BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

46

Transcript of BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

Page 1: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD
Page 2: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

BERTANAM

SELADA HIDROPONIK KONSEP DAN APLIKASI

Budy Frasetya Taufik Qurrohman

Pusat Penelitian dan Penerbitan

UIN SGD Bandung

Page 3: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

BERTANAM SELADA HIDROPONIK

KONSEP DAN APLIKASI

Penulis:

Budy Frasetya Taufik Qurrohman

ISBN: 978-623-7633-08-2

Penyunting:

Budy Frasetya T. Qurrohman

Desain Sampul dan Tata Letak:

Budy Frasetya T. Qurrohman

Penerbit:

Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN SGD Bandung

Jl. H.A. Nasution No. 105 Bandung

Tlp. (022) 7800525, Fax (022) 7800525

http://lp2m.uinsgd.ac.id

Page 4: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

i

RINGKASAN

Perkembangan budidaya hidroponik di Indonesia sangat pesat hal

ini ditandai dengan banyaknya sentra-sentra produksi hidroponik yang

dikelola pada skala rumah tangga maupun skala komersil.

Perkembangan ini tentu harus diimbangi dengan penelitian-penelitian

hidroponik agar kualitas tanaman yang dihasilkan semakin tinggi dan

biaya produksi dapat ditekan seefisien mungkin. Salah satu langkah

dalam efisiensi dalam hidroponik adalah memilih media yang tepat,

memilih instalasi yang sesuai dan pemberian nutrisi.

Buku ini memberikan panduan kepada pembaca baik dari

kalangan pehobi hidroponik sampai kalangan akademisi agar dapat

menghasilkan tanaman selada yang berkualitas. Budidaya hidroponik

indoor maupun outdoor dibahas secara umum untuk memberikan

landasan kepada pembaca dalam membangun plant factory di

Indonesia.

Page 5: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penyusunan buku berjudul Bertanam Selada

Hidroponik Konsep dan Aplikasi. Shalawat dan salam senatiasa

dicurah limpahkan ke pada Nabi Muhammad SAW, para sahabat

tabiin hingga umatnya sampai akhir zaman.

Saya ucapkan terima kasih kepada Rektor UIN Sunan Gunung

Djati dan ketua LP2M UIN Sunan Gunung Djati yang telah

memberikan bantuan penelitian tahun 2019. Buku yang disusun ini

merupakan hasil kompilasi dari roadmap penelitian hidroponik yang

telah dilakukan penulis bersama-sama mahasiswa dan dosen yang

ada di Jurusan Agroteknologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Sunan Gunung Djati Bandung. Saya ucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu penulisan buku ini. Semoga karya

ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung, November 2019

ttd.

Budy Frasetya T. Qurrohman

Page 6: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

iii

DAFTAR ISI

RINGKASAN ............................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ......................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

BAB II AIR DAN NUTRISI TANAMAN ......................................... 2

2.1 Kualitas Air ........................................................................ 2

2.2 Nutrisi Hidroponik .............................................................. 4

2.3 Meramu dan manajemen nutrisi hidroponik ....................... 6

2.4 Hidroponik Organik (Hidroganik) ........................................ 8

BAB III MEDIA TANAM DAN SISTEM HIDROPONIK ................... 10

3.1 Jenis media tanam ............................................................ 10

3.2 Memilih media tanam ......................................................... 11

3.3 Jenis Sistem Hidroponik .................................................... 12

3.4 Memilih Sistem Hidroponik ................................................ 18

BAB IV HIDROPONIK INDOOR DAN OUTDOOR ...................... 21

4.1 Keunggulan dan kelemahan hidroponik indoor dan outdoor 21

4.2 Konsep plant factory dalam hidroponik indoor ................... 23

4.3 Lampu Pertumbuhan (Growth Light) .................................. 24

BAB V BERTANAM SELADA HIDROPONIK .............................. 28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 36

Page 7: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kandungan kimia yang umum ditemukan pada beberapa

sumber air untuk hidroponik ..................................................... 3

Tabel 2 Formulasi nutrisi hidroponik (AB Mix) khusus sayuran daun 30

Page 8: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Sistem hidroponik irigasi tetes tidak bersirkulasi

pada tanaman cabai ................................................. 13

Gambar 2 Sistem hidroponik irigasi tetes bersirkulasi Dutch

Bucket ...................................................................... 14

Gambar 3 Sistem hidroponik pasang surut dengan substrat

Lightweight expanded clay aggregate (LECA) ......... 15

Gambar 4 Sistem hidroponik NFT ............................................. 15

Gambar 5 Sistem hidroponik DFT ............................................. 16

Gambar 6 Sistem Hidroponik Rakit Apung ................................ 16

Gambar 7 Sistem hidroponik Aeroponik .................................... 17

Gambar 8 Sistem hidroponik sumbu ......................................... 17

Gambar 9 Sistem pasang surut pada kultur air ......................... 18

Gambar 10 Sistem NFT dapat dipasang secara vertikal ............. 19

Gambar 11 Sistem NFT selada dipasang secara horisontal ........ 19

Gambar 12 Sistem hidroponik rakit apung sederhana dengan

penambahan aerator ................................................ 20

Gambar 13 Alat ukur intensitas cahaya ....................................... 25

Gambar 14 Jenis-jenis lampu penerangan .................................. 27

Gambar 15 Contoh benih yang langsung disemai pada media

rockwool ................................................................... 29

Gambar 16 Penyemaian benih selada. A. Penyemaian pada

tray semai. B. Bibit yang sudah dipindah ke media

rockwool ................................................................... 30

Gambar 17 Bibit telah muncul daun ke-3 dan siap dipindah ke

instalasi hidroponik ................................................... 32

Gambar 18 Pindah tanam bibit selada pada instalasi rakit

apung sederhana ..................................................... 33

Gambar 19 Pertumbuhan tanaman selada pada 7 HST, 21 HST

dan 35 HST .............................................................. 34

Page 9: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

1

BAB I PENDAHULUAN

Tanaman selada merupakan komoditas pertanian yang umumnya

dikonsumsi dalam bentuk segar sehingga kehegienisan tanaman

selada dari residu pestisida dan mikroorganisme yang berbahaya bagi

kesehatan manusia merupakan prioritas utama. Pemanfaatan

teknologi hidroponik untuk produksi tanaman selada merupakan

solusi untuk menghasilkan komoditas yang bebas residu pestisida,

bebas mikroorganisme berbahaya dan kualitas produk yang

dihasilkan lebih seragam.

Pedoman budidaya tanaman selada hidroponik mengacu pada

budidaya tanaman sayuran daun lainnya. Namun tanaman selada

memiliki karakteristik dapat mengakumulasi nitrat pada biomasssa

tanaman sehingga akumulasi nitrat berlebihan dapat mengganggu

kesehatan (Egilla & Ikem, 2010). Budidaya tanaman selada secara

hidroponik apabila pemberian nutrisi tidak dikontrol dapat

meningkatkan akumulasi nitrat. Inefisiensi pemberian unsur hara pada

tanaman selada hidroponik dapat menurunkan hasil panen dan

keuntungan yang diperoleh (Frasetya et al., 2018; Tomasi et al.,

2014).

