bipsikologi kehamilan

download bipsikologi kehamilan

of 17

Transcript of bipsikologi kehamilan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah kondisi yang menimbulkan perubahan fisik maupun psikososial seorang wanita karena pertumbuhan dan perkembangan alat reproduksi dan janinnya. Banyak factor yang memengaruhi kehamilan, dari dalam maupun luar yang dapat menimbulkan masalah, terutama bagi yang pertama kali hamil. Perubahan yang terjadi pada kehamilan akan berdampak pada aspek psikologi kehamilan. Upaya pemeliharaan kesehatan kehamilan tidak semata-mata ditujukan kepada aspek fisik saja, tetapi aspek psikososial juga perlu diperhatikan agar kehamilan dan persalinan berjalan lancar. Kesejahteraan ibu hamil dan melahirkan bergantung pada kebijakan Negara, organisasi kesehatan, dan kondisi masyarakat tempat wanita tersebut itu tinggal. Kesehatan dan penggunaan kemampuan untuk mengikuti nasihat yang dianjurkan dipengaruhi oleh lingkungan social, keuangan, dan kebijakan perwatan kesehatan. Kehamilan memberi dampak pada seluruh anggota keluarga. Masing-masing keluarga beradaptasi dan berinterpretasi berbeda, berganrung pada budaya dan pengaruh tren social. Perawat/bidan harus beradaptasi pada kondisi ini agar berperan sesuai dengan harapan keluarga.

1.2 Rumusan masalah 1.2.1 Bagaimana periode antenatal? 1.2.2 Bagaimana adaptasi kehamilan? 1.2.3 Bagaimana menyiapkan kelahiran?

1.3 Tujuan 1.3.1 Untuk mengetahui periode antenatal. 1.3.2 Untuk mengetahui adaptasi kehamilan. 1.3.3 Untuk mengetahui menyiapkan kelahiran.

1

BAB II PEMBAHASAN

2.1.

Periode Antenatal Periode antenatal adalah kondisi yang dipersiapkan secar fisik dan psikologis untuk kelahiran dan menjadi orang tua. Pada periode ini, wanita yang sehat akan mencari petunjuk dan perawatan secara teratur. Kunjungan antenatal biasanya dimulai segera setelah terlambat haid sehingga dapat diidentifikasi diagnosis dan dilakukan perawatan terhadap kelainan yang mungkin berkembang pada ibu hamil. Perawatan didesain untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan janin dan menentukan keadaan abnormal untuk mengantisipasi kelahirannya. Ibu dan keluarganya membutuhkan dukungan untuk mengatasi stress dan untuk belajar menjadi orang tua.

2.2.

Adaptasi Kehamilan Kehamilan memengaruhi seluruh anggota keluarga sehingga setiap anggota keluarga harus beradaptasi. Adaptasi ini memerlukan proses, bergantung pada budaya lingkungan yang sedang menjadi tren masyarakat. 2.2.1 Adaptasi Maternal Wanita segala usia selama masa kehamilannya beradaptasi untuk berperan sebagai ibu, suatu proses belajar yang kompleks secara social dan kognitif. Pada kehamilan awal, tidak ada yang berbeda. Ketika janin mulai bergerak pada trimester kedua, wanita mulai memerhatikan kehamilannya dan berdiskusi dengan ibunya atau teman lain yang pernah hamil. Kehamilan merupakan krisis maturasi yang dapat menimbulkan stress. Namun, jika krisis tersebut dapat ditanggulangi, wanita menjadi siap untuk memasuki fase baru, yaitu mengemban tanggung jawab dan merawat kehamilannya. Konsep diri wanita berubah, siap menjadi orang tua dan menyiapkan peran baru. Secara bertahap, ia berubah dari memerhatikan dirinya sendiri dan mempunyai kebebesan, menjadi berkomitmen untuk bertanggung jawab kepada makhluk lain.

