BENTUK PEMANIPULASIAN SEJARAH DI ERA ORDE BARU …
Transcript of BENTUK PEMANIPULASIAN SEJARAH DI ERA ORDE BARU …
Prosiding SENASBASA http://research-report.umm.ac.id/index.php/SENASBASA
(Seminar Nasional Bahasa dan Sastra) Edisi 2 Tahun 2018
Halaman 197-209 E-ISSN 2599-0519
197 | Halaman
BENTUK PEMANIPULASIAN SEJARAH DI ERA ORDE BARU
DALAM NOVEL LAUT BERCERITA KARYA LAILA S. CHUDORI
Lionda Kristina Anoprianti
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis serta menjelaskan bentuk pemanipulasian sejarah
yang terjadi di era orde baru dalam novel Laut Bercerita. Fokus utama yang tersorot dalam
penelitian ini adalah perjuangan para aktivis dalam memperjuangkan hak-hak kaum proletaris
yang telah direnggut oleh pengusa. Namun sayangnya, perjuangan mereka disambut dengan
penyiksaan dan penghilangan secara paksa. Dengan berpijak dengan permasalahan tersebut,
penulis menggunakan teori kelas sosial Karl Marx. Teori digunakan sebagai upaya
pengungkapan pemanipulasian sejarah di era orde baru dalam novel Laut Bercerita. Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini berupa novel Laut Bercerita karya Laila S Chudori
yang bergenre fiksi sejarah. Data-data yang dikumpulkan berupa interaksi antar tokoh atau
dialog yang tergambar dalam novel. Teknik analisis data yang digunakan antara lain:
pengumpulan data, seleksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan/keabsahan. Hasil
penelitian menggambarkan kekejaman yang dilakukan oleh orde baru terhadap para aktivis
hingga berujung pada pemanipulasian sejarah.
Kata kunci: pemanipulasian, sejarah, orde baru, novel, fiksi sejarah
PENDAHULUAN
Karya sastra mencakup berbagai aspek penting dalam kehidupan manusia, terutama
aspek sosial (Syafaat, 2017). Karya sastra merupakan cerminan dari realitas sosial yang telah
dipadukan dengan unsur-unsur imajinatif pengarang. Pengadopsian realisme sosialis oleh
pengarang kerap kali terjadi. Oleh karna itu, keterlibatan latar belakang pengarang dari berbagai
sisi terhadap karya sastra yang diciptakan sangatlah mendominasi. Realitas sosial yang dimaksud
adalah adanya peristiwa atau suatu hal yang memang benar-benar ada dan berlaku dikehidupan
masyarakat, seperti halnya sistem kelas sosial.
Sistem kapitalisme adalah suatu hal yang memicu timbulnya lapisan antar kelas yang
disebut dengan kelas sosial (Brewer, 2016). Kelas sosial dibedakan menjadi dua yaitu kaum
kapitalis sebagai kelas penguasa dan kaum proletaris sebagai kelas buruh. Sistem kelas sosial
inilah yang biasanya menjadi pemicu utama konflik sosial akibat timbulnya perbedaan
kepentingan antar kelas. Maka dari itu, karya sastra adalah medium yang tepat bagi seorang
pengarang dalam mencapai tujuan tertentu seperti halnya apresiasi ataupun kritik terhadap
198 | Halaman
peraturan serta kebijakan dalam tatanan masyarakat yang tidak adil dan hanya menguntungkan
sebelah pihak, biasanya hal tersebut diidentikkan dengan kaum penguasa. Tidak hanya itu, karya
sastra yang diciptakan oleh pengarang juga dapat turut serta untuk memperjuangkan hak-hak
kaum buruh yang telah direnggut serta memperjuangkan kepentingan kelas bawah atau kelas
yang tertindas dalam tatanan masyarakat. Hal tersebut mengindikasikan bawa karya sastra tidak
hanya berkutat pada kehidupan pengarang, melainkan juga kehidupan masyarakat. Di Indonesia
aliran realisme sosialis telah dipopulerkan oleh sejumlah nama-nama besar seperti Ahmad Tohari,
Pramoedya Anantatoer, Ayu Utami, Seno Gumira Aji darma, Laila S Chudori, dan lain
sebagainya.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data berupa novel bertajuk Laut
Bercerita karya Laila S Chudori yang akan dianalisis mengunakan pendekatan sosiologi
marxisme. Laila S Chudori di kenal sebagai penulis novel bergenre fiksi sejarah. Tahun 2012
silam, Laila menghasilkan novel yang berjudul Pulang, kini novel tersebut telah diterjemahkan
kedalam enam bahasa yaitu bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Novel ini
berhasil memenangkan nominasi sebagai Prosa Terbaik Khatulistiwa Award 2013 dan
dinyatakan sebagai satu dari “75 Notable Translation of 2016” oleh World Literature Today
(Chudori, 2017:379). Novel Pulang mengkisahkan tentang drama keluarga, cinta, dan
persahabatan yang tentunya dibalut dengan peristiwa-peristiwa bersejarah seperti, Indonesia 30
September 1965, Prancis Mei 1968, dan Indonesia Mei 1998.
