BIOMEKANIKA
-
Upload
gilar-dbara -
Category
Documents
-
view
698 -
download
19
description
Transcript of BIOMEKANIKA
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN
ERGONOMI
BIOMEKANIKA
DISUSUN OLEH :
GILAR IMAM ARIYADI 10660002
LABORATORIUM ANALISIS DAN PERANCANGAN KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
LAPORAN
PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN
ERGONOMI
BIOMEKANIKA
Yang disusun oleh :
GILAR IMAM ARIYADI 10660002
Telah disetujui oleh :
Asisten Praktikum
SUKRIYADI
Tanggal...............
NIM. 09660021
ABSTRAK
Bionekanika merupakan bagian dari ilmu ergonomi yang
mengukur tentang fisik manusia dan posisinya saat melakukan
kegiatan atau pekerjaan dan cara kerja nya. Dalam praktikum
biomekanika ini akan mengukur dengan dua cara yaitu RULA dan
REBA. Dimana REBA (Rapid Entire Body Assessment) adalah
suatu metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan
dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau
postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan kaki
seorang operator. Sedangkan RULA(Rapid Upper Limb
Assessment) adalah metode yang dikembangkan dalam bidang
ergonomi yang menginvestigasi dan menilai posisi kerja yang
dilakukan oleh tubuh bagian atas. Dari hasil pengukuran postur
tubuh pekerja dengan metode RULA maka akan didapat score
sebagai pertimbangan kondisi tersebut aman atau perlu
diperbaiki. Dalam RULA untuk mendapatkan score dilakukan
dengan tiga tahap yaitu tahap 1 Pengembangan metode untuk
pencatatan postur bekerja, tahap 2 Perkembangan sistem
untuk pengelompokan skor postur bagian tubuh, dan tahap 3
Pengembangan Grand Skor dan Daftar Tindakan. Setelah melalui
tahap tersebut di dapat score untuk menentukan level tindakan.
Jika score 1 dan 2 maka terdapat pada level 1. Score 3 dan 4 ada
di level 2, score 5 dan 6 ada di level 3. Untuk level 4 hanya untuk
score 7. Pada REBA juga menggunakan score untuk mengetahui
level tindakan, namun REBA menggunakan 4 tahap untuk
mencari score, tahap 1 Pengambilan data postur pekerja
dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap 2
Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap 3
Penentuan berat benda yang diangkat, coupling dan aktivitas
pekerja dan tahap 4 Perhitungan nilai REBA untuk postur yang
bersangkutan. Pada REBA level tindakannya berbeda dengan
RULA yaitu level 0 untuk score 1, jika score 2 dan 3 maka
masuk level 2, untuk score 4 sampai tujuh maka masuk level 3,
score 8 sampai 10 masuk level 4, dan score 11 sampai 15
masuk level 4. Dari level yang telah ditentukan maka dapat
dilakukan perbaikan atau tidak sesuai dengan kondisinya masuk
level yang mana.
Kata kunci : Ergonomi, Biomekanika, REBA, RULA, Score, Level
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam melakukan pekerjaan apapun postur tubuh
sangat penting diperhatiakan untuk memaksimalkan
produktivitas kerja dan menghindari CTD (Cumulative
Trauma Disorders). Jika postur tubuh yang jelek saat
bekerja tidak diperbaiki maka akan timbul kerusakan pada
tubuh manusia atau pekerjanya.
Cidera akibat postur tubuh yang tidak baik saat
bekerja merupakan suatu kerugian, dimana produktivitas
kerja juga akan menurun. Hal tersebut sangat tidak di
inginkan dalam perindustrian ataupun dalam suatu kerja
karena akan mempengaruhi outputnya. Untuk itu dalam
ergonomi dipelajari biomekanika yang meneliti tentang
kekuatan fisik manusia yang mencakup kekuatan atau
daya fisik manusia ketika bekerja dan mempelajari
bagaimana cara kerja serta peralatan harus dirancang
agar sesuai dengan kemampuan fisik manusia ketika
melakukan aktivitas kerja. Seperti menganalisis pekerja
yang sedang mengangkat barang, pekerja yang sedang
membungkuk, pekerja yang melakukan kerja dengan
duduk, pekerja yang sedang mengetik, dan lain-lain.
Biomekanika yang di gunakan adalah biomekanikan
terapan yang mempelajari interaksi fisik antara pekerja
dengan mesin, material dan peralatan dengan tujuan untuk
meminimalisasi keluhan pada sistem kerangka otot agar
produktifitas kerja dapat meningkat.
Dalam praktikum kali ini dilakukan penilaian yang
menggunakan metode RULA dan REBA. Dimana keduanya
memiliki perbedaan dan kegunaan masing-masing namun
pada dasarnya sama-sama melakukan penilaian untuk
mengetahui level tindakan yang perlu dilakukan.
Penghitungan score RULA dilakukan beberapa
tahapan seperti tahap 1 Pengembangan metode untuk
pencatatan postur bekerja, tahap 2 Perkembangan sistem
untuk pengelompokan skor postur bagian tubuh, dan
tahap 3 Pengembangan Grand Skor dan Daftar Tindakan.
