Bendahara_PPh

17
1 Sie Infokum Ditama Binbangkum PAJAK PENGHASILAN (PPH) YANG HARUS DIPUNGUT/DIPOTONG OLEH BENDAHARAWAN bisniskeuangan.kompas.com I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dan perkembangan di negeri Indonesia tercinta ini tentunya bersumber dari warga negaranya sendiri. Hal-hal yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia untuk meningkatkan kemajuan Negara ini salah satunya adalah dengan membayar pajak. Pembayaran pajak di lakukan untuk kepentingan Warga Negara Indonesia sendiri, untuk pembangunan negeri, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), memberi gaji bagi para pegawai negeri, dan kebutuhan/kepentingan Negara lainnya. Sehingga pendapatan Negara bersumber dari rakyat, dan kembali lagi untuk kepentingan rakyat. 1 Hal ini sesuai dengan moto yang kita kenal dalam dunia perpajakan yaitu “Dari Kita, Oleh Kita, Dan Untuk Kita“. Moto tersebut memiliki arti yang sangat bagus yaitu dari kita sebagai wajib pajak juga untuk kita dalam hal menikmati hasil pajak yang kita berikan yaitu dapat berupa fasilitas jalan raya yang bagus (tidak banyak berlubang yang dapat mencelakai para pengendara di jalanan), menikmati berbagai subsidi dari pemerintah seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang membebaskan bayaran kepada sekolah tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di indonesia, Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi pada saat harga minyak Internasional meningkat, dan lain-lain. Dari sudut pandang ekonomi, pajak adalah salah satu primadona penerimaan negara yang paling potensial. Bahkan, saat ini sektor pajak memberikan kontribusi yang terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penerimaan 1 Membayar Pajak, Arti Cinta Indonesia, Riris Yusrina, www.kabarindonesia.com, 31 Maret 2010.

description

petunjuk teknis pph

Transcript of Bendahara_PPh

  • 1SieInfokumDitamaBinbangkum

    PAJAK PENGHASILAN (PPH) YANG HARUS DIPUNGUT/DIPOTONG OLEH BENDAHARAWAN

    bisniskeuangan.kompas.com

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kemajuan dan perkembangan di negeri Indonesia tercinta ini tentunya

    bersumber dari warga negaranya sendiri. Hal-hal yang dilakukan oleh Warga Negara

    Indonesia untuk meningkatkan kemajuan Negara ini salah satunya adalah dengan

    membayar pajak. Pembayaran pajak di lakukan untuk kepentingan Warga Negara

    Indonesia sendiri, untuk pembangunan negeri, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM),

    memberi gaji bagi para pegawai negeri, dan kebutuhan/kepentingan Negara lainnya.

    Sehingga pendapatan Negara bersumber dari rakyat, dan kembali lagi untuk

    kepentingan rakyat.1 Hal ini sesuai dengan moto yang kita kenal dalam dunia

    perpajakan yaitu Dari Kita, Oleh Kita, Dan Untuk Kita.

    Moto tersebut memiliki arti yang sangat bagus yaitu dari kita sebagai wajib

    pajak juga untuk kita dalam hal menikmati hasil pajak yang kita berikan yaitu dapat

    berupa fasilitas jalan raya yang bagus (tidak banyak berlubang yang dapat

    mencelakai para pengendara di jalanan), menikmati berbagai subsidi dari

    pemerintah seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang membebaskan

    bayaran kepada sekolah tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama

    (SMP) di indonesia, Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi pada saat harga

    minyak Internasional meningkat, dan lain-lain.

    Dari sudut pandang ekonomi, pajak adalah salah satu primadona penerimaan

    negara yang paling potensial. Bahkan, saat ini sektor pajak memberikan kontribusi

    yang terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penerimaan

    1MembayarPajak,ArtiCintaIndonesia,RirisYusrina,www.kabarindonesia.com,31Maret2010.

  • 2SieInfokumDitamaBinbangkum

    dari sektor pajak ini merupakan penerimaan dalam negeri dan penerimaan sektor

    lainnya selanjutnya digunakan oleh negara untuk membiayai pembangunan sarana

    dan prasarana kepentingan umum bagi masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa

    betapa pentingnya pajak bagi negara karena pajak merupakan sumber dana yang

    diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran negara/pemerintah yang

    disebut sebagai fungsi budgeteir 2.

    Sebagai salah satu elemen penting dalam pembangunan, keberadaan pajak

    ini harus ditopang dengan adanya suatu sistem pengelolaan pajak yang dilakukan

    secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. Guna mencegah terjadinya hal-

    hal yang tidak diinginkan seperti penyalahgunaan salah satu penerimaan negara ini

    untuk memperkaya diri sendiri seperti yang terjadi pada kasus Gayus Tambunan.

    Hal tersebutlah yang kemudian menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat

    terhadap pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak terkait dengan

    pemungutan dan penggunaan pajak tersebut. Dimana, muncul kekhawatiran-

    kekhawatiran antara lain apakah pajak yang telah dipungut telah disetorkan dan

    benar-benar sudah sampai ke kas negara, serta telah optimalkah pemanfaatannya

    dalam pembangunan untuk kepentingan umum.

    Di negara kita terdapat beberapa jenis pajak, salah satunya adalah Pajak

    Penghasilan (PPH). Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang

    pribadi dan badan berkenan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh

    selama satu tahun pajak. Pajak Penghasilan diperoleh dengan jalan dipotong

    langsung oleh Bendaharawan. Pajak Penghasilan di negara kita juga terbagi lagi

    menjadi beberapa jenis pajak penghasilan. Namun, bagaimana cara pemotongannya,

    berapa besar potongannya, bagaimana mekanisme penyetorannya sampai dengan

    macam-macam pajak penghasilan di negara kita inilah yang akan dibahas lebih jauh

    dalam penulisan ini.

    II. PERMASALAHAN

    1. Pajak Penghasilan (PPh) apa sajakah yang harus dipungut/dipotong oleh

    Bendaharawan?

    2. Bagaimana tata cara pemungutan/pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan

    (PPh)?

    2WaluyodanWirawanB.Ilyas,2003

  • 3SieInfokumDitamaBinbangkum

    III. PEMBAHASAN

    Sekilas Tentang Pajak Penghasilan (PPh)

    Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

    disebutkan bahwa Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi

    atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu Tahun Pajak.3

    Kemudian pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas

    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1993 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah

    Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, Pasal tersebut disempurnakan

    sehingga berbunyi : Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas

    penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.4

    Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh

    penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam

    Undang-Undang ini disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan

    yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak

    untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya

    dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

    Yang menjadi subjek pajak adalah:5

    a. 1. orang pribadi;

    Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di

    Indonesia ataupun di luar Indonesia.6

    2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

    berhak;

    Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak

    pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan

    warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar

    pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat

    dilaksanakan.7

    b. badan;

    Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik

    yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi

    perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik

    3Pasal1UUNomor7Tahun1983.4Pasal1UUNomor10Tahun1994.5Pasal2UUNomor36Tahun2008.6PenjelasanPasal2HurufaUUNomor36Tahun2008.7PenjelasanPasal2HurufaUUNomor36Tahun2008.

  • 4SieInfokumDitamaBinbangkum

    negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,

    firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,

    organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan

    bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.8

    c. bentuk usaha tetap.

    Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang

    tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak

    lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)

    bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia

    untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, seperti cabang

    perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, dan lain-lain.9

    Subjek pajak dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :10

    1. Subjek pajak dalam negeri, yang terdiri dari :11

    a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di

    Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12

    (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di

    Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

    b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit

    tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

    1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

    atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

    3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau

    Pemerintah Daerah; dan

    4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

    5. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

    berhak.

    2. Subjek pajak luar negeri, yang terdiri dari :12

    a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

    berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

    jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

    8PenjelasanPasal2HurufbUUNomor36Tahun2008.9Pasal2Ayat(5)UUNomor36Tahun2008.10Pasal2Ayat(2)UUNomor36Tahun2008.11Pasal2Ayat(3)UUNomor36Tahun2008.12Pasal2Ayat(4)UUNomor36Tahun2008.

