Analisis Kelayakan Perencanaan Program Pengusahaan Krisan di ...
BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. … · harga alat, ... dalam teks dan dicantumkan...
Transcript of BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. … · harga alat, ... dalam teks dan dicantumkan...
BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI
DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER
Sektor : PELALAWAN
DESLIANA SIDABUTAR
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
Desliana Sidabutar.E24050075. Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri di
PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Sektor Pelalawan. Dibawah bimbingan Ir. E.
G. Togu Manurung, MS, Ph.D.
Hutan Tanaman Industri dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. HTI direncanakan mampu
menggantikan peran utama hutan alam dalam menyediakan kebutuhan bahan
baku kayu bagi industri perkayuan di Indonesia. Hal ini terjadi karena potensi
kayu yang berasal dari hutan alam produksi semakin menurun dari tahun ke tahun
(Manurung 1999). Hutan tanaman industri saat ini berkembang karena dapat
menyediakan bahan baku kayu untuk industri kehutanan Indonesia. Pembangunan
HTI memerlukan biaya yang cukup besar dan berjangka waktu lama. Biaya-biaya
ini dibutuhkan untuk pembangunan HTI mulai dari biaya perencanaan hingga
biaya pemanenan kayu. Umumnya penelitian tersebut menggunakan data
sekunder. Penelitian ini mempelajari salah satu aspek biaya pengusahaan HTI
khususnya pembiayaan melalui pengukuran dan wawancara secara langsung
setiap kegiatan di lapangan (data primer).
Penelitian ini dilakukan di HTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Sektor
Pelalawan Propinsi Riau dari tanggal 27 April – 27 Mei 2009. Jenis tanaman yang
dikembangkan adalah Acacia crassicarpa. Data primer meliputi jenis, jumlah,
harga alat, prestasi kerja dari tenaga kerja, serta jumlah material yang diperlukan
dalam kegiatan pengusahaan HTI di lapangan. Data sekunder meliputi biaya-biaya
kegiatan penunjang HTI, realisasi tebangan, kondisi umum dan indikator ekonomi
yang diperoleh dengan cara mengutip arsip perusahaan atau literatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya pengusahaan HTI
berdasarkan harga konstan tahun 2000 untuk kegiatan teknis (pengadaan bibit,
penanaman, pemeliharaan, perlindungan hutan dan pemanenan kayu) sebesar Rp
14.745.990 atau sebesar Rp105.328,50 /m3 (USD 12,51/m
3). Biaya kegiatan
penunjang berdasarkan harga konstan tahun 2000 (perencanaan, pembangunan
sarana dan prasarana, administrasi dan umum, diklat dan litbang, kewajiban
kepada negara, kewajiban kepada lingkungan sosial serta penilaian HTI) sebesar
Rp 3.201.554 per hektar atau Rp 25.012,68 (USD 2.97) per m3. Biaya total
pengusahaan HTI sebesar Rp 17.940.990/ha atau Rp 127.850 (USD 15,18) per m3.
Harga jual kayu Acacia crassicarpa sebesar Rp 204.000 per m3 atau USD 24,22
per m3 (harga konstan tahun 2000). Keuntungan kotor PT RAPP sektor Pelalawan
sebesar Rp 76.150 atau USD 9,04 per m3.
Kata kunci : HTI, biaya, harga konstan, data primer, data sekunder
BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI
DI PT RIAU ANDALAN PULP AND PAPER
Sektor : PELALAWAN
OLEH
DESLIANA SIDABUTAR
E24050075
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kehutanan
Pada
Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Skripsi : Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri PT.Riau Andalan
Pulp and Paper Sektor Pelalawan
Nama : Desliana Sidabutar
NRP : E24050075
Departemen : Hasil Hutan
Menyetujui :
Dosen Pembimbing
Ir.E,G.Togu Manurung, MS., Ph.D.
NIP : 19621107 1987031 001
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan
Inst itut Pertanian Bogor
Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr
NIP : 19611126 198601 1001
Tanggal lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Biaya Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri PT.Riau Andalan Pulp and Paper Sektor Pelalawan”
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan komisi
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Desliana Sidabutar
NRP E24050075
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tomok (Samosir)-Sumatra Utara pada tanggal 14
November 1986 dari ayah Arbin Sidabutar dan Ibu Nurmaulina Manik.
Tahun 1993-1999 penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar di SD
Negeri 174604 Tomok-Samosir. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ditempuh
pada tahun 1999-2002 di SLTP Negeri I Simanindo dan melanjutkan ke Sekolah
Menengah Umum di SMU Swasta RK. Budi Mulia Pematang Siantar pada tahun
2002-2005.
Penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) pada tahun 2005. Selanjutnya masuk Fakultas Kehutanan departemen
Hasil Hutan pada tahun 2006.
Selama pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis mengikuti Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2007. Praktek tersebut
dilaksanakan di Hutan Mangrove-Indramayu dan Gunung Cermai-Kuningan. Pada
tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat. Pada tanggal 24 Februari -24 April 2009, penulis
melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT. Riau Andalan Pulp and Paper,
Pangkalan Kerinci, Riau. Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan
Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan (Himasiltan).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Institut Pertanian Bogor, Penulis menyusun sebuah skripsi dengan judul “ Biaya
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Sektor
Pelalawan” dibimbing oleh Ir. E.G.Togu Manurung, MS,Ph.D.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan
Yesus Kristus atas segala kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Biaya Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Sektor Pelalawan”. Tujuan
skripsi ini adalah untuk mengetahui besarnya biaya aktual pembangunan Hutan
Tanaman Industri yang didasarkan pada prestasi kerja aktual di lapangan.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan studi
pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D atas kesabaran dan keikhlasan
dalam memberikan bimbingan ilmu dan nasehat kepada penulis.
2. Bapak Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS, Ph.D yang telah memberikan
bimbingan dan pengajaran kepada penulis.
3. Bapak Dr.Supriyanto, Bapak Ir.Nandi Kosmaryandi, M.Sc, dan Ibu Dra.
Sri Rahaju, M.Si selaku dosen penguji penulis pada ujian komprehensif,
atas nasehat dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
4. Manajemen PT. RAPP yang telah memberikan izin kepada penulis
sehingga dapat melaksanakan penelitian di PT. RAPP.
5. Manajer Estate Pelalawan, Bapak Noor Fuad dan seluruh karyawan sektor
Pelalawan atas bantuan kepada penulis selama di lapangan.
6. Ayahanda dan ibunda tercinta serta seluruh keluarga penulis yang telah
memberikan nasehat, waktu, doa, semangat, dorongan,dan kasih sayang
kepada penulis.
7. Bang Nando, Erwin, Putri, Mince, dan Olive buat dukungan nya
8. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
9. Bapak Robby, selaku pembimbing penulis selama di lapangan.
10. Pak Stefanus, Pak Halim, Pak Hasan, Pak Turnip,Pak Sapril, Ka
Martiningsih, Pak Sembiring, Pak Asur, Pak Asep, Ka Rizki, Ka Yanti, Ka
Ami, Ka Febi dan semua karyawan yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
11. Bang Darwin dan Ka Riris buat bantuan dan perhatian yang diberikan
kepada penulis selama di lapangan.
12. Teman satu bimbingan penulis : Margareth dan Nila
13. Teman-teman THH angkatan 42: Vera, Novi, Ani, Roro, Iie, Evelin, Nia,
Amel, Ratu, Opik, Alex, Stefi, Rita, Rentry, basecamp’ers, dan teman
mahasiswa THH 42 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
14. Ka Darius, Ka ruddy,ka Yuli, KaYongki, Ka Shinta, Shooter Bogor,
HIKERS, dan semua GKKD crew.
15. Saudara PA penulis : Ka Sherly, Stevy, Citra dan Eka buat semua
dukungan dan kasih sayang serta kenangan indah selama bersama.
16. Sahabat-sahabatku : Dita,Vera, Ida, Margareth, Vera, Novi, Febri, Niken,
Leni, Data, Buyung dan Sondang.
17. Ka Azis, Ka Sherly, Ka ida, Ka Agustinus, Ka Agus bali,Ka Tities, Ka
Eles, Ka Tera, Ka Prawira.
18. Adik-adik pelayananku : Gladis, Amer, Fani, Rona, Rifal, Nathanael,
Dumas, Santoni, Zeny, Nova, Seri, Pipit, Sandro, Maju, Melisa, dan semua
adik-adik Youth of Nation Ministry yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
19. Teman-teman se-kostku: Ida, sondang,Mei, Ruth,Thea, Sella, Arni, Metha,
Nia, Desri, Swinda, Debora, fani, Amer, dan Gladis.
20. Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB.
21. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dan pelaksanaan penelitian
ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan
penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkannya.
Bogor, September 2009
Desliana Teresha S
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP......................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL .................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vii
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1.3 Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 6
2.1 Hutan Tanaman Industri .............................................................. 6
2.2 Tinjauan Pembiayaan Pengusahaan HTI ..................................... 13
III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 16
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 16
3.2 Jenis Data ..................................................................................... 16
3.3 Cara Pengumpulan Data .............................................................. 16
3.4 Metode Pengamatan Waktu Kerja .......................................... 16
3.5 Cara Perhitungan Biaya .......................................................... 18
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................... 21
4.1 Sejarah Perusahaan ...................................................................... 21
4.2 Luas, Letak Geografis,dan Administrasi ...................................... 25
4.3 Keadaan Lapangan ....................................................................... 26
4.4 Keadaan Sosial dan Ekonomi Masyarakat .................................... 27
4.5 Pendapatan Domestik Bruto ........................................................ 28
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 30
5.1 Kegiatan Pengusahaan ................................................................... 30
5.2 Biaya Pengusahaan ........................................................................ 45
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 53
6.1 Kesimpulan .................................................................................... 53
6.2 Saran .............................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 54
LAMPIRAN ................................................................................................ 57
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Proyeksi Konsumsi Kayu Bulat untuk Kayu Olahan (m3)
dengan Menggunakan Data Departemen Kehutanan .......................... 1
2. Perkembangan Produksi Kayu Bulat dan Kayu Olahan ..................... 2
3. Perkembangan HTI dari tajun 1995/96-2007..........................................3
4. Rekapitulasi Data Perkembangan Data Hutan Tanaman
Industri Tahun 2008 ............................................................................ 4
5. Tata Waktu Kegiatan Pengusahaan HTI ............................................. 12
6. Perhitungan Biaya Kegiatan Pengusahaan HTI .................................. 20
7. Luas dan Letak secara Geografis dan Administrasi Pemerintah ........ 24
8. Jumlah Penduduk, Agama, Mata Pencaharian, dan Fasilitas
Umum di Sekitar Areal sektor Pelalawan ............................................ 27
9. Pendapatan Domestik Bruto Provinsi Riau ………….....……........… 28
10. Prestasi Kerja Kegiatan Pengadaan Bibit secara Seedling .................. 34
11. Prestasi KerjaKegiatan Pengadaan Bibit secara Cutting ………....…. 35
12. Prestasi Kerja Kegiatan Penanaman .................................................... 37
13. Tabel Prestasi Kerja Kegiatan Pemeliharaan Tanaman ...................... 39
14. Prestasi Kerja Kegiatan Pemanenan Kayu .......................................... 44
15. Prestasi Kerja Kegiatan Pengusahaan HTI di PT.RAPP .................... 45
16. Biaya Pengusahaan HTI PT. RAPP Sektor Pelalawan
berdasarkan Jenis Biaya (Harga Tahun 2009) ................................... 46
17. Biaya Pengusahaan HTI PT.RAPP Sektor Pelalawan
berdasarkan Jenis Kegiatan (Harga Tahun 2009) .............................. 46
18. Biaya Tetap dan Biaya tidak Tetap Pengusahaan HTI PT.RAPP …... 47
19. Biaya Total Kegiatan Pengusahaan HTI (Harga Konstan 2000) ….... 50
20. Perbandingan Biaya Pengusahaan HTI PT. RAPP dan
HTI-HTI Lain serta Dephut (Harga Konstan Tahun 2000) ................ 51
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Perkembangan Produksi Kayu Bulat dan Olahan
1997/1998-2000 .................................................................................. 2
2. Perkembangan HTI dari tajun 1995/96-2007..........................................3
3. Kondisi Bibit yang akan Dipindahkan ke Rooting Area ……............ 32
4. Proses Penyaradan pada Manual Ongkak ........................................... 42
5. Proses Barging pada Canal ................................................................. 43
6. Proses Hauling pada Sektor Pelalawan .............................................. 44
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Peralatan Lapangan Kegiatan Pengadaan Bibit, Penanaman,
Perlindungan, dan Pemanenan ............................................................. 58
2. Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Kegiatan Pengadaan Bibit,
Penanaman, Perlindungan, dan Pemanenan ......................................... 63
3. Perhitungan Biaya Material Lapangan Kegiatan Pengadaan
Bibit, Penanaman, Perlindungan, dan Pemanenan ............................... 66
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri pulp dan kertas merupakan industri yang berkembang pesat saat ini.
Hal ini didukung dengan permintaan akan kertas yang terus meningkat dari tahun
ke tahun yang mengakibatkan permintaan akan kayu untuk bahan baku pembuatan
kertas meningkat. Perkembangan industri tersebut akan menuntut tersedianya
bahan baku yang mencukupi dan daya dukung lingkungan sekitarnya. Konsumsi
kayu bulat untuk industri pulp juga mengalami peningkatan, sehingga dibutuhkan
kayu bulat untuk pembuatan pulp dan kertas dalam jumlah yang besar. Proyeksi
konsumsi kayu bulat untuk kayu olahan berdasarkan trend yang dihitung dengan
menggunakan data Departemen Kehutanan disajikan pada Tabel 1. Selain industri
pulp dan kertas, industri kehutanan yang lain juga membutuhkan bahan baku
kayu. Perkembangan kayu bulat dan kayu olahan disajikan pada Tabel 2 dan
Gambar 1.
Tabel 1. Proyeksi konsumsi kayu bulat untuk kayu olahan (m3) dengan
menggunakan data Departemen Kehutanan
Sumber: Departemen Kehutanan 2007
Kondisi yang umum terjadi di Indonesia adalah kapasitas industri kurang
mampu diimbangi ketersediaan bahan baku dan daya dukung lingkungan.
Kelangkaan bahan baku telah mengancam perkembangan industri khususnya yang
menggunakan bahan baku kayu. Kapasitas produksi yang besar dan industri
pengolahan kayu yang beraneka ragam tidak seimbang dengan daya dukung hutan
alam Indonesia. Beberapa faktor dominan yang menyebabkan tidak seimbangnya
Th Plywood Sawn
Timber
Block
Board
Veneer Chip
Wood
Pulp Total
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
7.734.002
6.893.828
6.144.925
5.477.379
4.882.350
4.351.962
3.879.192
3.457.781
3.082.149
2.747.323
1.537.224
2.995.198
5.496.467
9.219.968
14.344.641
21.049.426
29.513.260
39.915.085
52.433.838
67.248.459
230.658
280.878
345.307
423.943
516.787
623.838
745.098
880.564
1.030.239
1.194.121
577.800
572.399
567.809
563.862
560.430
557.420
554.757
552.386
550.260
548.344
258.145
287.617
322.573
363.014
408.939
460.349
517.243
579.622
647.486
720.833
14.600.572
16.878.465
19.380.602
22.106.981
25.057.604
28.232.469
31.631.578
35.254.930
39.102.525
43.174.363
24.938.400
27.908.385
32.257.683
38.155.147
45.770.751
55.275.464
66.841.129
80.640.368
96.846.497
115.633.444
antara pasokan dan permintaan kayu antara lain adalah menurunnya potensi
produksi hutan alam yang diakibatkan oleh menyusutnya hutan perawan (virgin
forest) dan meningkatnya luas areal bekas tebang (Prahasto, 2001).
Tabel 2. Perkembangan produksi kayu bulat dan olahan 1997/1998-2007
Sumber : Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2008
Gambar 1. Perkembangan produksi kayu bulat dan olahan 1997/1998-2000
Sumber: Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2008
Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap kayu dari
hutan alam adalah dengan pembangunan hutan tanaman industri (HTI). Hutan
tanaman industri dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan
produksi dengan menerapkan sistem silvikultur untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku industri hasil hutan. Perkembangan pembangunan HTI disajikan pada Tabel
3 dan Gambar 2.
Tabel 3. Pembangunan HTI dari tahun 1989/1990-2007
Sumber : Ekskutif data strategis Dephut tahun 2008
Gambar 2. Pembangunan hutan tanaman industri tahun 1995/96-2007
Sumber : Ekskutif data strategis Dephut tahun 2008
HTI direncanakan mampu menggantikan peran utama hutan alam dalam
menyediakan kebutuhan bahan baku kayu bagi industri perkayuan di Indonesia.
Hal ini terjadi karena potensi kayu yang berasal dari hutan alam produksi semakin
menurun dari tahun ke tahun (Manurung 1999). Hutan tanaman industri saat ini
berkembang karena dapat menyediakan bahan baku kayu untuk industri kehutanan
Indonesia. Rekapitulasi Data perkembangan Hutan Tanaman Industri tahun 2008
disajikan pada Tabel 4.
Pembangunan HTI diperlukan untuk menyediakan bahan baku kayu untuk
industri serta untuk mengatasi persoalan kehutanan yang bermuara pada
terciptanya kelestarian ekosistem lingkungan yang berkelanjutan pada peran sosial
ekonomi sumber daya hutan (Octofivtin 2004). Kegiatan pemenuhan kebutuhan
kayu bahan baku industri juga dikaitkan dengan kegiatan rehabilitasi kawasan
hutan yang tidak produktif dengan menggunakan jenis-jenis tanaman yang sesuai
untuk spesifikasi industri kehutanan antara lain jenis-jenis yang adaptif terhadap
lingkungan hutan alam tropis dengan karakteristik daur pendek (Iskandar et al.,
2003).
