Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

download Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

of 38

Transcript of Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    1/38

    1

    Belajar dan Pembelajaran Fisika

    1. Belajar KonsepBelajar adalah suatu proses membuat pengertian melalui pengalaman dan terjadinya

    interaksi fikiran, perasaan dan tindakan.

    Menurut Gagne (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu

    organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dihasilkan dari

    pengalaman dan lingkungan di mana terjadi hubungan antara stimulus dan respon-

    respon.

    Pavlov (behaviorist) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku yang

    dapat diamati dan melibatkan terbentuknya hubungan-hubungan tertentu antara satu

    seri stimulus- stimulus dan respon-respon.

    Seorang guru yang menganut aliran ini berkeinginan untuk merubah perilaku siswanya

    yang tampak secara signifikan.

    Gagne, Ausubel dan Bruner (Gestalt-field) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu

    proses perolehan atau perubahan wawasan (insight), pandangan (outlook), harapan atau

    pola pikir dan mendefinisikan bahwa belajar sebagai reorganisasi perseptual atau

    Cognitive-fielduntuk memperoleh pemahaman.

    Seorang guru yang menganut teori ini berkeinginan untuk menolong siswanya

    mengubah pemahaman mereka tentang masalah-masalah dan situasi-situasi secara

    signifikan.

    Proses belajar dapat merubah struktur otak yang berjalan terus menerus seiring dengan

    perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang, sehingga perlulah

    difahami bahwa strategi belajar yang salah dan terus menerus dijalankan akan

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    2/38

    2

    mempengaruhi struktur otak yang pada akhirnya akan mempengaruhi cara seseorang

    dalam berperilaku

    2. Konsep

    Konsep adalah hasil berfikir abstrak manusia yang merangkum banyak pengalaman,

    dengan lebih dari satu benda, peristiwa atau fakta dan menyangkut perkaitan fakta-

    fakta atau pemberian pola pada fakta-fakta, konsep itu semacam simbol dan

    merupakan suatu generalisasi.

    Suatu konsep dapat dianggap kurang tepat disebabkan timbulnya pengetahuan baru

    sehingga konsep tersebut harus mengalami perubahan. Konsep itu berguna untuk

    membuat ramalan dan tafsiran.

    Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-

    batu pembangun (building blocks) berpikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi

    proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan

    generalisasi-generalisasi untuk memecahkan masalah seorang siswa harus mengetahui

    aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang

    diperolehnya.

    Menurut Ausubel (1968) konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu formasi

    konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Formasi

    konsep merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk

    sekolah, dan dapat disamakan dengan belajar konsep-konsep konkrit (Gagne, 1977).

    Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep-konsep selama

    dan sesudah sekolah.

    Pembentukan konsep merupakan proses induktif. Pembentukan konsep merupakan

    suatu bentuk belajar penemuan (discovery learning) dan pembentukan konsep

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    3/38

    3

    mengikuti pola contoh atau aturan dimana anak yang belajar dihadapkan pada

    sejumlah contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep tertentu.

    Melalui proses diskriminasi dan abstraksi ia menetapkan suatu aturan yang

    menentukan kriteria untuk konsep itu.

    Setelah masuk sekolah anak diharapkan belajar banyak konsep melalui proses

    asimilasi konsep, asimilasi konsep bersifat deduktif. Dalam proses ini anak-anak

    diberikan nama-nama konsep dan atribut-atribut dari konsep itu, berarti mereka akan

    belajar arti konseptual baru yang kemudian mereka akan menghubungkan atribut-

    atribut ini dengan gagasan relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka

    (Ausubel,1968).

    Para perilakuwan (behaviorist) menekankan bahwa belajar konsep dipengaruhi oleh

    faktor-faktor: - Pola reinforsmen dan umpan balik

    - Contoh-contoh positif dan negatif

    - Jumlah atributatribut

    Pendekatan perilaku mengemukakan bahwa belajar konsep menekankan prosedur-

    prosedur kondisi, sedangkan pendekatan kognitif menghubungkan belajar konsep pada

    struktur kognitif.

    3. Belajar Penemuan

    Jerome Bruner (1971), dalam teori belajarnya menganggap bahwa manusia sebagai

    pemroses, pemikir, dan pencipta informasi, karena individu yang belajar itu adalah

    manusia, membutuhkan motivasi dalam belajarnya, dapat dan bisa belajar serta dapat

    dan bisa berfikir. Teori belajarnya mengembangkan bagaimana seorang individu

    memilih, mempertahankan dan mentransformasi informasi secara aktif.

    Bruner beranggapan, bahwa Belajar Penemuan (discovery learning) akan lebih

    bermakna karena:

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    4/38

    4

    a. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif.

    b. Individu yang belajar berusaha sendiri menyelesaikan masalah.

    c. Dikatakan bermakna karena bertahan lama diingat, memiliki efek transfer lebih

    baik dan meningkatkan penalaran siswa serta kemampuan berfikir secara bebas

    d. Melatih keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.

    A. Penerapan belajar penemuan:

    a.Dapat menggunakan pemahaman tentang struktur konsep atau melalui peta

    konsep

    b.Tujuan-tujuan mengajar dirumuskan secara garis besar

    c.Cara yang digunakan siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama

    d.Guru mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah

    e.Guru tidak begitu mengendalikan proses belajar siswa

    f.Cara penyajian melalui enaktif (melalui tindakan), ikonik (berdasarkan pikiran

    internal) dan simbolik

    g.Penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip

    dasar mengenai suatu bidang studi, dan aplikasi prinsip-prinsip itu pada situasi

    baru

    B. Ciriciri dan kelebihan belajar penemuan:

    a. Ciri-ciri: - Terjadi proses interaktif, seorang individu yang belajar melalui suatu

    proses dimana perubahan dari hasil belajar tidak terjadi pada

    lingkungan saja tetapi pada diri individu itu sendiri.

    - Terjadi proses konstruksi, seorang individu yang belajar pada dirinya

    terjadi proses mengkonstruksi pengetahuannya dengan cara

    menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang

    disimpan untuk dapat mengkatagorikan sesuatu.

    b. Kelebihannya: membuat anak berfikir secara sistematis, mengetahui poses bukan

    produk dan pembelajaran terpusat pada siswa.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    5/38

    5

    Belajar dan Model Pembelajaran Fisika

    Belajar

    Belajar adalah proses membuat pengertian melalui pengalaman, terjadinya

    interaksi fikiran, perasaan dan tindakan. Keterampilan mengajar bagi guru hendaknya

    tampak dalam tindakan mengajar sains, strategi dan metodologinya.

    Teori belajar dikelompokkan menjadi dua pandangan yaitu Behaviorism dan

    Constructivism

    Pandangan Behaviorism

    Pavlov (behaviorist) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku

    yang dapat diamati dan melibatkan terbentuknya hubungan-hubungan tertentu antara satu

    seri stimulus- stimulus dan respon-respon.

    Seorang guru yang menganut aliran ini berkeinginan untuk merubah perilaku siswanya

    yang tampak secara signifikan Kaum behaviorist menyatakan bahwa pengetahuan itu

    diperoleh dengan memanfaatkan dan menggunakan semua panca indera, yang berarti

    pembelajarannya mengutamakan keterampilan secara fisik

    Belajar menurut kaum ini terjadi ikatan atau asosiasi antara peristiwaperistiwa

    (stimulus) dengan tanggapan (respon) Terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon

    dapat dalam bentuk latihan (law of exercise).dan akibat (low of effect) disini unsur

    terpenting adalah adanya penguatan (reinforcement).

    Pandangan Constructivism

    Pandangan Constructivism yang dikemukakan oleh Gagne, Ausubel dan Bruner

    (Gestalt-field ) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perolehan atau

    perubahan wawasan (insight), pandangan (outlook), harapan atau pola pikir dan

    mendefinisikan bahwa belajar sebagai reorganisasi perseptual atau Cognitive-field untuk

    memperoleh pemahaman.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    6/38

    6

    Seorang guru yang menganut teori ini berkeinginan untuk menolong siswanya mengubah

    pemahaman mereka tentang masalah-masalah dan situasi-situasi secara signifikan

    Proses belajar dapat merubah struktur otak yang berjalan terus menerus seiring dengan

    perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang, sehingga perlulah

    difahami bahwa strategi belajar yang salah dan terus menerus dijalankan akan

    mempengaruhi struktur otak yang pada akhirnya akan mempengaruhi cara seseorang

    dalam berperilaku.