Perkembangan pesat penelitian-penelitian yang mengkaji sistem

hidroponik, formulasi nutrisi, biofortifikasi, kandungan vitamin, dan

mineral tanaman selada hidroponik digunakan sebagai dasar untuk

membuat acuan budidaya selada hidroponik aman dikonsumsi,

produktivitas tinggi dan menguntungkan. Buku ini disusun sebagai

acuan bagi mahasiswa, petani dan masyarakat umum dalam

budidaya tanaman selada menggunakan sistem hidroponik.

Page 10: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

2

BAB II AIR DAN NUTRISI TANAMAN

2.1 Kualitas Air

Kebutuhan air pada sistem hidroponik lebih sedikit dibandingkan

dengan kebutuhan air untuk irigasi pada sistem konvensional di lahan.

Namun ketersediaan air dan kualitas air untuk sistem hidroponik

menjadi pertimbangan khusus dalam menentukan lokasi budidaya

(Mason, 2014). Pada prinsipnya sumber air seperti air tanah, air

sungai dan air hujan dapat digunakan sebagai sumber air untuk

hidroponik. Kandungan mineral yang terkandung pada setiap sumber

air (Tabel 1) yang digunakan sebagai pelarut larutan nutrisi dapat

mengakibatkan tidak seimbangnya nutrisi hidroponik yang telah

diformulasikan.

Sumber air yang akan digunakan pada sistem hidroponik

sebaiknya dikirim ke laboratorium terlebih dahulu untuk dianalisis

kandungan mineralnya. Selain kandungan mineral kandungan

mikroorganisme yang ada di dalam air perlu dianalisis untuk

memastikan sumber air yang digunakan terbebas dari mikroba yang

berbahaya terhadap kesehatan tanaman dan manusia. Hasil analisis

kimia sumber air untuk hidroponik digunakan sebagai dasar untuk

menyesuaikan (adjusted) komposisi nutrisi hidroponik yang telah

dibuat.

Page 11: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

3

Tabel 1 Kandungan kimia yang umum ditemukan pada beberapa sumber airuntuk hidroponik

Parameter Satuan Tingkat bahaya

Aman Rendah-

sedang

bahaya

Electrical

Conductivity (EC)

ds m-1 0-0,75 0,75-2,25 >2,25

Bicarbonate

(HCO3-)

mol m-3

(ppm)

0-2 (0-

120)

2-6(120-

360)

>6

(>360)

Nitrat (NO3-) mol m-3 <0,5 0,5-2 >2

Amonium (NH4+) mol m-3 0 0,1-1 >1

Posfor (P) mol m-3 <0,3 0,3-1 >1

Kalium (K) mol m-3 <0,5 0,5-2,5 >2,5

Kalsium (Ca) mol m-3 <1,5 1,5-5 >5

Magnesium (Mg) mol m-3 <0,7 0,75-2 >2

Natrium (Na) mol m-3 <3 3-10 >10

Klor (Cl) mol m-3 <3 2-4 >4

Sulfat (SO42-) mol m-3 <2 2-4 >4

Besi (Fe) mmol m-3 - - >90

Boron (B) mmol m-3

30 30-100 >100

Tembaga (Cu) mmol m-3 - - >15

Seng (Zn) mmol m-3 - - >30

Mangan (Mn mmol m-3 - - >10

Sumber: Kreij et al. (1999)

Beberapa kandungan unsur hara yang terkandung pada sumber

air terutama unsur mikro dapat membantu meningkatkan

pertumbuhan tanaman namun sebaliknya apabila melebihi batas

toleransi bersifat toksik bagi tanaman sehingga menghambat

Page 12: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

4

pertumbuhan tanaman. Batas toleransi tanaman terhadap kelebihan

dan kekurangan unsur hara makro-mikro berbeda satu sama lainnya

tergantung fase pertumbuhan, jenis tanaman dan kondisi

lingkungannya.

2.2 Nutrisi Hidroponik

Nutrisi hidroponik merupakan unsur hara yang diberikan untuk

memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Pada sistem hidroponik

seluruh kebutuhan hara hanya diperoleh dari nutrisi yang diberikan

sehingga pemberian unsur hara yang tepat jumlah dan komposisinya

dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Kebutuhan unsur hara

tanaman dibagi kedalam dua kelompok yaitu unsur hara makro unsur

C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S dan unsur hara mikro Cu, Mn, Fe, Zn, B,

Mo dan Cl. Unsur C, H, O diperoleh dari air dan udara sehingga

dalam pembuatan nutrisi hidroponik tidak diperhitungkan. Unsur hara

yang diperhitungkan dalam pembuatan atau formulasi nutrisi

hidroponik umumnya hanya 13 unsur. Unsur-unsur hara fungsional

seperti silika (Si) ditambahkan pada larutan nutrisi hidroponik untuk

tanaman tertentu contohnya tanaman padi (Qurrohman, 2017).

Nutrisi hidroponik atau dikenal dengan istilah AB Mix merupakan

senyawa kimia yang telah diformulasi berdasarkan persentase

masing-masing unsur yang ditemukan pada biomassa tanaman.

Beberapa formulator nutrisi hidroponik menggunakan rasio antara

unsur makro dengan N total. Istilah N total digunakan karena dalam

nutrisi hidroponik sumber N yang diberikan pada tanaman berasal dari

ion nitrat (NO3-) dan amonium (NH4

+). Menurut Wang et al. (2009)

rasio nitrat:amonium yang terbaik meningkatkan pertumbuhan

tanaman adalah 75:25. Rasio nitrat-amonium bervariasi antara satu

Page 13: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

5

tanaman dengan tanaman lainnya namun umumnya amonium tidak

melebihi 25% dari N total. Menurut Hochmuth et al. (2018) masing-

masing unsur hara memiliki peranan spesifik terhadap pertumbuhan

tanaman.

1. Nitrogen (N)

Unsur N merupakan pembentuk sebagian besar tubuh tanaman

termasuk di dalamnya klorofil, asam amino, protein dan asam nukleat.

2. Posfor (P)

Unsur P berperan dalam transfer energi, asam nukleat, dan genetik

pada sel tanaman.

3. Kalium (K)

Unsur K berperan penting sebagai aktivator pada sebagian besar

reaksi enzimatis. Berperan pada sel daun sel yaitu sel penjaga (guard

cell) disekitar stomata.Tekanan turgor pada daun sebagian besar

dipengaruhi pergerakan K pada sel penjaga.

4. Sulfur (S)

Unsur S merupakan komonen asam amino seperti metionin. Sulfur

terkandung pada sulfuhidril beberapa enzim.

5. Kalsium (Ca)

Unsur Ca merupakan komponen kalsium pektat penyusun dingding

sel. Ca merupakan ko-faktor reaksi enzimatik tertentu.

