Benang Merah Imbran Manan

16
1. Setelah mempelajari Landasan Ilmu Pendidikan, jelaskan benang merah dari buku Antropologi Pendidikan yang ditulis oleh Imbran Manan, Ph.D, serta apa peran Pendidikan dalam kebudayaan? Jelaskan juga perbedaan aliras Progresif, konservatif dan rekonstruksionis tentang kebudayaan. Jawaban : A. Benang merah buku Imran Manan : 1) Kebudayaan dan Pendidikan Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai bentuk dan manifestasinya, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka dari itu, pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan, dapat diperkirakan memiliki sifat-sifat yang sejiwa dengan kebudayaan tersebut. Corak-corak baru dari kebudayaan dan peradaban manusia, yang telah mendasari dan menjiwai sejarah manusia selama ini mengantarkan manusia ke dalam zaman modern dan ultramodern. Untuk zaman ini, pendorong- pendorong utamanya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dua lapangan ini, karena sifatnya yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur potensial yang menimbulkan “revolusi” dalam peradaban manusia, dengan sendirinya dapat dianggap potensial pula dalam pendidikan (Manan,1990:24). Kebudayaan disampaikan oleh satu generasi ke generasi berikutnya serta dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Dari perspektif generasi muda, kebudayaan dipelajari oleh generasi muda dari generasi-generasi

Transcript of Benang Merah Imbran Manan

Page 1: Benang Merah Imbran Manan

1. Setelah mempelajari Landasan Ilmu Pendidikan, jelaskan benang merah dari buku

Antropologi Pendidikan yang ditulis oleh Imbran Manan, Ph.D, serta apa peran

Pendidikan dalam kebudayaan? Jelaskan juga perbedaan aliras Progresif,

konservatif dan rekonstruksionis tentang kebudayaan.

Jawaban :

A. Benang merah buku Imran Manan :

1) Kebudayaan dan Pendidikan

Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai bentuk dan

manifestasinya, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku,

melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka dari itu, pendidikan sebagai usaha

manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan, dapat diperkirakan memiliki sifat-

sifat yang sejiwa dengan kebudayaan tersebut. Corak-corak baru dari kebudayaan dan

peradaban manusia, yang telah mendasari dan menjiwai sejarah manusia selama ini

mengantarkan manusia ke dalam zaman modern dan ultramodern. Untuk zaman ini,

pendorong-pendorong utamanya  adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dua lapangan ini, karena sifatnya yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur potensial

yang menimbulkan “revolusi” dalam peradaban manusia, dengan sendirinya dapat

dianggap potensial pula dalam pendidikan (Manan,1990:24).       

Kebudayaan disampaikan oleh satu generasi ke generasi berikutnya serta dari satu

kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Dari perspektif generasi muda, kebudayaan

dipelajari oleh generasi muda dari generasi-generasi sebelumnya. Jadi, ada proses

penyampaian kebudayaan (transmision of culture) dan ada proses pemerolehan

kebudayaan (the acquisition of culture). Satu generasi mengajarkan atau memindahkan

kebudayaan dan generasi yang lain atau berikutnya belajar dan menerimanya.

Penyampaian kebudayaan mencakup proses belajar dan mengajar, karena itulah

pemahaman tentang hakikat kebudayaan sangat penting sekali artinya bagi orang-orang

yang bergerak dalam dunia pendidikan khususnya dan orang-orang yang terlibat dalam

pembuat kebijaksanaan pendidikan pada umumnya.           

Tiga Pandangan Tentang Kebudayaan yang  Terkait dengan Pendidikan        

Jika akan digunakan penemuan antropologi  untuk kepentingan pendidikan, maka

harus diajukan dulu suatu pertanyaan  pokok. Jenis realita apakah yang dimiliki oleh

kebudayaan? Pertanyaan ini dijawab dengan tiga cara:

Page 2: Benang Merah Imbran Manan

1. Menurut pandangan superorganis, kebudayaan adalah  realitas super dan ada di

atas dan di luar pendukung individunya dan kebudayaan punya hukum-

hukumnya sendiri.

2. Dalam pandangan konseptualis, kebudayaan bukanlah suatu entitas sama sekali,

tetapi sebuah konsep yang digunakan  antropolog untuk menghimpun/

meunifikasikan  serangkaian fakta-fakta yang terpisah-pisah.