2

Perkembangan ini membutuhkan tugas perkembangan yang pasti dan tuntas, yaitu menerima kehamilan, mengidentifikasi peran sebagai ibu, membangun kembali hubungan dengan ibunya, dengan suaminya, dan dengan bayi yang dikandungnya serta menyiapkan kelahiran bayinya. Dukungan suami secara emosional adalah factor yang penting untuk keberhasilan tugas perkembangan ini. Identifikasi Peran Peran ibu dimulai ketika wanita menjadi ibu dari anaknya. Persepsi lingkungan social terhadap aturan peran wanita dapat memengaruhi pilihan untuk menjadi ibu atau wanita karier, menikah atau tetap melajang, atau menjadi bebas, bukan bergantung pada orang lain. Bermain peran dengan boneka, mengasuh bayi dan saudara dapat meningkatkan pemahaman tentang peran ibu. Perempuan yang menyukai bayi atau anak-anak, mempunyai motivasi untuk menerima kehamilan dan menjadi ibu. Hubungan dengan Janin Hubungan ibu dengan anak dimulai sejal hamil, ketika ibu mengkhayal dan memimpikan dirinya sebagai ibu. Ibu ingin dekat, hangat, bercerita kepada bayinya dan memcoba membayangkan adanya tangisan bayi, gangguan terhadap kebebasan, dan kegiatan mengasuh anak. Hubungan ibu dan anak berkembang dalam 3 fase selama hamil. Fase 1. Ia menerima kenyataan biologis tentang kehamilan dengan pernyataan saya hamil dan menyatakan ide tentang anak di dalam tubuhnya dan gambaran dirinya sebagai berikut: y Pikiran terpusat pada dirinya y Menyadari kenyataan dirinya hamil y Janin adalah bagian dari dirinya y Janin seolah-olah tidak nyata Fase 2. Pada saat ini ibu merasakan hal-hal sebagai berikut: y Menerima tumbuhnya janin yang merupakan makhluk yang berbeda dengan dirinya (pada bulan ke-5). y Timbul pernyatan Saya akan menpunyai seorang bayi.

3

y Tumbuh kesadaran bahwa bayinya adalah makhluk lain yang terpisah dari tubuhnya y Terlibat dalam hubungan ibu-anak, asuhan dan tanggung jawab. y Mengembangkan kedekatan (attachment). Wanita yang kehamilannya direncanakan akan senang dengan kehamilannya dan merasa dekat dengan bayinya lebih awal disbanding wanit lain. y Menerima kenyataan hamil, mendengar denyut jantung janin, dan merasakan gerakan janin, membuat wanita merasa tenang sehingga dapat lebih berintrospeksi dan berfantasi tentang anaknya. Ia akan senag pada anak kecil. Fase 3. Ini adalah proses attachment dan ibu merasakan hal-hal sebagai berikut: y Meras realistis. y Mempersiapkan kelahiran. y Mempersiapkan diri menjadi orang tua. y Spekulasi mengenai jenis kelamin anak. y Keluarga berinteraksi dengan menenpelkan telinganya ke perut ibu dan berbicara dengan janin. Respons Psikologis Keluarga Kehamilan merupakan tantangan, titik balik dari kehidupan keluarga, dan biasanya diikuti oleh stress dan gelisah, baik itu kehamilan yang diharapkan atau tidak. Untuk keluarga pemula, kehamilan adalah periode transisi dari masa anak-anak menjadi orang tua dengan karakteristik yang menetap dan mempunyai tanggung jawab. Wanita akan menjadi ibu dan suaminya akan menjadi ayah. Hubungan mereka berubah, begitu juga dengan keluarga besar atau masyarakat yang membutuhkan penyesuaian kembali dengan dinamika keluarga. Keluarga dan ibu hamil, perlu memelihara keterbukaan dan

keseimbangan, menjada tugas perkembangan, serta mecari bantuan dan dukungan agar tidak terjadi konflik. Selam hamil, pasangan merencanakan bersama kelahiran anak pertama mereka, dan mengumpulkan informasi4

