Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

17
KARAKTERISTIK BIOFISIK PERAIRAN DAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR DI KECAMATAN PADANG CERMIN DAN PUNDUH PIDADA, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Oleh: Indra Gumay Yudha ABSTRAK Karakteristik biofisik wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada merupakan daerah unik yang memiliki potensi pengembangan sektor perikanan, pariwisata bahari, dan sektor kelautan lainnya. Beberapa permasalahan yang ada perlu diketahui sebagai dasar untuk pengembangan wilayah pesisir. Terdapat sedikitnya 9 isu pokok yang menjadi permasalahan di kawasan tersebut. Masalah utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya penaatan dan penegakan hukum, degradasi habitat, pencemaran wilayah pesisir, dan berkurangnya lahan akibat pengembangan Lantama TNI AL. Di samping itu, potensi perikanan dan pariwisata bahari belum dikembangkan secara optimal. Kata kunci: biofisik Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, isu pokok pengelolaan wilayah pesisir 1. PENDAHULUAN Propinsi Lampung memiliki panjang pantai 1.105 km 2 dan luas wilayah pesisir sekitar 16.625,3 km 2 , merupakan salah satu propinsi dengan keragaman potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup besar. Keragaman potensi tersebut meliputi sumberdaya ikan, rumput laut, teripang, ubur-ubur, udang, kerang hijau, kepiting, dan sumberdaya perikanan lainnya yang tersebar di sepanjang perairan Pantai Barat, Pantai Timur, Teluk Lampung dan Teluk Semangka. Salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang memiliki wilayah pesisir yang cukup luas dan potensial adalah Kabupaten Lampung Selatan, meliputi pantai barat dan timur Teluk Lampung. Kabupaten ini memiliki wilayah pesisir seluas 1.997 km 2 (Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, 1999) dengan berbagai varisi geomorfologis pesisir yang besar, mulai dari kawasan perbukitan hingga pantai yang landai. Di sejumlah pulau-pulau kecil terdapat pantai yang landai, berpasir putih dan berhamparan terumbu karang. Dengan kondisi geografis dan geomorfologis tersebut Kabupaten Lampung Selatan memiliki potensi sumber daya pesisir dan laut maupun jasa-jasa kelautan yang cukup potensial untuk dapat didayagunakan secara optimal dan berkelanjutan. Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan 1

description

Pengembangan wilayah pesisir di Kec Punduh Pidada dan Padang Cermin (Lampung Selatan/ sekarang Pesawaran) menghadapi berbagai masalah, sehingga perlu penyelesaian yang terintegrasi

Transcript of Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

Page 1: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

KARAKTERISTIK BIOFISIK PERAIRAN DAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR

DI KECAMATAN PADANG CERMIN DAN PUNDUH PIDADA, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh: Indra Gumay Yudha

ABSTRAK Karakteristik biofisik wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada merupakan daerah unik yang memiliki potensi pengembangan sektor perikanan, pariwisata bahari, dan sektor kelautan lainnya. Beberapa permasalahan yang ada perlu diketahui sebagai dasar untuk pengembangan wilayah pesisir. Terdapat sedikitnya 9 isu pokok yang menjadi permasalahan di kawasan tersebut. Masalah utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya penaatan dan penegakan hukum, degradasi habitat, pencemaran wilayah pesisir, dan berkurangnya lahan akibat pengembangan Lantama TNI AL. Di samping itu, potensi perikanan dan pariwisata bahari belum dikembangkan secara optimal.

Kata kunci: biofisik Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, isu pokok pengelolaan wilayah

pesisir

1. PENDAHULUAN

Propinsi Lampung memiliki panjang pantai 1.105 km2 dan luas wilayah pesisir sekitar

16.625,3 km2, merupakan salah satu propinsi dengan keragaman potensi sumberdaya kelautan

dan perikanan yang cukup besar. Keragaman potensi tersebut meliputi sumberdaya ikan,

rumput laut, teripang, ubur-ubur, udang, kerang hijau, kepiting, dan sumberdaya perikanan

lainnya yang tersebar di sepanjang perairan Pantai Barat, Pantai Timur, Teluk Lampung dan

Teluk Semangka.

Salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang memiliki wilayah pesisir yang cukup

luas dan potensial adalah Kabupaten Lampung Selatan, meliputi pantai barat dan timur Teluk

Lampung. Kabupaten ini memiliki wilayah pesisir seluas 1.997 km2 (Pemerintah Kabupaten

Lampung Selatan, 1999) dengan berbagai varisi geomorfologis pesisir yang besar, mulai dari

kawasan perbukitan hingga pantai yang landai. Di sejumlah pulau-pulau kecil terdapat pantai

yang landai, berpasir putih dan berhamparan terumbu karang. Dengan kondisi geografis dan

geomorfologis tersebut Kabupaten Lampung Selatan memiliki potensi sumber daya pesisir dan

laut maupun jasa-jasa kelautan yang cukup potensial untuk dapat didayagunakan secara

optimal dan berkelanjutan.

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

1

Page 2: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

Wilayah pantai barat Teluk Lampung termasuk dalam zona pesisir di Kecamatan Padang

Cermin dan Punduh Pidada, yang terdiri dari beberapa teluk dan pulau-pulau kecil. Teluk

Hurun, Teluk Ratai, Teluk Punduh dan Teluk Pidada merupakan rangkaian teluk-teluk kecil

yang terletak di pesisir Padang Cermin dan Punduh Pidada. Beberapa pulau kecil yang berada

di perairan tersebut, antara lain: Pulau Kelagian, Pulau Maitem, Pulau Tegal, Pulau Kubur,

Pulau Tangkil, Pulau Lahu, Pulau Puhawang, Pulau Legundi, Pulau Balak, Pulau Seserot,

Pulau Siuncal, dan Pulau Tanjung Putus.

Pulau-pulau kecil dan beberapa teluk yang ada di wilayah pesisir telah diketahui dapat

dikembangkan sebagai kawasan yang potensial untuk pengembangan budidaya laut (marine

culture). Untuk itu, perlu diketahui beberapa parameter dan karakteristik wilayah tersebut,

sehingga dapat mempercepat pengembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari

beberapa karakteristik perairan wilayah pesisir di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh

Pidada yang berpotensi untuk pengembangan budidaya laut. Diharapkan dari studi ini dapat

bermanfaat sebagai informasi dan pertimbangan yang berguna untuk pengembangan wilayah

pesisir di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada Agustus-Desember 2004 di wilayah pesisir Kecamatan Padang

Cermin dan Punduh Pidada. Metode yang digunakan adalah observasi secara langsung melalui

pengukuran beberapa parameter fisik, kimia dan biologi, serta wawancara dengan masyarakat

setempat untuk mendapatkan gambaran sosial, ekonomi dan budaya. Beberapa literatur dan

hasil penelitian sebelumnya juga digunakan sebagai sumber data sekunder untuk melengkapi

studi ini.

Pengukuran fisik kimia perairan yang dilakukan meliputi: DO, pH, N-NO3, ortho

phosphat, suhu, salinitas, kuat arus, gelombang, pasang surut, dan kecerahan. Pengukuran

beberapa parameter biologi perairan meliputi beberapa aspek yang merupakan habitat unik

yang terdapat di perairan pesisir. Beberapa parameter tersebut antara lain terumbu karang,

padang lamun, mangrove, dan neuston (ikan). Pengukuran yang dilakukan dapat meliputi

kelimpahan jenis, dominansi, dan indeks keanekaragaman.

Permasalahan yang menjadi isu pokok di sekitar wilayah pesisir Kecamatan Padang

Cermin dan Punduh Pidada juga perlu diketahui, sehingga dapat menjadi informasi yang

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

2

Page 3: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

berguna untuk pengembangan wilayah tersebut. Permasalahan tersebut dapat diketahui melalui

wawancara dan pengamatan langsung pada wilayah studi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Karakteristik Biofisik

A). Pasang Surut (Pasut)

Pasang surut didefinisikan sebagai proses naik turunnya muka laut yang hampir teratur,

dibangkitkan terutama oleh gaya tarik bulan dan matahari. Karena posisi bulan dan matahari

terhadap bumi selalu berubah secara hampir teratur, maka besarnya kisaran pasut juga berubah

mengikuti perubahan posisi-posisi tersebut. Secara kuantitatif tipe pasut suatu perairan dapat

ditentukan oleh nisbah (perbandingan) antara amplitudo (tinggi gelombang) komponen diurnal

(K, dan 0,) dengan amplitudo komponen semi diurnal (M2 dan S2), yang dinyatakan dalam

bilangan Formzahl (F). Tipe pasut dapat ditentukan sebagai berikut: tipe ganda/semi diurnal (F

< 0.25), pasut campuran dengan tipe ganda yang dominan (F= 0.25-1.50), pasut campuran

dengan tipe tunggal yang dominan, (F=1.51-3.00), dan tipe pasut tunggal/diurnal (F > 3.00)

Tipe pasut perairan pantai di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada tidak

terlepas dari kondisi pasut yang terjadi di Teluk Lampung. Untuk mengetahui tipe pasut yang

terjadi di perairan Teluk Lampung dapat digunakan data pasang surut dari Dinas Hidro-

Oseanografi TNI AL (2003). Pada Tabel 1 berikut ini disajikan data unsur pasut utama di

perairan sekitar Teluk Lampung, sehingga dapat diketahui tipe pasutnya berdasarkan nilai F.

Tabel 1. Amplitudo Komponen Pasut Utama di Perairan Teluk Lampung (cm)

No Stasiun 01 K1 M2 S2 Nilai F 1 Panjang 9 17 32 14 0.57 2 Bakauheni 7 8 20 11 0.48 3 Tarahan 8 16 36 14 0.48 4 Teluk Ratai 9 16 35 14 0.51 5 Pulau Maitem 9 15 35 15 0.48 6 Pulau Kelagian 11 13 34 13 0.51

Sumber : Dishidros TNI AL (2003)

Dari nilai F antara 0.48-0.57 diketahui bahwa tipe pasut di perairan Teluk Lampung

adalah pasut campuran dengan tipe ganda yang dominan (mixed tide predominantly semi

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

3

Page 4: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

diurnal), artinya terjadi dua kali pasang surut dalam sehari, namun kisaran pasang surut yang

satu jauh lebih kecil daripada pasang surut yang lain. Tipe pasut di Teluk Lampung ini tidak

berbeda dengan tipe pasut di Selat Sunda, yang keduanya sangat dipengaruhi oleh kondisi pasut

di Samudera Hindia. Berdasarkan kajian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa di perairan

pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada terjadi dua kali pasang surut dalam

sehari, namun kisaran pasang surut yang satu jauh lebih kecil daripada pasang surut yang

lainnya.

B). Arus dan Gelombang

Arus merupakan perpindahan massa air dari satu tempat ke tempat lain yang disebabkan

oleh berbagai faktor, seperti: gradien tekanan, hembusan angin, perbedaan densitas, atau

pasang surut. Di sebagian besar perairan faktor utama yang dapat menimbulkan arus yang

relatif kuat adalah angin dan pasang surut. Arus laut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai

faktor lainnya, seperti sifat air laut, gravitasi bumi, keadaan dasar perairan, distribusi pantai dan

gerakan rotasi bumi.

Menurut BPPT-PSL UNILA (1989), untuk mengetahui kondisi arus dan gelombang yang

terjadi di sekitar perairan pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada dapat

diprediksi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dinas Hidrologi dan Oseanografi

(Dishidros) TNI AL di perairan Teluk Ratai, Pulau Maitam, dan Pulau Kelagian pada tahun

1987. Di perairan Teluk Ratai dan sekitarnya kekuatan arus pasut pada umumnya lemah, yaitu

kurang dari 25 cm/s. Kecepatan arus lebih dari 25 cm/s dapat terjadi di sekitar selat antara

Pulau Kelagian dan Pulau Maitem Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan Dishidros TNI

AL pada Juni 1987-Mei 1988 diketahui bahwa di sekitar perairan antara Pulau Maitem dan

Pulau Kelagian diperoleh kisaran tinggi gelombang maksimum 40-90 cm (Tabel 2).

Menurut Dishidros TNI AL (1988) dalam BPPT-PSL UNILA (1989), gelombang di

Teluk Ratai merupakan gelombang campuran antara gelombang yang disebabkan oleh angin

dan alun yang datang dari Selat Sunda. Gelombang yang merambat masuk Teluk Ratai datang

terutama dari arah tenggara. Tinggi gelombang rata-rata berkisar antara 15-40 cm dengan

periode antara 4-11 detik.

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

4

Page 5: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

Tabel 2. Kondisi gelombang di sekitar perairan antara P. Maitem dan P. Kelagian

ARAH GELOMBANG ARAH GELOMBANG

BULAN Dominan Kisaran

TINGGI MAKS (cm)

TINGGI RATA-RATA (cm)

PERIODE (detik) BULAN Dominan Kisaran

TINGGI MAKS (cm)

TINGGI RATA-RATA (cm))

PERIODE (detik)

Januari T BD-TL-T 50 15-25 8-9 Juli TG T-TG-S 70 20-40 6-7

Februari TG T-TG-S 40 20-30 6-7 Agustus TG T-TG-S 70 20-50 6-7

Maret TG TG-S-BD 52 15-35 8-9 September STG T-TG-S 90 30-50 5-7

April BD BD-U-TL 60 25-40 8-9 Oktober STG TG-S-BD 80 40-60 10-11

Mei BD BD-B-BL 56 25-35 10-11 November SBD S-BD-B 80 40-65 10-11

Juni STG T-TG-S 90 40-65 4-7 Desember BL B-BL-U 50 15-25 6-7 Sumber. Dishidros TNI AL (1989) Keterangan: U=utara, B=barat, TG--tenggara, S=selatan, BD=baratdaya, T=timur, TL=timurlaut, BL=baratlaut,

STG=selatan tenggara, SBD=selatan baratdaya

C) Fisik-Kimia Perairan Penelitian mengenai kondisi fisik-kimia perairan Teluk Lampung sudah banyak

dilakukan, namun demikian tidak tersedia data yang bersifat time series (runtun waktu). Data

kualitas air yang bersifat time series ini lebih bermanfaat dan dapat digunakan untuk

kepentingan pengelolaan perairan pesisir jika dibandingkan dengan hasil pengukuran yang

bersifat insidentil (sesaat).

Pengukuran kualitas air yang dilakukan oleh Balai Budidaya Laut (BBL) sudah

menunjukkan data yang bersifat time series, karena pengukuran dilakukan secara rutin setiap

bulan. Data tersebut diperoleh berdasarkan pengukuran kualitas perairan Teluk Hurun (Tabel

3). Data ini dapat mewakili kondisi perairan pesisir di Kecamatan Padang Cermin.

Berdasarkan data kualitas air pada Tabel 3, diketahui bahwa nilai tersebut masih dalam

batas yang wajar untuk mendukung kegiatan budidaya laut. Teluk Hurun hingga saat ini telah

dimanfaatkan dengan baik untuk budidaya tiram mutiara oleh PT Hikari dan juga

pengembangan budidaya laut oleh BBL dalam skala terbatas sebagai sarana penelitian.

Di beberapa tempat, seperti di dekat pemukiman nelayan, tambak, dan PPI Lempasing,

kemungkinan nilai pengukuran beberapa parameter kualitas air akan berbeda. Hasil

pengukuran air limbah yang berasal dari buangan tempat pelelangan ikan di PPI Lempasing

pada Oktober 2004. menunjukkan bahwa nilai BOD5 5340 ppm, COD 10600 ppm, dan NH3

4590 ppm. Limbah tersebut langsung dibuang ke laut tanpa adanya pengolah terlebih dahulu,

sehingga diduga kuat dapat menimbulkan pencemaran dan menurunkan kualitas air. Demikian

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

5

Page 6: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

juga halnya di perairan pantai yang letaknya berdekatan dengan lokasi tambak udang yang

membuang limbahnya langsung ke laut akan menunjukkan kandungan bahan organik (BOD)

dan nitrat yang tinggi.

Tabel 3. Data Kualitas Air di Teluk Hurun 2003

BULAN Suhu (°C)

Sali- nitas (‰)

Kece-rahan

(m)

pH

Nitrat (ppm)

Orto Phosfat (ppm)

Kesa-dahan (ppm)

DO (ppm)

Januari 29.75 31.00 4.01 7.99 0.0408 0.0242 13.50 5.52 Februari 30.80 30.25 3.13 7.55 0.0338 0.0114 16.00 4.90 Maret 29.50 31.25 4.10 7.53 0.0210 0.0052 14.35 5.46 April 29.75 31.25 3.68 7.72 0.0354 0.0271 12.64 5.12 Mei 30.40 31.00 2.78 7.98 0.0350 0.0003 9.67 4.81 Juni 30.30 31.25 3.68 7.66 0.0330 0.0240 26.35 5.12 Juli 29.97 32.50 2.50 7.52 0.0210 0.2210 27.73 5.20

Agustus 29.03 32.00 2.80 7.47 0.0310 0.0215 29.10 5.69 September 29.40 31.00 3.60 7.77 0.0311 0.0275 28.95 5.11 Oktober 29.43 31.50 4.51 7.53 0.0941 0.0549 27.40 6.06

November 29.75 31.25 3.96 7.69 0.0575 0.0840 30.80 6.12 Desember 29.90 30.50 4.00 7.40 0.0575 0.0500 20.75 6.15

Nilai Baku Alami Alami (±10%)

> 3 6.8-8.5 --- ---- --- > 4

Sumber Data: Balai Budidaya Laut (2004)

D) Biologi Perairan

Mangrove

Penyebaran mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin terdapat pada

kawasan di pinggir pantai sepanjang Desa Sukajaya Lempasing, Hurun, Hanura, Sidodadi,

Gebang, Durian, Padang Cermin, dan Sanggi dengan kondisi yang bervariasi. Pada umumnya

kondisi mangrove di pesisir Kecamatan Padang Cermin tidak dalam keadaan yang baik, bahkan

banyak yang telah dikonversi menjadi areal pertambakan, pemukiman, maupun tempat wisata.

Berdasarkan penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi (2000) diketahui

bahwa struktur mangrove di Desa Sukajaya Lempasing (pada koordinat 05°29,06’ LS dan

105°17,59’ BT) terdapat 10 jenis mangrove dengan tinggi antara 4-10 m, diameter batang 2-50

cm, kepadatan 200-400 ind/ha, panjang kawasan 25 ha dengan ketebalan 50 m yang didominasi

oleh jenis Avicennia alba . Jenis lainnya yang dijumpai adalah: Avicennia alba, Sonneratia

alba, Hibiscus tiliaceus, Acrostochum aureum, Achanthus illiofolius, Achanthus ebracteatus,

Lumnitzera racemosa, Bruguiera cylindrica, dan Bruguiera parviflora.

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

6

Page 7: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

Struktur mangrove di Pantai Ringgung (Desa Sidodadi) yang diamati pada koordinat

05°34,45’ LS dan 105°15,11’ BT menunjukkan bahwa terdapat 3 jenis mangrove, yaitu:

Rhizopora apiculata, Rhizopora mucronata, dan Rhizopora stylosa. Jenis yang dominan adalah

Rhizopora apiculata. Panjang kawasan mencapai 100 m dengan ketebalan antara 20-30 m dan

kepadatan 300-900 ind/ha. Mangrove yang diamati memiliki tinggi antara 4-6 m dengan

diameter batang bervariasi, yaitu antara 2-10 cm.

Hasil penelitian CRMP (1998) terhadap mangrove yang terdapat di sepanjang pantai

Kecamatan Padang Cermin, yaitu di Desa Durian dan Desa Sidodadi, menunjukkan bahwa

mangrove yang mendominasi adalah Rhizopora mucronata. Di Desa Durian pada koordinat

05°36,14’ LS dan 105°35,53’ BT kepadatan mangrove mencapai 363 ind/ha dengan panjang

kawasan 3000 m dan lebar antara 1000-1500 m. Kondisi mangrove di Desa Sidodadi masih

lebih baik jika dibandingkan dengan Desa Durian. Pada koordinat 05°32,36’ LS dan

105°14,47’ BT diketahui bahwa kepadatan mangrove mencapai 900 ind/ha pada kawasan

sepanjang 800 m dengan lebar mencapai 4000 m.

Menurut CRMP (1998), penurunan kawasan mangrove di sekitar Teluk Lampung,

termasuk di pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada, terjadi secara besar-besaran

sejak tahun 1990-an yang diakibatkan karena kawasan tersebut dikonversi menjadi lahan

tambak dan tempat wisata; sedangkan batang mangrove yang ditebang digunakan sebagai kayu

bakar, dibiarkan membusuk serta dibuat pagar.

Terumbu Karang

Kondisi terumbu karang di perairan pesisir Kecamatan Padang Cermin, seperti halnya di

perairan lainnya di Lampung, didominasi oleh jenis fringing reef. Menurut Nontji (1987) tipe

fringing reef merupakan tipe terumbu karang tepi yang terdapat di sepanjang perairan pantai

dan hampir tidak dijumpai pada daerah pesisir yang banyak sungai besarnya.

Berdasarkan publikasi Pemerintah Propinsi Lampung (2002), diketahui bahwa terumbu

karang di Lampung dengan tipe fringing reef memiliki luasan relatif 20-60 meter.

Pertumbuhan karang terhenti pada kedalaman 10-17 meter. Di bawah kedalaman itu terdapat

lumpur atau hamparan pasir.

Dari hasil survei CRMP (1998) diketahui pula bahwa di Kawasan Teluk Lampung

penutupan karang batu cukup besar, yaitu mencapai 75%. Di sepanjang pantai pesisir

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

7

Page 8: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

Kecamatan Padang Cermin juga ditemukan penutupan karang batu yang cukup luas. Hal ini

terlihat di beberapa pantai, seperti di Pantai Lempasing, Hanura, Pantai Ringgung, Pantai

Ketapang, Pantai Sabu, Padang Cermin dan Pantai Sanggi.

Di sekitar pulau-pulau kecil di Kecamatan Padang Cermin tingkat penutupan terumbu

karang menunjukkan adanya perbedaan jenis dan pesentase penutupan yang bervariasi. Hasil

penelitian CRMP (1998) berdasarkan metode line intercept transect (LIT), diketahui bahwa di

beberapa pulau kecil di Kecamatan Padang Cermin persentase penutupan dan jenis terumbu

karang adalah sebagai berikut:

• Pulau Tegal:

Keadaan terumbu karang yang terdapat pada kedalaman 3 meter tergolong baik dengan

penutupan karang hidup hard coral dan soft coral sebesar 63.3%; sedangkan pada

kedalaman 10 meter keadaan penutupan karang hidup hard coral dan soft coral

mencapai 51.77% (tergolong sedang).

• Pulau Kelagian:

Pada kedalaman 3 meter keadaan terumbu karang tergolong baik dengan penutupan

karang hidup hard coral dan soft coral mencapai 60.74%; sedangkan pada kedalaman

10 meter keadaan penutupan karang hidup hard coral dan soft coral tergolong sedang

dengan persentase penutupan 51.77%.

• Pulau Tangkil:

Keadaan terumbu karang yang dijumpai pada kedalaman 3 meter tergolong sangat baik

dengan persentase penutupan karang hidup hard coral dan soft coral mencapai 76.39%.

Demikian juga pada kedalaman 10 meter keadaan penutupan karang hidup hard coral

dan soft coral tergolong sangat baik dengan persentase penutupan 76.61%.

Padang Lamun

Padang lamun yang terdapat di perairan pesisir Kecamatan Padang Cermin sangat

beragam jenisnya dengan kondisi penutupan lamun yang bervariasi tergantung pada letak, tipe

dan substrat perairannya. Jenis-jenis lamun yang tumbuh di pesisir tersebut antara lain:

Enhalus acoroides, Halodule pinifolia, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, dan

Cyamodocea rotundata.

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

8

Page 9: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan

Oseanografi (2000), di ketahui bahwa kondisi padang lamun di Pulau Tangkil dan Pulau Tegal

(Kecamatan Padang Cermin) adalah sebagai berikut:

• Pulau Tangkil:

Padang lamun tumbuh pada perairan pantai barat dan pantai timur Pulau Tangkil. Di

pantai barat padang lamun mulai tumbuh sekitar 8 m dari garis pantai dengan jenis yang

dominan adalah Enhalus acoroides dan Halodule pinifolia, dengan persentase

penutupan masing-masing sebesar 25% dan 15%. Pada jarak 16 m dari garis pantai

jenis yang dominan adalah Thalassia hemprichii, Cyamodocea rotundata dan Enhalus

acoroides dengan persentase penutupan masing-masing sebesar 10%, 10%, dan 20%.

Pada jarak 40 m dan 75 m Enhalus acoroides semakin padat dengan persentase

penutupan sebesar 40%.

Di pantai timur Pulau Tangkil padang lamun mulai tampak pada jarak 3 m dari pantai

dengan jenis yang dominan Enhalus acoroides dan Halodule pinifolia dengan

persentase penutupan mencapai 60%. Pada jarak 15 m sampai 50 m dari pantai, jenis

yang dominan adalah Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, dan Cyamodocea

rotundata.

• Pulau Tegal:

Padang lamun tumbuh di pantai barat dan pantai timur Pulau Tegal. Di pantai barat

padang lamun yang mulai tumbuh sekitar 30 m dari garis pantai dengan jenis yang

dominan adalah Enhalus acoroides Halodule pinifolia, dan Halophila ovalis dengan

persentase penutupan sebesar 30%. Pada jarak 60 m dari garis pantai jenis yang

dominan adalah Enhalus acoroides dengan persentase penutupan masing-masing

sebesar 60%.

Di pantai timur Pulau Tegal padang lamun hanya tampak pada pada luasan yang sempit

dan jarang dengan jenis yang dominan Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii.

Penurunan penutupan persentase padang lamun menurut kedalaman ini disebabkan

substrat yang bertipe karbonat dengan sedimen agak tebal yang terdiri dari pasir putih

kasar bercampur dengan lumpur dan karang mati berbentuk rubble.

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

9

Page 10: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

Ikan dan Biota Laut Lainnya

Perairan pesisir di sekitar Kecamatan Padang Cermin memiliki sumberdaya ikan yang

cukup besar. Hal ini dimungkinkan karena secara fisik perairan tersebut memiliki arus yang

tidak terlalu kuat dan batimetri perairan yang relatif dangkal (<30 m). Di beberapa tempat,

terutama di pulau-pulau kecil, kondisi terumbu karang, mangrove dan padang lamun masih

cukup terjaga, sehingga ekosistem tersebut dapat menunjang keberlangsungan sumberdaya ikan

yang ada.

Berdasarkan hasil survei BPPT-PSL UNILA (1989), diketahui bahwa di sekitar perairan

laut di Kecamatan Padang Cermin, terutama di kawasan perairan kawasan Lantama TNI AL,

dijumpai banyak jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi di pasar, seperti: teri

(Stolephorus commersonii), kakap merah (Lates calcarifer), cakalang (Katsuwonus pelamis),

tenggiri (Scomberomorus commersonii), tenggiri papan (Scomberomorus guttatus), kembung

lelaki (Rastrelliger kanagurta), kembung perempuan (Rastrelliger neglectus), kerapu

(Epinephelus merra), kerapu lumpur (Epinephelus tauvina), selar (Selaroides leptolepis), bawal

putih (Pampus argenteus), bawal hitam (Formio niger), tongkol (Auxis thazard), dan tongkol

(Euthynus affinis).

3.2 Nilai Strategis Lokasi Studi

Beberapa desa di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada memiliki nilai yang

strategis dan penting dalam hal pengelolaan wilayah pesisir dan pengembangan mina bahari,

antara lain dapat dilihat dari berbagai kegiatan yang ada, yaitu:.

• Terdapat Balai Budidaya Laut (BBL) di Desa Hanura yang merupakan sentra

pengembangan budidaya laut di bawah Departemen Perikanan dan Kelautan. Saat ini

BBL telah berhasil mengembangkan berbagai jenis komoditas perikanan ekonomis

penting, seperti: kerapu macan, kerapu bebek, kakap putih, tiram mutiara, teripang pasir,

kuda laut, rumput laut, dan lain-lain.

• Terdapat areal pengembangan pertambakan untuk budidaya udang di sepanjang pantai

Desa Hurun, Hanura, Sidodadi, Gebang, Sanggi, Bawang,

• Terdapat areal budidaya kerang mutiara yang dilakukan oleh PMA Jepang, PT Hikari,

yang terletak di Teluk Hurun dan merupakan wilayah Desa Hurun, serta PT Kyoko

Shinju di Tanjung Putus dan perairan Pulau Legundi.

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

10

Page 11: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

• Di Ketapang (Desa Gebang) terdapat dermaga penyeberangan yang dapat digunakan

untuk jalur transportasi laut menuju ke Pulau Puhawang dan Tanjung Putus yang saat ini

sedang dikembangkan sebagai sentra budidaya ikan kerapu sistem KJA.

• Terdapat beberapa lokasi yang dikembangkan untuk sarana pariwisata bahari, seperti di

Pantai Ringgung (Desa Sidodadi), Ketapang (Desa Gebang), Sabu, Sanggi, Tanjung

Putus, Pulau Puhawang, dan Pulau Tegal.

• Di Desa Durian, Sidodadi, dan Pulau Puhawang terdapat sumber bibit dan pembibitan

mangrove yang biasa digunakan untuk keperluan penghijauan kawasan pantai.

Selain desa-desa pesisir yang telah berkembang dalam hal pengelolaan wilayah laut dan

mina bahari tersebut, terdapat pula desa-desa lainnya yang menghasilkan produk pertanian dan

perkebunan, seperti persawahan padi yang cukup luas di sekitar Desa Padang Cermin,

Hanauberak, Sanggi, dan Margodadi. Desa-desa di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh

Pidada juga dikenal dengan hasil perkebunannya, seperti kelapa, tangkil (melinjo), duku,

durian, coklat, pisang, dan lain-lain.

3.3 Isu Pengembangan Wilayah Pesisir

Berdasarkan hasil survei diketahui terdapat beberapa permasalahan yang terjadi di sekitar

desa-desa pesisir di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada. Hasil survei tersebut tidak

berbeda jauh dengan hasil survei yang telah dilakukan oleh Pemda Propinsi Lampung (2002).

Beberapa permasalahan tersebut adalah:

A) Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM)

Rendahnya kualitas SDM di wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin tidak hanya

terjadi pada masyarakat pesisir saja, tapi juga terjadi pada pada SDM desa non pesisir.

Rendahnya kualitas SDM tersebut serta hubungannnya dengan rendahnya tingkat pendidikan

masyarakat, baik pendidikan formal maupun informal. Berdasarkan data Statistik Kecamatan

Padang Cermin tahun 2003, diketahui bahwa mayoritas penduduk di kecamatan tersebut

tidak/belum tamat SD (40.25%); selebihnya adalah tamat SD (27.76%), tamat SLTP (11.15%),

tamat SLTA (6.14%). Jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan selepas SLTA, baik

jenjang DI/II, DIII, ataupun sarjana, sangat sedikit, yaitu sekitar 0.73%.

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

11

Page 12: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

Gambaran kondisi kualitas SDM di Kecamatan Punduh Pidada juga tidak berbeda jauh

dengan Kecamatan Padang Cermin, dimana umumnya penduduk tidak/belum tamat SD dan

hanya sebagian kecil yang tamat SLTP dan SLTA.

B) Rendahnya Penaatan dan Penegakan Hukum

Rendahnya penaatan dan penegakan hukum tidak terlepas dari rendahnya kualitas

sumberdaya manusia, baik di kalangan masyarakat maupun aparat penegak hukum. Hal ini

antara lain tercermin dari sikap dan pengetahuan masyarakat tentang hukum yang masih

rendah, khususnya yang berhubungan langsung UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaaan

Lingkungan Hidup.

Beberapa kegiatan masyarakat di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada yang

masih mencerminkan rendahnya penaatan dan penegakan hukum dapat terlihat dari adanya

pencemaran dan perusakan lingkungan, seperti penggunaan bom dan racun sianida untuk

menangkap ikan, pengambilan terumbu karang, dan lain-lain (Bagian D dan E).

C. Belum Adanya Penataan Ruang Wilayah Pesisir

Penyusunan rencana tata ruang yang telah dilakukan selama ini belum mengintegrasikan

wilayah pesisir, baik RTRW Propinsi Lampung maupun RTRW Kabupaten Lampung Selatan.

Dalam kenyataannya, pelaksanaan pemanfaatan tata ruang di wilayah pesisir telah banyak

terjadi pelanggaran, misalnya pendirian bangunan atau pengusahaan tambak di sempadan

pantai yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove di jalur hijau (green belt ). Kondisi

tersebut ditunjang oleh belum adanya peraturan yang mendukung secara tegas upaya penataan

ruang wilayah dan merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik kepentingan

berkepanjangan.

D. Degradasi Habitat Wilayah Pesisir

Habitat penting di sepanjang pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada

meliputi mangrove, terumbu karang, padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai.

Degradasi habitat wilayah pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: rendahnya

penataan dan penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung

di dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman, kesalahan prosedur dalam aktivitas

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

12

Page 13: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

penangkapan ikan yang merusak. Beberapa kegiatan masyarakat yang dapat dikategorikan

sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai aktivitas, seperti:

• Penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan

• Pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan

• Pengambilan anemon untuk dijual sebagai hiasan akuarium laut.

• Pengalihan kawasan mangrove untuk tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura,

Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian, Bawang).

• Konversi kawasan hutan menjadi ladang atau perkebunan pada lahan dengan tingkat

kecuraman yang berpotensi menimbulkan longsor dan banjir.

• Penggalian tanah daratan (bukit) untuk menimbun tambak udang, sehingga

menyebabkan kerusakan pada lahan daratan dan rawan longsor (antara lain terdapat di

Desa Sidodadi).

E. Pencemaran Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa

melalui aliran air baik limbah cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai

dan pemukiman kumuh yang bersanitasi buruk. Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi

dan telah menimbulkan pencemaran antara lain:

• Terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah

yang berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa

pakan ataupun hasil metabolisme udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi,

sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia

yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang (seperti antibiotik, pestisida, kapur,

klorin, ataupun saponin) jika dibuang langsung ke perairan pantai, maka dapat

menyebabkan keseimbangan ekosistem pantai terganggu.

• Pencemaran yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang ke laut

dapat meningkatkan kadar bahan organik dan sampah plastik. Hal ini banyak dijumpai

di sekitar Desa Sukajaya Lempasing, Ketapang (Desa Durian), dan Sidodadi.

• Aktivitas di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Desa Sukajaya Lempasing ataupun

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di desa-desa lainnya di Kecamatan Padang Cermin

dan Punduh Pidada yang telah menimbulkan pencemaran bahan organik dari

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

13

Page 14: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

pencucian ikan ataupun pencemaran yang berupa minyak yang berasal dari kapal-

kapal bermotor yang sandar.

F. Potensi dan Obyek Wisata Bahari Belum Dikembangkan Secara Optimal

Wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada memiliki banyak objek

wisata yang cukup potensial, seperti di Pantai Ringgung (Desa Sidodadi), Desa Sukajaya

Lempasing, Teluk Hurun, Ketapang (Desa Durian), Sabu, dan Tanjung Putus. Demikian juga

dengan pantai di pulau-pulau kecil, seperti Gugusan Pulau Legundi, Pulau Tegal, dan Pulau

Puhawang. Hingga saat ini kawasan wisata tersebut belum dikelola secara optimal dan terkesan

dikembangkan apa adanya dengan fasilitas yang minim. Pengembangan wisata bahari tidak

hanya tergantung dari faktor sumberdaya alam saja, tetapi perlu memperhitungkan faktor lain

yang tidak kalah pentingnya seperti penyediaan fasilitas, aksesibilitas, keamanan dan sikap

masyarakat sekitarnya dalam menerima kedatangan pengunjung.

G. Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Budidaya Belum Optimal

Salah satu permasalahan yang menonjol di perairan Teluk Lampung dalam kegiatan

perikanan tangkap adalah semakin berkurangnya areal penangkapan. Hal ini juga terjadi di

sekitar perairan pantai di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada Penyebab

berkurangnya areal penangkapan ikan tersebut antara lain karena adanya alokasi ekslusif

perairan untuk usaha budidaya kerang mutiara (di perairan laut sekitar Desa Hurun dan

Tanjung Putus) dan adanya kawasan TNI AL. Namun demikian, menurut Pemerintah Propinsi

Lampung (2002) pengawasan yang ketat akibat alokasi ekslusif untuk budidaya mutiara dan

TNI AL dapat menyelamatkan terumbu karang dari kehancuran akibat pemboman ikan dan

penggunaan racun potas. Terumbu Karang yang masih baik ini mendukung pertambahan

populasi ikan di perairan tersebut.

Usaha budidaya perikanan di wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin yang telah

berkembang pesat adalah tambak udang yang dioperasikan dalam skala semi intensif dan

tradisional. Umumnya pemilik tambak udang yang dioperasikan secara semi intensif adalah

pengusaha yang tinggal di Kota Bandar Lampung, dan bukan masyarakat setempat.

Budidaya tiram mutiara telah berkembang dengan baik di Teluk Hurun (Desa Hurun),

Tanjung Putus, dan Pulau Legundi. Budidaya tiram mutiara ini dilakukan oleh PMA Jepang,

yaitu PT Hikari dan PT Kyoko Shinju, dan banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

14

Page 15: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

sekitarnya. Sayangnya, sampai saat ini tidak ada pengusaha lokal yang mengembangkan usaha

budidaya tiram mutiara karena keterbatasan tingkat pengetahuan dan teknologi yang belum

dikuasai sepenuhnya.

Budidaya rumput laut juga telah berkembang dengan baik di sekitar perairan pantai

Ringgung (Desa Sidodadi), Ketapang (Desa Durian), Pulau Tegal, Bawang, Tanjung Putus, dan

Sukajaya yang dilakukan oleh masyarakat setempat dengan sistem rakit. Perkembangan

budidaya rumput laut ini tidak terlepas dari peran Balai Budidaya Laut (BBL). Namun

demikian, saat ini masyarakat tidak begitu antusias melakukan budidaya rumput laut

dikarenakan harga jual yang rendah.

Budidaya ikan kerapu sistem keramba jaring apung (KJA) oleh beberapa pengusaha dan

masyarakat telah dilakukan sejak tahun 2001 di perairan pantai Ringgung, Pulau Tegal,

Tanjung Putus, Pulau Puhawang, Pulau Balak, dan Pulau Legundi yang melibatkan BBL,

Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Universitas Lampung. Beberapa kendala yang dihadapi

dalam budidaya ikan kerapu antara lain survival rate (SR) yang rendah akibat serangan

penyakit. Diduga menurunnya kualitas air di sekitar lokasi budidaya tersebut akibat limbah

yang berasal dari tambak udang turut berperan menyebabkan kematian pada ikan kerapu yang

dipelihara.

H. Rawan Longsor dan Banjir

Beberapa desa di Kecamatan Padang Cermin, seperti Gebang, Durian, Sanggi dan

Padang Cermin rawan banjir dan longsor. Banjir hampir dialami setiap tahun, terutama jika

curah hujan cukup tinggi. Bencana alam ini disebabkan aktivitas penduduk yang telah

mengkonversi daerah hutan dan perbukitan menjadi areal pertanian yang luas. Di beberapa

tempat dapat dijumpai lahan pertanian yang berada pada lereng dengan kecuraman yang cukup

berbahaya dan potensial untuk menimbulkan tanah longsor.

Pada tahun 1986 terjadi banjir yang cukup besar. Sungai-sungai yang berpotensi

menimbulkan banjir antara lain adalah Way Sabu (Desa Gebang) dan Way Ratai. Akibat

rusaknya kawasan hutan di bagian hulu menyebabkan air melimpah pada kedua sungai tersebut

saat curah hujan tinggi. Aliran air akan terhambat menuju pelimpasan di muara sungai jika

terjadi pasang laut, sehingga terjadi banjir yang menggenangi daerah yang dilalui oleh sungai

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

15

Page 16: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

tersebut. Daerah yang mengalami genangan air yang cukup tinggi saat meluapnya air sungai

Way Ratai adalah Desa Padang Cermin.

I. Berkurangnya Lahan Akibat Pengembangan Lantama TNI AL

Rencana pengembangan Lantama TNI AL telah membebaskan sejumlah lahan yang

cukup potensial untuk kegiatan pertanian di daerah pesisir Kecamatan Padang Cermin dan

Punduh Pidada. Selain itu, di beberapa daerah perairan laut juga terdapat kawasan terbatas

yang menyebabkan berkurangnya areal mencari ikan bagi nelayan setempat.

Menurut BPPT-PSL UNILA (1991), kawasan militer yang terdapat di Kecamatan

Padang Cermin mencapai luas wilayah 22.631 ha, yang terdiri dari kawasan inti sampai dengan

buffer zone seluas 7.429 ha dan 14.270 ha berupa kawasan lindung di sepanjang pantai Padang

Cermin dari Desa Batu Menyan hingga Desa Pidada. Koordinat geografis lokasi

pengembangan Lantama TNI AL ini terletak pada posisi 05°34’22’’ LS dan 105°12’10’’ BT.

Kawasan ini sebagian besar adalah daerah perbukitan dengan ketinggian antara 150-600 m.

Daerah datar pada umumnya terletak di sekitar muara sungai-sungai besar yang melintasi

kawasan lantama, yaitu Way Sabu dan Way Ratai. Desa-desa yang termasuk dalam kawasan

ini adalah: Desa Puhawang, Hanura, Maja, Penyandingan, Banding Agung, Sukajaya Pedada,

Rusaba, Kota Jawa, Baturaja, Paya, Tambangan, Hanau Berak, dan Desa Banjarsari.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Karakteristik biofisik perairan pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada

sangat bervariasi, dan pada umumnya memiliki potensi untuk pengembangan kegiatan

perikanan, pariwisata bahari, ataupun sektor kelautan lainnya. Di beberapa lokasi kondisi

biofisik perairan masih dalam keadaan baik, sedangkan di tempat lainnya mengalami

degradasi.

Beberapa permasalahan yang menjadi isu pokok dalam pengembangan kawasan pesisir

Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada adalah: rendahnya kualitas sumberdaya

manusia, rendahnya penaatan dan penegakan hukum, belum adanya penataan ruang wilayah

pesisir, degradasi habitat, pencemaran wilayah pesisir, rawan longsor dan banjir, potensi

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

16

Page 17: Biofisik Dan Permasalahan Pesisir Kecamatan Padang Cermin Dan Punduh Pidada Lampung Selatan

perikanan dan pariwisata bahari belum dikembangkan secara optimal, dan berkurangnya lahan

akibat pengembangan Lantama TNI AL.

4.2 Saran

Dalam rangka mengoptimalkan pengembangan kawasan pesisir Kecamatan Padang

Cermin dan Punduh Pidada sebaiknya pemerintah daerah, terutama Pemerintah Kabupaten

Lampung Selatan, dapat menyusun program pembangunan yang berkelanjutan dengan

mempertimbangkan kondisi biofisik pesisir setempat serta memprioritaskan penangangan

untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

BPPT-PSL UNILA. 1989. Studi Amdal di Kawasan Pangkalan Utama TNI AL Teluk Ratai dan Daerah Sekitarnya. Proyek Perencanaan Lantama TNI AL Teluk Ratai. Jakarta.

CRMP. 1998. Status Mangrove dan Terumbu Karang di Lampung. Proyek Pesisir

Publication. Tec. Report TE-99/11-I. CRC-URI. Jakarta. Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. 1999. Kabupaten Lampung Selatan Dalam Angka

Tahun 1999. Kalianda. Pemerintah Propinsi Lampung. 2002. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Cetakan

ke-2. Bekerjasama dengan Proyek Pesisir PKSPL IPB. Bandar Lampung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. 2000. Hasil Pelaksanaan Pekerjaan

Kerjasama Penelitian Terpadu Tentang Ekspedisi Teluk Lampung. P3O LIPI. Jakarta. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan

17