Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
Embed Size (px)
Transcript of Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
1/38
1
Belajar dan Pembelajaran Fisika
1. Belajar KonsepBelajar adalah suatu proses membuat pengertian melalui pengalaman dan terjadinya
interaksi fikiran, perasaan dan tindakan.
Menurut Gagne (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu
organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dihasilkan dari
pengalaman dan lingkungan di mana terjadi hubungan antara stimulus dan respon-
respon.
Pavlov (behaviorist) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku yang
dapat diamati dan melibatkan terbentuknya hubungan-hubungan tertentu antara satu
seri stimulus- stimulus dan respon-respon.
Seorang guru yang menganut aliran ini berkeinginan untuk merubah perilaku siswanya
yang tampak secara signifikan.
Gagne, Ausubel dan Bruner (Gestalt-field) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses perolehan atau perubahan wawasan (insight), pandangan (outlook), harapan atau
pola pikir dan mendefinisikan bahwa belajar sebagai reorganisasi perseptual atau
Cognitive-fielduntuk memperoleh pemahaman.
Seorang guru yang menganut teori ini berkeinginan untuk menolong siswanya
mengubah pemahaman mereka tentang masalah-masalah dan situasi-situasi secara
signifikan.
Proses belajar dapat merubah struktur otak yang berjalan terus menerus seiring dengan
perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang, sehingga perlulah
difahami bahwa strategi belajar yang salah dan terus menerus dijalankan akan
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
2/38
2
mempengaruhi struktur otak yang pada akhirnya akan mempengaruhi cara seseorang
dalam berperilaku
2. Konsep
Konsep adalah hasil berfikir abstrak manusia yang merangkum banyak pengalaman,
dengan lebih dari satu benda, peristiwa atau fakta dan menyangkut perkaitan fakta-
fakta atau pemberian pola pada fakta-fakta, konsep itu semacam simbol dan
merupakan suatu generalisasi.
Suatu konsep dapat dianggap kurang tepat disebabkan timbulnya pengetahuan baru
sehingga konsep tersebut harus mengalami perubahan. Konsep itu berguna untuk
membuat ramalan dan tafsiran.
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-
batu pembangun (building blocks) berpikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi
proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan
generalisasi-generalisasi untuk memecahkan masalah seorang siswa harus mengetahui
aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang
diperolehnya.
Menurut Ausubel (1968) konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu formasi
konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Formasi
konsep merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk
sekolah, dan dapat disamakan dengan belajar konsep-konsep konkrit (Gagne, 1977).
Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep-konsep selama
dan sesudah sekolah.
Pembentukan konsep merupakan proses induktif. Pembentukan konsep merupakan
suatu bentuk belajar penemuan (discovery learning) dan pembentukan konsep
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
3/38
3
mengikuti pola contoh atau aturan dimana anak yang belajar dihadapkan pada
sejumlah contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep tertentu.
Melalui proses diskriminasi dan abstraksi ia menetapkan suatu aturan yang
menentukan kriteria untuk konsep itu.
Setelah masuk sekolah anak diharapkan belajar banyak konsep melalui proses
asimilasi konsep, asimilasi konsep bersifat deduktif. Dalam proses ini anak-anak
diberikan nama-nama konsep dan atribut-atribut dari konsep itu, berarti mereka akan
belajar arti konseptual baru yang kemudian mereka akan menghubungkan atribut-
atribut ini dengan gagasan relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka
(Ausubel,1968).
Para perilakuwan (behaviorist) menekankan bahwa belajar konsep dipengaruhi oleh
faktor-faktor: - Pola reinforsmen dan umpan balik
- Contoh-contoh positif dan negatif
- Jumlah atributatribut
Pendekatan perilaku mengemukakan bahwa belajar konsep menekankan prosedur-
prosedur kondisi, sedangkan pendekatan kognitif menghubungkan belajar konsep pada
struktur kognitif.
3. Belajar Penemuan
Jerome Bruner (1971), dalam teori belajarnya menganggap bahwa manusia sebagai
pemroses, pemikir, dan pencipta informasi, karena individu yang belajar itu adalah
manusia, membutuhkan motivasi dalam belajarnya, dapat dan bisa belajar serta dapat
dan bisa berfikir. Teori belajarnya mengembangkan bagaimana seorang individu
memilih, mempertahankan dan mentransformasi informasi secara aktif.
Bruner beranggapan, bahwa Belajar Penemuan (discovery learning) akan lebih
bermakna karena:
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
4/38
4
a. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif.
b. Individu yang belajar berusaha sendiri menyelesaikan masalah.
c. Dikatakan bermakna karena bertahan lama diingat, memiliki efek transfer lebih
baik dan meningkatkan penalaran siswa serta kemampuan berfikir secara bebas
d. Melatih keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
A. Penerapan belajar penemuan:
a.Dapat menggunakan pemahaman tentang struktur konsep atau melalui peta
konsep
b.Tujuan-tujuan mengajar dirumuskan secara garis besar
c.Cara yang digunakan siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama
d.Guru mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah
e.Guru tidak begitu mengendalikan proses belajar siswa
f.Cara penyajian melalui enaktif (melalui tindakan), ikonik (berdasarkan pikiran
internal) dan simbolik
g.Penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip
dasar mengenai suatu bidang studi, dan aplikasi prinsip-prinsip itu pada situasi
baru
B. Ciriciri dan kelebihan belajar penemuan:
a. Ciri-ciri: - Terjadi proses interaktif, seorang individu yang belajar melalui suatu
proses dimana perubahan dari hasil belajar tidak terjadi pada
lingkungan saja tetapi pada diri individu itu sendiri.
- Terjadi proses konstruksi, seorang individu yang belajar pada dirinya
terjadi proses mengkonstruksi pengetahuannya dengan cara
menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang
disimpan untuk dapat mengkatagorikan sesuatu.
b. Kelebihannya: membuat anak berfikir secara sistematis, mengetahui poses bukan
produk dan pembelajaran terpusat pada siswa.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
5/38
5
Belajar dan Model Pembelajaran Fisika
Belajar
Belajar adalah proses membuat pengertian melalui pengalaman, terjadinya
interaksi fikiran, perasaan dan tindakan. Keterampilan mengajar bagi guru hendaknya
tampak dalam tindakan mengajar sains, strategi dan metodologinya.
Teori belajar dikelompokkan menjadi dua pandangan yaitu Behaviorism dan
Constructivism
Pandangan Behaviorism
Pavlov (behaviorist) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku
yang dapat diamati dan melibatkan terbentuknya hubungan-hubungan tertentu antara satu
seri stimulus- stimulus dan respon-respon.
Seorang guru yang menganut aliran ini berkeinginan untuk merubah perilaku siswanya
yang tampak secara signifikan Kaum behaviorist menyatakan bahwa pengetahuan itu
diperoleh dengan memanfaatkan dan menggunakan semua panca indera, yang berarti
pembelajarannya mengutamakan keterampilan secara fisik
Belajar menurut kaum ini terjadi ikatan atau asosiasi antara peristiwaperistiwa
(stimulus) dengan tanggapan (respon) Terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon
dapat dalam bentuk latihan (law of exercise).dan akibat (low of effect) disini unsur
terpenting adalah adanya penguatan (reinforcement).
Pandangan Constructivism
Pandangan Constructivism yang dikemukakan oleh Gagne, Ausubel dan Bruner
(Gestalt-field ) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perolehan atau
perubahan wawasan (insight), pandangan (outlook), harapan atau pola pikir dan
mendefinisikan bahwa belajar sebagai reorganisasi perseptual atau Cognitive-field untuk
memperoleh pemahaman.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
6/38
6
Seorang guru yang menganut teori ini berkeinginan untuk menolong siswanya mengubah
pemahaman mereka tentang masalah-masalah dan situasi-situasi secara signifikan
Proses belajar dapat merubah struktur otak yang berjalan terus menerus seiring dengan
perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang, sehingga perlulah
difahami bahwa strategi belajar yang salah dan terus menerus dijalankan akan
mempengaruhi struktur otak yang pada akhirnya akan mempengaruhi cara seseorang
dalam berperilaku.