Tabel 4. Rekapitulasi data perkembangan tanaman HTI tahun 2008
NO KELOMPOK
USAHA
Luas Areal Jumlah Rencana Real Real Kum Real Kum
Kerja (Ha) (Unit) 2008 2008 s/d 2007 s/d 2008
1 BUMN
Tahap SK Definitif 298.307 6 5.311 - 155.814 155.814
Tahap SK
Sementara 346.380 9 - - 136.741 136.741
Tahap
Pencadangan - - - - 8.134 -
TOTAL 644.687 15 5.311 - 300.689 292.555
2 PATUNGAN
Tahap SK Definitif 2.732.655 68 106.903 72.295 1.389.362 1.461.657
Tahap SK
Sementara 180.100 19 - - 81.403 81.403
Tahap
Pencadangan - - - - 40.061 -
TOTAL 2.912.755 87 106.903 72.295 1.510.826 1.543.060
3 SWASTA MURNI
Tahap SK Definitif 4.414.038
486.276 233.168 1.800.232 2.045.357
Tahap SK
Sementara 34.880
423 - 23.914 11.956
Tahap
Pencadangan 1.787.635
- - 369.625 409.686
TOTAL 6.236.553
486.699 233.168 2.193.771 2.466.999
TOTAL (1+2+3)
9.793.995
598.913 305.463 4.005.285 4.310.748
Sumber : Departemen Kehutanan 2009
Pembangunan HTI memerlukan biaya yang cukup besar dan berjangka
waktu lama. Biaya-biaya ini dibutuhkan untuk pembangunan HTI mulai dari biaya
perencanaan hingga biaya pemanenan kayu. Perencanaan dan perhitungan biaya
yang tepat diperlukan mengingat pembiayaan ini dilaksanakan terhadap seluruh
komponen kegiatan pembangunan dan pengelolaannya.
Penelitian ini mempelajari aspek pembiayaan HTI melalui pengukuran dan
wawancara langsung setiap kegiatan pengusahaan HTI di PT. Riau Andalan Pulp
and Paper. Penelitian ini dilakukan di sektor Pelalawan dan mempunyai jenis
tanah gambut (Peatland).
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya biaya aktual
pembangunan HTI yang didasarkan pada prestasi kerja aktual di lapangan.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran informasi bagi pengusaha
HTI mengenai biaya-biaya aktual yang dikeluarkannya pada setiap tahap dan total
biaya pembangunan HTI. Bagi mahasiswa penelitian ini diharapkan dapat
menambah pemahaman mengenai persoalan dan pembangunan HTI khususnya
yang menyangkut pembiayaan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan dan Pengelolaa Hutan Tanaman Industri (HTI)
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi
hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya
untuk pembangunan, industri dan eksport. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
nomor 3 tahun 2008 jo Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, Hutan tanaman
industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan
produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan
potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka
memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Hutan tanaman ini
diperuntukkan guna memenuhi keperluan masyarakat, pembangunan, industri, dan
ekspor. Dalam hutan produksi, pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam
hutan tanaman dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai
dengan karakteristik sumberdaya hutan dan lingkungannya. Pemanfaatan hasil
hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman meliputi kegiatan penyiapan lahan,
pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan dan pemasaran.
Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI diutamakan pada kawasan hutan produksi
yang tidak produktif.
Dalam praktiknya di lapangan, pembangunan HTI bertujuan mendukung
upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas lingkungan pedalaman yang
berorientasi pada azas produktivitas, profitabilitas dan keseimbangan hasil. Secara
lebih luas, pembangunan HTI bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasokan
bahan baku industri perkayuan, peningkatan devisa negara, pengembangan pusat-
pusat pertumbuhan ekonomi negara/pedesaan, penyediaan kesempatan kerja, dan
kesempatan berusaha serta pelestarian manfaat sumberdaya hutan. Karena areal
HTI berhubungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan, kegiatan
pengusahaan HTI turut berperan aktif dalam kegiatan sehari-hari masyarakat.
Departemen Kehutanan (2004) menyebutkan bahwa untuk dapat
mengusahakan hutan tanaman industri diperlukan Hak Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri (HPHTI) yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan.
Berdasarkan keputusan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.4/Menhut-II/2009,
tentang Penyelesaian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara
dijelaskan bahwa, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada
Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang
selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
(HPHTI) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman
(IUPHHK-HT) adalah izin usaha untuk membangun hutan tanaman pada hutan
produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri.
Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri diberikan oleh Menteri
Kehutanan kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Swasta, dan
koperasi untuk mengusahakan hutan tanaman industri dalam jangka waktu
tertentu.
2.1.1 Kegiatan Pengusahaan HTI
Kegiatan pengusahaan HTI terdiri dari kegiatan pembangunan dan
kegiatan pengelolaan. Kegiatan pembangunan merupakan semua kegiatan dari
mulai perencanaan sampai dengan terbentuknya hutan tanaman industri dalam
satu atau dua unit kegiatan kelestarian produksi. Kegiatan pengelolaan merupakan
kegiatan mulai dari kegiatan penebangan pertama sampai dengan seterusnya
secara berulang. Sasaran dari kegiatan pembangunan adalah terciptanya tegakan
hutan tanaman industri dengan kondisi mendekati tegakan normal. Kondisi ini
perlu dicapai karena disamping untuk mewujudkan kelestarian hasil, juga
memungkinkan untuk pemanfaatan semua faktor penentu pertumbuhan yang
tersedia sehingga dicapai tingkat produktivitas dan profitabilitas yang tinggi.
Sedangkan sasaran dari kegiatan pengelolaan adalah diperolehnya hasil lestari
yang berkualitas tinggi. Menurut IPB (1988) dalam Octofivtin (2004), untuk
mencapai sasaran dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan tersebut, maka
perlu dilakukan kegiatan-kegiatan dengan tahapan sebagai berikut :
2.1.1.1 Penyusunan Rencana
Rencana yang disusun meliputi Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH)
dan Rencana Karya Tahunan (RKT). RKPH merupakan rencana yang memuat
seluruh kegiatan yang menunjang pembangunan dan pengelolaan HTI. Rencana
ini merupakan penjabaran dari kegiatan pembangunan HTI yang mempunyai
kejelasan : lokasi, jumlah tenaga kerja dan kualitasnya, jumlah sarana dan
prasarana yang dibutuhkan, jumlah biaya yang dibutuhkan, dan sistem
pelaksanaan (tata waktu). RKPH disusun paling lambat sebelum kegiatan
pembangunan dilaksanakan. RKT merupakan penjabaran secara mendetail
kegiatan-kegiatan (termasuk pembiayaannya) yang hendak dilaksanakan dalam
jangka waktu satu tahun. RKT disusun paling lambat satu tahun sebelum kegiatan
tahunan yang bersangkutan dilaksanakan.
2.1.1.2 Tata Batas
Kegiatan tata batas dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh
kepastian administratif, kewenangan maupun hukum, sehingga dalam pelaksanaan
pembangunan dan pemanfaatan areal tidak akan terjadi kesimpangsiuran
peruntukkan lahan. Kegiatan tata batas meliputi tata batas areal HTI dengan areal
bukan HTI (tata batas luar) dan tata batas peruntukan areal di dalam areal HTI
(tata batas dalam areal).
Tata batas luar dilaksanakan paling lambat lima tahun sesudah RKPH
pertama dilaksanakan. Pelaksanaan tata batas ini meliputi pekerjaan pembuatan
trace/rintis batas, pemancangan pal batas, pengukuran dan pemetaan batas serta
pengukuhan administrasi/hukum dari batas tersebut.
2.1.1.3 Penataan Hutan
Kegiatan penataan hutan bertujuan untuk menata areal ke dalam bagian-
bagian yang lebih kecil sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara efisien.
Kegiatan penataan hutan terdiri dari kegiatan penataan batas dan kegiatan
pembagian hutan. Kegiatan penataan batas merupakan kegiatan yang menyangkut
penentuan garis batas dan pemancangan pal batas terhadap areal hutan yang
hendak ditata. Sedangkan kegiatan pembagian hutan merupakan kegiatan yang
menyangkut pemisahan areal ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil yaitu
bagian hutan, petak, dan anak petak. Hasil dari kegiatan penataan batas dan
pembagian hutan perlu diproyeksikan diatas peta. Pelaksanaan dari kegiatan
penataan hutan akan diselesaikan dalam lima tahun pertama sesudah kegiatan
pembangunan dijalankan.
2.1.1.4 Pembukaan Wilayah Hutan
Kegiatan pembukaan hutan yang dimaksud disini adalah pembuatan
prasarana lalu lintas dengan tujuan agar semua areal HTI dapat dijangkau secara
mudah. Pembukaan wilayah dilaksanakan melalui pemanfaatan atau
pendayagunaan terhadap jalan-jalan yang sudah ada (dengan melakukan
perbaikan dan peningkatan mutu) dan pembuatan jalan-jalan baru.
Pembangunan jalan/alur hutan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan
tingkat keperluannya. Pada akhir daur pertama semua jalan, baik jalan utama
maupun penunjang harus sudah selesai dibangun.
2.1.1.5 Penanaman
Kegiatan penanaman merupakan kegiatan yang paling penting dalam tahap
pembangunan hutan. Penentuan luas tanaman dan lokasi penanaman pada setiap
tahunnya perlu dilakukan dengan cermat sehingga pada akhir daur pertama dapat
terwujud suatu tegakan dengan struktur kelas umur mendekati normal. Dengan
memperhatikan prinsip kelestarian maka luas penebangan diusahakan sama
dengan luas penanaman. Luas tebangan atau luas tanaman pada setiap tahunnya
besarnya sama dengan luas areal tanaman total dibagi daur.
Pada tahap pembangunan (daur pertama) belum ada kegiatan penebangan
tanaman pokok, yang ada hanya kegiatan penanaman dan
pemeliharaan/penjarangan. Selisih waktu penyelesaian dengan akhir daur dapat
dipergunakan untuk melakukan pemugaran tanaman atau melakukan pengaturan
struktur tegakan.
Kegiatan penanaman merupakan suatu rangkaian kegiatan yang diawali dari
pengadaan benih, pengadaan bibit/persemaian, penyiapan lahan, dan penanaman
bibit di lapangan. Pengadaan benih dilaksanakan paling lambat satu tahun
sebelum kegiatan penanaman dilaksanakan. Selain dengan pembangunan tegakan
benih maka pemenuhan kebutuhan benih dapat dilaksanakan melalui pembelian
dari tempat lain. Benih yang dibeli dapat langsung ditanam atau harus melalui
persemaian terlebih dahulu. Hal ini tergantung dari sifat benih yang akan ditanam.
Kegiatan penyiapan lahan bertujuan untuk membuat keadaan lapangan yang
bersangkutan sedemikian rupa sehingga memudahkan penanaman dan
pertumbuhan bibit yang ditanam. Penyiapan lahan dapat dilakukan dengan cara
manual atau dengan cara mekanis.
Penanaman bibit dilaksanakan pada awal sampai pertengahan musim
penghujan. Karena terbatasnya waktu penanaman dalam setiap tahunnya maka
kegiatan-kegiatan yang mendukungnya perlu diarahkan agar penanaman dapat
dilaksanakan tepat pada waktunya.
2.1.1.6 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan tanaman muda dan
pemeliharaan tegakan. Pemeliharaan tanaman muda dilakukan mulai bibit selesai
ditanam di lapangan sampai tanaman mencapai kondisi tegakan yaitu keadaan
dimana pohon-pohonnya telah saling mempengaruhi satu sama lain, baik tajuk
maupun perakarannya (umur 3–5 tahun). Pemeliharaan tegakan dilakukan setelah
tegakan terbentuk sampai tegakan siap ditebang.
Pekerjaan pemeliharaan tanaman muda dapat berupa penyulaman,
penyiangan, pendangiran dan pembebasan gulma serta tanaman pengganggu
lainnya. Kegiatan pemeliharaan tanaman muda juga dapat berupa pemupukan
tanaman.
Pekerjaan pemeliharaan tegakan dapat berupa pembebasan tanaman
pengganggu, pemangkasan cabang dan pemeliharaan. Pembebasan tanaman
pengganggu dilakukan pada jalur tanaman pokok sehingga tanaman pokok
mendapat kesempatan tumbuh secara baik. Pemangkasan cabang dilakukan
dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas batang melalui peningkatan ukuran
panjang batang bebas cabang. Sedangkan kegiatan penjarangan dilakukan dengan
tujuan untuk menciptakan ruang tumbuh yang optimal sehingga pertumbuhan
pohon-pohon tertinggal dapat berlangsung secara maksimal.
2.1.1.7 Perlindungan Hutan
Kegiatan perlindungan hutan mempunyai tujuan untuk melindungi hutan
dari gangguan hama dan penyakit serta gangguan lain baik hewan maupun
manusia. Kegiatan perlindungan dapat bersifat pencegahan (preventif) ataupun
pemberantasan (represif). Usaha yang dapat dilakukan dalam penerapan
silvikultur yang tepat:
1. Penyuluhan
2. Pembuatan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan
3. Pengadaan sarana penanggulangan hama dan penyakit
4. Pembentukan organisasi pengamanan
2.1.1.8 Pemanenan Hutan
Kegiatan pemanenan hutan secara tebang habis baru dapat dilaksanakan
pada akhir daur pertama. Pemanenan dilakukan pada tegakan yang telah mencapai
umur yang sama dengan daur.
Komponen dari kegiatan pemanenan hutan adalah pengadaan sarana dan
prasarana pada saat eksploitasi dimulai antara lain adalah jalan angkutan, jalan
sarad, base camp, tempat pengumpulan kayu (TPn), tempat penimbunan kayu
(TPK) dan peralatan eksploitasi seperti chain saw, traktor sarad, dan truk
angkutan kayu.
1. Timber Cruising adalah pekerjaan untuk mengetahui potensi (volume)
tegakan yang akan dipanen dengan dilakukan sensus potensi dari areal
yang akan ditebang. Hasil dari kegiatan timber cruising ini dipergunakan
untuk mengatur pelaksanaan penebangan secara berdaya guna dan
berhasil guna, serta untuk mengetahui tingkat efisiensi pemanenan hasil
hutan (besarnya realisasi hasil yang dipungut dibandingkan dengan
volume tegakan).
2. Penebangan pohon adalah pekerjaan mulai dari penetapan arah rebah
sampai pohon selesai dirobohkan. Dalam menentukan arah rebah perlu
diperhatikan keadaan lapangan dan posisi pohon. Penebangan harus
dilakukan secara hati-hati mengingat kualitas kayu yang dihasilkan
sangat tergantung dari kegiatan ini.
3. Pembagian batang adalah pekerjaan memotong pohon yang telah
direbahkan menjadi bagian-bagian batang yang lebih kecil, dengan
memperhatikan syarat seperti ukuran yang diminta pasar, kebijakan
penjualan kayu, kemudahan penyaradan dan pengangkutan, adanya
industri yang mengerjakan kayu serta pesanan-pesanan
4. Penyaradan adalah pekerjaan membawa kayu dari tempat tebangan ke
tempat pengumpulan (TPn). Penyaradan dapat dilakukan dengan tenaga
hewan/manusia dan atau secara mekanis, yaitu dengan menggunakan
sistem kabel dan atau dengan traktor/skidder.
5. Pengangkutan kayu dilakukan setelah penyaradan atau angkutan antara.
Angkutan antara adalah pemindahan kayu dari TPn ke TPK dan dimulai
saat kayu dimuat ditempat pengumpulan, atau dikumpulkan di sungai
untuk dibawa ke lokasi penimbunan atau pabrik pengolahan.
Pengangkutan dapat dilakukan dengan menggunakan truk atau dengan
mempergunakan alat angkut di air seperti tongkang/kapal atau perahu
motor. Tata waktu kegiatan pengusahaan HTI dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Tata waktu kegiatan pengusahaan HTI
Kegiatan HTI Tahun ke-
-2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 dst
Perencanaan
RKPH
RKT
Tata Batas
Penataan Hutan
PWH
Penanaman
Pemeliharaan
Tanaman Muda
Tegakan
Perlindungan
Pemanenan
Sumber: Anonim (1993b) dalam Octofivtin (2004)
2.2 Tinjauan Pembiayaan Pengusahaan HTI
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, Pedoman
Pelaporan Keuangan Pengusahaan Hutan tahun 1995, dan hasil-hasil penelitian di
lapangan, secara umum biaya pembangunan HTI terdiri dari :
1. Biaya perencanaan
2. Biaya penanaman
3. Biaya pemeliharaan dan pembinaan hutan
4. Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan
5. Biaya pemungutan hasil hutan
6. Biaya pemenuhan kewajiban kepada negara
7. Biaya pemenuhan kewajiban kepada lingkungan dan sosial
8. Biaya pembangunan sarana dan prasarana
9. Biaya administrasi dan umum
10. Biaya pendidikan dan latihan
11. Biaya penelitian dan pengembangan
12. Biaya penilaian HTI
Menurut Yanwardi (2007), biaya operasional adalah biaya-biaya yang
langsung dikeluarkan untuk menghasilkan suatu barang/produksi. Produksi dapat
berbentuk penanaman, bibit, dan kayu. Biaya operasional dapat dibagi menjadi:
1. Biaya penanaman (plantation cost) merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk penanaman bibit tanaman hingga tanaman tersebut bisa dipanen. Biaya
penanaman terbagi atas dua bagian yakni biaya-biaya persiapan lahan tanam
dan penanaman bibit itu sendiri (initial expenses) dan biaya pemeliharaan
(maintenance expenses).
2. Biaya pembibitan (nursery cost) merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan bibit-bibit yang akan ditanam.
3. Biaya pemanenan (Harvesting cost) merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk memanen kayu, mengeluarkan kayu dari areal pemanenan, hingga
mengantarkan kayu ke areal pabrik.
Menurut Lipsey (1995), biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomis
yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi
untuk mencapai tujuan tertentu. Lebih lanjut Lipsey mengelompokkan biaya
menjadi 2, yaitu:
1. Biaya Variabel, yaitu biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang
nilainya bertambah besar dengan meningkatnya output dan berkurang dengan
menurunnya output. Biaya ini disebut juga sebagai biaya langsung atau biaya
yang dapat dihindari (avoidable cost). Contoh: biaya material, upah langsung,
dan lain-lain
2. Biaya Tetap, yaitu biaya yang tidak akan berubah meskipun output berubah,
biaya ini akan sama besarnya kendati output satu unit maupun satu juta unit.
Biaya ini disebut juga sebagai biaya yang tidak dapat dihindari (unavoidable
cost). Contoh: biaya asuransi, bunga modal, penyusutan, dan lain-lain.
Menurut Nugroho (2002), biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya
tetap dalam satuan unit waktu tertentu, tetapi akan berubah persatuan unitnya jika
volume produksi persatuan waktu tersebut berubah. Biaya ini akan terus
dikeluarkan, walaupun tidak berproduksi.
Komponen biaya tetap adalah :
1. Depresiasi atau penyusutan bertujuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
perhitungan biaya. Depresiasi merupakan metode untuk memperhitungkan
besarnya penurunan nilai pasar barang modal tetap. Berkaitan dengan penilaian
nilai asset untuk memperhitungkan pajak kekayaan perusahaan. Selain itu
depresiasi merupakan metode untuk memperhitungkan alokasi biaya atas
barang modal tetap yang digunakan selama waktu pakainya secara sistematis.
2. Bunga Modal. Harga uang secara umum disebut bunga. Bunga modal
diperlukan sebagai kompensasi atas uang yang diinvestasikan.
Pertimbangannya adalah apabila uang tersebut tidak diinvestasikan melainkan
disimpan dalam Bank, maka uang tersebut akan mendapat bunga Bank.
Biaya variabel adalah biaya yang per satuan unit produksinya tetap, tetapi
akan berubah jumlah totalnya jika volume produksinya berubah. Biaya ini tidak
diperlukan apabila tidak berproduksi. Biaya ini disebut juga biaya pengoperasian.
Contohnya adalah: biaya borongan, bahan baku, biaya pemeliharaan dan
perbaikan, biaya pengangkutan dan sebagainya (Nugroho, 2002).
Hal-hal yang menyebabkan nilai suatu alat berkurang adalah:
1. Adanya bagian-bagian yang rusak atau aus karena lamanya waktu pemakaian
sehingga alat tersebut tidak bisa bekerja dengan kemampuan seperti
sebelumnya. Yang dimaksud dengan alat disini adalah bagian utama yang tidak
ekonomis lagi bila diganti.
2. Adanya peningkatan biaya operasi dari sejumlah unit output yang sama bila
dibandingkan pada mesin yang masih baru. Peningkatan biaya ini misalnya
karena penambahan biaya pemeliharaan dan penambahan tenaga. Penambahan
biaya operasi ini menunjukkan merosotnya nilai alat tersebut.
3. Karena perkembangan teknologi selalu muncul alat yang lebih praktis dan
lebih efisien sehingga alat yang lama nilainya akan merosot. Alat-alat yang
lama walaupun masih cukup baik untuk dioperasikan tidak ekonomis lagi kalau
dipergunakan secara terus-menerus sehingga orang akan lebih cenderung
berfikir untuk mengganti alat yang baru, yang lebih praktis, dan lebih efisien.
4. Adanya pengembangan perusahaan, dengan adanya pengembangan perusahaan
maka alat yang digunakan harus diganti dan disesuaikan dengan
pengembangannya, sehingga alat-alat yang lama akan menurun nilainya
(Pramudya, 1992).
Biaya penyusutan merupakan fungsi dari waktu, maka masa pemakaian
alat harus diketahui. Umur suatu alat dapat dibedakan menjadi dua pengertian
yaitu : umur ekonomis dan umur pelayanan. Umur ekonomis (economic life)
adalah umur dari suatu alat dari kondisi 100% baru sampai alat tersebut tidak
ekonomis lagi bila terus digunakan dan lebih baik diganti. Pada akhirnya nilai
ekonomis alat tersebut mungkin masih dapt digunakan tetapi sudah tidak
ekonomis lagi. Alat disebut tidak ekonomis antara lain karena menurunnya
efisiensi yakni semakin tinggi biaya pemeliharaan. Umur pelayanan adalah umur
suatu alat dari awal pembelian dalam kondisi 100% baru sampai alat tersebut mati
(tidak bisa dipakai lagi) dan menjadi barang yang harus dibuang. Pada akhir
pelayanan alat tersebut sudah tidak mempunyai nilai lagi (Pramudya, 1992).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Riau
Andalan Pulp and Paper sektor Pelalawan, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten
Pelalawan, Propinsi Riau. Lokasi HTI berada pada lahan gambut (Peatland).
Adapun waktu penelitian di lapangan dilaksanakan selama satu bulan, mulai
tanggal 27 April sampai dengan 27 Mei 2009.
3.2 Jenis Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi jenis, jumlah, harga alat, prestasi kerja dari tenaga kerja, serta
jumlah material yang diperlukan dalam kegiatan pengusahaan HTI di lapangan.
Data sekunder meliputi biaya-biaya kegiatan penunjang HTI, realisasi tebangan,
kondisi umum dan indikator ekonomi.
3.3 Cara Pengumpulan Data
Data primer diperoleh dengan cara melakukan pengukuran dan wawancara
secara langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dengan cara mengutip arsip
perusahaan dan literatur yang terkait dengan penelitian.
3.4 Metode Pengamatan Waktu Kerja
3.4.1 Waktu Kerja
Waktu kerja merupakan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan. Waktu kerja terbagi atas waktu produktif dan waktu non produktif
(Nugroho, 2002).
Waktu Produktif merupakan bagian dari waktu kerja yang digunakan untuk
memproduksi output dalam pekerjaan utama maupun pekerjaan pendukung.
Waktu produktif terdiri atas :
1. Waktu tetap yaitu bagian dari waktu produktif yang sifatnya tetap dan
tidak dipengaruhi oleh volume pekerjaan utama. Secara matematis
dirumuskan
n
1i
FiF WW
Keterangan:
WF = Waktu tetap (menit)
WFi
= Elemen waktu tetap ke-i (menit)
2. Waktu variabel yaitu bagian dari waktu produktif yang dipengaruhi oleh
volume pekerjaan utama. Secara matematis dirumuskan :
Keterangan:
WV = Waktu tetap (menit)
WVi
= Elemen waktu variabel ke-i (menit)
3. Waktu total yaitu waktu yang diperlukan untuk melaksanakan seluruh
pekerjaan atau merupakan penjumlahan waktu tetap dan waktu variabel.
WT = W
F + W
V
Waktu non produktif merupakan bagian dari waktu kerja yang tidak
digunakan untuk memproduksi output seperti pemeliharaan rutin, perbaikan
kerusakan, pemogokan karyawan dan penghentian pekerjaan karena cuaca buruk.
3.4.2 Pengamatan Waktu Kerja
Sanjoto (1957) dalam Winurdin (1997) mengemukakan bahwa pengamatan
waktu kerja mengenal metode pengukuran sebagai berikut :
1. Metode null stop, yaitu metode yang memerlukan 2 buah stop watch
yang di pasang pada papan pencatat waktu atau sampul buku pengukur
waktu yang mempunyai lipatan kuat, sehingga dapat dihidupkan atau
dimatikan dengan tangan kiri dan pekerja tidak mengetahui adanya alat
tersebut. Waktu kerja sesungguhnya dari setiap elemen dibaca seketika
pada stop watch yang setiap awal elemen kerja dikembalikan pada angka
nol.
2. Metode berturut, yaitu metode yang menggunakan 1 buah stop watch
dari awal hingga akhir pekerjaan. Waktu kerja sesungguhnya dihitung
dengan cara mengurangi dua waktu yang berturutan.
n
1i
ViV WW
3. Metode kombinasi null stop dan berturut, yaitu metode yang
menggunakan lebih dari 1 buah stop watch. Waktu kerja sesungguhnya
dari setiap elemen dihitung dengan kedua metode diatas, dengan maksud
untuk menghilangkan kesalahan yang mencolok.
3.4 Cara Perhitungan Biaya
Perhitungan biaya didasarkan terhadap prestasi kerja masing-masing
kegiatan. Biaya-biaya tersebut dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak
tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam satuan unit
waktu tertentu, tetapi akan berubah per satuan unitnya jika volume produksi per
satuan waktu tersebut berubah. Biaya ini akan terus dikeluarkan, walaupun tidak
berproduksi. Biaya ini disebut juga sebagai biaya pemilikan aset, karena aset
tersebut dibeli maka biaya ini akan terus dikeluarkan. Biaya tidak tetap adalah
biaya yang per satuan unit produksinya tetap, tetapi akan berubah jumlah totalnya
jika volume produksinya berubah. Biaya ini tidak diperlukan bila tidak
berproduksi. Mengingat karakteristik yang demikian, maka biaya ini disebut pula
sebagai biaya pengoperasian (Nugroho, 2002).
3.4.1 Penentuan Biaya Penyusutan per Tahun
P = N
RM
di mana :
P = Penyusutan (Rp/tahun)
M = Harga beli aset (Rp)
N = Masa pakai (tahun)
R = Nilai sisa (Rp)
3.4.2 Penentuan Biaya Bunga Modal dan Asuransi per Tahun
BM = [ N
NRM
2
)1)(( + R] x 0,0i
di mana :
BM = Bunga modal dan asuransi (Rp/tahun)
M = Harga beli aset (Rp)
N = Masa pakai (tahun)
R = Nilai sisa (Rp)
0,0i = Suku bunga atau asuransi (%)
3.4.3 Penentuan Biaya Operasi
Termasuk dalam biaya operasi adalah bahan bakar dan pelumas,
pemeliharaan dan perbaikan, alat-alat pelengkap, material lapangan, serta upah
kerja langsung.
3.4.4 Penentuan Biaya Total
Perhitungan biaya total akan disajikan dalam bentuk tabel pembiayaan
kegiatan pengusahaan HTI berdasarkan prestasi kerja masing-masing kegiatan
yang dibebankan pada setiap hektar luas areal kerja (Rp/ha). Perhitungan biaya
kegiatan pengusahaan HTI dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perhitungan biaya kegiatan pengusahaan HTI
Kegiatan HTI Unit Biaya
Tetap
Biaya
Variabel
Biaya
Total
Perencanaan
Pengadaan bibit
Penanaman
Pemeliharaan tanaman
Perlindungan hutan
Pemanenan kayu
Kewajiban kepada negara
Kewajiban kepada lingkungan sosial
Pembangunan sarana dan prasarana
Administrasi dan umum
Pendidikan dan latihan
Penelitian dan pengembangan
Penilaian HTI
Rp/ha
Rp/ha
Rp/ha
Rp/ha
Rp/ha
Rp/ha
Rp/ha
Rp/ha
Rp/ha
Rp/ha
Rp/ha
Rp/ha
Rp/ha
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
Jumlah Rp/ha ….. ….. …..
Sumber: Anonim (1993b) dalam Octoviftin (2004)
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Perusahaan
PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) adalah perusahaan yang bergerak
di bidang industri bubur kayu (pulp) dan kertas dengan kapasitas 2 juta ton pulp
per tahun. Luas areal kompleks pabrik sebesar 1.750 Ha, terletak di Pangkalan
Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau.
Saham terbesar PT. RAPP dimiliki oleh APRIL (Asia Pacific Resources
International Holdings Limited) yaitu sebesar 50%, PT. Tanoto Dana Perkasa
sebesar 30% dan PT. Raja Garuda Mas Pulp and Paper sebesar 20%. PT. RAPP
adalah salah satu produsen serat kayu (fiber), bubur kayu dan kertas terbesar di
Indonesia yang memiliki konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) tersebar hampir
di seluruh kabupaten di Riau dan sebuah pabrik pulp dan kertas yang berlokasi di
Pangkalan Kerinci. PT. RAPP mulai beroperasi dan produksi secara komersil
pada awal tahun 1995 dengan konsesi HTI yang dikelola berdasarkan prinsip
kelestarian (sustainable principles). Dalam operasionalnya, PT. RAPP memiliki 4
unit usaha atau Business Units yaitu Riaufiber, Riaupulp, Riaupaper dan
Riaupower.
Visi APRIL adalah “To be one of the Largest, Best Managed, and Most
Profitable and Sustainable Pulp and Paper Company in the world which is the
Preferred Supplier to our Customers and the Preferred Company for our
Employees” atau dalam bahasa Indonesia Visi APRIL adalah “Menjadi salah satu
perusahaan Pulp dan Kertas terbesar dengan manajemen terbaik dan paling
menguntungkan serta lestari di dunia sekaligus menjadi supplier pilihan
pelanggan dan perusahaan pilihan karyawan”.
Riaufiber adalah salah satu unit usaha PT. RAPP yang bergerak dibidang
pembangunan HTI sebagai penyedia bahan baku (supplier) untuk pembuatan pulp
dan kertas. Visi Riaufiber adalah “to be one of the World’s Best Plantation Fiber
Producers, Sustaining our customers with a Fiber of Choice in terms of High
Quality, Contribution to Society, and also implement environtmental standard”
atau dalam Bahasa Indonesia Visi Riaufiber adalah “Menjadi penghasil serat kayu
tanaman terbaik di dunia, dan menyediakan serat berkualitas tinggi kepada para
pelanggan dengan memperhatikan kontribusi kepada masyarakat luas serta
pelaksanaan standar-standar lingkungan”.
Dalam mengelola areal konsesinya Riaufiber mendapatkan ijin dari
pemerintah berupa Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Indusri, yaitu:
1. Kepmenhut No. 661/Kpts-II/1992 tanggal 30 Juni 1992 tentang Pemberian Hak
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (SEMENTARA) kepada PT. Riau
Andalan Pulp and Paper seluas 300.000 Ha.
2. Kepmenhut No. 130/Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang Pemberian
Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. Riau Andalan Pulp and
Paper seluas 300.000 Ha dengan jangka waktu 35 tahun ditambah satu daur
tanaman pokok (8 tahun).
3. Kepmenhut No. 281/Kpts-II/1993 tanggal 27 Mei 1993 tentang Penangguhan
Keputusan Menteri Kehutanan No. 130/Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993
tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. Riau
Andalan Pulp and Paper.
4. Surat Menhut No. 1547/Menhut-IV/1996 tanggal 5 November 1996 perihal
Kebutuhan Areal HTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper di Propinsi Riau. Izin
prinsip penambahan areal seluas 121.000 Ha.
5. Kepmenhut No. 137/Kpts-II/1997 tanggal 10 Maret 1997 tentang Pencabutan
Keputusan Menteri Kehutanan No. 281/Kpts-II/1993 tanggal 27 Mei 1993
tentang Penangguhan Keputusan Menteri Kehutanan No. 130/Kpts-II/1993
tanggal 27 Februari 1993 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri kepada PT. Riau Andalan Pulp and Paper dan Perubahan Keputusan
Menteri Kehutanan No. 130/Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang
Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. Riau
Andalan Pulp and Paper, sepanjang menyangkut Luas Areal 159.500 Ha.
6. Izin prinsip Menhut No.256/Menhut-VI/2001 tanggal 22 Februari 2001 seluas
49.500 Ha.
7. Kepmenhut No. 256/Kpts-II/2004 tanggal 22 Februari 2001 tentang Perubahan
Kepmenhut No. 137/Kpts-II/1997 tanggal 10 Maret 1997 Jo. Kepmenhut No.
130/Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993. Luas areal menjadi 235.140 Ha.
Riaufiber membagi areal kerja secara geografis yang tersebar dalam 4
Kabupaten di Propinsi Riau menjadi 8 Areal Kerja atau Unit Manajemen Hutan
(UMH) atau disebut dengan istilah Sektor, yaitu Baserah, Cerenti, Langgam,
Logas, Mandau, Pelalawan, Teso dan Ukui. Kabupaten tersebut adalah Kuantan
Singingi (Kuansing), Pelalawan, Kampar dan Siak. Sektor Logas dibagi menjadi
dua areal yaitu Utara dan Selatan, sedangkan Teso dipecah menjadi Teso Timur
dan Teso Barat. Luas, letak secara geografis dan administrasi pemerintahan
disajikan pada tabel 7.
Berdasarkan keputusan IUPHHK pada HTI, SK.356/Menhut-II/2004
tanggal 1 Oktober 2004, PT. RAPP memiliki luas areal hutan tanaman sebesar
235.140 Ha. Dimana luas areal ini terbagi menjadi dua yaitu untuk lahan kering
(dry land) seluas 151.500 Ha dan daerah rawa (peat land) seluas 83.640 Ha.
Sektor Pelalawan merupakan salah satu sektor yang mempunyai jenis tanah
gambut (peatland) dan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
Tabel 7. Luasan dan letak secara geografis dan admisitrasi pemerintahan
No. Lokasi Luas
(Ha) Posisi Geografis Kabupaten
Kelompok
Hutan
1. Baserah 29.645
0014’00” - 0025’00” LS
101037’00” - 101054’00” BT
Kuansing
Pelalawan
Sei. Teso –
Sei. Nilo
2. Cerenti 40.260
0029’00” - 0043’00” LS
101035’00” - 101054’00” BT
Kuansing Sei. Kukok
3. Langgam 13.100
0006’00” - 0012’00” LS
101028’00” - 101040’00” BT
Kampar
Pelalawan
Sei. Teso –
Sei. Nilo
4.
Logas
Selatan
28.120
0014’00” - 0033’00” LS
101013’00” - 101023’00” BT
Kuansing
Btg. Lipai –
Siabu
5.
Logas
Utara
14.615
0003’00” - 0014’00” LS
101010’00” - 101019’00” BT
Kuansing
Kampar
Btg. Lipai –
Siabu
6. Mandau 23.000
0048’00” - 0058’00” LS
101038’00” - 101058’00” BT
Siak Sei. Mandau
7. Pelalawan 75.640
0012’33” - 0039’55” LU
101056’51” - 101026’15” BT Pelalawan
Sei.
Pelalawan
8. Teso Barat 20.000
0007’00” - 0016’00” LS
101014’00” - 101025’00” BT
Kuansing
Kampar
Tjg. Pauh –
Kotobaru
9.
Teso
Timur
13.250
0001’00” - 0010’00” LS
101018’00” - 101033’00” BT
Kampar
Tjg. Pauh –
Kotobaru
10. Ukui 19.300
0003’00” - 0015’00” LS
101004’00” - 101051’00” BT
Pelalawan
Sei. Teso –
Sei. Nilo
Total 276.930
Dalam penelitian ini, sektor yang dibahas adalah sektor pelalawan.
4.2 Luas, Letak Geografis, Administrasi dan Batas Wilayah Sektor
Pelalawan.
Luas Areal sektor Pelalawan adalah 75.640 ha. Sektor Pelalawan secara
geografis terletak pada 0°12’15” – 0°40’00” LU dan 101°57’10” – 102°26’46”
BT.
Secara administrasi pemerintahan areal HTI PT RAPP Sektor Pelalawan
terletak di dua kabupaten, yaitu : Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak.
Tersebar ke dalam tiga kecamatan, yaitu : Kecamatan Pelalawan, Kecamatan
Teluk Meranti dan Kecamatan Dayun. Desa-desa yang berada di sekitar areal HTI
PT RAPP Sektor Pelalawan sebanyak 11 desa, yaitu : Desa Dayun, Desa Sering,
Desa Pelalawan, Desa Kuala Tolam, Desa Rangsang, Desa Sungai Ara, Desa
Pangkalan Terap, Desa Kuala Panduk, Desa Petodaan, Desa Teluk Binjai dan
Kelurahan Teluk Meranti.