Setelah diketahi score maka akan dapat menentukan
lkevel tindakan yang nantinta informasi tersebut akan
digunakan untuk menentukan perlunya tindakan perbaikan
atau tidak pada kondisi kerja yang di ukur, level tindakan
pada RULA ada 4 dengan score 1 dan 2 maka terdapat
pada level 1. Score 3 dan 4 ada di level 2, score 5 dan 6
ada di level 3. Untuk level 4 hanya untuk score 7.
Pada REBA ada 4 tahapan untuk mendapatkan angka
score tahap 1 Pengambilan data postur pekerja dengan
menggunakan bantuan video atau foto, tahap 2
Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap 3
Penentuan berat benda yang diangkat, coupling dan
aktivitas pekerja dan tahap 4 Perhitungan nilai REBA
untuk postur yang bersangkutan. Level tindakan pada
metode ini di mulai dari level 0, urutan score untuk
mendapatkan level dengan cara seperti ini level 0 untuk
score 1, jika score 2 dan 3 maka masuk level 2, untuk
score 4 sampai tujuh maka masuk level 3, score 8 sampai
10 masuk level 4, dan score 11 sampai 15 masuk level 4.
Dalam level tindakan semakin tinggi levelnya maka
semakin perlu perbaikan dan berbahanya jika tidak
diperbaharui cara kerjanya karena bisa menimbulkan
cidera otot.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada kegiatan praktikum ini
adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana mengukur posisi kerja yang baik menurut
REBA?
b. Bagaimana mengukur posisi kerja yang baik menurut
RULA?
c. Bagaimana melakukan tindakan yang tepat sesuai level
tindakan pada REBA?
d. Bagaimana melakukan tindakan yang tepat sesuai level
tindakan pada REBA?
e. Memahami keterbatasan tubuh manusia saat melakukan
pekerjaannya.
1.3. Tujuan Praktikum
Praktikum ini dilakukan memiliki tujuan tertentu,
tujuan praktikum biomekanika ini adalah sebagai berikut :
a. Mampu merancang metode kerja didasarkan pada
prinsip–prinsip biomekanika.
b. Mengetahui postur kerja yang baik menurut prinsip REBA
dan RULA.
c. Melakukan perhitungan portur kerja dengan metode
REBA dan RULA.
d. Mampu mengaplikasikan metode REBA dan RULA untuk
mengurangi resiko kerja.
e. Mampu memahami keterbatasan manusia dari beban
kerja yang dibebankan pada anggota tubuh manusia.
1.4. Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum biomekanika ini adalah
sebagai berikut :
a. Praktikan dapat mengetahui posisi kerja yang baik
dengan metode RULA.
b. Praktikan dapat mengetahui posisi kerja yang baik
dengan metode RULA.
c. Dapat menegrti posisi kerja yang buruk dan dapat
menimbulkan cidera.
d. Dapat menentukan tindakan atau perbaikan atas posisi
kerja dengan level yang telah di hitung.
1.5. Batasan Masalah dan Asumsi
1.5.1. Batasan Masalah
Batasan-batasan dalam praktikum biomekanika
ini adalah sebagai berikut :
a. Praktikum dilakukan di laboratorium APK UIN
Sunan Kalijaga
b. Operator kerja dari satu orang.
c. Pengambilan data untuk RULA menggunakan
beban 11.5 Kg.
d. Pengambilan untuk REBA dengan operator yang
sedang mengetik.
e. Pengambilan gambar dengan kamera dan
pengolahan gambar dengan Autocad.
f. Metode pengambilan data dengan pengukuran.
1.5.2. Asumsi
Asumsi yang berlaku pada praktikum ini adalah
:
a. Segmen kaki tidak diperhitungkan dalam
pengukuran.
b. Perhitungan segmen otot tidak diperhitungkan.
c. Ruas jari dijadikan satu segmen perhitungan.
d. Ruas punggung dijadikan satu segmen
perhitungan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Biomekanika
Biomekanika merupakan salah satu dari empat
bidang penelitian informasi hasil ergonomi. Yaitu penelitian
tentang kekuatan fisik manusia yang mencakup kekuatan
atau daya fisik manusia ketika bekerja dan mempelajari
bagaimana cara kerja serta peralatan harus dirancang agar
sesuai dengan kemampuan fisik manusia ketika melakukan
aktivitas kerja tersebut.
2.2. Konsep Biomekanika
Biomekanika diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1. General Biomechanics
Adalah bagian dari Biomekanika yang berbicara
mengenai Hukum-hukum dan konsep–konsep dasar
yang mempengaruhi tubuh organik manusia baik
dalam posisi diam maupun bergerak.
Dibagi menjadi 2, yaitu:
Biostaticsadalah bagian dari biomekanika umum
yang hanya menganalisis tubuh pada posisi diam
atau bergerak pada garis lurus dengan kecepatan
seragam (uniform).
Biodinamics adalah bagian dari biomekanik umum
yang berkaitan dengan gambaran gerakan – gerakan
tubuh tanpa mempertimbangkan gaya yang terjadi
(kinematik) dan gerakan yang disebabkan gaya
yang bekerja dalam tubuh (kinetik).