Laut Bercerita mengangkat tentang isu-isu yang terjadi di era orde baru dengan segala
peristiwa dan konflik sosial yang erat hubungannya dengan teori kelas sosial Karl Marx. Konflik
sosial tersebut berupa penghilangan aktivis secara paksa karena dianggap membahayakan
kedudukan presiden yang saat itu tengah menjabat. Terbukti bahwa kaum kapitalis yang
memilki kekuasaan mampu menindas kaum proletaris yang notabene tidak memiliki kekusaan
dalam sistem pemerintahan. Konflik sosial yang telah terjadi akan membangkitkan kesadaran
kaum proletaris.
Selama ini orde baru seringkali diagung-agungkan oleh masyarakat awam bahkan
generasi muda sekalipun sebagai zaman keemasan, dimana pada saat itu para pemberontak
berhasil ditangani dengan baik seperti halnya PKI. Masyarakat tidak tahu secara detail
peristiwa sebelum bahkan sesudah G/30 S/PKI. Peristiwa mengenaskan yang menjadi saksi
bisu kekelaman orde baru adalah penghilangan secara paksa para aktivis yang berpikiran kritis,
199 | Halaman
dapat dikatakan bahwa orde baru adalah era yang penuh dengan kekejian dan bersifat anti-
kritik. Sejarah seolah-olah telah dimanipulasi dengan sangat rapi. Bagimana tidak, generasi
muda saat ini awam terhadap peristiwa pelik yang telah terjadi di negeri mereka. Sejarah yang
mereka ketahui hanyalah sebatas penjajahan yang dilakukan oleh kolonialisme belanda maupun
jepang. Setelah peristiwa penjajahan berakhir, generasi muda saat ini tidak tahu bahwasanya
pembodohan telah terjadi di tangan presiden yang berkuasa saat orde baru berdiri kokoh.
Laut Bercerita adalah novel yang bergenre fiksi sejarah, novel ini menggambarkan
tentang perjuangan para aktivis dalam menuntut hak-hak kaum proletaris. Perjuangan ini diawali
dengan pengadaan diskusi karya-karya Marx serta Pramoedya secara diam-diam, karena pada
saat itu pemerintah secara tegas menurunkan larangan untuk membahas buku yang diduga
mengandung unsur komunisme. Dengan berbekal pengetahuan sertra melihat kondisi yang
semakin memuakkan, para aktivis mulai melancarkan gerakannya. Mereka mulai mendampingi
kaum proletaris dalam memperjuangkan hak-haknya yang telah direnggut. Dirasa kegiatan para
aktivis mulai membahayakan kedudukannya, presiden yang berkuasa saat itu memerintahkan
oknum ABRI maupun TNI untuk menyingkirkan para aktivis. Penyekalan para aktivis terjadi
secara bertahap, bahkan seringkali penyekalan terjadi di tempat umum. Para aktivis disekap
dalam markas TNI, introgasi yang diwarnai dengan penyiksaan seolah-olah telah menjadi
runitias selama berbulan-bulan lamanya sebelum mereka benar-benar akan dihilangkan
kehidupannya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus utama penelitian ini adalah bagaimana bentuk
pemanipulasian sejarah yang terjadi di era orde baru? Penelitian ini bertujuan untuk membedah
fakta-fakta yang tertuang dalam novel Laut Bercerita. Penelitian terahadap novel ini dirapkan
dapat memberi sejumlah manfaat baik secara teoritis ataupun praktis. Pertama, memberikan
pemahaman tentang bentuk pemanipulasian sejarah yang terjadi di era orde baru. Kedua,
membantu memahami kasus pemanipulasian sejarah yang didalangi oleh aktor politik. Ketiga,
meningkatkan apresiasi pembaca terhadap karya sastra yang bertemakan fiksi sejarah.
Berbicara mengenai tatanan sistem antar kelas yang terajdi di era orde baru dengan
menggunakan teori kelas Karl Marx sebelumnya telah diteliti oleh M. Habib Syafaat, tentunya
dengan menggunakan objek penelitian yang berbeda. Habib menggunakan novel Entrok karya
Okky Mandasari sebagai objek penelitiannya. Penelitian tersebut mengulas tentang konflik dan
aliensi sosial, yang merupakan konsep dalam teori kelas Marx (Syafaat, 2017).