Pada proses pembelajaran kontruktivisme pengetahuan dibangun oleh individu sendiri
sebagai interaksi dengan lingkungannya. Konstruktivis yang dikembangkan oleh Piaget,
mempunyai pandangan bahwa seorang anak membangun pengetahuannya melalui
berbagai jalan yaitu membaca, mendengar, bertanya, menelusuri dan melakukan
eksperimen terhadap lingkungannya.
Tujuan pendekatan konstruktivis adalah menghasilkan individu yang memiliki
kemampuan berfikir yang dikonstruksi sendiri melalui latihan pemecahan masalah,
sehingga memiliki cara yang sesuai dengan dirinya. Guru berfungsi sebagai mediator dan
fasilitator dalam proses mengkonstruksi pengetahuan untuk siswanya.
Kaum konstruktivis terbagi dalam:
(a) konstruktivisme kognitif atau personal
(b) konstruktivisme sosial
(c) konstruktivisme kritis
Piaget (konstruktivisme kognitif) berpandangan bahwa pengetahuan dibangun melalui
mendengar, membaca, bertanya dan bereksperimen.
Konstruktivis sosial mempunyai pandangan bahwa belajar dilakukan dengan cara
berinteraksi dengan lingkungan sosial maupun fisik seseorang dengan demikian akan
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
7/38
7
timbul konteks sosial budaya dengan lingkungannya, sehingga terbentuk sikap
menemukan (discovery) bagi seseorang yang belajar
Konstruktivis kritis (Ausubel) berpandangan bahwa faktor yang paling penting dalam
mempengruhi proses belajar adalah apa yang diketahui seseorang yang belajar. Ausubel
lebih menekankan pada proses belajar bermakna yang berarti bahwa konsep atau
informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada di dalam struktur
kognitif. Perlu dilakukan suatu usaha, agar objek belajar (siswa) mampu mengikuti
penjelasan dari gurunya untuk suatu konsep yang baru berdasarkan pemahaman yang
siswa miliki. Dalam proses belajar mengajar, guru bersikap sebagai mediator untuk
menjembatani antara pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa dengan pengetahuan
yang hendak diperoleh siswa.
Pembelajaran untuk individu yang belajar dituntut menggunakan kedua pandangan
tersebut.
Model Pembelajaran
Seorang guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya harus memiliki
keterampilan dan mendalami bentuk-bentuk model pembelajaran.
Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu pola mengajar yang
menerangkan proses, menyebutkan dan menghasilkan situasi lingkungan tertentu yang
menyebabkan para siswa berinteraksi dengan cara terjadinya perubahan khusus pada
tingkah laku mereka, dengan kata lain penciptaan suatu situasi lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar. Model-model pembelajaran dapat
dikembangkan antara lain melalui perbedaan pendekatan dalam proses pembelajarannya
sehingga diharapkan terjadi perubahan tingkah laku para siswa. Untuk maksud itulah
dikembangkan bermacam-macam model pembelajaran untuk menolong guru dalam
meningkatkan kemampuannya dalam mengelola pembelajarannya sehingga dapat
menjangkau lebih banyak siswa dan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih
kaya dan lebih luas bagi mereka.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
8/38
8
Ciri-ciri suatu Model Pembelajaran
Suatu model pembelajaran yang baik mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut:
1. Memiliki Scientific procedure, maksudnya model pembelajaran harus memiliki
suatu prosedur sistimatis untuk merubah tingkah laku para siswa.
2. Memiliki perincian dari hasil belajar (specification of learning outcome),
maksudnya semua model pembelajaran menyebutkan hasil-hasil belajar secara
mendetail mengenai penampilan siswa (student performance).
3. Menyebutkan lingkungan belajar (specification of environment), maksudnya
setiap model pembelajaran menyebutkan secara pasti kondisi- kondisi lingkungan
dimana respon para siswa diobservasi.
4. Kriteria penampilan (criterion of performance) maksudnya suatu model
pembelajaran menunjukkan kriteria penampilan yang diharapkan dari para siswa
dan merencanakan tingkah laku yang diharapkan dari siswa yang dapat
didemonstrasikannya setelah langkah-langkah pembelajaran tertentu.
5. Cara-cara pelaksanaannya (specification of operations), maksudnya semua model
pembelajaran menyebutkan mekanisme yang menunjukkan reaksireaksi siswa
dan interaksinya dengan lingkungan.
Mengapa perlu dikembangkan model pembelajaran? Apakah fungsi dan peranannya?
Fungsi dan peran model pembelajaran:
Seperti sudah kita ketahui bahwa model pembelajaran bermaksud menolong para
guru dalam proses belajar mengajar dan memegang peranan dalam beberapa hal yaitu:
- Membimbing. Suatu model pembelajaran sangat berguna dalam menolong
guru menentukan apa yang harus dilakukannya dalam rangka pencapaian
tujuan pembelajaran.
- Mengembangkan kurikulum. Suatu model pembelajaran menolong
pengembangan kurikulum bagi kelas-kelas pada tingkat pendidikan yang
berbeda.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
9/38
9
- Penentuan materi pelajaran. Suatu model pembelajaran menyebutkan secara
mendetail macam-macam jenis materi pengajaran yang akan digunakan oleh
guru demi terjadinya perubahan-perubahan pada kepribadian para siswa.
- Peningkatan dalam mengajar. Suatu model menolong proses belajar
mengajar dalam hal peningkatan efektifitas mengajar.
Syntax beberapa model pembelajaran:
Berikut ini dikemukakan bebrapa syntax model pembelajaran yang dapat kita
gunakan dalam pembelajaran fisika.
1. Syntax Model Pembelajaran Penylidikan Berkelompok (Group
Investigation).
Fase satu: Menghadapi Masalah, dalam fase ini siswa dihadapkan pada suatu
kondisi/peristiwa yang membuat siswa bertanya-tanya.
Fase dua: Reaksi, dalam fase ini siswa mendiskusikan dan menuliskan
kemungkinan jawaban terhadap kejadian tersebut dalam kelompoknya.
Fase tiga: Formulasi, dalam fase ini siswa menentukan apa yang harus
dipelajari oleh masing-masing anggota kelompok, peran setiap anggota
kelompok.
Fase empat: Penyelidikan, di fase ini siswa secara berkelompok melakukan
penelitian untuk membuktikan kebenaran jawabannya.
Fase lima: Analisis, dalam fase ini siswa siswa menganalisa dan melaporkan
hasil penelitiannya.
Fase enam: Pengulangan kegiatan, siswa mengulangi kegiatan fase dua sampai
lima jika menemukan persoalan/masalah baru.
2. Syntax Model Pembelajaran Berpikir Induktip
Strategi satu: Pembentukan Konsep
Fase satu: siswamenyebutkan dan menyusun daftar data.
Fase dua: siswa mengelompokan data.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
10/38
10
Fase tiga: siswa memberi nama dan mengkategorikan/klasifikasi data.
Strategi dua: Interpretasi Data
Fase empat: siswa mengidentifikasi hubungan antar data yang diperolehnya.
Fase lima: siswa menyelidiki bagaimana hubungan itu.
Fase enam: siswa membuat kesimpulan.
Strategi tiga:Aplikasi konsep/prinsip
Fase tujuh: siswameramalkan konsekuensi, menjelaskan kejadian/fenomena
yang tidak umum, berhipotesa.
Fase delapan: siswa menjelaskan atau mendukung prediksi dan hipotesa
yang telah dibuatnya.
Fase sembilan: siswa membuktikan prediksinya.
3. Syntax Model pembelajaran Pelatihan Inquiry
Fase satu: Menghadapi Masalah
Guru memberikan masalah dan menerangkan langkah-langkah penyelidikan
Guru menyajikan fenomena yang memerlukan beberapa penjelasan/jawaban yang
harus dicari oleh siswa.
Fase dua: Mengumpulkan data lewat verifikasi.
Siswa mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan fenomena yang
terjadi.
Siswa menghubungkan data-data tersebut dengan apa yang pernah mereka lihat
atau alami.
Fase tiga: Mengumpulkan data lewat eksperimen (percobaan)
Siswa mencari dan menentukan variabel-variabel yang berhubungan denganfenomena yang disajikan melalui percobaan.
