BBLR.doc
-
Upload
singgih-purwanto -
Category
Documents
-
view
23 -
download
0
description
Transcript of BBLR.doc
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan adalah suatu proses fisiologis yang terjadi hampir pada setiap
wanita. Dari setiap kehamilan yang diharapkan adalah lahirnya bayi yang sehat
sempurna secara jasmaniah dan dengan berat badan lahir yang cukup. Tetapi
adakalanya kelahiran bayi tersebut tidak seperti yang diharapkan, seperti lahirnya
bayi dengan berat lahir rendah yaitu kurang dari 2500 gram. Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) merupakan salah satu indikator dari tingkat kesehatan ibu dan
anak, dan bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan determinan yang
utama pada kematian perinatal dan neonatal. Menurut WHO bayi berat lahir
rendah merupakan penyebab dasar kematian neonatus (Depkes, 2000).
Bayi dengan BBLR termasuk dalam kelompok neonatus resiko tinggi. Istilah
neonatus resiko tinggi menyatakan bahwa bayi harus mendapatkan pengawasan
ketat oleh para dokter dan perawat yang telah berpengalaman karena neonatus ini
memilki kemungkinan lebih besar untuk mengalami kematian atau menjadi sakit
berat dalam masa neonatal. Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
neonatus, maka perlu sekali kita mengenali neonatus dengan resiko tinggi sedini
mungkin.
BBLR merupakan salah satu dari tiga penyebab utama kematian neonatal di
Indonesia. Makin rendah masa gestasi dan berat lahir bayi makin tinggi angka
kematian bayi. Kehidupan bayi biasanya berakhir di ruang perawatan
intensif neonatus sebagai akibat berbagai morbiditas neonatus.
Bayi lahir dengan BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang
mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal.
Selain itu bayi BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia
tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang
tinggi.
Ibu hamil yang menderita masalah gizi khususnya gizi kurang seperti kurang
energi kronis (KEK), anemia, penyakit menahun ibu, umur ibu yang kurang dari
20 tahun kondisinya belum siap untuk menerima kehamilan karena anatomi
tubuhnya belum sempurna, umur ibu lebih dari 35 tahun anatomi tubuhnya
mulai mengalami degenerasi, jarak kehamilan yang terlalu deket. Mempunyai
resiko kesakitan yang lebih besar dibanding dengan ibu hamil normal. Akibatnya
mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan
BBLR, kematian saat persalinan, perdarahan pasca persalinan. Bayi yang di
lahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan
yang baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan, bahkan dapat menggangu kelangsungan hidupnya (Lubis,2003
WHO memperkirakan lebih dari 20 juta Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
lahir setiap tahun dan mempengaruhi sekitar 16% dari BBLR di negara
berkembang. Kejadian BBLR di 25 negara berkembang sebesar 23,6%, sedangkan
di 11 negara maju kejadian BBLR sebesar 5,9%. Terlihat bahwa kejadian BBLR
di negara berkembang 4 kali lebih besar dibanding dengan BBLR di negara
maju (Agustina, 2006).
Angka bayi berat lahir rendah (BBLR) masih cukup tinggi, terutama di
negara dengan sosio ekonomi rendah. Data statistik menunjukkan sekitar 90 kasus
BBLR terjadi di negara berkembang. Di negara berkembang, angka kematian
BBLR mencapai 35 kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir di atas
2500 gram.
Frekuensi BBLR di Negara maju berkisar antara 3,6 – 10,8%, di
Negara berkembang berkisar antara 10 – 43%. Rasio antara Negara maju
dan Negara berkembang adalah 1 : 4. Menurut WHO, pada tahun 1995 hampir
semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal di negara berkembang atau
berpenghasilan rendah. Lebih dari dua per tiga kematian adalah BBLR yaitu
berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Secara global diperkirakan terdapat 25
juta persalinan per tahun dimana 17% diantaranya adalah BBLR dan hampir
semua terjadi di Negara berkembang.
Di Negara maju, angka kejadian kelahiran bayi prematur adalah sekitar 6-
7%.Di Negara sedang berkembang, angka kelahiran ini lebih kurang tiga kali
lipat. DiIndonesia, kejadian bayi prematur belum dapat dikemukakan, tetapi angka
kejadian BBLR di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1986
adalah 24%.Angka kematian perinatal di rumah sakit pada tahun yang sama
adalah 70%, dan 73% dari seluruh kematian disebabkan oleh BBLR.
Berdasarkan hasil pengumpulan data indikator kesehatan propinsi yang
berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, proporsi BBLR pada tahun 2000
berkisar antara 0,91% (Gorontalo) dan 18,89% (Jawa Tengah), sedangkan pada
tahun 2001 berkisar antara 0,54% (NAD) dan 6,90% (Sumatra Utara). Angka
tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya yang ada di masyarakat karena
belum semua berat badan bayi yang dilahirkan dapat dipantau oleh petugas
kesehatan, khususnya yang ditolong oleh dukun atau tenaga non kesehatan
lainnya.