200 | Halaman
Namun, tidak sedikit juga novel yang belum pernah diteliti oleh para peneliti sastra
tetutama novel yang bertajuk Laut Bercerita karya Laila S Chudori yang diadaptasi dari kisah
penghilangan secara paksa oleh pemimpin orde baru terhadap para aktivitis yang bersifat kritis.
Novel ini tergolong istimewa di hati para pembaca karena novel ini berhasil mengungkap secara
apik peristiwa yang sebelumnya dianggap tabu. Permasalahan yang disajikan dalam novel ini
sangatlah luas dan melebar seperti feminisme, historisme, sosiologi, dan marxisme.
Banyak hal menarik yang terkuak dalam novel ini yaitu tentang sistem politik Soeharto
yang seolah-olah bersifat anti-kritik. Karl Marx menjelaskan bahwa antogisme antar kelas sosial
mampu menggerakkan dinamika sosial (Faruk, 2015:27). Apa yang dikemukakan oleh Marx
sangat berkaitan dengan permasalahan yang digambarkan dalam novel Laut Bercerita. Pendapat
Marx dapat dimaknai bahwa kaum kapitalis cenderung besifat superior terhadap kaum proletaris.
Bedasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada, peneliti memilih objek penelitian
berupa novel Laut Bercerita untuk diteliti secara mendetail dan lebih lanjut. Namun penulis
hanya memfokuskan penelitiannya pada aspek sosiologi-marxis. Penulis akan memaparkan
bentuk pemanipulasian serta membandingkannya dengan realitas sosial yang terajdi pada saat era
orde baru.
METODE
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam
Dewojati, 2017) memaparkan bahwa metode kualitatif merupakan suatu langkah terpenting
dalam penelitian, tahap ini menghasilkan data deskriprif berupa kata tertulis atau lisan dari
manusia dan segala bentuk perilaku yang dapat diamati. Data kualitatif dihasilkan dari
pembacaan novel Laut Bercerita secara menyeluruh, data tersebut kemudian diolah kembali
dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Pendekatan sosiologi-marxis adalah cara
pandang yang digunakan oleh peneliti untuk mengupas permasalahan yang telah disajikan.
Berdasarkan pendekatan yang telah digunakan, penulis hanya memfokuskan penelitiannya pada
aspek sosiologi-marxis yang tergambar dalam novel.
Novel bertajuk Laut Bercerita karya Laila S Chudori dengan genre fiksi sejarah
merupakan sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini. Data yang digunakan
berupa interaksi antar tokoh atau dialog yang tergambar dalam novel.
201 | Halaman
Studi dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang dipilih oleh penulis. Langkah
pertama yang dilakukan adalah membaca secara berulang serta memahami setiap kejadian yang
ada dalam novel secara mendetail guna memperoleh informasi serta dapat mengumpulkan fakta-
fakta yang bersifat empiris terkait dengan masalah penelitian. Setelah inti sari cerita diperoleh,
penulis mulai mengidentifikasi bentuk-bentuk pemanipulasian sejarah yang terajdi di era orde
baru dalam novel Laut Bercerita.
Miles dan Huberman (dalam Siwantoro, 2005:67) mengungkapkan empat aktivitas yang
saling berkaitan dalam teknik analisis data yaitu: pengumpulan data (data collection), seleksi
data (data reduction), paparan data (data display), dan penarikan kesimpulan/pengabsahan
(conclusion and verification). Teknik analisis data yang pertama kali dilakukan adalah
mengumpulkan data dengan memahami isi cerita secera detail. Data yang telah dikumpulkan
kemudian dipilah hingga data tersebut merujuk pada bagian yang sesuai dengan konsep
penelitian. Data final yang telah diperoleh kemudian dikaitkan pada teori yang digunakan. Teori
kelas sosial yang dicetuskan oleh Marx menjadi teori dasar dalam penelitian ini. Keabsahan data
dapat dibuktikan melalui validitas temuan triangulasi. Triangulasi yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari metode, peneliti, dan teori.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laut bercerita muncul sebagai salah satu novel yang menggambarkan keadaan sosial
Indonesia di era orde baru. Novel ini memiliki keunggulan yang terletak pada kedua tokoh
utamanya yaitu Biru Laut dan Asmara Jati. Biru Laut adalah termasuk dalam jajaran tiga belas
aktivis yang dihilangkan secara paksa. Sifat kritisnya dianggap membahayakan kedudukan
presiden yang saat itu tengah berkuasa. Sebelum tokoh utama dan kawan-kawannya benar-benar
lenyap tak berbekas, selama berbulan-bulan lamanya mereka disekap, diintrogasi, dipukul,
ditendang, digantung, dan bahkan disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting
yaitu, siapkah sosok yang berdiri di balik gerakan aktivis dan para mahasiswa itu? Sedangkan
Asmara Jati, adik Biru Laut, beserta komisi tim orang hilang selalu mencoba mencari jejak
mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari seluruh keterangan mereka yang kembali.
