Strategi Belajar Mengajar (SBM)
-
Upload
hatta-ata-coy -
Category
Documents
-
view
181 -
download
6
description
Transcript of Strategi Belajar Mengajar (SBM)
Makalah Materi Perkuliahan
STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Final
Mata Kulaiah Strategi Belajar Mengajar
OLEH:
NAMA : M. HATTA
NIM : 1006104020116
JURUSAN PENJASKESREKFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALABANDA ACEH
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia nya, masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Strategi Belajar Mengajar”. Alhamdulillah penyusun telah selesai dan
diberi kesempatan untuk memberikan argumentasinya yang dituangkan dalam
makalah ini.
Mengingat banyaknya topik yang harus dibahas dan disesuaikan dengan Mata
Kuliah Strategi Belajar Mengajar diperguruan tinggi, maka penulis memberikan
pengertian secara terperinci agar pembaca bisa cepat paham dengan maksud
penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih mengandung banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat berterimakasih apabila pembaca bersedia
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun, sehingga dapat digunakan
untuk penyempurnaan makalah berikutnya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada Dosen Pembimbing
yang telah memberikan tugas makalah ini, karena dengan adanya makalah ini penulis
bisa lebih paham tentang Strategi Belajar Mengajar. Akhirnya semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.Amiin….
i
Banda Aceh, 16 Juni 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... iDAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I, PENDAHULUAN.............................................................................. 1A. Latar Belakang...................................................................................... 1B. Rumusan Masalah................................................................................. 2C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
BAB II, PEMBAHASAN................................................................................ 3A. Untuk Mengetahui Konsep Strategi Belajar Mengajar............................... 3
1. Pengertian SBM....................................................................................... 32. Klasifikasi SBM....................................................................................... 33. Implementasi Belajar Mengajar............................................................... 6
B. Untuk Mengetahui Hakikat, Ciri Dan Komponen Belajar Mengajar.......... 91. Hakikat Belajar Mengajar........................................................................ 92. Ciri-ciri Belajar Mengajar........................................................................ 93. Komponen-Komponen Belajar Mengajar................................................ 10
C. Untuk Mengetahui Saja Pendekatan Dalam Belajar Mengajar.................... 121. Pendekatan Individual.............................................................................. 132. Pendekatan Kelompok.............................................................................. 143. Pendekatan Bervariasi.............................................................................. 154. Pendekatan Educatif................................................................................. 155. Pendekatan Pengalaman........................................................................... 166. Pendekatan Pembiasaan........................................................................... 177. Pendekatan Emosional............................................................................. 178. Pendekatan Rasional................................................................................ 189. Pendekatan Fungsional............................................................................. 1810. Pendekatan Keagamaan............................................................................ 1911. Pendekatan Kebermaknaan...................................................................... 19
D. Untuk Mengetahui Kedudukan Pemilihan Dan Penentuan Metode Di Pengajaran............................................................................................. 211. Kedudukan Metode dalam Belajar Mengajar................................. 212. Pemilihan dan Penentuan Metode.................................................. 223. Metode Pembelajaran Kontruktuisme............................................ 234. Metode Pembelajaran Behaviourisme............................................ 27
BAB III, PENUTUP........................................................................................ 38A. Kesimpulan........................................................................................... 38B. Saran..................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 39
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman modern sekarang ini, masalah pendidikan merupakan suatu hal
yang sangat penting. Abad mendatang merupakan suatu tantangan bagi generasi yang
akan datang. Terutama bagi bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional dan
sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dengan bangsa lain.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa dan martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
Bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan percaya kepada Tuhan yang Maha Esa. Di dalam usaha untuk mencapai
tujuan tersebut, dibutuhkan seorang pendidik yang berkualitas sehingga dalam pola
pembelajaran yang diajarkan dalam proses belajar mengajar dapat mencapai tujuan
yang diinginkan.
Dalam proses belajar mengajar, dibutuhkan seorang pendidik yang mampu
berkualitas serta diharapkan dapat mengarahkan anak didik menjadi generasi yang
kita harapkan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa. Untuk itu, guru tidak hanya
cukup menyampaikan materi pelajaran semata, akan tetapi guru juga harus pandai
menciptakan suasana belajar yang baik, serta juga mempertimbangkan pemakaian
metode dan strategi dalam mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran dan sesuai
pula dengan keadaan anak didik.
Keberadaan guru dan siswa merupakan dua faktor yang sangat penting di
mana diantara keduanya saling berkaitan. Kegiatan belajar siswa sangat dipengaruhi
oleh kegiatan mengajar guru, karena dalam proses pembelajaran guru tetap
mempunyai suatu peran yang penting dalam memberikan suatu ilmu kepada anak
didiknya. Salah satu masalah yang dihadapi guru dalam menyelenggarakan pelajaran
adalah bagaimana menimbulkan aktifitas dan keaktifan dalam diri siswa untuk dapat
belajar secara efektif. Sebab, keberhasilan dalam suatu pengajaran sangat
dipengaruhi oleh adanya aktifitas belajar siswa. Salah satu cara untuk menimbulkan
aktifitas belajar siswa adalah dengan merubah kegiatan-kegiatan belajar yang
1
monoton, yang bisa dirubah dengan strategi-strategi belajar yang lebih baik sehingga
tercapai pembelajaran yang efektif dan efisien.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah konsep strategi belajar mengajar?
2. Apa hakikat, ciri dan komponen belajar mengajar?
3. Apa saja pendekatan dalam belajar mengajar?
4. Apakah kedudukan pemilihan dan penentuan metode di pengajaran?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep strategi belajar mengajar
2. Untuk mengetahui hakikat, ciri dan komponen belajar mengajar
3. Untuk mengetahui saja pendekatan dalam belajar mengajar
4. Untuk mengetahui kedudukan pemilihan dan penentuan metode di pengajaran
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Strategi Belajar Mengajar (SBM)
1. Pengertian SBM
Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan
materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup
dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada
siswa (Gerlach dan Ely). Strategi belajar-mengajar tidak hanya terbatas pada
prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket
pengajarannya (Dick dan Carey). Strategi belajar-mengajar terdiri atas semua
komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu
siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu dengan kata lain strategi belajar-mengajar
juga merupakan pemilihan jenis latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan
dicapai (Gropper). Tiap tingkah laku yang harus dipelajari perlu dipraktekkan.
Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda satu sama lain, maka jenis
kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa memerlukan persyaratan yang berbeda
pula.
Menurut Gropper sesuai dengan Ely bahwa perlu adanya kaitan antara
strategi belajar mengajar dengan tujuan pengajaran, agar diperoleh langkah-langkah
kegiatan belajar-mengajar yang efektif dan efisien. Ia mengatakan bahwa strategi
belajar-mengajar ialah suatu rencana untuk pencapaian tujuan. Strategi belajar-
mengajar terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin siswa betul-
betul akan mencapai tujuan, strategi lebih luas daripada metode atau teknik
pengajaran.
2. Klasifikasi SBM
Klasifikasi strategi belajar-mengajar, berdasarkan bentuk dan
pendekatan Expository dan Discovery/Inquiry.
“Exposition” (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi
yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti bukti yang
mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru.
Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan
3
siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu, disebut ekspositorik.
Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu pengajaran, pada
umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode mengajar yang lebih
dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran.
Suatu saat guru dapat menggunakan strategi ekspositorik dengan metode
ekspositorik juga. Begitu pula dengan discovery/inquiry. Sehingga suatu ketika
ekspositorik - discovery/inquiry dapat berfungsi sebagai strategi belajar-mengajar,
tetapi suatu ketika juga berfungsi sebagai metode belajar-mengajar.
Guru dapat memilih metode ceramah, ia hanya akan menyampaikan pesan
berturut-turut sampai pada pemecahan masalah/eksperimen bila guru ingin banyak
melibatkan siswa secara aktif. Strategi mana yang lebih dominan digunakan oleh
guru tampak pada contoh berikut:
Pada Taman kanak-kanak, guru menjelaskan kepada anak-anak, aturan untuk
menyeberang jalan dengan menggunakan gambar untuk menunjukkan aturan: Berdiri
pada jalur penyeberangan, menanti lampu lintas sesuai dengan urutan wama, dan
sebagainya.
Dalam contoh tersebut, guru menggunakan strategi ekspositorik. Ia
mengemukakan aturan umum dan mengharap anak-anak akan mengikuti/mentaati
aturan tersebut. Dengan menunjukkan sebuah media film yang berjudul
“Pengamanan jalan menuju sekolah guru ingin membantu siswa untuk merencanakan
jalan yang terbaik dari sekolah ke rumah masing-masing dan menetapkan peraturan
untuk perjalanan yang aman dari dan ke sekolah.
Dengan film sebagai media tersebut, akan merupakan strategi ekspositori bila
direncanakan untuk menjelaskan kepada siswa tentang apa yang harus mereka
perbuat, mereka diharapkan menerima dan melaksanakan informasi/penjelasan
tersebut. Akan tetapi strategi itu dapat menjadi discovery atau inquiry bila guru
menyuruh anak-anak kecil itu merencanakan sendiri jalan dari rumah masing masing.
Strategi ini akan menyebabkan anak berpikir untuk dapat menemukan jalan yang
dianggap terbaik bagi dirinya masing-masing. Tugas tersebut memungkinkan siswa
mengajukan pertanyaan pertanyaan sebelum mereka sampai pada penemuan-
penemuan yang dianggapnya terbaik. Mungkin mereka perlu menguji cobakan
penemuannya, kemungkinan mencari jalan lain kalau dianggap kurang baik.
4
Dan contoh sederhana tersebut dapat kita lihat bahwa suatu strategi yang
diterapkan guru, tidak selalu mutlak ekspositorik atau discovery. Guru dapat
mengombinasikan berbagai metode yang dianggapnya paling efektif untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.
Discovery dan Inquiry : Discovery (penemuan) sering dipertukarkan
pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan). Discovery (penemuan) adalah proses
mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Proses
mental misalnya; mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan
dan sebagainya. Sedangkan konsep, misalnya; bundar, segi tiga, demokrasi, energi
dan sebagai. Prinsip misalnya “Setiap logam bila dipanaskan memuai” Inquiry,
merupakan perluasan dari discovery (discovery yang digunakan lebih mendalam)
Artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya.
Misalnya; merumuskan problema, merancang eksperi men, melaksanakan
eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data,
membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Selanjutnya Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-
batas tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry adalah baik
untuk siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi. DR. J. Richard Suchman mencoba
mengalihkan kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang didominasi. guru ke situasi
yang melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud
diskusi, seminar dan sebagainya. Salah satu bentuknya disebut Guided Discovery
Lesson, (pelajaran dengan penemuan terpimpin) yang langkah-langkahnya sebagai
berikut:
a. Adanya problema yang akan dipecahkan, yang dinyatakan dengan pernyataan
atau pertanyaan
b. Jelas tingkat/kelasnya (dinyatakan dengan jelas tingkat siswa yang akan
diberi pelajaran, misalnya SMP kelas III)
c. Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui keglatan tersebut
perlu ditulis dengan jelas.
d. Alat/bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam
melaksanakan kegiatan
e. Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan kegiatan.
5
f. Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan/percobaan untuk
menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan
g. Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental
operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan.
h. Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang
mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
i. Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil terutama kalau penyelidikan
mengalami kegagalan atau tak berjalan Sebagaimana mestinya.
Sedangkan langkah-langkah inquiry menurut dia meliputi:
a. Menemukan masalah
b. Pengumpulan data untuk memperoleh kejelasan
c. Pengumpulan data untuk mengadakan percobaan
d. Perumusan keterangan yang diperoleh
e. Analisis proses inquiry.
3. Implementasi Belajar Mengajar
Dalam pembelajaran guru diharapkan mampu memilih model pembelajaran
yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Dimana dalam pemilihan Model
pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan
menyeluruh. Misalnya pada model pembelajaran berdasarkan masalah, kelompok-
kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah
disepakati oleh siswa dan guru. Ketika guru sedang menerapkan model pembelajaran
tersebut, seringkali siswa menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur
pemecahan masalah dan berpikir kritis. Model pembelajaran berdasarkan masalah
dilandasi oleh teori belajar konstruktivis. Pada model ini pembelajaran dimulai
dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan
kerjasama diantara siswa-siswa. Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa
menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan; guru
memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan
supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas
yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.