  • 5SieInfokumDitamaBinbangkum

    bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan

    kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

    b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

    berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

    jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

    bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh

    penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan

    kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

    Sesuai dengan kelaziman internasional, kantor perwakilan negara asing beserta

    pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya,

    dikecualikan sebagai subjek pajak di tempat mereka mewakili negaranya. Pengecualian

    sebagai subjek pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka

    memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara

    Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh

    penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia

    termasuk subjek pajak yang dapat dikenai pajak atas penghasilan lain tersebut. Hal

    tersebut sesuai dengan persyaratan terkait organisasi-organisasi internasional yang

    tidak termasuk subjek pajak penghasilan yang diatur dalam Undang-Undang yaitu :

    1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan

    2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari

    Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal

    dari iuran para anggota;13

    Yang dimaksud dengan tahun pajak adalah tahun kalender, tetapi Wajib Pajak

    dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, sepanjang

    tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.

    Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis

    yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan

    untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk

    apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji,

    honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

    Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan

    ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari

    Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk

    menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk

    13Pasal3HurufcUUNomor36Tahun2008.

  • 6SieInfokumDitamaBinbangkum

    apapun.14 Yang termasuk objek pajak penghasilan antara lain penggantian atau imbalan

    berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji,

    upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan

    dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.15

    Objek Pajak yang dikenakan PPh final Atas penghasilan berupa:

    bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya; penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek; penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan

    Pemerintah.16

    Yang tidak Termasuk Objek Pajak antara lain bantuan atau sumbangan

    termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang

    dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, harta hibahan yang diterima oleh keluarga

    sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau

    badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang

    ditetapkan oleh Menteri Keuangan, warisan, pembayaran dari perusahaan asuransi,

    dividen, dan lain sebagainya.17

    Khusus untuk dividen diberikan pengecualian. Dividen adalah bagian laba yang

    diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi,

    BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan

    bertempat kedudukan di Indonesia.18 Pada umumnya semua penghasilan berupa dividen

    yang memenuhi pengertian dividen di atas adalah objek Pajak Penghasilan. Namun

    demikian, Undang-Undang PPh memberikan pengecualian dividen tertentu bukan objek

    pajak. Penghasilan dividen dikatakan bukan objek pajak jika memenuhi syarat-syarat

    tertentu, yaitu :

    1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

    2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah

    yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen

    paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.19

    Berdasarkan ketentuan ini, dividen yang dananya berasal dari laba setelah

    dikurangi pajak dan diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak

    14Pasal4Ayat(1)UUNomor36Tahun2008.15Pasal4Ayat(1)HurufaUUNomor36Tahun2008.16Pasal4Ayat(2)UUNomor36Tahun2008.17Pasal4Ayat(3)UUNomor36Tahun2008.18Pasal4Ayat(3)HuruffUUNomor36Tahun2008.19Ibid.

  • 7SieInfokumDitamaBinbangkum

    dalam negeri, koperasi, dan BUMN atau BUMD, dari penyertaannya pada badan usaha

    lainnya yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan penyertaan

    sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen), dan penerima dividen tersebut

    memperoleh penghasilan dari usaha riil di luar penghasilan yang berasal dari penyertaan

    tersebut, tidak termasuk Objek Pajak. Yang dimaksud dengan BUMN dan BUMD dalam

    ayat ini antara lain adalah perusahaan perseroan (Persero), bank pemerintah, bank

    pembangunan daerah, dan Pertamina. Perlu ditegaskan bahwa dalam hal penerima

    dividen atau bagian laba adalah Wajib Pajak selain badan-badan tersebut di atas, seperti

    orang pribadi baik dalam negeri maupun luar negeri, firma, perseroan komanditer,

    yayasan dan organisasi sejenis dan sebagainya, maka penghasilan berupa dividen atau

    bagian laba tersebut tetap merupakan Objek Pajak. Dividen lain yang bukan objek pajak

    adalah bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer

    yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan

    kongsi.20

    A. Jenis-Jenis Pajak Penghasilan (PPH) Yang Harus Dipungut Oleh

    Bendaharawan

    Kewajiban utama yang harus dilaksanakan oleh Bendahara Pemerintah Pusat

    dan Daerah di Lingkungan Kementerian/Lembaga/Instansi Pemerintah adalah :

    1. Melakukan pemotongan/pemungutan pajak;

    2. Melakukan penyetoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan

    3. Melakukan pelaporan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai batas waktu yang

    ditentukan;

    Atas setiap transaksi yang dananya berasal dari APBN/APBD.21

    Pajak-pajak yang harus dipotong/dipungut oleh Bendahara Pemerintah Pusat

    dan Daerah yaitu PPh dan PPN. Adapun PPh yang harus dipungut/dipotong oleh

    Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah terdiri dari :

    1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

    PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,

    honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib

    20Pasal4Ayat(3)HurufIUUNomor36Tahun2008.21PengumumanDirjenPajakNomor :PENG05/PJ.09/2010tentangKewajibanBendaharaPemerintahPusatdanDaerahUntukMelakukanPemotongan/PemungutanPajak.

  • 8SieInfokumDitamaBinbangkum

    Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,

    jasa, dan kegiatan. 22

    Dasar Hukum pemungutan/pemotongan PPh Pasal 21 adalah Pasal 21

    ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

    Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

    yang berbunyi : Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan

    pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang

    diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan

    oleh bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,

    dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Dan

    Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara

    Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau

    Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan

    Orang Pribadi sebagai pengganti dari Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor

    KEP-545/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan

    Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan

    Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana telah diubah dengan

    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006.

    Lingkup pemotongan PPh Pasal 21 adalah berupa penghasilan sehubungan

    pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

    yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain. Dengan

    demikian, PPh Pasal 21 hanya dikenakan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi

    dengan lingkup penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.

    Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dari usaha dan modal seperti sewa,

    dividen, dan royalti bukan merupakan objek PPh Pasal 21.23

    Yang bertindak sebagai Pemotong PPh Pasal 21 adalah :

    a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.

    b. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah

    c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja

    (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI.

    22 Pasal 1 Angka 2 Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata CaraPemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.23Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Duddy Wahyudi, 5 Maret 2008, Blog Pajak Indonesia, www.dudiwahyudi.com.

  • 9SieInfokumDitamaBinbangkum

    d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga

    ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan

    dan magang.

    e. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

    f. Penyelenggara kegiatan.24

    Sedangkan Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :

    a. Pegawai tetap.

    b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola

    proyek,

    c. peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi, distributor MLM/direct selling

    dan kegiatan sejenis.

    d. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya

    yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.

    e. Penerima honorarium.

    f. Penerima upah.

    g. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai,

    dan Aktuaris).

    h. Peserta Kegiatan.25

    Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 :

    a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara

    asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja

    pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:

    bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar

    jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan

    memberikan perlakuan timbal balik;

    b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan

    Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak

    24 Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata CaraPemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.25 Pasal 3 PeraturanDirjen PajakNomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,PenyetoranDanPelaporanPajakPenghasilanPasal21Dan/AtauPajakPenghasilanPasal26SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.

  • 10SieInfokumDitamaBinbangkum

    menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh

    penghasilan di Indonesia.26

    Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

    a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa

    penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;

    b. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur

    berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

    c. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan

    sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang

    pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua,

    dan pembayaran lain sejenis;

    d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,

    upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan

    secara bulanan;

    e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,

    dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai

    imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

    f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang

    representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan

    nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.27

    Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 termasuk pula penerimaan dalam

    bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk

    apapun yang diberikan oleh:

    1. bukan Wajib pajak;

    2. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau

    3. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma

    penghitungan khusus (deemed profit).28

    26 Pasal 4 PeraturanDirjen PajakNomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,PenyetoranDanPelaporanPajakPenghasilanPasal21Dan/AtauPajakPenghasilanPasal26SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.27 Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata CaraPemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.28 Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata CaraPemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.

  • 11SieInfokumDitamaBinbangkum

    Yang Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

    adalah:

    a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi

    sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,

    asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

    b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun

    diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);

    c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah

    disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan

    hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan

    penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

    d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga

    amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan

    keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia

    yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang

    dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan

    dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-

    pihak yang bersangkutan.29

    2. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22

    Bendaharawan Pemerintah memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari Rekanan

    atas pembelian barang dengan syarat tertentu. Dasar hukum

    pemungutan/pemotongan PPh Pasal 22 adalah :

    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 j.o. 80/PMK.03/2010 Pengumuman Nomor PENG - 05/PJ.09/2010 Yang berkewajiban melakukan pemungutan/pemotongan terhadap PPh Pasal 22

    adalah Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai

    pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau

    lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan

    29 Pasal 8 Ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata CaraPemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.

  • 12SieInfokumDitamaBinbangkum

    pembayaran atas pembelian barang. Sedangkan yang bertindak sebagai

    Penanggung PPh Pasal 22 adalah Rekanan yang menjual barang kepada

    Bendaharawan Pemerintah.

    Yang merupakan objek dalam pemungutan/pemotongan PPh Pasal 22 adalah

    Pembayaran atas pembelian barang dari Rekanan yang jumlahnya diatas

    Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). Ketentuan sebelumnya jumlahnya diatas

    Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) yang dicabut dengan Peraturan Menteri

    Keuangan terbaru nomor 154/PMK.03/2010 yang mulai berlaku 31 Agustus 2010.

    Tarif yang dikenakan adalah sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga

    pembelian. Namun, tidak bersifat final dalam artian dapat dikreditkan oleh Wajib

    Pajak rekanan di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak penghasilan tahun

    pajak yang bersangkutan. Formulir Yang Digunakan dalam pembayaran PPh

    Pasal 22 adalah Surat Setoran Pajak (SSP) dan Surat Pemberitahuan (SPT) masa

    PPh Pasal 22. Yang dikecualikan Dari Pemungutan/Pemotongan PPh Pasal 22

    adalah :

    a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta

    rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

    b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air

    minum/PDAM dan benda-benda pos; dan

    c. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana

    Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

    3. Pajak Penghasilan Pasal 23

    Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas

    penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan

    penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Pemotong/Pemungut

    Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23 adalah :

    1. badan pemerintah;

    2. Wajib Pajak badan dalam negeri;

    3. penyelenggaraan kegiatan;

    4. Bentuk Usaha Tetap (BUT);

    5. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;

    6. Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur

    Jenderal Pajak.

    Sedangkan Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah :

    1. WP dalam negeri (orang pribadi atau badan); dan

  • 13SieInfokumDitamaBinbangkum

    2. Badan Usaha Tetap (BUT).

    Objek PPh Pasal 23 yaitu dividen, bunga, royalty, hadiah, penghargaan

    dan bonus selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21 yang dikenakan tarif sebesar

    15% terhadap penghasilan bruto objek-objek pajak tersebut. Sedangkan,

    sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain

    sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain

    sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan dan

    imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa

    konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

    PPh Pasal 23 bersifat Tidak Final artinya dapat menjadi kredit pajak dalam

    Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang

    dipotong PPh Pasal 23. Penghasilan yang dikecualikan Dari Pemotongan PPh

    Pasal 23 adalah :

    a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

    b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha

    dengan hak opsi;

    c. dividen yang diterima WP Badan (PT, BUMN,BUMD) dengan syarat, dividen

    berasal dari cadangan laba ditahan, dan dari Badan yang kepemilikan saham

    di badan tersebut paling rendah 25%

    d. dividen yang diterima WP orang pribadi (diatur berbeda dalam PPh Pasal 17

    ayat 2c, tarif 10% final)

    e. bagian laba yang diterima/diperoleh ; anggota perseroan komanditer yang

    modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan

    kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

    f. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

    g. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa

    keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan

    yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

    Adapun Formulir Yang Digunakan dalam pembayaran PPh Pasal 23 adalah

    Surat Setoran Pajak (SSP), Bukti Potong PPh Pasal 23, Daftar Bukti Potong PPh

    Pasal 23, Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23.

    B. Tata Cara Pemungutan/Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh

    Dalam sistem administrasi perpajakan di Indonesia dikenal sistem

    pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan atau biasa disebut witholding tax.

    Dalam sistem ini, Undang-undang menunjuk satu pihak yang biasanya merupakan

  • 14SieInfokumDitamaBinbangkum

    sumber penghasilan untuk memotong atau memungut Pajak Penghasilan kepada

    pihak lain yang menerima penghasilan. Sistem ini diterapkan agar Wajib Pajak

    langsung membayar Pajak Penghasilan begitu menerima penghasilan tersebut.

    Prinsip pay as you earn ini dipakai terutama untuk memastikan agar Wajib Pajak

    melunasi Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya.

    Dengan adanya sistem pemotongan dan pemungutan pajak ini, Wajib Pajak

    melunasi pajak dengan dua cara : melalui pembayaran sendiri dan melalui

    pemotongan dan/atau pemungutan pihak lain. Pelunasan pajak dengan cara

    pembayaran sendiri biasanya berupa PPh Pasal 25 yang dilakukan tiap bulan dan PPh

    Pasal 29 berupa setoran akhir tahun. Beberapa Wajib Pajak tertentu melunasi

    pembayaran pajaknya dengan PPh Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15 dan PPh Pasal 19.

    Bukti pelunasan pajak dengan cara ini adalah Surat Setoran Pajak (SSP).

    Pelunasan pajak melalui pemotongan dan/atau pemungutan pajak dilakukan

    melalui mekanisme sesuai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26,

    PPh Pasal 4 Ayat (2), dan PPh Pasal 15. Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini

    biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut. Dalam kasus tertentu ada juga

    yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP).

    Masing-masing pemotongan dan pemungutan PPh memiliki pemotong pajak

    dan jenis penghasilan yang berlainan sehingga tidak mungkin ada 1 (satu) jenis

    penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan oleh jenis pemotongan

    dan pemotongan yang berlainan. Misalnya penghasilan yang telah dikenakan

    pemotongan PPh Pasal 21 tidak mungkin dipotong PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26.

    Dengan demikian, setiap pemotongan atau pemungutan PPh memiliki jenis

    penghasilan, pemotong pajak, tarif pajak dan cara perhitungan yang berlainan.

    1. PPh Pasal 21

    Cara menghitung PPh Pasal 21 untuk Karyawan adalah sebagai berikut:

    Langkah pertama, menjumlahkan penghasilan bruto. Penghasilan bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima oleh karyawan

    atau pegawai secara teratur dalam sebulannya. Yang termasuk dalam

    penghasilan bruto ini misalnya adalah gaji, tunjangan-tunjangan, uang

    lembur dan premi asuransi yang ditanggung oleh perusahaan. Tidak termasuk

    dalam penghasilan bruto adalah imbalan dalam bentuk natura dan

    kenikmatan.

  • 15SieInfokumDitamaBinbangkum

    Langkah berikutnya, menghitung pengurang yang diperbolehkan yaitu pada dasarnya ada 2 (dua) macam yaitu biaya jabatan dan iuran pensiun (termsuk

    iuran Jaminan Hari Tua/JHT).

    Pengurang lainnya adalah iuran pensiun dan iuran JHT. Iuran pensiun dan iuran JHT yang dibayar atau ditanggung oleh perusahaan tidak dapat

    dikurangkan.

    Penghasilan bruto dikurangi pengurang diatas menghasilkan penghasilan yang yang disebut penghasilan neto sebulan. Selanjutnya penghasilan neto

    sebulan ini kita buat setahunkan dengan cara penghasilan neto sebulan dikali

    12 bulan.

    Setelah itu barulah dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Hasil pengurangan inilah yang merupakan Penghasilan Kena Pajak. Namun,

    perlu diketahui juga, sebelum dikalikan tarif pajak, Penghasilan Kena Pajak

    tersebut harus dibulatkan dulu ribuan penuh ke bawah.

    Pajak Penghasilan terutang adalah tarif pajak (berdasarkan tarif Pasal 17 UU Pajak Penghasilan) dikalikan Penghasilan Kena Pajak.

    Jika kita menghitung PPh Pasal 21 untuk 1 (satu) bulan, maka PPh Pasal 21 terutang di atas dibagi 12. Hasilnya adalah merupakan PPh yang harus

    dipungut/dipotong oleh Bendahara.30

    Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik

    diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang

    pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima

    Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.

    Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

    tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk

    penerima pensiun bulanan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim

    berakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian

    tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2 ) diberikan

    oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang

    bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. Penerima penghasilan wajib

    menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang

    menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau

    pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri.

    30ContohPenghitunganPajakPenghasilanPasal21,Duddy Wahyudi, 9 Desember 2009, Blog Pajak Indonesia, www.dudiwahyudi.com.

  • 16SieInfokumDitamaBinbangkum

    2. PPh Pasal 22

    Mekanisme Pemungutan Saat Bendaharawan Pemerintah membeli barang dari rekanan

    diatas dua juta rupiah, Bendaharawan memungut PPh Pasal 22 dari Rekanan

    sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian dan

    menyetorkannya ke kas negara menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) di isi

    dengan data atas nama Wajib Pajak rekanan di tanda tangani oleh

    Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran tersebut.

    Penyetoran dan Pelaporan Penyetoran dan Pelaporan sepenuhnya kewajiban Bendaharawan

    Pemerintah. SSP atas pemungutan PPh Pasal 22 wajib disetor di hari yang

    sama saat pembayaran atas pembelian barang, kemudian dilaporkan dengan

    Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPh Pasal 22 paling lama 14 hari setelah

    masa pajak berakhir.

    3. PPh Pasal 23

    Pemungut Pajak saat melakukan pembayaran, langsung memotong PPh

    Pasal 23 sesuai ketentuan. Wajib Pajak yang dipotong PPh Pasal 23

    mendapatkan Bukti Potong PPh Pasal 23. Pemungut Pajak menyetorkannya ke

    kas negara melalui bank yang ditunjuk sebagai penerima pembayaran pajak

    dengan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

    Kemudian melaporkannya dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal

    23 ke Kantor Pelayanan Pajak dimana pemungut pajak terdaftar paling lambat

    tanggal 20 bulan berikutnya.

    IV. PENUTUP

    Ketentuan tentang pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan memang

    relatif sulit untuk dipahami sehingga berpotensi menimbulkan kesalahan dalam

    pelaksanaannya. Ada 2 (dua) kemungkinan akibat dari kesalahan tersebut yaitu PPh

    yang dipotong masih kurang dari seharusnya dan PPh yang dipotong melebihi dari

    seharusnya. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang mendalam tentang siapa

    pemotong pajak, jenis penghasilan yang dipotong, serta tarif dan tata cara pembayaran

    dan pelaporan masing-masing jenis pajak tersebut. Diharapakan apa yang telah

    diuraikan di atas dapat memberikan pemahaman yang cukup khususnya tentang jenis-

    jenis Pajak Penghasilan yang harus dipungut/dipotong oleh Bendahara. Selain, Pajak

  • 17SieInfokumDitamaBinbangkum

    Penghasilan masih ada lagi satu jenis pajak yang juga harus dipungut/dipotong oleh

    Bendahara yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan dibahas secara khusus

    dalam penulisan berikutnya.

    Sumber-Sumber Kajian :

    UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.

    UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008.

    Peraturan Menteri Keuangan - 184-PMK_03-2007 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 252/PMK.03/2008 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/PMK.03/2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-31/PJ/2009 Pengumuman Dirjen Pajak Nomor : PENG- 05/PJ.09/2010 tentang Kewajiban Bendahara Pemerintah Pusat dan

    Daerah Untuk Melakukan Pemotongan/Pemungutan Pajak.

    Blog Pajak Indonesia, dudiwahyudi.com. pajakdisini.blogspot.com, Radi L Ryosaki. Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan, Duddy Wahyudi, 4 Maret 2008, dudiwahyudi.com Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2003 www.pajak.go.id Panduan Praktis Pemungutan Pph Pasal 22 Bagi Bendaharawan Pemerintah,www.pajak-softindo.co.cc, Informasi Perpajakan Indonesia,www.pajak.net,