6. Magnesium (Mg)

Unsur Mg berperan penting pada sel tanaman. Beberapa reaksi

enzimatis memerlukan Mg sebagai ko faktor

7.Besi (Fe)

Unsur Fe digunakan tanaman dalam reaksi biokomia yang

membentuk klorofil dan merupakan bagian dari enzim yang

Page 14: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

6

bertanggung jawab terhadap reduksi nitratmenjadi amonia. Enzim

katalase dan peroksidase juga memerlukan Fe.

8. Boron (B)

Unsur B pada tanaman belum diketahui secara pasti. Boron berperan

dalam perkembangan jaringan meristem tanaman seperti ujung akar.

9. Mangan (Mn)

Unsur Mn berperan pada beberapa reaksi enzimatik yang melibatkan

senyawa energi adenosine triphospate (ATP).

10. Tembaga (Cu)

Unsur Cu merupakan penyusun protein plastocianin, terlibat dalam

transpor elektron dalam kloroplas, dan tembaga adalah bagian dari

beberapa enzim yang disebut oksidase

11. Seng (Zn)

Unsur Zn terlibat dalam aktivasi beberapa enzim di tanaman dan

diperlukan untuk sintesis asam indol asetat (indoleacetic acid),

pengatur pertumbuhan tanaman.

12. Molybdenum (Mo)

Unsur Mo merupakan penyusun dua enzim yan terlibat dalam

metabolisme N. Yaitu nitrat reduktanse dan enzim yang terlibat dalam

reduksi N-nitrat menjadi N-amonium.

13. Klor (Cl)

Unsur Cl berperan dalam fotosintesis dan turgor sel.

2.3 Meramu dan manajemen nutrisi hidroponik

Meramu pupuk hidroponik atau formulasi nutrisi hidroponik

(formulasi AB mix) merupakan tahapan untuk memperhitungkan

komposisi masing-masing bahan yang digunakan untuk membuat

pupuk AB mix agar kebutuhan 13 unsur hara tanaman dapat

Page 15: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

7

terpenuhi dan sesuai dengan kebutuhan tanaman terhadap masing-

masing unsur. Unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman dipasaran tidak

tersedia dalam bentuk unsur namun tersedia dalam bentuk senyawa.

Persentase masing-masing unsur pada setiap senyawa akan

berbeda. Pemahaman tentang formulasi hidroponik menjadi modal

dasar untuk memproduksi tanaman hidroponik berkualitas dengan

meminimalisir biaya pembelian AB mix.

Hasil penelitian Siregar et al. (2015) menunjukkan bahwa aplikasi

nutrisi AB mix pada konsentrasi yang sama namun komposisi hara

berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman selada.

Hasil penelitian Siregar et al. (2015) mengkonfirmasi bahwa komposisi

hara AB mix merupakan tahapan pertama dalam manajemen

pemberian unsur hara tanaman secara hidroponik agar diperoleh

tanaman yang berkualitas dan panen lebih banyak (Qurrohman,

2017). Pengaturan nilai EC atau kepekatan larutan nutrisi AB mix

yang diberikan ke pada tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan

tanaman apabila kompoisi hara yang diberikan telah seimbang.

Menurut Frasetya et al. (2018) pengaturan nilai EC pada setiap fase

pertumbuhan dapat meningkatkan pertumbuhan dan lebih efisien

dalam penggunaan pupuk AB mix. Aplikasi EC 1,7 mS cm-1 pada 14

hari pertama setelah pindah tanam dan EC 2,4 mS cm-1 pada hari ke-

15 sampai panen dapat meningkatkan panen 33% lebih tinggi

dbandingkan dengan menaikkan nilai EC lebih tinggi dari 1,7 mS cm-1

dan 2,4 mS cm-1 pada fase vegetatif ke-1 (1-14 haris setelah pindah

tanam ke instalasi) dan vegetatif ke-2 (15-40 hari setelah pindah

tanam).

Page 16: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

8

2.4 Hidroponik Organik (Hidroganik)

Perkembangan teknologi hidroponik tidak terlepas dari

perkembangan hasil penelitian dari dalam maupun luar negeri.

Teknologi hidroponik bagi sebagian orang dianggap “berbahaya” bagi

kesehatan karena menggunakan bahan-bahan kimia sebagai

nutrisinya. Pada prinsipnya hidroponik itu aman bagi kesehatan

manusia apabila mematuhi manajemen pemberian unsur hara dan

menggunakan AB mix yang diformulasikan secara proporsional.

Bahan organik yang digunakan pada pertanian konvensional di lahan,

unsur hara yang dihasilkan bahan organik tidak dapat langsung

digunakan tanaman akan tetapi harus melalui proes dekomposisi atau

mineralisasi. Unsur hara yang berasal dari bahan organik yang telah

terdekomposisi dapat diserap tanaman dalam bentuk ion-ion.

Bahan organik sebagai unsur hara tanaman hidroponik dapat

digunakan namun tetap mempertimbangkan bahwa 13 unsur hara

tanaman harus terpenuhi. Beberapa kelemahan bahan organik adalah

sifatnya yang slow release sedangkan pertumbuhan tanaman sayuran

yang dibudidayakan secara hidroponik memiliki pertumbuhan sangat

cepat pada 1-2 minggu pertama setelah tanam, sehingga

keterlambatan penyediaan unsur hara pada fase tersebut dapat

menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu dan menunjukkan

gejala kekurangan unsur hara atau bahkan tanaman mengalami

gejala stunting (pertumbuhan terhambat) sehingga tanaman menjadi

kerdil. Sistem hidroponik organik pada prinsipnya akan berhasil

apabila dapat menyediakan unsur hara sesuai dengan kebutuhan

tanaman.

Sistem hidroponik organik yang populer adalah akuaponik.

Menurut Pinho et al. (2017) sistem akuaponik mengintergrasikan

Page 17: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

9

antara budidaya ikan dan budidaya tanaman. Unsur hara yang

diberikan pada tanaman berasal dari feses ikan dan sisa pakan yang

tertinggal di kolam. Feses ikan dan sisas pakan yang tertinggal di

kolam dapat dimanfaatkan tanaman apanila telah mengalami proses

dekomposisi maupun fermentasi.

Page 18: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

10

BAB III MEDIA TANAM DAN SISTEM HIDROPONIK

Media tanam pada sistem hidroponik fungsi utamanya adalah

untuk menopang tanaman agar tetap tegak sehingga sinar matahari

maupun sinar buatan (lampu pertumbuhan) dapat dimanfaatkan

tanaman secara maksimal. Pemilihan jenis media tanam harus

menyesuaikan dengan sistem hidroponik yang akan digunakan. Jenis

media tanam tertentu dapat digunakan untuk beberapa jenis sistem

hidroponik (NFT, DFT, aeroponik, rakit apung, sistem sumbu, irigasi

tetes) contohnya rockwool sedangkan sekam bakar hanya sesuai

digunakan pada sistem hidroponik irigasi tetes.

3.1 Jenis media tanam

Media tanam yang digunakan untuk budidaya hidroponik dibagi

menjadi dua yaitu media tanam organik dan media tanam anorganik.

Media tanam organik adalah media tanam yang berasal dari bahan-

bahan organik baik yang telah melalui proses tertentu maupun

digunakan secara langsung.

A. Media tanam organik: sekam bakar, cocopeat, kompos daun

bambu dan kompos jerami.