tentang cara menjadi orang tua. Ketersediaan dukungan social untuk kesejahteraan psikososial ibu hamil adalah factor penting. Jaringan social seringkali digunakan sebagai sumber terbesar dalam memperoleh nasihat kehamilan. Anggota keluarga yang lain, terutama anak-anak dan kakek/nenek juga harus menyesuaikan diri dengan ibu hamil. Untuk beberapa pasangan, kehamilan dapat berkembang menjadi krisis yang merupakan gangguan ato konflik yang dapat mengganggu keseimbangan. Kehamilan merukana krisis maturasi yang normal terjadi pada keluarga. Kelehaman ego, kehilangan pertahanan diri, tidak tertanggulanginya masalah yang muncul, dan perubahan hubungan akan menimbulkan perilaku maiadaptif pada satu atau lebih anggota keluarga dan kemungkinan pecahnya keluarga. Keluarga yang mampu menganggulangi krisis akan kembali berfungsi secara normal dan bahkan terjadi ikatan yang lebih kuat. Kondisi hamil mengganggu citra tubuh ibu hamil. Ibu hamil juga perlu mengkaji kembali perubahan peran dan hubungan sosialnya. Stress pada ibu hamil dipengaruhi oleh emosi, sosiologi, latar belakang budaya, dan penerimaan atau penolakan terhadap kehamilannya. Respons emosi dan psikologis ibu hamil termasuk menolak, menerima, introversi, perasaan berubah, dan perubahan citra tubuh. Ambivalensi. Perasaan menolak (ambivalensi) disebabkan oleh perasaan khawatir bahwa waktunya salah, bahwa kehamilan ini tidak diinginkan, nanti dan tidak sekarang, karena merasa takut dan cemas, merasa raguragu pada peran baru, tidak tertanggulanginya konflik dengan ibu, atau ketakutan terhadap kehamilan dan persalinan. Akibat dari penolakan yang berkepanjangan antara lain sering mengalami depresi, ketidaknyamanan fisik, ketidakpuasan bentuk tubuh, perubahan perasaan yang drastic, dan kesulitan menerima perubahan akibat kehamilan. Cemas. Cemas adalah suatu emosi yang sejak dulu dihubungkan dengan kehamilan. Namun, hubungan ini belum jelas. Cemas mungkin merupakan

5

emosi positif sebagai perlingdungan menghadapi stressor, yang dapat menjadi masalah apabila berlebihan. Depresi kehamilan. Banyak penelitian tentang depresi berfokus pada depresi pascapartum atau menilai depresi antenatal untuk memprediksi depresi pascapartum. Menerima kehamilan. Langkah pertama untuk beradaptasi dengan peran sebagai ibu adalah menerima ide untuk hamil. Tingkat pemerimaan ini digambarkan dalam kesiapan wanita untuk hamil dan dalam respons emosinya. Banyak wanita merasa kaget mendapatkan darinya hamil. Pemerimaan terhadap kondisi hamil sejalan dengan penerimaan tumbuhnya janin secara nyata. Kehamilan yang tidak diterima, berbeda dengan menolak anak. Seorang wanita dapat tidak suka untuk hamil, tetapi mencintai anak yang akan dilahirkan. Pada trimester pertama, kenyataan hamil yang dialami ibu meliputi amenorea (tidak haid), uji kehamilan dinyatakan positif, pikiran terpusat pada dirinya, janin adalah bagian dari dirinya, dan janin seolah-olah tidak nyata. Pada trimester kedua, ibu relative tenang morning sickness dan ancaman abortus spontan sudah lewat. Ibu akan menghadapi kenyataan bahwa ada janin yang berada di dalam kandungannya. Hal itu disarankan melalui gerakan janin dan perutnya yang bertambah besar. Hubungan ibu dan anak mulai timbul. Ibu mulai berfantasi tentang bayinya. Pada trimester ketiga terdapat kombinasi perasaan bangga dan cemas tentang apa yang akan terjadi pada saat melahirkan. Pada saat itu, ibu akan mengalami: Merasa diri diistimewakan di lingkungan umum (ia dapat menerima atau menolak). Proses kedekatan dengan janinnya berlanjut Mempersiapkan diri menjadi orang tua/ ibu. Spekulasi mengenai jenis kelamin anak dan nama anak. Keluarga berinteraksi dengan menempelkan telinga ke perut ibu, berbicara dengan janinnya.