Melalui percobaan, siswa berusaha membuktikan jawabannya/hipotesanya.
Fase empat: Mengolah data dan memformulasi penjelasan.
Siswa mengolah dan menganalisa data yang diperolehnya dan membentuk suatu
penjelasan tentang fenomena/masalah yang dialaminya di awal pembelajaran.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
11/38
11
Fase lima: Analisa tentang proses penyelidikan.
Siswa mengemukakan kesulitan- kesulitan yang dialaminya selama melakukan
penyelidikan dan mencari jalan keluar agar dapat melakukan kegiatan yang serupa
lebih baik lagi.
4. Syntax Model Pembelajaran Simplified Problem Based Learning
Model yang disederhanakan ini adalah sebuah model yang langkah-langkah/fase-
fase nya dapat diulang. Langkah dua sampai lima dapat diulang dan ditinjau kembali jika
da informasi/pengetahuan baru sehingga memerlukan pendefinisian kembali masalah
yang telah dipaparkan kepada siswa. Langkah ke enam dapat terjadi beberapa kali
manakala guru memberi penekanan/penguatan pada apa yang dilakukan siswa
sebelumnya.
Fase satu: Pemberian Masalah
Siswa mendapatkan masalah yang telah disusun oleh guru. Siswa tidak perlu
mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memecahkan masalah tersebut. Hal
ini berarti siswa harus berkelompok untuk mencari /mempelajari
informasi/pengetahuan atau ketrampilan baru untuk terlibat dalam proses
pemecahan masalah.Fase dua: Menuliskan Apa yang Diketahui
Siswa berkelompok menuliskan apa yang mereka ketahui dari permasalahan
yang diberikan guru.
Fase tiga: Menuliskan Inti Permasalahan
Siswa menuliskan pernyataan tentang inti permasalahan/yang dipertanyakan dan
harus muncul dari siswa.
Fase empat: Menuliskan cara pemecahan masalah
Siswa menuliskan beberapa cara untuk memecahkan masalah tersebut dan
memutuskan mana yang terbaik.
Fase lima: Menuliskan tindakan/kerja yang akan dilakukan
Siswa menuliskan dan mengerjakan tindakan/kerja yang mereka lakukan untuk
memcahkan masalah tersebut.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
12/38
12
Fase enam: Melaporkan hasil kegiatan
Siswa melaporkan hasil kegiatannya kepada kelas yang meliputi proses yang
dilakukan dan hasilnya.
Hakekat IPA (Fisika)
Fisika dapat dipandang sebagai sebuah produk, proses dan perubahan sikap. Jika
dipandang sebagai sebuah produk maka yang kita lihat Fiska adalah sekumpulan fakta,
konsep, hukum/prinsip, rumus dan teori yang harus kita pelajari dan fahami. Fisika berisi
fenomena, dugaan, hasil-hasil: pengamatan, pengukuran dan penelitian yang
dipublikasikan, jika kita melihatnya sebagai sebuah proses. Jika dilihat sebagai suatu
perubahan sikap, maka Fisika akan berisi rasa ingin tahu, kepedulian, tanggung jawab,
kejujuran, keterbukaan dan kerjasama. Seseorang yang membelajarkan dirinya dan orang
lain dalam bidang fisika, seharusnya tidak memilih salah satu dari pandangan tersebut.
Ketiga pandangan tersebut harus dipilih sebagai satu kesatuan sehingga proses
pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang berkompetensi tinggi. Hasil yang baik dari
suatu proses pembelajaran akan ditentukan oleh kesesuaian antara bahan ajar dengan
model pembelajaran yang dipilih guru. Berikut ini kita lihat contoh silabus dalam KTSP:
Kompetensi
Dasar
Indikator Pengalaman belajar Penilaian
1.1 Mendeskripsikan
besaran pokok dan
besaran turunan
beserta satuannya
Mengidentifikasi
besaran-besaran fisika
dalam kehidupan sehari-
hari kemudian
mengelompokkannya ke
dalam besaran pokok
dan turunan.
- Menunjukkan beberapa besaran
yang biasa digunakan sehari-hari
- Membedakan besaran-besaran
tersebut sebagai besaran pokok
dan besaran turunan
- Mendiskusikan pengertian besaran
pokok dan besaran turunan
Tes tertulis
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
13/38
13
Kompetensi
Dasar
Indikator Pengalaman belajar Penilaian
Menggunakan satuan
Internasional dalam
pengukuran
- Menunjukkan beberapa satuan
yang biasa digunakan secara
internasional
- Menggunakan satuan internasional
dalam melakukan pengukuran
Tes tertulis
Tes kinerja
Mengkonversi satuan
panjang, massa dan
waktu secara sederhana
- Mendiskusikan cara mengkonversi
satuan dari besaran yang sejenis
- Menunjukkan konversi satuan dari
suatu besaran yang sejenis
Tes tertulis
Setelah melihat indikator dan pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa,
apakah kita masih melihat Fisika sebagai salah satu dari sebuah produk, proses atau
perubahan sikap? Jika kita lihat contoh silabi di atas, terlihat jelas bahwa membelajarkan
siswa dalam fisika berarti melatih mereka untuk mempunyai kemampuan yang baik
dalam ranah-ranah kognitf, afektif dan psikomotor. Bagaimana kita menyiapkan kelas
kita untuk mencapai hal ini ?
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
14/38
14
Belajar Bermakna/Teori Subsumsi
(David Ausubel)
I hti sar (overview)
Teori Ausubel lebih memperhatikan bagaimana individu belajar sejumlah materi secara
bermakna dari sajian verbal/teks di sekolah (berbeda dengan teori-tori yang
dikembangkan dalam konteks percobaan-percobaan yang dilaksanakan di laboratorium).
Menurut Ausebel, belajar dapat dikategorikan ke dalam 2 dimensi. Dimensi pertama,
berhubungan dengan cara bagaimana informasi/materi pembelajaran tersebut disajikan
kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif (fakta-fakta,
konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa)
yang telah ada. Kedua dimensi tersebut, yaitu penerimaan/penemuan dan
hafalan/bermakna, tidak menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu
continuum.
Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Menurut Ausebel, belajar
bermakna akan terjadi bila si pembelajar dapat mengaitkan informasi yang baru
diperolehnya dengan konsep-konsep (dikenal sebagai subsumer-subsumer) relevan yangterdapat dalam struktur kognitif si pembelajar tersebut. Akan tetapi, bila si pembelajar
hanya mencoba menghafalkan informasi baru tadi tanpa menghubungkan dengan konsep-
konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, kondisi ini dikatakan sebagai belajar
hafalan.
Seperti kita tahu bahwa informasi disimpan di daerah-daerah tertentu dalam otak. Dengan
berlangsungnya belajar akan dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak terutama
sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip dengan informasi yang sedang
dipelajari. Dalam belajar bermakna, informasi baru diasimilasikan pada subsumer-
subsumer relevan yang yang telah ada dalam struktur kognitif. Proses interaktif antara
informasi yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer yang telah ada tersebut
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
15/38
15
dikenal sebagai proses subsumsi. Belajar bermakna yang baru mengakibatkan
pertumbuhan dan modifikasi subsumer-subsumer yang telah ada tersebut.
Informasi yang dipelajari secara bermakna, biasanya lebih lama diingat daripada
informasi yang dipelajari secara hafalan. Tetapi, ada kalanya unsur-unsur yang telah
tersubsumsi tidak dapat dikeluarkan lagi dari memori (sudah dilupakan), hal ini terjadi
karena beberapa bagian subsumer berintegrasi dengan yang lain sehingga mereka
kehilangan identitas individunya. Dapat juga, karena subsumer tersebut telah kembali
pada keadaan sebelum terjadi subsumsi. Kondisi seperti ini menurut Ausebel disebut
subsumsi obliteratif (subsumsi yang telah rusak).
Teori Ausubel di atas, nampaknya memiliki kesamaan-kesamaan (commonalities) dengan
teori Gestalt dan keduanya melibatkan suatu skema sebagai suatu prinsip yang sentral.