B. Media tanam anorganik berasal dari bahan-bahan anorganik

seperti busa, rockwool, perlite, zeolit dan bahan-bahan lainnya

yang dapat menopang pertumbuhan tanaman dan tidak

mengandung zat berbahaya yang dapat menghambat

pertumbuhan tanaman.

Menurut Aini & Azizah (2018) dan Roberto (2003) media tanam

harus memenuhi beberapa karakteristik berikut:

1. Memiliki kapasitas menyimpan air (water holding capacity)

2. Memiliki aerasi dan drainase yang baik

Page 19: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

11

3. Media bebas dari bahan berbahaya atau beracun

4. Media harus mendukung pertumbuhan tanaman

5. Media bebas dari penyakit

6. Media bebas dari salinitas

7. Media bebas dari benih gulma

8. Media memiliki karakteristik proses dekomposisi lambat

9. Media tidak bereaksi (bersifat inert) dengan unsur hara atau AB

mix

10. Media murah harganya dan mudah didapat

11. Media memilki kemampuan sebagai penyangga pH (buffer pH)

12. Media dapat digunakan secara berulang dan dapat terdekomposi

apabila dibuang

Media tanam dapat digunakan secara tunggal maupun komposit

dengan mencampurkan beberapa bahan media dengan perbandingan

secara proporsional. Sebagai contoh sekam bakar dicampur dengan

cocopeat akan menghasilkan komposisi media yang memiliki

kapasitas menyimpan air lebih tinggi dibandingkan media sekam

bakar 100% namun tetap memiliki porositas lebih baik dibandingkan

dengan 100% cocopeat (Indrawati et al., 2012).

3.2 Memilih media tanam

Media tanam yang ideal untuk tanaman hidroponik adalah media

tanam yang memenuhi 12 kriteria pada sub bab 3.1. Namun secara

praktis kemudahan, ketersediaan dan harga menjadi pertimbangan

utama dalam memilih jenis bahan. Penggunaan media tanam organik

sekam bakar dan media tanam anorganik rockwool merupakan jenis

media yang umum digunakan dalam hidroponik. Sekam bakar

memiliki keuntungan lebih steril dikarenakan telah melalui proses

Page 20: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

12

pirolisis dan tersedia dalam jumlah banyak dan mudah didapat.

Kelemahan sekam bakar sebagai media hidroponik adalah memiliki

porositas yang tinggi namun dapat diimbangi dengan pemberian air

irigasi secara berkala dengan frekuensi irigasi lebih sering. Media

tanam anorganik rockwool memiliki keunggulan steril, praktis dan

dapat digunakan pada beberapa sistem hidroponik namun

kekurangannya harganya relatif mahal, sulit didapat terutama di

pedesaan dan rockwool yang telah digunakan tidak mudah

terdekomposisi sehingga dalam jumlah besar dapat menimbulkan

masalah lingkungan.

Pemilihan media tanam untuk tanaman selada yang umum

digunakan adalah rockwool. Penggunaan rockwool pada tanaman

selada memiliki keuntungan pada saaat budidaya dan saat

pengemasan. Media tanam rockwool merupakan media tanam yang

bersal dari batuan basaltik yang dipanaskan dan dibuat serabut

sehingga media tanam ini mengandung unsur silika (Si). Unsur silika

pada tanaman selada dapat meningkatkan serapan hara dan

meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman biotik dan

abiotik (Olle, 2017). Selain itu pada saat pasca panen rockwool yang

ada di akar dapat menyimpan air sehingga dapat meningkatkan

kesegaran tanaman pada saat pengiriman maupun pada saat di

pajang di toko-toko swalayan.

3.3 Jenis Sistem Hidroponik

Sistem hidroponik dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu

sistem hidroponik substrat dan tanpa substrat atau kultur air (water

culture). Sistem hidroponik substrat menggunakan substrat atau

media yang berfungsi sebagai pengganti tanah. Pada sistem

Page 21: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

13

hidroponik tanpa substrat atau kultur air akar tanaman langsung

bersentuhan dengan larutan nutrisi.

I. Sistem Hidroponik Substrat

Sistem hidropnik substrat umumnya menggunakan dua sistem

hidroponik yaitu irigasi tetes dan pasang surut. Sistem pasang surut

pada beberapa pustaka dikelompokkan pada sistem hidroponik kultur

air. Secara teknis sistem pasang surut dapat diterapkan pada sistem

substrat maupun kultur air.

1. Sistem Irigasi tetes (drip irrigation)

Hidroponik sistem irigasi tetes merupakan sistem hidroponik yang

mengadopsi sistem fertigasi (fertilizer and irrigation) yang

umumnya digunakan untuk budidaya konvensional di lahan.

Sistem irigasi tetes ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sistem

irigasi tetes bersirkulasi maupun tanpa sirkulasi. Sistem irigasi

tetes bersirkulasi contohnya sistem dutch bucket

Sumber: http://farmhidroponik.blogspot.com/2016/05/

Gambar 1 Sistem hidroponik irigasi tetes tidak bersirkulasi pada tanaman cabai

Page 22: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

14

Sumber: https://www.olx.co.id/item/hidroponik-dutch-bucket-iid-519569446

Gambar 2 Sistem hidroponik irigasi tetes bersirkulasi Dutch Bucket

2. Sistem Pasang surut (ebb flow)

Sistem hidroponik pasang surut dapat diaplikasikan pada sistem

kultur air maupun substrat. Substrat yang dapat digunakan

diantaranya LECA, hidrogel, sekam bakar, zeolit atau bahan-

bahan lainnya yang dapat menahan air dikarenakan pada sistem

ini ada fase tergenang dan fase surut yang berulang dengan

interval waktu dapat disesuaikan dengan umur tanaman dan jenis

substrat yang digunakan.

Page 23: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

15

Sumber: https://sites.google.com/site/berkebun160/

Gambar 3 Sistem hidroponik pasang surut dengan substrat Lightweight expanded clay aggregate (LECA)

II. Sistem Hidroponik Kultur air

1. Sistem Nutrient Film Technique (NFT)

Nutrient Film Technique (NFT) sistem ini akar tanaman terendam

oleh aliran nutrisi yang dangkal dan disirkulasi secara terus

menerus. Teknik ini diperkenalkan oleh Allen Cooper tahun 1976.

Sumber: https://klinikhidroponik.com/

Gambar 4 Sistem hidroponik NFT

Page 24: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

16

2. Sistem Deep Flow Technique (DFT)

Deep Floating Technique (DFT) cara kerja metode ini hampir sama

dengan NFT perbedaannya rangkaian instalasi dibuat datar dan

perakaran terendam 3-6 cm.

Sumber:https://laylanasution.home.blog/

Gambar 5 Sistem hidroponik DFT

3. Sistem Rakit Apung (Floating Raft System/ FRS)

Sistem rakit apung merupakan sistem hidroponik yang umum

digunakan untuk bertanam selada. Pada sistem ini akar tanaman

akan tergenang larutan nutrisi. Tanaman berada diatas styrofoam

yang akan terapung diatas larutan nutrisi. Karasteriktik tanaman

selada yang tidak terlalu berat (maksimal 500 g) memudahkan

budidaya tanaman selda pada sistem ini.

Sumber: https://www.simplyhydro.com/free2.htm

Gambar 6 Sistem Hidroponik Rakit Apung

Page 25: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

17

4. Sistem Aeroponik

Aeroponik merupakan sistem hidroponik yang paling rumit

dibandingkan dengan sistem hidroponik yang lain.

Sumber: https://klinikhidroponik.com/

Gambar 7 Sistem hidroponik Aeroponik

4. Sistem Sumbu (Wick System)

Metode Sumbu (Wick System) metode ini merupakan metode

paling sederhana. Prinsip kerjanya aliran nutrisi sampai ke

perakaran dengan bantuan sumbu yang memiliki gaya kapilaritas

yang tinggi.

Sumber: https://mitalom.com/tutorial-hidroponik-sistem-wick/

Gambar 8 Sistem hidroponik sumbu

Page 26: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

18

5. Sistem Pasang Surut (ebb and flow)

Sistem ebb and flow (Pasang Surut) disebut juga dengan Flood

and Drain System di Indonesia dikenal dengan sistem pasang surut.

Sumber:http://www.tanamanhidroponikku.com/2015/11/sistem-ebb-flow-

sistem.html

Gambar 9 Sistem pasang surut pada kultur air

3.4 Memilih Sistem Hidroponik

Sistem hidroponik yang umum digunakan sampai sekarang

banyak ragamnya. Jenis sistem hidroponik yang banyak jenisnnya

bagi sebagian orang akan membuat bingung untuk memilih sistem

hidroponik yang paling sesuai. Pada skala komersil Sistem hidroponik

yang dipilih harus memperhatikan hal-hal berikut:

1. Sistem tersebut dapat digunakan untuk beberapa jenis komoditas

tanaman.

2. Sesuai dengan kondisi lokasi tempat pemasangan instalasi

hidroponik. Apabila pemasangan instalasi di dalam green house

tentunya akan berbeda dengan pemilihan instalasi hidroponik tanpa

green house. Apabila lokasinya luas instalasi dapat dipasang secara

horisontal sedangkan apabila lokasinya sempit dapat dipilih instlasi

yang dapat dipasang secara vertikal.

Page 27: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

19

Sumber: https://www.alibaba.com

Gambar 10 Sistem NFT dapat dipasang secara vertikal

Sumber: https://www.pinterest.com/pin/142848619409667030/

Gambar 11 Sistem NFT selada dipasang secara horisontal

Page 28: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

20

3. Jenis komoditas akan menentukan Sistem hidroponik yang dipilih

substrat (cabai, tomat, melon, parika mentimun, kentang dan wortel))

atau tanpa substrat (sayuran: selada, bayam, kangkung, sawi, wortel

dan kentang)

4. Investasi atau ketersediaan anggaran

Sistem hidroponik yang direkomendasikan untuk hidroponik

tanaman selada yaitu sistem NFT dan sistem rakit apung. Namun

pada prinsipnya rekomendasi ini tidak bersifat kaku dan mengikat.

Keterangan: A. Kondisi perakaran yang sehat. B. Kondisi tajuk tanaman

Gambar 12 Sistem hidroponik rakit apung sederhana dengan penambahan aerator

A B

Page 29: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

21

BAB IV HIDROPONIK INDOOR DAN OUTDOOR

Budidaya secara hidroponik dapat diterapkan di dalam ruangan

(indoor) dan di luar ruangan (outdoor). Istilah budidaya tanaman

hidroponik secara indoor dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu ruangan

yang tembus cahaya matahari dan yang tidak tembus cahaya

matahari. Ruangan yang tembus cahaya matahari dikenal dengan

greenhouse, plastic house, dan glass house. Istilah green house akan

digunakan dalam buku ini untuk menerangkan ruang penanaman

yang dapat tembus sinar matahari. Ruang budidaya didalam ruangan

yang tidak tembus cahaya matahari, pertumbuhan tanaman dibantu

oleh sinar buatan atau dikenal dengan lampu pertumbuhan (growth

light).

Sistem budidaya dalam ruangan dengan lampu pertumbuhan dan

berbagai instrumen untuk mengontrol faktor-faktor pertumbuhan

tanaman dikenal dengan istilah plant factory (Kozai, 2018). Budidaya

tanaman secara hidroponik outdoor adalah pemanfaatan instalasi

hidroponik untuk produksi tanaman sama seperti di hidroponik indoor

namun tanpa pemberian naungan atau atap yang terbuat dari bahan-

bahan yang transparan.

4.1 Keunggulan dan kelemahan hidroponik indoor dan outdoor

Hidroponik indoor maupun outdoor memiliki keunggulan dan

kelemahan masing-masing. Apabila dihadapkan pada pertanyaan

mana yang lebih baik tentunya ada beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan sebelum memilih indoor atau outdoor. Secara teknis

teknologi hidroponik dapat diterapkan baik indoor maupun outdoor.

Menurut Von Zabeltitz ( 2011) greenhouse menciptakan kondisi

iklim yang optimal untuk pertumbuha tanaman, melindungi tanaman

Page 30: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

22

dari serangan hama, meningkatkan efisiensi penggunaan air, dan

memungkinkan untuk menerapkan priduksi dan proteksi tanaman

secara terintegrasi. Budidaya tanaman di dalam greenhouse

dinyatakan berhasil apabila petani menghasilkan panen yang tinggi

dan berkualitas. Hasil panen yang berkualitas tergantung pada:

manajemen produksi yang efisien, pengetahuan dan keahlian petani,

struktur greenhouse yang tepat, instalasi dan perawatan sistem

hidroponik, dan pengaturan kondisi lingkungan greenhouse pada

musim kemarau dan musim hujan.

Budiaya di dalam greenhouse bukan tanpa kelemahan. Budiaya

hidroponik pada greenhouse yang struktur dan bentuk bangunannya

tidak sesuai dengan kondisi iklim setempat dapat menurunkan

pertumbuhan tanaman. Greenhouse yang sesuai untuk pertumbuhan

akan menurukan hasil panen apabila perawatan dan

pemeliharaannya tidak dilaksanakan secara maksimal.

Kelemahan budidaya hidroponik di ruang terbuka diantaranya:

1. Intensitas sinar matahari tinggi beberapa komoditas sayuran

hidroponik tertentu tidak tahan dengan intensitas sinar matahari

berlebihan. Pemilihan komoditas tanaman yang akan ditanam

pada budidaya hidroponik terbuka perlu diperhatikan.

2. Kerusakan hasil panen atau tanaman akibat curah hujan

3. Serangan hama penyakit pada musim kemarau dan musim

penghujan

4. Efisiensi penggunaan air dan nutrisi AB mix menurun akibat

evapotranspirasi berlebihan.

5. Kenyamanan dan keamanan petani atau pekerja selama periode

semai, pemeliharaan dan panen.

