Belajar Dan Mengajar Alquran
-
Upload
idris-hasanuddin -
Category
Documents
-
view
36 -
download
2
Transcript of Belajar Dan Mengajar Alquran
TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT PETUNJUK ALQURAN DAN TEORI NATIVISME, EMPIRISME, KONVERGENSI
Oleh : H. Muhammad Room
I. PENDAHULUAN
Dalam aspek sejarah, Pendidikan Islam sebagai satu disiplin ilmu tidak
lahir bersamaan dengan kehadiran agama Islam, tetapi proses pendidikan Islam
berjalan seiring dengan usaha Nabi saw mengembangkan agama. Karena itu,
pendidikan agama merupakan kebutuhan pokok bagi setiap Muslim, dan pada
prinsipnya kajian atas konsep Pendidikan Islam akan membawa pada konsep
syariat agama karena bagaimanapun, agamalah yang harus menjadi akar
pendidikan.
Dari segi sifat dan coraknya, ilmu pendidikan Islam dapat dibagi menjadi
empat bagian. Pertama, ilmu pendidikan Islam yang bercorak normatif, yaitu
kajian ilmu pendidikan yang berbasis pada ajaran yang terkandung dalam Alquran
dan hadis. Kedua, ilmu pendididikan yang bercorak filosofis, yaitu kajian
pendidikan yang berbasis pada penalaran mendalam yang dilakukan para sarjana
muslim. Ketiga, ilmu pendidikan Islam yang bercorak historis empiris, yaitu
kajian pendidikan Islam yang bertumpu pada informasi yang tercatat dalam
sejarah dan dapat dilacak akar-akarnya, dan keempat ilmu pendidikan Islam yang
bercorak aplikatif, yakni kajian pendidikan Islam yang bertumpuh pada sistem dan
cara penerapannya.1 Keempat sifat dan corak ilmu pendidikan Islam tersebut
sangat penting untuk dikaji secara bersamaan, namun yang harus dijadikan fokus
utama adalah sifat dan corak normatifnya yang bertumpuh pada Alquran dan
hadis, karena ia merupakan landasan pendidikan Islam. 2 Bila pendidikan tidak
berlandaskan pada Alquran dan hadis, maka bukan pendidikan Islam namanya.
1Lihat Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 116-117
2Alquran dan hadis sebagai landasan pendidikan Islam, dapat dikembangkan dengan ijtihad, al-maslahah, al-mursalah, istihsan, qiyas, dan sebagainya. Lihat Zakiah Daradjat, et all. Ilmu Pendidikan Islam (Cet. III; Jakarta: Bumi Akrasa kerjasama dengan Depag, 1996), h. 19
1
Sebagai landasan pendidikan Islam, maka Alquran memiliki kedudukan
sebagai qat’ī al-dalālah. Sedangkan hadis, ada yang qat’ī al-dalālah dan ada yang
z annī al-dalālah. Karena demikian halnya, maka yang harus dijadikan landasan
utama dan pertama dalam pendidikan Islam adalah Alquran, di mana di dalamnya
banyak ditemukan ayat-ayat yang berkenaan dengan teori belajar-mengajar, dan
teori belajar-mengajar itu sendiri merupakan esensi dari pendidikan.
Karena teori belajar mengajar adalah esensi pendidikan, praktis bahwa
aliran yang terdapat dalam pendidikan memiliki kaitan dengan teori belajar. Pada
dasarnya aliran-aliran pendidikan tersebut meliputi empirisme, nativisme,
naturalisme, dan konvergensi. Aliran-aliran ini, menghubungkan pemikiran-
pemikiran pendidikan masa lalu, kini, dan akan datang. Aliran-aliran itu juga
meakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang paling
pesimis sampai dengan yang paling optimis.
Aliran pendidikan yang paling pesisimis memandang bahwa pendidikan
kurang bermanfaat, bahkan mungkin merusak bakat yang dimiliki anak.
Sebaliknya, aliran pendidikan yang sangat optimis memandang anak seakan-akan
tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. 3 Banyak pemikiran yang berada di
antara kedua kutub tersebut, yang dapat dipandang sebagai variasi gagasan dan
pemikiran dalam pendidikan.