3. Dalam pandangan para realis, kebudayaan adalah kedua-duanya, yaitu sebuah

konsep dan sebuah entitas empiris. Kebudayaan adalah sebuah konsep sebab ia

bangunan dasar dari ilmu antropologi. Kebudayaan merupakan entitas empiris

sebab konsep ini menunjukkan cara sebenarnya fenomena-fenomena tertentu

diorganisasikan.

Hubungan antara Kebudayaan dan Pendidikan

Pendidikan, baik yang bersifat formal, informal, maupuan nonformal

mendapat pengaruh dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Di sekolah, para

siswa menerima warisan budaya yang telah dipersiapkan dan dirancang dalam 

kurikulum. Dalam lingkungan keluarga, anak-anak mendapatkan pengalaman

budaya langsung dari orang tua, adik kakak, sanak saudara, pengasuh, dan orang-

orang yang dekat dengannya. Di lingkungan, dia mendapat pengaruh budaya dari

masyarakat tempat tinggalnya. Bahkan berkat kemajuan teknologi  sekarang ini,

anak-anak mendapatkan pengaruh budaya dari berbagai belahan  dunia melalui

internet dan media global lainnya. Di sekolah, bukan berarti anak-anak menerima

warisan budaya saja, tetapi menciptakan bentuk-bentuk budaya baru melalui anak-

anak yang cerdas dan proaktif walaupun kualitas dan kuantitasnya lebih rendah jika

dibandingkan dengan ketika budaya mempengaruhi pribadinya.       

Dari kenyataan yang ada nampak bahwa kebudayaan perlu dikembangkan

dengan cara pendidikan. Anak muda tidak akan matang secara budaya  tanpa

ditunjukkan bagaimana menjadi dewasa.  Anak-anak juga menyadari bahwa teknik

kedewasaan  mesti dipelajari dari orang dewasa. Masyarakat paham  bahwa

penyampaian kebudayaan mereka tidak dibiarkan  terjadi secara kebetulan

saja.          

Sebagai salah satu sektor dalam jaringan besar kebudayaan, pendidikan

beraksi terhadap peristiwa-peristiwa di bagian-bagian lain kebudayaan dan pada

kesempatannya mempengaruhi peristiwa-peristiwa itu sendiri. Kebudyaan yang

Page 3: Benang Merah Imbran Manan

maju memicu pendidikan untuk menghasilkan spesialisasi pengetahuan dan

kebudayaan yang tinggi. Akibatnya siswa mesti belajar lebih banyak, baik untuk

menguasai keahliannya dan untuk memahami kebudayaan sebagai suatu

keseluruhan           

Untuk menjamin bahwa pendidikan akan mencapai tujuan-tujuan yang diakui,

diperlukan antropolog untuk mengatakan dimana pertentangan yang telah

diinternalisasikan dari kebudayaan yang berlawanan dengan usaha-usaha guru.

Karena tugas utama pendidik adalah untuk mengekalkan hasil-hasil prestasi

kebudayaan, pendidikan pada dasarnya bersifat konservatif. Namun sejauh

pendidikan bertugas menyiapkan pemuda-pemuda untuk menyesuaikan diri kepada

kejadian-kejadian yang dapat diantisipasikan di dalam dan di luar kebudayaan,

pendidikan telah merintis jalan untuk perubahan kebudayaan. Dapatkah pendidikan

melakukan lebih dari itu? Dapatkah pendidikan melatih generasi yang akan datang

tidak hanya dalam menyesuaikan diri kepada keadaan sekarang tetapi juga memulai

perubahan tertentu pada kebudayaan? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu harus

memperhatikan kekuatan-kekuatan  yang ada dalam kebudayaan yang berpengaruh

terhadap menjadikan sekolah sebagai ujung tombak perubahan budaya mesti

mempertimbangkan kekuatan-kekuatan yang menentang sekolah.

2) Pendidikan dan Kepribadian

Keterpaduan Kebudayaan dan Kepribadian

Keterpaduan antara kebudayaan dan kepribadian pada  hakikatnya dapat dilihat

dari peran masing-masingnya terhadap seseorang. Kita tidak dapat memahami dangan

baik prilaku individu tanpa mempertimbangkan latar dan komponen budaya. Sebaliknya

kita juga tidak dapat memahami institusi  budaya tanpa adanya pengetahuan tentang

individu-individu yang turut serta di dalamnya.