Juga teori Ausebel ini memiliki kesamaan dengan model belajar spiral yang
dikemukakan olehBruner. Selanjutnya, walupun Ausebel menekankan bahwa subsumsi
melibatkan reorganisasi dari struktur kognitif yang ada tapi tidak mengembangkan
struktur yang baru seperti yang disarankan para ahli konstruktivisme. Ausubel kelihatan
dipengaruhi juga oleh hasil kerja dariPiagetuntuk perkembangan kognitif.
Walaupun Ausebel sangat menekankan agar para guru diharapkan mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki para siswanya agar belajar bermakna dapat berlangsung, tetapi
Ausebel belum dapat menyediakan alat untuk mengukur hal tersebut. Baru ahli
pendidikan berikutnya, yaitu Novak (1985) dalam bukunyaLearning how to learn
mengemukakan bahwa hal tersebut dapat digali melalui pertolongan yang dikenal dengan
peta konsepatau pemetaan konsep.
Bagaimana sebenarnya subsumer-subsumer tersebut diperoleh dan dibentuk?
Menurut Ausebel, konsep-konsep dapat diperoleh dalam 2 (dua) cara; yaitu (1) sebelum
anak-anak masuk sekolah yang disebut formasi konsep dan (2) pada saat selama dan
sesudah sekolah yang dikenal dengan asimilasi konsep. Jadi, waktu anak masuk usia
sekolah mereka sudah memperoleh konsep-konsep seperti; meja, atas, kursi, berlari, dan
lain-lain. Konsep-konsep tersebut disimpan dalam struktur kognitif yang disebut dengan
http://tip.psychology.org/schema.htmlhttp://tip.psychology.org/schema.htmlhttp://tip.psychology.org/bruner.htmlhttp://tip.psychology.org/bruner.htmlhttp://tip.psychology.org/bruner.htmlhttp://tip.psychology.org/piaget.htmlhttp://tip.psychology.org/piaget.htmlhttp://tip.psychology.org/piaget.htmlhttp://tip.psychology.org/piaget.htmlhttp://tip.psychology.org/bruner.htmlhttp://tip.psychology.org/schema.html -
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
16/38
16
subsumer-subsumer. Selanjutnya, Ausebel mengatakan bahwa pembentukan konsep
tersebut merupakan suatu bentuk belajar penemuan (discovery learning), paling sedikit
dalam bentuk primitif, melibatkan proses-proses psikologi seperti analisis, diskriminatif,
abstraksi, diferensiasi, pembentukan hipotesis dan pengujian, dan generalisasi.
Pembentukan konsep ini juga ditunjukkan oleh orang-orang dewasa dalam situasi
kehidupan nyata dan dalam laboratorium, tetapi dengan tingkat sofistikasi yang lebih
tinggi.
Faktor dan prasyarat apa saja yang mempengaruhi belajar pener imaan bermakna i tu?
Menurut Ausebel, faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna ialah
struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang
studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas
dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi yang baru masuk ke dalam struktur
kognitif itu, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif
tersebut stabil, jelas, dan teratur dengan baik maka arti-arti yang sahih (valid) dan jelas
akan timbul, dan cenderung bertahan. Sebaliknya, jika struktur kognitif tersebut tidak
stabil, meragukan, dan tidak teratur maka struktur kognitif tersebut cenderung
menghambat belajar dan retensi.
Selanjutnya, menurut Ausebel ada prasyarat-prasyarat tertentu agar terjadinya belajar
bermakna.Pertama, materi yang dipelajari harus bermaknasecara potensial, maksudnya
materi pelajaran tersebut harus memiliki kebermaknaan logis. Materi yang memiliki
kebermaknaan logis merupakan materi yang konsisten dengan apa yang telah diketahui
(disebut materi nonarbitrer) dan materi tersebut dapat dinyatakan dalam berbagai cara,
tanpa mengubah arti (disebut materi substantif). Selain itu, aspek lain dari materi
bermakna potensial ini adalah dalam struktur kognitif siswa harus adagagasan-gagasan
yang relevan. Artinya, pembelajaran harus memperhatikan pengalaman siswa, tingkat
perkembangan mereka, intelegensi, dan usia. Bila para siswa tidak memiliki pengalaman
yang diperlukan mereka untuk mengaitkan atau menghubungkan isi pembelajaran
tersebut, maka isi pembelajaran akan dipelajari secara hafalan.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
17/38
17
Kedua, siswa yang akan belajar harus mempunyai niat/tujuan dan kesiapan untuk
melaksanakan belajar bermakna. Tujuan belajar siswa merupakan faktor utama dalam
belajar bermakna. Banyak siswa yang mengikuti pembelajaran nampaknya tidak relevan
dengan kebutuhan mereka pada saat itu. Dalam pembelajaran yang demikian, materi
dipelajari secara hafalan. Para siswa kelihatan dapat memberikan jawaban yang benar
tanpa menghubungkan materi itu pada aspek-aspek lain dalam struktur kognitif mereka.
Jadi, agar terjadi belajar bermakna materi pelajaran harus bermakna secara logis, siswa
harus bertujuan untuk memasukkan materi pembelajaran tersebut ke dalam struktur
kognitifnya, dan dalam struktur kognitif siswa harus terdapat unsur-unsur yang cocok
untuk mengaitkan atau menghubungkan materi yang baru tersebut secara non-arbitrer dan
substantif. Jika salah satu komponen ini tidak ada, maka materi itu kalaupun dipelajari,akan dipelajari secara hafalan saja (Roser, 1984).
Apa kelebihan dari belajar bermakna tersebut?
Menurut Ausebel dan Novak, ada 3 (tiga) kebaikan dari belajar bermakna, yaitu:
1. Informasi yang dipelajari secara bermakna akan lebih lama diingat.
2. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-
subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran
yang mirip.
3. Informasi yang dilupakan setelah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek
residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip,
walaupun telah terjadi peristiwa lupa.
Pembelajaran yang bagaimana agar berlangsung belajar bermakna tersebut?
Ausebel berpendapat bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar
adalah apa yang telah diketahui siswa. Inilah yang harus diyakini dan pembelajaran
terhadap siswa harus didasarkan kepada hal ini.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
18/38
18
Selanjutnya, agar terjadi belajar bermakna seperti yang telah dijelaskan di atas, ada
beberapa konsep dan prinsip-prinsip lain yang perlu diperhatikan. Pertama, mengenai
mekanisme pembelajaran yang utama yang diusulkan Ausebel adalah menggunakan
advance organizers(pengatur awal).Organizers tersebut diperkenalkan pada bagian
awal/pendahuluan dari suatu pembelajaran, dan juga disajikan dengan abstraksi tingkat
tinggi, secara umum, dan paling inklusif (inclusiveness). Selanjutnya, Ausubel
menekankan bahwa advance organizers adalah berbeda dari overviews (ikhtisar) dan
summary (kesimpulan) yang secara sederhana menekankan pada ide-ide kunci dan
disajikan secara umum pada bagian akhir dari materi pembelajaran yang disampaikan.
Organizers bekerja sebagai suatu jembatan atau semacam pertolongan mental
pengsubsumsian antara materi pembelajaran yang baru dengan ide-ide yang sudah ada.
Dengan kata lain, pengatur awal ini mengarahkan siswa ke materi yang akan mereka
pelajari, dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan
yang dapat dipergunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan yang baru.
Kedua, adalah selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan
elaborasi konsep-konsep yang tersubsumsi. Menurut Ausubel, pengembangan konsep
berlangsung paling baik, bila unsur-unsur yang paling umum, paling ingklusif dari suatu
konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan kemudian baru diberikan hal-hal yang lebih
mendetail dan lebih khusus dari konsep itu. Jadi, model belajar yang diusulkan oleh
Ausubel adalah dari hal umum ke hal khusus. Oleh karena itu, dalam memberikan proses
pembelajaran kepada siswa kita harus pandai-pandai memilih mana konsep yang bersifat
umum dan superordinat dan mana konsep-konsep yang bersifat lebih khusus dan
subordinat. Proses penyusunan konsep seperti itu dikatakan diferensiasi progresif.