    Pada proses pembelajaran kontruktivisme pengetahuan dibangun oleh individu sendiri

    sebagai interaksi dengan lingkungannya. Konstruktivis yang dikembangkan oleh Piaget,

    mempunyai pandangan bahwa seorang anak membangun pengetahuannya melalui

    berbagai jalan yaitu membaca, mendengar, bertanya, menelusuri dan melakukan

    eksperimen terhadap lingkungannya.

    Tujuan pendekatan konstruktivis adalah menghasilkan individu yang memiliki

    kemampuan berfikir yang dikonstruksi sendiri melalui latihan pemecahan masalah,

    sehingga memiliki cara yang sesuai dengan dirinya. Guru berfungsi sebagai mediator dan

    fasilitator dalam proses mengkonstruksi pengetahuan untuk siswanya.

    Kaum konstruktivis terbagi dalam:

    (a) konstruktivisme kognitif atau personal

    (b) konstruktivisme sosial

    (c) konstruktivisme kritis

    Piaget (konstruktivisme kognitif) berpandangan bahwa pengetahuan dibangun melalui

    mendengar, membaca, bertanya dan bereksperimen.

    Konstruktivis sosial mempunyai pandangan bahwa belajar dilakukan dengan cara

    berinteraksi dengan lingkungan sosial maupun fisik seseorang dengan demikian akan

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    7/38

    7

    timbul konteks sosial budaya dengan lingkungannya, sehingga terbentuk sikap

    menemukan (discovery) bagi seseorang yang belajar

    Konstruktivis kritis (Ausubel) berpandangan bahwa faktor yang paling penting dalam

    mempengruhi proses belajar adalah apa yang diketahui seseorang yang belajar. Ausubel

    lebih menekankan pada proses belajar bermakna yang berarti bahwa konsep atau

    informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada di dalam struktur

    kognitif. Perlu dilakukan suatu usaha, agar objek belajar (siswa) mampu mengikuti

    penjelasan dari gurunya untuk suatu konsep yang baru berdasarkan pemahaman yang

    siswa miliki. Dalam proses belajar mengajar, guru bersikap sebagai mediator untuk

    menjembatani antara pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa dengan pengetahuan

    yang hendak diperoleh siswa.

    Pembelajaran untuk individu yang belajar dituntut menggunakan kedua pandangan

    tersebut.

    Model Pembelajaran

    Seorang guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya harus memiliki

    keterampilan dan mendalami bentuk-bentuk model pembelajaran.

    Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu pola mengajar yang

    menerangkan proses, menyebutkan dan menghasilkan situasi lingkungan tertentu yang

    menyebabkan para siswa berinteraksi dengan cara terjadinya perubahan khusus pada

    tingkah laku mereka, dengan kata lain penciptaan suatu situasi lingkungan yang

    memungkinkan terjadinya proses belajar. Model-model pembelajaran dapat

    dikembangkan antara lain melalui perbedaan pendekatan dalam proses pembelajarannya

    sehingga diharapkan terjadi perubahan tingkah laku para siswa. Untuk maksud itulah

    dikembangkan bermacam-macam model pembelajaran untuk menolong guru dalam

    meningkatkan kemampuannya dalam mengelola pembelajarannya sehingga dapat

    menjangkau lebih banyak siswa dan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih

    kaya dan lebih luas bagi mereka.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    8/38

    8

    Ciri-ciri suatu Model Pembelajaran

    Suatu model pembelajaran yang baik mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut:

    1. Memiliki Scientific procedure, maksudnya model pembelajaran harus memiliki

    suatu prosedur sistimatis untuk merubah tingkah laku para siswa.

    2. Memiliki perincian dari hasil belajar (specification of learning outcome),

    maksudnya semua model pembelajaran menyebutkan hasil-hasil belajar secara

    mendetail mengenai penampilan siswa (student performance).

    3. Menyebutkan lingkungan belajar (specification of environment), maksudnya

    setiap model pembelajaran menyebutkan secara pasti kondisi- kondisi lingkungan

    dimana respon para siswa diobservasi.

    4. Kriteria penampilan (criterion of performance) maksudnya suatu model

    pembelajaran menunjukkan kriteria penampilan yang diharapkan dari para siswa

    dan merencanakan tingkah laku yang diharapkan dari siswa yang dapat

    didemonstrasikannya setelah langkah-langkah pembelajaran tertentu.

    5. Cara-cara pelaksanaannya (specification of operations), maksudnya semua model

    pembelajaran menyebutkan mekanisme yang menunjukkan reaksireaksi siswa

    dan interaksinya dengan lingkungan.

    Mengapa perlu dikembangkan model pembelajaran? Apakah fungsi dan peranannya?

    Fungsi dan peran model pembelajaran:

    Seperti sudah kita ketahui bahwa model pembelajaran bermaksud menolong para

    guru dalam proses belajar mengajar dan memegang peranan dalam beberapa hal yaitu:

    - Membimbing. Suatu model pembelajaran sangat berguna dalam menolong

    guru menentukan apa yang harus dilakukannya dalam rangka pencapaian

    tujuan pembelajaran.

    - Mengembangkan kurikulum. Suatu model pembelajaran menolong

    pengembangan kurikulum bagi kelas-kelas pada tingkat pendidikan yang

    berbeda.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    9/38

    9

    - Penentuan materi pelajaran. Suatu model pembelajaran menyebutkan secara

    mendetail macam-macam jenis materi pengajaran yang akan digunakan oleh

    guru demi terjadinya perubahan-perubahan pada kepribadian para siswa.

    - Peningkatan dalam mengajar. Suatu model menolong proses belajar

    mengajar dalam hal peningkatan efektifitas mengajar.

    Syntax beberapa model pembelajaran:

    Berikut ini dikemukakan bebrapa syntax model pembelajaran yang dapat kita

    gunakan dalam pembelajaran fisika.

    1. Syntax Model Pembelajaran Penylidikan Berkelompok (Group

    Investigation).

    Fase satu: Menghadapi Masalah, dalam fase ini siswa dihadapkan pada suatu

    kondisi/peristiwa yang membuat siswa bertanya-tanya.

    Fase dua: Reaksi, dalam fase ini siswa mendiskusikan dan menuliskan

    kemungkinan jawaban terhadap kejadian tersebut dalam kelompoknya.

    Fase tiga: Formulasi, dalam fase ini siswa menentukan apa yang harus

    dipelajari oleh masing-masing anggota kelompok, peran setiap anggota

    kelompok.

    Fase empat: Penyelidikan, di fase ini siswa secara berkelompok melakukan

    penelitian untuk membuktikan kebenaran jawabannya.

    Fase lima: Analisis, dalam fase ini siswa siswa menganalisa dan melaporkan

    hasil penelitiannya.

    Fase enam: Pengulangan kegiatan, siswa mengulangi kegiatan fase dua sampai

    lima jika menemukan persoalan/masalah baru.

    2. Syntax Model Pembelajaran Berpikir Induktip

    Strategi satu: Pembentukan Konsep

    Fase satu: siswamenyebutkan dan menyusun daftar data.

    Fase dua: siswa mengelompokan data.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    10/38

    10

    Fase tiga: siswa memberi nama dan mengkategorikan/klasifikasi data.

    Strategi dua: Interpretasi Data

    Fase empat: siswa mengidentifikasi hubungan antar data yang diperolehnya.

    Fase lima: siswa menyelidiki bagaimana hubungan itu.

    Fase enam: siswa membuat kesimpulan.

    Strategi tiga:Aplikasi konsep/prinsip

    Fase tujuh: siswameramalkan konsekuensi, menjelaskan kejadian/fenomena

    yang tidak umum, berhipotesa.

    Fase delapan: siswa menjelaskan atau mendukung prediksi dan hipotesa

    yang telah dibuatnya.

    Fase sembilan: siswa membuktikan prediksinya.

    3. Syntax Model pembelajaran Pelatihan Inquiry

    Fase satu: Menghadapi Masalah

    Guru memberikan masalah dan menerangkan langkah-langkah penyelidikan

    Guru menyajikan fenomena yang memerlukan beberapa penjelasan/jawaban yang

    harus dicari oleh siswa.

    Fase dua: Mengumpulkan data lewat verifikasi.

    Siswa mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan fenomena yang

    terjadi.

    Siswa menghubungkan data-data tersebut dengan apa yang pernah mereka lihat

    atau alami.

    Fase tiga: Mengumpulkan data lewat eksperimen (percobaan)

    Siswa mencari dan menentukan variabel-variabel yang berhubungan denganfenomena yang disajikan melalui percobaan.