2. Occupational Biomechanics
Didefinisikan sebagai bagian dari biomekanik
terapan yang mempelajari interaksi fisik antara
pekerja dengan mesin, material dan peralatan
dengan tujuan untuk meminimalisasi keluhan pada
sistem kerangka otot agar produktifitas kerja
dapat meningkat.
Setelah melihat klasifikasi di atas, maka dalam
praktikum kita ini dapat kita kategorikan dalam
biomekanik Occupational Biomechanics. Untuk lebih
jelasnya, di sini akan kita bahas tentang anatomi
tubuh yang menjadi dasar perhitungan dan
penganalisaan biomekanik.
2.3. Postur Kerja
Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh
pergerakan organ tubuh saat bekerja. Pergerakan yang
dilakukan saat bekerja meliputi: flexion, extension,
abduction, adduction, rotation, pronation dan supination.
Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang
terjadi pengurangan. Extension adalah gerakan
merentangkan (stretching) dimana terjadi peningkatan
sudut antara dua tulang. Abduction adalah pergerakan
menyamping menjauhi dari sumbu tengah (the median
plane) tubuh. Adduction adalah pergerakan kearah sumbu
tengah tubuh (the median plane). Rotation adalah
gerakan perputaran bagian atas lengan atau kaki depan.
Pronation adalah perputaran bagian tengah (menuju
kedalam) dari anggota tubuh. Supination adalah
perputaran ke arah samping (menuju keluar) dari anggota
tubuh.
2.4. Cumulative Trauma Disorders (CTD)
Cumulative trauma disorders (dapat juga disebut
sebagai Repetitive Motion Injuries atau Musculoskeletal
Disorders) adalah cidera pada sistem kerangka otot
yang semakin bertambah secara bertahap sebagai akibat
dari trauma kecil yang terus-menerus yang disebabkan
oleh desain yang buruk yaitu desain alat/sistem kerja
yang membutuhkan gerakan tubuh dalam posisi yang
tidak normal serta penggunaan perkakas/handtools
atau alat lainnya yang terlalu sering. Empat faktor
penyebab timbulnya CTD:
Penggunaan gaya yang berlebihan selama gerakan
normal.
Gerakan sendi yang kaku yaitu tidak berada pada posisi
normal. Misalnya,bahu yang terlalu terangkat, lutut
yang terlalu naik, punggung terlalu membungkuk dan
lain-lain.
Perulangan gerakan yang sama secara terus-menerus.
Kurangnya istirahat yang cukup untuk memulihkan
trauma sendi.
Gejala yang berhubungan dengan CTD antara lain
adalah terasa sakit atau nyeri pada otot, gerakan sendi
yang terbatas dan terjadi pembengkakan. Jika gejala ini
dibiarkan maka akan menimbulkan kerusakan permanen.
2.5. Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode
yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat
digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau
postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan
kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga
dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang
ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja. Penilaian
dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu
lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general
pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya
pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator.
Penilaian menggunakan metode REBA yang telah
dilakukan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn McAtamney
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Tahap 1 : Pengambilan data postur pekerja dengan
menggunakan bantuan video atau foto.
Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur)
pekerja dari leher, punggung, lengan, pergelangan
tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan
merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini
dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur
tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil
rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat
untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.
Tahap 2 : Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh
pekerja.
Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur
tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut
dari masing-masing segmen tubuh yang meliputi
punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan
bawah, pergelangan tangan dan kaki. Pada metode REBA
segmen-segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung
(batang tubuh), leher dan kaki. Sementara grup B meliputi
lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Dari
data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup dapat
diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut
digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B
untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing-masing
tabel.
Hasil skor yang diperoleh dari tabel A dan tabel B
digunakan untuk melihat
tabel C sehingga didapatkan skor dari tabel C
Tahap 3 : Penentuan berat benda yang
diangkat, coupling dan aktivitas pekerja.
Selain skoring pada masing-masing segmen
tubuh, faktor lain yang perlu
disertakan adalah berat beban yang diangkat,
coupling dan aktivitas pekerjanya. Masing -masing faktor
tersebut juga mempunya kategori skor.
Tahap 4 : Perhitungan nilai REBA untuk postur yang
bersangkutan
Setelah didapatkan skor dari tabel A kemudian
dijumlahkan dengan skor untuk berat beban yang
diangkat sehingga didapatkan nilai bagian A. Sementara
skor dari tabel B dijumlahkan dengan skor dari tabel
coupling sehingga didapatkan nilai bagian B. Dari nilai
bagian A dan bagian B dapat digunakan untuk mencari
nilai bagian C dari tabel C yang ada.
Nilai REBA didapatkan dari hasil penjumlahan nilai
bagian C dengan nilai aktivitas pekerja. Dari nilai REBA
tersebut dapat diketahui level resiko pada
muscolusceletal dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengurangi resiko serta perbaikan kerja. Untuk lebih
jelasnya, alur cara kerja dengan menggunakan metode
REBA serta level resiko yang terjadi dapat dilihat pada
gambar 1.8 dan tabel 1.13.
Dari tabel resiko di atas dapat diketahui dengan nilai
REBA yang didapatkan dari asil perhitungan sebelumnya
dapat diketahui level resiko yang terjadi dan perlu atau
tidaknya tindakan dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan
kerja yang mungkin dilakukan antara lain berupa
perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan prinsip-
prinsip ergonomi.