Ketiga, adalah mengenai prinsip penyesuaian/rekonsiliasi integratif. Kadang-kadang
siswa dihadapkan kepada suatu kenyataan yang disebut pertentangan/komplik kognitif
(cognitive dissonance/conflict). Menurut Ausebel, dalam pembelejaran bukan hanya
urutan menurut diferensiasi progresif saja yang diperhatikan, melainkan juga harus
diperhatikan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep
superordinat. Kita harus memperlihatkan secara eksplisist bagaimana arti-arti baru
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
19/38
19
dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit, dan
bagaimana konsep-konsep yang tingkatanya lebih tingi sekarang mengambil arti baru.
.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
20/38
20
Konstruktivisme
Pendahuluan
Konstruktivisme adalah sebuah nama yang diberikan untuk sekumpulan teori
belajar yang daerah cakupannya berada diantara pandangan/teori kognitif dan humanistik
(perilaku manusia). Jika pandangan behavioristik melihat mahluk hidup sebagai sebuah
kotak hitam, maka teori kognitif melihat perlunya kemampuan berpikir (mind) dalam
memaknai sesuatu yang muncul di depannya. Meskipun demikian, masih ada orang yang
berpendapat bahwa peran seorang pelajar(siswa) adalah melulu untuk meniru apa yang
dilakukan/diberikan oleh gurunya ( digugu ditiru). Konstruktivisme terutama dalam
kehidupan social, memandang bahwa siswa harus lebih aktif terlibat dalam suatu usaha
kerjasama dengan gurunya dalam menciptakan (membangun) sebuah pemahaman baru
tentang apa yang seddang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan sebuah
paham/teori (yang dipelopori oleh John Dewey) yang baru saja lahir, tapi ada
kemungkinan kita baru mulai mengenalnya. Paham ini dapat kita tinjau dari sisi
perkembangan kognitif dan sosial seorang anak manusia.
Konstruktivisme,perkembangan kognitif dan sosial anak
Perkembangan seorang anak manusia dapat dilihat melalui dua sisi yaituperkembangan kognitif dan perkembangan sossialnya. Berdasarkan peninjauan dari
kedua sisi tersebut maka kita dapat membagi konstruktivisme menjadi dua sisi yang satu
sama lain saling memperkuat yaitu:
Konstruktivisme Kognitif
Di sisi ini para ahli pendidikan ( Dewey, Piaget) memandang bahwa belajar
adalah bagaimana seorang individu mengerti dan memahami sesuatu yang
dipelajarinya dalam sebuah proses yang berkaitan dengan tahap-tahap
perkembangan mental dan gaya belajar dari individu tersebut.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
21/38
21
Konstruktivisme sosial
Di daerah ini para ahli pendidikan yang dipelopori oleh Vygotsky melihat bahwa
pengertian dan pemahaman sesuatu yang dipelajari seorang anak berkembang/
tumbuh dari interaksi dengan lingkungan sosialnya.
Adanya dua sisi ini memperlihatkan bahwa berbagai macam teori belajar yang ada
mempunyai kecocokan dengan kerangka kerja para penganut konstruktivisme. Para
konstruktivist menekankan pentingnya pembelajar(siswa) sebagai pembuat pengertian
(maker of meanings) yang artinya siswa adalah pusat dari kegiatan pembelajaran. Guru
berperan sebagai mitra dialog siswa agar siswa tersebut dapat membangun pengertian dan
pemahamannya sejalan dengan orang-orang di sekitarnya. Ada dua hal yang mendukung
pengelolaan pembelajaran yang disebutkan tadi yaitu:
Pandangan John Dewey menekankan perlunya pengalaman belajar yang didapat
siswa dalam proses pendidikannya.
Hasil penelitian Piaget memperlihatkan bahwa isi pikiran seorang anak tidaklah
kosong tapi mengolah dengan aktif apa yang dialami dan dilihatnya melalui
mekanisme akomodasi dan asimilasi.
Paparan tersebut di atas akan membantu kita dalam memahami apa yang disebutkonstruktivisme itu.
Arti Konstruktivisme
Istilah konstruktivisme mengacu kepada pemikiran bahwa pembelajar(siswa)
membentuk/membangun sendiri pengetahuannya. Setiap orang secara individual atau
berkelompok membentuk/membangun pengertian/pemahaman tentang apa yang
dipelajarinya. Membentuk/membangun pengertian/pemahaman adalah sama dengan
belajar, tidak ada arti/kata lain untuk medefinisikan belajar. Ada dua konsekuensi yang
kita hadapi dari pandangan ini:
1. Guru harus memperhatikan apa yang siswa pikirkan tentang apa yang
dipelajarinya bukan bahan ajarnya.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
22/38
22
2. Tidak ada pengetahuan yang berdiri sendiri yang berkaitan dengan pemahaman
yang dibangun siswa terhadap apa yang dialami dan dipelajarinya.
Kedua konsekuensi di atas akan membuat kita para guru untuk dapat menyeimbangkan
antara memberi tahu siswa tentang mana yang paling benar atau membiarkan mereka
membentuk alam pikirannya sendiri.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Konstruktivist
Para konstruktivist menyusun beberapa prinsip untuk memandu para guru jika
melakukan pembelajaran yang mengacu pada pandangan konstruktivisme. Prinsip-prinsip
ini disusun berdasarkan keyakinan bahwa pembelajaran mengandung pembentukan
pemahaman yang dilakukan oleh individu-individu yang terlibat dalam pembelajaran,
sehingga susunannya seperti berikut:
1. Pembelajaran adalah sebuah proses aktif dimana siswa menggunakan sensor
inputnya dan membentuk/membangun pemahamannya.
2. Siswa belajar untuk mempelajarai apa yang mereka pelajari. Pembelajaran berisi
baik membentuk/membangun pemahaman dan membentuk/membangun system
pemahaman.
3. Pembentukan/pembangunan pemahaman adalah proses mental, terjadi dalam
pikiran/otak.
4. Bahasa yang digunakan mempengaruhi pembelajaran.
5. Pembelajaran adalah sebuah kegiatan social, menyangkut hubungan antar
individu dan kelompok.
6. Pembelajaran haruslah bersifat kontekstual.
7. Seseorang memerlukan pengetahuan utnuk dapat mempelajari sesuatu.
8.
Pembelajaran memerlukan waktu.
9. Motivasi adalah komponen kunci dalam pembelajaran.
Kesembilan prinsip tadi harus ada dalam benak seorang guru jika dia membelajarkan
anak didiknya dalam dunia konstruktivisme.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
23/38
23
Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Pembelajaran
Konstruktivisme berpengaruh terhadap pembelajaran dalam tiga hal yaitu
kurikulum, kegiatan belajar mengajar dan asesmen. Pengaruh kontruktivisme dalam tiga
hal tadi kita uraikan sebagai berikut:
Kurikulum.
Konstruktivisme menghindari penggunaan kurikulum yang seragam karena
paham ini mengakui adanya pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran
berlangsung. Paham ini menghendaki adanya kurikulum yang disesuaikan dengan
kemampuan awal siswa. Paham ini juga sangat mementingkan adanya hands-on
problem solving.
Kegiatan Belajar Mengajar
Dalam area konstruktivisme, pusat perhatian guru adalah bagaimana
menghubungkan fakta-fakta di sekitarnya dan memperkuat pemahaman yang baru
diperoleh oleh siswa. Guru harus merancang strategi belajar mengajarnya agar
dapat mengakomodir respon siswanya dan membimbing siswanya, sehingga
siswa berkemampuan untuk melakukan analisa, interpretasi dan memprediksi
sesuatu berdasarkan data/informasi yang diperolehnya. Guru juga harus banyak
menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat open-ended agar terjadi dialogyang baik di dalam kelas.
Assessment
Konstruktivisme menghindari penggunaan penilaian yang melulu mengacu pada
tes yang seragam untuk menentukan nilai pencapaian siswa. Assessment menjadi
bagian penting dari kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mempunyai peran
yang lebih besar dalam menilai apa yang telah mereka capai.