6

Pada akhir trimester ketiga ketidaknyamanan fisik meningkat dan ibu memerlukuan istirahat. Ibu merasa lebih cemas terhadap kesehatan dan keselamatan melahirkan. Untuk itu, perlu dianjurkan untuk menyiapkan kelahiran dan menyesuaikan diri dengan kontraksi rahim. Ibu akan menjadi lebih sensitive dan memerlukan perhatian dan dukungan dari suami atau keluarganya. Perasaan murung. Emosi ibu hamil bermacam-macam, misalnya, menangis karena sebab yang sepele. Bila ditanya mengapa, ia akan sulit member jawaban. Situasi ini mungkin tidak menenakkan bagi suami dan keluarganya sehingga menyebabkab kebingungan. Jika suami tidak dapat menangani masalah ini, ia dapat menjauh atau bersikap tidak peduli. Ibu hamil akan merasa tidak dicintai dan tidak didukung kerana ia butuh untuk lebih disayangi dan diperhatikan. Agar keadaan lebih mudah diatasi, pasangan suami istri perlu diberi pemahaman bahwa ini adalah karakteristik ibu hamil. Perubahan citra tubuh. Perubahan tubuh ibu hamil yang berlangsung cepat akan menimbulkan perubahan citra tubuh. Tingkat perubahan dipengaruhi oleh factor kepribadian, respons social, dan sikap menghadapi kehamilan. Perubahan citra tubuh adalah hal normal, tetapi dapat menimbulkan stress. Untuk membantu menghilangkan stress dalam

kehamilan, diperlukan penjelaskan dan diskusi dengan pasangan. Tugas Ibu Hamil Rubin (1984) dalam mengidentifikasi ada empat tugas ibu hamil dalam memelihara kehamilannya, yaitu: Memastikan keamanan kehamilan dan persalinan dengan cara: y Mencari pemeriksaan ibu hamil yang baik. y Mencari informasi tentang aktivitas merawat diri: diet, olahraga, bahaya konsumsi alcohol. y Pada trimester ketiga, saat janinnya lebih lambat bergerak, tubuh ibu terasa lebih ringan karena bagian terendah janin sebagian sudah turun ke pintu atas panggul. Ibu harus lebih berhati-hati naik/turun tangga dan menjaga keseimbangnnya. Ibu hamil sering merasa khawatir jika7

suaminya terlambat pulang, sulit tidur, dan ketakutan dalam menghadapi persalinan Mencari lingkungan yang menerina anaknya. Ibu memerlukan dukungan dari kelompok, figure suami diperlukan untuk membantu penyesuaian dalam mendapatkan identitas sebabagi ibu. Jika di rumah ada anak-anak yang lain, ibu juga perlu memastikan penerimaan mereka terhadap anak yang akan lahir. Wanita perlu mengupayakan hubungan eksklusif dengan suami dan anak pertamanya, dan hal itu dapat menimbulkan stress. Penerimaan social terhadap ibu yang masih remaja, orang tua tunggal, atau anak yang lahir tidak diinginkan akan lebih sulit. Perlu waktu dan tenaga untuk mengubah situasi tersebut. Mencari kepastian dan penerimaan diri sebagai ibu. Selama trimester pertama keberadaan anak masih abstrak. Dengan adanya quickening, anak mulai menjadi nyata, dan ibu mengembangkan hubungan melalui ferakan janin dalam perutnya. Ini merupakan cara yang eksklusif untuk merasakan cinyanya. Ibu lalu berfantasi membayangkan anak yang ideal, yang akan memotivasinya untuk berperan sebagai ibu. Rasa cinta itu akan meningkatkan komitmen untuk melindungi janinnya, termasuk setelah lahir. Belajar memberi kepada seseorang dan sebagai wakil dari anak. Kelahiran melibatkan banyak kegiatan memberi. Laki-laki memberikan anak pada wanita yang berbalik memberikan kepada anak kepada laki-laki tersebut. Hidup memberikan anak-anak, kakak mendapatkan adik, dan wanita mulai mengembangkan anggota keluarganya. Semua yang berbau bayi dan hadiah-hadiah untuk bayi meningkatkan harga diri ibu.