Dengan merujuk pada uraian latar belakang di atas, maka permasalahan
yang dijadikan obyek pembahasan dalam makalah ini adalah ;
1. Bagaimana petunjuk Alquran tentang teori belajar dan mengajar ?
2. Bagaimana teori nativisme, empirisme, dan kompergensi dalam
pendidikan ?
Untuk mendapatkan jawaban atas kedua permasalahan tersebut, maka
diperlukan upaya penelusuran terhadap ayat-ayat Alquran yang berkenaan dengan
teori belajar dan mengajar, serta aliran-aliran dalam dunia pendidikan.
3Umar Tirtahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 193
II. AYAT-AYAT ALQURAN TENTANG TEORI BELAJAR DAN MENGAJAR
Istilah “teori” yang dimaksudkan di sini adalah suatu pendapat, cara, dan
aturan untuk melakukan sesuatu.4 Sedangkan “belajar” adalah sebagai upaya
perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan, seperti; membaca,
mendengar, mengamati, meniru dan lain sebagainya. Atau dengan kata lain,
belajar sebagai kegiatan psikofisik untuk menuju ke perkembangan pribadi
seutuhnya. Adapun yang dimaksud “mengajar” adalah usaha kondusif agar
berlangsung kegiatan belajar dan menyangkut transfer of knowledge, serta
mendidik.5 Dengan demikian, belajar dan mengajar, adalah dua kegiatan yang
tidak dapat dipisahkan, di mana keduanya merupakan interaksi edukatif yang
memiliki norma-norma. Khusus dalam pendidikan Islam Alquran lah sebagai
sumber normatifnya. Berdasarkan hal ini, maka dapat dipahami bahwa teori
belajar dan mengajar akan ditemukan dalil-dalilnya dari Alquran itu sendiri.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan ayat-ayat Alquran yang berkenaan
dengan petunjuk belajar dan mengajar :
1. QS. al-Alaq (96): 1-5 tentang perintah belajar dan mengajar ;� أ � اق�ر� م �اس��� ك� ب �ب�� ذ�ي ر� ق�) ال��! ل��� ق�1خ� ل��� ان� (خ� �س��� �ن �إ ) م�ن� ال ق/ ع�ل���
2� أ 2ك� (اق�ر� ب ) و�ر� م4 �ر� ك� �أ !ذ�ي3ال !م� (ال �) ع�ل �م �ق�ل ال !م�4ب��� ان� (ع�ل �س��� �ن �إ ال
�م� م�ا ) ل �م� �ع�ل (5يTerjemahnya :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. 6
4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III (Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1177
5 Sudirman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet. VII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 53
6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1992), h. 1079
Ayat di atas, mengandung pesan ontologis tentang teori belajar dan
mengajar. Dalam hal ini, Nabi saw yang ummi (buta huruf aksara) melalui ayat
tersebut, ia diperintahkan untuk belajar membaca. Yang dibaca itu obyeknya
bermacam-macam, ada ayat-ayat yang tertulis (ayah al-qur’aniyah), dan ada
pula pula ayat-ayat yang tidak tertulis (ayah al-kawniyah).
Hasil yang ditimbulkan dengan usaha belajar membaca ayat-ayat
qur’aniyah, dapat menghasilkan ilmu agama seperti fikih, tauhid, akhlak dan
semacamnya. Sedangkan hasil yang ditimbulkan dengan usaha membaca ayat-
ayat kawniyah, dapat menghasilkan sains seperti fisika, biologi, kimia,
astronomi dan semacamnya. Dapatlah dirumuskan bahwa ilmu yang bersumber
dari ayat-ayat qur’aniyah dan kawniyah, harus diperoleh melalui proses belajar
membaca.
Timbul pertanyaan, mengapa kata iqra’ atau perintah membaca dalam
sederetan ayat di atas, terulang dua kali yakni pada ayat 1 dan 3. Jawabannya
antara lain menurut penulis bahwa, perintah pertama dimaksudkan sebagai
perintah belajar tentang sesuatu yang belum diketahui, sedang yang kedua
perintah untuk mengajarkan ilmu kepada orang lain. 7 Ini mengindikasikan
bahwa dalam proses belajar mengajar dituntut adanya usaha yang maksimal dan
memfungsikan segala komponen berupa alat-alat potensian yang ada pada diri
manusia. Setelah ilmu tersebut diperoleh melalui pembelajaran, maka amanat
selanjutnya adalah mengajarkan ilmu tersebut, dengan cara tetap memfungsikan
segala potensi tersebut.
2. QS. al-Nahl (16): 78 tentang komponen pada diri manusia yang harus diguna-kan dalam kegiatan belajar dan mengajar ;
ه4 4م� و�الل��! ك ج� ر� �خ��� ون� م�ن� أ 4ط��4 4م� ب �ك ات م!ه���4 ون� ال� أ �م��4 �ع�ل Gا ت �ئ ي ش���
ع�ل� 4م4 و�ج� �ك م�ع� ل �ص�ار� الس! ب� �أ �د�ة� و�ال ف�ئ
� �أ 4م� و�ال !ك �ع�ل ون ل 4ر4 ك �ش� تTerjemahnya :
7 H. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Karim; Tafsir Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (Bandung: Pustaka Hidaya, 1997), h. 93
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur. 8
Ayat di atas, mengisyaratkan adanya tiga komponen yang terlibat dalam
teori belajar mengajar, yaitu; al-sama, al-bashar dan fu’ad. Secara leksikal,
kata al-sama berarti telinga yang fungsinya menangkap suara, memahami
pembicaraan, dan selainnya. Penyebutan al-sama dalam Alquran seringkali
dihubungkan dengan penglihatan dan qalbu, yang menunjukkan adanya saling
melengkapi antara berbagai alat itu dalam kegiatan belajar dan mengajar. Hal
ini dapat dilihat secara jelas dalam QS. al-Isra (17): 36; QS. al-Mu’minun (23):
78; QS. al-Sajdah (32): 9 dan QS. al-Mulk (67): 23.
Mengenai kata al-bashar yang berarti mengetahui atau melihat sesuatu.
diidentikkan pemaknaannya dengan term ra’a (راى) yakni “melihat”. Banyak
ayat Alquran yang menyeru manusia untuk melihat dan merenungkan apa yang
dilihatnya. Hal ini dapat ditemui misalnya dalam QS. al-A’raf (7): 185; QS.
Yunus (10): 101; QS. al-Sajdah (32): 27 dan selainnya. Sedangkan al-fu’ad
adalah nama lain dari kata qalbu. Al- fu’ad atau al-qalb merupakan pusat
penalaran yang harus difungsikan dalam kegiatan belajar dan mengajar. Ayat-
ayat yang menyebutkan kata tersebut adalah misalnya; QS. al-Haj (22): 46; QS.
al-Syuara (26): 192-194; dan QS. Muhammad (47): 24.
Kaitannya dengan uraian di atas, Dawam Rahardjo menyatakan bahwa
agaknya pendengaran, penglihatan dan kalbu (al-fuada) adalah alat untuk
memperoleh ilmu dalam kegiatan belajar, dan dapat dikembangkan dalam
kegiatan pengajaran.9 Ketiga komponen telah disebutkan, yakni al-sama, al-
bashar, dan al-fu’ad merupakan alat potensial yang dimiliki manusia untuk
dipergunakan dalam kegiatan belajar dan mengajar.
8 Departemen Agama RI, op. cit., h. 413.
9 Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Alquran; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 542
Kaitan antara ketiga komponen tersebut adalah bahwa pendengaran
bertugas memelihara ilmu pengetahuan yang telah ditemukan dari hasil belajar
dan mengajar, penglihatan bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan dan
menambahkan hasil penelitian dengan mengadakan pengkajian terhadapnya.
Hati bertugas membersihkan ilmu pengetahuan dari segala sifat yang jelek.
Yang terakhir ini, berkaitan dengan teori belajar dan mengajar dalam aspek
aqidah dan akhlak.
3. QS. Luqmān (31): 17-19 tentang pemantapan aqidah dan akhlak dalam
teori belajar dan mengajar
�ي! 4ن اب � ي��� �ق�م ة� أ ال� ر� الص��! م��4� وف� و�أ �م�ع�ر4 ال ه� ب��� ر� ع�ن� و�ان��� �ك��� �م4ن ال
�ر� �ك� م�ا ع�ل�ى و�اص�ب ص�اب� �ن! أ �ك� إ � م�ن� ذ�ل م م4ور�) ع�ز�
4 �أ ( و�ال�17ال
4ص�ع�ر� د!ك� ت !اس� خ� �لن �م�ش� و�ال� ل ض� ف�ي ت ر�� �أ ا ال Gح �ن! م�ر� !ه� إ ال� الل
4ح�ب2 4ل! ي �ال/ ك ت �ك� ف�ي (و�اق�ص�د�18ف�خ4ور/) م4خ� ي و�اغ�ض4ض� م�ش�
�ك� م�ن� �ن! ص�و�ت �ر� إ �ك ن� ص�و�ات� أ
� �أ �ح�م�ير�) ل�ص�و�ت4 ال (19الTerjemahnya :
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguh-nya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Para pakar pendidikan sepakat bahwa QS. Luqman (31): 12-19 adalah
ayat yang berbicara tentang pendidikan. Dalam 12-16 berbicara tentang
pendidikan akidah yang dimulai dengan pengajaran tentang keesaan Allah.
Kemudian pada 17 yang dikutip di atas, berkenaan dengan pengajaran shalat 10
10 Luqman dalam mengajar shalat kepada anaknya, dimulai dengan panggilan yang mesra: wahai anakku sayang, laksanakan shalat dengan sempurna syarat, rukun, dan sunnah-sunnahnya, dan disamping engkau memperhatikan dirimu dan membentenginya dari kekejian dan kemungkaran, anjurkan pula orang lain berlaku serupa. Karena itu, perintahkanlah secara baik-baik siapa pun
disertai anjuran untuk menyuruh kepada yang ma’rif dan mencegah
kemungkaran. Dengan ayat-ayat tersebut, dipahami bahwa usaha yang pertama
kali harus dilakukan dan diajarkan kepada peserta didik dalam proses
pendidikan setelah masalah aqidah yang meliputi ibadah, adalah masalah
akhlak, yakni sopan santun berinteraksi dengan sesama manusia.
Luqman mengajar anaknya dengan dengan bentuk nasehat, ia berkata :
wahai anakku, janganlah engkau berkeras memalingkan pipimu yakni mukamu
dari manusia siapun dia, dan bila engkau melangkah janganlah engkau angkuh,
tetapi berjalanlah dengan lembut dan penuh wibawa. Bersikap sederhanalah
dalam langkahmu, jangan tergesa-gesa. Lunakkanlah suara-mu sehingga tidak
terdengar kasar seperti keledai, sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai karena awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya terikan nafas
yang buruk.
Dapat dirumuskan bahwa ayat 18 di atas, mengandung nilai-nilai
pendidikan dalam aspek akhlak, yakni larangan bersikap sombong karena
kesombongan dan keangkuhan adalah salah satu sikap jelek yang dibenci Allah
swt. Selanjutnya, pada ayat 19 adalah perintah untuk bersikap sederhana dalam
berbicara dan bertindak, karena kesederhanaan adalah akhlak yang baik dan
merupakan salah satu ciri orang yang beriman, sebagaimana Rasulullah saw
menjadi teladan utama dan paling mulia akhlaknya yang ditegaskan oleh Allah
swt dalam QS. al-Ahzab (33): 21 dan QS. al-Qalam (68).
Tujuan pembentukan penanaman aqidah dan pembentukan akhlak al-
mahmudah merupakan bagian yang sangat urgen dalam pendidikan Islam.
Sekaitan dengan ini, al-Sayibāni menyatakan bahwa antara lain tujuan umum
pendidikan Islam adalah untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. 11
yang mampu engkau ajak mengerjakan ma’ruf dam cegahlah mereka dari kemungkaran. Tingkatkan kesabaranmu, karena sangat baik bagimu.