Tetapi hasil yang diperoleh nihil, hingga saat Indonesia berganti penguasa pun mereka belum
dapat ditemukan (Chudori, 2017). Novel ini tidak hanya menggambarkan kekejaman era orde
baru, akan tetapi novel ini juga menghadirkan kritik pedas terhadap pemerintah. Berikut
202 | Halaman
sejumlah aktivitas yang dijalankan oleh para aktivis sehingga menyulut kegarangan pengusa orde
baru:
Pengadaan Diskusi Buku Terlarang
Kebebasan berdiskusi pada era orde baru tidaklah sama seperti saat ini. Bahkan
pembicaraan terhadap karya sastra pada saat itu sudah sangat dicurigai, terlebih apabila
pembicaraan tersebut mengarah pada karya-karya Pramoedya. Karya penulis asal Blora ini
dianggap membahayakan pancasila. Oleh karena itu, semenjak rezim Soeharto itu berkuasa,
sebagian besar karya-karya yang dilarang adalah karya penulis Lembaga Kebudayaan Rakyat
yang berafilisasi dengan Partai Komunis Indonesia. Tidak hanya itu, karya-karya penulis yang
dianggap memliki hubungan dengan Uni Soviet seperti karya Karl Marx juga turut dilarang
beredar.
Laut Bercerita banyak menggambarkan tentang kisah para tokoh yang mengadakan
diskusi buku teralarang secara ilegal. Meskipun hal tersebut dilakukan secara diam-diam dan
penuh rahasia, namun tetap saja aksi mereka dapat dipergoki oleh intel. Seperti halnya kutipan
berikut:
“Belakangan Bram tahu ada salah satu kawannya, anggota OSIS
bernama Lusia Antarini, mengadukan kegiatan diskusi Bram dan kawan-
kawannya kepada ayahnya yang berhubungan dekat dengan kalangan intel.
Bram dan kawan-kawannya diintrogasi berjam-jam di sebuah kantor (yang
belakangan dia ketahui adalah sebuah kantor badan koordinasi intelejen).
“Mereka menanyakan buku-buku yang aku baca dan aku menjawab bahwa
sebagian besar buku-buku itu milik perpustakaan,” kata Bram tersenyum.
Mereka mendesak-desak Bram apakah dia mengenal para aktivis yang baru saja
ditangkap beberapa bulan silam karena memiliki dan mendiskusikan buku karya
Pramoedya. Baram mengaku tak kenal. Akhirnya setelah beberapa jam, mereka
dilepaskan dan dinasihati agar setelah dewasa, “Mbok energi yang kelebihan
itu disalurkan pada organisasi yang genah, seperti sayap Golkar gitu lo, Dik.”
(Laut Bercerita, 2017: 29-30)
Dari kutipan tersebut dijelaskan bahwa ada perbedaan yang mendasar antar kelas sosial, kaum
kapitalis lebih mendominasi dalam segala aspek. Karl Marx meyatakan bahwa stuktur sosial
mayarakat didasrkan pada perbedaan antara penguasa dan buruh serta antara kelas yang
mendapat hak istimewa karena pengaruh faktor keturunan dan legatitas hukum yang khusus
dibuat untuk memenuhi suatu tujuan (Ramly, 2009:149). Teori Karl marx terebut memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan apa yang ada dalam novel. Dalam suatu tatanan mayarakat
203 | Halaman
pasti ada kaum kapitalis dan proletaris. Kaum kapitalis yang berperan sebagai penguasa dengan
segala cara akan mengamankan kedudukannya. Kaum ini akan lebih memanfaatkan sesuatu yang
melakat pada dirinya seperti kekayaan, jabatan, kekuasaan, serta keahlian dalam meraup segala
keuntungan.
Kutipan diatas menceritakan tentang penggrebekan yang terjadi pasca kegiatan diskusi.
Meskipun pembicaraan tentang karya teralarang dikaukan secara diam-diam pasti para intel akan
mencium keberadaan mereka, karena dimanapun pasti ada golongan yang pro pemerintah. Para
aktivis pada saat itu hanya diinterogasi selama beberapa jam di sebuah kantor badan koordinasi
intelejen. Selama beberapa jam pula para aktivis menyangkal tuduhan-tudahan yang selalu
mengarah pada organisasi mereka.
Aksi Pendampingan Sosial
Kaum proletaris seringkai mejadi kelompok yang tertindas dan tidak berdaya baik karena
faktor dorongan internal dari dalam dirinya ataupun tekanan eksternal dari lingkungannya.