Hal-hal tersebut memperlihatkan bahwa dalam konstruktivisme, siswa adalah pusat
kegiatan yang harus difasilitasi oleh yang lebih dewasa(guru). Salah satu fasilitas yang
dapat disediakan oleh guru dalah memilih model pembelajaran yang dapat mewadahi
prinsip-prinsip pembelajaran konstruktivisme di atas. Model-model pembelajaran itu
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
24/38
24
seperti Inquiry, Problem Based Learning, Colaborative Learning, Berpikir Induktip dan
berbagai tipe dari strategi Cooperative Learning. Model-model pembelajaran ini harus
dipelajari tahapan-tahapan penyajiannya di kelas dengan seksama oleh guru sebelum
digunakan.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
25/38
25
PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM IPA
A. Hakikat IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)IPA atau ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang pokok bahasannya adalah alam
dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam IPA adalah sebab-akibat, hubungan
kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Menurut Powler (Winataputra
dkk. 1993) IPA adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan
dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan induksi.
Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis
atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil
observasi dan eksperimen. Sesuai dengan kenyataan bahwa aktivitas dalam IPA
selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan
dan kerajinan. Dengan demikian IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang
benda tak hidup dan makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir,
dan cara memecahkan masalah. Ilmuwan IPA selalu tertarik dan penuh perhatian
terhadap peristiwa alam, selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa
tentang suatu gejala alam dan hubungan kausalnya.
Di dalam IPA, terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap, proses atau metodologi, dan
hasil yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sikap dalam hal ini adalah sikap
manusia yang selalu ingin tahu tentang benda-benda, makhluk hidup, hubungan
sebab-akibatnya, akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang selalu ingin
dipecahkan dengan prosedur yang benar. Prosedur tersebut meliputi metode ilmiah.
Metode ilmiah mencakup hipotesis, pembuatan desain eksperimen atau evaluasiatau pengukuran, dan akhirnya menghasilkan suatu produk berupa fakta, prinsip,
teori, hukum, dan sebagainya.
IPA yang saat ini berkembang disebut sebagai IPA modern. Berbeda dengan IPA
sebelumnya, pada IPA modern digunakan matematika atau statistika dalam
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
26/38
26
pengukuran dan perhitungan untuk menetapkan kebenaran. IPA yang demikian
disebut juga dengan IPA kuantitatif, sedangkan IPA yang tidak menggunakan
matematika atau statistika untuk menentukan kebenaran disebut IPA kualitatif. Pada
IPA kuantitatif kebenaran ilmiah atas suatu konsep diperoleh bila konsep atau
pernyataan tersebut telah sesuai dengan objek atas dasar pengamatan.
B. Proses Pembelajaran
Prinsip proses pembelajaran adalah belajar, sedangkan belajar adalah suatu proses
perubahan perilaku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Oleh karena
itu, pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang kondusif sehingga proses
belajar dapat tumbuh dan berkembang. Karena pembelajaran bersifat rekayasa perilaku,
maka proses pembelajaran terikat dengan tujuan. Dari sudut pandang sosiologis, proses
pembelajaran adalah proses penyiapan peserta didik untuk dapat menjalankan
kehidupannya di masyarakat. Sekolah adalah suatu sistem sosial yang merupakan
miniatur masyarakat luas. Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak akan terlepas dari
proses sosialisasi, dan apa yang dipelajari di sekolah seharusnya merupakan cerminan
keadaan nyata di sekitar peserta didik yang dapat dimanfaatkan atau diimplementasikan
dalam masyarakat.
Permasalahan dalam proses pembelajaran dewasa ini adalah kecenderungan bahwa para
siswa hanya terbiasa menggunakan sebagian kecil saja dari potensinya atau kemampuan
berpikirnya. Dikhawatirkan mereka menjadi malas untuk berpikir dan terbiasa malas
berpikir mandiri. Kecenderungan ini sama saja dengan proses pemandulan dan sama
sekali bukan proses pencerdasan. Para siswa dan juga gurunya masih terbiasa belajar
dengan domain kognitif rendah. Oleh karena itu, metode berpikir dalam kegiatan mereka
belajar pun belum menyentuh domain afektif dan konatif yang diperlukan. Aspek lain
berkenaan dengan konsep diri dan proses mengembangkan kemandirian dalam berpikir,
bersikap, dan berperilaku. Belajar berani berpikir objektif, apalagi berbeda dengan buku
dan keterangan guru, berpikir logis atau kritis, dialogis dan argumentatif umumnya masih
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
27/38
27
langka di sekolah-sekolah kita. Selain itu sistem penilaian secara formatif masih amat
terbatas jika dibandingkan dengan penilaian sumatif.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas riil di lapangan, kegiatan pembelajaran
di sekolah pada umumnya cenderung monoton dan tidak menarik, sehingga beberapa
pelajaran ditakuti dan selalu dianggap sulit oleh siswa, misalnya matematika dan IPA.
Hal ini ditunjukkan oleh adanya korelasi positif dengan perolehan Nilai Ujian Nasaional
(NUN) pelajaran tersebut yang selalu menempati urutan terendah. Beberapa penyebabnya
adalah karena pembelajaran IPA di sekolah: (a) lebih menekankan pada aspek kognitif
dengan menggunakan hafalan dalam upaya menguasai ilmu pengetahuan, bukan
mengembangkan ketrampilan berpikir, (b) mengembangkan aktualisasi konsep, tanpa
diimbangi pengalaman konkret dan eksperimen aktif, dan (c) hanya menyangkut
substansinya, tanpa mengembangkan kemampuan melakukan hubungan dengan proses-
proses mental seperti penalaran dan sikap ilmiah (Supangkat, 1991). Temuan Slimming
(1998) yang meneliti perilaku mengajar para guru di Indonesia juga menunjukkan bahwa
umumnya para guru cenderung mengembangkan pembelajaran pasif dengan
menggunakan metode ceramah di sebagian besar aktivitas proses pembelajarannya di
kelas.
Permasalahan di atas semestinya menjadi perhatian serius dari pemerintah dengan upaya
mencari terobosan-terobosan dalam memecahkannya, baik melalui pengembangan materi
pembelajaran baru maupun melalui pemberdayaan metodik-didaktik yang sudah ada. Di
samping faktor penunjang lain di luar akademik antara lain penyediaan alat IPA yang
bermutu, baik, dan dapat mengembangkan pembelajaran dengan paradigma baru tersebut.
Tujuan kurikulum dengan paradigma yang baru pada prinsipnya adalah tetap conceptual
mastery, tetapi hal tersebut diperoleh dengan pendekatan berbasis kompetensi, dengan
tujuan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif terhadap
perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan tuntutan desentralisasi.
Dengan demikian, lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
28/38
28
pembelajarannya dengan kepentingan daerah dan karakteristik peserta didik, serta tetap
memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum yang berdiferensiasi.
Peserta didik dituntut untuk menguasai konsep-konsep dasar yang telah dipilih secara
selektif melalui aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa. Siswa
harus mampu mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas kontekstual yang
dikembangkan dalam pembelajaran dimana siswa terlibat langsung dalam pengalaman
sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, aktif melakukan eksperimen,
melakukan pengolahan data, dan membuat kesimpulan. Dengan demikian, pembelajaran
yang dikembangkan di dalam kelas perlu dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa
berada, mendorong siswa membuat hubungan antara konsep yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan keseharian siswa di dalam masyarakat, sehingga
pembelajaran lebih bermakna dan proses belajar lebih penting daripada hasil belajar.
Dengan dukungan situasi yang demikian, siswa perlu dikondisikan di dalam situasi
pembelajaran di kelas yang memungkinkan siswa mengerti dan memahami makna
belajar, manfaat, peran, dan status siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Jika siswa
dapat memahami dan mengerti hal tersebut, maka siswa akan berusaha untuk
mencapainya dan memerlukan guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan mediator.
Pembelajaran yang ingin dikembangkan berorientasi pada proses bagaimana memperoleh
informasi, cara IPA dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan
berpikir yang dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa berada dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran tersebut dikembangkan dengan pendekatan
kontekstual.