    Melalui percobaan, siswa berusaha membuktikan jawabannya/hipotesanya.

    Fase empat: Mengolah data dan memformulasi penjelasan.

    Siswa mengolah dan menganalisa data yang diperolehnya dan membentuk suatu

    penjelasan tentang fenomena/masalah yang dialaminya di awal pembelajaran.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    11/38

    11

    Fase lima: Analisa tentang proses penyelidikan.

    Siswa mengemukakan kesulitan- kesulitan yang dialaminya selama melakukan

    penyelidikan dan mencari jalan keluar agar dapat melakukan kegiatan yang serupa

    lebih baik lagi.

    4. Syntax Model Pembelajaran Simplified Problem Based Learning

    Model yang disederhanakan ini adalah sebuah model yang langkah-langkah/fase-

    fase nya dapat diulang. Langkah dua sampai lima dapat diulang dan ditinjau kembali jika

    da informasi/pengetahuan baru sehingga memerlukan pendefinisian kembali masalah

    yang telah dipaparkan kepada siswa. Langkah ke enam dapat terjadi beberapa kali

    manakala guru memberi penekanan/penguatan pada apa yang dilakukan siswa

    sebelumnya.

    Fase satu: Pemberian Masalah

    Siswa mendapatkan masalah yang telah disusun oleh guru. Siswa tidak perlu

    mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memecahkan masalah tersebut. Hal

    ini berarti siswa harus berkelompok untuk mencari /mempelajari

    informasi/pengetahuan atau ketrampilan baru untuk terlibat dalam proses

    pemecahan masalah.Fase dua: Menuliskan Apa yang Diketahui

    Siswa berkelompok menuliskan apa yang mereka ketahui dari permasalahan

    yang diberikan guru.

    Fase tiga: Menuliskan Inti Permasalahan

    Siswa menuliskan pernyataan tentang inti permasalahan/yang dipertanyakan dan

    harus muncul dari siswa.

    Fase empat: Menuliskan cara pemecahan masalah

    Siswa menuliskan beberapa cara untuk memecahkan masalah tersebut dan

    memutuskan mana yang terbaik.

    Fase lima: Menuliskan tindakan/kerja yang akan dilakukan

    Siswa menuliskan dan mengerjakan tindakan/kerja yang mereka lakukan untuk

    memcahkan masalah tersebut.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    12/38

    12

    Fase enam: Melaporkan hasil kegiatan

    Siswa melaporkan hasil kegiatannya kepada kelas yang meliputi proses yang

    dilakukan dan hasilnya.

    Hakekat IPA (Fisika)

    Fisika dapat dipandang sebagai sebuah produk, proses dan perubahan sikap. Jika

    dipandang sebagai sebuah produk maka yang kita lihat Fiska adalah sekumpulan fakta,

    konsep, hukum/prinsip, rumus dan teori yang harus kita pelajari dan fahami. Fisika berisi

    fenomena, dugaan, hasil-hasil: pengamatan, pengukuran dan penelitian yang

    dipublikasikan, jika kita melihatnya sebagai sebuah proses. Jika dilihat sebagai suatu

    perubahan sikap, maka Fisika akan berisi rasa ingin tahu, kepedulian, tanggung jawab,

    kejujuran, keterbukaan dan kerjasama. Seseorang yang membelajarkan dirinya dan orang

    lain dalam bidang fisika, seharusnya tidak memilih salah satu dari pandangan tersebut.

    Ketiga pandangan tersebut harus dipilih sebagai satu kesatuan sehingga proses

    pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang berkompetensi tinggi. Hasil yang baik dari

    suatu proses pembelajaran akan ditentukan oleh kesesuaian antara bahan ajar dengan

    model pembelajaran yang dipilih guru. Berikut ini kita lihat contoh silabus dalam KTSP:

    Kompetensi

    Dasar

    Indikator Pengalaman belajar Penilaian

    1.1 Mendeskripsikan

    besaran pokok dan

    besaran turunan

    beserta satuannya

    Mengidentifikasi

    besaran-besaran fisika

    dalam kehidupan sehari-

    hari kemudian

    mengelompokkannya ke

    dalam besaran pokok

    dan turunan.

    - Menunjukkan beberapa besaran

    yang biasa digunakan sehari-hari

    - Membedakan besaran-besaran

    tersebut sebagai besaran pokok

    dan besaran turunan

    - Mendiskusikan pengertian besaran

    pokok dan besaran turunan

    Tes tertulis

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    13/38

    13

    Kompetensi

    Dasar

    Indikator Pengalaman belajar Penilaian

    Menggunakan satuan

    Internasional dalam

    pengukuran

    - Menunjukkan beberapa satuan

    yang biasa digunakan secara

    internasional

    - Menggunakan satuan internasional

    dalam melakukan pengukuran

    Tes tertulis

    Tes kinerja

    Mengkonversi satuan

    panjang, massa dan

    waktu secara sederhana

    - Mendiskusikan cara mengkonversi

    satuan dari besaran yang sejenis

    - Menunjukkan konversi satuan dari

    suatu besaran yang sejenis

    Tes tertulis

    Setelah melihat indikator dan pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa,

    apakah kita masih melihat Fisika sebagai salah satu dari sebuah produk, proses atau

    perubahan sikap? Jika kita lihat contoh silabi di atas, terlihat jelas bahwa membelajarkan

    siswa dalam fisika berarti melatih mereka untuk mempunyai kemampuan yang baik

    dalam ranah-ranah kognitf, afektif dan psikomotor. Bagaimana kita menyiapkan kelas

    kita untuk mencapai hal ini ?

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    14/38

    14

    Belajar Bermakna/Teori Subsumsi

    (David Ausubel)

    I hti sar (overview)

    Teori Ausubel lebih memperhatikan bagaimana individu belajar sejumlah materi secara

    bermakna dari sajian verbal/teks di sekolah (berbeda dengan teori-tori yang

    dikembangkan dalam konteks percobaan-percobaan yang dilaksanakan di laboratorium).

    Menurut Ausebel, belajar dapat dikategorikan ke dalam 2 dimensi. Dimensi pertama,

    berhubungan dengan cara bagaimana informasi/materi pembelajaran tersebut disajikan

    kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara

    bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif (fakta-fakta,

    konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa)

    yang telah ada. Kedua dimensi tersebut, yaitu penerimaan/penemuan dan

    hafalan/bermakna, tidak menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu

    continuum.

    Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Menurut Ausebel, belajar

    bermakna akan terjadi bila si pembelajar dapat mengaitkan informasi yang baru

    diperolehnya dengan konsep-konsep (dikenal sebagai subsumer-subsumer) relevan yangterdapat dalam struktur kognitif si pembelajar tersebut. Akan tetapi, bila si pembelajar

    hanya mencoba menghafalkan informasi baru tadi tanpa menghubungkan dengan konsep-

    konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, kondisi ini dikatakan sebagai belajar

    hafalan.

    Seperti kita tahu bahwa informasi disimpan di daerah-daerah tertentu dalam otak. Dengan

    berlangsungnya belajar akan dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak terutama

    sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip dengan informasi yang sedang

    dipelajari. Dalam belajar bermakna, informasi baru diasimilasikan pada subsumer-

    subsumer relevan yang yang telah ada dalam struktur kognitif. Proses interaktif antara

    informasi yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer yang telah ada tersebut

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    15/38

    15

    dikenal sebagai proses subsumsi. Belajar bermakna yang baru mengakibatkan

    pertumbuhan dan modifikasi subsumer-subsumer yang telah ada tersebut.

    Informasi yang dipelajari secara bermakna, biasanya lebih lama diingat daripada

    informasi yang dipelajari secara hafalan. Tetapi, ada kalanya unsur-unsur yang telah

    tersubsumsi tidak dapat dikeluarkan lagi dari memori (sudah dilupakan), hal ini terjadi

    karena beberapa bagian subsumer berintegrasi dengan yang lain sehingga mereka

    kehilangan identitas individunya. Dapat juga, karena subsumer tersebut telah kembali

    pada keadaan sebelum terjadi subsumsi. Kondisi seperti ini menurut Ausebel disebut

    subsumsi obliteratif (subsumsi yang telah rusak).

    Teori Ausubel di atas, nampaknya memiliki kesamaan-kesamaan (commonalities) dengan

    teori Gestalt dan keduanya melibatkan suatu skema sebagai suatu prinsip yang sentral.

