Bio Pest is Ida
-
Upload
rizki-hardiansyah -
Category
Documents
-
view
255 -
download
2
Transcript of Bio Pest is Ida
BIOPESTISIDA
PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
FADLI RAHMAN
T. RIZKI HARDIANSYAH
PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERKEBUNAN
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN
AGRIBISNIS PERKEBUNAN
MEDAN 2011
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Meningkatnya konsumsi makanan organik telah menciptakan tuntutan akan
kebutuhan herbisida dan insektisida alami yang dapat digunakan untuk merawat tanaman
yang berlabel organik.
Pestisida alami merupakan pemecahan jangka pendek untuk mengatasi masalah
OPT. Pestisida alami harus menjadi bagian dari sistem pengendalian OPT terpadu, dan
hanya digunakan bila diperlukan (tidak digunakan jika tidak terdapat OPT yang merusak
tanaman)..
Biopestisida adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari bahan hidup..
Biopestisida sekarang mulai diminati karena harga pestisida kimia yang mahal. Selain itu
pestisida kimia dapat menyebabkan kekebalan terhadap hama dan menimbulkan
pencemaran lingkungan.
BIOPESTISIDA
Pengertian Biopestisida
Biopestisida dapat diartikan sebagaimana semua bahan hayati, baik berupa tanaman,
hewan, mikroba, atau protozoa yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama dan
penyakit pada tanaman.
Pestisida alami merupakan pemecahan jangka pendek untuk mengatasi masalah
OPT.Pestisida nabati bersifat ramah lingkungan karena bahan ini mudah terdegradasi di
alam, sehingga aman bagi manusia maupun lingkungan. Selain itu pestisida nabati juga
tidak akan mengakibatkan resurjensi maupun dampak samping lainnya, justru dapat
menyelamatkan musuh musuh alami.
Biopestisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri
patogen, virus dan jamur. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis
insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi
(mikroorganisme pengendali jamur). Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida dan
herbisida biologi telah banyak diteliti, tetapi belum banyak dipakai.
Biopestisida didapatkan dari tumbuh-tumbuhan, mikroba, atau material alami
lainnya yang terbukti lebih aman bagi manusia dan lingkungan.
Sumber Biopestisida
Berdasarkan asalnya, biopestisida dapat dibedakan menjadi dua yakni pestisida
nabati dan pestisida hayati. Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari
tanaman baik dari daun, buah, biji atau akar yang senyawa atau metabolit sekunder dan
memiliki sifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu. Pestisida nabati pada umumnya
digunakan untuk mengendalikan hama (bersifat insektisidal) maupun penyakit (bersifat
bakterisidal).
Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun, bunga, buah,
biji, kulit, dan batang yang mempunyai kelompok metabolit sekunder atau senyawa bioaktif
(Anonim, 1994). Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang
dapat membunuh, menarik, atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan
racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu
siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah perilaku serangga.
Sedangkan Pestisida hayati adalah pemanfaatan musuh alami untuk mengendalikan
serangga hama atau penggunaan agens antagonis untuk mengendalikan patogen tanaman.
Pengendalian hayati merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja dengan
memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan
populasi hama. Pengendalian hayati pada dasarnya adalah usaha untuk memanfaatkan dan
menggunakan musuh alami sebagai pengendali populasi hama yang merugikan. Pengendalian
hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang
pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami dalam
fungsinya sebagai pengendali hama bekerja secara tergantung kepadatan, sehingga keefektifannya
ditentukan pula oleh kehidupan dan perkembangan hama yang bersangkutan. Ketersediaan
lingkungan yang cocok bagi perkembangan musuh alami merupakan prasarat akan keberhasilan
pengendalian hayati.
Jenis-jenis Biopestisida
Jenis-jenis biopestisida, antara lain :
1. Insektisida biologi (Bioinsektisida)
Berasal dari mikroba atau ekstrak tumbuhan yang digunakan sebagai insektisida.
Mikroorganisme ataupun ekstrak tumbuhan yang menyebabkan penyakit pada serangga
tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap hewan-hewan lainnya maupun tumbuhan.
Jenis mikroba ataupun ekstrak tumbuhan yang akan digunakan sebagai insektisida harus
mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang serangga yang menjadi sasaran dan
tidak pada jenis-jenis lainnya
Jenis insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal
dari protozoa, Nosema locustae, yang telah dikembangkan untuk
membasmi belalang dan jengkerik. Nama dagangnya ialah NOLOC,
Hopper Stopper.
Cacing yang pertama kali didaftarkan sebagai insektisida ialah Neoplectana
carpocapsae, yang diperdagangkan dengan nama Spear, Saf-T-Shield. Insektisida ini
digunakan untuk membunuh semua bentuk rayap (Sastroutomo, 1992).