6
Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan
pembelajarannya, sintaks (pola urutannya) dan sifat lingkungan belajarnya. Sebagai
contoh pengklasifikasian berdasarkan tujuan adalah pembelajaran langsung, suatu
model pembelajaran yang baik untuk membantu siswa mempelajari keterampilan
dasar seperti tabel perkalian atau untuk topik-topik yang banyak berkaitan dengan
penggunaan alat. Akan tetapi ini tidak sesuai bila digunakan untuk mengajarkan
konsep-konsep matematika tingkat tinggi.
Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran adalah pola yang
menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai
dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks (pola urutan) dari suatu model
pembelajaran tertentu menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang harus
dilakukan oleh guru atau siswa. Sintaks (pola urutan) dari bermacam-macam model
pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama. Contoh, setiap model
pembelajaran diawali dengan upaya menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa
agar terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap model pembelajaran diakhiri dengan
tahap menutup pelajaran, didalamnya meliputi kegiatan merangkum pokok-pokok
pelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.
Tiap-tiap model pembelajaran membutuhkan sistem pengelolaan dan
lingkungan belajar yang sedikit berbeda. Misalnya, model pembelajaran kooperatif
memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel seperti tersedia meja dan kursi yang
mudah dipindahkan. Pada model pembelajaran diskusi para siswa duduk dibangku
yang disusun secara melingkar atau seperti tapal kuda. Sedangkan model
pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru.
Pada model pembelajaran kooperatif siswa perlu berkomunikasi satu sama
lain, sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa harus tenang dan
memperhatikan guru.
Pemilihan model dan metode pembelajaran menyangkut strategi dalam
pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah perencanaan dan tindakan yang tepat dan
cermat mengenai kegiatan pembelajaran agar kompetensi dasar dan indikator
pembelajarannya dapat tercapai. Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan
pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik
yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara
7
siswa dengan siswa. Di madrasah, tindakan pembelajaran ini dilakukan nara sumber
(guru) terhadap peserta didiknya (siswa). Jadi, pada prinsipnya strategi pembelajaran
sangat terkait dengan pemilihan model dan metode pembelajaran yang dilakukan
guru dalam menyampaikan materi bahan ajar kepada para siswanya.
Pada saat ini banyak dikembangkan model-model pembelajaran. Menurut
penemunya, model pembelajaran temuannya tersebut dipandang paling tepat diantara
model pembelajaran yang lain. Untuk menyikapi hal tersebut diatas, maka perlu kita
sepakati hal-hal sebagai berikut :
a. Model dan metode apapun yang diterapkan, pemanfaatan alat peraga masih
diperlukan dalam menjelaskan beberapa konsep belajar.
b. Kita tidak perlu mendewakan salah satu model pembelajaran yang ada. Setiap
model pembelajaran pasti memiliki kelemahan dan kekuatan.
c. Kita dapat memilih salah satu model pembelajaran yang kita anggap sesuai
dengan materi pembelajaran kita; dan jika perlu kita dapat menggabungkan
beberapa model pembelajaran.
d. Model apa pun yang kita terapkan, jika kita kurang menguasai meteri dan
tidak disenangi para siswa, maka hasil pembelajaran menjadi tidak efektif.
e. Oleh kerena itu komitmen kita adalah sebagai berikut :
Kita perlu menguasai materi yang harus kita ajarkan, dapat
mengajarkannya, dan terampil dalam menggunakan alat peraga.
Kita berniat untuk memberikan yang kita punyai kepada para siswa
dengan sepenuh hati, hangat, ramah, antusias, dan bertanggung jawab.
Menjaga agar para siswa “mencintai” kita, menyenangi materi yang kta
ajarkan, dengan tetap menjaga kredibilitas dan wibawa kita sebagai guru
dapat mengembangkan model pembelajaran sendiri. Anggaplah kita
sedang melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas.
Model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh para guru sangat
beragam. Model pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah
pembelajaran tertentu yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi dari
hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat di capai dengan lebih
efektif dan efisien.
8
B. Hakikat, Ciri dan Komponen Belajar Mengajar
1. Hakikat Belajar Mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, anak didik adalah sebagai subjek dan
sebagai objek dari kegiatan pengajaran karena itu, inti proses pengajaran tidak lain
adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan
pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk
mencapinya. Keaktifan anak didik di sana tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi
pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran
tidak tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak
merasakan perubahan di dalam dirinya.
Padahal belajar pada hakikatnya adalah “Perubahan” yang terjadi di dalam
diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Walaupun pada
kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kegiatan belajar. Misalnya,
perubahan fisik, mabuk, gila dan sebagainya. Akhirnya, bila hakikat belajar adalah
“perubahan”, maka hakikat belajar mengajar adalah proses “perubahan” yang
dilkakukan oleh guru.
2. Ciri-ciri Belajar Mengajar
Sebagai suatu proses perngaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas
dari ciri-ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi sebagai berikut:
a. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam
suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud dengan kegiatan belajar
mengajar itu sadar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai
pusat perhatian.
b. Ada suatu proses (jalannya interaksi) yang direncanakan, di desain untuk
mencapai secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada
prosedur, atau langkah-langkah sistematik dan relevan.
c. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang
khusus. Dalam hal ini materi harus di desain sedemikian rupa, sehingga
cocok untuk mencapai tujuan.
d. Ditandai dengan aktivitas anak didik. Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik
merupakan syarat untuk bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
9
e. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam
perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan
memberi motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif.
f. Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan dispilin. Disiplin dalam
kegiatan belajar mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang
diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru
maupun anak didik dengan sadar.
g. Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem
berkelas (kelompok anak didik), batas waktu menjadi salah satu ciri yang
tidak bisa ditingkatkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan
itu sudah harus tercapai.
h. Evaluasi. Dari seluruh kagiatan diatas, masalah evaluasi bagian penting yang
tidak bisa diabaikan, setelah guru melakukan kegiatan belajar mengajar.
Evaluasi harus guru lalkukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan
pengajaran yang telah dilakukan.
3. Komponen-Komponen Belajar Mengajar
Sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung
sejumlah komponen yang meliputi:
Tujuan. Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan
suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal
itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah amana
kagiatan itu akan di bawah. Akhirnya, guru tidak bisa mengabaikan masalah
perumusan tujuan bila ingin memprogramkan pengajaran.
Bahan Pelajaran. Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan
dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak
akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai
bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan
dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan
bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang
menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin
keilmuannya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan
pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat
10
menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya
bahan yang terlepas dari dispilin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai
penunjang dalam penyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran
penunjang ini harus disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang agar
dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua anak didik.
Kegiatan Belajar Mengajar. Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan
dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkam akan dilaksanakan
dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan
semua komponen pengajaran, kegiatan belajar akan menentukan sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah
interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu anak
didiklah yang lebih aktif, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator dan
fasilitator.
Metode. Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, mereka diperlukan oleh
guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah
pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia
tidak menguasai satu pun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para
ahli psikologi dan pendidikan (Syaiful Bahri Djamarah, 1991: 72).
Alat. Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka
mencapai tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam
mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan,
alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan
(Dr. Ahmad D. Marimba, 1989: 51).
Sumber Pelajaran. Yang dimaksud dengan sumber-sumber bahan dan
belajar adalah sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana
bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang (Drs. Udin Saripuddin
Winataputra, M.A. dan Drs. Rustana Ardiwinata, 1991: 165). Dengan demikian,
sumber belajar itu merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang
mengandung hal-halbaru bagi si pelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk
mendapatkan hal-hal baru (perubahan).
11
Evaluasi. Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Dalam
buku Essentials of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W.
Brown. Dikatakan bahwa Evaluation refer to the act or prosess to determining the
value of something. Jadi, menurut Wind dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan
atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di
atas, maka menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, (1983: 1) evaluasi
pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan
nilai sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan dunia pendidikan.
Berbeda dengan pendapat tersebut, Ny. Drs. Roestiyah N.K. (1989: 85)
mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya,
sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui
sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan
kemampuan belajar.
C. Berbagai Pendekatan Dalam Belajar Mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi
yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Interaksi yang
bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan
lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar. Guru
ingin memberikan layanan yang terbaik bagi anak didik, dengan menyediakan
lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi
pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta
hubungan dua arah yang harmonis antara guru dengan anak didik.
Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas
dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala
konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi penghambat
jalannya proses belajar mengajar, baik yang berpangkal dari perilaku anak didik
maupun yang bersumber dari luar anak didik, harus guru hilangkan, dan bukan
membiarkannya. Dan karena keberhasilan belajar mengajar lebih banyak ditentukan
oleh gurudalam mengelola kelas.
12
Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan
bijaksana, yang bisa merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak didik
akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai
pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi
pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.
Ada beberapa pendekatan yang dianjurkan dalam pembicaraan ini dengan harapan
dapat membantu guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam kegiatan belajar
mengajar. Demi jelasnya ikutilah uraian berikut.
1. Pendekatan Individual
Di kelas ada sekelompok anak didik. Mereka duduk di kursi masing-masing.
Mereka berkelompok dari dua sampai lima orang. Di depan mereka ada meja untuk
membaca dan menulis atau untuk meletakkan fasilitas belajar. Mereka belajar dengan
gaya yang berbeda-beda. Perilaku mereka juga bermacam-macam. Cara
mengemukakan pendapat, cara berpakaian, daya serap, tingkat kecerdasan dan
sebagainya, selalu ada variasinya. Masing-masing anak didik memang mempunyai
karakteristik tersendiri yang berbeda dari satu anak didik dengan anak didik lainnya.
Perbedaan individual anak didik tersebut memberika wawasan kepada guru
bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek
individual ini.
Pada kasus-kasus tertentu yang timbul dalam kegiatan belajar mengajar,
dapat diatasi oleh kegiatan individual. Misalnya, untuk menghentikan anak didik
yang suka biacara. Caranya dengan memisahkan/memindahkan salah satu dari anak
didik tersebut pada tempat yang terpisah dengan jarak yang cukup jauh. Anak didik
yang suka bicara di tempatkan pada kelompok anak didik yang pendiam.
Pendekatan individual mempunyai arti yang sangat penting bagi kepentingan
pengajaran. Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendakatan individual ini.
Pemilihan metode tidak bisa begitu saja mengabaikan kegunaan pendekatan
individual, sehingga guru dalam melaksanakan tugasnya selalu saja melakukan
pendekatan individual terhadap anak didik di kelas. Persoalan kesulitan belajar anak
lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual, walaupun
suatu saat pendekatan kelompok diperlukan.
13
2. Pendekatan Kelompok
Dalam kegiatan belajar mengajar terkadang ada juga guru menggunakan
pendekatan lain, yakni pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok memang suatu
waktu diperlukan dan dipergunakan untuk membina dan mengembangkan sikap
social anak didik. Hal ini disadari bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homo
socius, yakni makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama.
Dengan pendekatan kelompok dapat ditumbuh kembangkan rasa social yang
tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois
yang ada dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan
sosial timggi di kelas. Tentu saja sikap ini pada hal-hal yang baik saj. Mereka sadar
bahwa hidup ini saling ketergantungan, seperti ekosistem pada mata rantai kehidupan
pada semua mahkluk hidup di dunia. Tidak ada makhluk hidup yang terus menerus
berdiri sendiri tanpa ketergantungan makhluk lain secara langsung atau tidak
langsung, disadari atau tidak, makhluk lain itu ikut ambil bagian dalam kehidupan
makhluk tertentu.
Anak didik dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam kelompok akan
menyadari bahwa dirinya akan ada kekurangan dan kelebihan. Yang mempunyai
kelebihan dengan ikhlas mau mempunyai mereka yang mempunyai kekurangan.
Sebaliknya mereka yang menpunyai kekurangan dengan rela hati mau belajar dari
mereka yang mempunyai kelebihan, tanpa ada rasa minder. Persaingan yang positif
pun terjadi di kelas dalam rangka untuk mencapai prestasi belajar yang optimal.
Inilah yang diharapkan, yakni anak didik yang aktif, kreatif, dan mandiri.
Beberapa pengarang mengatakan, keakraban atau kesatuan kelompok
ditentukan oleh tarikan-tarikan interpersonal, atau saling menyukai satu sama lain.
Yang mempunyai kecenderungan menamai keakraban sebagai tarikan kelompok
adalah merupakan satu-satunya factor yang menyebabkan kelompok bersatu.
Keakraban kelompok ditentukan oleh beberapa factor, yaitu :
Perasaan diterima atau disukai teman-teman
Tarikan kelompok
Teknik pengelompokkan oleh guru
Partisipasi/ketelibatan dalam kelompok
14
Penerimaan tujuan kelompok dan persetujuan dalam cara mencapainya
struktur dan sifat-sifat kelompok.
Sedang sifat-sifat kelompok itu adalah:
Suatu multi personalia dengan tingkat keakraban tertentu
Suatu system interaksi
Suatu organisasi atau struktur
Merupakan suatu motif tertentu atau tujuan bersama
Merupakan suatu kekuatan atau standar perilaku tertentu
Pola perilaku dapat di observasi yang di sebut kepribadian.
3. Pendekatan Bervariasi
Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bernasalah
anak didik yang bervariasi. Setiap masalah dihadapi oleh anak didik tidak selalu
sama, terkadang ada perbedaan.
Dalam belajar, anak didik mempunyai motivasi yang berbeda. Pada satu sisi
anak didik memiliki motivasi yang rendah tetapi pada saat lain anak didik
mempunyai motivasi yang tinggi. Dalam mengajar, guru yang hanya menggunakan
satu metode biasanya sukar menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam waktu
yang relative lama. Bila terjadi perubahan suasana kelas, sulit menormalkannya
kembali. Ini sebagai tanda adanya gangguan dalam proses belajar mengajar. Karena
itu, dalam mengajar kebanyakan guru menggunakan beberapa metode dan jarang
sekali menggunakan satu metode.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru bisa saja membagi anak didik ke
dalam beberapa kelompok belajar. Tetapi dalam hal ini, terkadang diperlukan juga
pendapat dan kemauan anak didik. Permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak
didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang digunakan pun akan lebih tepat
dengan pendekatan bervariasi pula. Misalnya, anak didik yang tidak disiplin dan
anak didik yang suka berbicara akan berbeda pemecahannya dan menghendaki
pendekatan yang berbeda-beda pula. Perbedaan dalam teknik pemecahan kasus itulah
dalam pembicaraan ini didekati dengan “pendekatan bervariasi”.
4. Pendekatan Edukatif
Anak didik yang melakukan kesalahan yakni membuat keributan di kelas
ketika guru sedang memberikan pelajaran, misalnya tidak tepat diberikan sangsi
15
hokum dengan cara memukul badannya hingga luka atau cedera, ini hukuman yang
tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan yang salah. Guru telah
menggunakan Teori Power, yakni teori kekuasaan, untuk menundukkan orang lian.
Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan
kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan
kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan melakukan
pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap dan perbuatan yang guru lakukan harus
bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai
norma hokum, norma susila, norma, moral, norma social dan norma agama.
Guru yang hanya mengajar di kelas, belum dapat menjamin terbentuknya
kepribadian anak didik yang berakhlak mulia. Demikian juga halnya dengan guru
yang mengambil jarak dengan anak didik. Kerawanan hubungan guru dengan anak
didik kurang berjalan harmonis. Kerawanan hubungan ini menjadi kendala bagi guru
untuk melakukan pendekatan edukatif kepada anak didik yang bermasalah.
Guru yang jarang bergaul dengan anak didik dan tidak mau tahu dengan
masalah yang dirasakan anak didik, membuat anak didik apatis dan tertutup atas apa
yang dirasakannya. Sikap guru yang demikian kurang dibenarkan dalam pendidikan,
karena menyebabkan anak didik menjadi orang yang tertutup.
5. Pendekatan Pengalaman
Meskipun pengalaman diperlukan dan selalu dicari selama hidup, namun
tidak semua pengalaman dapat bersifat mendidik, karena ada pengalaman yang tidak
bersifat mendidik. Suatu pengalaman dikatakan tidak mendidik, jika guru tidak
membawa anak kea rah tujuan pendidikan, akan tetapi menyelewengkan dari tujuan
itu, misalnya “mendidik anak menjadi pencopet”. Karena itu, cirri-ciri pengalaman
yang edukatif adalah berpusat pada suatu tujuan yang berarti bagi anak, kontinu
dengan kehidupan anak, interaktif dengan lingkungan dan menambah integrasi anak.
Demikianlah pendapat Witherington.
Betapa tingginya nilai suatu pengalaman, maka disadari akan pentingnya
pengalaman itu bagi perkembsngsn jiwa anak. Sehingga dijadikanlah pengalaman itu
sebagai suatu pendekatan. Untuk pendidikan agam islam, pendekatan pengalaman
yaitu suatu pendekatan yang memberikan pengalaman keagamaan kepada siswa
dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan ini siswa diberi
16
kesempatan unuk mendapatkan pengalaman keagamaan, baik secara individu
maupun kelompok.
6. Pendekatan Pembiasaan
Pembiasaan adalah alat pendidikan. Bagi anak yang masih kecil, pembiasaan
ini sangat penting. Karena dengan pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan
menjadi milik anak kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok
manusia yang berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya pembiasaan yang buruk
akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang buruk pula. Begitulah
biasanya yang terlihat dan yang terjadi pada diri seseorang. Karenanya, di dalam
kehidupan bermasyarakat, kedua kepribadian yang bertentangan ini selalu ada dan
tidak jarang terjadi konflik di antara mereka.
Anak kecil memang belum mempunyai kewajiban, tetapi dia sudah
mempunyai hak, seperti hak dipelihara, hak dilindungi, hak diberi makanan yang
bergizi, dna hak mendapatkan pendidikan. Salah satu cara untuk memberikan haknya
di bidang pendidikan adalah dengan cara memberikan kebiasaan yang baik dalam
kehidupan mereka. Berdasarkan pembiasaan itulah anak terbiasa menurut dan taat
kepada peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat, setelah mendapatkan
pendidikan kebiasaan yang baik di rumah. Pengaruhnya juga terbawa ke sekolah.
Menanamkan kebiasaan yang baik memang tidak mudah, dan kadang-kadang makan
waktu yang lama.
