Berita news

8
Tentang Berita Oleh; Teguh Wahyu Utomo Apa sih berita itu? Saya merasa susah sekali mendefinisi kannya. Namun, secara kasar, berita bisa diartikan sebagai berikut. 1. Informasi apa saja asal sifatnya baru 2. Informasi peristiwa atau kejadian baru, terutama yang dilansir media massa. 3. Penyampaian atas informasi terpilih tentang kejadian terkini yang disajikan oleh media cetak, elektronik, Internet, atau dari mulut ke mulut kepada khalayak pihak ketiga atau massa. 4. Suatu fakta atau ide atau opini aktual yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar, maupun penonton. Atau, apa yang audiens minta dan butuh tahu, tapi mereka belum tahu. Selain sulit mendefinisikannya, tidak gampang untuk menyajikan berita di media massa. Seorang istri yang menelpon suaminya dan mengatakan anaknya sakit, itu sudah dianggap menyampaikan berita (tapi sifatnya personal). Seorang siswa menulis atatus di facebook, itu juga berita (meski curhat). Nah, harus ada syarat-syarat agar suatu berita layak masuk di media massa. Buat saya, syaratnya itu sederhana; 1. Berita harus berdasarkan fakta, bukan khayalan dan dibuat-buat. Kalau ada tabrakan, ya beritakan tabrakan. Kalau korupsi, yang ungkapkan korupsinya. 2. Berita harus obyektif, tidak boleh dibumbui sehingga bisa melenceng dari fakta. Misalnya, kalau

description

This article is about news; what is news, what is news value, how journalist get information, how to write news, etc. In Bahasa Indonesia by Teguh Wahyu Utomo

Transcript of Berita news

Page 1: Berita news

Tentang BeritaOleh; Teguh Wahyu Utomo

Apa sih berita itu? Saya merasa susah sekali mendefinisikannya. Namun, secara kasar, berita bisa diartikan sebagai berikut.

1. Informasi apa saja asal sifatnya baru2. Informasi peristiwa atau kejadian baru, terutama yang dilansir media massa.3. Penyampaian atas informasi terpilih tentang kejadian terkini yang disajikan

oleh media cetak, elektronik, Internet, atau dari mulut ke mulut kepada khalayak pihak ketiga atau massa.

4. Suatu fakta atau ide atau opini aktual yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar, maupun penonton. Atau, apa yang audiens minta dan butuh tahu, tapi mereka belum tahu.

Selain sulit mendefinisikannya, tidak gampang untuk menyajikan berita di media massa. Seorang istri yang menelpon suaminya dan mengatakan anaknya sakit, itu sudah dianggap menyampaikan berita (tapi sifatnya personal). Seorang siswa menulis atatus di facebook, itu juga berita (meski curhat). Nah, harus ada syarat-syarat agar suatu berita layak masuk di media massa. Buat saya, syaratnya itu sederhana;

1. Berita harus berdasarkan fakta, bukan khayalan dan dibuat-buat. Kalau ada tabrakan, ya beritakan tabrakan. Kalau korupsi, yang ungkapkan korupsinya.

2. Berita harus obyektif, tidak boleh dibumbui sehingga bisa melenceng dari fakta. Misalnya, kalau tabrakannya menewaskan 3 orang, jangan diembel-embeli kecelakaan dahsyat dan mengerikan.

3. Berita harus berimbang; sampaikan informasi dari semua pihak. Misalnya; kalau ada dua orang berperkara, beritakan fakta dari satu pihak dan beritakan juga fakta dari satunya. Kalau berat sebelah, orang tertentu bakal marah.

Dalam kehidupan sehari-hari, ada begitu banyak berita berseliweran di antara kita. Ada berita yang begitu menggemparkan sehingga setiap orang membicarakannya. Ada berita yang tidak dahsyat namun dicari oleh sekelompok orang. Ada lebih banyak berita kecil yang tidak penting dan tidak digubris orang. Namun, waspadalah, ada juga lho berita bohong yang dikemas seperti berita sungguhan!!!!