Page 31: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

23

6. Sistem hidroponik perlu dirancang khusus agar pada musim hujan

bak nutrisi tidak terkena air hujan yang masuk melalui celah

tanaman maupun netpot. Air hujan yang masuk ke bak nutrisi akan

menyebabkan perubahan electrical conductivity (EC) dan pH

larutan.

Keuntungan hidroponik di dalam greenhouse:

1. Tanaman terlindung dari hujan deras dan sinar matahari

berlebihan

2. Melindungi tanaman dari serangan hama yang berasal dari luar

greenhouse

3. Memudahkan penerapan pengendalian hama dan penyakit

tanaman secara biologi

4. Penggunaan air dan AB mix lebih efisien

5. Transpirasi dan evapotranspirasi lebih rendah

6. Perencanaan jadwal tanam lebih fleksibel

7. Memberikan kenyamanan bagi petani atau pekerja

4.2 Konsep plant factory dalam hidroponik indoor

Konsep plant factory atau pabrik tanaman menurut Saito, et al.

(2010) adalah sistem produksi tanaman dengan kondisi suhu

terkontrol, konsentrasi karbon dioksida, cahaya dan terjaga

kebersihannya untuk meningkatkan efisiensi pertumbuhan tanaman.

Oleh karena itu, plant factory dapat memproduksi banyak sayuran

pada berbagai kondisi musim. Konsep plant factory belum

berkembang di Indonesia karena membutuhkan biaya investasi yang

lebih besar lagi bukan hanya instalasi hidroponik saja akan tetapi

harus ada tambahan sistem sensor, suhu, kelembaban, lampu

Page 32: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

24

pertumbuhan, blower, sistem pendingin udara, dan sistem mikro

kontroler lainnya.

Plant factory secara teknis sudah diterapkan di beberapa

perusahaan hidroponik yang ada di Lembang Kabupaten Bandung

Barat, namun tidak digunakan dikarenakan biaya operasional dengan

harga jual komoditas yang dihasilkan tidak seimbang. Selain masalah

biaya operasional yaitu kemampuan sumberdaya manusia untuk

pemeliharaan, perawatan dan spare part peralatan yang digunakan

sebagaian besar masih impor. Implementasi konsep plant factory di

Indonesia dapat dimulai dengan menerapkan lampu pertumbuhan

pada green house hidroponik terutama dapat diterapkan pada green

house yang terbatas mendapat sinar matahari karena terhalang

infrastruktur bangunan atau pepohonan. Penambahan lampu

pertumbuhan pada greenhouse hidroponik sangat cocok diterapkan

untuk greenhouse yang berada di perkotaan. Greenhouse hidroponik

yang ada diperkotaan mendapat manfaat dari berkurangnya biaya

distribusi hasil panen karena berdekatan dengan lokasi pemasaran

potensial yaitu pemukiman.

4.3 Lampu Pertumbuhan (Growth Light)

Secara alami tanaman mendapatkan cahaya dari sinar matahari.

Cahaya yang bersal dari matahari digunakan tanaman untuk proses

fotosintesis pada klorofil daun (Roberto, 2003). Pada plant factory

tanaman mendapatkan cahaya untuk proses fotosintesis sebagaian

atau seluruhnya dari cahaya lampu. Tentu saja cahaya lampu yang

dimaksud adalah cahaya lampu yang memiliki karakteristik panjang

geombang yang sama dengan panjang gelombang sinar matahari.

Page 33: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

25

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh warna cahaya, intensitas dan

durasi cahaya yang diterima oleh tanaman.

1. Intesitas cahaya

Intensitas cahaya umumnya diukur dengan satuan watt per meter

persegi (W m-2) atau dapat diukur dengan satuan lumen (lux atau lx).

Konversi dari (W m-2) ke satuan (lx). Pengukuran dapat menggunakan

alat portable (Gambar 13) satuan yang digunakan oleh alat ukur yang

beredar dipasaran adalah lux sehingga dikenal juga dengan sebutan

lux meter.

Keterangan:

Ev = Intensitas cahaya (lux atau lx) P= Daya (Watt) η = Efikasi (lumen/Watt) atau lm W -1 A= luas permukaan (m2)

Sumber: https://rumushitung.com/2014/08/15/macam-macam-alat-ukur-

cahaya/

Gambar 13 Alat ukur intensitas cahaya

Page 34: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

26

2. Durasi atau lama penyinaran

Lama penyinaran di wilayah tropis khususnya di Indonesia antara

10-12 jam sehingga untuk beberapa tanaman yang memerlukan lama

penyinaran lebih dari 12 memerlukan sinar tambahan dari cahaya

lampu.

3. Spektrum cahaya

Proses fotosintesis lebih banyak terjadi pada spektrum cahaya

merah panjang gelombang (600-680 nano meter (nm)) dan spektrum

biru panjang gelombang (380-480 nm). Spektrum cahaya fotosintesis

dikenal dengan Photosynthetically active radiation (PAR).

Lampu pertumbuhan yang baik adalah dapat memenuhi

kebutuhan cahaya dan bukan hanya cahaya namun spektrum cahaya

yang dibutuhkan untuk aktifitas fotosintesis. Lampu penerangan yang

beredar di pasaran terdiri dari beberapa macam diantaranya lampu

pijar atau filamen tungsten, lampu flouroscent (TL), Lampu halogen

dan light-emitting diode (LED). Lampu-lampu tersebut khususnya

lampu TL sering digunakan untuk lampu pertumbuhan namun

menurut Roberto (2003) lampu TL baik digunakan hanya untuk

tanaman yang membutuhkan intensitas cahaya rendah. Lampu TL

yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman yang membutuhkan

intensitas cahaya tinggi tidak sesuai digunakan karena tidak dapat

memenuhi sprektrum cahaya PAR untuk proses fotosisntesis secara

maksimal.

Page 35: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

27

Sumber: https://www.surveymonkey.com/r/8ZQNX2C

Gambar 14 Jenis-jenis lampu penerangan

Hasil penelitian Chen et al. (2014) pemberian lampu flouroscent

(FL) dikombinasikan dengan light-emitting diode (LED) spektrum biru

maupun spektrum merah menghasilkan pertumbuhan tanaman lebih

baik dan menghemat daya listrik. Penggunaan lampu pertumbuhan

high intensity discharge (HID) merupakan lampu terbaik untuk

pertumbuhan namun lampu ini sangat mahal dan tidak efisien untuk

penggunaan dalam jangka panjang.

Lampu Pijar

Lampu Flouroscent

Lampu LED

Lampu Halogen

Page 36: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

28

BAB V BERTANAM SELADA HIDROPONIK

Tanaman selada (Lactuca sativa L.) yang dibudidayakan secara

hidroponik dapat ditanam pada beberapa sistem hidroponik yaitu:

NFT, DFT, Aeroponik, Rakit Apung dan Sistem Sumbu. Secara teknis

bertanam selada pada sistem hidroponik yang berbeda tahapan

budidaya tidak banyak berbeda antara satu sistem dengan sistem

lainnya.