2.6. Definisi RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
RULA atau Rapid Upper Limb Assessment
dikembangkan oleh Dr.Lynn Mc Atamney dan Dr. Nigel
Corlett yang merupakan ergonom dari universitas di
Nottingham (University of Nottingham’s Institute of
Occupational Ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam
bentuk jurnal aplikasi ergonomi pada tahun 1993.
Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang
dikembangkan dalam bidang ergonomi yang
menginvestigasi dan menilai posisi kerja yang dilakukan
oleh tubuh bagian atas. Peralatan ini tidak memerlukan
piranti khusus dalam memberikan suatu pengukuran
postur leher, punggung dan tubuh bagian atas, sejalan
dengan fungsi otot dan beban eksternal yang ditopang
oleh tubuh. Penilaian dengan menggunakan RULA
membutuhkan waktu sedikit untuk melengkapi dan
melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang
mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang
diakibatkan penggangkatan fisik yang dilakukan operator.
RULA diperuntukkan dipakai pada bidang ergonomi dengan
bidang cakupan yang luas (McAtamney, 1993).
Teknologi ergonomi tersebut mengevaluasi posture
(sikap), kekuatan dan aktivitas otot yang menimbulkan
cidera akibat aktivitas berulang (repetitive strain injuries).
Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan
yang berupa skor resiko antara satu sampai tujuh,
yang mana skor tertinggi menandakan level yang
mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk
dilakukan dalam bekerja. Hal ini bukan berarti bahwa
skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti
bebas dari ergonomic hazards. Oleh sebab itu RULA
dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko
dan melakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder,
1996).
Perkembangan RULA
RULA dikembangkan untuk memenuhi tujuan sebagai
berikut:
1. Memberikan suatu metode pemeriksaan populasi
pekerja secara cepat, terutama pemeriksaan paparan
(exposure) terhadap resiko gangguan bagian tubuh
atas yang disebabkan karena bekerja.
2. Menentukan penilaian gerakan-gerakan otot yang
dikaitkan dengan Postur kerja, mengeluarkan tenaga,
dan melakukan kerja statis dan repetitive yang
mengakibatkan kelelahan otot.
3. Memberikan hasil yang dapat digunakan padap
emeriksaan atau pengukuran ergonomi yang mencakup
faktor-faktor fisik, epidemiologis, mental, lingkungan
dan faktor organisional dan khususnya mencegah
terjadi gangguan pada tubuh bagian atas akibat kerja.
RULA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti
khusus. Ini memudahkan peneliti untuk dapat dilatih
dalam melakukan pemeriksaan danpengukuran tanpa
biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan RULA dapat
dilakukan di tempat yang terbatas tanpa mengganggu
pekerja. Pengembangan RULA terjadi dalam tiga tahap.
Tahap pertama adalah pengembangan untuk
perekaman atau pencatatan postur kerja, tahap kedua
adalah pengembangan system penskoran(scoring) dan
ketiga adalah pengembangan skala level tindakan yang
memberikan suatu panduan terhadap level resiko dan
kebutuhan akan tindakan untuk melakukan pengukuran
yang lebih terperinci.
Penilaian menggunakan RULA merupakan metode
yang telah dilakukan oleh McAtamey dan Corlett (1993).
Tahap-tahap menggunakan metode RULA adalah sebagai
berikut:
Tahap 1: Pengembangan metode untuk pencatatan postur
bekerja
Untuk menghasilkan suatu metode yang cepat
digunakan, tubuh dibagi menjadi dua bagian yang
membentuk dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A
meliputi lengan atas dan lengan bawah serta
pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher,
badan dan kaki. Hal ini memastikan bahwa seluruh postur
tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan dan leher yang
terbatas yang mungkin mempengaruhi postur tubuh bagian
atas dapat masuk dalam pemeriksaan.
Kisaran gerakan untuk setiap bagian tubuh dibagi
menjadi bagian-bagian menurut kriteria yang berasal
dari interpretasi literatur yang relevan. Bagian- bagian
ini diberi angka sehingga angka 1 berada pada kisaran
gerakan atau postur bekerja dimana resiko faktor
merupakan terkecil atau minimal. Sementara angka
angka yang lebih tinggi diberikan pada bagian-bagian
kisaran gerakan dengan postur yang lebih ekstrim yang
menunjukkan adanya faktor resiko yang meningkat yang
menghasilkan beban pada struktur bagian tubuh.
Sistem penskoran (scoring) pada setiap postur
bagian tubuh ini menghasilkan urutan angka yang logis
dan mudah untuk diingat. Agar memudahkan identifikasi
kisaran postur dari gambar setiap bagian tubuh disajikan
dalam bidang sagital.
Pemeriksaan atau pengukuran dimulai dengan
mengamati operator selama beberapa siklus kerja untuk
menentukan tugas dan postur pengukuran.
Pemilihan mungkin dilakukan pada postur dengan siklus
kerja terlama dimana beban terbesar terjadi. Karena
RULA dapat dilakukan dengan cepat, maka pengukuran
dapat dilakukan pada setiap postur pada siklus kerja.