2.2.2 Adaptasi Ayah Seorang ayah berperan penug dalam perawatan, terlibat sebagai ayah, dan pemberi nafkah, sebagai respon terhadap tekanan masyarakat. Pengaruh feminism dan tekanan ekonomi menyebabkan lebih banyak wanita bekerja di luar rumah dan berbagai peran sebagai orang tua. Sering terjadi perasaan menolak karena banyak

8

factor, misalnya, apakah kehamilan itu direncanakan, bagaimana hubungan lakilaki tersebut dengan istri/pasangannya, pengalaman kehamilan sebelumnya, umur, dan kestabila ekomoni. Sumber stress Seorang ayah mengalami stress dalam transisi menjadi orang tua. Penyebabnya antara lain: y Masalah keuangan. y Kondisi yang tidak diinginkan selama hamil. y Cemas bayinya tidak sehat atau normal. y Khawatir tentang nyeri saat istrinya melahirkan. y Peran selama persalinan. y Perubahan hubungan dengan istri/pasangan. y Hilangnya respon seksual. y Perubahan hubungan dengan keluarga atau teman laki-lakinya. y Kemampuan sebagai orang tua. Peran ayah berkembang sejalan dengan peran ibu. Secara umum, ayah yang stress menyukai anak-anak, senang berperan sebagai ayah dan senang mengasuh anak, percaya diri dan mampu menjadi ayah, membagi pengalaman tentang kehamilan dan melahirkan dengan pasangannya. Perkembangan pengalaman ayah dibagi sesuai fase-fase dalam kehamilan istrinya: y Trimester pertama 1. Setelah mengetahui istrinya hamil, ia akan memberitahu teman dan relasinya tentang kabar gembira tersebut. 2. Sering bingungterhadap perubahan perasaan istrinya, termasuk perubahan tubuh. Ia memperhatikan kebutuhan istrinya yang mudah lelah dan menurunnya keinginan untuk hubungan seksual. 3. Saat ini anaknya adalah bayi yang potensial. Ayah sering membayangkan berinteraksi dengan anaknya yang dibayangkan berumur 5 atau 6 tahun, walaupun kehamilan istrinya belum kelihatan.9

y Trimester kedua 1. Peran ayah pada saat ini masih samar-samar, tetapi perannya meningkat dengan melihat dan merasakan gerakan janin. 2. Ayah menjadi lebih nyaman dengan peran baru. Melihat anaknya pada saat di USG adalah pengalaman yang penting dalam menerima kenyataan istrinya hamil. 3. Seorang ayah ingin meniru atau membuang perilaku sebagai ayah sesuai keinginannya. Konflik tentang cara menjadi ayah dapat juga timbul pada pasangan. Selain berperan sebagai pencari nafkah, suami juga dituntut istrinya untuk terlibat aktif dalam mempersiapkan perawatan anaknya. Hal itu akan meningkatkan stres. Untuk itu, perlu persetujuan bersama tentang pembagian peran. Di satu sisi, ibu ingin dominan, di sisi lain ayah inggin lebih banyak mengahabiskan waktunya untuk bekerja, melakukan hobinya, atau bersama temantemannya. y Trimester ketiga. Jika pasangan mampu berkomunikasi dengan baik, trimester ketiga ini adalah waktu khusus dengan gambaran yang jelas tentang peran mereka, dan mempersiapkan bersama kondisi ke depan. 1. Bersama-sama terlibat dalan kelas pendidikan kesehatan tentang melahirkan. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Persiapan yang nyata untuk kelahiran bayi. Perannya menjadi jelas. Timbul rasa takut. Timbul pertanyaan, menjadi orang tua seperti apa? Dapatkah ia membantu istrinya melahirkan? Apakah mereka akan mempunyai bayi?