Batas Areal HTI PT. RAPP Sektor Pelalawan adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Suaka Margasatwa Danau Tasik Besar
Sebelah Selatan : Areal Hutan Tanaman Rakyat PT Selaras Abadi Utama
Sebelah Barat : CV. Tuh Negri dan KUD Bahtera Mandiri (Hutan Tanaman
Rakyat dan Kebun Sawit Rakyat)
Sebelah Timur : CV. Alam Lestari (Hutan Tanaman Rakyat)
Ketiga areal hutan tanaman rakyat yang berbatasan dengan HTI PT.
RAPP Sektor Pelalawan tersebut di atas adalah hutan tanaman rakyat yang
bekerjasama dengan PT. RAPP, artinya pola pengelolaannya sama dengan UM
PT. RAPP.
4.3 Keadaan Lapangan Berdasarkan RKT- UPHHKHTI Tahun 2009 PT.
RAPP Sektor Pelalawan
4.3.1 Vegetasi
Tanaman utama yang ada di sektor Pelalawan adalah Acacia crassicarpa. Jenis
tanaman lain yang juga dikembangkan adalah Melaleuca sp.
4.3.2 Topografi
Areal Hutan Tanaman industri PT. RAPP berada pada ketinggian 20-160
mdpl. Berdasarkan survey lapangan dan foto udara, seluruh areal sektor Pelalawan
tersebut dapat dikategorikan ke dalam kelas kelerengan datar (0-8%) atau semua
areal landai (100%).
4.3.3 Tanah
Jenis tanah di areal HTI PT. RAPP sektor pelalawan adalah tanah Organosol
hemik dan Organosol fibrik (52.845 Ha) dan Organosol Saprik dan Organosol
hemik (22.795 Ha). Struktur tanah termasuk ke dalam jenis gambut (100%).
4.3.4 Iklim
Berdasarkan klasifikasi Schmit – Ferguson atau AF/CF (Koppen) areal HTI
PT.RAPP sektor Pelalawan termasuk tipe iklim A (sangat basah). Curah hujan
rata-rata tahunan 2.407 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi di bulan
Desember dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari.
4.3.5. Hidrologi
Areal HTI PT. RAPP sektor Pelalawan termasuk dalam daerah aliran sungai
Sei selempaya Kanan, Sei Segati, dan Sei Nilo. Adapun aliran DAS/sub DAS
adalah DAS Selampayan kanan dan sub DAS selampayan Kiri.
4.4 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
Keadaan sosial dan ekonomi masyarakat di areal RKT-UPHHK HTI
disajikan pada Tabel 8 berikut :
Tabel 8. Jumlah penduduk, agama, mata pencaharian, dan fasilitas umum di
sekitar areal sektor Pelalawan
Sumber : RKT- UPHHKHTI tahun 2009 PT. RAPP
No URAIAN Satuan Jumlah
1 Jumlah Penduduk
a. Total
1. Laki-laki
2. Perempuan
b. Anak-anak 17 tahun:
1. Laki-laki
2. Perempuan
c. Angkatan Kerja > 17 tahun:
1. Laki-laki
2. Perempuan
d. Angkatan tidak Produktif>55 tahun:
1. Laki-laki
2. Perempuan
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
193.785
Tidak terdata
Tidak terdata
68.312
Tidak terdata
Tidak terdata
105.123
Tidak terdata
Tidak terdata
20.350
Tidak terdata
Tidak terdata
2 Agama dan Aliran Kepercayaan:
1. Islam
2. Katolik/Protestan
3. Lain-lain
%
%
%
94
5
1
3 Fasilitas Pendidikan
1. SD
2. SLTP
3. SLTA
Unit
Unit
Unit
176
40
10
4
Tempat ibadah:
1. Masjid/Musholla/Langgar
2. Gereja
3. Dll
Unit
Unit
Unit
649
25
1
5 Mata Pencaharian
1. Bertani
2. Berdagang
3. Lain-lain
%
%
%
67,22
4,38
28,4
4.5 Pendapatan Domestik Bruto
Pendapatan regional bertujuan untuk mengetahui tingkat produk yang
dihasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi, dan
stuktur perekonomian pada suatu periode di suatu daerah tertentu. Dengan
cenderung membaiknya pertumbuhan ekonomi dunia yang membawa dampak
langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan
termasuk Riau. Besarnya pendapatan domestik bruto propinsi Riau disajikan pada
Tabel 9.
Tabel 9. Pendapatan domestik regional bruto propinsi Riau
Sektor (Sumber) 2005 2006
Rupiah (juta) % Rupiah (juta) %
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
Listrik dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel, Restoran
Angkutan/Komunikasi
Bank/Keu/Perum
Jasa
1.463.153
2.082.761
20.429.357
70.276
792.341
2.491.227
1.129.091
1.335.626
587.668
4,8
6,9
67,3
0,2
2,6
8,2
3,7
4,4
1,9
1.542.364
2.139.157
21.796.886
172.609
880.577
2.577.086
1.266.014
1.444.028
622.282
4,7
6,6
67,2
0,5
2,7
7,9
3,9
4,4
1,9
Total 30.381.500
32.441.003,0 100
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Propinsi-Propinsi Di Indonesia Menurut Lapangan
Usaha, Badan Pusat Statistik, Republik Indonesia
Sektor yang memberi kontribusi paling besar dalam pendapatan domestik
bruto berdasarkan Tabel 8 adalah sektor industri pengolahan (67,19%), kemudian
sektor perdagangan, hotel, dan restoran (7,94%), kemudian sektor pertambangan
(6,59%), sektor pertanian (4,75 %), sektor bank/keuangan/perum (4,45%), sektor
angkutan/komunikasi (3,9%), sektor bangunan (2,71 %), sektor jasa (1,92%), serta
listrik dan air bersih (0,53%).
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2007), Pendapatan Domestik Bruto
(PDB) propinsi Riau atas dasar harga berlaku tanpa migas pada tahun 2006 adalah
Rp 94 815,60 miliar dan pada tahun 2007 adalah Rp 117 034,98 miliar. Demikian
pula angka PDRB atas dasar harga konstan 2000 tanpa migas tahun 2007
mencapai sebesar Rp 36417,63 miliar yang lebih tinggi dari tahun 2006 yakni
sebesar Rp 39 420,76 miliar.
Pendapatan Domestik Bruto Propinsi Riau atas dasar harga konstan tahun
2000 berdasarkan lapangan usaha termasuk minyak dan gas pada tahun 2007 pada
sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan adalah Rp 14.785,91
miliar, pertambangan dan penggalian Rp 45.125,69 miliar, industri pengolahan Rp
9.246 miliar, sektor listrik, air bersih, dan gas Rp 185.050,79 juta, bangunan Rp
2.674,93 miliar, perdagangan, hotel, dan restoran Rp 6.840,26 miliar,
pengangkutan dan komunikasi Rp 2.331,64 miliar, keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan Rp 1.011,84 miliar, dan sektor jasa-jasa Rp 4.010,95 miliar. Total
pendapatan PDB Riau tahun 2007 atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah Rp
86.213,25 miliar. PDB Riau tahun 2007 mengalami peningkatan dari tahun 2006
karena pada tahun 2006 PDB Riau adalah Rp 83.370,86 miliar.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kegiatan Pengusahaan
Kegiatan pengusahaan Hutan Tanaman Industri di PT. Riau Andalan Pulp
and Paper (RAPP) sektor Pelalawan terdiri atas pengadaan bibit, penanaman,
pemeliharaan tanaman, perlindungan hutan dan pemanenan kayu.
5.1.1 Pengadaan bibit
Pelalawan Central Nursery (PCN) mengembangkan jenis tanaman Acacia
crassicarpa sebagai tanaman utama dan Melaleuca sp sebagai tanaman untuk
border trees tepi canal di lahan gambut agar tidak terjadi erosi tanah dan untuk
keperluan bina desa hutan secara temporer. Bibit dihasilkan dengan dua cara yaitu
secara vegetatif (cutting) dan generatif (seedling). Benih untuk seedling diperoleh
dari Departemen Penelitian dan Pengembangan PT. RAPP, sedangkan bibit untuk
cutting diperoleh dari tanaman induk unggulan (Mother plant) yang sudah
terjamin kualitas genetik, fisik dan fisiologisnya. Luas Pelalawan Central Nursery
adalah 10 Ha. Areal yang digunakan untuk persemaian adalah sekitar 8 Ha.
5.1.1.1 Penanaman melalui biji (seedling)
Benih yang akan dijadikan bibit untuk pembibitan dengan cara generatif
diperoleh dari Departemen Penelitian dan Pengembangan PT. RAPP. Target bibit
yang akan dihasilkan selama tahun 2009 adalah 45.600.000 batang bibit yang
diperoleh dengan pembibitan secara seedling maupun secara cutting. Target bibit
yang dihasilkan secara cutting selama tahun 2009 adalah 22.800.000 batang bibit.
Jumlah bibit yang sudah diproduksi dari bulan Januari-Maret 2009 adalah
sebanyak 5.819.520 batang bibit.
Kegiatan pembibitan terdiri atas sterilisasi media yang dilakukan di
production house dan media yang dipakai adalah cocopeat. Penanaman dan
pemeliharaan benih yang bertujuan agar benih berkecambah dilakukan di
germination area sekitar 28 hari. Pada saat bibit berumur 8-14 hari setelah
penyemaian dilakukan penyulaman (blanking) sehingga dapat diketahui
persentase hidup bibit. Bibit yang sudah berumur 28 hari akan ditransfer ke
growing area (areal terbuka). Kegiatan pemupukan, penjarangan, dan penyisipan
bibit yang mati dilakukan untuk mendukung pertumbuhan bibit. Kegiatan
penjarangan (spacing) terdiri atas beberapa bagian yakni : 1) penjarangan 25%
yakni 25% dari jumlah bibit (72 batang/tray) dan dilakukan ketika bibit
mempunyai tinggi 3-5 cm, 2) penjarangan 50% (48 batang/tray) dan dilakukan
ketika bibit mempunyai tinggi 5-8 cm, 3) penjarangan 66% (32 batang/tray) dan
dilakukan ketika tanaman mempunyai tinggi diatas 8 cm , 4) penjarangan 75% (24
batang/tray). Penjarangan dilakukan agar bibit dapat berkembang dengan baik dan
memastikan bibit mendapat pasokan makanan, air dan nutrisi yang mendukung
pertumbuhan sehingga pertumbuhan bibit dapat dikontrol dan persentase hidup
bibit yang diinginkan dapat tercapai.
Pemberian pupuk di growing area dilakukan dengan sistem manual dan
sistem mekanis. Sistem manual merupakan pemupukan dengan cara menggunakan
gembor, dimana tanaman disiram dengan pupuk secara langsung dengan
menggunakan gembor. Sistem mekanis merupakan pemupukan dengan
menggunakan boom injection (injektor). Injektor dapat dapat diatur sesuai dengan
konsentrasi pupuk yang diinginkan. Penyiraman tanaman dilakukan berdasarkan
kebutuhan tanaman terhadapa air, sehingga curah hujan juga sangat
mempengaruhi penyiraman tanaman. Proses culling dan cencus dilakukan untuk
mengambil tanaman yang mati, kerdil, atau yang terserang penyakit dan
dikeluarkan dari dalam tray untuk dibakar. Kegiatan yang paling akhir dilakukan
sebelum bibit dikirim ke areal penanaman adalah penyeleksian bibit. Kegiatan ini
bertujuan untuk memisahkan bibit yang memenuhi persyaratan (standar) dan yang
tidak memenuhi standar. Adapun standar yang harus dipenuhi agar tanaman lulus
seleksi adalah; tinggi >14 cm, jumlah daun minimal 3 helai (2 sehat), diameter
batang lebih besar dari 2 cm dan kekompakan akar 75-85%. Setelah tahap
penyeleksian, bibit yang sudah memenuhi standar dikirim ke areal penanaman.
5.1.1.2 Pengadaan bibit secara cutting
Target bibit yang akan dihasilkan secara cutting tahun 2009 adalah
22.800.000 batang bibit tanaman Acacia crassicarpa. Jumlah bibit yang telah
dihasilkan dari Januari –Maret 2009 adalah 11.484.576 batang bibit. Kondisi bibit
yang diproses dengan cara cutting disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Kondisi bibit yang akan dipindahkan ke rooting area
Pembibitan dengan cara cutting merupakan kegiatan pembibitan dengan
menggunakan cara vegetative (cloning). Tanaman induk (mother plant)
merupakan jenis tanaman unggulan dan merupakan rekomendasi dari pihak R&D
sehingga diharapkan bibit yang akan dihasilkan akan mempunyai sifat genetik
tanaman induk. Mother plant merupakan tanaman induk yang akan menghasilkan
tunas, dimana tunas tersebut akan dijadikan bibit cutting. Adapun kegiatan
pembibitan secara cutting adalah kegiatan di production house meliputi sterilisasi
media, pemasukan tunas ke dalam tube, dan pemupukan dimana pupuk langsung
dicampur dengan media. Kemudian bibit akan dipindahkan ke rooting area
dengan tujuan agar tanaman dapat berakar dan dapat berkembang dengan baik.
Kegiatan yang dilakukan selama di rooting area adalah membuang tunas
yang gagal atau mati, penyiraman tanaman, dan pengambilan dan pemberantasan
gulma (weeding). Setelah dari rooting area bibit akan dipindah ke growing area.
Kegiatan yang dilakukan di growing area untuk cutting hampir sama dengan
kegiatan yang di growing area untuk seedling, yakni kegiatan penjarangan
(spacing), pemupukan, penyiraman bibit berdasarkan kebutuhan, sensus dan
culling, dan seleksi tanaman yang memenuhi standar yang ditetapkan. Bibit-bibit
yang telah memenuhi persyaratan dikirim ke areal penanaman. Prestasi kerja
untuk pengadaan bibit secara seedling dan cutting dapat dilihat pada Tabel 10 dan
Tabel 11.
Prestasi kerja total untuk pengadaan bibit selama setahun untuk pembibitan
dengan seedling adalah 50.292,00 HOK/tahun. Prestasi kerja untuk pembibitan
dengan cutting adalah 47.895,12 HOK/ tahun. Total prestasi kerja untuk
pengadaan bibit di Pelalawan Nursery Center adalah 98.187,12 HOK/tahun.
Selain sektor Pelalawan, Pelalawan Nursery Center juga akan menjual bibit ke
sektor Langgam, Mandau, Tasik dan Ukui. Sektor-sektor tersebut mempunyai
jenis tanah yang sama dengan Pelalawan yakni jenis tanah gambut.
Tabel 10. Prestasi kerja pengadaan bibit secara Seedling
Kegiatan HTI Prestasi Kerja (HOK/tahun)
Seedling 50292,00
Persiapan tube dan tray 2.496,00
Pengumpulan tube dan tray dari areal terbuka 1.248,00
Bongkar - muat tube dan tray ke pencucian tray 1.248,00
Production : 106 kg seeds/bulan : 5 beds/hari 7.176,00
Pencucian trays 936,00
Pengayakan media 1.248,00
Pencampuran media, pengaturan tray, operator mesin,
penutupan, dipping 2.808,00
Penaburan manual 2 624,00
Pemindahan ke germination area 1.560,00
Germination House : 106 kg seeds/bulan : 5 beds/hari 8.892,00
Penyulaman 3.120,00
Konsolidasi I 780,00
Penaburan manual 1.248,00
Konsolidasi II dan P&D (Pest and disease) 1.560,00
Hygiene dan penyiraman A&F 2.184,00
Open Area 2.6736,00
Pemindahan ke areal terbuka 1.872,00
Penjarangan 66 % (umur 5 minggu) dan Penilaian kualitas 2.808,00
Penjarangan 75 % (umur 7 minggu) dan Pemisahan (culling) 2.808,00
Seleksi tanaman, pemisahan tanaman mati dan yang kerdil 5.832,00
Pengepakan dalam box 2.184,00
Pemindahan tanaman kualitas 3, rata-rata 2 beds / hari 1.248,00
Penyemprotan bahan kimia untuk penyakit dan pestisida 1.872,00
Pemupukan 1.872,00
Operator boom 1.248,00
Penyiraman manual untuk tanaman yang di letakkan di tanah 1.248,00
Penyehatan untuk tanaman yang di letakkan di tanah 1.872,00
Sterilisasi cabang 1.872,00
Lembur untuk penyiraman pada hari libur 4.992,00
Tabel 11. Prestasi kerja kegiatan pengadaan bibit secara cutting
Kegiatan pembibitan dengan cutting Prestasi kerja
(HOK/tahun)
Cutting 47.895,12
Produksi
Persiapan media 1.872,00
Pengayakan media 833,04
Pemadatan manual 312,00
Pemanenan bibit 4.798,56
Transfer dari mother plant ke production house 624,00
Persiapan pemotongan 6.842,16
Pengaturan pemotongan 3.419,52
Pemindahan ke rooting area 1.301,04
Pemindahan ke open area 1.301,04
Granular 2708,16
Penjarangan 4.062,24
Pemisahan dan sensus 2.184,00
Penyeleksian 3.981,12
Pemupukan 4.056,00
Penyemprotan pestisida untuk penyakit (P&D) 1.560,00
Penyiraman manual 1.248,00
Pengukuran kekompakan akar 936,00
Penunjang
Pembersihan Tray 708,24
Pembersihan Nozzle 624,00
Ex Media 780,00
Pemeliharaan 1.248,00
Pelabelan 312,00
Pemeliharaan MPH 1.248,00
Operator Boom injection 936,00
5.1.2 Penanaman
Kegiatan penanaman tahun 2009 merupakan bekas tebangan tahun 2008 dan
sisa areal yang belum ditanam tahun 2008. Target luas areal yang akan ditanam
pada tahun 2009 di sektor Pelalawan adalah 2850 Ha. Areal yang akan ditanam
harus lulus HQA (harvesting Quality Asessment) yakni untuk menentukan layak
atau tidaknya suatu areal ditanam. Syarat kelulusan HQA tercapai apabila areal
sudah bersih, tidak ada kayu, titik tanam (planting point) tidak hilang. Kegiatan
HQA dilakukan oleh departemen Harvesting akan tetapi biaya dilimpahkan ke
departemen Plantation.
Penanaman merupakan suatu kegiatan menanam tanaman utama dengan
metode dan cara tertentu. Penanaman dapat digolongkan menjadi dua bagian
yaitu bagian yang pertama adalah bagian pengembangan (development) yakni
meliputi persiapan lahan (pre plant spraying), tanam, pemupukan, dan
penyulaman. Bagian yang kedua adalah bagian pemeliharaan yakni
pemberantasan hama (weeding) dan singling (pemotongan cabang yang bersaing
dengan batang utama).
Kegiatan persiapan lahan merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum
penanaman bibit dilakukan meliputi pemberantasan gulma yang terdapat pada
areal yang akan ditanaman dan penilaian kelayakan lahan untuk ditanaman.
Pemberantasan gulma dilakukan dengan penyemprotan pada gulma (Pre plant
spraying). Penyemprotan gulma biasanya hanya dilakukan sekali saja yakni
sebulan sebelum penanaman (weeding 0). Pada areal gambut (peat land) jenis
gulma yang sering ditemukan adalah jenis paku-pakuan.
Areal yang sudah yang sudah memenuhi persyaratan HQA akan ditanam
dengan tanaman pokok Acacia crassicarpa dengan jarak tanam 3m x 2,5m dan
kedalaman lubang tanam adalah 30 cm x 30 cm. Jarak ini merupakan jarak ideal
bagi pertumbuhan tanaman di areal gambut dan memudahkan pemanenan
nantinya. Untuk memudahkan proses penanaman bibit maka digunakan tali ajir
sehingga bibit yang ditanam tetap lurus dan teratur. Kegiatan penanaman ini juga
sekaligus dilakukan kegiatan pemupukan.
Ketika bibit selesai ditanam maka langsung dipupuk dengan menggunakan pupuk
Rock Phospat, MOP, dan micro nutrient ( Fertibore dan Zinc cope). Tabel
prestasi kerja untuk kegiatan penanaman dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Prestasi kerja kegiatan penanaman
Kegiatan Besar Prestasi
Kerja (HOK/Ha)
Total HOK Penanaman
15,75
Infield drain 2,00
Cross field drain dan Mid drain 2,00
Survey boundary 0,75
Pre plant spraying 1,00
Penanaman bibit 4,00
Pemupukan
Rock Posphat 1,00
KCL (MOP) 1,00
Fertibore (sambil membawa tugal) 1,50
Zinc cop (sambil membawa tugal) 1,50
Penyulaman 1,00
Kegiatan blanking (penyulaman) dilakukan setelah umur bibit setelah
ditanam 1 bulan. Kegiatan blanking bertujuan untuk menyiangi tanaman yang
mati dan menggantinya dengan bibit yang baru. Total prestasi kerja untuk
kegiatan penanaman adalah 15,75 HOK/Ha.
5.1.3 Pemeliharaan
Areal pemeliharaan tahun 2009 terdiri dari areal penanaman tahun 2008 dan
2009. Kegiatan pemeliharaan terdiri dari penyemprotan bahan kimia (weeding
rotation) untuk membunuh gulma yang ada pada areal tanaman. Weeding rotation
I dilakukan 1 bulan setelah tanam. Bersamaan dengan penyemprotan akan
dilakukan juga pencabutan tanaman-tanaman pengganggu yang bersaing dengan
tanaman utama. Jenis tanaman pengganggu yang dicabut secara manual adalah
tanaman yang tingginya menyamai tanaman utama atau tanaman penggangu tetap
bertahan hidup walaupun sudah dilakukan penyemprotan. Weeding rotation II
dilakukan 3 bulan setelah tanam, weeding rotation III dilakukan setelah 5 bulan
tanam, weeding rotation IV dilakukan setelah 8 bulan tanam, weeding rotation V
dilakukan setelah 12 bulan tanam. Jenis gulma yang dominan adalah jenis pakis
dan paku-pakuan sehingga bahan kimia yang digunakan untuk membasmi gulma
tersebut adalah Gramoxon dan Metsulindo.
PMA (Plantation Monitoring Assesment) merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk memeriksa persentase tanaman yang hidup dan menilai
pertumbuhan tanaman. PMA I dilakukan 6 bulan setelah penanaman. Kegiatan
yang dilakukan adalah menghitung jumlah tanaman yang bertahan hidup dan
pengukuran tinggi tanaman. PMA II dilakukan 1 tahun setelah penanaman.
Kegiatan yang dilakukan adalah penjumlahan tanaman yang bertahan hidup,
pengukuran diameter dan tinggi pohon. Kegiatan PMA dilaksanakan oleh
kontraktor departemen Planning namun pembayaran upah pekerja dilimpahkan ke
departemen Plantation. Prestasi kerja untuk kegiatan pemeliharaan tanaman dapat
dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Prestasi kerja kegiatan pemeliharaan tanaman
Pemotongan cabang yang bersaing dengan batang utama (singling) akan
dilakukan ketika tinggi tanaman mencapai 1,5-2,5 meter. Pemotongan cabang ini
dilakukan agar tidak terjadi persaingan antara batang utama dan cabang, sehingga
batang utama dapat berkembang dengan baik ke arah tinggi maupun diameter.
Total prestasi kerja untuk pemeliharaan tanaman adalah 30 HOK/Ha.
Kegiatan pemeliharaan untuk weeding ditangani 7 kontraktor yakni CV. Pusaka
Alam Lestari, CV. Fauma Kheda, CV. Semoga Jaya, CV. Ayu Lestari, CV.
Rahmat, CV. Artomoro, dan CV. Anugrah Melayu Madina. Kegiatan
pemeliharaan untuk singling ditangani oleh CV. Rahmat, CV. Talabu dan CV.
Opung Butu Butu.
Kegiatan Prestasi kerja
(HOK/ha)
Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan weeding rotation I 2,00
Pencabutan tanaman pengganggu di sekitar tanaman 2,00
Kegiatan weeding rotation II 2,00
Pencabutan tanaman pengganggu di sekitar tanaman 2,00
Kegiatan weeding rotation III 1,00
Pencabutan tanaman pengganggu di sekitar tanaman 2,00
PMA 1 ( Plantation Monitoring Assesment ) 7,00
Kegiatan weeding rotation IV 2,00
PMA 2 ( Plantation Monitoring Assessment ) 7,00
Kegiatan weeding rotation V 2,00
Singling 1,00
Total 30,00
5.1.4 Perlindungan Hutan
Kegiatan perlindungan hutan di PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP)
sektor Pelalawan difokuskan pada pencegahan kebakaran dan pengendalian
terhadap hama penyakit. Jenis tanah di sektor Pelalawan adalah jenis tanah
gambut yang sangat rentan terhadap kebakaran. Oleh karena itu jika tidak turun
hujan selam 3 hari berturut-turut wajib dilakukan patroli ke lapangan untuk
memastikan ada atau tidaknya kebakaran di areal yang dilindungi. Kegiatan
pengendalian kebakaran didukung sarana kerja berupa alat-alat pemadam
kebakaran dan bangunan pencegahan kebakaran serta prasarana kerja berupa jalan
hutan di areal tanam dan organisasi pengendali kebakaran. Pengawasan terhadap
areal tanam dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dilakukan terus menerus
melalui menara-menara pengawas api pada titik-titik strategis pada areal tanaman
yang dilindungi. Selain pengawasan terhadap kebakaran hutan dan hama penyakit,
perlindungan hutan juga meliputi penjagaan kawasan lindung. Kegiatan untuk
pengusahaan kawasan lindung meliputi pemeliharaan dan penjagaan plasma
nuftah, pembibitan tanaman asli (nursery alam).
Total prestasi kerja untuk pelindungan hutan untuk pengendalian kebakaran
hutan dan hama penyakit adalah 1,10 HOK/Ha dan untuk perlindungan untuk
kawasan lindung adalah 0,12 HOK/Ha. Jadi total prestasi kerja untuk
perlindungan hutan adalah 1,22 HOK/Ha.
Pengawasan terhadap areal hutan dalam rangka pencegahan terhadap
kebakaran hutan terus-menerus dilakukan. Patroli dilakukan 18 kali dalam
sebulan. Namun apabila tidak turun hujan dalam 3 hari berturut-turut akan
dilakukan patroli untuk memastikan bahwa areal hutan aman dari bahaya
kebakaran hutan. Seluruh karyawan pada unit operasional diwajibkan untuk
membantu tim pengendali kebakaran hutan bila terjadi kebakaran yang cukup
besar.
5.1.5 Pemanenan Kayu
Target tebangan berdasarkan RKT 2009 di PT. RAPP sektor Pelalawan
adalah 386.061 m3
kayu. Target tebang tersebut diperoleh dari areal hutan seluas
2.757,6 hektar. Kegiatan pemanenan kayu di PT.RAPP sektor Pelalawan dapat
dibagi menjadi 3 jenis yaitu pemanenan manual ongkak, pemanenan manual alat,
pemanenan mekanis. Kegiatan pemanenan kayu PT. RAPP merupakan kerja sama
antara PT. RAPP dengan kontraktor kerja pemanenan.
5.1.5.1 Pemanenan Manual Kupas (Manual Harvesting Debarked)
Pemanenan manual kupas adalah sistem pemanenan dengan menggunakan
tenaga manual. Pemanenan manual dapat dibagi menjadi 2 bagian yakni manual
ongkak dan manual alat. Manual ongkak merupakan pemanenan dengan
menggunakan tenaga manusia secara keseluruhan, mulai dari penebangan,
pemotongan,penumpukan kayu, penyaradan hingga ke tepi canal. Perbedaan
manual ongkak dan manual alat terletak pada sistem penyaradan yang digunakan.
Pada manual ongkak penyaradan dilakukan dengan menggunakan sistem ongkak
(tenaga manusia), sedangkan pada manual alat menggunakan excavator.
Kegiatan pemanenan dilakukan dalam bentuk regu dimana satu regu terdiri
dari 8 orang. Alat yang digunakan untuk menebang pohon adalah chainsaw untuk
masing-masing regu. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah merobohkan pohon,
membagi batang, menumpuk kayu di infield drain, menyarad kayu hingga ke tepi
canal (TPN), barging, dan tumpuk di TPK. Sebelum dilakukan penebangan, pihak
PT. RAPP sektor Pelalawan (supervisi tebang) dan kontraktor tebang mensurvei
areal untuk menentukan batas-batas petak dan arah sarad. Jumlah hari efektif per
bulan adalah 26 hari. Untuk satu hari kerja, kegiatan pemanenan manual alat
menghasilkan prestasi kerja 24 m3/hari/regu dengan waktu efektif 8 jam yaitu
sekitar 4,75 HOK/Ha. Kegiatan pemanenan manual ongkak menghasilkan
prestasi kerja 19,22 m3/hari/regu dengan waktu efektif 8 jam, yaitu sekitar 5,93
HOK/Ha. Proses penyaradan pada manual ongkak akan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses Penyaradan pada Manual Ongkak
5.1.5.2 Pemanenan Mekanis Kulit (Mechanical Harvesting Undebarked)
Pemanenan mekanis kulit secara umum sama dengan pemanenan manual.
Perbedaannya adalah kayu yang dihasilkan pada pemanenan mekanis kulit tidak
dikupas. Kulit dibiarkan tetap melekat pada kayu dan diperhitungkan dalam
pengukuran berat kayu. Jumlah hari efektif per bulan adalah 26 hari. Untuk satu
hari kerja, kegiatan pemanenan manual kulit menghasilkan prestasi kerja 40,71
m3/hari/regu dengan waktu efektif 8 jam, yaitu sekitar 2,80 HOK/Ha.
5.1.5.3 Barging
Barging merupakan pengangkutan kayu dari TPN ke TPK. Pengangkutan
kayu ini harus melewati canal yang mempunyai ukuran 10 x 8 x 3 meter. Canal
berfungsi sebagai jalur keluarnya kayu dari hutan dan sebagai akses transportasi.
Kegiatan barging menggunakan tenaga Tug boat. Kayu disusun dalam barge-
barge. Satu barge mempunyai kapasitas 22 m3 kayu. Satu Tug boat dapat menarik
12 barge. Prestasi kerja barging adalah 264 m3/hari. Trip barging ditentukan oleh
jarak TPN ke TPK. Apabila jaraknya dekat maka dalam satu hari dapat lebih dari
sekali trip, namun apabila jaraknya jauh maka dalam satu hari hanya satu kali trip.
Maka prestasi kerja kegiatan barging adalah 264 m3/hari, yakni sekitar 2,31
HOK/Ha. Proses Barging disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses Barging pada Canal
5.1.5.4 Hauling
Kegiatan pengangkutan kayu ke pabrik dinamakan hauling. Kayu-kayu
yang sudah dimuat akan di bawa ke pabrik dengan Road train BDP 70 ton dan
RTP berkapasitas 100 ton. Pengangkutan kayu ke pabrik (Pangkalan kerinci) dari
sektor Pelalawan melewati jalan darat dan berjarak 21 km. Kedua jenis alat
angkutan ini dalam satu hari dapat menghasilkan 3-4 kali trip. Perjalanan dari TPn
Pelalawan ke pabrik sekitar 45 menit. Hari kerja efektif adalah 25 hari. Satu unit
Road train BDP 70 ton dan RTP berkapasitas 100 ton terdiri dari satu orang supir
dan satu orang rekannya. Road train BDP 70 ton terdiri dari 36 regu yakni sekitar
1,40 HOK, sedangkan RTP berkapasitas 100 ton terdiri dari 20 regu yakni sekitar
1,05 HOK. Proses hauling disajikan pada Gambar 6. Prestasi kerja kegiatan
pemanenan kayu dan prestasi kerja kegiatan pengusahaan HTI dapat dilihat pada
Tabel 14 dan Tabel 15.
Gambar 6. Proses Hauling pada Sektor Pelalawan.
Tabel 14. Prestasi kerja kegiatan pemanenan kayu.
Kegiatan HTI Besar Prestasi kerja
Total
Under brushing
30,43
10,00
Pemanenan manual Kupas
Manual alat 4,75
Manual ongkak 5,93
Pemanenan Mekanis- non kupas 2,80
Barging 2,31
Hauling
Road Train BDP 70 ton 1,40
RTP FH 16 1,05
Pembersihan Kanal 2,24
Tabel 15. Prestasi kerja kegiatan pengusahaan HTI di PT.RAPP
Kegiatan HTI Satuan Prestasi Kerja
Pengadaan Bibit
Penanaman
Pemeliharaan tanaman
Perlindungan Hutan
Pemanenan Kayu
Under brushing
Manual ongkak
Manual alat
Mekanis
Barging
Canal Cleaning
Hauling
Road Train BDP 70 ton
RTP (FH 16)
HOK/Ha
HOK/Ha
HOK/Ha
HOK/Ha
HOK/Ha
HOK/Ha
HOK/Ha
HOK/Ha
HOK/Ha
HOK/Ha
HOK/Ha
HOK/Ha
34,45
15,75
30,00
1,22
30,43
10,00
5,93
4,75
2,80
2,31
2,24
1,40
1,05
Keterangan : *) Total prestasi kerja kegiatan pengadaan bibit sebesar 98.187,12
HOK/tahun dibagi luas areal penanaman tahun 2009 seluas 2850 Ha.
5.2 Biaya Pengusahaan
Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan
uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan
tertentu. Biaya pengusahaan HTI terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel (biaya
operasional di lapangan). Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap
dalam satuan unit waktu tertentu, tetapi akan berubah per satuan unitnya jika
volume produksi persatuan waktu tersebut berubah. Biaya ini akan terus
dikeluarkan walaupun tidak berproduksi, contoh: biaya asuransi, bunga modal,
penyusutan, dan lain-lain. Biaya variabel adalah biaya yang berkaitan langsung
dengan output, yang nilainya bertambah besar dengan meningkatnya output dan
berkurang dengan menurunnya output, contoh: biaya material, upah langsung, dan
lain-lain.
Besarnya biaya pengusahaan HTI PT. RAPP sektor Pelalawan berdasarkan
jenis biaya disajikan pada Tabel 16 dan besarnya biaya pengusahaan HTI
berdasarkan jenis kegiatan dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 16. Biaya pengusahaan HTI PT. RAPP sektor Pelalawan berdasarkan
jenis biaya (harga tahun 2009).
Jenis Biaya Biaya
(Rp ribu/Ha)
Biaya
(Rp ribu/m3)*
Persentase (%)
Biaya tetap
Penyusutan
Bunga Modal
Asuransi
Biaya tidak tetap
Tenaga kerja
Material
26.893,7
26.052,1
651,7
189,9
8.331,4
5.107,8
3.223,6
192,09
186,08
4,65
1,35
59,54
36,48
23,06
76,34
73,96
1,85
0,51
23,66
14,49
9,17
Total 35.225,1 251,63 100
Keterangan: *Biaya per hektar dibagi realisasi produksi kayu di PT.RAPP sektor Pelalawan
sebesar 140 m3/Ha
Tabel 17. Biaya pengusahaan HTI PT.RAPP sektor Pelalawan berdasarkan jenis
kegiatan ( Harga 2009)
Jenis Biaya Biaya
(Rp ribu/Ha)
Biaya
(Rp ribu/m3)*
Persentase (%)
Pengadaan bibit
Penanaman
Pemeliharaan
Perlindungan Hutan
Pemanenan
406,70
2.728,90
2.427,40
101,50
29.560,60
2,91
19,49
17,35
0,73
211,15
1,16
7,75
6,89
0,29
83,91
35.225,1 251,63 100
Keterangan : *Biaya per hektar dibagi realisasi produksi kayu di PT.RAPP sektor Pelalawan
sebesar 140 m3/Ha
Tabel 18. Biaya tetap dan biaya tidak tetap pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, perlindungan hutan dan pemanenan kayu di PT. RAPP Sektor Pelalawan
Uraian Unit
Kegiatan HTI Pengadaan
Bibit 1)
Penanaman 2)
Pemeliharaan 3)
Perlindungan
4) Pemanenan Kayu
5)
Manual
ongkak
Manual
alat Mek- kulit
Barging&
canal
Cleaning Hauling sub total
Total (%)
Biaya Tetap
Penyusutan Rp ribu/th 71894,3 5926,0 9077,3 218054,2 28050,0 808050,0 4918050,0 490000,0 9016964,5 15261114,5 15566066,2
Rp ribu/ha 25,2 16,7 8,8 34,2 152,0 2189,1 13323,7 531,0 9771,3 25967,1 26052,1 74,0
Bunga Modal Rp ribu/th 4469,7 27,1 70,0 61886,5 319,9 41.611,2 121017,4 29645,0 153062,0 345655,5 412108,9
Rp ribu/ha 1,6 0,1 0,07 9,7 1,7 112,7 327,9 32,1 165,9 640,3 651,7 1,9
Asuransi Rp ribu/th 1298,0 0,0 9,6 18038,2 9,1 12156,8 35359,9 8662,5 44725,9 100914,2 120260,0
Rp ribu/ha 0,5 0,00 0,01 2,8 0,0 32,9 95,8 9,4 48,5 186,6 189,9 0,5
sub total Rp ribu/th 77662,0 5953,1 9156,9 297978,8 28379,0 861818,0 5074427,3 528308 9214752,4 15707684,2 16098435,1
Rp ribu/ha 27,2 16,8 8,8 46,8 153,8 2334,8 13747,4 573 9985,6 26794,1 26893,7 76,3
Biaya Tidak Tetap
Tenaga Kerja Rp ribu/ha 142,1 1452,4 1895,0 54,7 504,05 356,3 196,0 341,3 166,0 1563,6 5107,8 14,5
Material Rp ribu/ha 237,4 1259,7 523,5 134,6 229,56 467,1 134,3 237,5 1203,0 3223,6 9,2
sub total Rp ribu/ha 379,5 2712,1 2418,5 54,7 638,6 585,8 663,1 475,6 403,5 2767 8331,4 23,7
Total Rp ribu/ha 406,7 2728,9 2427,4 101,5 792,4 2920,6 14410,4 1048,1 10389,1 29560,6 35225,1
Persentase (%) 1,2 7,7 6,9 0,3 2,2 8,3 40,9 3,0 29,5 83,9 100
Keterangan : 1) Luas persemaian 10 hektar dapat memproduksi 45,6 juta bibit Acacia crassicarpa per tahun. Dengan kebutuhan bibit sebesar 1466 batang / ha, areal persemaian ini dapat mensuplai areal penanaman seluas 2850 ha / th
dengan kebutuhan HOK sebesar 98184,12 HOK/th. Areal PCN mensuplai bibit untuk sektor Ukui, Langgam, dan Mandau. Sehingga masing2 biaya tetap pada tabel 17 untuk pengadaan bibit, diperoleh dari hasil perkalian
biaya tetap pengadaan bibit pada lampiran 1 dikalikan dengan 9,1%.
2) Areal penanaman yang dikerjakan oleh 4 regu kerja (28 orang) pada sektor Pelalawan pada bulan Januari-maret 2009 adalah seluas 354,3 Ha dengan kebutuhan HOK
3) Areal pemeliharaan yang dikerjakan disektor Pelalawan Januari-Maret 2009 adalah 1036 Ha dengan kebutuhan HOK sebesar 34 HOK/Ha
4) Areal yang dilindungi di sektor Pelalawan adalah seluas 6372,5 Ha dengan kebutuhan HOK sebesar 1,22 HOK/Ha
5) Prestasi kerja yang dicapai kegiatan pemanenan untuk pemanenan manual alat, manual ongkak, mekanis kulit adalah 24 m3/regu/hari, 19,22 m3/regu/hari, dan 40,71 m3/hari untuk barging 1 trip/ hari dan hauling untuk
RTP dan BD masing-masing mempunyai kapasitas 100 ton dan 70 ton . Berdasarkan RKT 2009, kayu yang akan ditebang adalah 386.061 m3 yaitu sekitar 2.757,6 Ha. Hasil pemanenan dari januari - Maret adalah 922,8 Ha
5.2.1 Biaya Kegiatan Teknis
Biaya kegiatan teknis dapat diketahui dari dua metode yakni dengan
menghitung biaya berdasarkan jenis biayanya dan berdasarkan kegiatan teknis
HTI yang dilakukan. Dari Tabel 16 dapat diketahui biaya teknis pengusaahan HTI
berdasarkan jenis biaya sebesar Rp 35.225.100 per Ha atau Rp 251.630 (USD
21,62) per m3 (1 USD=Rp 12.100), yang terdiri atas biaya tetap sebesar Rp
26.893.700 per hektar (76,34%). Jenis biaya terbesar adalah biaya penyusutan
sebesar Rp 26.052.100 per hektar (73,96%). Biaya penyusutan bertujuan untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan perhitungan biaya. Depresiasi merupakan metode
untuk memperhitungkan besarnya penurunan nilai pasar barang modal tetap.
Biaya penyusutan dianggap sebagai biaya karena dalam perhitungan ekonomi
penyusutan merupakan suatu kerugian karena berkurangnya nilai suatu alat
(Pramudya, 1992). Setelah biaya penyusutan, biaya berikutnya adalah biaya
tenaga kerja yakni sebesar Rp 5.107.800 per hektar (14,49%). Tingginya biaya
tenaga kerja dapat disebakan oleh tingginya kebutuhan tenaga kerja (HOK) untuk
melakukan semua kegiatan HTI.
Biaya yang ketiga adalah biaya material sebesar Rp 3.223.600 per hektar
(9,17%), kemudian diikuti biaya bunga modal sebesar Rp 651.700 per hektar
(1,85%), dan biaya asuransi sebesar Rp 189.900 per hektar (0,51%). Besarnya
tingkat suku bunga modal yang dipakai PT. RAPP adalah sebesar 7,75% dan
tingkat asuransi adalah 2,25%. Bunga modal dan asuransi dari investasi pada
mesin dianggap biaya karena uang yang digunakan untuk membeli alat tidak dapat
digunakan untuk usaha lain (Pramudya, 1992). Besarnya tingkat suku bunga dan
tingkat asuransi akan sangat mempengaruhi besarnya biaya yang akan
dikeluarkan.
Biaya pengusahaan berdasarkan jenis kegiatan teknis HTI dapat dilihat pada
Tabel 17. Biaya terbesar dikeluarkan oleh kegiatan pemanenan kayu yakni sebesar
Rp 29.560.600 per hektar (83,91%). Tingginya biaya pada pemanenan kayu dapat
disebabkan oleh tingginya biaya peralatan yang diperlukan dan sistem pemanenan
yang digunakan, proses barging dan sistem canal yang dapat meningkatkan biaya
pemanenan kayu. Pada sektor pelalawan peralatan yang digunakan untuk kegiatan
pemanenan umunya menggunakan alat berat.), kemudian biaya penanaman
sebesar Rp 2.728.900 per hektar (7,75%). Pada penanaman, biaya yang sangat
mempengaruhi adalah biaya tenaga kerja dan material. Biaya selanjutnya adalah
biaya pemeliharaan sebesar Rp 2.427.400 per hektar (6,89%), kemudian biaya
pengadaan bibit sebesar Rp 406.700 per hektar (1,16%) serta biaya perlindungan
hutan sebesar Rp 101.500 per hektar (0,29%).
5.2.2 Biaya Total
Biaya total kegiatan pengusahaan HTI diperoleh dengan melakukan studi
literatur terhadap beberapa pustaka yang terkait. Dalam hal ini dilakukan rata-rata
penjumlahan biaya pengusahaan HTI terhadap lima buku studi kelayakan
mengenai pembiayaannya berturut-turut yaitu : PT. TPL (2003), PT. MHP (2002),
PT. Kiani Lestari (1991), PT. Kelawit Wana Lestari (1993) dan PT. Ekawana
Lestari Dharma (1993). Penjumlahan biaya pengusahaan HTI yang dihitung dari
data lapangan di PT. RAPP dan rata-rata pembiayaan lima buku studi kelayakan
HTI berdasarkan harga konstan tahun 2000.
Tabel 19 merupakan tabel yang menjelaskan biaya total kegiatan
pengusahaan HTI. Biaya total pengusahaan HTI yang dapat dihitung pada PT.
RAPP sektor Pelalawan adalah Rp 17.940.990 per Ha atau Rp 127.850 (USD
15,18) per m3 (harga konstan tahun 2000). Harga jual kayu Acacia crassicarpa
dari HTI sebagai Bahan Baku Serpih (BBS) industri pulp dan kertas sebesar Rp
204.000,- per m3 atau USD 24,22 per m
3 dengan menggunakan harga konstan
tahun 2000. Dengan melihat keadaan produksi kayu di PT. RAPP sektor
Pelalawan dengan realisasi tebangan tahun 2009 sebesar 140 m3 per Ha, maka dari
nilai jual kayu terhadap biaya total kegiatan pengusahaan maka diperoleh
keuntungan kotor sebesar Rp 76.150 atau USD 9,04 per m3 ( 1 USD=Rp
8421,78)
Tingkat keuntungan sebesar USD 9,04 per m3 di HTI RAPP sektor
Pelalawan tidak menunjukkan profitabilitas perusahaan yang sesungguhnya. Nilai
keuntungan per m3
kayu tersebut belum memperhitungkan biaya-biaya seperti
pungutan-pungutan tidak resmi dan biaya-biaya siluman serta biaya sosial
lingkungan akibat adanya pembangunan HTI.
Tabel 19. Biaya total kegiatan pengusahaan HTI (harga konstan tahun 2000)
Kegiatan HTI Biaya
(Rp ribu/ha)
Biaya
(Rp ribu/m3)
Persentase
(%)
Kegiatan Teknis 1)
Pengadaan Bibit
Penanaman
Pemeliharaan
Perlindungan Hutan
Pemanenan Kayu
Kegiatan Penunjang 2)
Perencanaan
Pembangunan Sarana dan Prasarana
Administrasi dan Umum
Diklat dan Litbang
Lain-lain
Kewajiban Kepada Negara 3)
Kewajiban bagi lingkungan sosial 4
Penilaian HTI 4)
170,81
1.146,14
970,96
42,63
12.415,45
101,00
1.303,00
1.125,00
434,00
91,00
96,00
45,00
1,22
8,18
6,93
0,03
88,68
0, 72
9,31
8,03
3.10
0,65
0,68
0,32
0,95
6,39
5,42
0,02
69,36
0,56
7,29
6,28
2,42
0,52
0,53
0,26
Jumlah 17.940,99 127,85 100
Keterangan :
1. Dihitung berdasarkan data lapangan PT. RAPP (2009 : Rp 39.319.400 per ha : GDP Deflator
= 237,93 : Kurs 1 USD tahun 2000 = Rp 8421,78).
2. Dihitung berdasarkan tiga buku studi kelayakan masing-masing PT. Kiani Lestari (1991: Rp
509.458 : GDP Deflator = 26,86 ), PT. Ekawana Lestari Dharma (1993: Rp 1.031.861 : GDP
Deflator = 30,81) dan PT. Kelawit Wana Lestari (1993: Rp 1.133.660 : GDP Deflator =
30,81).
3. Dihitung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 220/Kpts-11/1999 tentang besarnya
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) per satuan hasil hutan kayu (1999 : Rp 82.815 per ha :
GDP Deflator = 90,10).
4. Dihitung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 389/Kpts-11/1994 tentang biaya
satuan pembangunan HTI tahun 1994/1995 (1994 : Rp 32.000 per ha dan Rp 15.000 per ha :
GDP Deflator = 33,21).
5.2.3 Perbandingan Biaya
Perbandingan biaya pengusahaan HTI PT. RAPP dan biaya pengusahaan
HTI (PT. Kiani Lestari (KL) tahun 1991, PT. Ekawana Lestari Dharma (ELD)
tahun 1993, PT. Kelawit Wana Lestari (KWL) tahun 1993, PT Musi Hutan
Persada (MHP) tahun 2002, dan PT Toba Pulp Lestari (TPL) tahun 2003, serta
biaya satuan pengusahaan HTI Departemen Kehutanan (Dephut), disajikan pada
Tabel 20.
Tabel 20. Perbandingan biaya pengusahaan HTI PT. RAPP dan HTI-HTI lain
serta Dephut (harga konstan tahun 2000).
Kegiatan HTI
Biaya Pengusahaan (USD / ha)
PT.RAPP1)
(HTI-Pulp)
PT.TPL2)
(HTI-
Pulp)
PT. MHP3)
(HTI-Pulp)
PT. KL 4)
(HTI-
Pulp)
PT. ELD 5)
(HTI-
Perkakas)
PT. KWL6)
(HTI-
Perkakas)
DEPHUT7)
Pengadaan
bibit
Penananam
Pemeliharaan
Perlindungan
20,28
136,09
115,29
5,06
28,00
89,00
133,00
1,00
16,80
57,19
79,17
1,88
61,10
65,20
270,34
29,26
56,10
143,86
158,76
1,87
18,74
41,88
46,49
------
60,78
58,63
272,44
38,61
Keterangan : 1. Dihitung berdasarkan data lapangan HTI PT. RAPP (2009 : Rp 39.319.400 per ha : GDP
Deflator = 237,93 : Kurs 1 USD tahun 2000 = Rp 8421,78).
2. Dihitung berdasarkan data lapangan HTI. PT Toba Pulp Lestari (2003 : Rp 9.003.000,00 per Ha: GDP deflator =123,86)
3. Dihitung berdasarkan data lapangan HTI PT. MHP (2002: RP 8.674.000,00 per Ha : GDP
deflator :121)
4. Dihitung berdasarkan buku studi kelayakan HTI PT. Kiani Lestari (1991: Rp 963.424 :
GDP Deflator = 26,86)
5. Dihitung berdasarkan buku studi kelayakan HTI PT. Ekawana Lestari Dharma (1993 : Rp
1.133.266 : GDP Deflator = 30,81)
6. Dihitung berdasarkan buku studi kelayakan HTI PT. Kelawit Wana Lestari (1993 : Rp
513.137 : GDP Deflator = 30,81)
7. Dihitung berdasarkan biaya satuan pembangunan HTI Departemen Kehutanan
(1994/1995 : Rp 1.203.942 : GDP Deflator = 33,21)
Perbedaan biaya kegiatan teknis antara PT. RAPP dapat disebakan karena PT.
RAPP sektor Pelalawan merupakan jenis tanah gambut (peatland) sehingga
membutuhkan sistem canal dalam pengusahaannya, sedangkan PT. TPL. PT.
MHP, PT. KL, PT.ELD, PT. KWL, dan Dephut mempunyai jenis tanah mineral
(dry land). Umumnya biaya pengusahaan pada lahan gambut lebih tinggi
dibandingkan dengan biaya pengusahaan HTI pada areal tanah kering (mineral
soil).
Pada penelitian ini komponen-komponen biaya yang dihitung berdasarkan
kondisi yang terjadi di lapangan. Pengadaan bibit merupakan kegiatan rutin setiap
tahun, penanaman dan pemeliharaan tanaman dilakukan dengan sistem kerja
manual, sedangkan pada kegiatan perlindungan hutan biaya material lapangan
tidak teridentifikasi. Selain karena adanya komponen-komponen biaya yang tidak
dihitung, perbedaan jumlah biaya yang terjadi di PT. RAPP dan HTI-HTI lain
dapat disebabkan karena perbedaan jenis tanaman yang dikembangkan, luas areal
pengusahaan dan sistem kerja atau alat-alat kerja yang digunakan. Penyesuaian
kegiatan dengan kondisi lapangan dapat pula memberikan perbedaan yang cukup
besar, hal ini menunjukkan bahwa proyeksi biaya pengusahaan (aspek kelayakan
finansial HTI) lebih besar daripada biaya yang terjadi di lapangan (realisasi). Bila
dibandingkan dengan standar biaya pembangunan HTI yang ditetapkan oleh
Menteri Kehutanan sebagai pedoman yang berlaku, ternyata menunjukkan
perbedaan. Hal ini disebabkan besarnya biaya satuan pembangunan HTI yang
berlaku ditetapkan dalam bentuk paket, sedangkan perincian selanjutnya disusun
oleh pelaksana kegiatan lapangan di masing-masing HTI.
Perbedaan biaya pengusahaan HTI PT. RAPP sektor pelalawan dengan
sektor-sektor lain di RAPP dapat disebabkan oleh karena HTI PT. RAPP sektor
Pelalawan merupakan jenis HTI peatland, yaitu tanah gambut. Oleh karena itu
dalam pengusahaannya memerlukan pembuatan canal sebagai akses transportasi
dan jalur keluarnya kayu dari hutan. Biaya pembuatan canal dan pemeliharaan
canal tidak terdapat dalam hutan tanaman industri yang mempunyai jenis tanah
mineral. Selain itu, pada sektor Pelalawan umumnya menggunakan alat berat
sehingga biaya tetap (penyusutan, bunga modal, dan asuransi) tinggi. Biaya tetap
akan tetap dikeluarkan walaupun tidak berproduksi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di HTI di PT. Riau Andalan
Pulp and Paper, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil perhitungan biaya lima
kegiatan teknis pengusahaan HTI (harga konstan tahun 2000) diperoleh biaya
pengadaan bibit adalah Rp 170.810/ha dengan prestasi kerja 34,45 HOK/ha
(0,95%), untuk penanaman adalah Rp 1.146.140/ha dengan prestasi kerja 15,75
HOK/ha (6,39%), untuk pemeliharaan tanaman adalah Rp 970.960/Ha dengan
prestasi kerja 30,00 HOK/ha (5,42%), untuk perlindungan hutan adalah sebesar
Rp 42.630/ha dengan prestasi kerja 1,22 HOK/ha (0,02%), serta pemanenan hutan
adalah Rp 12.415.450/ha dengan prestasi kerja 30,43 HOK/Ha (69,36%).
Berdasarkan perhitungan harga konstan tahun 2000, maka biaya lima kegiatan
teknis pengusahaan HTI di PT. Riau Andalan Pulp and Paper adalah sebesar Rp
14.745.990 atau sebesar Rp 105.328,50 /m3 (USD 12,51/m
3).
Hasil perhitungan biaya kegiatan penunjang HTI berdasarkan harga konstan
tahun 2000 sebesar Rp 3.201.554 per ha atau Rp 25.012,68 (USD 2.97) per m3
terdiri dari kegiatan perencanaan Rp 101.868 per hektar, pengadaan sarana dan
prasarana Rp 1.303.518 per hektar, administrasi dan umum Rp 1.125.665 per
hektar, diklat dan litbang Rp 434.064 per hektar, kewajiban kepada negara Rp
91.915 per hektar, kewajiban kepada lingkungan sosial Rp 96.357 per hektar dan
penilaian HTI Rp 45.167 per hektar.
Biaya total pengusahaan HTI sebesar Rp 17.940.990/ha atau Rp 127.850
(USD 15,18) per m3. Berdasarkan nilai jual kayu terhadap biaya total kegiatan
pengusahaan maka diperoleh keuntungan kotor sebesar Rp 76.150 atau USD
9,04 per m3 ( 1 USD=Rp 8421,78)
6.2 Saran
Perlu kajian lebih lanjut mengenai biaya-biaya yang sulit diidentifikasi
misalnya pungutan-pungutan tidak resmi dan biaya-biaya siluman serta biaya
sosial dan lingkungan akibat adanya pembangunan HTI. Biaya-biaya ini akan
menunjukkan tingkat keuntungan sesungguhnya yang diperoleh perusahaan HTI.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1991. Studi Kelayakan Hutan Tanaman Industri PT Kiani Lestari dan PT
Inhutani I Unit Batu Ampar Propinsi Dati I, Kalimantan Timur. PT Ifdeco
Wana Bangun. Jakarta.