Kemudian para pendaming sosial hadir sebagai pembawa perubahan yang turut andil dalam
membantu dalam pemecahan segala persoalan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pendampingan sosial adalah interaksi dinamis antara kaum proleraris dan para pekerja
sosial.seperti halnya kutipan di bawah ini:
“Tak hanya kelompok Wirasena,Winatra, dan Taraka Yogya tetapi juga kawan-
kawan Winatra dari Jakarta, Semarang, Solo, Surabaya mengirim perwakilan
untuk bergabung atas nama Aksi Mahasiswa untuk Blangguan. Sudah beberapa
tahun terakhir, Bram, Kinan, Julius, Alex, dan tim Winatra Jawa Timur
mempelajari dan mendata konflik petani dan tentara di kawasan ini. Lahan
pertanian rakyat Desa Blangguan digusur secara paksa karena daerah
kediaman dan lahan mereka akan digunakan untuk latihan gabungan tentara
dengan menggunakan mortar dan senapan panjang. Lahan pertanian dan
jagung mereka digusur buldoser. Mendengar ini, lantas saja aku teringat “Sajak
Seonggok Jagung” karya Rendra, Sang Penyair dan aku sama-sama mengusulkan
agar mahasiswa dan aktivis melawan tentara dengan aksi tanam jagung. Kami
tak punya senapandengan bayonet; kami tak punya otot, tak punya uang. Gerakan
kami semua bermodalkan semangat, uang pribadi, dan sumbangan beberapa
individu yang secara diam-diam sudah muak dengan pemerintah Orde Baru yang
semakin represif dari tahun ke tahun. Kali ini, kami menambah senjata
perlawanan itu dengan sajak dan aksi penanaman jagung.” (Laut Bercerita,
2017:116-117)
Kutipan tersebut senada dengan asumsi Marx yang mengatakan bahwa pergulatan utama
yang dilakukan oleh manusia adalah pergulatan dalam memenuhi kebutuhan materialnya (Faruk,
204 | Halaman
2015:25). Perbedaan tajam terlihat begitu jelas dalam kutipan diatas, kaum kapitalis berusaha
memulai pergulatan sosial untuk memperkuat armada tempurnya. Dengan kekuasaan mutlak
yang dimilikinya, kaum kapitalis dapat berperan sebagi penggerak dinamika sosial. Sepenggal
kutipan diatas menceritakan tentang perjuangan sekelompok mahasiswa dalam melakukan aksi
pendampingan terhadap petani. Ulah pemerintah pada saat itu membuat para mahasiswa geram,
karena sumber mata pencaharian serta tempat berteduh penduduk kecil akan diratakan dengan
tanah. Pemerintah berdalih bahwa lahan tersebut akan dijadikannya sebagai tempat pelatihan
tempu tentara dengan menggunakan mortar dan senapan laras panjang.
Demi membela kaum proletaris yang lemah dalam menentang kaum kapitalis,
sekelompok aktivis tersebut telah menyusun rencana yang matang. Namun, kejadian yang tak
terguga benar-benar terjadi, aksi mereka ini telah bocor. Banyak intel yang beralalu lalang
didaerah tersebut untuk menghentikan aksi yang telah dengan apik itu disusun. Alhasil aksi yang
telah direncakan selama beberapa pekan itu gagal. Tidak hanya itu, aksi aktivis untuk melarikan
diri dari tempat kejadian juga tidak sepenuhnya berhasil. Dalam perjalanan kembali ke kota asal
masing-masing, gerombolan aktivis tersebut dihadang oleh intel yang telah menanti mereka di
terminal. Tidak sedikit para aktivis yang dicekal hari itu. Mereka diinterogasi dan dipukul secara
brutal dan membabi buta. Beruntung keesokan harinya mereka dilepas kembali, karena
pemerintah dirasa belum cukup untuk mendapat informasi yang selama ini dicarinya, yaitu siapa
yang mendalangi aksi-aksi gabungan antara aktivis dan mahasiswa tersebut.
Bentuk-Bentuk Pemanipulasian Sejarah
Kekejian pada era orde baru, seakan-akan tidak pernah mendapatkan perhatian lebih
dimata masyarakat saat ini. Mereka lebih berefokus pada pembicaraan tentang prestasi yang
telah di raih pada era rezim Seharto tersebut. Dalam novel Laut Bercerita, pengarang
menceritakan secara gamblang peristiwa-peristiwa kelam dibalik kokohnya orde baru yang
selama ini tabu untuk dibicarakan oleh masyarakat umum. Bahkan dalam salah satu mata
pelajaran wajib di tingakat sekolahpun peristiwa semacam itu tidak pernah dicatutkan. Berikut
bentuk-bentuk pemanipulasian sejarah yang terajdi di era orde baru.
1. Penculikan Para Aktivis
Penculikan aktivis tahun 1997/1998 merupakan peristiwa penghilangan aktivis secara
paksa atau juga kerap diebut sebagai peristiwa pelenyapan terhadap para aktivis yang pro-
demokrasi. Peristiwa pelik tersebut terjadi selama tiga periode acap kali menjelang hari-hari
205 | Halaman
besar seperti pemilu dan sidang MPR. Sembilan diantara para aktivis yang diculik pada periode
kedua dibebaskan dari kurungan, semantara tidak satuun dari ketiga belas aktivis yang diculik
pada periode pertama dan ketiga muncul. Fakta tersebut digambarkan melalui cuplikan kutipan
dibawah ini.
“Pada tanggal 23 April 1998, Aswin meneleponkupada suatu subuh. Alex
selamat. Dia sudah pulang ke Pamakayo. Aku begitu tekejut hingga hampir saja
terjatuh dan segera bertumpu pada pegangan kursi. Hari masih agak gelap.
Mendadak saja semuakantuk tergilas oleh berita ini. menurut Aswin, Mama Rosa,
ibunda Alex memberitakan itu dengan suara terputus-putus karena jarak jauh
Pamakayo. Tak jelas mengapa Alex dilepas oleh para penculiknya ke kampung
halamannya. Yang penting, Alex dalam keadaan sehat dan tak banyak bicara.” (Laut Bercerita, 2017:249)
Kutiapan di atas menjelaskan bahwa adalah salah satu aktivis yang diculik pada periode
kedua, terbukti bahwa dia telah dipulangkan dengan selamat sampai ke kampung halamannya.
Alasan pemerintah mengapa membebaskan semua tawanan pada periode kedua tidak dijelaskan
dalam novel ini. Apakah saat itu pemerintah memiliki maksud tersembunyi dibalik tindakannya
yang menuai kontroversi tersebut juga tidak digambarkan. Hal tersebut sesui dengan pemikiran
Marx yang menganggap bahwa kaum kapitalis memang dapat mengalami perubahan secara
mendalam tetapi tidak dilakukan dengan menyeluruh atau revolusioner (Magnis, 2000). Dalam
hal ini, pemerintah diceritakan sedikit megalami perbahan, terbukti mereka melepaskan sembilan
aktivis yang telah ditawan selama berluban-bulan. Tidak lama setelah peristiwa pembebasan
tersebut, Soeharto dengan suka rela melengserkan diri dari jabatannya sebagai presiden.
2. Penyiksaan
Aksi penculikan secara paksa pada masa orde baru seringkali diwarnai dengan tindak
kekerasan yang membabi buta. Bagaimana tidak, demi mendapatkan secuil informasi, selama
penyekapan tersebut para aktivis dihajar habis-habisan. Apabila informasi yang diinginkan tidak
berhasil didapat, maka dengan senang hati para intel akan memberikan siksaan yang lebih keji
kepada para aktivis. Penyiksaan terebut berupa:
a. Pukulan
Selama proses interogasi dilakukan, inte-intel tidak pernah tinggal diam dalam memberi
pelajaran bagi para aktivis. Mereka selalu menanyakan pertanyaan yang sama secara berulang-
ulang Hingga akhirnya mereka menjadikan para aktivis sebagai bahan bulan-bulanan, apabila
206 | Halaman
mereka tidak puas dengan jawaban yang di lontarkan oleh para aktivis. Seperti halnya kutipan
berikut:
“Aku tak bisa menggerakkan leherku. Penglihatanku gelap. Mulutku
terasa asin darah kering. Hanya beberapa detik, aku baru menyadari apa yag
terjadi. Aku hanya ingin membuka mataku, tapi sukar sekali. Bukan saja karena
bengkak dan sakit, tapi perlahan-lahan aku teringat salah satu dari mereka
menginjak kepalaku dengan sepatu bergigi. Rasanya baru beberapa jam yang
lalu, atau mungkin kemarin aku tak tahu. Tulang-tulangku terasa retak karena
semalaman tubuhku digebuk, diinjak, dan ditonjok beberapa orang sekaligus.
Dimanakah aku? Begitu gelap. Kucoba menggerakkan kepalaku, tetapi juga
masih sulit. Akhirnya aku menyerah dan membiarkan diriku telungkup
beberapa lama sebelum bangsat-bangsat itu datang lagi menghantamku.” (Laut
Bercerita, 2017: 52)
Kutipan di atas mencertitakan tentang penyiksaan yang dialami oleh tokoh Bitu Laut.
Rupanya kegiatan semacam itu telah menjdi rutinitas sehari-hari bagi para aktivis yang disekap.
Tidak ada rasa kemanusiaan yang tersemat dalam diri oknum intel di era orde baru.
b.Penyetruman dan Penggantungan
Hal mengerikan seperti penyetruman dan penggantungan juga tak luput untuk dilakukan
demi menyiksa para aktivis. Lebih mencengangkan apabila tindakan tak patut tersebut didalangi
oleh aktor politik, yaitu pimpinan orde baru. Aktivitas mengerikan itu tercamtum dalam kutiapn
dibawah ini.
“ Tiba-tiba saja ikatanku dilepas dan tubuhku dijungkirbalikkan.
Kakiku diikat dan gigantung seperti ayam panggang yang dijual di warung-
warung di Petak Sembilan.
“Sekarang, kau sudah ingat posisi Kinanti dimana? Jakarta? Yogya? Solo?”
“Tidak tahu.”
Kali ini pecut listrik itu menhajar kaki dan punggungku. Sakitnya menusuk
saraf. Aku menjerit dan meminta dibunuh saja karena, sungguh, sengatan
pada saraf ini tak tertahankan sakitnya.” (Laut Bercerita, 2017:110-111)
Pengulangan adegan penyiksaan yang diwarnai dengan kegiatan interograsi setihap hari
selalu terjadi. Bahkan siksaan kejam seperti penggantungan dengan penggunaan alat kejut listrik
kerap dilakukan. Mereka adalah oknum penegak hukum yang merenggung hak dan kebebasan
warna negaranya.
207 | Halaman
c. Merayapakan Semut Merah
Kebungkaman para aktivis semakin membuat oknum intel jengkel. Segala macam cara
telah dilakukan agar para ativis bersedia angkat bicara, tetapi hasilnya nihil. Hingga salah
seorang oknum memiliki metode baru yang dirasa tepat yaitu merayapkan semut merah yang
garang pada bola mata aktivis. Berikut cuplikan singkatnya:
“Saya ini penyayang binatang,” katanya tersenyum. “Semua binatang
saya pelihara. Ular, harimau, monyet, anjing, ...banyaklah. Tapi saya juga
senang serangga yang cantik dan agresif.” Dia membuka kotaknya dan
memamerkan isinya padaku. Karena posisi kepalaku masih terbalik, agak sulit
aku melihat isi kotak itu. Si Mata Merah kemudian mendekatkan kotak itu ke
mataku. Jempol dan telunjuknya kemudian mengambil sesuatu dari dalam kotak
itu: seekor semut rangrang merah yang luar biasa besar. “Perkenalkan, ini
kawan saya bernama Angelina, dan ini...” Dia mengeluarkan semut lain yang
lebih besarlagi dengan kaki yang menggasak udara, “Yunita. Keduanya sangat
senang menggigit bola mata manusia. Kata Angelina dan Yunita, darahnya
sedap...” Mata Merah tersenyum seperti iblis. Bola matanya berkilatan. Dia
tampak bergairah sekali. Perlahan, dia mendekatkan kedua semut itu ke bola
mataku.” (Laut Bercerita, 2017:111)
Tindakan tidak manusiawi ini dilakukan selama berhari-hari pasca aktivis berhasil
ditangkap, sebelum akhirnya aktivis dikurung dalam jeruji besi yang gelap gulita. Oknum intel
ingin memberi efek jera yang akan selalu diingat oleh para aktivis, agar saat kesaksiannya di
butuhkan mereka benar-benar memberikan informasi yang sebenarnya.
d. Ditidurkan Pada Balok Es
Dengan serangkaian kejam penyiksaan lainnya, mugkin ditidurkan pada balok es adalah
penyiksaan terakhir yang dialami oleh Tokoh Biru Laut sebelum ia benar-benar dihilangkan.
Penyiksaan kejam ini dilakoninya selama berjam-jam. Berikut kutipan singkatnya:
“Aku meringkuk dengan dua helai sarung menyelimuti badanku yang
basah. Kini pipiku basah oleh air mata. Bukan oleh rasa hina karena mereka
menelanjangiku dan menendangku agar aku mau mengikuti perintah mereka
untuk berjam-jam celentang di atas balok es hingga aku merasa beku dan
seluruh tubuhku membiru; bukan karena aku khawatir jantungku berdetak. Aku menangis karena ketololanku, kedunguanku menyangka bahwa semua
kawan di Winatra-kecuali-Tama-adalah orang-orang yang bercita-cita sama,
bertujuan sama. Air mataku mengalir deras dan aku sedikit tersedak, tak bisa
lagi bicara.” (Laut Bercerita, 2017:195)
208 | Halaman
Kutipan tersebut menceritakan bahwa sakit yang diperoleh akibat siksaan yang luar biasa
sadisnya itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan luka yang ditimbulkan oleh orang
terdekat. Selama penyiksaan tersebut, Laut baru mengetahi siapa orang selalu membocorkan
aktivitas para aktivis dalam memperjuangkan keadilan bangsa. Orang tersebut tidak lain adalah
sahabat terdekat Laut. penghianat tertawa terbahak-bahak dan selalu sibuk dengan kamera serta
blitznya ketika Laut disiksa. Seolah-olah penghianat tersebut enggan melewatkan satupun
ekspresi Laut.
Bentuk penyiksaan di era orde baru tersebut seakan menjawab teori Marx yang
megatakan bahwa usaha-usaha praktis, oleh masa sekalipun bisa segera dijawab dengan meriam
bila sudah membahayakan, tetapi ide-ide yang telah memaku suara hati kita, adalah rantai-rantai
yang tidak dapat dilepaskan orang tanpa mematahkan hatinya; mereka adalah setan-setan yang
dapat dikalahkan orang hanya dengan menyerahkan diri kepadanya (Marx, 1842/1997:20).
Oknum pemerintah akan merasa kedudukannya aman dari kritik para aktivis dengan cara
menculik, menyiksa, bakan apabila informasi yang diberikan oleh korban dianggap kurang dan
mengada-ada maka merekapun tak segan untuk membunuh para aktivis.
3. Pelenyapan
Setelah penyekapan dan penyiksaan selama berbulan-bulan lamanya, para aktivis yang
tak kunjung memberi informasi mengenai keberadaan rekan-rekannya, akan segera dilenyapkan.
Satu per satu para tahanan diseret oleh intel, dan tidak ada yang tahu tentang keberadaan mereka
setelah saat itu. Menginggat saat itu adalah era yang sangat kejam, banyak orang menduga
bahwa mereka yang hilang itu telah dilenyapkan. Dalam novel Laut Bercerita, peristiwa
pelenyapan tersebut digambarkan oleh kutipan dibawah ini:
“Si Mata Merah mendorongku melangkah maju. Mereka meyerimpung
kedua kakiku dengan besi hingga mustahil bagiku untuk bergerak, akhirnya salah
satu dari mereka menendang betisku. Aku tersungkur. Sekali lagi siperokok itu
memegang bahuku dari belakang dan memaksaku berlutut. Tuhan, kita semakin
dekat. Kau semakin ingin menaungiku. Pada debur ombak yang kesembilan,
terdengar ledakan itu. Tiba-tiba saja aku merasa ada sesuatu yang tajam
menembus punggungku. Pedih, perih. Lalu, belakang kepalaku. Seketika aku
masih merasakan sebatang kaki bersepatu gerigi yang menendang punggungku.
Tubuhku ditarik begitu lekasoleh arus dan bola besi yang terikat pada
pergelangan kakiku. Aku melayang-layang kedasar lautan.” (Laut Bercerita,
2017:5)
209 | Halaman
Kutipan tersebut sejalan dengan asumsi yang menyakan bahwa Marx (dalam faruk,
2015:7) aktivitas intelektual manusia terpisah dengan aktivitas praktis manusia yang hanya bila
pemabgian kerja sudah berkembang cukup jauh sehingga terbuka kemungkinan baginya untuk
hanyamenjadi pemikir, sebab kebutuhan fisik praktisnya telah diurus oleh orang lain. dapat
diartikan bahwa pada saat itu pimpinan orde baru hanya sebagai pemikir siasat atau dalang
dibalik peristiwa kelam, sedangkan oknum intel berperan sebagai kaki tangan pimpinan atau
pemenuh kebutuhan praktis.
SIMPULAN
Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan terhadap novel Laut Bercerita karya Laila
S Chudori, maka terdapat beberapa permasalahan. Pertama, aktivitas para aktivis yang menyulut
kekejaman orde baru, berupa pengadaan diskusi buku-buku terlarang dan melakukan aksi
pendampingan terhadap para petani. Kedua bentuk-bentuk pemanipulasian sejarah seperti
penculikan paksa, penyiksaan, hingga pelenyapan aktivis.
DAFTAR PUSTAKA
Brewer, A. (2016). Kajian Kritis Das Kapital Karl Marx. (M. Santoso, Penyunt., & A. G. Capital,
Penerj.) Yogyakarta: Pustaka Prometha.
Chudori, L. S. (2017). Laut Bercerita. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Dewojati, C. (2017). Ambivalensi dan Kuasa Perempuan Terjajah dalam Karina Adinda:
Lelakon Komedie Hindia Timoer dalem Tiga Bagian. Atavisme, 20il: 257 . Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Gajah Mada.
Faruk. (2015). Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Putaka Pelajar.
Magnis, F. (2000). Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revolusionisme.
(K. A. Mahardika, Penyunt., & Suseno, Penerj.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utma.
Ramly, A. M. (2009). Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme Dialektis dan Materialisme
Historis). Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Siswantoro. (2005). Metode Penelitian Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Syafaat, M. H. (2017). Teori Kelas Karl Marx dalam Novel Entrok Karya Okky Mandasari
(Kajian Sosiologi Sastra). BAPALA, 4 (2):2.