Rentang untuk lengan bawah dikembangkan
dari penelitian Grandjean dan Tichauer. Skor tersebut
adalah:
Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan
dari penelitian Health and Savety Executive, digunakan
untuk menghasilkan skor postur Sebagai berikut:
Putaran pergelangan tangan (pronation dan
supination) yang dikeluarkan oleh Health and Safety
Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer.
Skor tersebut adalah:
+1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah
putaran
+2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada
akhir rentang putaran.
Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan
pada studi yang dilakukan oleh
Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut
adalah:
Apabila leher diputar atau dibengkokkan
Keterangan:
+1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke
kanan ataukiri.
Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Drury,
Grandjean dan Grandjean et al.:
Punggung Diputar atau Dibengkokkan
Keterangan:
+1 jika tubuh diputar
+1 jika tubuh miring ke samping
Kisaran untuk postur kaki dengan skor postur kaki
ditetapkan sebagai berikut:
+1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang
rata.
+1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada
kaki, dimana terdapat ruang untuk berubah posisi.
+2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar
merata.
Tahap 2 : Perkembangan sistem untuk
pengelompokan skor postur bagian tubuh.
Rekaman video yang dihasilkan dari postur kelompok
A yang meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan
tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan
ditentukan skor untuk masing -masing postur.Kemudian
skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk
memperoleh skor A.
Rekaman video yang dihasilkan dari postur
kelompok B yaitu leher, punggung (badan) dan kaki
diamati dan ditentukan skor untuk masing- masing
postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel
B untuk memperoleh skor B.
Sistem penskoran dilanjutkan dengan melibatkan
otot dan tenaga yang digunakan. Penggunaan yang
melibatkan otot dikembangkan berdasarkan penelitian
Drury, yaitu sbb:
Skor untuk penggunaan otot:
+1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1
menit) atau penggunaan postur tersebut berulang lebih dari
4 kali dalam 1 menit.
Penggunaan tenaga (beban) dikembangkan
berdasarkan penelitian Putz - Anderson dan Stevenson
dan Baida, yaitu sbb:
0 jika pembebanan sesekali atau tenaga kurang dari 20 Kg
dan ditahan.
1 jika beban sesekali 20 – 10 Kg.
2 jika beban 2 – 10 Kg bersifat statis atau berulang-ulang.
2 jika beban sesekali namun lebih dari 10 Kg.
3 jika beban (tenaga) lebih dari 10 Kg dialami secara statis
atau berulang.
4 jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan
sentakan cepat.
skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok
tubuh bagian A dan B diukur dan dicatat dalam kotak-kotak
yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang
berasal dari tabel A dan B, yaitu sbb:
Skor A + skor penggunaan otot + skor tenaga
(beban) untuk kelompok A = skor C Skor B + skor
penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok
B = skor D
Tahap 3 :
Setiap kombinasi skor C dan D diberikan rating yang
disebut grand skor, yang nilainya 1 sampai 7. Nilai grand skor
diperoleh dari tabel berikut ini:
Setelah diperoleh grand skor, yang bernilai 1
hingga 7 menunjukkan level
tindakan (action level) sebagai berikut:
Action level 1
Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini
bias diterima jika tidak dipertahankan atau tidak berulang
dalam periode yang lama.
Action level 2
Skor 3 atau 4 yang menunjukkan bahwa diperlukan
pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan perubahan-
perubahan.
Action level 3
Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa pemeriksaan dan
perubahan perlu segera dilakukan.
Action level 4
Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya
maka pemeriksaan dan perubahan diperlukan dengan
segera (saat itu juga).
BAB III
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
3.1. Pengumpulan
Setelah selesai melakukan praktikum didapat data hasil
pengukuran sebagai berikut.
3.1.1. REBA
Pengukuran pada REBA dilakukan dua kali,
yaitu REBA awalan dan REBA susulan.
a. Postur tubuh awalan
Berikut data hasil pengukuran REBA awalan.
Tabel 3.1. Postur Tubuh Awalan
Titik koordinat posisi kerja pada REBA awalan.
Tabel 3.2.koordinat REBA awalan
GROU
PDIMENSI SUDUT
A
Leher 25⁰
Punggung 58⁰
Lutut 20⁰
Kaki
Beban 11.5kg
GROU
P DIMENSI SUDUT
B
Lengan
atas 53⁰
Lengan
bawah 20⁰
pergelang
an 5⁰
Bagian tubuh koordinat
Terhada
p sb x
Terhada
p sb y
Kepala 57 44
Bahu 46 42
Siku 46 34
Pergelangan
tangan
48 24
Ujung jari 49 21
Pinggul 35 35
Lutut 40 22
Mata kaki 37 10
b. Postur Tubuh Usulan
Berikut tabel hasil pengukuran REBA usulan.
Tabel 3.3. Postur Tubuh Usulan
Titik koordinat posisi kerja pada REBA usulan.
GROU
PDIMENSI SUDUT
A
Leher 28⁰
Punggung 42⁰
Lutut 16⁰
Kaki
Beban 11.5kg
GROU
P DIMENSI SUDUT
B
Lengan
atas 44⁰
Lengan
bawah 15⁰
pergelang
an 9⁰
Tabel 3.4. koordinat REBA usulan
Bagian tubuh koordinat
Terhada
p sb x
Terhada
p sb y
Kepala 62 59
Bahu 52 55
Siku 53 45
Pergelangan
tangan
56 36
Ujung jari 56 33
Pinggul 42 44
Lutut 47 29
Mata kaki 48 17
3.1.2. RULA
Pengukuran pada RULA dilakukan dua kali, yaitu RULA
awalan dan RULA susulan.
a. Postur tubuh awalan
Berikut data hasil pengukuran RULA awalan.
Tabel 3.5. Data Awalan RULA
Besar sudut
A
Lengan atas 17
Lengan bawah 48
pergelangan 51
Putaran
Otot
tenaga
B
Sudut leher 23
Sudut punggung 3
Kaki
Otot
Tenaga
Tabel 3.6. Koordinat Titik Tubuh Awal
Titik Koordinat
Kepala (114;118)
Bahu (122;96)
Siku-siku (115;78)
Pergelangan tangan (98;71)
ujung jari (92;75)
Pinggul (120;64)
Lutut (92;61)
Mata kaki (101;38)
b. Postur tubuh awalan
Data susulan dari RULA
Tabel 3.7. Data Usulan RULA
Besar sudut
A
Lengan atas 15
Lengan bawah 63
pergelangan 41
Putaran
Otot
tenaga
B
Sudut leher 13
Sudut punggung 1
Kaki
Otot
Tenaga
Tabel 3.8. Koordinat Titik Tubuh Usulan
Titik Kooordinat
Kepala (27;106)
bahu (31;93)
Siku-siku (28;82)
Pergelangan tangan (19;80)
Ujung jari (16;81)
Pinggul (31;77)
Lutut (15;73)
Mata kaki (20;58)
3.2. Pengolahan Data
Untuk mendapatkan level tindakan diperlukan angka
score. Berikut pengolahan data menggunakan metode RULA
dan REBA.
3.2.1. REBA
a. Postur tubuh awalan
Tabel 3.9. score REBA awalan
GROU
PDIMENSI
SUDU
TSKOR
TABEL
A
SKOR
A
SKOR
C
SKOR
REBA
A
Leher 25⁰ 2
46
8 9
Punggung 58⁰ 3
Lutut 20⁰
1
Kaki
Beban 2
GROU
P DIMENSI
SUDU
T SKOR
TABEL
B
SKOR
B
B Lengan
atas 53⁰3
4
5
Lengan
bawah 20⁰2
Pergelanga
n 5⁰1
coupling 1
activity scrore 1
Gambar
3.1. REBA scoring
b. Postur tuduh susulan
Tabel 4.0. score REBA susulan
GROU
PDIMENSI
SUDU
TSKOR
TABEL
A
SKOR
A
SKOR
C
SKOR
REBA
A
Leher 28⁰ 2
46
67
Punggung 42⁰ 3
Lutut 16⁰
1
Kaki
Beban 2
GROU
P DIMENSI
SUDU
T SKOR
TABEL
B
SKOR
B
B
Lengan
atas 44⁰2
23
Lengan
bawah 15⁰2
Pergelanga
n 9⁰1
coupling 1
activity scrore 1
3.2.2. RULA
a. Postur Tubuh Awalan
Besar sudut skor Tabel
A
Skor
C
RULA
SCORE
A Lengan atas 17 1
3
4
5
5
Lengan bawah 48 2
Pergelangan 51 3
Putaran +1
Otot 1
Tenaga 0
B Sudut leher 23 3
4
Sudut
punggung
3 2
Kaki 2
Otot 1
Tenaga 0
Gambar 3.3. RULA scoring awalan
b. Postur Tubuh Usulan
Gambar 3.4. RULA Scoring usulan
GROU
P DIMENSI
BESAR
SUDUT SKOR
TABE
L A
SKOR
C
RUL
A
SKO
R
A
Lengan atas 15⁰ 1
2
3
3
Lengan
bawah63⁰ 1
Pergelangan 41⁰ 3
Putaran 1
otot 1
tenaga 0
GROU
P DIMENSI
BESAR
SUDUT SKOR
TABE
L B
skor
D
B
sudut leher 13⁰ 2
2
3
sudut
punggung 1⁰ 2
Kaki 1
otot 1
tenaga 0
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Data
4.1.1. REBA
a. Postur Tubuh Awalan
Dari hasil pengolahan pada data REBA awalan
didapat score A = 6, skor B = 5, skor C = 8 dan
score REBA sebesar 9. Dengan demikian REBA
awalan masuk pada level 3 dengan resiko tinggi
dan tindak perbaikan perlu segera.
b.Postur Tubuh Usulan
Dari hasil pengolahan pada data REBA usulan
didapat score A = 6, skor B = 3, skor C = 6 dan
score REBA sebesar 7. Dengan demikian REBA
usulan masuk pada level 2 dengan resiko sedang,
dan masih perlu perbaikan.
