Bioluminesens

download Bioluminesens

of 13

Transcript of Bioluminesens

Bioluminesens berasal dari kata bio (hidup) dan luminesence (emisi cahaya). Bioluminesens berarti emisi cahaya yang dihasilkan oleh organisme laut. Fenomena ini sebenarnya sudah lama ditemukan para pelaut. Mereka menemukan beberapa area di laut memancarkan cahaya pada malam hari. cahaya yang dihasilkan berwarna warni, tergantung variasi pigmen yang dimiliki organisme. Sebagian besar binatang laut menghasilkan cahaya berwarna hijau atau biru. Hal ini disebabkan spektrum cahaya biru dan hijau memiliki penetrasi paling kuat di perairan. Ada juga beberapa jenis ikan yang menghasilkan spektrum cahaya merah dan inframerah. Warna-warni cahaya tersebut sangat bermanfaat di kehidupan bawah laut, antara lain dalam hal kamuflase, komunikasi, dan penganalan kawan dan lawan. Keunikan organisme penghasil cahaya telah menarik perhatian para praktisi bioteknologi. berbagai rekayasa telah dilakukan untuk mengungkap misteri cahaya tersebut dan pemanfaatannya. Isolasi dan identifikasi bakteri biolumenessens Bakteri bioluminesens adalah bakteri yang dapat mengemisikan cahaya dan banyak ditemukan pada organisme laut. Pada studi ini dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri bioluminesens yang berasal dari 4 sampel udang yaitu Mysis sp. (udang rebon), Lysmata amboinensis, Stenopus hisbidus, Enoplometopus debelius dan didapatkan 10 isolat bakteri bioluminesens. Identifikasi dengan pewarnaan Gram menunjukkan seluruh isolat merupakan bakteri Gram negatif, 3 isolat berbentuk batang, dan 7 isolat berbentuk coccoid. Hasil uji biokimia menunjukkan seluruh isolat menunjukkan hasil positif pada uji katalase, 2 isolat menunjukkan hasil negatif pada uji oksidase, 8 isolat menunjukkan hasil positif pada uji oksidase, dan hasil fermentasi beberapa karbohidrat menunjukkan hasil yang sangat beragam. Amplifikasi gen 16S rRNA dilanjutkan dengan sekuensing DNA pada 3 isolat yaitu RS B, LA, dan ED H. Hasil sekuensing DNA menunjukkan isolat RS B memiliki kesamaan 96 % dengan Vibrio harveyi, isolat LA memiliki kesamaan 95 % dengan Pseudoalteromonas sp., dan isolat ED H memiliki kesamaan 99 % dengan Vibrio sp. Luciferase adalah nama generik untuk enzim yang biasa digunakan di alam untuk bioluminescence dan karena itu tidak sebuah molekul tertentu. Nama itu sendiri berasal dari Lucifer, yang berarti cahayapembawa. Yang paling terkenal adalah dari luciferase kunang-kunang kunang-kunang Photinus pyralis.

Quorum sensing adalah mekanisme untuk memastikan jumlah sel mencukupi sebelum suatu spesies melakukan respon biologi khusus. [1]

Diagram quorum sensing. Pada densitas sel rendah (kiri), konsentrasi autoinduser (titik biru) relatif rendah sehingga ekspresi gen (titik merah). Pada densitas sel tinggi (kanan), konsentrasi autoinduser tinggi sehingga ekspresi gen terjadi.

BioluminesensiDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bioluminesensi yang dihasilkan jamur Panellus Stipticus. Bioluminesensi adalah emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu.[1] Hingga saat ini, bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada berbagai macam makhluk hidup seperti cendawan, bakteri, dan organisme di perairan, namun tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewan vertebrata terestrial, amfibi, dan mamalia. [2] Sebagian besar plankton memiliki kemampuan menghasilkan pendaran, terutama plankton yang hidup di perairan laut dalam.[2] Pada mikroba, bioluminesensi yang dihasilkan belum diketahui manfaatnya, sedangkan pada hewan umumnya digunakan sebagai sinyal kawin, predasi, dan perlindungan terhadap pemangsa.[2]

Banyak bakteri yang dapat menghasilkan bioluminesensi, umumnya diketahui kemudian bahwa seluruh bakteri tersebut tergolong ke dalam bakteri gram negatif, motil, memiliki morfologi batang, dan bersifat aerob atau anaerob fakultatif. [2] Bakteri-bakteri itu tersebar di daerah lautan, perairan tawar, dan tanah (terestrial). [2] Contoh bakteri penghasil bioluminesensi yang telah diteliti adalah genus Vibrio (V. harveyi, V. fischeri, V. cholera), Photobacterium (P. phosphoreum, P. leiognathi), Xenorhabdus (X. luminescens), Alteromonas (A. haneda), dan Shewanella. [2] Sementara itu, hanya sedikit cendawan yang diketahui dapat menghasilkan bioluminesensi, di antaranya adalah Armillaria mellea, Panellus Stipticus, Omphalotus nidiformis, dan Mycena spp[2].

Daftar isi[sembunyikan]

1 Sejarah bioluminesensi 2 Fungsi bioluminesensi o 2.1 Pertahanan o 2.2 Predasi o 2.3 Sinyal kawin 3 Reaksi bioluminesensi o 3.1 Bakteri o 3.2 Dinoflagelata o 3.3 Coelenterazine o 3.4 Ostracod o 3.5 Kunang-kunang 4 Aplikasi bioluminesensi 5 Referensi 6 Pranala Luar

[sunting] Sejarah bioluminesensi

Osamu Shimomura, peneliti bioluminesensi ubur-ubur. Tulisan tertua tentang bioluminesensi dibuat 2500 tahun yang lalu oleh Aristoteles dalam bukunya yang berjudul "Tentang Warna". [1] Aristoteles menyebutkan bahwa ada sesuatu yang secara alami seperti bagian kepala ikan dan tinta dari sotong yang dapat menghasilkan cahaya atau pendaran. [1] Pada tahun 1887, Raphal Dubois berhasil mengisolasi lusiferin (substrat untuk reaksi bioluminesensi) dan enzim lusiferase (ketalis) dari piddock, sejenis remis laut. [1] Temuan tersebut dipopulerkan dan dilanjutkan oleh Edmund Newton Harvey yang menyatakan bahwa senyawa lusiferin dan lusiferase yang ditemukan pada berbagai spesies makhluk hidup tidak dapat ditukar. [1] Pada tahun 1967, Robert Boyle, seorang ilmuwan dari Inggris mempublikasikan penelitiannya tentang reaksi bioluminesensi pada fungi yang memerlukan udara. [1] Laporan berikutnya menyebutkan bahwa oksigen merupakan komponen udara yang berperan dalam reaksi tersebut.[1]

Penelitian tentang bioluminesensi berkembang pesat setelah Osamu Shimomura, seorang ahli biologi kelautan dan kimia organik, berhasil meneliti tentang protein yang bertanggungjawab dalam menghasilkan luminesensi pada spesies ubur-ubur Aequorea victoria yang disebut dengan aequorin.[3] Protein tersebut akan berikatan dengan ion kalsium dan menghasilkan cahaya biru yang diserap oleh protein berpendar hijau ubur-ubur. [3] Pada tahun 1985, aequorin berhasil dikloning ke dalam makhluk hidup lainnya dan sejak itu aplikasi bioluminesensi mulai banyak diteliti[3].

[sunting] Fungsi bioluminesensi[sunting] Pertahanan

Noctiluca scintillans, salah satu dinoflagelata yang mampu menghasilkan bioluminesensi.

Setiap makhluk hidup yang mampu menghasilkan luminesensi untuk tujuan atau fungsi yang berbeda-beda. [4] Sebagian makhluk hidup memanfaatkannya untuk pertahanan diri, seperti yang dilakukan kelompok dinoflagelata, ubur-ubur, dan beberapa jenis cumi-cumi yang berpendar untuk mengejutkan predator yang mendekatinya sehingga memberikan kesempatan kepadanya untuk melarikan diri dari predator. [5] Beberapa jenis dekapoda, sefalopoda, dan ikan menggunakan pendaran untuk melakukan kamuflase dalam menghindari predator.[2] Mekanisme pertahanan seperti ini disebut dengan penyamaran dengan sinar (kontrailuminasi) yang membuat suatu makhluk hidup tidak terlihat atau tersamarkan di antara sinar lain di lingkungan perairan. [2] Pada spesies bintang ular laut, cacing laut, dan organisme bioluminesensi di daratan, mereka memiliki mekanisme pertahanan yang disebut aposematisme, yaitu menghasilkan pendaran untuk menandakan bahwa makhluk tersebut memiliki toksik (beracun) atau tidak enak dimakan sehingga predator akan menghindarinya. [6] Pendaran pada larva kunang-kunang juga merupakan salah satu bentuk aposematisme yang melindunginya dari predator karena akan dikenali sebagai makanan yang tidak enak atau tidak menguntungkan. [7]. Beberapa organisme di laut takut untuk memakan zooplankton karena sebagian besar zooplankton memiliki pendaran yang tetap dapat terlihat saat mereka berada di dalam perut pemangsanya. [5] Akibatnya organisme yang memakan zooplankton tampak berpendar dan ini membuatnya mudah dikenali dan diburu oleh predator yang lebih tinggi tingkatannya.[5] Fenomena ini terlihat pada peristiwa dinoflagelata yang menjadi makanan udang misid. Udang tersebut akan tampak berluminesensi karena di dalam tubuhnya terdapat dinoflagelata berpendar sehingga ikan Porichthys notatus dapat lebih mudah memburu dan memakan udang itu. [2]

[sunting] PredasiSelain sebagai mekanisme pertahanan, bioluminesensi pada makhluk hidup juga banyak dimanfaatkan untuk memburu mangsa (predasi), di antaranya adalah ikan angel dan hiu Isistius brasiliensis yang menggunakan luminesensi untuk menarik mangsa mendekat. [5]. Hiu I. brasiliensis memiliki bagian bawah rahang yang berpendar dan tampak seperti siluet yang dihasilkan dari penyamaran dengan sinar, akibatnya cumi dan ikan akan mendekat karena mengira siluet tersebut merupakan penyamaran dari mangsa mereka. [8] Setelah cumi atau ikan mendekati rahangnya, akan lebih mudah untuk hiu ini dalam menangkap makanannya. [8]. Hal serupa juga dilakukan oleh paus sperma (Physeter macrocephalus) yang secara intensif menghasilkan pendaran saat berburu mangsa di perairan laut dalam yang gelap. [2] Mangsa yang berupa cumi-cumi akan datang mendekati bagian mulut paus sperma yang berpendar dan saat itulah paus ini menangkap mangsanya. [2]

Photinus pyralis, salah satu spesies kunang-kunang yang dapat berpendar.

[sunting] Sinyal kawinBerbagai spesies kunang-kunang memanfaatkan bioluminesensi sebagai sinyal kawin.[4] Setiap spesies memiliki pola dan warna pendaran yang berbeda.[4] Umumnya, kunang-kunang jantan yang terbang rendah akan memulai memancarkan pendaran untuk menarik perhatian lawan jenisnya.[4] Selanjutnya, dalam kurun waktu tertentu kunang-kunang betina akan membalas sinyal tersebut dengan pola pendaran spesifik yang berbeda. [4] Salah satu kunang-kunang dari genus Photuris dapat meniru dan menghasilkan pendaran yang sama seperti yang dimiliki spesies kunang-kunang lainnya. [4] Akibatnya pejantan atau betina dari spesies lain dapat salah mengenali dan mendekati Photuris[4] Hal ini dimanfaatkan Photuris untuk memangsa spesies kunang-kunang lainnya[4]. Seperti halnya kunang-kunang, sejenis cacing di lautan Bermuda yang disebut Odontosyllis enopla juga menggunakan bioluminesensi untuk menarik pasangannya. [5] Cacing betina akan mengeluarkan lendir berpendar untuk menarik pejantan[5] Ketika cacing jantan datang, cacing betina akan mengeluarkan telur dan jantannya akan mengeluarkan sperma untuk melakukan fertilisasi.[5]

[sunting] Reaksi bioluminesensiSecara umum, reaksi bioluminesensi melibatkan enzim lusiferase dan substrat lusiferin yang strukturnya dapat berbeda antara organisme yang satu dengan lainnya. [4] Berikut ini adalah beberapa jenis lusiferin yang telah diketahui mekanisme dan strukturnya.

[sunting] BakteriReaksi yang menyebabkan terjadinya pendaran pada bakteri adalah sebagai berikut:

. Reaksi yang terjadi bersifat spesifik dan dan merupakan oksidasi senyawa riboflavin fosfat (FMNH2) (lusiferin bakteri) serta rantai panjang aldehida lemak hingga menghasilkan emisi

cahaya hijau-biru yang dikatalisis oleh enzim lusiferase. [9] Luciferase adalah suatu enzim heterodimer berukuran 77 kDa yang terdiri dari dua subunit, yaitu subunit alfa () dan subunit beta ()[9] Subunit (~40 kDa) disandikan oleh gen luxA, sedangkan subunit (~37 kDa) disandikan oleh gen luxB. [9] Selain luciferase, masih terdapat beberapa enzim lain yang terlibat dalam keseluruhan reaksi ini dan ekspresi enzim-enzim tersebut diatur oleh suatu operon yang disebut operon lux.[9] Enzim lusiferase akan mempergunakan substrat senyawa aldehida yang disintesis di dalam sel dengan bantuan multienzim yang disebut kompleks enzim aldehida lemak reduktase (fatty aldehyde reductase complex). [9] Kompleks enzim ini terdiri dari tiga subunit enzim yaitu redutase, transferase, dan sintetase yang masing-masing disandikan oleh gen luxC, luxD, dan luxE[9]. Subunit transferase akan mengkatalisis pemindahan grup lemak asil yang teraktivasi ke air, oksigen, dan akseptor tiol. [9] Kedua subunit lainnya, yaitu reduktase (~54 kDa) dan sintetase (~42 kDa)akan mengkatalisis reduksi senyawa asam lemak menjadi aldehida dengan reaksi sebagai berikut : RCOOH + NADPH + ATP --> RCHO + NADP + AMP + PPi. Komponen sistem bioluminesensi lainnya adalah flavoprotein yang disandikan oleh gen luxF.[9] Protein ini hanya ditemukan pada Photobacterium dan fungsinya belum diketahui tetapi dari sekuens asam aminonya, diketahui bahwa protein ini homolog dengan lusiferase. [9] Pada bakteri juga ditemukan luxG yang diduga memiliki peranan dalam reaksi bioluminesensi untuk bakteri yang hidup di lingkungan perairan. [9] Khusus untuk V. harveyi, juga ditemukan luxH yang berperan dalam sistem luminesensinya. [9] Operon lux bekerja dibawah pengaruh protein regulator yang berupa protein reseptor (luxR) dan autoinduser (luxI)[9]. Selain protein-protein yang disandikan oleh operon lux, masih terdapat 4 protein lain yang memengaruhi reaksi bioluminesensi, yaitu lumazine, protein fluoresensi kuning, flavin reduktase, dan aldehida dehidrogenase. [9] Lumazine yang ditemukan pada Photobacterium dan Vibrio berfungsi memperpendek panjang gelombang yang dihasilkan dari emisi cahaya (