Anonim. 2007. Biaya Pengusahaan Tanaman Industri. www. Google.com.
[Diakses pada 14 Maret 2009].
Anonim. 2008. Perkembangan Pendapatan Domestik Bruto. www. wikipedia.org.
[Diakses pada tanggal 18 Juli 2009].
Anonim. 2008. Pendapatan Domestik Bruto. www. google.com. [Diakses pada
tanggal 20 Juli 2009].
_____ . 1993a. Studi Kelayakan Hutan Tanaman Industri PT. Ekawana Lestari
Dharma Unit Sungai Mempura Propinsi Dati I Riua. PT Bakti Multi
Persada. Jakarta.
_____ . 1993b. Studi Kelayakan Hutan Tanaman Industri PT. Kelawit Wana
Lestari Unit Sungai Kelawit Propinsi Dati I Kalimantan Timur. PT Bakti
Multi Persada. Jakarta.
_____ . 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Pengusahaan
Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi. Sekretariat
Kabinet Republik Indonesia. Jakarta.
_____ . 2008. Economic Indicator Listing. Economic Statistics by Country –
Indonesia. Di dalam www.economywatch.com/ecomonic-statistic/country.
[Diakses pada tanggal 7 Agustus 2009].
_____ . 2008. Kabupaten Pelalawan dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Pelalawan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Pelalawan. Pelalawan.
_____ . 2008. Riau dalam Angka 2008. Badan Pusat statistik Riau dan Badan
Perencanaan Riau. Riau.
_____ . 2009. Display Ekonomi PDRB Kepulauan Riau.
http://riau.bps.go.id/publikasi-online/riau-dalam-angka2008/produk
domestik-regional-bruto.html. [Diakses pada tanggal 2 agustus 2009].
_____ . 2009. Produk Domestik Regional Bruto Riau (Harga konstan 2000).
http://riau.bps.go.id/attachments/BRS-010409_ihk.pdf (2 Agustus 2009)
_____ . 2009. Pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah Riau.
http://regionalinvestment.com/sipid/id/ekonomipdrb.php?ia=21&is=43/
[Diakses pada tanggal 2 Agustus 2009].
Departemen Kehutanan. 1996. Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 1996 tentang
Hak Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hutan pada Hutan Produksi .
Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. 1998. Data Strategis Kehutanan 1998. Departemen
Kehutanan.
Departemen Kehutanan. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2004. Data Strategis Kehutanan 2004. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2007. Data Strategis Kehutanan 2007. Departemen
Kehutanan.
Departemen Kehutanan. 2007. PP nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2008. Eksekutif Data Strategis Kehutanan 2008. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2008. PP nomor 3 tahun 2008 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.4/Menhut-
II/2009, tentang Penyelesaian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2009. Rekapitulasi Data Perkembangan Tanaman HTI
Tahun 2008. Jakarta.
Iskandar, U., Ngadiono dan A. Nugraha.2003. Hutan Tanaman Industri Di
Persimpangan Jalan. Arivco Press. Jakarta.
Klemperer W. D. 1996. Forest Resource Economics and Finance.McGraw-Hill
Book Inc. USA .
Lipsey, R.G. and Paul N. Courant. 1996. Economics, Eleventh Edition.
HarperCollins Publishers Inc. United States of America.
Manurung,E.G.T.1999.Pembangunan Hutan Tanaman Industri diIndonesia
(Realitas, Prospek, dan Tantangan Dalam Era Ekolabel). Makalah Diskusi
Panel: Pembangunan HTI di Indonesia: Permasalahan dan Solusinya.
Yayasan WWF- Indonesia. Jakarta, 30 September 1999.
Nugroho, B. 2002. Analisis Biaya Proyek Kehutanan. Laboratorium Analisis
Pemanenan Hasil Hutan Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor.
Octofivtin, Imelda. 2004. Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri di PT Toba
Pulp Lestari Tbk. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB.
Prahasto, Hendro. 2001. Analisis Kebijakan Penyediaan Kayu dalam Negeri.
Jurnal Sosial Ekonomi volume 2 nomor 2, Jakarta.
Pramudya, Bambang. 1992. Ekonomi Teknik. Proyek Peningkatan Perguruan
Tinggi IPB. Bogor.
Riau Andalan Pulp and Paper. 2009. Buku Panduan Rencana Kerja Tahunan
(RKT) Ijin Usaha Pemanfaatan hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan
Tanaman. PT Riau Andalan Pulp and paper. Riau.
Sekretariat Jenderal – Departemen Kehutanan. 2005. Himpunan Peraturan
Perundang undangan Bidang Kehutanan. Department Kehutanan. Jakarta.
Silalahi, Yoan M.P. 2007. Analisis Biaya Produksi Pulp. Studi Kasus di PT. Riau
Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP) Pangkalan Kerinci – Riau [Skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Sitio, Hadiwijaya. 2004. Pendugaan Nilai Tegakan (Stumpage value) Hutan
Tanaman Rakyat Berpola Kemitraan Sebagai Bahan Baku Pulp di PT Toba
Pulp Lestari, Propinsi Sumatra Utara. Skripsi Fakultas Kehutanan. IPB.
Timor, R. A. F. 2003. Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri di PT Musi
Hutan Persada, Propinsi Sumatra Selatan. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB.
Winurdin. 1997. Studi Tentang Waktu dan Prestasi Kerja Pada Kegiatan
Pemanenan Hutan Mangrove (studi kasus di HPH PT. Karyasa
Kencana,Kaltim). Skripsi Fakultas Kehutanan IPB. (tidak diterbitkan).
Yanwardi. 2007. Plantation and Nursery Cost Riau Fiber. PT. Riau Andalan Pulp
and Paper. Riau.
LAMPIRAN
Lamp.1 Perhitungan biaya peralatan lapangan kegiatan pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, perlindungan hutan&pemanenan di RAPP
Kegiatan HTI Harga
(Rp1000)
Umur
pakai (tahun)
Jumlah
kebutuhan (unit/tahun)
Biaya peralatan per tahun
Penyusutan Bunga
modal Asuransi
Biaya
Tetap
(Rp1.000) (Rp1.000) (Rp1.000) (Rp1.000)
PENGADAAN BIBIT 1)
830.046,8 58.358,0 16.964,0 905.369,0
Jonder (Massey Ferguson) 600.000,0 10,0 1,0 60.000,0 25.410,0 7.425,0 92.835,0
Masker 54,0 1,0 120,0 6.480,0 4,2 6.484,2
Brush lantai 27,0 1,0 72,0 1.944,0 2,1 1.946,1
Mantel hujan 180,0 2,0 17,0 1.530,0 10,4 1.540,4
Safety shoes 444,0 2,0 30,0 6.660,0 25,6 6.685,6
Kaca mata 144,0 1,0 15,0 2.160,0 11,1 2.171,1
Sarung tangan 4,0 1,0 120,0 480,0 0,3 480,3
Sapu lidi 7,0 1,0 8,0 56,0 0,5 56,5
Pembibitan dengan seedling 480.680,0
Sterilisasi media
Ayakan media 40.000,0 10,0 1,0 4.000,0 1.694,0 495,0 6.189,0
Ayakan pupuk 50,0 1,0 1,0 50,0 3,9 53,9
Pencampuran media
Sekop 40,0 1,5 4,0 106,7 2,6 109,2
Pemasukan Media ke Tube
mesin seedling (BBC plant the planet) 250.000,0 5,0 1,0 50.000,0 11.550,0 3.375,0 64.925,0
Tube + tray 42,0 2,0 10.000,0 210.000,0 2,4 210.002,4
Pencucian Tube
Tube wash 36.000,0 5,0 1,0 7.200,0 1.663,2 486,0 9.349,2
Penanaman dan pemeliharaan di germination area
Tugal 15,0 3,0 10,0 50,0 0,8 50,8
Pengangkutan tube
Rak tube 8.000,0 5,0 10,0 16.000,0 369,6 108,0 16.477,6
Penyiraman
Spy net (nozzle) 42.000,0 5,0 1,0 8.400,0 1.940,4 567,0 10.907,4
Pemeliharaan benih
Karung 0,6 1,0 1.000,0 600,0 0,0 600,0
Penyemprotan
Solo cap/pump (manual) 540,0 5,0 2,0 216,0 24,9 240,9
Pemeliharaan di Growing area
Penyemprotan, pemupukan, dan penyiraman
BOOM 45.000,0 4,0 8,0 90.000,0 2.165,6 632,8 92.798,4
Nozzle 72,0 5,0 1.000,0 14.400,0 3,3 14.403,3
Solo pump 540,0 5,0 2,0 216,0 24,9 240,9
Water pump 3.500,0 5,0 2,0 1.400,0 161,7 47,3 1.609,0
Selang 4,0 1,0 10,0 40,0 0,3 40,3
Penyiangan bibit
Gurish 20,0 2,0 20,0 200,0 1,2 201,2
Cangkul 75,0 1,0 3,0 225,0 5,8 230,8
Pelagsiran bibit
Gunting 25,0 1,0 3,0 75,0 1,9 76,9
Ankong 150,0 2,0 3,0 225,0 8,7 233,7
Kegiatan HTI Harga
(Rp1000)
Umur
pakai (tahun)
Jumlah
kebutuhan (unit/tahun)
Biaya peralatan per tahun
Penyusutan Bunga
modal Asuransi
Biaya
Tetap
(Rp1.000) (Rp1.000) (Rp1.000) (Rp1.000)
Pengadaan bibit dengan Cutting 312.489,7
Sterilisasi media
Ayakan media 40.000,0 10,0 1,0 4.000,0 1.694,0 495,0 6.189,0
Ayakan pupuk 50,0 1,0 1,0 50,0 3,9 53,9
Pencampuran media
Sekop 40,0 1,5 4,0 106,7 2,6 109,2
Pemasukan Media ke Tube
Tube 42,0 2,0 10.000,0 210.000,0 2,4 210.002,4
Penanaman dan pemeliharaan di rooting area
Pemangkasan dan Penyiangan
Gunting panen 6,0 1,0 30,0 180,0 0,5 180,5
Gunting cutting 25,0 1,0 3,0 75,0 1,9 76,9
Ember 26 liter 50,0 1,0 10,0 500,0 3,9 503,9
Penyemprotan
Hand sprayer 54,0 4,0 2,0 27,0 2,6 29,6
Solo cape/pump 540,0 5,0 2,0 216,0 24,9 240,9
Pelangsiran
Angkong 150,0 2,0 3,0 225,0 8,7 233,7
Ember 9,0 1,0 6,0 54,0 0,7 54,7
Penyiraman
Cool net (nozzle) 50,0 5,0 1.000,0 10.000,0 2,3 10.002,3
Pemeliharaan di Growing area
Penyeleksian
Cangkul 75,0 1,0 3,0 225,0 5,8 230,8
Penyiraman, pemupukan, penyemprotan
otomatis
Boom 45.000,0 4,0 7,0 78.750,0 2.165,6 632,8 81.548,4
Pemupukan manual
Ember 26 liter 50,0 1,0 5,0 250,0 3,9 253,9
Gembor 5,0 1,0 20,0 100,0 0,4 100,4
Penyiraman manual
Hand sprayer 54,0 4,0 2,0 27,0 2,6 29,6
Penyemprotan manual
Solo pump 540,0 5,0 2,0 216,0 24,9 240,9
Pelangsiran
Pelangsir 1.000,0 2,0 4,0 2.000,0 57,8 2.057,8
Angkong 150,0 2,0 3,0 225,0 8,7 233,7
Ember 9,0 1,0 6,0 54,0 0,7 54,7
Dispatch
Gerobak dorong 210,0 4,0 1,0 52,5 10,1 62,6
Lampiran 1. (lanjutan)
Kegiatan HTI Harga
(Rp1000) Umur pakai
(tahun)
Jumlah
kebutuhan (unit/tahun)
Biaya peralatan per tahun
Penyusutan Bunga
modal Asuransi
Biaya
Tetap
(Rp1.000) (Rp1.000) (Rp1.000) (Rp1.000)
PENANAMAN 2)
5.926,0 27,1 5.953,1
Drum perendam bibit 200,0 2,0 16,0 1.600,0 11,6 1.611,6
Seedling net 20,0 1,0 8,0 160,0 1,5 161,5
Penebasan total
Parang 30,0 1,0 12,0 360,0 2,3 362,3
Pengadaan/ pemasangan ajir
Tali ajir 4,5 1,0 400,0 1.800,0 0,3 1.800,3
Pembuatan tapak tanam
Stik pengukur jarak tanam 4,0 1,0 12,0 48,0 0,3 48,3
Cangkul 75,0 1,0 4,0 300,0 5,8 305,8
Pembuatan lubang tanam
Tugal 15,0 3,0 16,0 80,0 0,8 80,8
Pemupukan
Takaran pupuk 15,0 1,0 6,0 90,0 1,2 91,2
Ember 9,0 1,0 8,0 72,0 0,7 72,7
Pelangsiran
Giregen 25,0 1,0 48,0 1.200,0 1,9 1.201,9
Ember 9,0 1,0 24,0 216,0 0,7 216,7
PEMELIHARAAN TANAMAN 3)
9.077,3 70,0 9,6 9.156,9
Penyiangan
Parang 30,0 1,0 14,0 420,0 2,3 422,3
Pemangkasan/ singling
Gunting pangkas 708,1 5,0 27,0 3.823,6 32,7 9,6 3.865,8
Gergaji pangkas 195,1 5,0 27,0 1.053,8 9,0 1.062,8
Penyemprotan
Alat semprot 540,0 4,0 28,0 3.780,0 26,0 3.806,0
PERLINDUNGAN HUTAN 4)
218.054,2 61.886,5 18038,16 297.978,8
Alat Manual
Parang 30,0 1,0 1,0 30,0 2,3 32,3
Sekop 40,0 1,5 14,0 373,3 2,6 375,9
Pulaski 528,0 2,0 14,0 3.696,0 30,5 3.726,5
Kapak 75,0 1,0 2,0 150,0 5,8 155,8
Pompa gendong 3.180,0 5,0 11,0 6.996,0 146,9 42,93 7.185,8
Cangkul 75,0 1,0 1,0 75,0 5,8 80,8
Garu 1.152,0 4,0 2,0 576,0 55,4 16,2 647,6
Pembakar balik 3.240,0 5,0 2,0 1.296,0 149,7 43,74 1.489,4
Peralatan semi mekanis
Mark 3 41.280,0 8,0 4,0 20.640,0 1.787,9 522,45 22.950,4
Waterous Floto 38.880,0 8,0 3,0 14.580,0 1.684,0 492,075 16.756,1
Mini striker 12.660,0 5,0 2,0 5.064,0 584,9 170,91 5.819,8
Tohatsu 60.000,0 8,0 1,0 7.500,0 2.598,8 759,375 10.858,1
Lampiran 1. (lanjutan)
Kegiatan HTI Harga
(Rp1000) Umur pakai
(tahun)
Jumlah
kebutuhan (unit/tahun)
Biaya peralatan per tahun
Penyusutan Bunga
modal Asuransi
Biaya
Tetap
(Rp1.000) (Rp1.000) (Rp1.000) (Rp1.000)
Perlengkapan pompa
Gate way 1/4 turn 2.760,0 4,0 18,0 12.420,0 132,8 38,8 12.591,6
Ball ceck valve 840,0 2,0 4,0 1.680,0 48,5 1.728,5
selang stafflo 1 1/2 " 1/4 turn coupling 1.740,0 4,0 51,0 22.185,0 83,7 24,4 22.293,2
selang stafflo 1 " 1/4 turn coupling 1.296,0 4,0 11,0 3.564,0 62,4 18,2 3.644,6
MK 3 carryng pack standard 1.296,0 4,0 3,0 972,0 62,4 18,2 1.052,6
4 stage pump and tool kit 7.776,0 10,0 1,0 777,6 329,3 96,2 1.203,1
Toll mark 3 engine 6.480,0 8,0 1,0 810,0 280,7 82,1 1.172,7
Standart MK3 tool kit 1.539,0 4,0 4,0 1.539,0 74,1 21,6 1.634,7
Nozzle cordova 1.876,8 2,0 3,0 2.815,2 108,4 31,6 2.955,3
Nozzle kombinasi 446,9 2,0 20,0 4.469,0 25,8 4.494,8
Saringan dan selang penghisap mini striker 600,0 2,0 2,0 600,0 34,7 634,7
Saringan dan selang penghisap Mark 3 1.980,0 2,0 4,0 3.960,0 114,3 33,4 4.107,8
Peralatan Mekanis
Speed boat 15.000,0 5,0 1,0 3.000,0 693,0 202,5 3.895,5
Kendaraan roda 4 WD 260.000,0 10,0 1,0 26.000,0 11.011,0 3217,5 40.228,5
Air boat 960.000,0 10,0 1,0 40.656,0 11880,0 52.536,0
Alat Penunjang
Radio komunikasi HT 1.800,0 5,0 8,0 2.880,0 83,2 24,3 2.987,5
Teropong 2.400,0 4,0 1,0 600,0 115,5 33,8 749,3
Plastik water tank 800 liter 960,0 4,0 10,0 2.400,0 46,2 13,5 2.459,7
Scotty foam inductor 4.468,8 5,0 2,0 1.787,5 206,5 60,3 2.054,3
Rain couge 1.440,0 5,0 1,0 288,0 66,5 19,4 374,0
GPS 5.544,0 5,0 1,0 1.108,8 256,1 74,8 1.439,8
Hose washer 4.979,5 5,0 63,0 62.741,7 230,1 67,2 63.039,0
RH meter 2.400,0 5,0 1,0 480,0 110,9 32,4 623,3
PEMANENAN KAYU 5)
Manual ongkak 28050,0 319,9 9,1
Kapak 75,0 1,0 10,0 750,0 5,8 755,8
Parang 30,0 1,0 10,0 300,0 2,3 302,3
Chainsaw 5400,0 2,0 10,0 27000,0 311,9 91,1 27.403,0
Manual alat 808050,0 41.611,2 12156,8
Kapak 75,0 1,0 10,0 750,0 5,8 755,8
Parang 30,0 1,0 10,0 300,0 2,3 302,3
Chainsaw 5400,0 2,0 10,0 27000,0 311,9 91,1 27.403,0
Excavator (Hitachi 18 T) 975000,0 10,0 8,0 780000,0 41.291,3 12065,6 833.356,9
Mekanis 5318050,0 121.017,4 35359,9
Kapak 75,0 1,0 10,0 750,0 5,8 755,8
Parang 30,0 1,0 10,0 300,0 2,3 302,3
Chainsaw 5400,0 2,0 10,0 27000,0 311,9 91,1 27.403,0
Excavator (Komatsu 18 T) 1100000,0 10,0 18,0 1980000,0 46.585,0 13612,5 2.040.197,5
Excavator (Cobelco) 950000,0 10,0 18,0 1710000,0 40.232,5 11756,3 1.761.988,8
caterpillar (12 t0n) 800000,0 10,0 15,0 1200000,0 33.880,0 9900,0 1.243.780,0
Lampiran1. (lanjutan)
Kegiatan HTI Harga
(Rp1000) Umur pakai
(tahun)
Jumlah
kebutuhan (unit/tahun)
Biaya peralatan per tahun
Penyusutan Bunga
modal Asuransi
Biaya
Tetap
(Rp1.000) (Rp1.000) (Rp1.000) (Rp1.000)
Barging
Excavator (Hitachi 12 T) 700000,0 10,0 7,0 490000,0 29.645,0 8662,5 528.307,5
Pengangkutan 10188342,9 153.062,0 44725,9
RTP (FH 16) include trailer 2388552,2 8,0 20,0 5971380,5 103.454,2 30230,1 6.105.064,8
Road Train BDP 70 ton (include trailer) 1171378,5 10 36,0 4216962,4 49.607,9 14495,8 4.281.066,1
Keterangan:
1) Luas persemaian Pelalawan Central Nursery adalah 10 Ha, dapat memproduksi bibit secara seedling dan cutting
45.600.000 batang bibit Acacia crassicarpa/tahun. Karena PCN mensuplay bibit untuk sektor Mandau,
Ukui,dan Langgam, Maka total kebutuhan bibit per hektar (1466) dikalikan dengan luas areal penanaman tahun
2009 (2850 Ha) kemudian dibagikan dengan target produksi bibit PCN tahun 2009 (45.600.000 batang bibit).