    Juga teori Ausebel ini memiliki kesamaan dengan model belajar spiral yang

    dikemukakan olehBruner. Selanjutnya, walupun Ausebel menekankan bahwa subsumsi

    melibatkan reorganisasi dari struktur kognitif yang ada tapi tidak mengembangkan

    struktur yang baru seperti yang disarankan para ahli konstruktivisme. Ausubel kelihatan

    dipengaruhi juga oleh hasil kerja dariPiagetuntuk perkembangan kognitif.

    Walaupun Ausebel sangat menekankan agar para guru diharapkan mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki para siswanya agar belajar bermakna dapat berlangsung, tetapi

    Ausebel belum dapat menyediakan alat untuk mengukur hal tersebut. Baru ahli

    pendidikan berikutnya, yaitu Novak (1985) dalam bukunyaLearning how to learn

    mengemukakan bahwa hal tersebut dapat digali melalui pertolongan yang dikenal dengan

    peta konsepatau pemetaan konsep.

    Bagaimana sebenarnya subsumer-subsumer tersebut diperoleh dan dibentuk?

    Menurut Ausebel, konsep-konsep dapat diperoleh dalam 2 (dua) cara; yaitu (1) sebelum

    anak-anak masuk sekolah yang disebut formasi konsep dan (2) pada saat selama dan

    sesudah sekolah yang dikenal dengan asimilasi konsep. Jadi, waktu anak masuk usia

    sekolah mereka sudah memperoleh konsep-konsep seperti; meja, atas, kursi, berlari, dan

    lain-lain. Konsep-konsep tersebut disimpan dalam struktur kognitif yang disebut dengan

    http://tip.psychology.org/schema.htmlhttp://tip.psychology.org/schema.htmlhttp://tip.psychology.org/bruner.htmlhttp://tip.psychology.org/bruner.htmlhttp://tip.psychology.org/bruner.htmlhttp://tip.psychology.org/piaget.htmlhttp://tip.psychology.org/piaget.htmlhttp://tip.psychology.org/piaget.htmlhttp://tip.psychology.org/piaget.htmlhttp://tip.psychology.org/bruner.htmlhttp://tip.psychology.org/schema.html
  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    16/38

    16

    subsumer-subsumer. Selanjutnya, Ausebel mengatakan bahwa pembentukan konsep

    tersebut merupakan suatu bentuk belajar penemuan (discovery learning), paling sedikit

    dalam bentuk primitif, melibatkan proses-proses psikologi seperti analisis, diskriminatif,

    abstraksi, diferensiasi, pembentukan hipotesis dan pengujian, dan generalisasi.

    Pembentukan konsep ini juga ditunjukkan oleh orang-orang dewasa dalam situasi

    kehidupan nyata dan dalam laboratorium, tetapi dengan tingkat sofistikasi yang lebih

    tinggi.

    Faktor dan prasyarat apa saja yang mempengaruhi belajar pener imaan bermakna i tu?

    Menurut Ausebel, faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna ialah

    struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang

    studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas

    dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi yang baru masuk ke dalam struktur

    kognitif itu, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif

    tersebut stabil, jelas, dan teratur dengan baik maka arti-arti yang sahih (valid) dan jelas

    akan timbul, dan cenderung bertahan. Sebaliknya, jika struktur kognitif tersebut tidak

    stabil, meragukan, dan tidak teratur maka struktur kognitif tersebut cenderung

    menghambat belajar dan retensi.

    Selanjutnya, menurut Ausebel ada prasyarat-prasyarat tertentu agar terjadinya belajar

    bermakna.Pertama, materi yang dipelajari harus bermaknasecara potensial, maksudnya

    materi pelajaran tersebut harus memiliki kebermaknaan logis. Materi yang memiliki

    kebermaknaan logis merupakan materi yang konsisten dengan apa yang telah diketahui

    (disebut materi nonarbitrer) dan materi tersebut dapat dinyatakan dalam berbagai cara,

    tanpa mengubah arti (disebut materi substantif). Selain itu, aspek lain dari materi

    bermakna potensial ini adalah dalam struktur kognitif siswa harus adagagasan-gagasan

    yang relevan. Artinya, pembelajaran harus memperhatikan pengalaman siswa, tingkat

    perkembangan mereka, intelegensi, dan usia. Bila para siswa tidak memiliki pengalaman

    yang diperlukan mereka untuk mengaitkan atau menghubungkan isi pembelajaran

    tersebut, maka isi pembelajaran akan dipelajari secara hafalan.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    17/38

    17

    Kedua, siswa yang akan belajar harus mempunyai niat/tujuan dan kesiapan untuk

    melaksanakan belajar bermakna. Tujuan belajar siswa merupakan faktor utama dalam

    belajar bermakna. Banyak siswa yang mengikuti pembelajaran nampaknya tidak relevan

    dengan kebutuhan mereka pada saat itu. Dalam pembelajaran yang demikian, materi

    dipelajari secara hafalan. Para siswa kelihatan dapat memberikan jawaban yang benar

    tanpa menghubungkan materi itu pada aspek-aspek lain dalam struktur kognitif mereka.

    Jadi, agar terjadi belajar bermakna materi pelajaran harus bermakna secara logis, siswa

    harus bertujuan untuk memasukkan materi pembelajaran tersebut ke dalam struktur

    kognitifnya, dan dalam struktur kognitif siswa harus terdapat unsur-unsur yang cocok

    untuk mengaitkan atau menghubungkan materi yang baru tersebut secara non-arbitrer dan

    substantif. Jika salah satu komponen ini tidak ada, maka materi itu kalaupun dipelajari,akan dipelajari secara hafalan saja (Roser, 1984).

    Apa kelebihan dari belajar bermakna tersebut?

    Menurut Ausebel dan Novak, ada 3 (tiga) kebaikan dari belajar bermakna, yaitu:

    1. Informasi yang dipelajari secara bermakna akan lebih lama diingat.

    2. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-

    subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran

    yang mirip.

    3. Informasi yang dilupakan setelah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek

    residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip,

    walaupun telah terjadi peristiwa lupa.

    Pembelajaran yang bagaimana agar berlangsung belajar bermakna tersebut?

    Ausebel berpendapat bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar

    adalah apa yang telah diketahui siswa. Inilah yang harus diyakini dan pembelajaran

    terhadap siswa harus didasarkan kepada hal ini.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    18/38

    18

    Selanjutnya, agar terjadi belajar bermakna seperti yang telah dijelaskan di atas, ada

    beberapa konsep dan prinsip-prinsip lain yang perlu diperhatikan. Pertama, mengenai

    mekanisme pembelajaran yang utama yang diusulkan Ausebel adalah menggunakan

    advance organizers(pengatur awal).Organizers tersebut diperkenalkan pada bagian

    awal/pendahuluan dari suatu pembelajaran, dan juga disajikan dengan abstraksi tingkat

    tinggi, secara umum, dan paling inklusif (inclusiveness). Selanjutnya, Ausubel

    menekankan bahwa advance organizers adalah berbeda dari overviews (ikhtisar) dan

    summary (kesimpulan) yang secara sederhana menekankan pada ide-ide kunci dan

    disajikan secara umum pada bagian akhir dari materi pembelajaran yang disampaikan.

    Organizers bekerja sebagai suatu jembatan atau semacam pertolongan mental

    pengsubsumsian antara materi pembelajaran yang baru dengan ide-ide yang sudah ada.

    Dengan kata lain, pengatur awal ini mengarahkan siswa ke materi yang akan mereka

    pelajari, dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan

    yang dapat dipergunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan yang baru.

    Kedua, adalah selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan

    elaborasi konsep-konsep yang tersubsumsi. Menurut Ausubel, pengembangan konsep

    berlangsung paling baik, bila unsur-unsur yang paling umum, paling ingklusif dari suatu

    konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan kemudian baru diberikan hal-hal yang lebih

    mendetail dan lebih khusus dari konsep itu. Jadi, model belajar yang diusulkan oleh

    Ausubel adalah dari hal umum ke hal khusus. Oleh karena itu, dalam memberikan proses

    pembelajaran kepada siswa kita harus pandai-pandai memilih mana konsep yang bersifat

    umum dan superordinat dan mana konsep-konsep yang bersifat lebih khusus dan

    subordinat. Proses penyusunan konsep seperti itu dikatakan diferensiasi progresif.

    Ketiga, adalah mengenai prinsip penyesuaian/rekonsiliasi integratif. Kadang-kadang

    siswa dihadapkan kepada suatu kenyataan yang disebut pertentangan/komplik kognitif

    (cognitive dissonance/conflict). Menurut Ausebel, dalam pembelejaran bukan hanya

    urutan menurut diferensiasi progresif saja yang diperhatikan, melainkan juga harus

    diperhatikan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep

    superordinat. Kita harus memperlihatkan secara eksplisist bagaimana arti-arti baru

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    19/38

    19

    dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit, dan

    bagaimana konsep-konsep yang tingkatanya lebih tingi sekarang mengambil arti baru.

    .

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    20/38

    20

    Konstruktivisme

    Pendahuluan

    Konstruktivisme adalah sebuah nama yang diberikan untuk sekumpulan teori

    belajar yang daerah cakupannya berada diantara pandangan/teori kognitif dan humanistik

    (perilaku manusia). Jika pandangan behavioristik melihat mahluk hidup sebagai sebuah

    kotak hitam, maka teori kognitif melihat perlunya kemampuan berpikir (mind) dalam

    memaknai sesuatu yang muncul di depannya. Meskipun demikian, masih ada orang yang

    berpendapat bahwa peran seorang pelajar(siswa) adalah melulu untuk meniru apa yang

    dilakukan/diberikan oleh gurunya ( digugu ditiru). Konstruktivisme terutama dalam

    kehidupan social, memandang bahwa siswa harus lebih aktif terlibat dalam suatu usaha

    kerjasama dengan gurunya dalam menciptakan (membangun) sebuah pemahaman baru

    tentang apa yang seddang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan sebuah

    paham/teori (yang dipelopori oleh John Dewey) yang baru saja lahir, tapi ada

    kemungkinan kita baru mulai mengenalnya. Paham ini dapat kita tinjau dari sisi

    perkembangan kognitif dan sosial seorang anak manusia.

    Konstruktivisme,perkembangan kognitif dan sosial anak

    Perkembangan seorang anak manusia dapat dilihat melalui dua sisi yaituperkembangan kognitif dan perkembangan sossialnya. Berdasarkan peninjauan dari

    kedua sisi tersebut maka kita dapat membagi konstruktivisme menjadi dua sisi yang satu

    sama lain saling memperkuat yaitu:

    Konstruktivisme Kognitif

    Di sisi ini para ahli pendidikan ( Dewey, Piaget) memandang bahwa belajar

    adalah bagaimana seorang individu mengerti dan memahami sesuatu yang

    dipelajarinya dalam sebuah proses yang berkaitan dengan tahap-tahap

    perkembangan mental dan gaya belajar dari individu tersebut.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    21/38

    21

    Konstruktivisme sosial

    Di daerah ini para ahli pendidikan yang dipelopori oleh Vygotsky melihat bahwa

    pengertian dan pemahaman sesuatu yang dipelajari seorang anak berkembang/

    tumbuh dari interaksi dengan lingkungan sosialnya.

    Adanya dua sisi ini memperlihatkan bahwa berbagai macam teori belajar yang ada

    mempunyai kecocokan dengan kerangka kerja para penganut konstruktivisme. Para

    konstruktivist menekankan pentingnya pembelajar(siswa) sebagai pembuat pengertian

    (maker of meanings) yang artinya siswa adalah pusat dari kegiatan pembelajaran. Guru

    berperan sebagai mitra dialog siswa agar siswa tersebut dapat membangun pengertian dan

    pemahamannya sejalan dengan orang-orang di sekitarnya. Ada dua hal yang mendukung

    pengelolaan pembelajaran yang disebutkan tadi yaitu:

    Pandangan John Dewey menekankan perlunya pengalaman belajar yang didapat

    siswa dalam proses pendidikannya.

    Hasil penelitian Piaget memperlihatkan bahwa isi pikiran seorang anak tidaklah

    kosong tapi mengolah dengan aktif apa yang dialami dan dilihatnya melalui

    mekanisme akomodasi dan asimilasi.

    Paparan tersebut di atas akan membantu kita dalam memahami apa yang disebutkonstruktivisme itu.

    Arti Konstruktivisme

    Istilah konstruktivisme mengacu kepada pemikiran bahwa pembelajar(siswa)

    membentuk/membangun sendiri pengetahuannya. Setiap orang secara individual atau

    berkelompok membentuk/membangun pengertian/pemahaman tentang apa yang

    dipelajarinya. Membentuk/membangun pengertian/pemahaman adalah sama dengan

    belajar, tidak ada arti/kata lain untuk medefinisikan belajar. Ada dua konsekuensi yang

    kita hadapi dari pandangan ini:

    1. Guru harus memperhatikan apa yang siswa pikirkan tentang apa yang

    dipelajarinya bukan bahan ajarnya.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    22/38

    22

    2. Tidak ada pengetahuan yang berdiri sendiri yang berkaitan dengan pemahaman

    yang dibangun siswa terhadap apa yang dialami dan dipelajarinya.

    Kedua konsekuensi di atas akan membuat kita para guru untuk dapat menyeimbangkan

    antara memberi tahu siswa tentang mana yang paling benar atau membiarkan mereka

    membentuk alam pikirannya sendiri.

    Prinsip-prinsip Pembelajaran Konstruktivist

    Para konstruktivist menyusun beberapa prinsip untuk memandu para guru jika

    melakukan pembelajaran yang mengacu pada pandangan konstruktivisme. Prinsip-prinsip

    ini disusun berdasarkan keyakinan bahwa pembelajaran mengandung pembentukan

    pemahaman yang dilakukan oleh individu-individu yang terlibat dalam pembelajaran,

    sehingga susunannya seperti berikut:

    1. Pembelajaran adalah sebuah proses aktif dimana siswa menggunakan sensor

    inputnya dan membentuk/membangun pemahamannya.

    2. Siswa belajar untuk mempelajarai apa yang mereka pelajari. Pembelajaran berisi

    baik membentuk/membangun pemahaman dan membentuk/membangun system

    pemahaman.

    3. Pembentukan/pembangunan pemahaman adalah proses mental, terjadi dalam

    pikiran/otak.

    4. Bahasa yang digunakan mempengaruhi pembelajaran.

    5. Pembelajaran adalah sebuah kegiatan social, menyangkut hubungan antar

    individu dan kelompok.

    6. Pembelajaran haruslah bersifat kontekstual.

    7. Seseorang memerlukan pengetahuan utnuk dapat mempelajari sesuatu.

    8.

    Pembelajaran memerlukan waktu.

    9. Motivasi adalah komponen kunci dalam pembelajaran.

    Kesembilan prinsip tadi harus ada dalam benak seorang guru jika dia membelajarkan

    anak didiknya dalam dunia konstruktivisme.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    23/38

    23

    Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Pembelajaran

    Konstruktivisme berpengaruh terhadap pembelajaran dalam tiga hal yaitu

    kurikulum, kegiatan belajar mengajar dan asesmen. Pengaruh kontruktivisme dalam tiga

    hal tadi kita uraikan sebagai berikut:

    Kurikulum.

    Konstruktivisme menghindari penggunaan kurikulum yang seragam karena

    paham ini mengakui adanya pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran

    berlangsung. Paham ini menghendaki adanya kurikulum yang disesuaikan dengan

    kemampuan awal siswa. Paham ini juga sangat mementingkan adanya hands-on

    problem solving.

    Kegiatan Belajar Mengajar

    Dalam area konstruktivisme, pusat perhatian guru adalah bagaimana

    menghubungkan fakta-fakta di sekitarnya dan memperkuat pemahaman yang baru

    diperoleh oleh siswa. Guru harus merancang strategi belajar mengajarnya agar

    dapat mengakomodir respon siswanya dan membimbing siswanya, sehingga

    siswa berkemampuan untuk melakukan analisa, interpretasi dan memprediksi

    sesuatu berdasarkan data/informasi yang diperolehnya. Guru juga harus banyak

    menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat open-ended agar terjadi dialogyang baik di dalam kelas.

    Assessment

    Konstruktivisme menghindari penggunaan penilaian yang melulu mengacu pada

    tes yang seragam untuk menentukan nilai pencapaian siswa. Assessment menjadi

    bagian penting dari kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mempunyai peran

    yang lebih besar dalam menilai apa yang telah mereka capai.

    Hal-hal tersebut memperlihatkan bahwa dalam konstruktivisme, siswa adalah pusat

    kegiatan yang harus difasilitasi oleh yang lebih dewasa(guru). Salah satu fasilitas yang

    dapat disediakan oleh guru dalah memilih model pembelajaran yang dapat mewadahi

    prinsip-prinsip pembelajaran konstruktivisme di atas. Model-model pembelajaran itu

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    24/38

    24

    seperti Inquiry, Problem Based Learning, Colaborative Learning, Berpikir Induktip dan

    berbagai tipe dari strategi Cooperative Learning. Model-model pembelajaran ini harus

    dipelajari tahapan-tahapan penyajiannya di kelas dengan seksama oleh guru sebelum

    digunakan.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    25/38

    25

    PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM IPA

    A. Hakikat IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)IPA atau ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang pokok bahasannya adalah alam

    dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam IPA adalah sebab-akibat, hubungan

    kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Menurut Powler (Winataputra

    dkk. 1993) IPA adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan

    dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan induksi.

    Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis

    atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil

    observasi dan eksperimen. Sesuai dengan kenyataan bahwa aktivitas dalam IPA

    selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan

    dan kerajinan. Dengan demikian IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang

    benda tak hidup dan makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir,

    dan cara memecahkan masalah. Ilmuwan IPA selalu tertarik dan penuh perhatian

    terhadap peristiwa alam, selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa

    tentang suatu gejala alam dan hubungan kausalnya.

    Di dalam IPA, terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap, proses atau metodologi, dan

    hasil yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sikap dalam hal ini adalah sikap

    manusia yang selalu ingin tahu tentang benda-benda, makhluk hidup, hubungan

    sebab-akibatnya, akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang selalu ingin

    dipecahkan dengan prosedur yang benar. Prosedur tersebut meliputi metode ilmiah.

    Metode ilmiah mencakup hipotesis, pembuatan desain eksperimen atau evaluasiatau pengukuran, dan akhirnya menghasilkan suatu produk berupa fakta, prinsip,

    teori, hukum, dan sebagainya.

    IPA yang saat ini berkembang disebut sebagai IPA modern. Berbeda dengan IPA

    sebelumnya, pada IPA modern digunakan matematika atau statistika dalam

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    26/38

    26

    pengukuran dan perhitungan untuk menetapkan kebenaran. IPA yang demikian

    disebut juga dengan IPA kuantitatif, sedangkan IPA yang tidak menggunakan

    matematika atau statistika untuk menentukan kebenaran disebut IPA kualitatif. Pada

    IPA kuantitatif kebenaran ilmiah atas suatu konsep diperoleh bila konsep atau

    pernyataan tersebut telah sesuai dengan objek atas dasar pengamatan.

    B. Proses Pembelajaran

    Prinsip proses pembelajaran adalah belajar, sedangkan belajar adalah suatu proses

    perubahan perilaku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Oleh karena

    itu, pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang kondusif sehingga proses

    belajar dapat tumbuh dan berkembang. Karena pembelajaran bersifat rekayasa perilaku,

    maka proses pembelajaran terikat dengan tujuan. Dari sudut pandang sosiologis, proses

    pembelajaran adalah proses penyiapan peserta didik untuk dapat menjalankan

    kehidupannya di masyarakat. Sekolah adalah suatu sistem sosial yang merupakan

    miniatur masyarakat luas. Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak akan terlepas dari

    proses sosialisasi, dan apa yang dipelajari di sekolah seharusnya merupakan cerminan

    keadaan nyata di sekitar peserta didik yang dapat dimanfaatkan atau diimplementasikan

    dalam masyarakat.

    Permasalahan dalam proses pembelajaran dewasa ini adalah kecenderungan bahwa para

    siswa hanya terbiasa menggunakan sebagian kecil saja dari potensinya atau kemampuan

    berpikirnya. Dikhawatirkan mereka menjadi malas untuk berpikir dan terbiasa malas

    berpikir mandiri. Kecenderungan ini sama saja dengan proses pemandulan dan sama

    sekali bukan proses pencerdasan. Para siswa dan juga gurunya masih terbiasa belajar

    dengan domain kognitif rendah. Oleh karena itu, metode berpikir dalam kegiatan mereka

    belajar pun belum menyentuh domain afektif dan konatif yang diperlukan. Aspek lain

    berkenaan dengan konsep diri dan proses mengembangkan kemandirian dalam berpikir,

    bersikap, dan berperilaku. Belajar berani berpikir objektif, apalagi berbeda dengan buku

    dan keterangan guru, berpikir logis atau kritis, dialogis dan argumentatif umumnya masih

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    27/38

    27

    langka di sekolah-sekolah kita. Selain itu sistem penilaian secara formatif masih amat

    terbatas jika dibandingkan dengan penilaian sumatif.

    Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas riil di lapangan, kegiatan pembelajaran

    di sekolah pada umumnya cenderung monoton dan tidak menarik, sehingga beberapa

    pelajaran ditakuti dan selalu dianggap sulit oleh siswa, misalnya matematika dan IPA.

    Hal ini ditunjukkan oleh adanya korelasi positif dengan perolehan Nilai Ujian Nasaional

    (NUN) pelajaran tersebut yang selalu menempati urutan terendah. Beberapa penyebabnya

    adalah karena pembelajaran IPA di sekolah: (a) lebih menekankan pada aspek kognitif

    dengan menggunakan hafalan dalam upaya menguasai ilmu pengetahuan, bukan

    mengembangkan ketrampilan berpikir, (b) mengembangkan aktualisasi konsep, tanpa

    diimbangi pengalaman konkret dan eksperimen aktif, dan (c) hanya menyangkut

    substansinya, tanpa mengembangkan kemampuan melakukan hubungan dengan proses-

    proses mental seperti penalaran dan sikap ilmiah (Supangkat, 1991). Temuan Slimming

    (1998) yang meneliti perilaku mengajar para guru di Indonesia juga menunjukkan bahwa

    umumnya para guru cenderung mengembangkan pembelajaran pasif dengan

    menggunakan metode ceramah di sebagian besar aktivitas proses pembelajarannya di

    kelas.

    Permasalahan di atas semestinya menjadi perhatian serius dari pemerintah dengan upaya

    mencari terobosan-terobosan dalam memecahkannya, baik melalui pengembangan materi

    pembelajaran baru maupun melalui pemberdayaan metodik-didaktik yang sudah ada. Di

    samping faktor penunjang lain di luar akademik antara lain penyediaan alat IPA yang

    bermutu, baik, dan dapat mengembangkan pembelajaran dengan paradigma baru tersebut.

    Tujuan kurikulum dengan paradigma yang baru pada prinsipnya adalah tetap conceptual

    mastery, tetapi hal tersebut diperoleh dengan pendekatan berbasis kompetensi, dengan

    tujuan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif terhadap

    perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan tuntutan desentralisasi.

    Dengan demikian, lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    28/38

    28

    pembelajarannya dengan kepentingan daerah dan karakteristik peserta didik, serta tetap

    memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum yang berdiferensiasi.

    Peserta didik dituntut untuk menguasai konsep-konsep dasar yang telah dipilih secara

    selektif melalui aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa. Siswa

    harus mampu mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas kontekstual yang

    dikembangkan dalam pembelajaran dimana siswa terlibat langsung dalam pengalaman

    sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, aktif melakukan eksperimen,

    melakukan pengolahan data, dan membuat kesimpulan. Dengan demikian, pembelajaran

    yang dikembangkan di dalam kelas perlu dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa

    berada, mendorong siswa membuat hubungan antara konsep yang dimilikinya dengan

    penerapannya dalam kehidupan keseharian siswa di dalam masyarakat, sehingga

    pembelajaran lebih bermakna dan proses belajar lebih penting daripada hasil belajar.

    Dengan dukungan situasi yang demikian, siswa perlu dikondisikan di dalam situasi

    pembelajaran di kelas yang memungkinkan siswa mengerti dan memahami makna

    belajar, manfaat, peran, dan status siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Jika siswa

    dapat memahami dan mengerti hal tersebut, maka siswa akan berusaha untuk

    mencapainya dan memerlukan guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan mediator.

    Pembelajaran yang ingin dikembangkan berorientasi pada proses bagaimana memperoleh

    informasi, cara IPA dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan

    berpikir yang dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa berada dan menerapkannya

    dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran tersebut dikembangkan dengan pendekatan

    kontekstual.

    Dalam buku Pendekatan Kontekstual yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan

    Lanjutan Pertama, sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika

    menerapkan ketujuh komponen dalam pembelajarannya. Ketujuh komponen tersebut

    adalah konstruktivisme, bertanya, inquiri, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan

    penilaian yang otentik/bermakna.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    29/38

    29

    Konstruktivisme merupakan filosofi pendekatan kontekstual yang menyatakan bahwa

    pengetahuan dibangun oleh siswa, melalui pemecahan masalah dan menemukan sesuatu

    yang berguna. Proses menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran

    dengan pendekatan kontekstual, pengetahuan dan keterampilan sehingga siswa

    diharapkan menemukan sendiri hasilnya. Tahap-tahap siswa memenemukan merupakan

    cara berpikir ilmiah melalui keterampilan proses, antara lain adalah merumuskan

    masalah, melakukan observasi, melakukan analisis, menyajikan hasil, dan

    mengkomunikasikannya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan

    pendekatan kontekstual, bertanya ini tidak hanya guru terhadap siswa, tetapi juga siswa

    terhadap guru dan terhadap teman sendiri. Bagi siswa aktivitas bertanya adalah untuk

    menggali informasi, mengkomunikasikan apa yang telah diketahui, dan mengarahkan

    perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

    Di dalam proses pembelajaran di kelas dengan pendekatan kontekstual, dikondisikan

    terciptanya suasana saling belajar; siswa belajar dari guru, dari buku/sumber informasi

    lainnya, dari sesama teman, dan sebaliknya guru belajar dari siswa, sehingga di dalam

    ruang kelas tersebut terjadi masyarakat belajar. Pemodelan dalam pembelajaran dengan

    pendekatan kontekstual adalah sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa untuk memudahkan,

    memperlancar, membangkitkan ide dalam proses pembelajaran. Model dapat diperoleh

    dari guru, siswa, atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang

    sedang menjadi topik bahasan. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru

    dipelajari, tentang apa yang sudah dilakukan masa lalu dan merupakan respon terhadap

    kejadian, serta aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Penilaian

    yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari kegiatan

    nyata yang dikerjakan siswa pada saat proses pembelajaran yang dapat memberikan

    gambaran perkembangan belajar siswa. Jadi penilaian autentik adalah penilaian terhadap

    pengetahuan dan performa yang diperoleh siswa selama aktivitas pembelajaran

    berlangsung.

    Untuk memperoleh hasil yang optimal dari suatu proses pembelajaran seperti yang telah

    diungkapkan di atas, perlu dilakukan berbagai upaya, misalnya guru perlu disiapkan

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    30/38

    30

    dengan baik untuk membangun kompetensi-kompetensi keguruan yang profesional

    sehingga diharapkan mampu mengelola pembelajaran di kelas dengan baik dan

    meningkatkan mutu pendidikan. Kesadaran semua pihak, para pengambil kebijakan

    dalam bidang pendidikan, pengelola pendidikan, implementator pendidikan, dan para

    pemerhati pendidikan sangat diperlukan dalam merealisasikan paradigma baru

    pendidikan di Indonesia sehingga mutu pendidikan dapat meningkat.

    Seperti diketahui, sasaran belajar IPA adalah membangun gagasan saintifik (ilmiah)

    setelah para siswa berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari

    sekitarnya. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan IPA mutakhir

    menganggap semua siswa memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan,

    pengetahuan, fakta akan gejala alam di sekitarnya, meskipun hal tersebut kadang terkesan

    naif dan miskonsepsi. Mereka (para siswa) seringkali mempertahankan gagasan atau

    pengetahuan naif tersebut secara kokoh, karena gagasan atau pengetahuan itu mengait

    dengan gagasan atau pengetahuan awal lainnya yang sudah lebih dulu dibangun dalam

    wujud struktur kognitifnya.

    Menurut pandangan ini, kegiatan pembelajaran dimulai dari apa yang diketahui siswa,

    sehingga pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan cara indoktrinasi gagasan atau

    pengetahuan saintifik supaya siswa mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang

    nonsaintifik menjadi gagasan atau pengetahuan yang saintifik. Dengan demikian, arsitek

    peubah gagasan atau pengetahuan dalam diri siswa adalah siswa sendiri. Sedangkan guru

    hanya berfungsi sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang menyediakan,

    mempermudah, bahkan kalau bisa mempercepat berlangsungnya proses belajar. Dalam

    proses konstruksi itu, menurut Von Glaserfeld (Jaskarti, 2002) diperlukan beberapa

    kemampuan, yaitu: (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali

    pengalaman, (2) kemampuan memban-dingkan, mengambil keputusan mengenai

    persamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang

    satu daripada pengalaman yang lain.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    31/38

    31

    Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme, antara lain

    adalah diskusi dimana siswa mau mengungkapkan gagasan, pengujian, penelitian

    sederhana, demonstrasi, dan peragaan prosedur ilmiah. Juga kegiatan lain yang memberi

    ruang kepada siswa untuk dapat mempertanyakan, memodifikasi, dan mempertajam

    gagasannya.

    Dalam belajar secara konstruktif, para siswa mempunyai kesempatan untuk menyatakan,

    menguji, memodifikasi, dan juga meninggalkan ide-ide awal mereka yang sudah ada

    sebelumnya dan mengadopsi ide-ide baru. Melalui tugas-tugas dalam pelajaran IPA yang

    dikaitkan dengan tingkat perkembangan intelektualnya, para siswa mempunyai

    kesempatan untuk memahami alam secara aktif dengan membangun pemahaman tentang

    fenomena alam melalui aktivitas nyata kehidupan sehari-hari.

    Menekankan pada proses IPA sebagai sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran

    merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat menjanjikan akan adanya

    perubahan pada hasil pembelajaran. Pendekatan keterampilan proses lebih menekankan

    pada siswa sebagai pusat pembelajaran, dan pendekatan seperti ini diharapkan dapat lebih

    merangsang dan memberi peluang kepada siswa untuk belajar, berpikir inovatif, dan

    mengembangkan potensinya secara optimal.

    C. Proses Pembelajaran IPA

    IPA atau ilmu pengetahuan alam pada dasarnya mencari hubungan kausal antara

    gejala-gejala alam yang diamati. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPA

    seharusnya mengembangkan kemampuan bernalar dan berpikir sistematis selain

    kemampuan deklaratif yang selama ini dikembangkan. Salah satu inovasi sebagai

    salah satu usaha adalah mencari model-model pembelajaran IPA yang memiliki

    kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan IPA.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    32/38

    32

    Hal ini berarti, belajar IPA tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif

    berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan

    prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara IPA dan teknologi bekerja,

    kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Belajar IPA memfokuskan

    kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati,

    mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan

    sebagainya, lebih sesuai dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses.

    Pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan

    demikian, siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan sejumlah

    pengetahuan yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta

    aplikasinya. Bahan kajian kerja ilmiah adalah:

    a.mampu menggali pengetahuan melalui penyelidikan/penelitian,

    b.mampu mengkomunikasikan pengetahuannya,

    c.mampu mengembangkan keterampilan berpikir,

    d.mampu mengembangkan sikap dan nilai ilmiah.

    Bahan kajian IPA yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan penerapannya

    adalah:

    a.memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang makhluk hidup dan

    proses kehidupan,

    b.memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang materi dan sifatnya,

    c.memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang energi dan

    perubahannya,

    d.memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang bumi dan alam

    semesta, serta

    e.memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang hubungan antara

    IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

    Keterampilan proses yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran IPA,

    diantaranya adalah keterampilan mengamati dengan seluruh indera, mengajukan

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    33/38

    33

    hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu

    mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan,

    menafsirkan, dan mengkomunikasikan hasil temuan secara beragam, menggali dan

    memilah informasi faktual untuk menguji gagasan atau memecahkan masalah

    sehari-hari.

    Pada prinsipnya pembelajaran IPA adalah cara memberi tahu dan cara berbuat,

    akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang

    alam sekitarnya dengan mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian dalam

    interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lainnya.

    Rezba dkk. (1995) menyatakan bahwa keterampilan proses IPA yang harus

    dikembangkan pada diri siswa mencakup kemampuan yang paling sederhana, yaitu

    mengindera/mengamati (observing), mengukur, sampai dengan kemampuan

    tertinggi yaitu kemampuan bereksperimen/menyelidiki. Sementara itu, Bryce dkk.

    (1990) mengemukakan bahwa keterampilan proses IPA mencakup keterampilan

    dasar (basic skill) sebagai kemampuan yang terendah, diikuti dengan keterampilan

    proses (process skill), dan keterampilan investigasi (investigation skill) sebagai

    keterampilan tertinggi. Keterampilan dasar mencakup: (a) melakukan pengamatan

    (observational skill), (b) mencatat data (recording skill), (c) melakukan

    pengukuran (measurement skill), (d) mengimplementasikan prosedur (procedural

    skill), dan (e) mengikuti petunjuk (following instructions). Keterampilan proses

    meliputi (a) menginferensi/menyimpulkan (skill of inference) dan (b) memilih

    berbagai cara/prosedur (selection of procedures). Keterampilan investigasi berupa

    keterampilan merencanakan dan melaksanakan serta melaporkan hasil investigasi.