4.1.2. RULA
a. Postur Tubuh Awalan
Dari hasil pengolahan pada data RULA awalan
didapat tabel A = 3, tabel B = 4, skor C = 4, score
D = 5, dan score RULA sebesar 5. Dengan
demikian RULA awalan masuk pada level 3
menunjukkan bahwa pemeriksaan dan perubahan
perlu segera dilakukan.
b. Postur Tubuh Usulan
Dari hasil pengolahan pada data RULA usulan
didapat tabel A = 2, tabel B = 2, skor C = 3, score
D = 3, dan score RULA sebesar 3. Dengan
demikian RULA usulan masuk pada level 2 yang
menunjukkan bahwa diperlukan pemeriksaan
lanjutan dan juga diperlukan perubahan-
perubahan.
4.2. Pembahasan
4.2.1. REBA
a. Faktor Penyebabnya
Dalam praktikum REBA penyebab utamanya
adalah kondisi awalan tempat beradanya beban
yang akan di angkat. Pada posisi awalan beban
bera di lantai langsung tanpa ada penyangga atau
tertopang, maka operator kerja akan lebih
membungkuk untuk mengambilnya. Pada posisi
usulan beban tertompang pada kursi, maka
hasilnya akan berbeda, seperti data yang ada pada
pengolahan data sebelumnya.
b. Faktor Beban dan Coupling
faktor beban yang di berikan adalah sebesar
11.5 Kg memberi score sebanyak 2. Dan coupling
memiliki nilai 1, karena benda bisa di terima
tangan namun kurang ideal.
c. Level Resiko
Level resiko pada REBA awalan adalah level 3
dengan resiko tinggi dan tindak perbaikan perlu
segera. Sedangkan pada REBA usulan masuk pada
level 2 dengan resiko sedang, dan masih perlu
perbaikan.
d. Perbandingan Postur Tubuh Awalan dengan
Usulan
perbedaan yang sangat terlihat adalah pada
besarnya sudut-sudut dimensi, pada awalan
dimensi leher 25, punggung 58, lutut kaki 20,
lengan atas 53, lengan bawah 20, dan pergelangan
5 sedangkan pada postur usulan dimensi leher 28,
punggung 42, lutut kaki 16, lengan atas 44, lengan
bawah 15, dan pergelangan 9.
4.2.2. RULA
a. Faktor Penyebabnya
Faktor yang membedakan score pada awalan
dan usulan adalah pada kaki, dimana pada awalan
kaki ttidak tertopang sedangkan pada usulan
kakinya tertopang.
b. Faktor Otot dan Tenaga
untuk faktor ini tidak memberi perbedaan yang
cukup jika di nilai dengan score karena memberi
nilai yang sama. Faktor otot 1 dan tenaga 0
keduanya sama.
c. Level Resiko
RULA awalan masuk pada level 3
menunjukkan bahwa pemeriksaan dan perubahan
perlu segera dilakukan. Sedangkan RULA usulan
masuk pada level 2 yang menunjukkan bahwa
diperlukan pemeriksaan lanjutan dan juga
diperlukan perubahan-perubahan.
d. Perbandingan Postur Tubuh Awalan dengan
Usulan
perbedaan yang sangat terlihat adalah pada
besarnya sudut-sudut dimensi, pada awalan
dimensi lengan atas 17, lengan bawah 48,
pergelangan 51, leher 23, dan punggung 3. Pada
usulan dimensi lengan atas 15, lengan bawah 63,
pergelangan 41, leher 13, dan punggung 1.
BAB V
STUDI KASUS
PROSES PENGERJAAN BESI DAN PENGANGKATAN BENDA
5.1. Pengantar
Studi kasus untuk pengaplikasian metode RULA dan
REBA diterapkan pada proses pengerjaan besi dan
pengankatan benda dalam karung. Berikut batasannya :
5.1.1. REBA
Diterapkan pada proses pengangkatan suatu
benda dengan berat 22Kg yang di bawa dalam
karung. Dengan REBA akan dinilai posisi tersebut
sudah baik atau belum.
5.1.2. RUBA
Dengan metode RULA untuk menganalisis
posisi kerja pada pengerjaan besi dengan cara
duduk. Hasil analisis untuk mendapatkan informasi
apakah posisi tersebut sudah baik atau belum.
5.2. Pengumpulan Data
5.2.1. REBA
Setelah menganalisis dengan metode REBA
pada proses pengangkatan barang berikut data yang
didapat :
Tabel 5.1. data REBA
5.2.1. RULA
Data hasil pengamatan pada pengerjaan besi,
berikut data yang diperoleh :
Table 5.2. data RULA
Group Dimensi Besar sudut
A
Leher 9 o
Punggung 38 o
lutut kaki 3 o
beban
Group Dimensi Besar sudut
B
lengan atas 29 o
lengan bawah 37 o
pergelangan 5 o
coupling
5.2. Pengolahan Data
5.2.1. REBA
Berikut proses pengolahan data pada REBA :
Table 5.3. data pengolahan REBA
Grou
p
Dimensi
Besar
sudut
Sko
r
Tab
el A Skor
A
Skor
C
Reb
a
scor
e
A Leher 9 o 1 2 4 4 5
Punggun 38 o 3
Group Dimensi Besar
sudut
A
lengan atas 40 o
lengan bawah 70 o
pergelangan 15 o
otot
tenaga
Group Dimensi Besar sudut
B
Leher 33 o
Punggung 39 o
Kaki
otot
tenaga
g
lutut kaki 3 o 1
beban 2
Grou
pDimensi
Besar
sudut
Sko
r
Tab
el B
Skor
B
B
lengan
atas29 o 2
23
lengan
bawah37 o 2
pergelang
an5 o 1
coupling 1
activity score 1
Gambar 5.1. scoring REBA
5.2.1. RULA
Tabel 5.4. pehitungan RULA
Grou
p
DimensiBesar
sudut
Sko
r
Tab
el ASkor
C
Rula
scor
e
A
lengan
atas40 o 2
3
4
6
lengan
bawah70 o 1
pergelang
an15 o 2
otot 1
tenaga 0
Grou
pDimensi
Besar
sudut
Sko
r
Tab
el B
Skor
B
B
Leher 33 o 3
5
6
Punggun
g39 o 3
Kaki 2
otot 1
tenaga 0
Gambar 5.2. scoring REBA
5.3. Analisis Data
5.3.1. REBA
Dari hasil pengolahan pada data REBA dieroleh
nilaiskor A = 4, skor B= 3, skor C = 4, dan skor REBA
= 5. Maka masuk pada action level 2. Dengan level
resiko sedang dan perlu perbaikan.