Dalam buku Pendekatan Kontekstual yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama, sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika
menerapkan ketujuh komponen dalam pembelajarannya. Ketujuh komponen tersebut
adalah konstruktivisme, bertanya, inquiri, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan
penilaian yang otentik/bermakna.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
29/38
29
Konstruktivisme merupakan filosofi pendekatan kontekstual yang menyatakan bahwa
pengetahuan dibangun oleh siswa, melalui pemecahan masalah dan menemukan sesuatu
yang berguna. Proses menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual, pengetahuan dan keterampilan sehingga siswa
diharapkan menemukan sendiri hasilnya. Tahap-tahap siswa memenemukan merupakan
cara berpikir ilmiah melalui keterampilan proses, antara lain adalah merumuskan
masalah, melakukan observasi, melakukan analisis, menyajikan hasil, dan
mengkomunikasikannya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual, bertanya ini tidak hanya guru terhadap siswa, tetapi juga siswa
terhadap guru dan terhadap teman sendiri. Bagi siswa aktivitas bertanya adalah untuk
menggali informasi, mengkomunikasikan apa yang telah diketahui, dan mengarahkan
perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Di dalam proses pembelajaran di kelas dengan pendekatan kontekstual, dikondisikan
terciptanya suasana saling belajar; siswa belajar dari guru, dari buku/sumber informasi
lainnya, dari sesama teman, dan sebaliknya guru belajar dari siswa, sehingga di dalam
ruang kelas tersebut terjadi masyarakat belajar. Pemodelan dalam pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual adalah sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa untuk memudahkan,
memperlancar, membangkitkan ide dalam proses pembelajaran. Model dapat diperoleh
dari guru, siswa, atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang
sedang menjadi topik bahasan. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru
dipelajari, tentang apa yang sudah dilakukan masa lalu dan merupakan respon terhadap
kejadian, serta aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Penilaian
yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari kegiatan
nyata yang dikerjakan siswa pada saat proses pembelajaran yang dapat memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Jadi penilaian autentik adalah penilaian terhadap
pengetahuan dan performa yang diperoleh siswa selama aktivitas pembelajaran
berlangsung.
Untuk memperoleh hasil yang optimal dari suatu proses pembelajaran seperti yang telah
diungkapkan di atas, perlu dilakukan berbagai upaya, misalnya guru perlu disiapkan
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
30/38
30
dengan baik untuk membangun kompetensi-kompetensi keguruan yang profesional
sehingga diharapkan mampu mengelola pembelajaran di kelas dengan baik dan
meningkatkan mutu pendidikan. Kesadaran semua pihak, para pengambil kebijakan
dalam bidang pendidikan, pengelola pendidikan, implementator pendidikan, dan para
pemerhati pendidikan sangat diperlukan dalam merealisasikan paradigma baru
pendidikan di Indonesia sehingga mutu pendidikan dapat meningkat.
Seperti diketahui, sasaran belajar IPA adalah membangun gagasan saintifik (ilmiah)
setelah para siswa berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari
sekitarnya. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan IPA mutakhir
menganggap semua siswa memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan,
pengetahuan, fakta akan gejala alam di sekitarnya, meskipun hal tersebut kadang terkesan
naif dan miskonsepsi. Mereka (para siswa) seringkali mempertahankan gagasan atau
pengetahuan naif tersebut secara kokoh, karena gagasan atau pengetahuan itu mengait
dengan gagasan atau pengetahuan awal lainnya yang sudah lebih dulu dibangun dalam
wujud struktur kognitifnya.
Menurut pandangan ini, kegiatan pembelajaran dimulai dari apa yang diketahui siswa,
sehingga pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan cara indoktrinasi gagasan atau
pengetahuan saintifik supaya siswa mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang
nonsaintifik menjadi gagasan atau pengetahuan yang saintifik. Dengan demikian, arsitek
peubah gagasan atau pengetahuan dalam diri siswa adalah siswa sendiri. Sedangkan guru
hanya berfungsi sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang menyediakan,
mempermudah, bahkan kalau bisa mempercepat berlangsungnya proses belajar. Dalam
proses konstruksi itu, menurut Von Glaserfeld (Jaskarti, 2002) diperlukan beberapa
kemampuan, yaitu: (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali
pengalaman, (2) kemampuan memban-dingkan, mengambil keputusan mengenai
persamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang
satu daripada pengalaman yang lain.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
31/38
31
Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme, antara lain
adalah diskusi dimana siswa mau mengungkapkan gagasan, pengujian, penelitian
sederhana, demonstrasi, dan peragaan prosedur ilmiah. Juga kegiatan lain yang memberi
ruang kepada siswa untuk dapat mempertanyakan, memodifikasi, dan mempertajam
gagasannya.
Dalam belajar secara konstruktif, para siswa mempunyai kesempatan untuk menyatakan,
menguji, memodifikasi, dan juga meninggalkan ide-ide awal mereka yang sudah ada
sebelumnya dan mengadopsi ide-ide baru. Melalui tugas-tugas dalam pelajaran IPA yang
dikaitkan dengan tingkat perkembangan intelektualnya, para siswa mempunyai
kesempatan untuk memahami alam secara aktif dengan membangun pemahaman tentang
fenomena alam melalui aktivitas nyata kehidupan sehari-hari.
Menekankan pada proses IPA sebagai sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat menjanjikan akan adanya
perubahan pada hasil pembelajaran. Pendekatan keterampilan proses lebih menekankan
pada siswa sebagai pusat pembelajaran, dan pendekatan seperti ini diharapkan dapat lebih
merangsang dan memberi peluang kepada siswa untuk belajar, berpikir inovatif, dan
mengembangkan potensinya secara optimal.
C. Proses Pembelajaran IPA
IPA atau ilmu pengetahuan alam pada dasarnya mencari hubungan kausal antara
gejala-gejala alam yang diamati. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPA
seharusnya mengembangkan kemampuan bernalar dan berpikir sistematis selain
kemampuan deklaratif yang selama ini dikembangkan. Salah satu inovasi sebagai
salah satu usaha adalah mencari model-model pembelajaran IPA yang memiliki
kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan IPA.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
32/38
32
Hal ini berarti, belajar IPA tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif
berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan
prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara IPA dan teknologi bekerja,
kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Belajar IPA memfokuskan
kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati,
mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan
sebagainya, lebih sesuai dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses.
Pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan
demikian, siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan sejumlah
pengetahuan yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta
aplikasinya. Bahan kajian kerja ilmiah adalah:
a.mampu menggali pengetahuan melalui penyelidikan/penelitian,
b.mampu mengkomunikasikan pengetahuannya,
c.mampu mengembangkan keterampilan berpikir,
d.mampu mengembangkan sikap dan nilai ilmiah.
Bahan kajian IPA yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan penerapannya
adalah:
a.memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang makhluk hidup dan
proses kehidupan,
b.memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang materi dan sifatnya,
c.memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang energi dan
perubahannya,
d.memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang bumi dan alam
semesta, serta
e.memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang hubungan antara
IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Keterampilan proses yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran IPA,
diantaranya adalah keterampilan mengamati dengan seluruh indera, mengajukan
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
33/38
33
hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu
mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan,
menafsirkan, dan mengkomunikasikan hasil temuan secara beragam, menggali dan
memilah informasi faktual untuk menguji gagasan atau memecahkan masalah
sehari-hari.
Pada prinsipnya pembelajaran IPA adalah cara memberi tahu dan cara berbuat,
akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang
alam sekitarnya dengan mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian dalam
interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lainnya.
Rezba dkk. (1995) menyatakan bahwa keterampilan proses IPA yang harus
dikembangkan pada diri siswa mencakup kemampuan yang paling sederhana, yaitu
mengindera/mengamati (observing), mengukur, sampai dengan kemampuan
tertinggi yaitu kemampuan bereksperimen/menyelidiki. Sementara itu, Bryce dkk.
(1990) mengemukakan bahwa keterampilan proses IPA mencakup keterampilan
dasar (basic skill) sebagai kemampuan yang terendah, diikuti dengan keterampilan
proses (process skill), dan keterampilan investigasi (investigation skill) sebagai
keterampilan tertinggi. Keterampilan dasar mencakup: (a) melakukan pengamatan
(observational skill), (b) mencatat data (recording skill), (c) melakukan
pengukuran (measurement skill), (d) mengimplementasikan prosedur (procedural
skill), dan (e) mengikuti petunjuk (following instructions). Keterampilan proses
meliputi (a) menginferensi/menyimpulkan (skill of inference) dan (b) memilih
berbagai cara/prosedur (selection of procedures). Keterampilan investigasi berupa
keterampilan merencanakan dan melaksanakan serta melaporkan hasil investigasi.