Pengkajain kepribadian dan kebudayaan bermula dari psikoanalisis yang

mengarahkan perhatian antropologi pada tiga faktor penting. Ketiga faktor penting yang

dimaksud adalah 1) kesan mendalam yang ditinggalkan pada masa kanak-kanak pada

struktur kepribadian orang dewasa, 2) status orang tua dan guru sebagai agen budaya,

dan 3) kenyataan bahwa proses enkulturasi merupakan faktor utama pembentuk

kepribadian (Manan,1988:41).

Page 4: Benang Merah Imbran Manan

Gabungan dari antropologi dan psikoanalisis memunculkan pernyataan bahwa 

metode pengasuhan anak dalam kebudayaan tertentu akan mempengaruhi atau

membentuk struktur pokok kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai pokok

kebudayaan. Umumnya orang tua tidak menyadarinya bahwa metode yang ditetapakan

dan mengasuh anak sebenarnya mengarahkan anak tersebut untuk berprilaku menurut

nilai-nilai kebudayaan dalam kelompoknya.

Walaupun pengalaman pada masa kanak-kanak mungkin sebagai peletak dasar

kepribadian orang dewasa, pengalaman tersebut tidak membentuk kepribadian secara

keseluruhan. Seperti yang diungkapkan psikoanalisis, anak berkembang aman dan penuh

penyesuaian pada saat orang tuanya mengasuhnya penuh kasih sayang dan dalam batas-

batas yang diizinkan, tetapi anak hanya menerima dasar-dasar bagi orang dewasa yang

penuh penyesuaian. Tetapi berubahnya daya penyesuaian anak bergantung pada

pengalaman masa depannya.

Menurut Manan (1989:42) dalam kajian terhadap kebudayaan dan kepribadian,

ada tiga pendekatan tradisional yang digunakan. Ketiga pendekatan tersebut adalah 1)

pendekatan konfigurasi, 2) pendekatan rata-rata, dan 3) pendekatan sosialisai.

Reisman dalam Manan (1989:44) mengemukakan karakter tentang individu

bahwa kepribadian orang dewasa ditentukan oleh pola sosialisasi sewaktu masa kanak-

kanak dan remaja yang mencerminkan tuntutan kebudayaan. Hal ini bisa terlihat dalam

berbagai masyarakat ada kecendrungan anak untuk tidak menginternalisasikan nilai-nilai 

orang tuanya secara kuat melainkan mengambil standar-standar dari teman sebayanya.

Sejauh mana tipe kepribadian mempengaruhi perkembangan kebudayaan atau

sebaliknya sejauh mana kebudayaan mempengaruhi kepribadian, seperti menerima atau

menolak inovasi? Seorang yang sewaktu kanak-kanak dididik dengan sangat keras

mungkin akan menolak perubahan ke arah yang tidak ditentukan dalam kebudayaan,

tetapi mungkin menerima perubhan tertentu yang menurut kebudayaan adalah wajar.

Oleh sebab itu, kita hendak memahami efek perubahan kebudayaan terhadap

kepribadian, termasuk perubahan yang mungkin diperkenalkan oleh pendidik. Artinya,

kita hendaklah mengetahui sejauh mana belajar di masa depan dapat mengubah

kepribadian dan sejauh mana kepribadian telah terbentuk sebelumnya.

3) Transmisi Budaya dan Perkembangan Institusi Pendidikan    

Page 5: Benang Merah Imbran Manan

Sebelum menjelaskan transimisi budaya dan perkembangan institusi pendidikan,

maka akan lebih baik terlebih dahulu dijelaskan tentang wujud kebudayaan.

Koentjaraningrat dalam Imran Manan (1989: 26) mengemukakan tiga wujud

kebudayaan, yaitu :

a. Wujud kompleks ide-ide

Wujud ini ada dalam pikiran anggota suatu masyarakat atau telah dituangkan dalam

berbagai media, maka akan ditemui dalam berbagai media cetak atau media

elektronik. Dalam masyarakat, wujud ideal kebudayaan ini dinamakan adat atau tata

kelakuan. Kebudayaan ideal ini berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur,

mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam

masyarakat. Wujud ideal ini berbentuk nilai, hukum dan peraturan-peraturan.

b. Wujud kompleks aktivitas kelakuan berpola

Wujud ini adalah tingkah laku nyata yang berpola yang dapat diamati dalam

aktivitas-aktivitas anggota-anggota masyarakat yang berinteraksi, berhubungan, dan

bergaul berdasarkan tuntutan nilai, norma, peraturan atau adat istiadat tertentu.

Kelakuan berpola ini dinamakan sistem sosial yang secara konkrit dapat diamati,

didokumentasi, dan difilmkan

c. Wujud benda-benda hasil karya manusia

Wujud ini berupa hasil karya anggota-anggota suatu masyarakat dan semua benda-

benda yang mempunyai makna dalam kehidupan suatu kelompok atau suatu

masyarakat.

Transmisi Budaya dan Pendidikan

Tranmisi budaya adalah penyampaian kebudayaan dari suatu generasi

kegenerasi berikutnya. Dalam penyampaian ini muncul beberapa istilah yaitu:

1. Enkultasi, menurut Heskovist dalam Manan (1989:30) enkulturasi adalah proses

perolehan kompetensi budaya untuk hidup sebagai anggota kelompok.

Sedangkan enkulturasi menurut Hansen dan Gillin dalam (Manan,1989:30)

adalah proses perolehan keterampilan bertingkah laku, pengetahuan tentang

standar-standar budaya, dan kode-kode perlambangan seperti bahasa dan seni,

motivasi yang didukung oleh kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan menanggapi

ideoligi dan sikap-sikap. Jadi, enkulturasi adalah proses ketika individu memilih

nilai-nilai yang dianggap baik dan pantas untuk hidup bermasyarakat, sehingga

dapat dipakai sebagai pedoman bertindak.

Page 6: Benang Merah Imbran Manan

2. Sosialisasi, Sujarwa (2005:9) mengatakan sosialisasi adalah proses penyesuaian

diri individu ke dalam kehidupan kelompok dimana individu tersebut berada,

sehingga kehadirannya dapat diterima oleh anggota kelompok lain.

3. Internalisasi, menurut Surjawa (2005:19) internalisasi adalah suatu proses dari

berbagai pengetahuan yang berada di luar dari individu masuk menjadi bagian

dari diri individu.

4. Pendidikan, Hansen dalam Manan (1989:31) mengatakan pendidikan adalah

usaha yang disengaja dan bersifat sistematif untuk menyampaikan keterampilan-

keterampilan dan pengetahuan, kebiasaan berpikir, dan bertingkah laku yang

dituntut harus dimiliki oleh pelajar.

5. Persekolahan, masih menurut Hansen, persekolahan adalah pendidikan yang

dilembagakan.

Perkembangan Institusi Pendidikan

Perkembangan persekolahan tergantung kepada faktor-faktor, antara lain

kemampuan suatu masyarakat untuk membiayai sistem persekolahan, kemungkinan

orang tua membebaskan anak-anaknya dari pekerjaan produktif menolong orang tua,

perhatikan dari kelompok-kelompok tertentu dalam mengawasi penguasaan

pengetahuan dari ketarampilan tertentu dan dalam memberi kesempatan kepada

generasi muda menguasainya untuk menjamin kesinambungan masyarakat dan

kelestarian  pengetahuan.

Kebudayaan di dalam suatu masyarakat atau bangsa memiliki arti dan fungsi

tersendiri bagi anggotanya, antara lain:

Untuk memenuhi kebutuhan pokok tertentu manusia.

Memproduksi dan mendistribusikan barang-barang dan jasa.

Menjamin kelestarian biologis .

Dapat menciptakan suasana tertib dan memberikan motivasi kepada para

anggotanya untuk bertahan hidup.

4) Pendidikan dan Perubahan Sosial Budaya:  Modernisasi Dan Pembangunan 

Perubahan Sosial Budaya  

Murdock (1965) berbagai fenomena yang menjadi faktor penyebab timbulnya

perubahan sosial budaya adalah:

Page 7: Benang Merah Imbran Manan

Petumbuhan atau pengurangan jumlah penduduk

Perubahan lingkungan geografis

Perpindahan ke lingkungan baru

Kontak dengan orang yang berlainan budaya

Malapetaka alam dan sosial seperti, banjir, gagal panen, perang, dsb.

Kelahiran atau kematian seorang pemimpin

Penemuan (invention)

Perubahan sosial terjadi karena adanya dorongan perkembangan masyarakat

secara sadar atau tidak. Adanya perubahan sosial budaya menciptakan inovasi penciptaan

sehingga masyarakat lebih berkembang dalam kehidupannya. Pembahasan

perkembangan sosial budaya dalam pembangunan fokus pada aspek enkulturasi dan

akulturasi pendidikan, moderninasi dan pembangunan, dan perubahan sosial budaya.