Couvade Secara tradisional, couvade adalah ritual atau tabu oleh laki-laki dalam transisi menjadi ayah. Ini berhubungan secara biofisik dan psikososial dengan istri dan anaknya, misalnya dilarang makan makanan tertentu;

10

dilarang membawa senjata sebelum anaknya lahir; timbul gejala fisik (lelah, nafsu makan meningkat, susah tidur, depresi, sakit kepala, sakit punggung). Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang memperlihatkan sindrom couvade ingin mempersiapkan peran sebagai ayah yang lebih tinggi dan terlibat lebih aktif dalam persiapan memiliki anak.

2.2.3 Adaptasi Saudara Kandung Saudara kandung(sibling) perlu disiapkan akan kedatangan adiknya karena dapat menimbulkan perasaan bersaing (sibling rivalry). Sibling rivalry timbul karena anak-anak takut perhatian orang tuanya berubah. Pencegahan kondisi ini dapat dilakukan dengan cara: 1. 2. Anak-anak yang lain diberitahu sejak awal kehamilan. Kepada anak toddler diberikan kesempatan untuk merasakan gerakan bayi dalam rahim dan dijilaskan bahwa rahim adalah tempat khusus tumbuhnya bayi. 3. Anak dapat membantu mengatur baju bayi di laci atau menyiapkan tempat tidur dan kamar bayi. 4. 5. Bantu anak menyesuaikan diri terhadap perubahan ini. Kenakalan anak dengan bayi sehingga anak tidak membayangkan adiknya akan cukup besar untuk diajak bermain. 6. Mengajak anak ke tempat pemeriksaan kehamilan, dan berikan kesempatan untuk mendengarkan denyut jantung bayi. Jika saudara kandung sudah sekolah, kehamilan merupakan urusan keluarga. Penjelasan tentang kehamilan didasarkan pada tingkat pemahaman anak. Anak dapat diberikan buku-buku di rumah, merasakan gerakan janin, dan mendengarkan bunyi jantung janin. Biarkan ia hadir ketika ibu melahirkan. Persiapan sibling dalam menerima bayi baru dapat dilakukan oleh orang tua dengan memberi cukup perhatian agar ia tidak berperilaku regresif atau agresif.

11

2.2.4 Adaptasi Kakek-Nenek Dengan adanya kehamilan, hubungan suami-istri dengan orang tuanya menjadi lebih dekat. Kakek/nenek kadang-kadang merasa tidak pasti seberapa dekat mereka terlibat dalam membantu, member nasihat atau hadiah. Bagi kakek/nenek yang masih muda, dapat terlibat dengan membantu bekerja atau kegiatan lain. Kakek/nenek juga mengalami perubahan peran dalam kehidupannya, seperti pensiu, perubahan kondisi keuangan, menopause, kematian teman dan lain-lain yang dapat menimbulkan konflik dalam perubahan stuktur keluarga. Kakek/nenek juga ingin merasakan dan mengontrol situasi baru mereka sendiri selain pasangan yang hamil tersebut. Pasangan yang masih muda sebaiknya mendengarkan pendapat yang ingin disampaikan oleh orang tuanya. Biasanya pasangan muda merasa bahwa mereka menerima nasihat yang berlebihan, yang kadang-kadang mereka anggap sebagai kritik atas asuhan mereka terhadap bayi baru lahir. Sebaiknya pasangan muda mendiskusikan masalah mereka dan menyusun perencanaannya. Peran kakek/nenek ketika bayi dibawa pulang perlu diperjelas untuk member situasi yang nyaman di rumah. Kadang-kadang diperlukan pendidikan bagi kakek/nenek, agar dapat memberi nasihat atau dukungan kepada orang tua baru.

2.2.5 Perbedaan Budaya dan Kehamilan Secara universal, ada tendensi dilakukannya ritual seremonial dalam kehidupan, seperti kehamilan, kelahiran, pernikahan, dan kematian.