1. Persemaian

Tahapan persemaian mempengaruhi hasil dan kualitas selada

yang dihasilkan. Persemaian diawali dengan memilih benih selada

yang memiliki viabilitas tinggi sehingga pada saat persemaian tidak

banyak benih yang tidak tumbuh. Benih-benih bersertifikat memiliki

masa kedaluwarsa pada kemasannya. Benih yang telah melewati

masa kedaluwarsa akan menurun daya kecambahnya.

Benih selada yang sudah dipastikan bersertifikat dan tidak

kedaluwarsa kemudian direndam dengan air hangat + 50oC selama

10-15 menit (Setiawati et al., 2007). Proses perendaman untuk

membantu proses dormansi benih. Setelah direndam kemudian benih

ditiriskan sebelum disemai pada media tanam. Penyemaian dalam

hidroponik dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara pertama

langsung ke media tanam seperti rockwool atau peat moss (Gambar

15). Proses penyemaian di rockwool dilakukan dengan membuat

lubang pada rockwool kemudian benih selada dimasukan ke dalam

rockwool satu per satu. Rockwool yang berisi benih kemudian

dimasukan ke ruang gelap dengan tetap menjaga kelembabannya.

Benih selada yang sudah disemai disimpan di dalam ruang gelap

selama 1-2 hari dengan tetap dikontrol setiap 1 hari sekali.

Page 37: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

29

Sumber: http://senyum-sehatku.blogspot.com/2017/

Gambar 15 Contoh benih yang langsung disemai pada media rockwool

Semaian yang terlambat terkena sinar matahari menyebabkan

bibit mengalami penambahan tinggi berlebihan (etiolasi) sehingga

pertumbuhan terganggu dan tampilan secara visual kurang menarik.

Semaian yang telah berumur 7 HSS diberi nutrisi AB mix dengan EC

1,0-1,2 mS cm-1 sampai umur 14 HSS atau telah muncul daun ke-3.

Cara kedua (Gambar 16) benih disemai dulu pada media

campuran seperti tanah : arang sekam : pupuk kandang (1:1:1). Benih

dimasukan ke dalam tray semai satu per satu atau lebih dari satu

disesuaikan dengan lebar lubang tanam pada trai semai. Setelah

benih dimasukan kemudian tray semai dimasukan ke dalam ruang

gelap selama 1-2 hari dengan tetap menjaga kelembaban dan

dikontrol setiap hari. Stelah benih dorman tray semai harus segera

terkena sinar matahari. Pada cara penyemaian kedua tidak

ditambahkan nutrisi ke persemaian karena kebutuhan hara selama

persemaian diperoleh dari pupuk kandang. Pemberian tambahan

pupuk AB mix 0,8-1,0 mS cm-1 tetap dapat diberikan dengan

memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman. Pada cara kedua

Page 38: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

30

benih yang telah jadi bibit 14 hari setelah semai (HSS) di pindah ke

rockwool atau media tanam lainnya yang digunakan pada instalasi

produksi.

Gambar 16 Penyemaian benih selada. A. Penyemaian pada tray semai. B. Bibit yang sudah dipindah ke media rockwool

2 Pembuatan larutan nutrisi (AB mix)

Pembuatan larutan stok nutrisi perlu dipersiapkan lebih awal agar

pada saat pindah tanam AB mix sudah siap diaplikasikan. Pembuatan

larutan nutrisi dapat dilakukan dengan cara melarutkan AB mix siap

pakai maupun membuat AB mix dengan menimbang berbagai

senyawa kimia sesuai dengan formulasi nutrisi yang disusun.

Tabel 2 Formulasi nutrisi hidroponik (AB Mix) khusus sayuran daun Pupuk A

No Nama Senyawa Berat Bahan (gram)

1 Calsium-amonium-nitrat 1.100

5Ca(NO3)2.NH4NO3.10H2O Ca = 18,5%; N-NO3 = 14,2%; N-NH4 = 1,3% 2 Kalium Nitrat 540

A B

Page 39: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

31

KNO3 K = 39%; N-NO3 = 14% 3 Fe-EDTA/ Tenso 38

Fe= 13,2% Pupuk B

No Nama Senyawa Berat Bahan (gram)

1 Kalium-di-hidro-fosfat 335

KH2PO4 K = 28,7%; P = 22,8% 2 Amonium-sulfat 55

(NH4)2S04 N-NH4 = 21%; S = 24% 3 Kalium-sulfat 140

K2SO4 K = 44,8%; S = 18,4% 4 Magnesium-sulfat 790

MgSO4.7H2O Mg = 9,7%; S = 13% 5 Mangan-sulfat 8

MnSO4.4H20 Mn = 25% 6 Tembaga Sulfat 0,4

CuSO4.5H2O Cu = 25% 7 Zinc-sulfat 1,5

ZnSO4.7H2O Zn = 23% 8 Asam Borat 4

H3BO3 B = 18% 9 Amonium-hepta-molybdat 0,1

(NH4)6Mo7O24 Mo = 50% Sumber: Sutiyoso (2006)

Page 40: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

32

Larutan stok atau dikenal dengan larutan pekat dibuat dengan

melarutkan masing-masing nutrisi A dan B pada ember kemudian

diencerkan sampai mencapai volume 5 liter. Proses melarutkan

dilakukan secara bertahap agar senyawa kimia dapat larut sempurna

dengan indikator tidak ada endapan di bagian dasar ember. Larutan

Stok A dan Stok B kemudian dimasukan ke jeriken dengan diberi

tanda agar tidak mudah tumpah.

Pembuatan nutrisi hidroponik dengan memanfaatkan pupuk-

pupuk yang digunakan untuk pemupukan di tanah secara teknis dapat

digunakan namun tetap harus memperhatikan komposisi hara dan

kelarutan bahan (Frasetya, et al., 2018).

3. Pindah tanam

Pindah tanam dilakukan setelah bibit muncul daun ke tiga atau

bibit beumur + 14 HSS.

Gambar 17 Bibit telah muncul daun ke-3 dan siap dipindah ke instalasi hidroponik

Pindah tanam dilakukan dengan memasukan rockwool ke dalam

netpot kemudian netpot dimasukan ke instalasi yang telah

dipersiapkan (Gambar 18).

Page 41: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

33

Gambar 18 Pindah tanam bibit selada pada instalasi rakit apung sederhana

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman selada diantaranya mengontrol kepekatan

larutan atau pemberian nilai EC. Rekomendasi pemberian nilai EC

disesuaikan dengan fase pertumbuhannya. Menurut Sutiyoso (2006)

rekomendasi nilai EC untuk sayuran daun antara 1,5 – 2,5 mS cm-1.

Hasil penelitian Frasetya, et al. (2018) membagi fase pertumbuhan

vegetatif menjadi dua bagian 1-14 HST dikelompokkan sebagai fase

vegetatif I dan 15-42 HST fase vegetatif II. Pemberian nilai EC 1,7 mS

cm-1 fase vegetatif dan EC 2,4 mS cm-1 fase vegetatif II dapat

meningkatkan panen lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian

nilai EC yang lebih tinggi di setiap fase pertumbuhannya.