Jka ingin berdampak pada banyak orang, ada dua kriteria untuk pertimbangan;

Page 2: Berita news

1. Penting , karena materinya menyangkut kehidupan banyak orang. Misalnya, kenaikan harga listrik, terpilihnya kepala pemerintahan, wabah penyakit, perjanjian perdagangan bebas, dll.

2. Kalau tidak penting, cari berita menarik. Berita ini mungkin tidak berdampak pada kehidupan banyak orang, tapi disukai. Misalnya, artis pergi umroh. Apa sih pengaruh umrohnya artis itu terhadap kita? Nyaris tidak ada, kan? Tapi, biang gosip selalu ingin tahu perkembangan artis itu.

Sekarang mari kita nilai; peristiwa mana yang lebih pantas diberitakan?

A) Harga bawang Rp 18.000/kg atau Rp 50.000/kg atau Rp 75.000/kg?

B) Seorang pria berusia 25 tahun menikahi wanita berusia 20 tahun, atau pria berusia 55 tahun menikahi gadis berusia 17 tahuh, atau wanita berusia 60 tahun menikahi brondong 20 tahun?

C) Mobil menabrak anak ayam, atau anak anjing, atau anak manusia?

D) Saya ditangkap hansip karena nyabu, atau selebriti Rapi Amat ditangkappolisi karena nyabu juga?

E) Jalan utama tergenang 30 sentimeter tahun lalu, atau jalan utama itu tergenang 30 sentimeter tadi pagi?

Tentu, penilaian orang bisa berbeda-beda berdasarkan pola fikir dan kondisi masing-masing. Namun, saya berani bertaruh, sebagian besar orang akan sependapat dengan saya soal kepantasan pemberitaan. Untuk yang A, pencapaian tertinggilah yang lebih pantas diberitakan. Untuk yang B, pilihan pertama tidak terlalu aneh untuk pantas diberitakan. Untuk C, tentu menabrak anak manusia yang pantas diberitakan. Untuk yang D, berita soal si selebriti bakal jadi konsumsi banyak orang di Indonesia. Untuk yang E, saya tentu memilih yang tadi pagi. Setuju?

Karena itu, agar menarik, berita harusnya tidak jauh-jauh dari faktor-faktor; signifikan, tidak lazim, tentang manusia, keterkenalan, dan lebih baru terjadi. Masih ada lagi faktor untuk menilai apakah suatu peristiwa bakal dibaca orang banyak. Para ahli menyebutnya news value. Selain yang sudah saya sebut di atas, ada sejumlah faktor lain. Misalnya; magnitude (besaran), proximity (keterdekatan), conflict (pertentangan), money (apa saja yang terkait uang), dan lain-lain.

Kalau kita sudah tahu apa itu berita, syarat-syarat untuk dimuat di media massa, kriteria bobot berita, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mendapatkan berita?

Page 3: Berita news

Ada berita seperti rejeki. Tak perlu repot-repot difikirkan dan diusahakan, berita datang sendiri. Berita-berita insiden termasuk dalam golongan ini. Misalnya; kecelakaan, pembunuhan, kebakaran, perampokan, gempa bumi, dan sejenisnya. Kita tidak tahu bahwa suatu insiden bakal muncul (kalau tahu, malah bahaya; kita bisa dituduh terlibat dan bersekongkol merencanakannya). Saat terjadi ledakan di depan gedung Kedubes Australia 9 September 2004, ANtv mendapat durian runtuh. Mengapa? Kejadiannya pas di seberang kantornya di Jl Rasuna Said, Jakarta.