    Keterampilan tersebut juga harus didasari oleh sikap ilmiah seperti antusiasme,

    ketekunan, kejujuran dan sebagainya.

    Berdasarkan uraian di atas, hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam

    mengembangkan pembelajaran IPA seperti yang dikemukakan dalam Kurikulum

    IPA 2006 adalah:

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    34/38

    34

    a.empat pilar pendidikan dari Unesco,

    b.inkuiri IPA,

    c.konstruktivisme,

    d.IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat,

    e.pemecahan masalah, serta

    f.pembelajaran IPA yang bermuatan nilai.

    Pembelajaran IPA seperti di atas menuntut guru untuk mengubah pandangan

    tentang mengajar, dari guru sebagai pusat pembelajaran (teacher centered) ke

    siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered), guru berfungsi membimbing

    dalam rangka mempermudah peristiwa belajar. Jadi, ketika guru menyediakan

    pengalaman belajar, guru perlu mempertimbangkan pengalaman dan gagasan yang

    dimiliki siswa. Hal ini diperlukan karena siswa datang ke sekolah tidak dengan

    pikiran kosong, tetapi dengan membawa aneka gagasan, pengalaman, tujuan, dan

    konsep. Pandangan ini menganggap belajar sebagai upaya membangun

    pemahaman, sedangkan mengajar adalah suatu upaya membimbing dan

    mempermudah proses belajar.

    Kurikulum IPA sekarang ini dirancang sedemikian rupa sehingga dalam

    menyediakan berbagai pengalaman belajar mulai dari yang menyangkut

    pengetahuan deklaratif sampai dengan pengetahuan prosedural. Proses

    pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai pengalaman belajar siswa

    tersebut di atas dapat dicapai dengan menekankan pada aktivitas belajar siswa aktif

    dan bersifat fleksibel.

    Pandangan tersebut di atas menuntun guru untuk mencari alternatif pendekatan

    pembelajaran yang sesuai. Pendekatan kontekstual, IPA, teknologi, dan

    masyarakat, demonstrasi, dan eksperimen barangkali merupakan beberapa

    alternatif yang diharapkan dapat memecahkan kebuntuan peningkatan mutu

    pendidikan IPA.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    35/38

    35

    Selanjutnya, para guru perlu memahami adanya perbedaan antara karakteristik

    siswa pada tingkatan umur dan jenjang pendidikan yang berbeda. Proses IPA untuk

    sekolah menengah sudah berbeda dengan sekolah dasar (Cavendish 1990), yaitu

    meliputi: (a) kegiatan melakukan observasi, (b) memilih kegiatan observasi yang

    relevan dengan penyelidikannya untuk dipelajari lebih lanjut, (c) menemukan dan

    mengidentifikasi pola-pola baru dan menghubungkannya dengan pola-pola yang

    sudah ada, (d) menyarankan dan menilai penjelasan-penjelasan dari pola-pola yang

    ada, (e) mendisain dan melaksanaan percobaan (eksperimen), termasuk melakukan

    berbagai pengukuran untuk menguji pola-pola yang ada, mengkomunikasikan (baik

    secara verbal, dalam ungkapan matematis, maupun grafis) dan menginterpretasi

    tulisan-tulisan dan bahan ajar lainnya, (f) memakai peralatan dengan efektif dan

    hati-hati, (g) menggunakan pengetahuan untuk melaksanakan penyelidikan, dan (h)

    menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan

    dengan teknologi.

    D. Pengertian dan Fungsi Laboratorium Dalam Pembelajaran IPA

    Laboratorium atauLaboratorypada kamus Websters, yaituA building or room in

    which scientific experiments are conducted, or where drugs, chemicals explosives

    are tested or compounded. Pada kamus Oxford,Laboratory: room or building used

    for scientific experiments, research, testing, etc esp in chemistry language.

    (Hornby, 1985). Pada Wikipedia, Laboratorium (disingkat lab) adalah tempat riset

    ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium

    biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut

    secara terkendali. Laboratorium ilmiah biasanya dibedakan menurut disiplin

    ilmunya, misalnya laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium biokimia,

    laboratorium komputer, dan laboratorium bahasa. (Wikipedia, 2007). Pada SPTK-

    21 dikemukakan Laboratorium merupakan tempat untuk mengaplikasikan teori

    keilmuan, pengujian teoritis, pembuktian uji coba, penelitian, dan sebagainya

    dengan menggunakan alat bantu yang menjadi kelengkapan dari fasilitas dengan

    kuantitas dan kualitas yang memadai (Depdiknas, 2002).

    http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Eksperimenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pengukuranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Fisikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kimiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Biokimiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_komputerhttp://id.wikipedia.org/wiki/Linguistikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Linguistikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_komputerhttp://id.wikipedia.org/wiki/Biokimiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kimiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Fisikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pengukuranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Eksperimenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu
  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    36/38

    36

    Dalam konteks pendidikan di sekolah laboratorium mempunyai fungsi sebagai

    tempat proses pembelajaran dengan metoda praktikum yang dapat memberikan

    pengalaman belajar pada siswa untuk berinteraksi dengan alat dan bahan serta

    mengobservasi berbagai gejala secara langsung. Kegiatan laboratorium/praktikum

    akan memberikan peran yang sangat besar terutama dalam:

    a. membangun pemahaman konsep;

    b. verifikasi (pembuktian) kebenaran konsep;

    c. menumbuhkan keterampilan proses (keterampilan dasar bekerja ilmiah) serta

    afektif siswa;

    d. menumbuhkan rasa suka dan motivasi terhadap pelajaran yang dipelajari;

    e.

    melatih kemampuan psikomotor.

    Oleh karena itu kegiatan laboratorium/praktikum akan dapat meningkatkan

    kecakapan akademik, sosial, dan vokasional. Magnesen yang dikutif oleh DePorter,

    dkk. dan diterjemahkan oleh Nilandari (2000) mengemukakan:

    Kita belajar:

    10% dari apa yang kita baca,

    20% dari apa yang kita dengar,

    30% dari apa yang kita lihat,

    50% dari apa yang kita lihat dan dengar,

    70% dari apa yang kita katakan,

    90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.

    Sesusi dengan karakteristiknya bahwa IPA berupa sekumpulan pengetahuan

    sebagai hasil penelitian dan pemikiran para ahli dan berupa sekumpulan

    keterampilan-keterampilan dasar yang mencerminkan proses untuk mencapai hasil

    tersebut. Dengan demikian agar para siswa dapat mengembangkan keterampilan-

    keterampilan dasar yang mencerminkan proses dalam kegiatan ilmiah dengan

    menggunakan pendekatan keterampilan proses diperlukan sarana penunjang, salah

    satunya adalah Laboratorium IPA.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    37/38

    37

    E. Penutup

    Penggunaan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA memiliki

    beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut:

    1. Kita mendidik anak-anak kita untuk masa depan yang akan datang, sementara

    itu kita tidak mengetahui dengan pasti fakta-fakta IPA apa yang diperlukan

    oleh anak-anak kita di masa yang akan datang. Tetapi karena berdasarkan

    pengelaman bahwa proses-proses IPA dapat menolong manusia untuk

    menemukan pengetahuan yang baru, maka kita percaya bahwa proses IPA yang

    sama dan dapat dikuasai oleh anak-anak kita dapat digunakan oleh mereka

    untuk memperoleh pengetahuan baru di masa yang akan datang.

    2. Gagne menyebutkan bahwa pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan

    kreatif serta mengemukakan bahwa anak yang telah mendapat pembelajaran

    proses IPA ini akan mampu mempelajari IPA pada tingkat yang lebih tinggi

    dalam waktu yang singkat. Siswa akan mempunyai konsepsi yang lebih baik

    tentang IPA, yaitu suatu cara berpikir dan menemukan.

    Pustaka:

    Ausubel, D. (1963). The Psychology of Meaningful Verbal Learning. New York: Grune

    & Stratton.

    Ausubel, D. (1978).In defense of advance organizers: A reply to the critics. Review of

    Educational Research, 48, 251-257.

    Ausubel, D., Novak, J., & Hanesian, H. (1978).Educational Psychology: A Cognitive

    View (2nd Ed.). New York: Holt, Rinehart & Winston.

    Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

  • 7/28/2019 Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika.pdf

    38/38

    Novak, J. D. & Gowin, D.B. (1985).Learning How to Learn. Cambrige: Cambridge

    University Press.

    Joice,B. ,Weil, M., & Calhoun, E. (2000).Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon.