah menentang Islam dan kaum muslim,
dan melawan kita, adalah musuh-musuh Allah.
Ibu tersayang, jangan pernah membiarkan ketika seseorang menyinggung atau
merendahkan kaum muslimin, bantulah saudara-saudara kita yang sepenuhnya
berjuang di jalan Allah dengan apapun yang Ibu mampu, bantulah Mujahedin, dan
jika perlu, lindungi mujahedin dari incaran kaum kafir, dan kemudian Allah akan
membuat Ibu sebagai salah satu yang memperoleh keberhasilan di dunia ini dan di
dunia yang Kekal nanti.
Ibu, mintalah pada Allah, Yang Maha Pemurah, bahwa anak Ibu mati syahid, dan
bahwa Allah membawa saya ke dalam surga Firdaus, di mana mengalir sungai-
sungai selamanya! Berdoalah bahwa Allah membuat kita dan keturunan kami shalih,
bahwa Dia menguatkan kita di jalan-Nya dan melimpahi kita dengan kesyahidan!
Dan kemudian Ibu bisa bersukacita bahwa pada hari kiamat, Ibu dengan izin Allah
akan mendapat syafaat!
Ibu, saya tahu betapa sulit ini semua bagi Ibu, tetapi balasan Allah untuk semua itu
sangat besar, dan ketika Ibu mendengar, insya Allah Ta’ala, bahwa Allah telah
memberikan kepada anak Ibu kesyahidan di jalan Allah, jangan lupa ayat Quran:
"SESUNGGUHNYA KITA MILIK ALLAH DAN KEPADA-NYA KITA KEMBALI!""
Kedamaian dan berkah Allah menyertaimu, Ibu terkasih! Saya sedang terburu-buru
untuk pergi ke Surga, dan saya berharap untuk bertemu dengan Ibu di sana!
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Dikirim pada 27 Oktober 2009 di Birrul Walidain
0 Komentar
Rida Allah Rida Orangtua
Dikirim pada 14 September 2009 di Birrul Walidain
0 Komentar
Allah subhaanhu Wata’ala memerintahkan manusia berbakti kepada orangtua
setelah perintah tauhid. Berbakti kepada orangtua atau birrul walidain salah satu
jalan menggapai rida Allah swt, seperti tertuang dalam surah Al Isra ayat 23.
Penggalannya, “…Dan hendaklah kamu berbuat Baik kepada Ibu Bapakmu dengan
sebaik-baiknya…janganlah kamu mengatakan perkataan “ah”, dan janganlah kamu
membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Firman ini mengarahkan kewajiban anak kepada orangtua atas kebaikan dan kasih
sayang yang telah diberikannya. Sudah menjadi kewajiban anak berbuat baik,
bertutur kata yang sopan dan santun kepadanya.
Da’I Wahdah Islamiyah, Syaiful Yusuf, Kamis, 27 Agustus, mengatakan kewaiban
anak menghormati, menghargai, dan memelihara orangtua sampai usia lanjutnya.
Salah satu hadits Nabi Muhammad saw menyebutkan, “ Merugilah orang yang
mendapatkan orangtuanya sudah dalam keadaan tua, tetapi dia tidak masuk surga”.
Dalam fenomena kehidupan sehari-hari, seringkali dijumpai anak yang begitu baik
kepada orang lain, te tapi kedua orangtuanya, dia abai atau tidak
memperduliikannya.
Bahkan, kata-kata yang dilontarkan kepada orangtuanya kasar dan seringkali
meyakiti hatinya. Ketika dia sudah berkeluarga, kehidupan orangtua nya juga
diabaikan. Padahal penghormatan kepada orangtualah yang harus diutamakan.
“bahkan meskipun orangtua itu mengajarkan dan mengajak anak untuk kafir
sekalipun, tetap harus bijak. Memang ajakan atau ajaran untuk kafir tidak boleh
diikuti,” kata Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab itu.
Lalu apa janji Allah kepada Allah kepada anak yang menghormati orangtuanya?
“tiada tempat yang indah yang akan diberikannya selain surga,
Dikirim pada 14 September 2009 di Birrul Walidain
0 Komentar
Seandainya Orang Tua...
Dikirim pada 12 Agustus 2009 di Birrul Walidain
0 Komentar
SEANDAINYA ORANG TUA MENYURUH UNTUK BERCERAI
Apabila kedua orang tua menyuruh anak untuk menceraikan istrinya, apakah harus
ditaati atau tidak ?
Dibawah ini dibawakan beberapa hadits Nabi Shallallahu ’alaihi wassalam,
diantaranya yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dan Abu Dawud.
"Artinya : Dari sahabat Abdullah bin Umar berkata : "Aku mempunyai seorang istri
serta mencintainya dan Umar tidak suka kepada istriku. Kata Umar kepadaku,
"Ceraikanlah istrimu", lalu aku tidak mau, maka Umar datang kepada Nabi
Shallallahu ’alaihi wa sallam dan menceritakannya, kemudian Nabi Shallallahu ’alaihi
wa sallam berkata kepadaku, "Ceraikan istrimu" [Hadits Riwayat Abu Dawud 5138,
Tirmidzi 1189, dan Ibnu Majah 2088]
Hadits kedua diriwayatkan oleh Abu Darda.
"Artinya : Dari Abu Darda Radhiyallahu ’anhu bahwa ada seorang datang kepadanya
berkata, "Sesunggguhnya aku mempunyai seorang istri dan ibuku menyuruh untuk
menceraikannya. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
"Orang tua itu adalah sebaik-baik pintu surga, seandainya kamu mau maka jagalah
pintu itu jangan engkau sia-siakan maka engkau jaga" [Hadits ini diriwayatkan oleh
Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan hadits ini Hasan Shahih].
Hadist ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama bahwa seandainya orang tua kita
menyuruh untuk menceraikan istri kita, wajib ditaati. [Nailul Authar 7/4]
Ini terjadi bukan hanya pada zaman Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam saja
tetapi juga pada zaman Nabi Ibrahim ’Alaihis Shalatu wa sallam. Ketika Ibrahim
’Alaihi Shalatu wa sallam berkunjung ke rumah anaknya -Ismail ’Alaihi salam- dan
anaknya saat itu tidak ada di tempat, kemudian Ibrahim berkata kepada istri Ismail
’Alaihi Salam, "Sampaikan pada suamimu hendaklah dia mengganti palang pintu ini"
. Ketika Ismail datang, istrinya mengatakan bahwa ada orang tua yang datang
menyuruh ganti palang pintu. Ismail kemudian mengatakan bahwa orang tua yang
datang itu adalah ayahnya yang menyuruh menceraikan istrinya. [Hadits Riwayat
Bukhari no. 3364 (Fathul Baari 6/396-398)]
Sebagian ulama yang lain mengatakan jika orang tua kita menyuruh menceraikan
istri tidak harus diataati. [Masaail min Fiqil Kitab wa Sunnah hal. 96-97]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang seseorang yang sudah
mempunyai istri dan anak kemudian ibunya tidak suka kepada istrinya dan
mengisyaratkan agar menceraikannya, Syaikhul Islam berkata, "Tidak boleh dia
mentalaq istri karena mengikuti perintah ibunya. Menceraikan istri tidak termasuk
berbakti kepada Ibu" [Majmu’ Fatawa 33/112]
Ada orang bertanya kepada Imam Ahmad, "Apakah boleh menceraikan istri karena
kedua orang tua menyuruh untuk menceraikannya ?" Dikatakan oleh Imam Ahmad,
"Jangan kamu talaq". Orang tersebut bertanya lagi, "Tetapi bukankah Umar pernah
menyuruh sang anak menceraikan istrinya ?" Kata Imam Ahmad, "Boleh kamu taati
orang tua, jika bapakmu sama dengan Umar, karena Umar memutuskan sesuatu
tidak dengan hawa nafsu" [Masail min Fiqil Kitab wa Sunnah hal. 27]
Permasalahan mentaati perintah orang tua ketika diminta untuk menceraikan istri,
sudah berlangsung sejak lama. Oleh karena itu para imam (aimmah) sudah
menjelaskan penyelesaian dari permasalahan tersebut. Pada zaman Imam Ahmad
(abad kedua) dan zaman Syaikhul Islam (abad ketujuh) permasalahan ini sudah
terjadi dan sudah dijelaskan bahwa tidak boleh taat kepada kedua orang tua untuk
menceraikan istri karena hawa nafsu. Kecuali jika istri tidak taat pada suami, berbuat
zhalim, berbuat kefasikan, tidak mengurus anaknya, berjalan dengan laki-laki lain,
tidak pakai jilbab (tabaruj/memperlihatkan aurat), jarang shalat dan suami sudah
menasehati dan mengingatkan tetapi istri tetap nusyuz (durhaka), maka perintah
untuk menceraikan istri wajib ditaati. Wallahu ’Alam
[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang
Tua]
Dikirim pada 12 Agustus 2009 di Birrul Walidain
0 Komentar
MENGGAPAI RIDHA ALLAH
Dikirim pada 08 Agustus 2009 di Birrul Walidain
0 Komentar
MENGGAPAI RIDHA ALLAH DENGAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
Seorang anak, meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua
orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga. Namun
sangat disayangkan, betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu mereka
meninggalkan kewajiban ini. Mengingat pentingnya masalah berbakti kepada kedua
orang tua, maka masalah ini perlu dikaji secara khusus.
Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah ‘Azza wa Jalla melalui orang tua
adalah birrul walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan
salah satu masalah penting dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an, setelah
memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk
berbakti kepada orang tuanya.
Seperti tersurat dalam surat al-Israa’ ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:
“Artinya : Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah
melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah
kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap
keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah
keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-
Israa’ : 23-24]
Perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa’ ayat 36:
“Artinya : Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-
Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman
sejawat, ibnu sabil [1], dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [An-Nisaa’ : 36]
Dalam surat al-‘Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir
jika mereka mengajak kepada kekafiran:
“Artinya : Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada
kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku
dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah
engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku
beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-‘Ankabuut (29): 8] Lihat juga
surat Luqman ayat 14-15.
ANJURAN BERBUAT KEPADA KEDUA ORANG TUA BAIK DAN LARANGAN
DURHAKA KEPADA KEDUANYA
Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang
tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila
memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu ‘Athiyah, kita
juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan
syari’at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi
apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan Allah ‘Azza wa
Jalla).
Sedangkan ’uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak
terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan
berupa perkataan, yaitu mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat yang
keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan
yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau
kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi
keinginannya, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturrahim, atau tidak
memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.
KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN PAHALANYA
[1]. Merupakan Amal Yang Paling Utama
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.
“Artinya : Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah
yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada
waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya
lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku
bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ [2]
[2]. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua
Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:
“Artinya : Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan
orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” [3]
[3]. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang
Dialami
Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits
riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang
terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu
bapaknya.
Haditsnya sebagai berikut:
“Artinya : ...Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan,
lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika
mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut
gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah
kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui
amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah
satu di antara mereka berkata: ‘Ya Allah, sesung-guhnya aku mempunyai kedua
orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak
yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu
memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain.
Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah
sehingga pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu
aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku
pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-
anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak
memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang
aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai
keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada
keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah,
seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu,
maka bukakanlah mulut gua ini.’ Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun
bergeser sedikit..”[4]
[4]. Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan Umur
Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya,
maka hendaklah ia menyam-bung silaturrahimnya.” [5]
Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua
sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering
berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang,
bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya.
Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang
tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan rizki dan
dipanjangkan umurnya.
[5]. Akan Dimasukkan Ke Surga Ooleh Allah ‘Azza wa Jalla
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan
merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan
mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang
Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan
durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik
kepada orang tuanya, Allah akan meng-hindarkannya dari berbagai malapetaka,
dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.
BENTUK-BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA
[1]. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun
perbuatan yang mem-buat orang tua sedih atau sakit hati.
[2]. Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua.
[3]. Membentak atau menghardik orang tua.
[4]. Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan
yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat
membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh
perhitungan.
[5]. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua,
mengatakan bodoh, “kolot”, dan lain-lain.
[6]. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan.
Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah
tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan
kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus
berterima kasih dan membantu orang tua.
[7]. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan
nama baik orang tua.
[8]. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap
rokok, dan lain-lain.
[9]. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang
yang tega mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
Nas-alullaahas salaamah wal ‘aafiyah
[10]. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan
keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak
diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan
termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.
BENTUK-BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
[1]. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada
seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi
kegembiraan kepada orang tua kita
[2]. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya
dibedakan adab ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak,
teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada
kedua orang tua.
[3]. Tawadhu’ (rendah hati). Tidak boleh kibr (som-bong) apabila sudah meraih
sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam
keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan
pakaian oleh orang tua.
[4]. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya
semua harta kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada
kedua orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.
[5 ]. Mendo’akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:
“Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidikku sewaktu kecil.”
Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku
lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada
Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid’ah adalah sebesar-besar
kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu,
lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo’a siang dan malam agar orang tua
kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.
APABILA KEDUA ORANG TUA TELAH MENINGGAL
Maka yang harus kita lakukan adalah:
[1]. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila
kita pernah berbuat dur-haka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
[2]. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
[3]. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
[4]. Membayarkan hutang-hutangnya.
[5]. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
[6]. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah
menyambungnya.
Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita
dimudahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah,
mawaddah wa rahmah. Aamiin.
Kemarin saya mengikuti Apel memperingati Hari Ibu yang Ke 82, Saya jadi teringat
sosok ibu saya yang mendoakan saya agar saya bisa Lulus Tes PNS tanpa Suap
menyuap dan KKN. Begitu dasyatnya Doa yang keluar dari Mulut seorang Ibu yang
menurut saya tidak mungkin dapat Lulus karena harus bersaingan dengan Ribuan
Pelamar . Tapi Alhamdulillah berkat Doa Ibu saya dapat lulus dan bekerja di Kantor
Kementerian Agama .
Rupanya ada salah satu doa yang keluar dari seorang ibu kepada anaknya, begitu
dasyatnya kekuatan doa yang keluar dari mulut seorang ibu. Maka resep
kebahagian kita didunia adalah Birrul waliadain artinya Berbuat baik kepada kedua
orang tua yang artinya memperlakuan mereka dengan sebaik-baiknya, bisa dengan
harta, badan, pangkat, kedudukan, dan sebagainya. Termasuk pula berbuat baik
kepada mereka adalah mengatakan ucapan yang baik kepada keduanya.
Dalam sebuah ayat Alquran surat Al isra ayat 23 Allah berfirman “Telah
mewajibkan Tuhan _mu agar kalian tidak menyembah selain Dia ) Alloh(, dan
supaya berbuat baik Kepada ibu bapak ” dan dalam sebuah ayat lain “
Bersyukurlah engkau kepada Ku dan kepada kedua orang tua mu ) Lukman :
14 (. Kalau kita perhatikan pada ayat pertama perintah beribadah kepada Alloh dan
perintah Birrul walidain ( berbuat baik kepada kedua orang Tua ) diletakkan
berdampingan serangkai didalam suatu ayat. Pada ayat kedua surat lukman pun
perintah bersyukur kepada Alloh di dampingkan dengan perintah bersyukur kepada
orang tua, hal ini mengindikasikan bahwa seolah Alloh berkata” Bahwa kalian tidak
cukup beribadah , bertauhid dan beriman kepada ku tanpa kalian berbuat baik pada
orang tuamu, dan tidak cukup kalian bersyukur kepadaku tanpa bersyukur kepada
kedua orang tua.” Begitu agung nilai Birrul walidain hingga melebihi dari amalan
jihad fi sabilillah . Seorang sahabat bertanya kepada Rosululloh saw ” Ya rosul
amalan apa yang paling di cintai Alloh? nabipun menjawab ” Sholat pada waktunya,
sahabat bertanya kembali “Kemudian apalagi ya Rosul ?”. Nabi menjawab “Birrul
walidain ( berbuat baik kepada orang tua ) , sahabat bertanya lagi “Apalagi ya
Rosul ?” Nabi menjawab Jihad Fisabilillah”.
Kita telah tahu bahwa amalan Jihad fi sabillah merupakan amalan wajib yang
paling mulia yang balasannya adalah surga dan orang berjihad fisabilillah di sebut
sebagai pahlawan dunia akherat dan mati sebagai suhada, namun Amalan tersebut
masih dibawah Amalan Birrul walidain , mengapa demikian ? sebelum berjuang
fisabililah wujud manusia yang pertama berasal dari ibu yang melahirkan, dia tidak
akan menjadi pejuang tanpa pemeliharaan orang tua , tanpa asuhan ibu bapaknya
sejak kecil hingga dewasa. Sembilan bulan kita didalam kandungan dan melahirkan
kita dengan mempertaruhkan nyawa antara hidup dan mati. Ketika Alloh
melepas`kita kedunia malalui kelahiran , ibu kita selalu menemani , didekap dengan
dekapan kasih sayang, ibu merawat kita sampai menjadi anak yang mandiri. Dari
menyusui, merawat, memandikan, memberi makan dan lainnya. Yang boleh dibilang
sangat sulit untuk dilakukan oleh seorang ayah.
HAK-HAK YANG WAJIB DILAKSANAKAN SEORANG ANAK KEPADA KEDUA
ORANG TUA
1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Mentaati kedua orang tua hukumnya wajib bagi seorang anak . Haram hukumnya
mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit pun mendurhakai mereka
berdua kecuali apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau
mendurhakai-Nya. Adapun jika bukan dalam perkara yang mendurhakai Allah, wajib
mentaati kedua orang tua selamanya dan ini termasuk perkara yang paling
diwajibkan. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh mendurhakai apa saja yang
diperintahkan oleh kedua orang tua.
2. Merendahkan Diri dan berbicara lemah lembut Di Hadapan Keduanya
Berbicara dengan lemah lembut kepada nya,tidak boleh mengeraskan suara
melebihi suara kedua orang tua ,tidak boleh juga berjalan di depan mereka, masuk
dan keluar mendahului mereka, atau mendahului urusan mereka berdua.
Rendahkanlah diri di hadapan mereka berdua dengan cara mendahulukan segala
urusan mereka. menghindari ucapan dan perbuatan yang dapat menyakiti hati
kedua orang tua, walaupun dengan bahasa isyarat . Termasuk bentuk bakti kepada
kedua orang tua adalah senantiasa membuat mereka senang dengan melakukan
apa yang mereka inginkan, selama hal itu tidak mendurhakai Allah Swt ,Oleh karena
itu, berbicaralah kepada mereka berdua dengan ucapan yang lemah lembut dan
baik serta dengan lafazh yang bagus.
3.Menyediakan Makanan yang baik
Menyediakan makanan yang baik kepada kedua orang tua, terutama jika orang tua
kita memberi mereka makan dari hasil jerih payah sendiri. Jadi, sepantasnya
disediakan untuk mereka makanan dan minuman terbaik dan lebih mendahulukan
mereka berdua daripada keluarga.
4. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka
Inginkan
Seorang anak jangan bersikap bakhil (Pelit) terhadap orang yang menyebabkan
keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik
kepadanya. Siang jadi malam malam jadi siang orang tua kita membanting tulang
merawat dari kecil hingga dewasa.
5 Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang
Dicintai Mereka
Salah satu bakti anak terhadap orang tua juga adalah mencintai dan berbuat baik
kepada para kerabat, teman teman orang tua dan menunaikan janji-janji (orang tua)
kepada mereka.
6.Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu
dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat
bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau
menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela
orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.”
(HR. Bukhari no. 5973 dan Muslim no. 90, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
Perbuatan ini merupakan perbuatan dosa yang paling buruk.
Orang-orang sering bergurau dan bercanda dengan melakukan perbuatan yang
sangat tercela ini. Biasanya perbuatan ini muncul dari orang-orang rendahan dan
hina.
Untuk itu mari kita mengharapkan berkah dari orang tua kita terutama ibu kita yang
melahirkan kita dengan memperlakukan mereka dengan baik agar kita memperoleh
kebahagian didunia dan akherat.
Kemarin saya mengikuti Apel memperingati Hari Ibu yang Ke 82, Saya jadi teringat
sosok ibu saya yang mendoakan saya agar saya bisa Lulus Tes PNS tanpa Suap
menyuap dan KKN. Begitu dasyatnya Doa yang keluar dari Mulut seorang Ibu yang
menurut saya tidak mungkin dapat Lulus karena harus bersaingan dengan Ribuan
Pelamar . Tapi Alhamdulillah berkat Doa Ibu saya dapat lulus dan bekerja di Kantor
Kementerian Agama .
Rupanya ada salah satu doa yang keluar dari seorang ibu kepada anaknya, begitu
dasyatnya kekuatan doa yang keluar dari mulut seorang ibu. Maka resep
kebahagian kita didunia adalah Birrul waliadain artinya Berbuat baik kepada kedua
orang tua yang artinya memperlakuan mereka dengan sebaik-baiknya, bisa dengan
harta, badan, pangkat, kedudukan, dan sebagainya. Termasuk pula berbuat baik
kepada mereka adalah mengatakan ucapan yang baik kepada keduanya.
Dalam sebuah ayat Alquran surat Al isra ayat 23 Allah berfirman “Telah
mewajibkan Tuhan _mu agar kalian tidak menyembah selain Dia ) Alloh(, dan
supaya berbuat baik Kepada ibu bapak ” dan dalam sebuah ayat lain “
Bersyukurlah engkau kepada Ku dan kepada kedua orang tua mu ) Lukman :
14 (. Kalau kita perhatikan pada ayat pertama perintah beribadah kepada Alloh dan
perintah Birrul walidain ( berbuat baik kepada kedua orang Tua ) diletakkan
berdampingan serangkai didalam suatu ayat. Pada ayat kedua surat lukman pun
perintah bersyukur kepada Alloh di dampingkan dengan perintah bersyukur kepada
orang tua, hal ini mengindikasikan bahwa seolah Alloh berkata” Bahwa kalian tidak
cukup beribadah , bertauhid dan beriman kepada ku tanpa kalian berbuat baik pada
orang tuamu, dan tidak cukup kalian bersyukur kepadaku tanpa bersyukur kepada
kedua orang tua.” Begitu agung nilai Birrul walidain hingga melebihi dari amalan
jihad fi sabilillah . Seorang sahabat bertanya kepada Rosululloh saw ” Ya rosul
amalan apa yang paling di cintai Alloh? nabipun menjawab ” Sholat pada waktunya,
sahabat bertanya kembali “Kemudian apalagi ya Rosul ?”. Nabi menjawab “Birrul
walidain ( berbuat baik kepada orang tua ) , sahabat bertanya lagi “Apalagi ya
Rosul ?” Nabi menjawab Jihad Fisabilillah”.
Kita telah tahu bahwa amalan Jihad fi sabillah merupakan amalan wajib yang
paling mulia yang balasannya adalah surga dan orang berjihad fisabilillah di sebut
sebagai pahlawan dunia akherat dan mati sebagai suhada, namun Amalan tersebut
masih dibawah Amalan Birrul walidain , mengapa demikian ? sebelum berjuang
fisabililah wujud manusia yang pertama berasal dari ibu yang melahirkan, dia tidak
akan menjadi pejuang tanpa pemeliharaan orang tua , tanpa asuhan ibu bapaknya
sejak kecil hingga dewasa. Sembilan bulan kita didalam kandungan dan melahirkan
kita dengan mempertaruhkan nyawa antara hidup dan mati. Ketika Alloh
melepas`kita kedunia malalui kelahiran , ibu kita selalu menemani , didekap dengan
dekapan kasih sayang, ibu merawat kita sampai menjadi anak yang mandiri. Dari
menyusui, merawat, memandikan, memberi makan dan lainnya. Yang boleh dibilang
sangat sulit untuk dilakukan oleh seorang ayah.
HAK-HAK YANG WAJIB DILAKSANAKAN SEORANG ANAK KEPADA KEDUA
ORANG TUA
1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Mentaati kedua orang tua hukumnya wajib bagi seorang anak . Haram hukumnya
mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit pun mendurhakai mereka
berdua kecuali apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau
mendurhakai-Nya. Adapun jika bukan dalam perkara yang mendurhakai Allah, wajib
mentaati kedua orang tua selamanya dan ini termasuk perkara yang paling
diwajibkan. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh mendurhakai apa saja yang
diperintahkan oleh kedua orang tua.
2. Merendahkan Diri dan berbicara lemah lembut Di Hadapan Keduanya
Berbicara dengan lemah lembut kepada nya,tidak boleh mengeraskan suara
melebihi suara kedua orang tua ,tidak boleh juga berjalan di depan mereka, masuk
dan keluar mendahului mereka, atau mendahului urusan mereka berdua.
Rendahkanlah diri di hadapan mereka berdua dengan cara mendahulukan segala
urusan mereka. menghindari ucapan dan perbuatan yang dapat menyakiti hati
kedua orang tua, walaupun dengan bahasa isyarat . Termasuk bentuk bakti kepada
kedua orang tua adalah senantiasa membuat mereka senang dengan melakukan
apa yang mereka inginkan, selama hal itu tidak mendurhakai Allah Swt ,Oleh karena
itu, berbicaralah kepada mereka berdua dengan ucapan yang lemah lembut dan
baik serta dengan lafazh yang bagus.
3.Menyediakan Makanan yang baik
Menyediakan makanan yang baik kepada kedua orang tua, terutama jika orang tua
kita memberi mereka makan dari hasil jerih payah sendiri. Jadi, sepantasnya
disediakan untuk mereka makanan dan minuman terbaik dan lebih mendahulukan
mereka berdua daripada keluarga.
4. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka
Inginkan
Seorang anak jangan bersikap bakhil (Pelit) terhadap orang yang menyebabkan
keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik
kepadanya. Siang jadi malam malam jadi siang orang tua kita membanting tulang
merawat dari kecil hingga dewasa.
5 Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang
Dicintai Mereka
Salah satu bakti anak terhadap orang tua juga adalah mencintai dan berbuat baik
kepada para kerabat, teman teman orang tua dan menunaikan janji-janji (orang tua)
kepada mereka.
6.Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu
dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat
bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau
menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela
orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.”
(HR. Bukhari no. 5973 dan Muslim no. 90, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
Perbuatan ini merupakan perbuatan dosa yang paling buruk.
Orang-orang sering bergurau dan bercanda dengan melakukan perbuatan yang
sangat tercela ini. Biasanya perbuatan ini muncul dari orang-orang rendahan dan
hina.
Untuk itu mari kita mengharapkan berkah dari orang tua kita terutama ibu kita yang
melahirkan kita dengan memperlakukan mereka dengan baik agar kita memperoleh
kebahagian didunia dan akherat.
Keutamaan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua Dan Pahalanya
Muslim category
Keutamaan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua Dan Pahalanya, Oleh Ustadz Yazid
bin Abdul Qadir Jawas. Di Antara Fadhilah (Keutamaan) Berbakti Kepada Kedua
Orang Tua.
Ridho Allah Tergantung Keridhoaan Orang Tua
Bahwa ridla Allah tergantung kpd keridlaan orang tua. Dalam hadits yg diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu HIbban, Hakim dan Imam Tirmidzi
dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan.
“Arti : Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma dikatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ridla Allah tergantung kpd
keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kpd kemurkaan orang tua” [Hadits
Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi
(1900), Hakim (4/151-152)]
Berbakti Kepada Kedua Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan
Bahwa berbakti kpd kedua orang tua dpt menghilangkan kesulitan yg sedang dialami
yaitu dgn cara bertawasul dgn amal shahih tersebut. Dengan dasar hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Umar.
“Arti : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada suatu hari tiga orang
berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung.
Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi
pintu gua. Sebagian mereka berkata pada yg lain, ‘Ingatlah amal terbaik yg pernah
kamu lakukan’. Kemudian mereka memohon kpd Allah dan bertawassul melalui
amal tersebut, dgn harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu
diantara mereka berkata, “Ya Allah, sesungguh aku mempunyai kedua orang tua yg
sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yg masih kecil. Aku
mengembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan
memberikan kpd kedua orang tuaku sebelum orang lain.
Suatu hari aku hrs berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah
sehingga pulang telah larut malam dan aku dpti kedua orang tuaku sudah tertidur,
lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku
pegang lalu aku mendatangi kedua namun kedua masih tertidur pulas. Anak-anakku
merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tdk memberikannya.
Aku tdk akan memberikan kpd siapa pun sebelum susu yg aku perah ini kuberikan
kpd kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai kedua bangun. Pagi hari
ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kpd keduanya. Setelah kedua
minum lalu kuberikan kpd anak-anaku. Ya Allah, seandai peruntukan ini ialah
peruntukan yg baik krn Engkau ya Allah, bukakanlah. “Maka batu yg menutupi pintu
gua itupun bergeser” [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari 4/449 No. 2272), Muslim
(2473) (100) Bab Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wat-Tawasul bi Shalihil
A’mal]
Ini menunjukkan bahwa peruntukan berbakti kpd kedua orang tua yg pernah kita
lakukan, dpt digunakan untuk bertawassul kpd Allah ketika kita mengalami kesulitan,
Insya Allah kesulitan tersebut akan hilang. Berbagai kesulitan yg dialami seseorang
saat ini diantara krn peruntukan durhaka kpd kedua orang tuanya. Kalau kita
mengetahui, bagaimana berat orang tua kita telah bersusah payah untuk kita, maka
peruntukan ‘Si Anak’ yg ‘bergadang’ untuk memerah susu tersebut belum sebanding
dgn jasa orang tua ketika mengurus sewaktu kecil.
‘Si Anak’ melakukan pekerjaan tersebut tiap hari dgn tdk ada perasaan bosan dan
lelah atau yg lainnya. Bahkan ketika kedua orang tua sudah tidur, dia rela menunggu
kedua bangun di pagi hari meskipun anak menangis. Ini menunjukkan bahwa
kebutuhan kedua orang tua hrs didahulukan daripada kebutuhan anak kita sendiri
dalam rangka berbakti kpd kedua orang tua. Bahkan dalam riwayat yg lain
disebutkan berbakti kpd orang tua hrs didahulukan dari pada beruntuk baik kpd istri
sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma ketika
diperintahkan oleh bapak (Umar bin Khaththab) untuk menceraikan istrinya, ia berta
kpd Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, “Ceraikan istrimuu” [Hadits Riwayat Abu Dawud No. 5138,
Tirimidzi No. 1189 beliau berkata, “Hadits Hasan Shahih”]
Dalam riwayat Abdullah bin Mas’ud yg disampaikan sebelum disebutkan bahwa
berbakti kpd kedua orang tua hrs didahulukan daripada jihad di jalan Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Begitu besar jasa kedua orang tua kita, sehingga apapun yg kita lakukan untuk
berbakti kpd kedua orang tua tdk akan dpt membalas jasa keduanya. Di dalam
hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat
Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma melihat seorang menggendong ibu untuk
tawaf di Ka’bah dan ke mana saja ‘Si Ibu’ menginginkan, orang tersebut berta kpd,
“Wahai Abdullah bin Umar, dgn peruntukanku ini apakah aku sudah membalas jasa
ibuku.?” Jawab Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, “Belum, setetespun
engkau belum dpt membalas kebaikan kedua orang tuamu” [Shahih Al Adabul
Mufrad No.9]
Orang tua kita telah megurusi kita mulai dari kandungan dgn beban yg dirasakan
sangat berat dan susah payah. Demikian juga ketika melahirkan, ibu kita
mempertaruhkan jiwa antara hidup dan mati. Ketika kita lahir, ibu lah yg menyusui
kita kemudian membersihkan kotoran kita. Semua dilakukan oleh ibu kita, bukan
oleh orang lain. Ibu kita selalu menemani ketika kita terjaga dan menangis baik di
pagi, siang atau malam hari. Apabila kita sakit tdk ada yg bisa menangis kecuali ibu
kita. Sementara bapak kita juga berusaha agar kita segera sembuh dgn membawa
ke dokter atau yg lain. Sehingga kalau ditawarkan antara hidup dan mati, ibu kita
akan memilih mati agar kita tetap hidup. Itulah jasa seorang ibu terhadap anaknya.
Surga Di Depan Mata
Manfaat dari berbakti kpd kedua orang tua yaitu akan dimasukkan ke jannah (surga)
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
disebutkan bahwa anak yg durhaka tdk akan masuk surga. Maka kebalikan dari
hadits tersebut yaitu anak yg beruntuk baik kpd kedua orang tua akan dimasukkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ke jannah (surga). Dosa-dosa yg Allah Subhanahu
wa Ta’ala segerakan adzab di dunia diantara ialah beruntuk zhalim dan durhaka kpd
kedua orang tua. Dengan demikian jika seorang anak beruntuk baik kpd kedua
orang tuanya, Allah Subahanahu wa Ta’ala akan menghindarkan dari berbagai
malapetaka, dgn izin Allah.
Berbakti Kepada Kedua Orang Tua adalah Amalan Paling Utama
Bahwa berbakti kpd kedua orang tua ialah amal yg paling utama. Dengan dasar
diantara yaitu hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg disepakati oleh Bukhari
dan Muslim, dari sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
“Arti : Dari Abdullah bin Mas’ud katanya, “Aku berta kpd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang amal-amal yg paling utama dan dicintai Allah ? Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat pada waktu (dalam riwayat lain
disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kpd kedua orang tua, ketiga
jihad di jalan Allah” [Hadits Riwayat Bukhari I/134, Muslim No.85, Fathul Baari
2/9] .Dengan demikian jika ingin kebajikan hrs didahulukan amal-amal yg paling
utama di antara ialah birrul walidain (berbakti kpd kedua orang tua).
Diluaskan Rezeki dan dipanjangkan Umur
Dengan berbakti kpd kedua orang tua akan diluaskan rizki dan dipanjangkan umur.
Sebagaimana dalam hadits yg disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat
Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Arti :
Barangsiapa yg suka diluaskan rizki dan dipanjangkan umur maka hendaklah ia
menyambung tali silaturahmi” [Hadits Riwayat Bukhari 7/72, Muslim 2557, Abu
Dawud 1693]
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an atau hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dianjurkan untuk menyambung tali silaturahmi. Dalam silaturahmi, yg hrs
didahulukan silaturahmi kpd kedua orang tua sebelum kpd yg lain. Banyak diantara
saudara-saudara kita yg sering ziarah kpd teman-teman tetapi kpd orang tua sendiri
jarang bahkan tdk pernah. Padahal ketika masih kecil dia selalu bersama ibu dan
bapaknya. Tapi setelah dewasa, seakan-akan dia tdk pernah berkumpul bahkan tdk
kenal dgn kedua orang tuanya. Sesulit apapun hrs tetap diusahakan untuk
bersilaturahmi kpd kedua orang tua. Karena dgn dekat kpd kedua insya Allah akan
dimudahkan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dikatakan oleh Imam
Nawawi bahwa dgn silaturahmi akan diakhirkan ajal dan umur seseorang.[1]
walaupun masih terdpt perbedaan dikalangan para ulama tentang masalah ini,
namun pendpt yg lebih kuat berdasarkan nash dan zhahir hadits ini bahwa umur
memang benar-benar akan dipanjangkan.
[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang
Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta.]
Allah subhanahu wata’ala berfirman, Artinya, “Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Ali Imron: 133)
Dan dalam ayat lain berfirman, artinya, “Dan untuk yang demikin itu hendaknya
orang berlomba-lomba.” (QS. al-Muthaffifin: 26)
Allah subhanahu wata’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berlomba-
lomba dan bersegera dalam mendapatkan Jannah (surga) Nya. Ada beberapa jalan
untuk meraih Jannah, dan di antara jalan-jalan itu adalah Birrul Walidain (ta’at
kepada orang tua).
Cukup banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang itu. Bahkan dalam
beberapa ayat, Allah subhanahu wata’ala merangkaikan ketaatan kepada orang tua
dengan beribadah kepada-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak,…” (QS. an-Nisa:
36)
Dan juga Dia subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. al-Isra: 23)
Diulang-ulangnya ayat yang menerangkan berbuat baik kepada orang tua, dan
dirangkaikannya ketaatan kepada keduanya dengan ketaatan kepada Allah
subhanahu wata’ala menunjukkan tentang keutamaan ‘Birrul Walidain’ (berbakti
kepada orang tua). Hal ini juga didukung dengan beberapa hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang menerangkan tentang keutamaan ‘Birrul Walidain’, di
antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu,“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu
bertanya, “Ya Rasulullah! Siapakah manusia yang paling berhak aku pergauli
dengan baik? “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ibumu”. Dia
bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
“Ibumu” Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab, “Ibumu”. Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab, “Bapakmu”. (HR. Bukhori kitab al-Adab & Muslim kitab
al-Birr wa ash-Shilah)
Dan dalam hadits lain disebutkan, artinya, “Seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta ijin kepadanya untuk ikut berjihad.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya, “Apakah kedua
orang tuamu masih hidup?” Dia menjawab, “Ya”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata kepadanya, “Berjihadlah (dengan berbakti) pada keduanya.” (HR
Bukhori kitab al-Adab & Muslim kitab al-Birr wa ash-Shilah)
Keutamaan ‘Birrul Walidain’ yang lain adalah bahwa hal itu merupakan sifat para
Nabi’alaihimussalam. Allah subhanahu wata’ala mengisahkan tentang Nabi Ibrahim
‘alaihissalam dalam firman-Nya, artinya, “Ibrahim berkata, “Semoga keselamatan
dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku.
Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam: 47). Juga pujian Allah
subhanahu wata’ala kepada Nabi ‘Isa ‘alaihissalam, artinya, “Dan berbakti kepada
ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku sebagai seorang yang sombong lagi
celaka.”(QS. Maryam: 32 )
Itulah sirah dan sikap para Nabi ‘alaihimussalam kepada orang tua mereka, dan
jalan mereka itulah jalan yang lurus/ shirathal mustaqim, yang selalu kita minta
dalam setiap shalat kita. Dan inilah salah satu jalan untuk meraih surga. Namun
yang perlu diperhatikan adalah bahwa berbuat baik kepada keduanya bukan berarti
kita harus melaksanakan semua perintah mereka. Allah subhanahu wata’ala
berfirman, artinya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya dengan baik, dan ikutlah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman:15)
Sa’ad bin Waqqoshradhiyallahu ‘anhuberkata, “Diturunkan ayat ini (QS. Luqman: 15)
berkaitan dengan masalahku. Dia berkata, “Aku adalah seorang yang berbakti
kepada ibuku, maka tatkala aku masuk Islam, dia berkata, “Wahai Sa’ad apa yang
aku lihat dengan apa yang baru darimu?” “Tinggalkan agama barumu itu kalau tidak,
aku tidak akan makan dan minum sampai aku mati sehingga kamu dicela dengan
sebab kematianku dan kau akan dipanggil dengan wahai pembunuh ibunya”. Maka
aku katakan kepadanya, “Jangan kau lakukan wahai ibuku, sesungguhnya aku tidak
akan meninggalkan agamaku ini untuk siapa saja”. Maka dia (ibu Sa’ad) diam, tidak
makan selama sehari semalam, maka dia kelihatan sudah payah. Kemudian dia
tidak makan sehari semalam lagi, maka kelihatan semakin payah. Maka tatkala aku
melihatnya aku berkata kepadanya, “Hendaklah kau tahu wahai ibuku, seandainya
kau memiliki seratus nyawa, dan nyawa itu melayang satu demi satu, maka tidak
akan aku tigggalkan agama ini karena apapun juga, maka kalau kau mau makan
makanlah , kalau tidak maka jangan makan”. Lantas diapun makan.” (Tafsir Ibnu
Katsir)
Allah subhanahu wata’ala menyediakan balasan/ pahala yang besar bagi siapa yang
taat pada orang tuanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
artinya,“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung
pada murka orang tua.” (HR Tirmidzi kitab al-Birr wa ash-Shilah, dishahihkan oleh al-
Albany). Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah perbuatan yang paling utama?” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Iman kepada Allah dan RasulNya”.
“Kemudian apalagi?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Berbuat
baik kepada Orang tua.” Kemudian apalagi?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab, “Berjuang di jalan Allah.” (HR. Bukhari kitab al-Hajj dan Muslim bab
Bayan kaunil iman billah min afdhailil a’mal)
Dan pahala yang besar ini tidak mudah diperoleh kecuali dengan melaksanakan
kewajiban-kewajiban kepada orang tua kita. Ada beberapa kewajiban kita terhadap
orang tua, di antaranya:
Yang pertama: Berbuat baik kepada keduanya baik dengan perkataan atau
perbuatan. Allah subhanahu wata’ala berfirman, Artinya, “Maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah”, dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS: al-
Qur’an-Isro: 23)
Yang kedua: Rendah hati terhadap keduanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
Artinya, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan”. (QS: al-Isro: 24)
Yang ketiga: Mendoakan keduanya baik semasa hidupnya ataupun sesudah
meninggalnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, Artinya, “Dan ucapkanlah,
Wahai Tuhanku kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil.” (QS: al-Isro: 24)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila anak Adam mati
maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: shodaqoh jariyah atau ilmu
yang bermanfaat atau anak soleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim kitab al-
Washiyyah)
Yang Keempat: Mentaati keduanya dalam kebaikan. Allah subhanahu wata’ala
berfirman, Artinya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu , maka janganlah
kamu mengikuti keduanya , dan pergaulilah keduanya dengan baik”. (QS: Luqman:
15)
Yang Kelima: Memintakan ampun bagi keduanya sesudah meninggal, yaitu apabila
meninggal dalam keadaan Islam. Allah subhanahu wata’ala berfirman menceritakan
tentang nabi Ibrahim ’alaihissalam Artinya, “Ya Tuhan kami beri ampunlah aku dan
kedua ibu bapakku dan semua orang-orang mu’min pada hari terjadinya hisab/
kiamat”. (QS Ibrohim: 41)
Juga firman-Nya tentang Nabi Nuh ’alaihissalam, Artinya, “Ya Tuhanku ampunilah
aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang
beriman laki-laki dan perempuan.” (QS: Nuh: 28)
Yang Keenam: Melunasi hutangnya dan melaksanakan wasiatnya, selama tidak
bertentangan dengan syari’at. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membenarkan
ucapan seorang wanita yang berpendapat hutang ibunya wajib dilunasi, dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan bahwa hutang kepada Allah
subhanahu wata’ala berupa shaum nadzar lebih berhak untuk dilunasi.
Yang Ketujuh: Menyambung tali kekerabatan mereka berdua, seperti: Paman dan
bibi dari kedua belah pihak, kakek dan nenek dari kedua belah pihak. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik hubungan/
silaturahim adalah hubungan/ silaturohim seorang anak dengan teman dekat
bapaknya.” (HR. Muslim kitab al-Qur’an-birr wash shilah).
Yang Kedelapan: Memuliakan teman-teman mereka berdua. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam memuliakan teman-teman istrinya tercinta Khadijah radhiyallahu
‘anha, maka kita muliakan pula teman-teman istri kita. Dan teman-teman orang tua
kita lebih berhak kita muliakan, karena di dalamnya ada penghormatan kepada
orang tua kita.
Semoga Allah subhanahu wata’ala tidak menjadikan kita semua termasuk orang-
orang yang mendapati masa tua orang tuanya, namun kita tidak bisa berbuat baik
kepadanya, karena berbakti kepada keduanya adalah salah satu jalan untuk meraih
surga.
Pengertian Tentang Beruntuk Baik Dan Durhaka” ketegori Muslim.
Pengertian Tentang Beruntuk Baik Dan Durhaka
Kategori Birrul Walidain
Selasa, 2 Maret 2004 06:44:06 WIB
PENGERTIAN TENTANG BERBUAT BAIK DAN DURHAKA-
Oleh
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
KATA PENGANTAR
Buku kecil ini pada asal ialah kajian yg penulis sampaikan dalam satu muhadlarah di
Bogor dgn tema ‘Berbakti Kepada Kedua Orang Tua’, kemudian banyak permintaan
dari hadirin agar dibukukan untuk dpt dibaca oleh kaum muslimin agar lebih
bermanfaat. Alhamdulillah, dgn rahmat Allah Subhnahu wa Ta’ala, Allah mudahkan
penulis untuk melengkapi dalil-dalil dari Al-qur’an dan hadits-hadits yg shahih.
Penulis mengangkat tema ini, krn banyak sekali di masyarakat anak-anak yg
durhaka kpd kedua orang tuanya, tdk menghargai orang tua, melecehkan orang tua,
bahkan ada yg mencaci maki dan memukul orang tuanya, na’udzubillah min dzalik.
Padahal, apabila ‘Si Anak’ ini menyadari, orang tua lah yg melahirkan, mengurus,
memberikan nafkah, mendidik dan membesarkan dia sampai dia dewasa, krn itu
kewajiban ‘Si Anak’ ialah taat kpd orang tua dan hrs memenuhi hak orang tua dgn
mematuhi perintah dan taat kpdnya.
Jadi bahasan tentang berbakti kpd kedua orang tua ialah pembahasan yg amat
penting setelah masalah tauhid kpd Allah Subhanahu wa Ta’ala. Banyak hak yg hrs
dipenuhi oleh manusia, pertama hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, kedua hak
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ketiga ialah hak kedua orang tua
kemudian hak-hak lainnya.
Hak Allah Subhanahu wa Ta’ala yg hrs dipenuhi oleh hamba-hambaNya ialah
mentauhidkanNya, beribadah kpdNya dan meninggalkan segala bentuk keyakinan,
perkataan dan peruntukan syirik. Dari Mua’dz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu.
“Arti : Aku pernah dibonceng Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas seekor
keledai, lalu beliau bersabda kpdku, “Hai Mua’dz, tahukah kamu apa hak Allah yg
wajib dipenuhi oleh para hambaNya dan apa hak para hamba yg pasti dipenuhi Allah
?” Aku menjawab, “Allah dan RasulNya yg lebih mengetahui”. Beliaupun bersabda ,
“Hak Allah yg wajib dipenuhi oleh para hamba ialah supaya mereka beribadah
kpdNya saja dan tdk beruntuk syirik sedikitpun kpdNya, sedangkan hak para hamba
yg pasti dipenuhi Allah ialah bahwa Allah tdk akan menyiksa orang yg tdk beruntuk
syirik sedikitpun kpdNya” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Hak-hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg hrs dipenuhi oleh umat Islam
ialah taat kpdnya, menjauhkan semua larangan dan beribadah kpd Allah Subhanahu
wa Ta’ala dgn mengikuti (ittiba’) yg dicontohkannya. Karena beliau diutus untuk
ditaati dan diteladani.
“Arti : Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayg. [Ali Imran : 31]
“Arti : Sesungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yg baik bagimu
(yaitu) bagi orang yg mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah” [Al-Ahzab : 21]
Islam juga sangat memperhatikan hak-hak orang tua dan kerabat, sehingga kita
ditekankan untuk mengamalkan dgn baik terutama hak-hak orang tua, krn mereka
telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan membesarkan kita sehingga kita menjadi
manusia yg berguna. Oleh krn itu kita wajib berbakti kpd kedua orang tua degan
cara mentaati, menghormati, mencintai, menyaygi, membahagiakan serta
mendo’akan kedua ketika kedua masih hidup maupun sudah meninggal dunia.
Taat kpd kedua orang tua ialah hak orang tua atas anak sesuai dgn perintah Allah
dan RasulNya selama kedua tdk memerintahkan untuk melakukan hal-hal yg tdk
sesuai dgn aturan dan syari’at Allah dan RasulNya. Rasulullahn Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda.
“Arti : Tidak boleh taat kpd seseorang dalam beruntuk maksiat kpd Allah” [Hadits
Riwayat Ahmad]
Sebaliknya, kita juga dilarang durhaka kpd kedua orang tua krn hal itu termasuk
dosa besar yg paling besar. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa seseorang tdk
masuk surga bila durhaka kpd kedua orang tuanya.
“Arti : Tidak masuk surga orang yg suka mengungkit-ungkit kebaikan (menyebut-
nyebut kebaikan yg sudah diberikan), anak yg durhaka dan pecandu khamr” [Hadits
Riwayat Nasa’i adri Abdullah bin Amr pada Shahih Jami’us Shaghir No. 7676]
Akhirnya, penulis memohon kpd Allah Yang Maha Mulia dan Maha Kuasa semoga
tulisan ini bermanfaat untuk penulis sendiri dan kaum muslimin, menjadi amal shalih
bagi penulis dan kedua orang tua penulis serta menjadi amal yg ikhlas krn Allah
Rabbul ‘alamin semata.
Alhamdulillahirabbil ‘alamin
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
PENDAHULUAN
Birrul Walidian (berbakti kpd kedua orang tua) ialah salah satu masalah yg penting
dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan kpd manusia untuk
bertahuid kpd-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk berbakti kpd
kedua orang tuanya.
Dalam surat Al-Isra ayat 23-24, Allah berfirman.
“Arti : Dan Rabb-mu telah memerintahkan kpd manusia janganlah ia beribadah
melainkan ha kpdNya dan hendaklah beruntuk baik kpd kedua orang tua dgn sebaik-
baiknya. Dan jika salah satu dari kedua atau kedua-dua telah berusia lanjut disisimu
maka janganlah katakan kpd kedua ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya”
[Al-Isra : 23]
“Arti : Dan katakanlah kpd kedua perkataan yg mulia dan rendahkanlah dirimu
terhadap kedua dgn penuh kasih sayg. Dan katakanlah, “Wahai Rabb-ku saygilah
kedua sebagaimana kedua menyaygiku di waktu kecil” [Al-Isra : 24]
Al-Hafidz Ibnu Katsir telah menerangkan ayat tersebut sebagai berikut :
“Allah Ta’ala telah mewajibkan kpd semua manusia untuk beribadah ha kpd Allah
saja, tdk menyekutukan dgn yg lain. ” Qadla” disini bermakna perintah sebagaimana
yg dikatakan Imam Mujahid, wa qadla yakni washa (Allah berwasiat). Kemudian
dilanjutkan dgn “Wabil waalidaini ihsana” hendaklah beruntuk baik kpd kedua orang
tua dgn sebaik-baiknya. Ayat ini mempunyai makna yg sama dgn surat Luqman ayat
14.
“Arti : …. hendaklah kalian bersyukur kpd-Ku dan kpd kedua orang tuamu dan kpd-
Ku lah kalian kembali”
Dan jika salah satu dari kedua atau kedua berada disisimu dalam keadaan lanjut
usia, “fa laa taqul lahuma uffin” maka janganlah berkata kpd kedua ‘ah’ (’cis’ atau yg
lainnya). Jangan memperdengarkan kpd kedua perkataan yg buruk. “Wa laa
tanharhuma” dan janganlah kalian membenci keduanya. Ada juga yg mengatakan
bahwa “Wa laa tanhar huma ai la tanfudz yadaka alaihima” maksud ialah janganlah
kalian mengibaskan tangan kpd keduanya. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala
melarang perkataan dan peruntukan yg buruk, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
memerintahkan untuk beruntuk dan berkata yg baik. Seperti dalam firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala ” wa qul lahuma qaulan karima” dan katakanlah kpd kedua
perkataan yg mulia, yaitu perkataan yg lembut dan baik dgn penuh adab dan rasa
hormat. Dan rendahkanlah dirimu terhadap kedua dgn kasih sayg, hendaklah kalian
bertawadlu’ kpd keduanya. Dan hendaklah kalian berdo’a, “Ya Allah saygilah kedua
sebagaimana kedua menyaygi dan mendidiku di waktu kecil”, pada waktu mereka
berada di usia lanjut hingga kedua wafat. [Tafsir Ibnu Katsir Juz III hal 39-40, Cet.I
Maktabah Daarus Salam Riyadh, Th.1413H]
Perintah Birrul Walidain juga tercantum dalam surat An-Nisa ayat 36, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Arti : Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukanNya dgn sesuatu, dan
beruntuk baiklah kpd kedua ibu bapak, kpd kaum kerabat kpd anak-anak yatim kpd
orang-orang miskin, kpd tetangga yg dekat, tetangga yg jauh, teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahaya, sesungguh Allah tdk menyukai orang-orang yg sombong
dan membanggakan dirinya” [An-Nisa : 36]
Para ulama terdahulu telah membahas masalah Birrul Walidain (berbakti kpd kedua
orang tua) ini dalam kitab-kitab mereka. Sepeti dalam kitab Shahih Bukhari, Shahih
Muslim dan kitab-kitab hadits besar (Ummahatul Kutub) lain dalam pembahasan
tentang berbakti kpd kedua orang tua dan ancaman terhadap orang-orang yg
durhaka kpd kedua orang tua.
PENGERTIAN TENTANG BERBUAT BAIK DAN DURHAKA
Menururt lughoh (bahasa), Al-Ihsan berasal dari kata ahsana-yuhsinu-ihsanan.
Sedangkan yg dimaksud dgn ihsan dalam pembahasan ini ialah berbakti kpd kedua
orang tua yaitu menyampaikan setiap kebaikan kpd kedua semampu kita dan bila
memungkinkan mencegah gangguan terhadapa keduanya. Menurut Ibnu Athiyah,
kita wajib juga mentaati kedua dalam hal-hal yg mubah, hrs mengikuti apa-apa yg
diperintahkan kedua dan menjauhi apa-apa yg dilarang.
Sedang ‘uquq arti memotong (seperti hal aqiqah yaitu memotong kambing). ‘Uququl
Walidain ialah gangguan yg ditimbulkan seorang anak terhadap kedua orang tua
baik berupa perkataan maupun peruntukan. Contoh gangguan dari seorang anak
kpd kedua orang tua yg berupa perkataan yaitu dgn mengatakan ‘ah’ atau ‘cis’,
berkata dgn kalimat yg keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci dan yg
lainnya. Sedangkan yg berupa peruntukan ialah berlaku kasar seperti memukul dgn
tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk
memenuhi keinginannya, membenci, tdk memperdulikan, tdk bersilaturrahmi atau
tdk memberikan nafkah kpd kedua orang tua yg miskin.
[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang
Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta.]
Birrul Walidain
Allah subhanahu wata’ala berfirman, Artinya, “Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Ali Imron: 133)
Dan dalam ayat lain berfirman, artinya, “Dan untuk yang demikin itu hendaknya
orang berlomba-lomba.” (QS. al-Muthaffifin: 26)
Dan dalam ayat lain Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat, Artinya,
“Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja.”
(QS. ash-Shaffat: 61)
Dalam ketiga ayat ini Allah subhanahu wata’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya
untuk berlomba-lomba dan bersegera dalam mendapatkan Jannah (surga) Nya,
Ada beberapa jalan untuk meraih Jannah, dan di antara jalan-jalan itu adalah Birrul
Walidain (ta’at kepada orang tua). Cukup banyak ayat-ayat al-Qur’an yang
menerangkan tentang itu. Bahkan dalam beberapa ayat, Allah subhanahu wata’ala
merangkaikan ketaatan kepada orang tua dengan beribadah kepada-Nya. Allah
subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapak,…” (QS. an-Nisa: 36)
Dan juga Dia subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. al-Isra: 23)
Diulang-ulangnya ayat yang menerangkan berbuat baik kepada orang tua, dan
dirangkaikannya ketaatan kepada keduanya dengan ketaatan kepada Allah
subhanahu wata’ala menunjukkan tentang keutamaan ‘Birrul Walidain’ (berbakti
kepada orang tua). Hal ini juga didukung dengan beberapa hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang menerangkan tentang keutamaan ‘Birrul Walidain’, di
antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu
bertanya, “Ya Rasulullah! Siapakah manusia yang paling berhak aku pergauli
dengan baik? “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ibumu”. Dia
bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
“Ibumu” Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab, “Ibumu”. Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab, “Bapakmu”. (HR. Bukhori kitab al-Adab & Muslim kitab
al-Birr wa ash-Shilah)
Dan dalam hadits lain disebutkan, artinya, “Seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta ijin kepadanya untuk ikut berjihad.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya, “Apakah kedua
orang tuamu masih hidup?” Dia menjawab, “Ya”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata kepadanya, “Berjihadlah (dengan berbakti) pada keduanya.” (HR
Bukhori kitab al-Adab & Muslim kitab al-Birr wa ash-Shilah)
Keutamaan ‘Birrul Walidain’ yang lain adalah bahwa hal itu merupakan sifat para
Nabi’alaihimussalam. Allah subhanahu wata’ala mengisahkan tentang Nabi Ibrahim
‘alaihissalam dalam firman-Nya, artinya, “Ibrahim berkata, “Semoga keselamatan
dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku.
Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam: 47). Juga pujian Allah
subhanahu wata’ala kepada Nabi ‘Isa ‘alaihissalam, artinya, “Dan berbakti kepada
ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku sebagai seorang yang sombong lagi celaka.”
(QS. Maryam: 32 )
Itulah sirah dan sikap para Nabi ‘alaihimussalam kepada orang tua mereka, dan
jalan mereka itulah jalan yang lurus/ shirathal mustaqim, yang selalu kita minta
dalam setiap shalat kita. Dan inilah salah satu jalan untuk meraih surga. Namun
yang perlu diperhatikan adalah bahwa berbuat baik kepada keduanya bukan berarti
kita harus melaksanakan semua perintah mereka. Allah subhanahu wata’ala
berfirman, artinya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya dengan baik, dan ikutlah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman:15)
Sa’ad bin Waqqoshradhiyallahu ‘anhuberkata, “Diturunkan ayat ini (QS. Luqman: 15)
berkaitan dengan masalahku. Dia berkata, “Aku adalah seorang yang berbakti
kepada ibuku, maka tatkala aku masuk Islam, dia berkata, “Wahai Sa’ad apa yang
aku lihat dengan apa yang baru darimu?” “Tinggalkan agama barumu itu kalau tidak,
aku tidak akan makan dan minum sampai aku mati sehingga kamu dicela dengan
sebab kematianku dan kau akan dipanggil dengan wahai pembunuh ibunya”. Maka
aku katakan kepadanya, “Jangan kau lakukan wahai ibuku, sesungguhnya aku tidak
akan meninggalkan agamaku ini untuk siapa saja”. Maka dia (ibu Sa’ad) diam, tidak
makan selama sehari semalam, maka dia kelihatan sudah payah. Kemudian dia
tidak makan sehari semalam lagi, maka kelihatan semakin payah. Maka tatkala aku
melihatnya aku berkata kepadanya, “Hendaklah kau tahu wahai ibuku, seandainya
kau memiliki seratus nyawa, dan nyawa itu melayang satu demi satu, maka tidak
akan aku tigggalkan agama ini karena apapun juga, maka kalau kau mau makan
makanlah , kalau tidak maka jangan makan”. Lantas diapun makan.” (Tafsir Ibnu
Katsir)
Allah subhanahu wata’ala menyediakan balasan/ pahala yang besar bagi siapa yang
taat pada orang tuanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya,
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada
murka orang tua.” (HR Tirmidzi kitab al-Birr wa ash-Shilah, dishahihkan oleh al-
Albany). Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah perbuatan yang paling utama?” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Iman kepada Allah dan RasulNya”.
“Kemudian apalagi?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Berbuat
baik kepada Orang tua.” Kemudian apalagi?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab, “Berjuang di jalan Allah.” (HR. Bukhari kitab al-Hajj dan Muslim bab
Bayan kaunil iman billah min afdhailil a’mal)
Dan pahala yang besar ini tidak mudah diperoleh kecuali dengan melaksanakan
kewajiban-kewajiban kepada orang tua kita. Ada beberapa kewajiban kita terhadap
orang tua, di antaranya:
Yang pertama: Berbuat baik kepada keduanya baik dengan perkataan atau
perbuatan. Allah subhanahu wata’ala berfirman, Artinya, “Maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah”, dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS: al-
Qur’an-Isro: 23)
Yang kedua: Rendah hati terhadap keduanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
Artinya, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan”. (QS: al-Isro: 24)
Yang ketiga: Mendoakan keduanya baik semasa hidupnya ataupun sesudah
meninggalnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, Artinya, “Dan ucapkanlah,
Wahai Tuhanku kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil.” (QS: al-Isro: 24)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila anak Adam mati
maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: shodaqoh jariyah atau ilmu
yang bermanfaat atau anak soleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim kitab al-
Washiyyah)
Yang Keempat: Mentaati keduanya dalam kebaikan. Allah subhanahu wata’ala
berfirman, Artinya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu , maka janganlah
kamu mengikuti keduanya , dan pergaulilah keduanya dengan baik”. (QS: Luqman:
15)
Yang Kelima: Memintakan ampun bagi keduanya sesudah meninggal, yaitu apabila
meninggal dalam keadaan Islam. Allah subhanahu wata’ala berfirman menceritakan
tentang nabi Ibrahim ’alaihissalam Artinya, “Ya Tuhan kami beri ampunlah aku dan
kedua ibu bapakku dan semua orang-orang mu’min pada hari terjadinya hisab/
kiamat”. (QS Ibrohim: 41)
Juga firman-Nya tentang Nabi Nuh ’alaihissalam, Artinya, “Ya Tuhanku ampunilah
aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang
beriman laki-laki dan perempuan.” (QS: Nuh: 28)
Yang Keenam: Melunasi hutangnya dan melaksanakan wasiatnya, selama tidak
bertentangan dengan syari’at. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membenarkan
ucapan seorang wanita yang berpendapat hutang ibunya wajib dilunasi, dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan bahwa hutang kepada Allah
subhanahu wata’ala berupa shaum nadzar lebih berhak untuk dilunasi.
Yang Ketujuh: Menyambung tali kekerabatan mereka berdua, seperti: Paman dan
bibi dari kedua belah pihak, kakek dan nenek dari kedua belah pihak. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik hubungan/
silaturahim adalah hubungan/ silaturohim seorang anak dengan teman dekat
bapaknya.” (HR. Muslim kitab al-Qur’an-birr wash shilah).
Yang Kedelapan: Memuliakan teman-teman mereka berdua. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam memuliakan teman-teman istrinya tercinta Khadijah radhiyallahu
‘anha, maka kita muliakan pula teman-teman istri kita. Dan teman-teman orang tua
kita lebih berhak kita muliakan, karena di dalamnya ada penghormatan kepada
orang tua kita.
Semoga Allah subhanahu wata’ala tidak menjadikan kita semua termasuk orang-
orang yang mendapati masa tua orang tuanya, namun kita tidak bisa berbuat baik
kepadanya, karena berbakti kepada keduanya adalah salah satu jalan untuk meraih
surga.
Berkat Doa Seorang Ibu
— December 20, 2011
Do’a orang tua pada anak adalah do’a yang amat ampuh dan manjur. Baik do’a ortu
tersebut adalah do’a kebaikan atau do’a kejelekan, keduanya sama-sama manjur. Di
antara buktinya adalah kisah ulama besar hadits yang sudah ma’ruf di tengah-
tengah kaum muslimin, Imam Bukhari rahimahullah.
Imam Abu ‘Abdillah, Muhammad bin Isma’il al-Bukhary dinilai sebagai Amirul
Mukminin dalam hadits, tidak ada seorang ulama pun yang menentang pendapat ini.
Lalu apa nikmat Allah atas sejak ia masih kecil?
Imam al-Lalika`iy meriwayatkan di dalam kitabnya Syarh as-Sunnah dan Ghanjar di
dalam kitabnya Taariikh Bukhaara mengisahkan sebagai berikut:
”Sejak kecil Imam al-Bukhary kehilangan penglihatan pada kedua matanya alis buta.
Suatu malam di dalam mimpi, ibunya melihat Nabi Allah, al-Khalil, Ibrahim ‘alaihis
salam yang berkata kepadanya, ‘Wahai wanita, Allah telah mengembalikan
penglihatan anakmu karena begitu banyaknya kamu berdoa.”
Pada pagi harinya, ia melihat anaknya dan ternyata benar, Allah telah
mengembalikan penglihatannya. (Asy-Syifa` Ba’da Al-Maradh karya Ibrahim bin
‘Abdullah al-Hazimy sebagai yang dinukilnya dari kitab Hadyu as-Saary Fi
Muqaddimah Shahih al-Buukhary karya al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalany,
www.alsofwah.or.id)
Hal di atas menunjukkan benarnya sabda Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam
akan manjurnya do’a orang tua pada anaknya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
� �وم م�ظل ال و�د�عو�ة� اف�ر� م�س� ال و�د�عو�ة� �د� و�ال ال د�عو�ة� ف�يه�ن� ك� ش� � ال ��ات اب �ج� ت م�س د�ع�و�ات$ �ث� �ال ث
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang
yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Daud no. 1536.
Syaikh Al Albani katakan bahwa hadits ini hasan).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اف�ر� م�س� ال و�د�عو�ة� � �م الص�ائ و�د�عو�ة� ، �د� و�ال ال د�عو�ة� د, �ر� ت � ال د�ع�و�ات$ �ث� �ال ث
“Tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa
seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Syaikh Al Albani
mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah no.
1797). Dalam dua hadits ini disebutkan umum, artinya mencakup doa orang tua
yang berisi kebaikan atau kejelekan pada anaknya.
Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
�د�ه� �و�ل ل �د� و�ال ال و�د�عو�ة� اف�ر� م�س� ال و�د�عو�ة� � م�ظل�وم ال د�عو�ة� ف�يه�ن� ك� ش� � ال �ه�ن� ل �ج�اب� ت �س ي د�ع�و�ات$ �ث� �ال ث
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizholimi,
doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya.” (HR. Ibnu
Majah no. 3862. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Riwayat ini
menyebutkan bahwa doa baik orang tua pada anaknya termasuk doa yang
mustajab.
Semoga setiap orang tua tidak melupakan doa untuk anaknya dalam kebaikan.
Semoga Allah pun memperkenankan do’a kebaikan kita pada anak-anak kita. Moga
mereka menjadi anak yang sholeh nantinya dan berbakti pada ortu serta bermanfaat
untuk Islam.
Wallahu waliyyut taufiq.
@ Ummul Hamam Riyadh KSA, 21 Dzulqo’dah 1432 H (19/10/2011)
www.rumaysho.com
Posted in BIRRUL WALIDAIN, KISAH
Dec20
Keridhoan orangtua adalah kunci masuk surga
— November 10, 2010
2
Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda
الوالد سخط في الرب وسخط الوالد رضى في الرب رضى
((Keridhoan Allah berada pada keridhoan orangtua dan kemarahan Allah berada
pada kemarahan orangtua))[1]
النبي إلى جاء جاهمة أن السلمي جاهمة بن معاوية وسلم عن عليه الله رسول صلى يا فقال
الجنة فإن فالزمها قال نعم قال أم من لك هل فقال أستشيرك جئت وقد أغزو أن أردت الله
رجليها تحت
Dari Mu’awiyah bin Jahimah As-Sulami bahwasanya Jahimah datang kepada Nabi
shallallahu ‘alihi wa sallam lalu berkata, “Ya Rasulullah, aku hendak berjihad, aku
menemuimu untuk meminta pendapatmu”. Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam
berkata, “Apakah engkau memiliki ibu?”, ia menjawab, “Iya”, Rasulullah shallallahu
‘alihi wa sallam berkata, “Senantiasalah bersamanya, sesungguhnya surga berada
di bawah kedua kakinya”[2]
Maka hendaknya seorang anak berusaha untuk mencarai keridhoan orangtua,
menyenangkan hati orangtua, membuat mereka tersenyum dan tertawa.
Sesungguhnya senyuman orangtua karena ridho terhadap anaknya meskipun
nampaknya sepele namun ia bernilai besar di sisi Allah.
dinukil dari firanda.com
Posted in BIRRUL WALIDAIN
Nov10
APABILA ORANG TUA TELAH TIADA
— November 9, 2010
2
Jika orang tua telah tiada, maka yang harus kita lakukan
adalah:
1. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur)
bila kita pernah berbuat dur-haka kepada keduanya di waktu mereka masih
hidup.
2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
4. Membayarkan hutang-hutangnya.
5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah
menyambungnya.
Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita
dimudahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah,
mawaddah wa rahmah. Aamiin.
[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin
Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul
Qa'dah 1427H/Desember 2006]
Posted in AMALIAH PRAKTIS, BIRRUL WALIDAIN
Nov09
KISAH KEDURHAKAAN KEPADA ORANG TUA
— November 9, 2010
1
Diceritakan ada lelaki yang sangat durhaka kepada sang ayah sampai tega
menyeret ayahnya ke pintu depan untuk mengusirnya dari rumah. Sang ayah ini
dikarunia anak yang lebih durhaka darinya. Anak itu menyeret bapaknya sampai
kejalanan untuk mengusirnya dari rumahnya. Maka sang bapak berkata : “Cukup…
Dulu aku hanya menyeret ayahku sampai pintu depan”. Sang anak menimpali :
“Itulah balasanmu. Adapun tembahan ini sebagai sedekh dariku!”.
Kisah pedih lainnya, seorang Ibu yang mengisahkan kesedihannya : “Suatu hari istri
anakku meminta suaminya (anakku) agar menempatkanku di ruangan yang terpisah,
berada di luar rumah. Tanpa ragu-ragu, anakku menyetujuinya. Saat musim dingin
yang sangat menusuk, aku berusaha masuk ke dalam rumah, tapi pintu-pintu
terkunci rapat. Rasa dingin pun menusuk tubuhku. Kondisiku semakin buruk. Anakku
ingin membawaku kesuatu tempat. Perkiraanku ke rumah sakit, tetapi ternyata ia
mencampakkanku ke panti jompo. Dan setelah itu tidak pernah lagu menemuiku”
Sebagai penutup, kita harus memahami bahwa bakti kepada orang tua merupakan
jalan lempang dan mulia yang mengantarkan seorang anak menuju surga Allah.
Sebaliknya, kedurhakaan kepada mereka, bisa menyeret sang anak menuju lembah
kehinaan, neraka.
Hati-hatilah, durhaka kepada orang tua, dosanya besar dan balasannya
menyakitkan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Akan terhina, akan terhina dan akan terhina!” Para sahabat bertanya,
“Wahai Rasulullahj, siapakah gerangan ?” Beliau bersabda, “Orang yang mendapati
orang tuanya, atau salah satunya pada hari tuanya, namun ia (tetap) masuk neraka”
[Hadits Riwayat Muslim]
[Diadaptasi dari Idatush Shabirin, oleh Abdullah bin Ibrahim Al-Qa’rawi dan Ilzam
Rijlaha Fatsamma Al-Jannah, oleh Shalihj bin Rasyid Al-Huwaimil]
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425/2005M. Penerbiit Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo –
Solo 57183]
sumber : almanhaj.or.id
Posted in BIRRUL WALIDAIN, KISAH
Nov09
KISAH TELADAN KEPADA ORANG TUA
— November 9, 2010
2
Sahabat Abu Hurairah sempat gelisah karena ibunya masih dalam jeratan
kekufuran. Dalam shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia bercerita.
Aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam. Suatu hari aku mengajaknya untuk
masuk Islam, tetapi dia malah mengeluarkan pernyataan tentang Nabi yang aku
benci. Aku (pun) menemui Rasulullah dalam keadaan menangis. Aku mengadu.
“Wahai Rasulullah, aku telah membujuk ibuku untuk masuk Islam, namun dia
menolakku. Hari ini, dia berkomentar tentang dirimu yang aku benci. Mohonlah
kepada Allah supaya memberi hidayah ibu Abu Hurairah”. Rasulullah bersabda :
“Ya, Allah. Tunjukilah ibu Abu Hurairah”. Aku keluar dengan hati riang karena do’a
Nabi. Ketika aku pulang dan mendekati pintu, maka ternyata pintu terbuka. Ibuku
mendengar kakiku dan berkata : “Tetap di situ Abu Hurairah”. Aku mendengar
kucuran air. Ibu-ku sedang mandi dan kemudian mengenakan pakaiannya serta
menutup wajahnya, dan kemudian membuka pintu. Dan ia berkata : “Wahai, Abu
Hurairah ! Asyhadu an Laa Ilaaha Illa Allah wa Asyhadu Anna Muhammadan
Abduhu wa Rasuluhu”. Aku kembali ke tempat Rasulullah dengan menangis
gembira. Aku berkata, “Wahai, Rasulullah, Bergembiralah. Allah telah mengabulkan
do’amu dan menunjuki ibuku”. Maka beliau memuji Allah dan menyanjungNya serta
berkomentar baik” [Hadits Riwayat Muslim]
Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya :
“Apakah ini sudah melunasi jasanya (padaku) wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab :
“Tidak, meski hanya satu jeritan kesakitan (saat persalinan)”.
Zainal Abidin, adalah seorang yang terkenal baktinya kepada ibu. Orang-orang
keheranan kepadanya (dan berkata) : “Engkau adalah orang yang paling berbakti
kepada ibu. Mengapa kami tidak pernah melihatmu makan berdua dengannya dalam
satu talam”? Ia menjawab,”Aku khawatir tanganku mengambil sesuatu yang dilirik
matanya, sehingga aku durhaka kepadanya”.
Sebelumnya, kisah yang lebih mengharukan terjadi pada diri Uwais Al-Qarni, orang
yang sudah beriman pada masa Nabi, sudah berangan-angan untuk berhijrah ke
Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah
menunda tekadnya berhijrah. Ia ingin bisa meraih surga dan berteman dengan Nabi
dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus kehilangan kemuliaan menjadi
sahabat Beliau di dunia.
Dalam shahih Muslim, dari Usair bin Jabir, ia berkata : Bila rombongan dari Yaman
datang, Umar bin Khaththab bertanya kepada mereka : “Apakah Uwais bin Amir
bersama kalian ?” sampai akhirnya menemui Uwais. Umar bertanya, “Engkau Uwais
bin Amir?” Ia menjawa,”Benar”. Umar bertanya, “Engkau dari Murad kemudian
beralih ke Qarn?” Ia menjawab, “Benar”. Umar bertanya, “Engkau punya ibu?”. Ia
menjawab, “Benar”. Umar (pun) mulai bercerita, “Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Akan datang pada kalian Uwais bin Amir bersama rombongan penduduk Yaman
yang berasal dari Murad dan kemudian dari Qarn. Ia pernah tertimpa lepra dan
sembuh total, kecuali kulit yang sebesar logam dirham. Ia mempunyai ibu yang
sangat dihormatinya. Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya aku
hormati sumpahnya. Mintalah ia beristighfar untukmu jika bertemu”.
(Umar berkata), “Tolong mintakan ampun (kepada Allah) untukku”. Maka ia
memohonkan ampunan untukku. Umar bertanya, “Kemana engkau akan pergi?”. Ia
menjawab, “Kufah”. Umar berkata, “Maukah engkau jika aku menulis (rekomendasi)
untukmu ke gubernurnya (Kufah)?” Ia menjawab, “Aku lebih suka bersama orang
yang tidak dikenal”.
Kisah lainnya tentang bakti kepada ibu, yaitu Abdullah bin Aun pernah memanggil
ibunya dengan suara keras, maka ia memerdekakan dua budak sebagai tanda
penyesalannya.
[Diadaptasi dari Idatush Shabirin, oleh Abdullah bin Ibrahim Al-Qa’rawi dan Ilzam
Rijlaha Fatsamma Al-Jannah, oleh Shalihj bin Rasyid Al-Huwaimil]
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425/2005M. Penerbiit Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo –
Solo 57183]
sumber : almanhaj.or.id
Posted in BIRRUL WALIDAIN, KISAH
Nov09
Surat Dari Ibu Yang Terkoyak Hatinya
— November 9, 2010
1
Anakku…. Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan
deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi
matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat
engkau meremukkan kalbuku sebelumnya. Sejak dokter mengabari tentang
kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal
kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku
mengandungmu. Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena
kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang
tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu.
Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami. Berikutnya, aku layaknya
pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu.
Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu
dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu. Masa remaja pun
engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk
mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau
menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau
menempuh hidup baru. Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku
yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski
melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah
ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat
anakku. Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar
sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu
semakin susah melakukan gerakan.
Anakku… Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima
kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu.
Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan
rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu
enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu,
mana upah Ibu selama ini ?
Anakku.. Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan
luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus
duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat
yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain.
Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan
menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati
melakukannya,
Anakku… Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan
dan cahaya diriku…
Anakku… Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan
berasal dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat
kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah,
kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.
Anakku.. Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu.
Sekalah air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika
engkau ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, “Barangsiapa beramal shalih
maka itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga) menjadi
tanggungannya sendiri”.
Anakku… Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang
sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan,
itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah belaian sayag dan
kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah ….. Ingatlah…. Karena itu, Allah
menegaskan dengan wasiat : “Wahai, Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti
mereka menyayangiku waktu aku kecil”. Anakku… Allah berfirman: “Dan dalam
kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal” [Yusuf : 111]
Pandanglah masa teladan dalam Islam, masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam masih hidup, supaya engkau memperoleh potret bakti anak kepada orang
tua.
[Diadaptasi dari Idatush Shabirin, oleh Abdullah bin Ibrahim Al-Qa’rawi dan Ilzam
Rijlaha Fatsamma Al-Jannah, oleh Shalihj bin Rasyid Al-Huwaimil]
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425/2005M. Penerbiit Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo –
Solo 57183]
sumber : almanhaj.or.id
Posted in BIRRUL WALIDAIN
Nov09
Urgensi Berbakti kepada Dua orang Tua
— October 4, 2010
2
Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua –dalam wacana
Islam- adalah persoalan utama, dalam jejeran hukum-hukum yang terkait dengan
berbuat baik terhadap sesama manusia. Allah sudah cukup mengentalkan wacana
‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam, dalam banyak sabdanya, dengan memberikan ‘bingkai-bingkai’ khusus,
agar dapat diperhatikan secara lebih saksama. Di antara tumpukan bukti tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Allah ‘menggandengkan’ antara perintah untuk beribadah kepada-Nya,
dengan perintah berbuat baik kepada orang tua:
“Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan
hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)
2. Allah memerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada orang
tuanya, meskipun mereka kafir:
“Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat kemusyrikan yang jelas-jelas tidak
ada pengetahuanmu tentang hal itu, jangan turuti; namun perlakukanlah keduanya
secara baik di dunia ini.” (Luqmaan : 15)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Ayat di atas menunjukkan diharuskannya
memelihara hubungan baik dengan orang tua, meskipun dia kafir. Yakni dengan
memberikan apa yang mereka butuhkan. Bila mereka tidak membutuhkan harta,
bisa dengan cara mengajak mereka masuk Islam..[1]“
3. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.
Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta ijin
berjihad kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bertanya, “Apakah
kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Masih.” Beliau bersabda,
“Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya.” (Riwayat Al-
Bukhari dan Muslim)
4. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Surga.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh
kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang Sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan,
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang
tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka
sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.” (Riwayat Muslim)
Beliau juga pernah bersabda:
“Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju Surga. Bila engkau mau, silakan
engkau pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak memperdulikannya.”
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hadits ini shahih.” Riwayat
ini juga dinyatakan shahih, oleh Al-Albani.) Menurut para ulama, arti ‘pintu
pertengahan’, yakni pintu terbaik.
5. Keridhaan Allah, berada di balik keridhaan orang tua.
“Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah,
bergantung pada kemurkaan kedua orang tua[2].”
6. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.
Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sambil
mengadu, “Wahai Rasulullah! Aku telah melakukan sebuah perbuatan dosa.” Beliau
bertanya, “Engkau masih mempunyai seorang ibu?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.”
“Bibi?” Tanya Rasulullah lagi. “Masih.” Jawabnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Kalau begitu, berbuat baiklah kepadanya.”
Dalam pengertian yang ‘lebih kuat’, riwayat ini menunjukkan bahwa berbuat baik
kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu, dapat membantu proses taubat dan
pengampunan dosa. Mengingat, bakti kepada orang tua adalah amal ibadah yang
paling utama.
7. Berbakti kepada orang tua, membantu menolak musibah.
Hal itu dapat dipahami melalui kisah ‘tiga orang’ yang terkurung dalam sebuah gua.
Masing-masing berdoa kepada Allah dengan menyebutkan satu amalan yang
dianggapnya terbaik dalam hidupnya, agar menjadi wasilah (sarana) terkabulnya
doa. Salah seorang di antara mereka bertiga, mengisahkan tentang salah satu
perbuatan baiknya terhadap kedua orang tuanya, yang akhirnya, menyebabkan
pintu gua terkuak, batu yang menutupi pintunya bergeser, sehingga mereka bisa
keluar dari gua tersebut. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
8. Berbakti kepada orang tua, dapat memperluas rezki.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin rezkinya
diperluas, dan agar usianya diperpanjang (dipenuhi berkah), hendaknya ia
menjaga tali silaturahim.” (Al-Bukhari dan Muslim)
Berbakti kepada kedua orang tua adalah bentuk aplikasi silaturahim yang paling
afdhal yang bisa dilakukan seorang muslim, karena keduanya adalah orang terdekat
dengan kehidupannya.
9. Doa orang tua selalu lebih mustajab.
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Ada tiga bentuk doa yang amat mustajab, tidak diragukan lagi:
Doa orang tua untuk anaknya, doa seorang musafir dan orang yang yang
terzhalimi.”
10. Harta anak adalah milik orang tuanya.
Saat ada seorang anak mengadu kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
“Wahai Rasulullah! Ayahku telah merampas hartaku.” Rasulullah bersabda, “Engkau
dan juga hartamu, kesemuanya adalah milik ayahmu[3].”
11. Jasa orang tua, tidak mungkin terbalas.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Seorang anak tidak akan bisa membalas budi baik ayahnya, kecuali bila ia
mendapatkan ayahnya sebagai budak, lalu dia merdekakan.” (Dikeluarkan oleh
Muslim)
12. Durhaka kepada orang tua, termasuk dosa besar yang terbesar.
Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda, “Maukah kalian kuberitahukan dosa besar yang terbesar?” Para Sahabat
menjawab, “Tentu mau, wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau
bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.”
Kemudian, sambil bersandar, beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian
palsu..” Beliau terus meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para
Sahabat) berharap beliau segera terdiam. (Al-Bukhari dan Muslim)
13. Orang yang durhaka terhadap orang tua, akan mendapatkan balasan
‘cepat’ di dunia, selain ancaman siksa di akhirat[4].
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ada dua bentuk perbuatan dosa
yang pasti mendapatkan hukuman awal di dunia: Memberontak terhadap
pemerintahan Islam yang sah, dan durhaka terhadab orang tua[5].”
Alhamdulillah. Kesemua bukti tersebut –dan masih banyak lagi bukti-bukti ilmiah
lainnya, termasuk konsensus umat Islam terhadap urgensi berbakti kepada orang
tua yang sama sekali tidak boleh terabaikan–, kesemuanya, menunjukkan betapa
bakti kepada orang tua adalah kebajikan maha penting, bahkan yang terpenting dari
sekian banyak perbuatan baik yang diperuntukkan terhadap sesama makhluk
ciptaan Allah. Sedemikian pentingnya, hingga riwayat-riwayat yang menjelaskan
tentang adab, prilaku dan sikap seorang anak terhadap orang tuanya, bertaburan
dalam banyak hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, bahkan juga dalam
beberapa ayat Al-Qur’an.
[1] Tafsir Al-Qurthubi XIV : 65.
[2] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hadits ini shahih.”
Riwayat ini juga dinyatakan shahih, oleh Al-Albani. Diriwayatkan juga oleh Ath-
Thabrani dalam Al-Awsath
[3] Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, dinyatakan shahih oleh Al-Albani
[4] Dicuplik dari wa bil waalidain ihsaana oleh Abdullah bin Ali Al-Ju’aitsin –
Select.Islamiy.com.
[5] Diriwayatkan oleh Al-Hakim, dinyatakan shahih oleh Al-Albani.
dinukil dari buletin ustadzkholid
Posted in BIRRUL WALIDAIN
Oct04
Memuliakan Orang Tua
— October 4, 2010
Pemuliaan Islam terhadap sosok orang tua, amat lugas. Wujud pemuliaan itu sudah
beberapa langkah mendahului gemuruh propaganda sejenis, yang baru-baru saja
muncul belakangan ini, dari kalangan Barat. Sebut saja contohnya: jaminan untuk
kaum manula, perhatian terhadap kaum jompo dan lain sebagainya. Kenapa
demikian? Karena Islam sudah jauh-jauh hari langsung menghadirkan ‘perintah
tegas’ bagi seorang mukmin, untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya.
“Telah kami pesankan seorang manusia untuk senantiasa berbuat baik kepada
kedua orang tuanya.” (Al-Ahqaaf : 15)
Ibnu Katsier menjelaskan, “Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan kita untuk
berbuat baik kepada kedua orang tua, sekaligus juga melimpahkan kasih sayang
kita kepada mereka.” [Lihat Tafsir Al-Qur’aan Al-’Azhiem IV : 159].
“Beribadahlah kepada Allah, jangan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun,
dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (An-Nisaa : 36)
Perintah itu, bahkan diseiringkan dengan perintah untukmengesakan Allah sebagai
kewajiban utama seorang mukmin. Sehingga amatlah jelas, perintah itu
mengandung ‘tekanan’ yang demikian kuat.
Sekarang, bandingkanlah substansi ajaran Islam itu dengan realitas yang
berkembang di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia sekarang ini.
Banyak anak yang enggan menyisihkan sebagian waktunya, mengucurkan keringat
atau sekadar berlelah-lelah sedikit, untuk merawat orang tuanya yang sudah ‘uzur’.
Terutama sekali, bila anak tersebut sudah berkedudukan tinggi, sangat sibuk dan
punya segudang aktivitas. Akhirnya, ia merasa sudah berbuat segalanya dengan
mengeluarkan biaya secukupnya, lalu memasukkan si orang tua ke panti jompo!!
dinukil dari buletin ustadzkholid
Posted in BIRRUL WALIDAIN
Oct04
Saat Ibunda Telah Wafat
— October 4, 2010
1
Ada beberapa wujud manefestasi cinta kasih kepada sang bunda, yang masih dapat
kita lakukan saat sang bunda sudah terlebih dahulu meninggalkan dunia ini. Semua
bentuk implementasi cinta kasih itu pada dasarnya lebih bersifat tugas dan
kewajiban kita. Dengan atau tanpa muatan cinta kasih, semua tugas itu harus kita
pikul. Namun adalah kenistaan, bila kita melaksanakan semuanya tanpa landasan
cinta kepadanya. Berikut ini, penulis paparkan beberapa di antaranya:
Pertama: Melaksanakan perjanjian dan pesan sang bunda.
Diriwayatkan dari Syaried bin Suwaid Ats-Tsaqafi, bahwa ia menuturkan, “Wahai
Rasulullah! Ibuku pernah berpesan kepadaku untuk memerdekakan seorang budak
wanita yang beriman. Aku memiliki seorang budah wanita berkulit hitam. Apakah aku
harus memerdekakannya?” “Panggil dia.” Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam. Saat wanita itu datang, beliau bertanya, “Siapa Rabbmu?” Budak wanita
itu menjawab, “Allah.” “Lalu, siapa aku?” Tanya Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam lagi. Wanita itu menjawab, “Engkau adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam.” Beliaupun bersabda, “Merdekakan dia. Karena dia adalah wanita
mukminah[1].”
Kedua: Mendoakan sang ibu, membacakah shalawat dan memohonkan
ampunan baginya.
Ibnu Rabi’ah meriwayatkan: Saat kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kalangan Bani
Salamah bertanya, “Wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam! Apakah masih
tersisa bakti kepada kedua orang tuaku setelah mereka meninggal dunia?”
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Ya. Bacakanlah shalat
untuk mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, tunaikan perjanjian mereka,
peliharalah silaturahim yang biasa dipelihara kala mereka masih hidup, juga, hormati
teman-teman mereka[2].”
Abu Hurairah meriwayatkan: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya, Allah Azza wa Jalla bisa saja mengangkat derajat seorang hamba
yang shalih di Surga kelak. Si hamba itu akan bertanya, “Ya Rabbi, bagaimana aku
bisa mendapatkan derajat sehebat ini?” Allah berfirman, “Karena permohonan
ampun dari anakmu[3].”
Salah satu dari tanda cinta kasih kita kepada ibu adalah munculnya pengharapan
agar si ibu selalu hidup berbahagia. Bila ia sudah meninggal dunia, kita juga
senantiasa mendoakannya, membacakan shalat untuknya serta memohonkan
ampunan untuknya. Semua perbuatan tersebut bukanlah hal-hal yang remeh. Dan
juga, amat jarang anak yang mampu secara telaten melakukan semua kebajikan
tersebut. Padahal, ditinjau dari segi kelayakan, dan segi kesempatan serta
kemampuan, sudah seyogyanya setiap anak berusaha melakukannya. Dari
kwantitas, semua amalan tersebut tidak membutuhkan banyak waktu. Sekadar
perhatian dan kesadaran, yang memang sangat dituntut. Bila seorang anak merasa
sangat kurang berbakti kepada kedua orang tuanya, inilah kesempatan yang masih
terbuka lebar, untuk menutupi kekurangan tersebut, selama hayat masih dikandung
badan.
Ketiga: Memelihara hubungan baik, dengan teman dan kerabat ibu.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang tetap ingin
menjaga hubungan silaturahim dengan ayahnya yang sudah wafat, hendaknya ia
menjaga hubungan baik dengan teman-teman ayahnya yang masih hidup[4].”
Keempat: Melaksanakan beberapa ibadah untuk kebaikan sang ibu.
Sa’ad bin Ubadah pernah bertanya, “Ibuku sudah meninggal dunia. Sedekah apa
yang terbaik, yang bisa kulakukan untuknya?” Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam menjawab, “Air. Gali saja sumur. Lalu katakan: ‘pahala penggunaan
sumur ini, untuk ibu Saad[5].”
Demikianlah sekilas tentang hubungan dengan ibu yang menjadi salah satu dari
kedua orang tua, sengaja dibatasi pembahasan ini hanya seputar ibu, agar lebih
singkat. Mudah-mudahan bermanfaat.
[1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasaai.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak IV : 155, dan beliau berkata,
“Hadits ini shahih berdasarkan system periwayatan Al-Bukhari dan Muslim, namun
keduanya tidak mengeluarkan hadits tersebut. Adz-Dzahabi berkata, “Shahih.”
[3] Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-Thabrani dalam Al-Awsath. Disebutkan oleh
Al-Haitsami dalam Majma’uz Zawaa-id X : 210.
[4] Diriwayatkan oleh Abu Ya’la. Lihat penjelasannya dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-
Shahihah nomor 1342.
[5] Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasaa-ie.
dinukil dari buletin ustadzkholid
Posted in BIRRUL WALIDAIN
Oct04
Ketika orang tua telah berusia senja
— October 4, 2010
1
Pada saatnya, usia juga yang membatasi kepawaian seorang ibu mengasuh
anaknya. Kasih ibu, memang tak dapat dihentikan sang waktu. Namun sebagai
manusia, kekuatannya tidak pernah abadi. Akhirnya, sang ibu harus melalui juga
masa-masa yang belum pernah dibayangkan selama ini. Kulitnya mulai keriput,
tenaganya mulai jauh berkurang, tulang-tulangnyapun mulai terasa rapuh, suaranya
berubah menjadi sengau, tak mampu menyetabilkan nada yang keluar. Saat itulah,
ia mulai sangat membutuhkan belaian kasih sang anak. Ia mulai memerlukan
adanya orang lain di sisinya, untuk menyelesaikan segala hal, termasuk pekerjaan-
pekerjaan ringan sekalipun, yang selama ini bisa dia selesaikan seorang diri. Saat
itulah, bakti seorang anak menjadi suatu hal yang teramat dibutuhkan:
“ Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:”Wahai Rabbku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
(Al-Isra : 23-24)
Saat usia semakin tua, bisa jadi kepekaan seorang ibu bertambah. Ia lebih mudah
tersinggung, lebih mudah melampiaskan amarahnya, lebih mudah tersentuh hatinya
hanya oleh kata-kata atau ucapan, yang bila itu diucapkan seorang anak di waktu
mudanya, tidak akan diperdulikan sama sekali. Oleh sebab itu, Al-Qur’an
memberikan bimbingan yang demikian santun, agar seorang anak membiasakan diri
berbicara dan bersikap secara mulai, santun dan terpuji, terhadap kedua orang
tuanya, terutama sekali ibunya.
Suatu hari, Rasulullah naik ke atas mimbar, lalu beliau berkata: “Amin, amin, amin.”
Kontan, seorang Sahabat bertanya: “Kenapa engkau mengucapkan amin, amin dan
amin, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tadi datang Jibril menemuiku, lalu ia
berkata: “Barangsiapa yang menjumpai bulan Ramadhan, lalu ia tidak mendapatkan
ampunan Allah, maka ia pasti masuk Neraka. Jauhilah hamba-Mu ini dari siksa
Neraka.” Akupun berkata: ‘Amin.’ Lalu Jibril berkata lagi: “Barangsiapa yang
mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya, atau keduanya, pada saat
mereka sudah berusia lanjut, namun ia tidak berkesempatan berbakti kepada
mereka, maka ia pasti masuk Neraka. Jauhilah hamba-Mu ini dari siksa Neraka.”
Akupun berkata: ‘Amin.’ Lalu Jibril berkata lagi: “Barangsiapa yang mendengar
namaku (Nabi Muhammad) disebutkan, lalu ia tidak membaca shalawat untukku,
maka bila ia mati, ia pasti masuk Neraka. Jauhilah hamba-Mu ini dari siksa Neraka.”
Akupun berkata: ‘Amin.‘ Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (904, oleh Al-Bukhari dalam
Al-Adab Al-Mufrad (646) dan Ibnu Khuzaimah (1888)