Bertolak dari pendidikan kebiasaan itulah yang menyebabkan kebiasaan
dijadikan sebagai pendekatan pembiasaan. Pendidikan agama islam sangat penting
dalam hal ini, Karena dengan pendidikan pembiasaan itulah diharapkan siswa
senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. Maka dari itu pendekatan pembiasaan
dimaksudkan di sini, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. Dengan pendekatan ini siswa dibiasakan
mengamalkan ajaran agama, baik secara individual maupun secara kelompok dalam
kehidupan sehari-hari.
7. Pendekatan Emosional
Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada di dalam diri seseorang. Emosi
berhubungan dengan masalah perasaan. Seseorang yang mempunyai perasaan pasti
dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan rohaniah.
17
Perasaan rohaniah di dalamnya ada perasaan intelektual, perasaan social dan
perasaan harga diri.
Emosi atau perasaan adalah sesuatu yang peka. Emosi akan memberi
tanggapan bila ada rangsangan dari luar diri seseorang. Emosi mempunyai peranan
yang penting dalam pembentukan kepribadian seseorang. Itulah sebabnya
pendekatan emosional yang berdasarkan emosi atau perasaan dijadikan sebagai
salah satu pendekatan dalam pendidikan dan pengajaran, terutama untuk pendidikan
agama islam.
8. Pendekatan Rasional
Dengan kekuatan akalnya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang
baik dan mana perbuatan yang buruk, mana kebenaran dan mana kedustaan dari
sesuatu ajaran atau perbuatan. Dengan akal pula dapat membuktikan dan
mmbenarkan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta atas segala sesuatu di
dunia ini. Walaupun disadari keterbatasan akal untuk memikirkan dan memecahkan
sesuatu, tetapi diyakini pula bahwa dengan akal dapat dicapai ketinggian ilmu
pengetahuan dan penghasilan teknologi modern.
Akal atau rasio memang mempunyai potensi untuk menaklukkan dunia.
Tetapi jangan sampai mempertuhankan akal. Karena hal itu akan menggelincirkan
keimanan terhadap ajaran agama. Sebaiknya, akal dijadikan alat untuk membuktikan
kebenaran ajaran-ajaran agama. Dengan begitu, keyakinan terhadap agama yang
dianut bertambah kokoh. Karena keampuhan akal (rasio) itulah akhirnya dijadikan
pendekatan yang disebut pendekatan rasional guna kepentingan pendidikan dan
pengajaran di sekolah. Untuk mendukung pemakaian pendekatan ini, maka metode
mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah metode ceramah, Tanya
jawab, diskusi, kerja kelompok, dan pemberian tugas.
9. Pendekatan Fungsional
Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah bukanlah hanya
sekadar pengisi otak, tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik sebagai
individu maupun sebagai makhluk social. Anak dapat memanfaatkan ilmunya untuk
kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bahkan yang lebih
penting adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk kepribadian anak. Anak dapat
merasakan manfaat dari ilmu yang didapatnya di sekolah. Anak mendayagunakan
18
nilai guna dari suatu ilmu untuk kepentingan hidupnya. Dengan begitu, maka nilai
ilmu sudah fungsional di dalam diri anak.
Pendekatan fungsional yang diterapkan di sekolah diharapkan dapat
menjembatani harapan tersebut. Untuk memperlicin jalan ke arah itu, tentu saja
diperlukan penggunaan metode mengajar. Dalam hal ini ada beberapa metode
mengajar yang perlu dipertimbangkan, antara lain adalah metode latihan, pemberian
tugas, ceramah, Tanya jawab dan demonstrasi.
10. Pendekatan Keagamaan
Pendidikan dan pelajaran di sekolah tidak hanya memberikan satu atau dua
macam mata pelajaran, tetapi terdiri dari banyak mata pelajaran. Semua mata
pelajaran itu pada umumnya dapat dibagi menjadi mata pelajaran umum dan mata
pelajaran agama. Berbagai pendekatan dalam pembahasan terdahulu dapat digunakan
untuk kedua jenis mata pelajaran ini. Tentu saja penggunaannya tidak sembarangan,
tetapi harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang dicapai. Dalam
prakteknya tidak hanya digunakan satu, tetapi bisa juga penggabungan dua atau lebih
pendekatan.
Khususnya untuk mata pelajaran umum, sangat berkepentingan dengan
pendekatan keagamaan. Hal ini dimaksudkan agar nilai budaya ilmu itu tidak
sekuler, tetapi menyatu dengan nilai agama. Dengan penerapan prinsip-prinsip
mengajar seperti prinsip korelasi dan sosialisasi, guru dapat menyisipkan pesan-
pesan keagamaan untuk semua mata pelajaran umum.
Akhirnya, pendekatan agama dapat membantu guru untuk memperkecil
kerdilnya jiwa agama di dalam diri siswa, yang pada akhirnya nilai-nilai agama tidak
dicemoohkan dan dilecehkan, tetapi diyakini, dipahami, dihayati, dan diamalkan
secara hayat siswa di kandung badan.
11. Pendekatan Kebermaknaan
Beberapa konsep penting yang menyadari pendekatan ini diuraikan sebagai
berikut:
a. Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk mengungkapkan makna yang
diwujudkan melalui struktur (tata bahasa dan kosa kata). Dengan demikian,
struktur berperan sebagai alat pengungkapan makna (gagasan, pikiran,
pendapat, dan perasaan).
19
b. Makna ditentukan oleh lingkup kebahasaan maupun lingkup situasi yang
merupakan konsep dasar dalam pendekatan kebermaknaan pengajaran bahasa
yang natural, didukung oleh pemahaman lintas budaya.
c. Makna dapat diwujudkan melalui kalimat yang berbeda baik secara lisan
maupun tertulis. Suatu kalimat dapat mempunyai kalimat yang berbeda
tergantung pada situasi saat kalimat itu digunakan. Jadi keragaman ujaran
diakui keberadaannya dalam bentuk bahasa lisan atau tulisan.
d. Belajar bahasa asing adalah belajar berkomunikasi melalui bahasa tersebut,
sebagai bahasa sasaran, baik secara lisan maupun tertuis. Belajar
berkomunikasi ini perlu didukung oleh pembelajaran unsure-unsur bahasa
sasaran.
e. Motivasi belajar siswa merupakan factor utama yang menentukan
keberhasilan belajarnya. Kadar motivasi ini ditentukan oleh kadar
kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran siswa yang
bersangkutan. Dengan kata lain, kebemaknaan bahan pelajaran dan kegiatan
pembelajaran memiliki peranan yang amat penting dalam keberhasilan
belajar siswa.
f. Bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi
siswa jika berhubungan dengan kebutuhan siswa yang berkaitan dengan
pengalaman, minat, tata nilai, dan masa depannya. Karena itu, pengalaman
siswa dalam lingkungan, minat, tat nilai, dan masa depannya harus dijadikan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengajaran dan pembelajaran
untuk membuat pelajaran lebih bermakna bagi siswa.
g. Dalam proses belajar mengajar, siswa merupakan subjek utama, tidak hanya
sebagai objek belaka. Karena itu, cirri-ciri dan kebutuhan mereka harus
dipertimbangkan dalam segala keputusan yang terkait dengan pengajaran.
h. Dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai fasilitaor yang
membantu siswa mengembangkan keterampilan berbahasanya.
20
D. Kedudukan Pemilihan & Penentuan Metode dl Pengajaran
1. Kedudukan Metode dalam Belajar Mengajar
Salah satu usaha yang tidak pernah ditinggalkan adalah bagaimana
memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian
bagi keberhasilan belajar mengajar.
Dari hasil analisis yang dilakukan, lahirlah pemahaman tentang kedudukan
metode yaitu:
a. Metode sebagai Alat motivasi Ekstrinsik
Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang
tidak kalah petingnya dari komponen lalinnya dalam kegiatan belajar mengajar.
Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode
pengajaran. Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat
motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi ekstrinsik menurut
Sardiman. A.M (1988;90) adalah motif – motif yang aktif dan berfungsinya, karena
adanya perangsang dari luar. Karena itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang
dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang.
b. Metode Sebagai Strategi Pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu
berkonsentrasi dalam waktu yang relative lama. Daya serap anak didik terhadap
bahan yang diberikan juga bermacam – macam, ada yang cepat, ada yang sedang,
dan ada yang lambat. Factor intelegensi mempengaruhi daya serap anak didik
terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat lambatnya penerimaan
anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu
yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat tercapai.
c. Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan
Tujuan adalah suatu cita – cita yang akan dicapai dlam kegiatan belajar
mengajar. Tujuan adalah pedoman yang member arah kemana keegiatan belajar
mengajar akan dibawa. Metode adalah pelican jalan pengajaran menuju tujuan.
Ketika tujuan dirumuskan agar anak didik memiliki keterampilan tertentu, maka
metode yang digunakan harus sesuai dengan tujuan. Antara metode dan tujuan
jangan bertolak belakang. Artinya, metode harus menunjang pencapaian tujuan
pengajaran. Bila tidak, maka akn sia – sialah tujuan tersebut.
21
2. Pemilihan dan Penentuan Metode
a. Nilai Strategi Metode
Guru sebaiknya memperhatikan dalam pemilihan dan penentuan metode
sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di kelas.
b. Efektivitas Penggunaan Metode
Efektivitas penggunaan metode dapat terjadi bila ada kesesuaian antara
metode dengan semua komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam
suatu pelajaran, sebagai persiapan tertulis.
c. Pentingnya Pemilihaan dan Penentuan Metode
Guru sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan
lingkungan belajar yang kreativ bagi kegiatan belajar anak didik di kelas. Salah
satu kegiatan yang harus guru lakukan adalah melakukan pemulihan dan
penetuan metode yang bagaimana yang akan dipilih untuk mencapai tujuan
pengajaran.
d. Faktor – factor yang mempengaruhi Pemilihan Metode
Guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling serasi untuk situasi
dan kondisi yang khusus dihadapinya, jjika memahami sifst – sifst masing –
masing metode tersebut. Winarno Surahmad (1990; 97) mengatakan, bahwa
pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa factor sebagai
berikut :
Anak Didik. Anak didik adalah manusia berpotensi yang mengahajatkan
pendidikan.
Tujuan. Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar
mengajar.
Situasi. Situasi adalah suasana kegiatan belajar mengajar yang guur ciptakan
tidak selalu sama dari hari kehari.
Fasilitas. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak didik di
sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akna mempengaruhi pemilihan
metode mengajar.
Guru. Guru adalah manusia berpotensi yang mengjarkan pendidikan.
22
3. Metode pembelajaran Konstruktivisme
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan)
dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari
guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa
yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana
terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga
terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu
berarti membentuk pengertian atau ……pengetahuan secara aktif dan terus-menerus
(Suparno, 1997).
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata.
Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar
yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman
sendiri.sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan
kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan
kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan
fasilitasi orang lain.
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu
sendiri.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
23
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep
secara lengkap.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori
belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa
juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam
tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir
melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989:
159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.
Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya
informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:
133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi
pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi
skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa
dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.
Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993;
Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of
Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan
orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih
mampu.
24
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama
tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Scaffolding
merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan
memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan,
memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa
itu belajar mandiri.
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis
sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis sosial
memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi
matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem
posing) oleh manusia (Ernest, 1991). Dalam pembelajaran matematika, Cobb,
Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio (socio-
constructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan
berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi
untuk merespon masalah yang diberikan. Karakteristik pendekatan konstruktivis
sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.
a. Kelebihan Dan Kelemahan Teori Konstrutivisme
Kelebihan
1) Berfikir : Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
2) Faham : Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya
dalam semua situasi.
3) Ingat : Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan
ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini
membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi
dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4) Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan
rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
25
5) Seronok : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat,
yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok
belajar dalam membina pengetahuan baru.
Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam
proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu
mendukung.
b. Proses Belajar Menurut Konstrukvistik
1) Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik
dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi
belajar.
2) Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang
dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang
berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya
melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran
struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari
pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
3) Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar.
Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan
memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat
dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi
peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling
menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu
sendiri.
4) Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu
agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru
tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan
membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sebdiri.
5) Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam
kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya
26
sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan
fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
6) Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat
mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas,
kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada
pengalaman.