5.3.2. RULA
Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai table A =
3, table B = 5, skor C= 4 dan nilai RULA = 5 maka
masuk pada action level 3.
5.4. Pembahasan
5.4.1. REBA
a. Faktor Penyebab
dalam studi kasus pengangkatan barang
beban sangat mempengaruhi level resiko selain itu
cara membawanya pun mempengaruhi juga.
Pembawaan benda dengan cara seperi
menggendong cukup efektif untuk berat 22Kg,
karena hanya masuk pada tingkat resiko sedang.
b. Beban dan Coupling
beban yang diangkat adalah 22Kg memberi
skor sebanya 2. Dan coupling 1 karena benda bias
di genggam meski kurang ideal.
c. Level Resiko
masuk pada action level 2. Dengan level
resiko sedang dan perlu perbaikan.
5.4.2. RULA
a. Faktor Penyebab
faktor utama yang menyebabkan nilai RULA besar
dan kecil adalah posisi operator saat melakukan
pekerjaannya.
b. Faktor Otot dan tenaga
Faktor otot dan tenaga pada kasus pengerjaan besi
ini tidak terlalu berpengaruh kaena tenaga 0, dan
otot = 1.
c. Level Resiko
nilai RULA = 5 maka masuk pada action level 3.
Menunjukan bahwa pemeriksaan dan perubahan
perlu dilakukan.
5.5. Kesimpulan dan Saran Posisi Kerja
Dalam studi kasus pengangkatan barang dan
pengerjaan mesin yang telahdi analisis menunjukan perlu
adanya perbaikan posisi kerja.
5.5.1. Pengerjaan Besi
Perlu adanya perbaikan posisi kerja pada
kasus ini. Dari hasisl anailis dengan metode RUBA
merekomendasikan pengerjaan tersebut seharusnya
duduk di kursi yang lebih tinggi atau bahkan bias
dengan berdiri, untuk bahan dan alat yang dikerjakan
seharusnya terletak lebih tinggi lagi agar posisi sudut
di antara tulang tidak saling berhimpitan.
5.5.1. Pengangkatan Benda
Untuk kasus ini sudah cukup baik, tapi untuk
mengurangi level resiko bias di angkat dengan alat
bantu Seperti angkong.
LAMPIRAN STUDI KASUS
Pengangkatan benda
Pengerjaan Besi
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum dan menganalisis data
maka didapat kesimpulan sebagai berikut :
a. Merancang posisi kerja yang baik dengan prinsip
biomekanika harus memperhatikan gerak flextion dan
extention agar tidak berlebihan yang nantinya akan
membuat posisi kerja kurang baik.
b. Postur kerja yang baik adalah kondisi action level < 2
c. Nilai REBA awalan sebesar 9 untuk usulannya sebesar 7.
untuk nilai RULA awalan sebesar 5 dan usulannya sebesar
3.
d. Pengaplikasian metode RULA telah di aplikasikan pada
studi kasus pengerjaan besi, dan pada pengangkatan
beban digunakan metode REBA. Untuk mengurangi resiko
bias menggunakan alat bantu kerja dan memperbaiki
postur kerja.
e. Keterbatasan manusia dengan beban akan
mempengaruhi cidera, semakin tinggi bebannya manusia
semakin terbatas untuk mengatasi beban tersebut jika
tanpa alat bantu.
6.2. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya agar lebih baik
adalah sebagai berikut :
a. Seharusnya RUBA dan RULA usulan dilakukan praktikum
setelah RUBA dan RULA selesai di analisis
b. Untuk sampel pengangkatan beban lebih baik jika
dilakukan dengan beberapa cara, jadi tidak hanya satu,
dan di coba juga dengan menggunakan alat bantu.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Asisten APK.2011. Panduan Praktikum Analisis Perancangan
Kerja. UIN-SUKA: Yogyakarta.
Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by step SPSS 13 analisis data
statistik. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Wignjosoebroto,sritomo.2003. Ergonomi dan Studi Gerak dan
Waktu. Guna Widya: Surabaya.
LEMBAR REVISI
No Revisi Keterangan
Asisten
BIOMEKANIKA
Skriyadi
Nim: 09660021