Ekstrak daun pepaya memiliki beberapa manfaat, antara lain:
dapat digunakan untuk mencegah hama seperti aphid, rayap, hama
kecil, dan ulat bulu serta berbagai jenis serangga
Ekstak tembakau memiliki khasiat untuk mengendalikan segala jenis ulat pemakan
daun. Penelitian mengatakan kandungan minyak dalam nikotin sangat
beracun untuk segala jenis ulat pemakan daun. Minyak nikotin yang
berasal dari tembakau didapatkan setelah tembakau tersebut direbus
dalam tungku dengan suhu 900 F. Namun, pengaplikasian terakhir
mengatakan bahwa ekstrak tembakau tanpa perebusan untuk mendapatkan minyak nikotin
tersebut juga dapat mengendalikan hama ulat pemakan daun.
Mimba, terutama dalam biji dan daunnya
mengandung beberapa komponen dari produksi metabolit
sekunder yang diduga sangat bermanfaat, baik dalam bidang
pertanian (pestisida dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan
obat-obatan) Beberapa diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan
nimbidin (Ruskin, 1993). Mimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengganggu
hama pada proses makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya (Senrayan, 1997).
Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat
kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa
serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan
dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi
dewasa. Biasanya kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian (Chiu,
1988).
Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (anti-feedant) yang mengakibatkan
daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri belum mati. Oleh
karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari mimba, seringkali hamanya tidak mati
seketika setelah disemprot (knock down), namun memerlukan beberapa hari untuk mati,
biasanya 4-5 hari. Namun demikian, hama yang telah disemprot tersebut daya rusaknya
sudah sangat menurun, karena dalam keadaan sakit (Ruskin, 1993).
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan serangga
hama enggan mendekati zat tersebut. Suatu kasus terjadi ketika belalang Schistocerca
gregaria menyerang tanaman di Afrika, semua jenis tanaman terserang belalang, kecuali
satu jenis tanaman, yaitu mimba (Sudarmadji, 1999). Mimbapun dapat merubah tingkah
laku serangga, khususnya belalang (insect behavior) yang tadinya bersifat migrasi,
bergerombol dan merusak menjadi bersifat solitair yang bersifat tidak merusak (informasi
lisan Prof. K. Untung).
Nimbin dan nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus,
bakterisida, fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam mengendalikan penyakit
tanaman (Ruskin, 1993). Tidak terbatas hal itu, bahan-bahan ini sering digunakan dan
dipercaya masyarakat sebagai obat tradisional yang mampu menyembuhkan segala jenis
penyakit pada manusia (Kardinan dan Taryono, 2003).
2. Herbisida biologi (Bioherbisida)
Masih belum ditemukan virus, bakteri atau mikroorganisme lain
yang dapat mengendalikan gulma secara efektif. Hingga saat ini,
pengendalian hayati yang dilakukan untuk menekan pertumbuhan
gulma di perkebunan kelapa sawit masih menggunakan tanaman
kacangan yang berfungsi tidak hanya menekan pertumbuhan gulma
namun juga menjaga kelembaban tanah serta fiksasi-N yang
bermanfaat untuk tanaman utama. Adapun jenis tanaman kacangan
yang marak digunakan pada saat ini adalah jenis Mucuna Bracteata.
3. Fungisida biologi (Biofungisida)
Biofungisida menyediakan alternatif yang dipakai untuk mengendalikan penyakit
jamur. Beberapa biofungisida yang telah digunakan adalah MARFU-P merupakan
biofungisida berbentuk tepung berwarna hijau yang mengandung bahan aktif konidioa dan
klamidospora Trichoderma koningii. MARFU-P ™ berfungsi untuk mengendalikan
penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) yang disebabkan oleh Ganoderma boninense pada
tanaman kelapa sawit dan juga dianjurkan untuk tindakan preventif.
Cara kerja marfu-p
Trichoderma koningii merupakan agens antagonis Ganoderma
boninense yang bersifak saprofitik kosmopolitan. Selain sebagai
kompetitor ruang dan bahan makanan organik, T. koningii juga mampu
menghancurkan miselium Ganoderma dengan melilit miselium G.
boninense (mikro-parasitik) diikuti dengan mengeluarkan enzim kitinase dan glukanase.
Trichoderma koningii juga memproduksi antibiotik sehingga memperkuat daya saingnya
terhadap Ganoderma. Selanjutnya, T. koningii akan tumbuh dan berkembang pada sisa-sisa
akar kelapa sawit terinfeksi G. boninense yang pada akhirnya akan melindungi akar kelapa
sawit baru.
Selain Marfu-p, Biofungisida lain yang dapat digunakan untuk pencegahan
penyakit ganoderma ada trichoderma sp.
Manfaat Biopestisida
Sesuai dengan namanya, biopestisida digunakan untuk mengendalikan hama dan
penyakit pada tanaman. Namun, manfaat biopestisida berbagai macam sesuai dengan
bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan biopestisida yang
diinginkan.
Penggunaannya memberikan banyak manfaat. Selain efektif mengendalikan hama
dan penyakit, ternyata terbukti dapat meningkatkan hasil panen, Penggunaan Biopestisida
pun umumnya lebih efektif pada dosis rendah dan cepat terurai sehingga pemaparannya
lebih rendah dan terhindar dari masalah pencemaran. Lain hanya pestisida kimia yang
sering kali menimbulkan dampak residu.
Selain dapat mencegah hama dan penyakit pada tanaman, biopestisida juga dapat
memberi manfaat pada lingkungan, sehingga lingkungan dapat menjadi lebih sehat dengan
adanya pemanfaatan lingkungan secara maksimal tanpa bahan kimia.
Kelebihan dan Kekurangan Biopestisida
Secara umum, adapun beberapa keunggulan dari pestisida alami, antara lain:
· Jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan
lingkungan (ramah lingkungan).
· Relatif aman bagi manusia dan ternak karena residunya mudah hilang.
· Dapat membunuh atau mengendalikan hama / penyakit
- Lebih mudah dan murah diterapkan karena tidak memerlukan peralatan aplikasi yang
mahal seperti halnya aplikasi pestisida kimia.
· Bahan yang digunakan pun tidak sulit untuk dijumpai.
· Dosis yang digunakan pun tidak terlalu mengikat dan beresiko dibandingkan dengan
penggunaan pestisida sintesis. Untuk mengukur tingkat keefektifan dosis yang digunakan,
dapat dilakukan eksperimen dan sesuai dengan pengalaman pengguna. Jika satu saat dosis
yang digunakan tidak mempunyai pengaruh, dapat ditingkatkan hingga terlihat hasilnya.
Karena penggunaan pestisida alami relatif aman dalam dosis tinggi sekali pun, maka
sebanyak apapun yang diberikan tanaman sangat jarang ditemukan tanaman mati. Yang ada
hanya kesalahan teknis, seperti tanaman yang menyukai media kering, karena terlalu sering
disiram dan lembab, malah akan memacu munculnya jamur. Kuncinya adalah aplikasi
dengan dosis yang diamati dengan perlakuan sesuai dengan karakteristik dan kondisi ideal
tumbuh untuk tanamannya.
Adapun kekurangan dari biopestisida adalah:
1. Daya kerjanya relative lambat.
2. Tidak langsung membunuh hama sasaran sehingga perlu berkali-kali penyemprotan.
3. Tidak tahan sinar matahari.
4. Tidak tahan simpan.
5. Keterbatasan produksi, mode of action yang lambat dan inang yang relatif spesifik.
Kendala dalam Membuat Biopestisida
Sebagai bahan alami yang ramah lingkungan, biopestisida juga memiliki kendala dalam
pembuatannya seperti:
1. Kurangnya pemahaman tentang biopestisida
Sosialisasi mengenai pertanian organik relatif minim
Kesimpulan
1. Biopestisida dapat diartikan sebagaimana semua bahan hayati, baik berupa tanaman,
hewan, mikroba, atau protozoa yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama
dan penyakit pada tanaman
2. Biopestisida didapatkan dari tumbuh-tumbuhan, mikroba, atau material alami
lainnya yang terbukti lebih aman bagi manusia dan lingkungan
3. Jenis-jenis biopestisida, antara lain, Bioinsektisida, Bioherbisida, Biofungisida
4. Secara umum, adapun beberapa keunggulan dari pestisida alami, antara lain:
· Jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak
mencemarkan lingkungan (ramah lingkungan).
· Relatif aman bagi manusia dan ternak karena residunya mudah hilang.
· Dapat membunuh atau mengendalikan hama / penyakit
- Lebih mudah dan murah diterapkan karena tidak memerlukan peralatan aplikasi
yang mahal seperti halnya aplikasi pestisida kimia
5. Adapun kekurangan dari biopestisida adalah:
1. Daya kerjanya relative lambat.
2. Tidak langsung membunuh hama sasaran sehingga perlu berkali-kali
penyemprotan.
3. Tidak tahan sinar matahari.
4. Tidak tahan simpan.
5. Keterbatasan produksi, mode of action yang lambat dan inang yang relatif
spesifik.
6. Sebagai bahan alami yang ramah lingkungan, biopestisida juga memiliki kendala
dalam pembuatannya seperti:
1. Kurangnya pemahaman tentang biopestisida
Sosialisasi mengenai pertanian organik relatif minim
DAFTAR PUSTAKA
http://bptsitubondo.wordpress.com/2008/06/05/mimba-azadirachta-indica-ajuss-
bag-i/
http://goorganic-2010.blogspot.com/2009/12/pestisida-hayati.html
http://nelsonsimanjuntak.blogspot.com/2010/06/meningkatnya-konsumsi-makanan-
organik.html
Kumpulan Materi Departmen Litbang Senat Mahasiswa STIPAP