Kemudian hasilnya dikalikan dengan 100%. Hasil tersebut merupakan biaya tetap untuk sektor Pelalawan.
Kemudian persentase tersebut (9,1%) dikalikan dengan biaya tetap (penyusutan, bungan modal, asuransi).
2) Areal penanaman yang dikerjakan oleh 4 regu kerja (28 orang) pada sektor Pelalawan pada bulan Januari-maret
2009 adalah seluas 354,3 Ha dengan kebutuhan HOK
3) Areal pemeliharaan yang dikerjakan disektor Pelalawan Januari-Maret 2009 adalah 1036 Ha dengan kebutuhan
HOK sebesar 30 HOK/Ha
4) Areal yang dilindungi di sektor Pelalawan adalah seluas 6372,5 Ha dengan kebutuhan HOK sebesar 1,22
HOK/Ha
5) Prestasi kerja yang dicapai kegiatan pemanenan untuk pemanena manual alat, manual ongkak, mekanis kulit
adalah 24 m3/regu/hari, 19,22 m3/regu/hari, dan 40,71 m3/hari. Untuk barging 1 trip/ hari dan hauling untuk
RTF dan BD adalah dengan kapasitas masing-masing 100 ton dan 70 ton. Berdasarkan RKT 2009, kayu yang
akan ditebang adalah 386.061 m3 yaitu sekitar 2757,6 Ha. Hasil pemanenan dari januari - Maret adalah 922,8
Ha yakni mempunyai volume 105.205,86 m3.
Kegiatan HTI Kebutuhan
(HOK)
Upah
(Rp1000/HOK)
Total
(Rp 1000/ha)
PENGADAAN BIBIT 1) 1601,45
Seedling 50292,00 850,13
Persiapan tube dan tray
Pengumpulan tube dan tray dari open area 1248,00 45,00 19,71
Loading and unloading tube and tray to washing
trays 1248,00 45,00 19,71
Production : 106 kg seeds/bulan : 5 beds/hari
Pencucian trays 936,00 45,00 14,78
Pengayakan media 1248,00 45,00 19,71
Pencampuran media, pengaturan tray, operator mesin, penutupan, dipping
2808,00 45,00 44,34
Penaburan manual 2 624,00 45,00 9,85
Pemindahan ke open area 1560,00 45,00 24,63
Germination House : 106 kg seed/bulan : 5
bed/hari
Penyulaman 3120,00 45,00 49,26
Konsolidasi I 780,00 45,00 12,32
Penaburan manual 1,5 beds 1248,00 45,00 19,71
Konsolidasi II dan P&D (Pest and disease) 1560,00 45,00 24,63
Hygiene dan penyiraman A&F 2184,00 45,00 34,48
Open Area
Pemindahan ke open area 1872,00 45,00 29,56
Spacing 66 % (umur 5 minggu) dan grading ke dalam 3 kategori
2808,00 45,00 44,34
Spacing 75 % (umur 7 minggu) dan Pemisahan
(culling) 2808,00 45,00 44,34
Seleksi tanaman, pemisahan tanaman mati dan yang kerdil
5832,00 45,00 92,08
Pengepakan dalam box 2184,00 45,00 34,48
Pemindahan tanaman grade 3 rata-rata 2 beds / hari 1248,00 45,00 19,71
Penyemprotan bahan kimia untuk penyakit dan pestisida
1872,00 45,00 29,56
Pemupukan 1872,00 45,00 29,56
Operator boom 1248,00 45,00 19,71
Penyiraman manual untuk tanaman yang di letakkan di tanah
1248,00 45,00 19,71
Penyehatan untuk tanaman yang di letakkan di tanah 1872,00 45,00 29,56
Sterilisasi benches 1872,00 45,00 29,56
Lembur untuk penyiraman pada hari libur 4992,00 77,00 134,87
Cutting 47895,12 751,31
Produksi
Persiapan media 1872,00 45,00 29,56
Pengayakan media 833,04 45,00 13,15
Pemadatan manual 312,00 45,00 4,93
Pemanenan bibit 4798,56 45,00 75,77
Transfer dari mother plant ke production house 624,00 45,00 9,85
Lampiran 2. Prestasi kerja biaya tenaga kerja pengusahaan HTI PT. RAPP sektor Pelalawan
Lampiran 2. (lanjutan)
Kegiatan HTI Kebutuhan
(HOK) Upah
(Rp1000/HOK) Total
(Rp 1000/ha)
Persiapan pemotongan 6842,16 45,00 108,03
Pengaturan pemotongan 3419,52 45,00 53,99
Pemindahan ke rooting area 1301,04 45,00 20,54
Pemindahan ke open area 1301,04 45,00 20,54
Granular 2708,16 45,00 42,76
Double spacing 4062,24 45,00 64,14
Pemisahan dan sensus 2184,00 45,00 34,48
Penyeleksian 3981,12 45,00 62,86
Pemupukan 4056,00 45,00 64,04
Penyemprotan pestisida untuk penyakit (P&D) 1560,00 45,00 24,63
Penyiraman manual 1248,00 45,00 19,71
Counting rootstrike 936,00 45,00 14,78
Penunjang
Pembersihan Tray 708,24 45,00 11,18
Pembersihan Nozzle 624,00 45,00 9,85
Ex Media 780,00 45,00 12,32
Pemeliharaan 1248,00 45,00 19,71
Pelabelan 312,00 45,00
Pemeliharaan MPH 1248,00 45,00 19,71
Operator Boom 936,00 45,00 14,78
Penanaman 2) 15,75 1452,44
Infield drain 2,00 178,22 356,44
Cross field drain dan Mid drain 2,00 194,75 389,50
Survey boundary 0,75 50,00 37,50
Pre plant spraying 1,00 179,00 179,00
Penanaman bibit 4,00 50,00 200,00
Pemupukan
Rock Posphat 1,00 50,00 50,00
KCL (MOP) 1,00 50,00 50,00
Fertibore (sambil membawa tugal) 1,50 50,00 75,00
Zinc cop (sambil membawa tugal) 1,50 50,00 75,00
Blanking 1,00 40,00 40,00
Pemeliharaan Tanaman 3) 30,00 1895,00
Kegiatan weeding rotation I 2,00 75,00 150,00
Pencabutan tanaman pengganggu di sekitar tanaman.. 2,00 45,00 90,00
Kegiatan weeding rotation II 2,00 89,00 178,00
Pencabutan tanaman pengganggu di sekitar tanaman.. 2,00 45,00 90,00
Kegiatan weeding rotation III 1,00 178,00 178,00
Pencabutan tanaman pengganggu di sekitar tanaman.. 2,00 45,00 90,00
PMA 1 ( Plantation monitoring Assesment ) 7,00 50,00 350,00
Kegiatan weeding rotation IV 2,00 86,00 172,00
PMA 2 ( Plantation monitoring Assesment ) 7,00 50,00 350,00
Singling 1,00 75,00 75,00
Lapiran 2 ( Lanjutan)
Keterangan :
1) Unit kebutuhan kerja 98187,12 HOK/tahun, untuk mensuplai areal penananaman PT.RAPP sektor Pelalawan
seluas 2850 Ha. PCN mensuplai bibit untuk sektor Mandau, Ukui,dan Langgam. Oleh karena itu, Total
kebutuhan HOK dikalikan dengan upah, kemudian hasilnya dibagikan dengan target bibit tahun 2009 untuk
sektor pelalawan (45.600.000 batang bibit). Kemudian hasilnya dikalikan dengan jumlah kebutuhan bibit per
hektar (1466 batang bibit)
2) Unit Kebutuhan tenaga kerja adalah 15,75 HOK/Ha
3) Unit Kebutuhan tenaga kerja adalah 30 HOK/Ha
4) Unit Kebutuhan tenaga kerja adalah 1,22 HOK/Ha
5) Prestasi kerja yang dicapai kegiatan pemanenan untuk pemanena manual alat, manual ongkak, mekanis kulit
adalah 24 m3/regu/hari, 19,22 m3/regu/hari, dan 40,71 m3/hari. Untuk barging 1 trip/ hari dan hauling untuk
RTF dan BD adalah dengan kapasitas masing-masing 100 ton dan 70 ton. Berdasarkan RKT 2009, kayu yang
akan ditebang adalah 386.061 m3 yaitu sekitar 2757,6 Ha. Hasil pemanenan dari januari - Maret adalah 922,8
Ha yakni mempunyai volume 105.205,86 m3.
Kegiatan HTI Kebutuhan
(HOK)
Upah
(Rp1000/HOK)
Total
(Rp 1000/ha)
Perlindungan Hutan 4) 1,22 54,72
Pemeliharaan hutan lindung 0,12 45,00 5,22
Pengendalian api dan hama penyakit 1,10 45,00 49,50
Pemanenan Kayu 5) 36,13
Under brushing 10,00 45,00 450,00
Pemanenan manual Kupas
Manual alat 4,75 75,00 356,25
Manual ongkak 5,93 85,00 504,05
Pemanenan Mekanis- non kupas 2,80 70,00 196,00
Barging 2,31 75,00 173,25
Hauling 166,00
Road Train BDP 70 ton (include trailer) 1,40 65,00 91,00
RTP (FH 16) include trailer 1,00 75,00 75,00
Canal cleaning 2,24 75,00 168,00
Lampiran 3. Perhitungan biaya material lapangan kegiatan pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan&pemanenan
Kegiatan HTI Unit Kebutuhan Harga Total
(Rp 1000/unit) (Rp 1000/Ha)
PENGADAAN BIBIT1)
2.591,08
Seedling
1.891,23
Sterilisasi media
cocopeat kg
417.480,00 1,70
249,02
Agroblen kg 9348,00 36,73
120,47
osmocote kg 8700,00 39,20
119,66
Rock Phospate kg 6036,00 1,80
3,81
Pengadaan benih
Benih Acacia crassicarpa kg 840,00 4000,00
1.178,95
Penanaman dan pemeliharaan di
germination area
Pemupukan
Urea kg 208,00 7,30
0,53
Penyemprotan
Antracol kg 16,44 55,50
0,32
Dursban 20 EC liter 7,58 59,54
0,16
Smart liter 84,48 28,80
0,85
Pemeliharaan di open area (growing area)
Pemupukan
Red provit kg 6597,60 27,05
62,62
Calcinit kg 1128,00 8,71
3,45
Green provit kg 1230,00 35,45
15,30
Nitrophos kg 3270,00 18,08
20,74
NPK Hydro complex kg 3750,00 10,85
14,28
Growmore kg 294,00 38,96
4,02
dolomite kg 325,00 1,20
0,14
MKP (Monophotasium phospate) kg 7200,00 28,82
72,81
NPK Mutiara 16-16-16 kg 3096,00 7,11
7,72
Urea kg 208,00 7,30
0,53
Kegiatan HTI Unit Kebutuhan Harga Total
(Rp 1000/unit) (Rp 1000/Ha)
Penyemprotan
Antracol 70 WP kg 16,44 55,50
0,32
Anvil 50 SC liter 18,12 126,50
0,80
Kibok kg 50,61 65,00
1,15
Bavistin 50 WP kg 110,16 190,00
7,34
Dursban 20 EC liter 7,58 59,54
0,16
Agrept kg 36,00 406,00
5,13
Gromoxone liter 7,57 29,00
0,08
Smart liter 112,64 28,80
Agristic liter 12,96 39,00
0,18
Metsulindo kg 5,76 150,00
0,30
Pengepakan
Plastic buah 2,00 75,00
0,05
Penyemprotan
Antracol kg 16,44 55,50
0,32
Cutting
699,85
Sterilisasi media
Cocopeat kg 417480,00 1,70
249,02
Penanaman dan pemeliharaan di production house
Pemupukan dan penyemprotan
Agroblen kg 9348,00 36,73
120,47
Osmocote kg 8700,00 39,20
119,66
Rock Phospate kg 6036,00 1,80
3,81
Antracol kg 16,44 55,50
0,32
Dursban 20 EC liter 7,58 59,54
0,16
Pemeliharaan di Rooting area
Penyemprotan
Antracol kg 16,44 55,50
0,32
Dursban 20 EC liter 7,58 59,54
0,16
Smart liter 112,64 28,80
1,14
Pemelihaan di Open Area
Pemupukan
Red provit kg 6597,60 27,05
62,62
Calcinit kg 1128,00 8,71
3,45
Green provit kg 1230,00 35,45
15,30
Nitrophos kg 3270,00 18,08 20,74
Lampiran 3. ( lanjutan)
Kegiatan HTI Unit Kebutuhan Harga Total
(Rp 1000/unit) (Rp 1000/Ha)
NPK Hydro complex kg 3750,00 10,85
14,28
Growmore kg 294,00 38,96
4,02
dolomite kg 325,00 1,20
0,14
MKP (Monophotasium phospate) kg 7200,00 28,82
72,81
NPK Mutiara 16-16-16 kg 3096,00 7,11
7,72
Urea kg 208,00 7,30
0,53
Penyemprotan
Antracol 70 WP kg 16,44 55,50
0,32
Anvil 50 SC liter 18,12 126,50
0,80
Dursban 20 EC liter 7,58 59,54
0,16
Gromoxone liter 7,57 29,00
0,08
Smart liter 112,64 28,80
1,14
Metsulindo kg 5,76 150,00
0,30
Pengepakan
Plastic buah 2,00 75,00
0,05
Penyemprotan
Antracol kg 16,44 55,50
0,32
PENANAMAN 2)
1259,65
Pemupukan
Rock Phospate kg 183,34 1,80 330,01
MOP kg 73,37 8,48 622,18
Fertibore kg 7,37 12,19 89,84
zinc cope kg 7,37 24,19 178,28
Bensin Tug boat liter 5,50 4,13 22,72
Solar liter 3,50 4,75 16,63
PEMELIHARAAN 3)
523,54
weeding rotation I
Metsulindo kg 0,80 150,00 120,00
Gramoxon liter 0,80 29,00 23,20
Weeding rotation 2
Metsulindo kg 0,80 150,00 120,00
Gramoxon liter 0,80 29,00 23,20
Weeding rotation 3
Gramoxon liter 1,60 29,00 46,40
Metsulindo kg 0,70 150,00 105,00
Weeding rotation 4
Gramoxon liter 0,80 29,00 23,20
Weeding rotation 5
Gramoxon liter 0,80 29,00 23,20
Bensin untuk tug boat dan speed boat liter 5,50 4,13 22,72
Solar tug boat dan Speed boat liter 3,50 4,75 16,63
Kegiatan HTI Unit Kebutuhan Harga Total
(Rp 1000/unit) (Rp 1000/Ha)
PEMANENAN 4)
Pemanenan
Manual ongkak
134,56
Bensin liter 3,00 4,13 12,39
Solar liter 12,00 4,75 57,00
oli mesin liter 2,10 18,27 38,37
oli rantai liter 1,50 17,87 26,81
Manual Alat
229,56
Bensin liter 3,00 4,13 12,39
Solar liter 12,00 4,75 57,00
oli mesin liter 2,10 18,27 38,37
oli rantai liter 1,50 17,87 26,81
EXCAVATOR Hitachi 18 t0n ( solar) liter 20 4,75 95
Mekanis
467,06
Bensin liter 3,00 4,13 12,39
Solar liter 12,00 4,75 57,00
oli mesin liter 2,10 18,27 38,37
oli rantai liter 1,50 17,87 26,81
Excavator Comatsu ( solar) liter 20,00 4,75 95
Excavator Cobelco 18 T ( solar) liter 35,00 4,75 166,25
Excavator Caterpillar ( solar) liter 15,00 4,75 71,25
Barging& canal cleaning
134,34
Bensin liter 5,50 4,13 22,72
Solar ( hitachi) liter 20,00 4,75 95,00
Solar liter 3,50 4,75 16,63
Hauling
237,50
Road Train
Solar liter 30 4,75 142,5
BD
Solar liter 20 4,75 95
Keterangan:
1) unit kebutuhan material 1 tahun kegiatan persemaian untuk mensuplai areal penanaman 2009
seluas 2850 Ha.Areal PCN mensuplay bibit untuk sektor Mandau, Ukui, dan Langgam. Oleh
karena itu, Total kebutuhan material dibagi dengan target bibit tahun 2009 untuksektor
Pelalawan, Kemudian hasilnya dibagikan dengan kebutuhan bibit per hektar untuk sektor
Pelalawan (1466 batang)
2) Unit kebutuhan material dalam 1 Ha areal penanaman
3) Unit kebutuhan material 1 Ha untuk areal pemeliharaan
4) Unit kebutuhan material dalam 1 jam kegiatan pemanenan kayu