11 Lihat Umar Muhammad al-Taumiy al-Syaibani, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyyah di-terjemahkan oleh Hasan Langgulung dengan judul: Falsafah Pendidikan Islam, (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 416
Karena itu, internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam proses belajar
mengajar terutama dalam aspek aqidah, ibadah, dan akhlak menjadi sesuatu hal
yang mendasar dan sekaligus merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
4. QS. al-Nahl (16): 125 dan selainnya tentang kewajiban belajar dan mengajar serta metodenya
�ل�ى اد�ع4 �يل� إ ب �ك� س� ب ة� ر� �م� ك �ح� �ال �م�و�ع�ظ�ة� ب �ة� و�ال ن �ح�س� �ه4م� ال اد�ل و�ج����ي !ت �ال ... ه�ي� ب ن4 �ح�س� أ
Terjemahnya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. 12
Sebenarnya, perintah untuk belajar dapat dilihat kembali dalam khitab
Allah swt tentang perintah ber-iqra’ sebagaimana yang telah dikutip terdahulu,
dan perintah untuk mengajar dapat pula dilihat kembali QS. al-Nahl (16):78
yang juga telah dikutip. Sedangkan dalam prakteknya, dapat disimak kembali
dalam QS. Luqman (31): 12-19 yang juga telah dikutip dalam uraian lalu. Pada
hakikatnya, ayat-ayat tersebut berkenaan dengan kewajiban belajar dan
mengajar melalui proses pendidikan.
Khusus untuk QS. al-Nahl (16): 125 di atas, adalah berkenaan dengan
kewajiban belajar dan mengajar serta metodenya. Dalam ayat ini, Allah swt
menyuruh dalam arti mewajibkan kepada Nabi saw dan ummatnya untuk belajar
dan mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran yang baik (billatiy
hiya ahsan). Dari ayat ini, sehingga dapat dikorelasikan dengan ayat-ayat lain
yang mengandung interpretasi tentang metode belajar dan mengajar berdasarkan
konsep qur’āni.
Metode adalah al-manhaj atau al-wasīlah, yakni sistem atau pendekatan
serta sarana yang digunakan untuk mengantar kepada suatu tujuan. Dalam QS. al-
Maidah (5): 35 Allah berfirman :
�غ4وا �ت �ه� و�اب �ي �ل �ة� إ يل �و�س� اه�د4وا ال �ه� ف�ي و�ج� �يل ب س�Terjemahnya :
12 Departemen Agama RI, op. cit., h. 421
…. dan carilah metode/sarana yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
Implikasi dari ayat di atas, dan kaitannya dengan teori belajar mengajar,
bermuara pada pentingnya metode yang tepat, guna menghantarkan tercapainya
tujuan pendidikan yang Islami sebagaimana yang dicita-citakan. Sekaitan dengan
ini, maka akan dijelaskan metode-metode belajar dan mengajar, sebagai berikut :
a. Metode dialog qur’āni dan nabawi
Metode dialog qur’āni dan nabawi adalah metode pendidikan dengan cara
berdiskusi sebagaimana yang digunakan oleh Alquran dan atau hadis-hadis
nabi. Metode ini, disebut pula metode khiwār yang meliputi dialog khitābi dan
ta’abbudi (bertanya dan lalu menjawab); dialog deksriftif dan dialog naratif
(menggambarkan dan lalu mencermati); dialog argumentatif (berdiskusi lalu
mengemukakan alasan kuat); dan dialog Nabawi (menanamkan rasa percaya
diri, lalu beriman). Untuk yang terakhir ini, (dialog Nabawi) sering
dipraktekkan oleh sahabat ketika mereka bertanya sesuatu kepada Nabi saw.
b. Metode kisah qur’āni dan nabawi
Metode kisah disebut pula metode “Cerita” yakni cara mendidik dengan
mengandalkan bahasa, baik lisan maupun tertulis dengan menyampaikan pesan
(message/informasi) dari sumber pokok sejarah Islam, yakni Alquran dan
Hadis. Salah satu metode yang digunakan Alquran untuk mengarahkan manusia
(peserta didik) ke arah yang dikehendakinya adalah dengan menggunakan
cerita (kisah). Misalnya saja, kisah nabi-nabi disebutkan dalam Alquran untuk
memberikan kekuatan psikologis kepada peserta didik, dalam artian bahwa;
dengan mengemukakan kisah-kisah nabi (nabawi) kepada peserta didik, mereka
secara psikologis terdorong untuk menjadikan nabi-nabi tersebut sebagai uswah
(suri tauladan).
c. Metode perumpamaan
Metode ini, disebut pula metode “amstāl” yakni cara mendidik dengan
memberikan perumpamaan, sehingga mudah memahami suatu konsep.
Perumpamaan yang diungkapkan Alquran memiliki tujuan psikologi edukatif,
yang ditunjukkan oleh kedalaman makna dan ketinggian maksudnya. Dampak
edukatif dari perumpamaan Alquran dan Nabawi di antaranya adalah ;
emberikan kemudahan dalam memahami suatu konsep; mepengaruhi emosi
yang sejalan dengan konsep yang diumpamakan; mampu menciptakan motivasi
yang menggerakkan aspek emosi dan mental peserta didik.
d. Metode keteladanan
Metode ini, disebut pula metode “meniru” yakni suatu metode pendidikan
dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik
kepada anak didik. Dalam Alquran, kata teladan diproyeksikan dengan kata
uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang
berarti teladan yang baik. Metode keteladanan adalah suatu metode pengajaran
dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak didik
agar ditiru dan dilaksanakan.
e. Metode praktek dan pengulangan
Metode ini, disebut pula metode “latihan” yakni suatu metode pendidikan
dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan ulangan. Misalnya; latihan
praktek shalat; dan atau dalam bentuk final semester. Untuk menguasai suatu
materi pendidikan secara praktis diperlukan latihan-latihan secara teratur dan
berulang-ulang. Dengan latihan teratur, maka pengetahuan dan keterampilan
tertentu tidak saja dapat dikuasai secara sempurna tetapi juga selalu siap untuk
dipergunakan.
f. Metode Ibrah dan Mau’izhah
Metode ini, disebut pula metode “nasehat” yakni suatu metode
pengajaran dengan cara pendidik memberikan motivasi. Metode ibrah dan atau
mau’izhah (nasehat) sangat efektif dalam pembentukan keimanan, mem-
persiapkan moral, spiritual dan sosial anak didik. Nasehat dapat membukakan
mata anak didik terhadap hakekat sesuatu, serta memotivasinya untuk bersikap
luhur, berakhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.
g. Metode targhib dan tarhib
Istilah targib dan tarhib dalam Alquran berarti ancaman atau intimidasi
melalui hukuman yang disebabkan oleh suatu dosa kepada Allah dan rasul-Nya.
Jadi, ia juga dapat diartikan sebagai ancaman Allah melalui penonjolan salah
satu sifat keagungan dan kekuatan Ilahiah agar peserta didikteringat untuk tidak
melakukan kesalahan.
III. PENUTUP
Berdasar pada uraian-uraian yang lalu, maka dapat rumuskan bahwa yang
dimaksud teori belajar dan mengajar menurut petunjuk Alquran adalah aturan
dalam proses kegiatan belajar dan mengajar berdasarkan dalil-dalil yang mengacu
pada interpretasi ayat-ayat Alquran. Antara lain dalil-dalil yang bekenaan dengan
ini adalah QS. al-Alaq (96): 1-5 yang berbicara tentang perintah belajar dan
mengajar; QS. al-Nahl (16): 78 yang berbicara tentang komponen pada diri
manusia yang harus difungsikan dalam kegiatan belajar dan mengajar; QS.
Luqmān (31): 17-19 yang berbicara tentang pemantapan aqidah dan akhlak
dalam kegiatan belajar dan mengajar; QS. al-Nahl (16): 125 dan selainnya
tentang kewajiban belajar dan mengajar serta metode-metode yang digunakan.
Wa Allah A’lam bi al-Shawāb …