4. Metode Pembelajaran Behaviourisme
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku
yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan
belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar.
Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap
stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku
S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
a. Mementingkan faktor lingkungan
b. Menekankan pada faktor bagian
c. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan
metode obyektif.
d. Sifatnya mekanis
e. Mementingkan masa lalu
Edward Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang
berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari
Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku
yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social
Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book
(1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-
asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
27
mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari
eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui
bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya
kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau
percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and
connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena
itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori
belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike
yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia
dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah
dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka
secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh.
Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and
conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat
salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap response
menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan
response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
S R S1 R1 dst
Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka
kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari.
Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu
sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi
untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru
dapat dengan sengaja enyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut
akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
28
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-
menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia
merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskanPrinsip
pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk
asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka
ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan
belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan
bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak
akan melakukan tindakan lain. Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak,
tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan
melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia
melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan
tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku
diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law
of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan
tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila
koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan
bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi
pelajaran akan semakin dikuasai.
Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya
koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan
cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan
yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan
diulangi.
29
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat
menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah
dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis
gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR
akan membentuk sikapnya.
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya
sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan
perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melakukan respons-
respons langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto,
1984).
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response).
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan
error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh
respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Hukum Sikap ( Set/ Attitude).
Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya
ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan
keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial, maupun
psikomotornya.
Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element).
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan
respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan
situasi ( respon selektif).
Hukum Respon by Analogy
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi
yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan
situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga
terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru.
Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.
30
Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke
situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan
sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian
teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :
Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup
untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun
hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah. Hukum akibat direvisi.
Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah
laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa. Syarat utama
terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai
antara stimulus dan respon. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang
lain maupun pada individu lain.
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaitu
kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan
masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap
kucing dengan problem box-nya.
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa
tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di
sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan
kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur
departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian
mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang
Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat
mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of
Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses
yang ditemukan Pavlov melalui percobaanny terhadap anjing, dimana perangsang
asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang
sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
31
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya
sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan
seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa
yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun
bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan
mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-
rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang
didinkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang
(anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia.
Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda
dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor
anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan
sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan
diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru
makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang
demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya
memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan.
Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan
buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing
tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih.
Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada
manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak
disadari manusia. Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan
dpat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh
bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan
ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan
sehar-jhari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari
32
penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin
suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut
bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak
ada lagu trsebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya.
Contoh lai adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di
bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-
bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di
rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus
berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi
Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami
dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus
yang berasal dari luar dirinya.
Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan
pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner
menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam
perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku
itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946
dalam masalah “The Experimental an Analysis of Behavior”. Hasil konferensi
dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori
oleh Asosiasi Psikologi di Amerika (Sahakian,1970)
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris
dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol
melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku
organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif
besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada
conditioning klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara
searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan. Menajemen Kelas
menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain
33
dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan
dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant
Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif)
yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang
sesuai dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam
kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan
yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yangdapat diatur
nyalanya, dan lantai yanga dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah
keluar untuk mencari makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar
dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal
diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si
tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner
mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya
adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin
kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu
penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa
hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain
menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain:
Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan,
jika benar diberi penguat.
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan
perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
Dalam pembelajaran digunakan shaping.
34
Robert Gagne ( 1916-2002)
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang
terkenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam
instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia
kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk
mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori
Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk
merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat
dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan
kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus
mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang
paling sederhana dilanjutnkanpada yanglebih kompleks ( belajar SR, rangkaian SR,
asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih
tinggi(belajar aturan danpemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap
mengacu pada asosiasi stimulus respon.
Albert Bandura (1925-masih hidup)
Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare alberta
berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial
atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah
eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif
dari orang dewasa disekitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru,
keakuratan umpan balik.
Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri
sendiri.
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan
mempunyai prinsip prinsip sebgai berikut:
35
Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara
mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik
kemudian melakukannya.
Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang
dimilikinya.
Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut
disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam
kerangka Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu
memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan
bagaimana memodifikasi perilaku.
Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam
berbagai pendidikan secara massal.
Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah
ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
a. Mementingkan pengaruh lingkungan
b. Mementingkan bagian-bagian
c. Mementingkan peranan reaksi
d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur
stimulus respon
e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
f. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme
akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan
pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru
tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh
baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara
hierarki dari yang sederhana samapi pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang
36
dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan
latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil
yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu
perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan
perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian
didasari atas perilaku yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada
guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan
diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik
mempunyai persyartan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak
setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru
pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi
behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang
membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :
Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya,
contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka
mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran
juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak
menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi
berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari
murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan
guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oelh para tokoh behavioristik
justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
37
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan
materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup
dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa.
Strategi belajar-mengajar terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan
prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pengajaran
tertentu dengan kata lain strategi belajar-mengajar juga merupakan pemilihan jenis
latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai. Tiap tingkah laku yang
harus dipelajari perlu dipraktekkan. Karena setiap materi dan tujuan pengajaran
berbeda satu sama lain, maka jenis kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa
memerlukan persyaratan yang berbeda pula.
Dari hasil pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
antara model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, tehnik
dan metode pembelajaran. Walaupun perbedaan itu tidak begitu tegas, karena semua
istilah merupakan satu kesatuan yang saling menunjang, untuk melaksanakan proses
pembelajaran. Jadi model pembelajaran adalah pembungkus proses pembelajaran
yang didalamnya ada pendekatan, strategi, metode dan tehnik. Contoh : model yang
digunakan guru PAIKEM, Pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan
pemerintah adalah pendekatan pembelajaran yang terfokus pada siswa, dimana
strategi pembelajaran siswa aktif, bisa mengungkapan gagasan, penemuan-
penemuan.
B. Saran
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang
memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif
dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.
38
DAFTAR PUSTAKA
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar
(Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Djamarah, Syaiful Bahri, Aswan Zain.2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
………………………, 2008, Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik
Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/). Diakses: Banda Aceh, 17
Juni 2012.
39