Page 42: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

34

Keterangan: A. 7 HST; B. 21 HST; C. 35 HST

Gambar 19 Pertumbuhan tanaman selada pada 7 HST, 21 HST dan 35 HST

Pengaturan pH juga penting berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman namun tetap harus memperhatikan fluktuasi pH agar tidak

ekstrim fluktuasinya karena tanaman kurang toleran terhdap fluktuasi

pH. Rekomendasi pH untuk budidaya hidroponik antara 5,8 - 6,5

(Mason, 2014). Menurut Wortman (2015) pemberian nilai EC tinggi -

pH rendah lebih tinggi dibandingkan dengan EC rendah – pH tinggi.

5. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

Pengendalian Hama dan penyakit tanaman pada budidaya

hidroponik di dalam greenhouse tetap harus dilakukan. Proses keluar

masuk pegawai melalui pintu greenhouse atau pun peralatan yang

digunakan merupakan jalan masuk bagi hama dan penyakit ke areal

penanaman. Pengendalian hama secara mekanik dapat dilakukan

apabila serangan hama dan penyakit masih rendah dengan cara

menangkap hama atau mencabut tanaman yang terkena penyakit

agar tidak menyebar luas ke seluruh greenhouse. Pemasangan

perangkap kuning di dalam greenhouse sangat bermanfaat untuk

mengurangi serangan hama maupun serangga vektor penyakit.

A B C

Page 43: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

35

6. Panen dan Pasca Panen

Tanaman selada merupakan tanaman yang mudah layu sehingga

pemanenan harus dilaksanakan pada saat evapotranspirasi rendah,

yaitu pada pagi hari atau malam hari. Waktu pemanenan ini

disesuaikan dengan kebutuhan waktu untuk pengepakan dan

pengiriman ke pasar atau konsumen. Pemanenan tanaman

hidroponik ada baiknya rockwool yang ada di bagian agar tetap

dipertahankan agar dapat menyimpan air agar kesegaran tanaman

tetap terjaga. Pada dasarnya pemanenan dan pengemasan perlu

mempertimbangkan kebutuhan pasar.

Page 44: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

36

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., & Azizah, N. (2018). Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Hidroponik. Malang: UB Press.

Chen, X. li, Guo, W. zhong, Xue, X. zhang, Wang, L. chun, & Qiao, X. jun. (2014). Growth and quality responses of “Green Oak Leaf” lettuce as affected by monochromic or mixed radiation provided by fluorescent lamp (FL) and light-emitting diode (LED). Scientia Horticulturae, 172, 168–175. https://doi.org/10.1016/j.scienta.2014.04.009

Egilla, J. N., & Ikem, A. (2010). Influence of Nutrient Source and Growing Environment on Tissue Elemental Concentration and Yield of Cos Lettuce in Hydroponic Culture. International Journal of Vegetable Science, 17(1), 83–103. https://doi.org/10.1080/19315260.2011.536070

Frasetya, B., Harisman, K., Rohim, A., & Hidayat, C. (2018). Evaluasi Nutrisi Hidroponik Alternatif terhadap Pertumbuhan dan Hasil Mentimun Jepang Varietas Roberto pada Hidroponik Irigasi Tetes Infus. In Peran Keanekaragaman Hayati untuk Mendukung Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia (Vol. 2).

Frasetya, B., Taofik, A., & Firdaus, R. K. (2018). Evaluasi Variasi Nilai Electrical Conductivity Terhadap Pertumbuhan Tanaman Selada ( Lactuca sativa L .) pada Sistem NFT. Jurnal Agro, 5(2), 95–102.

Hochmuth, G., Maynard, D., Vavrina, C., Hanlon, E., & Simonne, E. (2018). HS964/EP081: Plant Tissue Analysis and Interpretation for Vegetable Crops in Florida, 2012(4/11/2012), 55.

Indrawati, R., Indradewa, D., Nuryani, S., & Utami, H. (2012). Pengaruh Komposisi Media dan Kadar Nutrisi Hidroponik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat ( Lycopersicon esculentum Mill .). JP Pertanian, 1(3), 11.

Kozai, T. (2018). Smart Plant Factory. (T. Kozai, Ed.). London: Springer.

Kreij, C. de, Voogt, W., & Baas, R. (1999). Nutrient solutions and water quality for soilless cultures.

Mason, J. (2014). Commercial Hydroponics (3rd ed.). Tennessee: Kangaroo Press.

Olle, M. (2017). the Effect of Silicon on the Organically Grown Iceberg Lettuce Growth and Quality. Agraarteadus, 28(2), 82–86. https://doi.org/https://dx.doi.org/10.15159/jas.17.06

Pinho, S. M., Molinari, D., de Mello, G. L., Fitzsimmons, K. M., & Coelho Emerenciano, M. G. (2017). Effluent from a biofloc

Page 45: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

37

technology (BFT) tilapia culture on the aquaponics production of different lettuce varieties. Ecological Engineering, 103, 146–153. https://doi.org/10.1016/j.ecoleng.2017.03.009

Qurrohman, B. F. T. (2017). Formulasi Nutrisi Hidroponik AB Mix dengan Aplikasi MS Excel dan Hydrobuddy. Yogyakarta: Plantaxia.

Roberto, K. (2003). How to Hydroponics (4th ed.). New York: The Futuregarden Press.

Saito, Y., Shimizu, H., Nakashima, H., Miyasaka, J., & Ohdo, K. (2010). The effect of light quality on growth of lettuce. IFAC Proceedings Volumes (IFAC-PapersOnline), 3(PART 1). https://doi.org/10.3182/20101206-3-JP-3009.00052

Setiawati, W., Murtiningsih, R., Sopha, G. A., & Handayani, T. (2007). Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Siregar, J., Triyono, S., & Suhandy, D. (2015). Pengujian Beberapa Nutrisi Hidroponik Pada Sselada ( Lactuca sativa L . ) Dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung ( THST ) Termodifikasi Examining Of Several Hidroponics Nutrients For Lettuce On Modified Floating System Hidroponic Technology. Jurnal Teknik Pertanian, 4(1), 65–72.

Sutiyoso, Y. (2006). Hidroponik Ala Yos. Jakarta: Penebar Swadaya. Tomasi, N., Pinton, R., Dalla Costa, L., Cortella, G., Terzano, R.,

Mimmo, T., … Cesco, S. (2014). New “solutions” for floating cultivation system of ready-to-eat salad: A review. Trends in Food Science and Technology, 46(Part B), 267–276. https://doi.org/10.1016/j.tifs.2015.08.004

Von Zabeltitz, C. (2011). Integrated Greenhouse Systems fo Mild Climates. London: Springer.

Wang, J., Zhou, Y., Dong, C., Shen, Q., & Putheti, R. (2009). Effects of NH4+-N/ NO3--N ratios on growth, nitrate uptake and organic acid levels of spinach (Spinacia oleracea L.). African Journal of Biotechnology, 8(15), 3597–3602.

Wortman, S. E. (2015). Crop physiological response to nutrient solution electrical conductivity and pH in an ebb-and-flow hydroponic system. Scientia Horticulturae, 194, 34–42. https://doi.org/10.1016/j.scienta.2015.07.045

Page 46: BERTANAM SELADA HIDROPONIK - UIN SGD

38