Enkulturasi dan Akulturasi Pendidikan

Landasan kultural dalam aktivitas pendidikan sangat penting untuk dilakukan,

sebab pendidikan memang merupakan proses transformasi kebudayaan dari satu generasi

ke generasi lain. Sistem sosial sekolah sebagai pelaksana pendidikan mempunyai struktur

proses kegiatan dan pola-pola interaksi yang akan menentukan program sekolah. Struktur

dari sistem sekolah adalah peranan serta fungsi - fungsi yang harus dilaksanakan oleh

pemegang peranan tersebut. Guru adalah pemegang peranan yang harus mengetahui

fungsinya dalam keseluruhan sistem pendidikan. Penananam budaya dan nilai-nilainya

oleh sekolah akan mendorong terjadinya proses enkulturasi. (Manan dalam Pidarta,

1989) menyatakan bahwa pendidikan adalah enkulturasi. Pendidikan adalah suatu proses

membuat orang menerima budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang

diterima dirinya. Enkulturasi terjadi di mana-mana, di setiap tempat hidup seseorang dan

di setiap waktu. Sebab dimanapun orang berada maka ditempat itu juga terjadi proses

pendidikan dan enkulturasi. Sekolah adalah salah satu dari tempat enkulturasi, tempat-

tempat lainnya adalah keluarga, perkumpulan pemuda, perkumpulan olah raga,

keagamaan, dan di tempat-tempat kursus dan latihan. Dalam proses enkulturisasi sekolah

mengambil peran antara lain :

(1) Pewaris kebudayaan, guru-guru di sekolah harus dapat berperan sebagai

model kebudayaan yang dapat dipedomani dan ditiru oleh peserta didik, agar peserta

didik memahami dan mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya maka guru harus

dapat mengajarkan nilai-nilai yang diyakini masyarakat tempat sekolah itu. Contohnya,

Page 8: Benang Merah Imbran Manan

mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh, bekerja keras, dan kehidupan bernegara,

sekolahlah yang berkompeten untuk tugas-tugas pewarisan budaya seperti ini.

(2) Sebagai pemelihara kebudayaan, artinya sekolah harus berusaha

melestarikan nilai-nilai budaya daerah tempat sekolah. Misalnya, pengguna bahasa

daerah, kesenian daerah dan budi pekerti, selain itu juga berupaya mempersatukan nilai-

nilai budaya yang beragam demi kepentingan budaya bangsa (nasional).

Pembangunan pendidikan nasional juga harus dikaitkan dengan kerangka

kebudayaan bangsa sendiri. Oleh karena itu, wawasan kultural mengenai gejala

pendidikan dan tujuan pendidikan nasional tetap kita perlukan, demi pengayaan

wawasan-wawasan lainnya. Fungsi lembaga pendidikan ialah memelihara,

mengembangkan, dan mewujudkan nilai - nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat

pemiliknya (mentransformasikan nilai-nilai budaya). Hasan dalam Pidarta (2004:52)

menyatakan bahwa pendidikan tidak hanya merupakan prakarsa bagi terjadinya

pengalihan pengetahuan dan ketrampilan (transfer of knowledge and skill) tetapi juga

meliputi pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial. Tiap masyarakat sebagai

pengemban budaya (culture bearer) berkepentingan untuk memelihara keterjalinan

antara berbagai upaya pendidikan dengan usaha pengembangan kebudayaannya.

Selain proses enkulturasi dalam pendidikan, terjadi pula proses akulturasi dalam

pendidikan. Akulturasi (acculturation) adalah proses yang perubahan-perubahan dalam

budaya dan bahasa sebuah kelompok terjadi melalui interaksi dengan kelompok yang

berbeda bahasa dan kebudayaannya. Kebudayaan merupakan produk pendidikan. Produk

ini dapat dihasilkan salah satunya melalui akulturasi dari berbagai macam budaya yang

ada dalam lingkungan pendidikan, baik itu melalui berbagai literatur yang digunakan,

penyampaian dari guru maupun dari siswa dengan berbagai latar belakang sosial, budaya

dan ekonomi yang berbeda. (Kartono dalam Pidarta,1977) menyatakan bahwa seluruh

kebudayaan manusia itu adalah produk dari kegiatan pembelajaran yang berlangsung

terus-menerus sepanjang sejarah manusia. Setiap peserta didik, pendidik, dan

lingkungannya memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara lebih jauh. Berbagai

potensi ini dalam lingkup pendidikan dapat membentuk suatu produk budaya baru yang

tidak ada sebelumnya.

Sekolah memiliki peran sebagai agen pembaharuan kebudayaan dengan cara

melakukan reproduksi budaya (nilai-nilai dan kebiasaan baru diberikan secara langsung

melalui mata pelajaran yang relevan atau dengan kegiatan ekstrakurikuler). Proses

kegiatan pendidikan dapat berupa kegiatan pembelajaran dan sistem komunikasi antara

Page 9: Benang Merah Imbran Manan

guru dengan peserta didik. Pola interaksi sosial dalam system pendidikan di sekolah

yaitu berupa interaksi guru dengan peserta didik dan dinamika kelompok. Akulturasi

memiliki nilai keluwesan dan kedinamisan sehingga bisa menutup kelemahan yang

ditinggalkan oleh enkulturasi. Oleh karena itu, akan sangat tidak memadai jika sekolah

hanya menunjukkan perannya sebagai lembaga tempat berlangsungnya proses

enkulturasi, karena proses enkulturasi saja tanpa diikuti oleh proses akulturasi hanya

akan menciptakan orang yang kaku dalam budaya sendiri. Orang yang seperti ini hanya

akan mampu berpikir, berkata, dan bertindak sesuai dengan budaya yang dipelajarinya.

Pendidikan tidak didirikan untuk menciptakan robot-robot budaya, oleh karena itu

pendidikan harus mampu mendorong siswa untuk berpikir kritis sehingga mereka tidak

hanya menerima, tapi juga secara dinamis mampu mengembangkan, memperbaharui dan

menciptakan hal-hal baru. (Pidarta, 2000) menyatakan bahwa sejak dini manusia perlu

dididik berpikir kritis. Kemampuan untuk mempertimbangkan secara bebas

dikembangkan. Hal ini dapat lakukan dengan cara memberi kesempatan mengamati,

melaksanakan, menghayati, dan menilai kebudayaan. Cara ini membuat individu tidak

menerima begitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman dan perasaan

dikala berada dalam kandungan budaya, yang akhirnya menimbulkan penilaian

menerima, merevisi, atau menolak budaya itu. Pendidikan seperti ini membuat individu

terbiasa dengan pemikiran terbuka dan lentur.

Modernisasi dan Pembangunan

Konsep perubahan sosial budaya yang mendominasi ilmu-ilmu sosial adalah

konsep modernisasi dan konsep pembangunan. Pengembangan intelektual merupakan

pengembangan dalam bidang gagasan yang mencerminkan pola pertumbuhan dan

interaksi antara eksperimen empiris, pemikiran politik, seni, dan sastra, dan spekulasi

tentang hakikat manusia, Tuhan, dan alam semesta. Pengembangan intelektual

berdampak pada aspek kehidupan seperti ilmu pengetahuan, sosial, budaya, politik, dan

industri. Hal tersebut meningkatkan kemajuan ke arah modernisasi pembangunan segala

bidang. Schood dalam Manan (1989:56) mengemukakan modernisasi merupakan

penerapan pengetahuan ilmiah yang ada dalam aktivitas atau aspek kehidupan

masyarakat. Modernisasi masyarakat mencakup segala aspek kehidupan secara

komprehensif seperti bidang pendidikan, hubungan sosial, sistem hukum, administrasi

negara, pertanian, dan informasi.

Page 10: Benang Merah Imbran Manan

Pembangunan merupakan proses peningkatan kesejahteraan suatu masyarakat

yang merupakan hasil transformasi masyarakat dari tradisional menjadi masyarakat

modern dan aspek intelektual menjadi peran penting. Dinamika kehidupan modern

menghasilkan berbagai tantangan yang mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat

modern yang secara simultan memerlukan daya penyesuaian, daya inovasi, dan kreasi

individu sebagai anggota masyarakat. Individu yang tidak dapat menyesuaikan dengan

perkembangan teknologi yang setiap saat mengalami perubahan dan perkembangan akan

ketinggalan dan tergilas dengan kemajuan jaman. Pendidikan merupakan alat untuk

menuju perkembangan yang modern, perubahan sosial budaya, dan pengembangan ilmu

pengetahuan, penyesuaian sikap dan nilai yang mendukung pembangunan. Pembangunan

pendidikan memerlukan anggaran, isi materi, metode, dan dukungan sosial budaya.

Dukungan tersebut diperlukan untuk relevansi pengembangan pendidikan dengan dunia

kerja dan realita sosial. Semua unsur yang diperlukan dalam pengembangan pendidikan

saling berhubungan, saling ketergantungan, dan saling mempengaruhi dalam proses

perubahan sosial budaya masyarakat dan proses pembangunan masyarakat.