Berpolitik Dengan Cinta
-
Upload
exsan-ali-setyonugroho -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
description
Transcript of Berpolitik Dengan Cinta
![Page 1: Berpolitik Dengan Cinta](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/563db85f550346aa9a93130a/html5/thumbnails/1.jpg)
Berpolitik dengan Cinta
“Politik tak lain adalah membentuk jiwa-jiwa mulia, baik secara pribadi maupun
kolektif”, demikian penegasan Aristoteles (384-322). Enam belas abad kemudian Ibnu Khaldun
(1332-1406) mengatakan , “politik tidak akan timbul kecuali dengan penakhlukan, dan
penakhlukan tidak akan terealisasi kecuali dengan solidaritas”. Mengacu pada kedua ungkapan
tadi, pisau analisis telah dipakai, bahwa politik yang dibutuhkan sekarang yakni penakhlukan
dengan solidaritas tinggi tanpa meninggalkan nilai-nilai landasan filosofis suatu negara yang
akan melahirkan jiwa-jiwa mulia. Pertanyaannya apakah panggung politik Indonesia
memepersembahkan jiwa-jiwa mulia?
Syarat salah satu dari semua itu adalah cinta, cinta kasih sesama, cinta bangsa, cinta
keadilan, cinta kebenaran dan lain sebagaianya. Cinta yang bisa membuat ketidakadilan menjadi
keadilan, ketidakbenaran menjadi kebenaran, pertikaian menjadi kedamaian itulah cinta, oleh
karena itu berpolitik berlandaskan cinta sangat perlu. Karena cinta adalah bingkai indah yang
menjadi penghias kanvas kehidupan manusia cinta adalah perasaan saling berbagi dan memberi
tanpa mengharapkan kompensasi dalam bentuk apapun. Kita bisa bayangkan, menyelam sedikit
dalam khayalan, apabila panggung politik Indonesia di hiasi oleh manusia-manusia yang
memiliki cinta tulus kepada pengabdian semata, oh maka kanibalisme, korupsi, dan nepotisme
serta sebutan antah berantah lainya, sebagaiannya akan hilang dikamus kehidupan bangsi ini.
Mari kita menyelam kedalam sejarah, tatkala pejuang Vietnam Ho Chi Minh, yang
memimpin perjuangan rakyat Vietnam dengan cinta, yang semua tujuan perjuangan juga
pembangunan adalah untuk rakyat sampai-sampai menjelang akhir hayatnya-pun, Ho Chi Minh
masih memikirkan rakyatnya, ketika mencapai firasat bahwa umurnya tak lama lagi ia menulis :
“siapa yang bisa meramalakan untuk berapa lama lagi aku dapat terus mengabdi kepada revolusi,
tanah air dan rakyat?” serta surat wasiatnya yang ditulis pada 10 Mei 1969 ia berpesan “setelah
aku meninggal, janganlah diselenggrakan upacara pemakaman secara besar-besaran, agar tidak
menguras kantong rakyat!”(sesungguhnya juga, kemudian para pengikutnya tetap membangun
makan yang megah untuknya), lepas dari masalah ideologi dengan bangsa kita, ternyata
kepemimpinan dengan cinta kasih oleh Ho Chi Minh yang sederhana dan manusiawi, jauh lebih
dicintai rakyatnya.
![Page 2: Berpolitik Dengan Cinta](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082708/563db85f550346aa9a93130a/html5/thumbnails/2.jpg)
Sesungguhnya politik memang butuh juwa-jiwa mulia, jiwa-jiwa yang memiliki cinta
kasih yang tak hanya di pemerintahan Negara, di biro instasi-instasi ataupun lemabaga-lembaga,
ini juga perlu diterapkan. Tapi ini cenderung adanya rasa pesimis dikalangan bawah, karena
atasan, birokratnya lebih memilih sikap menggemari kemewahan, kesenangan dan kedamaian,
dan sekali lagi Ibnu Khaldun menegaskan : “bahwa jika hal-hal ini semua mewarnai sebuah
negara, maka negara itu akan masuk dalam masa senja”, seperti kata Iwan Fals bahwa “ kalau
cinta sudah dibuang, jangan harap keadilan akan datang”. Tetapi yang pasti politik tak lain
adalah membentuk jiwa-jiwa mulia.