Keterampilan tersebut juga harus didasari oleh sikap ilmiah seperti antusiasme,
ketekunan, kejujuran dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
mengembangkan pembelajaran IPA seperti yang dikemukakan dalam Kurikulum
IPA 2006 adalah:
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
34/38
34
a.empat pilar pendidikan dari Unesco,
b.inkuiri IPA,
c.konstruktivisme,
d.IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat,
e.pemecahan masalah, serta
f.pembelajaran IPA yang bermuatan nilai.
Pembelajaran IPA seperti di atas menuntut guru untuk mengubah pandangan
tentang mengajar, dari guru sebagai pusat pembelajaran (teacher centered) ke
siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered), guru berfungsi membimbing
dalam rangka mempermudah peristiwa belajar. Jadi, ketika guru menyediakan
pengalaman belajar, guru perlu mempertimbangkan pengalaman dan gagasan yang
dimiliki siswa. Hal ini diperlukan karena siswa datang ke sekolah tidak dengan
pikiran kosong, tetapi dengan membawa aneka gagasan, pengalaman, tujuan, dan
konsep. Pandangan ini menganggap belajar sebagai upaya membangun
pemahaman, sedangkan mengajar adalah suatu upaya membimbing dan
mempermudah proses belajar.
Kurikulum IPA sekarang ini dirancang sedemikian rupa sehingga dalam
menyediakan berbagai pengalaman belajar mulai dari yang menyangkut
pengetahuan deklaratif sampai dengan pengetahuan prosedural. Proses
pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai pengalaman belajar siswa
tersebut di atas dapat dicapai dengan menekankan pada aktivitas belajar siswa aktif
dan bersifat fleksibel.
Pandangan tersebut di atas menuntun guru untuk mencari alternatif pendekatan
pembelajaran yang sesuai. Pendekatan kontekstual, IPA, teknologi, dan
masyarakat, demonstrasi, dan eksperimen barangkali merupakan beberapa
alternatif yang diharapkan dapat memecahkan kebuntuan peningkatan mutu
pendidikan IPA.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
35/38
35
Selanjutnya, para guru perlu memahami adanya perbedaan antara karakteristik
siswa pada tingkatan umur dan jenjang pendidikan yang berbeda. Proses IPA untuk
sekolah menengah sudah berbeda dengan sekolah dasar (Cavendish 1990), yaitu
meliputi: (a) kegiatan melakukan observasi, (b) memilih kegiatan observasi yang
relevan dengan penyelidikannya untuk dipelajari lebih lanjut, (c) menemukan dan
mengidentifikasi pola-pola baru dan menghubungkannya dengan pola-pola yang
sudah ada, (d) menyarankan dan menilai penjelasan-penjelasan dari pola-pola yang
ada, (e) mendisain dan melaksanaan percobaan (eksperimen), termasuk melakukan
berbagai pengukuran untuk menguji pola-pola yang ada, mengkomunikasikan (baik
secara verbal, dalam ungkapan matematis, maupun grafis) dan menginterpretasi
tulisan-tulisan dan bahan ajar lainnya, (f) memakai peralatan dengan efektif dan
hati-hati, (g) menggunakan pengetahuan untuk melaksanakan penyelidikan, dan (h)
menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan
dengan teknologi.
D. Pengertian dan Fungsi Laboratorium Dalam Pembelajaran IPA
Laboratorium atauLaboratorypada kamus Websters, yaituA building or room in
which scientific experiments are conducted, or where drugs, chemicals explosives
are tested or compounded. Pada kamus Oxford,Laboratory: room or building used
for scientific experiments, research, testing, etc esp in chemistry language.
(Hornby, 1985). Pada Wikipedia, Laboratorium (disingkat lab) adalah tempat riset
ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium
biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut
secara terkendali. Laboratorium ilmiah biasanya dibedakan menurut disiplin
ilmunya, misalnya laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium biokimia,
laboratorium komputer, dan laboratorium bahasa. (Wikipedia, 2007). Pada SPTK-
21 dikemukakan Laboratorium merupakan tempat untuk mengaplikasikan teori
keilmuan, pengujian teoritis, pembuktian uji coba, penelitian, dan sebagainya
dengan menggunakan alat bantu yang menjadi kelengkapan dari fasilitas dengan
kuantitas dan kualitas yang memadai (Depdiknas, 2002).
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Eksperimenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pengukuranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Fisikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kimiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Biokimiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_komputerhttp://id.wikipedia.org/wiki/Linguistikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Linguistikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_komputerhttp://id.wikipedia.org/wiki/Biokimiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kimiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Fisikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pengukuranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Eksperimenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu -
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
36/38
36
Dalam konteks pendidikan di sekolah laboratorium mempunyai fungsi sebagai
tempat proses pembelajaran dengan metoda praktikum yang dapat memberikan
pengalaman belajar pada siswa untuk berinteraksi dengan alat dan bahan serta
mengobservasi berbagai gejala secara langsung. Kegiatan laboratorium/praktikum
akan memberikan peran yang sangat besar terutama dalam:
a. membangun pemahaman konsep;
b. verifikasi (pembuktian) kebenaran konsep;
c. menumbuhkan keterampilan proses (keterampilan dasar bekerja ilmiah) serta
afektif siswa;
d. menumbuhkan rasa suka dan motivasi terhadap pelajaran yang dipelajari;
e.
melatih kemampuan psikomotor.
Oleh karena itu kegiatan laboratorium/praktikum akan dapat meningkatkan
kecakapan akademik, sosial, dan vokasional. Magnesen yang dikutif oleh DePorter,
dkk. dan diterjemahkan oleh Nilandari (2000) mengemukakan:
Kita belajar:
10% dari apa yang kita baca,
20% dari apa yang kita dengar,
30% dari apa yang kita lihat,
50% dari apa yang kita lihat dan dengar,
70% dari apa yang kita katakan,
90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.
Sesusi dengan karakteristiknya bahwa IPA berupa sekumpulan pengetahuan
sebagai hasil penelitian dan pemikiran para ahli dan berupa sekumpulan
keterampilan-keterampilan dasar yang mencerminkan proses untuk mencapai hasil
tersebut. Dengan demikian agar para siswa dapat mengembangkan keterampilan-
keterampilan dasar yang mencerminkan proses dalam kegiatan ilmiah dengan
menggunakan pendekatan keterampilan proses diperlukan sarana penunjang, salah
satunya adalah Laboratorium IPA.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
37/38
37
E. Penutup
Penggunaan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA memiliki
beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut:
1. Kita mendidik anak-anak kita untuk masa depan yang akan datang, sementara
itu kita tidak mengetahui dengan pasti fakta-fakta IPA apa yang diperlukan
oleh anak-anak kita di masa yang akan datang. Tetapi karena berdasarkan
pengelaman bahwa proses-proses IPA dapat menolong manusia untuk
menemukan pengetahuan yang baru, maka kita percaya bahwa proses IPA yang
sama dan dapat dikuasai oleh anak-anak kita dapat digunakan oleh mereka
untuk memperoleh pengetahuan baru di masa yang akan datang.
2. Gagne menyebutkan bahwa pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan
kreatif serta mengemukakan bahwa anak yang telah mendapat pembelajaran
proses IPA ini akan mampu mempelajari IPA pada tingkat yang lebih tinggi
dalam waktu yang singkat. Siswa akan mempunyai konsepsi yang lebih baik
tentang IPA, yaitu suatu cara berpikir dan menemukan.
Pustaka:
Ausubel, D. (1963). The Psychology of Meaningful Verbal Learning. New York: Grune
& Stratton.
Ausubel, D. (1978).In defense of advance organizers: A reply to the critics. Review of
Educational Research, 48, 251-257.
Ausubel, D., Novak, J., & Hanesian, H. (1978).Educational Psychology: A Cognitive
View (2nd Ed.). New York: Holt, Rinehart & Winston.
Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
-
7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf
38/38
Novak, J. D. & Gowin, D.B. (1985).Learning How to Learn. Cambrige: Cambridge
University Press.
Joice,B. ,Weil, M., & Calhoun, E. (2000).Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon.