Biokimia - Nutrisi
-
Upload
badriyatun-nimah -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
description
Transcript of Biokimia - Nutrisi
PENYAKIT KELEBIHAN DAN KEKURANGAN GIZI
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan
atau sering disebut status gizi. Apabila tubuh berada dalam tingkat kesehatan gizi optimum
dimana jaringan jenuh oleh semua zat gizi, maka disebut status gizi optimum. Dalam kondisi
demikian tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan setinggi-tingginya. Apabila
konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan
terjadi kesalahan akibat gizi (malnutrition). Malnutrition ini mencakup kelebihan nutrisi atau gizi
disebut gizi lebih (over nutrition), dan kekurangan gizi atau gizi kurang (under nutrition).
Penyakit-penyakit atau gangguan kesehatan akibat dari kelebihan atau kekurangan zat
gizi, dan yang merupakan masalah kesehatan masyarakat, khususnya di Indonesia, antara lain :
Penyakit akibat kekurangan gizi
1. Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau
karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi, atau terjadinya defisiensi atau
defisi energi dan protein. Pada umumnya penyakit yang terjadi pada anak balita,
karena pada umur tersebut akan mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila
konsumsi makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori maka akan terjadi
defisiensi tersebut (kurang kalori dan protein). Penyakit ini dibagi dalam tingkat-
tingkat, yakni :
a. KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai antara 84 – 95% dari berat badan
menurut standar Harvard.
b. KKP sedang, kalau berat badan anak hanya mencapai 44 – 60% dari berat badan
menurut standar Harvard.
c. KKP berat (gizi buruk) kalau berat badan anak kurang dari 60% dari berat badan
meurut standar Harvard.
Beberapa ahli hanya membedakan adanya dua macam KKP saja, yakni : KKP
ringan atau gizi kurang dan KKP berat (gizi buruk) atau lebih sering disebut
marasmus dan kwashiorkor. Marasmus dapat terjadi pada orang dewasa dan anak,
dan dijumpai pada kelompok-kelompok rawan di semua populasi. Kwasiorkor hanya
mengenai anak, dan dilaporkan hanya dijumpai di negara-negaru yang sedang
berkembang. Gambaran perbedaan antara keduanya adalah pada kwasiorkor terjadi
retensi cairan sehingga timbul edema.
a. Marasmus
Marasmus adalah keadaan kurus yang ekstrem; keadaan ini merupakan
hasil akhir dari keseimbangan energi negatif yang berkepanjangan. Bukan hanya
cadangan lemak tubuh telah habis terkuras, namun otot juga mengalami
penciutan, dan seiring dengan perkembangan penyakit, protein di hati, jantung,
dan ginjal juga menghilang. Asam-asam amino yang dibebaskan oleh katabolisme
protein jaringan digunakan sebagai sumber bahan bakar metabolik dan substrat
glukoneogenesis untuk mempertahankan pasokan glukosa bagi otak dan sel darah
merah. Akibat berkurangnya sintesis protein, respons imun terganggu dan risiko
terjadinya infeksi meningkat. Terjadi gangguan proliferasi sel mukosa usus
sehingga luas permukaan penyerapan di mukosa usus berkurang, begitu juga
penyerapan nutrien.
Anak atau penderita marasmus ini tampak sangat kurus, berat badan
kurang dari 60% dari berat badan ideal menurut umurnya muka berkerut seperti
orang tua, apatis terhadap sekitarnya ,rambut kepala halus dan jarang berwarna
kemerahan.
b. Kwasiorkor
Selain penciutan jaringan otot, berkurangnya mukosa usus, dan
menurunnya respons imun seperti dijumpai pada marasmus, anak dengan
kwasiorkor juga memperlihatkan beberapa gambaran khas. Gambaran yang paling
khas adalah edema, akibat berkurangnya konsentrasi protein plasma. Selain itu,
terjadi pembesaran hati akibat penimbunan lemak. Dahulu diperkirakan bahwa
penyebab kwasiorkor adalah kurangnya protein, dengan asupan energi yang lebih
atau kurang adekuat, namun analisis terhadap diet anak yang mengalami
kwasiorkor memperlihatkan bahwa anggapan ini tidak tepat. Pertumbuhan anak
dengan kwasiorkor relatif lebih baik daripada mereka yang mengalami marasmus,
dan edema mulai membaik pada awal pengobatan, saat anak masih mendapat diet
rendah protein.
Hampir semua kwasiorkor dipicu oleh infeksi. Bertumpang tindih dengan
keaadan defisiensi makanan secara keseluruhan, defisiensi nutrien antioksidan,
seperti seng, tembaga, karoten, serta vitamin C dan E dapat ditemukan. Letupan
respiratorik sebagai respons terhadap infeksi menyebabkan terbentuknya radikal
bebas halogen dan oksigen sebagai bagian dari efek sitotoksik makrofag yang
terstimulasi. Tambahan stres oksidan ini dapat memicu terjadinya kwasiorkor.
2. Anemia (penyakit kurang darah)
Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (FE) pada tubuh tidak
seimbang atau kurang dari kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan mikro elemenyang
esensial bagi tubuh,yang sangat dperlukan dalam pembentuk darah,yakni dalam
hemoglobin (Hb). Disamping itu (Fe) lebih mudah dserap oleh usus halus dalam
bentuk ferro. Penyerapan ini mempunyai mekanisme autoreguler yang datur oleh
kadar Feritin yang terdapat dalam sel-sel mukosa usus. Dalam kondisi Fe yang
baik,hanya sekitar 10% saja dari Fe yang terdapat dalam makanan diserap kedalam
mukosa usus.Ekskresi Fe dilakukan melalui kulit, dalam bagian-bagian tubuh yang
aus dan dilepaskan oleh permukaan tubuh yang jumlahnya sangat kecil
sekali.Sedangkan pada wanita ekskresi Fe lebih banyak melalui menstruasi. Oleh
sebab itu, kebutuhan Fe pada wanita dewasa lebih banyak dbandingkan dengan pria.
Pada wanita hamil kebutuhan Fe meningkat karena bayi yang dkandung juga
memerlukan Fe ini.
Defisiensi atau anemia besi di Indonesia jumlahnya besar sehingga sudah
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Program penanggulangan anemi besi,
khusunya untuk ibu hamil sudah dilakukan melalui pemberian Fe secara cuma-cuma
melalui puskesmas atau posyandu. Akan tetapi karena masih rendahnya pengetahuan
sebagian besar ibu-ibu hamil masih rendah maka program ini tampak berjalan lambat.
3. Zerophthalmia (Defisiensi Vitamin A)
Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A dalam
tubuh. Gejala-gejala penyakit ini adalah kekeringan epithel biji mata dan kornea,
karena glandula lancrimalis menurun. Terlihat selaput bola mata keriput dan kusam
bila biji mata bergerak. Fungsi mata berkurang menjadi hemeralopia atau nictalpia,
yang oleh awam disebut buta senja atau buta ayam, tidak sanggup melihat pada
cahaya remang-remang. Pada stadium lanjut mata mengngoreng karena sel-selnya
menjadi lunak yang disebut dengan keratomalacia dan dapat menimbulkan kebutaan.
Fungsi vitamin A sebenarnya mencakup 3 fungsi, yakni : fungsi dalam
proses melihat, dalam proses metabolisme, dan proses reproduksi. Gangguan yang
dakibatkan karena kekurangan vitamin A yang menonjol, khususnya diindonesia
adalah gangguan dalam proses melihat yang disebut zerophalmia. Oleh sebab itu,
penanggulangan defisiensi kekurangan vitamin A yang penting disini ditunjukkan
pada pencegahan kebutaan pada anak balita. Program penanggulangan zerophalmia
dtujukkan kepada anak-anak balita dengan pemberian vitamin A secara cuma-cuma
melalui Puskesmas atau Posyandu. Dsamping itu, program pencegahan dapat
dlakukan melalui penyuluhan gizi masyarakat tentang makanan-makanan yang
bergizi, khususnya makanan-makanan sebagai sumber vitamin.
4. Penyakit Gondok Endemik
Zat Iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh karena merupakan
komponen dari hormon thyroxin. Zat yodium ini dikonsentrasikan dalam kelenjar
gondok (glandula thyroidea) yang dipergunakan dalam sintesa hornon thyroksin.
Hormon ini dtimbun dalam Folikel kelenjar gondok, terkonjugasi dengan protein
(glogulin) maka disebut thyroglogulin. Apabila dperlukan thyroglogulin ini dpecah
dan dilepas hormon thyroksin yang dkeluarkan dari polikel kelenjar kedalam aliran
darah.
Kekurangan zat yodium ini berakibat kondisi hypothyroidisme
(kekurangan yodium) dan tubuh mencoba untuk menkompensasi dengan menambah
jaringan kelenjar gondok. Akhirnya terjadi hypertrophi (membesarnya kelenjar
thyroid), yang kemudian disebut penyakit gondok. Apabila kelebihan zat yodium
maka akan mengakibatkan gejala-gejala pada kulit yang disebut yodium dermatitis.
Penyakit gondok ini di Indonesia merupakan endemik terutama di daerah-daerah
terpencil dipegunungan, yang air minumnya kekurangan zat iodium. Oleh sebab itu,
penyakit kekurangan iodiumini disebut gondok endemik.
Kekurangan ioudium juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan lain,
yakni: ‘chretinnisma’. Chretinnisma adalah sesuatu kondisi penderita dengan tinggi
badan dbawah normal (cebol). Kondisi ini disertai berbagai tingkat keterlambatan
perkembangan jiwa dan kecerdasan, dari hambatan ringan sampai dengan saat berat
(debil). Ekspresi muka seorang cretin ini memberikan kesan orang bodoh karena
tingkat kecerdasannya sangat rendah. Pada umumnya orang cretin ini dilahirkan dari
ibu yang sewaktu hamil kekurangan zat Iodium.
Terapi penyakit ini pada penderita dewasa pada umumnya tidak
memuaskan. Oleh sebab itu, penanggulangan yang paling baik adalah pencegahan,
yaitu dengan memberikan dosis Ioudium kepada para ibu hamil. Untuk
penanggulangan penyakit akibat kekurangan yodium dalam rangka peningkatan
kesehatan masyarakat dapat dlakukan melalui program iodiumisasi. Yaitu dengan
penyediaan garam dapur yang diperkaya dengan iodium. Dalam kaitan ini pemerintah
Indonesia melalui Departemen Perindustrian telah memproduksi khusus garam
iodium untuk daerah-daerah endemic gondok.
Penyakit Akibat Kelebihan Gizi
1. Penyakit Kegemukan (Obesitas)
Penyakit ini terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan
energi, yakni konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau
pemakaian energi. Kelebihan energi dalam tubuh ini disimpan dalam bentuk lemak.
Pada keadaan normal, jaringan lemak ini dtimbun dtempat-tempat tertentu
dantaranya dalam jaringan subcutan, dan didalam jaringan tirai usus. Seseorang
dkatakan menderita obesitas bila berat badannya pada laki-laki melebihi 15% dan
pada wanita melebihi 20% dari berat badan ideal menurut umurnya.
Pada orang yang menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya dpaksa untuk
bekerja lebih berat, karena harus membawa kelebihan berat badan. Oleh sebab itu,
pada umunya lebih cepat gerah, capai, dan mempunyai kecenderungan untuk
membuat kekeliruan dalam bekerja.Akibat dari penyakit obesitas ini, para
penderitanya cenderung menderita penyakit-penyakit: kardio-vaskuler, hipertensi,
dan diabetes mellitus.
Berat badan yang ideal pada orang dewasa menurut rumus Dubois ialah:
B (kg) = (Tcm – 10) + 10%, dengan:
B = Berat badan hasil perkiraan/pengukuran
T = Tinggi badan
Oleh bagian gizi fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dilakukan
koreksi sebagai berikut:
B (kg) = (Tcm – 100) – 10% + 10%
Contoh si Ali (dewasa) diukur tinggi badannya 160 meter maka berat badan
Ali yang ideal adalah antara 54 kilogram dengan 66 kilogram (paling rendah 54
kilogram dan paling tinggi 66 kilogram) . Apabila orang dewasa yang tinggi
badannya 160 cm, dengan berat badan dbawah 54 kg maka ia kekurangan gizi dan
lebih dari 66 kg ia termasuk obesitas (kegemukan)
2. Penyakit Diabetes Mellitus (DM)
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing
manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem
metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi
hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang
bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin
dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi
energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar
gula dalam darah.
Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL
dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula
(glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah
ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang
tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat
berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama
pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak
mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah
menderita kencing manis.
Tipe Penyakit Diabetes Mellitus
1. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh
kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita,
anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan
pemberian terapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan.
Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan
penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan
pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat
test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat
mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai
penyakit.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti
kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya
sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan
meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap
insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2,
pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti
diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan
pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah,
maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.
3. Hypertensi (Darah Tinggi)
Penyakit darah tinggi atau Hipertensi adalah suatu keadaan di mana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan
oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan
tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air
raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya
Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat
badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80
mmHG. Dalam aktivitas sehari-hari, tekanan darah normalnya adalah dengan
nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah
menurun saat tidur dan meningkat diwaktu beraktifitas atau berolahraga.
Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan
pengobatan dan pengontrolan secara teratur (rutin), maka hal ini dapat membawa
si penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan bisa menyebabkan kematian.
Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung seseorang
bekerja extra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada
pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Penyakit hypertensi ini
merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung.
Penyakit darah tinggi atau Hipertensi dikenal dengan 2 tipe klasifikasi,
diantaranya :
1. Hipertensi Primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi
sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.
Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan
berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena
penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam
lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit
tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa
mengalami tekanan darah tinggi.
2. Hipertensi Sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit
lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon
tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat
kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di
atas normal atau gemuk (gendut).
Pregnancy-induced hypertension (PIH), ini adalah sebutan dalam istilah
kesehatan (medis) bagi wanita hamil yang menderita hipertensi. Kondisi
Hipertensi pada ibu hamil bisa sedang ataupun tergolang parah/berbahaya,
Seorang ibu hamil dengan tekanan darah tinggi bisa mengalami Preeclampsia
dimasa kehamilannya itu. Preeclampsia adalah kondisi seorang wanita hamil
yang mengalami hipertensi, sehingga merasakan keluhan seperti pusing, sakit
kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut, muka yang membengkak, kurang
nafsu makan, mual bahkan muntah. Apabila terjadi kekejangan sebagai dampak
hipertensi maka disebut Eclamsia.
- Penyebab Hipertensi
Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan
beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflamasi)
secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang.
Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin. Minuman
yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat
menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.
- Penanganan dan Pengobatan Hipertensi
a. Diet Penyakit Darah Tinggi (Hipertensi)
1. Kandungan garam (Sodium/Natrium)
Seseorang yang mengidap penyakit darah tinggi sebaiknya
mengontrol diri dalam mengkonsumsi asin-asinan garam, ada beberapa
tips yang bisa dilakukan untuk pengontrolan diet sodium/natrium ini:
- Jangan meletakkan garam diatas meja makan
- Pilih jumlah kandungan sodium rendah saat membeli makan
- Batasi konsumsi daging dan keju
- Hindari cemilan yang asin-asin
- Kurangi pemakaian saos yang umumnya memiliki kandungan sodium
2. Kandungan Potasium/Kalium Suplements potasium 2-4 gram perhari
dapat membantu penurunan tekanan darah, Potasium umumnya bayak
didapati pada beberapa buah-buahan dan sayuran. Buah dan sayuran yang
mengandung potasium dan baik untuk di konsumsi penderita tekanan darah
tinggi antara lain semangka, alpukat, melon, buah pare, labu siam, bligo,
labu parang/labu, mentimun, lidah buaya, seledri, bawang dan bawang
putih. Selain itu, makanan yang mengandung unsur omega-3 sagat dikenal
efektif dalam membantu penurunan tekanan darah (hipertensi).
KEBUTUHAN PROTEIN & ASAM AMINO
Kebutuhan Protein Dapat Ditentukan dengan Mengukur Keseimbangan Nitrogen
Keadaan nutrisi protein dapat ditentukan dengan mengukur asupan (dari
makanan) dan pengeluaran senyawa bernitrogen dari tubuh. Meskipun asam nukleat juga
mengandung nitrogen, namun protein adalah sumber nitrogen utama dari makanan, dan
pengukuran asupan nitrogen total dapat memberikan perkiraan yang baik tentang asupan
protein (mg.N x 6,25 = mg protein karena pada sebagian besar protein mengandung 16%
N ). Pengeluaran N dari tubuh terutama dalam bentuk urea dan sebagian kecil dalam
senyawa lain di urine, protein yang tidak-tercerna di tinja; juga terjadi pengeluaran dalam
jumlah signifikan melalui keringat dan kulit yang terlepas. Perbedaan antara asupan dan
pengeluaran senyawa bernitrogen dikenal sebagai keseimbangan nitrogen. Terdapat tiga
keadaan yang dapat dijelaskan yaitu :
1. Pada orang dewasa sehat, keseimbangan nitrogen berada dalam ekuilibrium, yaitu
asupan setara dengan pengeluaran, dan tidak terjadi perubahan dalam kandungan
protein total tubuh.
2. Pada anak yang sedang tumbuh, wanita hamil, dan orang yang dalam masa
penyembuhan dari kehilangan protein, ekskresi senyawa bernitrogen lebih sedikit
daripada asupan yang diperoleh dari makanan dan terjadi retensi netto nitrogen di
tubuh dalam bentuk protein-keseimbangan nitrogen positif.
3. Jika terjadi respons terhadap trauma atau infeksi, atau jika asupan protein kurang
memadai untuk memenuhi kebutuhan, terjadi kehilangan netto nitrogen protein dari
tubuh-keseimbangan nitrogen negatif.
Katabolisme protein jaringan yang berlangsung terus menerus menimbulkan
kebutuhan akan protein makanan, bahkan pada orang dewasa yang tidak tumbuh lagi;
meskipun sebagian asam amino yang dibebaskan dapat digunakan kembali, dan banyak
yang digunakan untuk glukoneogenesis saat puasa. Studi-studi tentang keseimbangan
nitrogen memperlihatkan bahwa kebutuhan harian rata-rata adalah 0,6 g protein/kg berat
badan (tambahan 0,75 untuk variasi individual), atau sekitar 50 g/hari. Asupan protein
rata-rata di negara maju berkisar 80-100 g/hari, yaitu l4-l5% dari asupan energi. Karena
pada anak yang sedang tumbuh terjadi penambahan protein di dalam tubuhnya, secara
proporsional kebutuhan mereka lebih besar daripada kebutuhan orang dewasa dan harus
berada dalam keseimbangan nitrogen positif. Meskipun demikian, kebutuhannya relatif
kecil dibandingkan dengan kebutuhan untuk pergantian protein. Di sebagian negara,
asupan protein mungkin kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan ini sehingga terjadi
hambatan pertumbuhan.
Terjadi Kehilangan Protein Tubuh Sebagai Respons Terhadap Trauma & lnfeksi
Salah satu reaksi metabolik terhadap trauma besar, misalnya luka bakar, fraktur
ekstremitas, atau pembedahan, adalah meningkatnya katabolisme netto protein jaringan.
Protein tubuh total dapat hilang hingga 6-7% dalam 10 hari. Tirah baring yang
berkepanjangan menyebabkan hilangnya protein karena atrofi otot. Protein dikatabolisme
secara normal, tetapi protein tersebut tidak diganti seluruhnya tanpa rangsangan olah
raga. Kehilangan protein ini diganti selama masa konvalesens, saat terjadi keseimbangan
nitrogen positif. Diet normal sudah cukup untuk memungkinkan terjadinya penggantian
ini.
Kebutuhan Tidak Hanya untuk Protein, tetapi Juga Asam Amino Spesifik
Tidak semua protein setara secara nutrisional. Sebagian protein dibutuhkan dalam
jumlah yang lebih banyak untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif karena
protein yang berbeda mengandung kombinasi asam amino yang berbeda pula. Tubuh
mernbutuhkan asam amino dalam proporsi yang tepat untuk menggantikan protein tubuh.
Asam-asam amino dapat dibagi menjadi dua kelompok: esensial dan nonesensial.
Terdapat sembilan asam amino esensial atau tidak tergantikan, yang tidak dapat disintesis
oleh tubuh: histidin, isoleusin, leusin, lisin' metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan
valin. Jika salah satu dari asam amino ini tidak ada atau kurang memadai, berapapun
jumlah asupan protein total, keseimbangan nitrogen tidak dapat dipertahankan karena
akan terjadi kekurangan asam amino yang bersangkutan untuk sintesis protein.
Dua asam amino, sistein dan tirosin dapat disintesis di tubuh, tetapi hanya dari
prekursor asam amino esensial sistein dari metionin dan tirosin dari fenilalanin. Oleh
karena itu, asupan sistein dan tirosin dari makanan memengaruhi kebutuhan akan
metionin dan fenilalanin. Sebelas asam amino lainnya dianggap nonesensial atau dapat
digantikan, karena asam-asam amino tersebut dapat disintesis asalkan protein total dalam
diet memadai. Jika salah satu dari asam amino ini dikeluarkan dari diet, keseimbangan
nitrogen masih dapat dipertahankan. Namun, hanya tiga asam amino, yaitu alanin,
aspartat, dan glutamat, yang dianggap benar-benar dapat digantikan; ketiganya disintesis
dari zat-zat perantara metabolik yang umum (masing-masing piruvat, oksaloasetat, dan α-
ketoglutarat). Asam-asam amino sisanya dianggap nonesensial, tetapi pada keadaan
tertentu kebutuhannya dapat melebihi kemampuan tubuh menyintesis asam amino
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Bender DA, Bender AE. Nutrition: A Reference Handbook. Oxford Universiry Press,
1997.
Fuller MF Garlick PJ. Human amino acid requirements: can the controversy be resolved?
Ann Rev Nutr 1994;14:217.
Geissler C, Powers HJ. Human Nutrition, ed ke-11. Elsevier, 2005. Institute of Medicine.
Dietary Reference Intakes for Energy, Carbohydrate, Fiber Fat, Fatty Acids, Cholesterol,
Protein, and Amino Acids (Macronutrients). National Academies Press, 2002.
Pencharz PB, Ball RO. Different approaches to define individual amino acid
requirements. Ann Rev Nutr 2003;23:101