Kebanyakan, berita harus dicari. Wartawan harus datang ke tempat tertentu untuk mendapatkan berita. Misalnya, meliput acara pameran. Wartawan harus kuat observasi. Misalnya, menghitung orang yang naik jembatan penyeberangan untuk menggambarkan tingkat kepatuhan terhadap aturan lalu lintas. Wartawan harus menginvestigasi kasus tertentu. Misalnya, jika ada kasus human traficking. Wartawan harus pintar melihat tanggal. Misalnya, setiap tanggal 16 Agustus ada pidato RAPBN. Wartawan harus pintar menghubung-hubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lain. Misalnya, naiknya harga-harga dengan naiknya tingkat kriminalitas. Banyak lagi lainnya. Untuk mencari berita semacam ini, wartawan harus mewawancarai sumber-sumber berita dan menggali data-data. Berat, ya?

Lalu, yang sering ditanyakan orang-orang awam pada saya; “Wartawan itu lho koq tahuuu saja kalau ada kejadian-kejadian. Dari mana sih datangnya berita sehingga wartawan bisa menulis memenuhi koran berhalaman-halaman setiap hari?” Biasanya, jawaban saya sederhana saja. “Wartawan itu punya teman di mana-mana.” Mulai dari presiden sampai tukang copet. Wartawan juga ditempatkan di pos-pos tertentu yang menjadi sumber informasi. Misalnya, wartawan yang ngepos di pengadilan bisa mendapatkan berita soal hukum, wartawan di kantor Pemda bisa mendapatkan berita soal isu-isu lokal, wartawan di kantor polisi bisa mendapatkan berita soal kriminalitas, wartawan di rumah sakit bisa mendapat berita-berita kecelakaan, wartawan di kantor KONI bisa dapat banyak berita olah raga.

Cara Menulis Berita

Nah, kalau sudah bisa mendapat bahan berita, hal yang lebih penting adalah bagaimana menulisnya. Untuk dasar tulisan jurnalistik, saya biasa membuat rumus ABCD. Itu singkatan dari accuracy (ketepatan), brevity (keringkasan), clarity (kejelasan) dan detail (kerincian).

Ketepatan ini melarang salah. Tidak boleh salah fakta, tidak boleh salah data, tidak boleh salah logika, tidak boleh salah kutip, tidak boleh salah eja, hingga tidak boleh salah ketik. Untuk bisa menulis akurat, wartawan harus observasi di tempat kejadian,

Page 4: Berita news

kuat mencatat, mengukur, menghitung, dan membandingkan. Agar akurat, penulisan tidak boleh berdasarkan pada persepsi otak tapi pada observasi inderawi.

Tulisan jurnalistik harus ringkas supaya lebih gampang dan lebih cepat dicerna. Jika berpanjang-panjang, tulisan akan melelahkan mata dan otak serta berpeluang ambigu. Kalau terlalu pendek, susah dimengerti. Maka, patokan yang lazim saya pakai dalam berbagai pelatihan adalah;

1 paragraf = 3 kalimat, 1 kalimat = 12 kata

Ini cuma patokan. Monggo saja jika terpaksa tulisannya lebih atau kurang dari itu. Pokoknya jangan terlalu banyak menyimpangnya.

Clarity ini maksudnya tulisan gampang dipahami pembaca. Wartawan harus memahami audiens secara umum. Pilihan kata harus disesuaikan dengan level pemahaman umum para audiens. Pakai bahasa standar, pilih istilah paling tepat, gunakan tata bahasa yang benar.

Detail terkait dengan seberapa kuat wartawan menangkap pilahan-pilahan fakta dan menuliskannya. Semakin banyak pilahan yang dituliskan, pembaca seolah-olah dibawa ke kejadian sebenarnya. Misalnya, “Titik-titik embun semakin memenuhi mangkok. Di dalam mangkok, ada serutan melon hijau dan semangka merah. Serutan itu sudah ditaburi gula tebu dan dilarutkan ke dalam santan kelapa. Pada bagian atas, menyembul dua kotak es batu. Es buah ini disajikan saat pelanggan keringatan karena termometer menunjukkan suhu 32 derajad C.”