Mengidentifikasi nilai-nilai budaya berguna untuk merencakanan perawatan yang sensitive sesuai budaya. Kehamilan adalah kejadian yang membahagiakan dalam budayaa yang member niali terhadap anak. Ada budaya yang menganggap bahwa kehamilan adalah sakit, ada yang menganggap bahwa kehamilan adalah kejadian alamiah. Sikap ibu hamil bervariasi, bergantung pada budayanya. Misalnya, orang Amerika keturunan Afrika menganggap kehamilan adalah kebahagiaan. Orang Amerika Meksiko menganggap kehamilan adalah kondisi alamiah. Kebanyakan,

12

kehadiran anak-anak diharapkan untuk meneruskan keluarga dan nilai-nilai budaya. Wanita yang dapat melahirkan anak, terutama anak laki-laki, akan mendapat status yang lebih tinggi. Hal ini terjadi di keluarga China. 2.3. Menyiapkan Kelahiran Banyak aktifitas yang dilakukan orang tua untuk menyambut kelahiran, antara lain dengan membaca buku, melihat film, mengikuti kelas pendidikan menjadi orang tua, dan berdiskusi dengan ibu hamil lain. Mereka mencari tahu cara perawatan yang dapat dilakukan. Pada multipara, mereka telah mempunyai riwayat melahirkan yang dapat memengaruhi persiapan persalinannya. Cemas dapat timbul karena perhatian tentang jalan lahir yang aman selama proses melahirkan. Rasa cemas tersebut kadang-kadang tidak diutarakan, tetapi bidan harus tahu isyarat/tanda tersebut. Banyak wanita takut terhadap nyeri melahirkan atau pengguntingaan perineum karena mereka tidak mengerti anatomi dan proses melahirkan. Ibu perlu diberikan pendidikan tetang perilaku yang benar selama melahirkan. Persiapan yang terbaik untuk melahirkan adalah menyadari kenyataan secara sehat tentang nyeri, menyeimbangkan resiko dengan rasa senang dan keinginan akan hadiah akhir berupa bayi. Menghadapi akhir trimester ketiga, ibu mengalami kesulitan bernapas dan merasakan gerakan janin lebih keras yang mengganggu tidur, sakit punggung, sering berkemih, sulit defekasi, dan varises. Membesarnya tubuh ibu memengaruhi kemampuannya dalam mengurus anak-anak yang lain dan melaksanakan pekerjaan rutin. Ibu memerlukan posisi yang nyaman untuk tidur dan istirahat. Saat ini ibu, menjadi pasien yang akan melahirkan. Ibu merasa senang, takut, atau kedua-duanya. Keinginan kuat untuk segera mengakhiri masa kehamilan membuat wanita tersebut siap untuk menghadapi kelahiran.

13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 3.2 S

14

DAFTAR PUSTAKA

Susanti, Ni Nengah. 2008. Psikologi Kehamilan. Jakarta: EGC

15

BIOPSIKOLOGI KEHAMILANOleh: KELOMPOK 4 Dewi Anita Amelia M. Nizarwan Islamy Baiq Diyana Indah Lestari Dian Maratusholihah Miftahul Husnah RR Putri Ayu Hapsari Ni Made Dwi susanthi AU Gede Agung Setyawibawa Baiq Siti Malikah Muhammad Rubai Raden Andri Wijaya

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM 2011

16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah hasil diskusi kami dengan judul PSIKOLOGI KEHAMILAN. Dimana dalam penyusunan makalah ini bertujuan agar mahasiswa Kedokteran Unizar dapat memahami isi dari makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi mahasiswa. Tidak lupa juga kami mengucapakan terima kasih kepada dosen yang membimbing kami selama melaksanakan diskusi ini, juga teman-teman di kelompok 4 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah hasil diskusi kami ini sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan bagi kami. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangannya sehingga kami menginginkan saran dan kritik yang membangun dalam menyempurnakan makalah ini.

Mataram, April 2011

Tim Penyusun

17 ii