Kalau rumus ABCD tadi masih untuk dasar-dasar penulisan jurnalistik, maka ada lagi rumus piramida terbalik. Rumus ini terbukti jitu unruk koran-koran harian yang dibaca orang-orang sibuk. Prinsip dari rumus ini adalah bagian yang paling penting, paling baru, paling memikat, paling harus segera diinformasikan, harus diletakkan di paragraf awal. Paragraf berikutnya menjelaskan paragraf awal sehingga juga penting. Paragraf berikutnya menjelaskan paragraf kedua sehingga level pentingnya berkurang. Semakin turun paragraf, semakin kurang penting. Karena itu, disebut piramida yang terbalik. Besar di atas, kecil di bawah. Penting di atas, kurang penting di bawah.

Paragraf awal, yang menjadi inti berita, biasa disebut sebagai teras berita, atau lead, atau lede. Untuk berita, terasnya ini diupayakan mengandung semua unsur kelengkapan berita. Itu adalah; who (siapa), what (apa), where (di mana), when (kapan), why (mengapa), dan how (bagaimana kejadiannya). Ini lah yang biasa disebut dengan formula 5W + 1H. Saya merasa perlu menambahkan so what (lalu,

Page 5: Berita news

bagaimana) untuk memberi unsur dampak kejadian. Nah, dalam teras berita, usahakan semua unsur ini ada. Kalau tidak muat di satu paragraf, sisanya bisa diletakkan di paragraf kedua dan ketiga.

Contoh; “Api meludeskan gudang di Jalan Diponogoro 13, tadi pagi. Tidak ada korban dalam kebakaran yang disebabkan hubungan pendek listrik itu. Namun, lalu-lintas sempat terganggu.” Kalimat ini sudah mengandung 5W + 1H. Api = who. Meludeskan gudang = what. Di Jalan Diponogoro 13 = where. Tadi pagi = when. Hubungan pendek listrik = why. Tidak ada korban dalam kebakaran = how. Lalu-lintas sempat terganggu = so what. Kalimat itu cukup akurat, singkat (25 kata), dan jelas.

Setelah teras, paragraf-paragraf berikutnya berisi pemaparan data yang saling mendukung. Misalnya; setelah paragraf pertama tentang ringkasan berita kebakaran, paragraf kedua diisi kutipan dari sumber yang diandalkan. Misalnya, “Api bisa dipadamkan dalam dua jam. Dua unit mobil PMK dan 32 petugas kami kerahkan. Penduduk sekitar sangat membantu dalam pemadaman ini,” kata Kristiano Ronaldo, komandan PMK Pasar Tari. Paragraf berikutnya menggambarkan sisa-sisa kebakaran. Paragraf berikutnya, soal kerugian. Dan seterusnya.

Untuk Apa?

Kalau sudah bisa menulis, lalu tulisannya dikirim ke mana? Kalau wartawan, jelas, tulisan untuk dimuat di koran atau majalahnya. Kalau bukan wartawan, untuk apa?

Jangan khawatir. Banyak sekali manfaat menguasai tulisan jurnalistik. Kalau ingin jadi wartawan, tapi tidak punya koran, Anda bisa jadi kontributor tulisan. Biasanya, koran dari jauh membutuhkan penulis dari daerah tertentu. Bisa juga Anda menulis surat pembaca. Kalau tidak ingin menulis untuk versi cetak, bisa menulis untuk versi koran online. Beberapa media massa kini menyediakan progran citizen journalism dengan memuat berita-berita dari masyarakat umum. Jika tidak ingin ikut koran online orang lain, kita bisa bikin media online sendiri. Manfaatkan saja blogger atau wordpress atau detik.com atau yang lain. Bahkan, kita bisa menulis di facebook atau twitter.

Yang lebih berguna adalah untuk media relations. Jika lembaga Anda mengalami perkembangan tertentu yang layak dipublikasikan, kontak saja wartawan. Jadilah humas yang baik dengan mengirimkan press release layak berita. Kalau tulisan Anda bagus, wartawan akan dengan senang hati menanggapi.

*******