Angka kematian bayi di Indonesia tercatat 51,0 per 1000 kelahiran hidup
pada tahun 2003, masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan Negara–
negara di bagian ASEAN. penyebab kematian bayi terbanyak adalah karena
gangguan perinatal. Dari seluruh kematian perinatal sekitar 2 – 27%
disebabkan karena kelahiran bayi BBLR. Sementara itu prevalensi BBLR pada
saat ini diperkirakan 7–14% yaitu sekitar 459.200 – 900.000 bayi.
Di Indonesia kejadian BBLR bervariasi, secara nasional menurut analisa
SDKI 2002-2003 kejadian BBLR sebesar 6%. Kejadian BBLR berdasarkan
provinsi bervariasi dengan rentang 2 %-15,1 % dimana yang terendah di provinsi
Sumatera Utara dan tertinggi di provinsi Sulawesi Selatan. Di Jawa Barat BBLR
merupakan penyebab kematian bayi (0-1 tahun) nomor 3 pada tahun 1998 (8.5%)
dan nomor 4 pada tahun 1999 (8.71%).
Sejak tahun 1981, frekuensi BBLR telah naik, terutama karena adanya
kenaikan jumlah kelahiran preterm. Sekitar 30% bayi BBLR di Amerika Serikat
mengalami dismaturitas, dan dilahirkan sesudah 37 minggu. Di negara-negara
yang sedang berkembang sekitar 70% bayi BBLR tergolong dismaturitas.
Berat lahir dipengaruhi dua proses penting, yaitu: lamannya (umur)
kehamilan dan pertumbuhan intrauterine. Risiko kematian neonatal dengan BBLR
adalah 6.5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan bayi lahir berat badan cukup
(Ronoatmodjo, 1996). Berat lahir dipengaruhi dua proses penting, yaitu:
lamannya (umur) kehamilan dan pertumbuhan intrauterine. Risiko kematian
neonatal dengan BBLR adalah 6.5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan bayi
lahir berat badan cukup (Ronoatmodjo, 1996).
Penelitian lain di Amerika menyatakan bahwa risiko kematian neonatal pada
bayi dengan BBLR hampir 40 kali lebih besar bila dibandingkan dengan bayi
yang lahir dengan berat badan cukup (Institute of medicine, 1990). Data
epidemiologi di Inggris dan berbagai Negara maju lainnya memperlihatkan,
setelah menjadi dewasa bayi dengan berat lahir rendah untuk masa
kehamilannya akan lebih mudah terkena penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus
(DM) tipe 2 maupun penyakit kordiovaskuler (PKV) (Sayogo, 2003).
Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0 – 6 hari adalah
gangguan pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%),
kelainan darah/ikterus (6%), postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%).
Penyebab kematian neonatal 7 – 28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan
kongenital (19%), pneumonia (17%), Respiratori Distress Syndrome/RDS (14%),
prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%), tetanus (3%), defisiensi
nutrisi (3%) dan Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS (3%). Penyebab kematian
bayi (29 hari – 1 tahun) adalah diare (42%), pneumonia (24%),
meningitis/ensefalitis (9%), kelainan saluran cerna (7%), kelainan jantung
kongenital dan hidrosefalus (6%), sepsis (4%), tetanus (3%) dan lain-lain (5%).
Penyebab kematian balita (1 – 4 tahun) adalah diare (25,2%), pneumonia (15,5%),
Necrotizing Enterocolitis E.Coli/NEC (10,7%), meningitis/ensefalitis (8,8%),
DBD (6,8%), campak (5,8%), tenggelam (4,9%) dan lain-lain (9,7%). (PWS KIA)
Di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi, sekitar 56%
kematian terjadi pada periode yang sangat dini yaitu di masa neonatal. Sebagian
besar kematian neonatal terjadi pada 0-6 hari (78,5%) dan prematuritas
merupakan salah satu penyebab utama kematian. Target MDG 2015 adalah
menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) kelahiran hidup menjadi 23 per
1000 kelahiran hidup. Sedangkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKB masih 34/1.000 kelahiran hidup. Untuk
mencapai penurunan AKB di atas, dalam Renstra Depkes terdapat 4 strategi
utama yaitu meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas,
meningkatkan keterampilan petugas kesehatan, meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dan meningkatkan pembiayaan kesehatan masyarakat.
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun
1980-an melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian
besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada
akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk
menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making
Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000.
Sejak tahun 1985 pemerintah merancang Child Survival (CS) untuk penurunan
AKB. Kedua Strategi tersebut diatas telah sejalan dengan Grand Strategi
DEPKES tahun 2004.
Di Jawa Timur telah secara intensif melakukan kegiatan pelatihan terhadap
para profesional kesehatan. Para tenaga yang terlatih Manajemen BBLR di
Propinsi Jawa Timur dalam kurun waktu hampir dua tahun (2006-2007) telah
mencakup : Dokter Spesialis Anak : 38 orang (18,36%); Dokter Puskesmas : 76
orang (5,32%) dan Bidan : 76 orang (0,72%). Melihat prosentase yang masih jauh
dari jumlah keseluruhan tenaga profesional di Jawa Timur tentunya pelatihan-
pelatihan manajemen BBLR di masa mendatang masih akan terus dibutuhkan.
BBLR dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan,
ganguan pendengaran, penglihatan, ganguan belajar, retardasi mental, masalah
perilaku dan cerebral palsy, serta rentan terhadap infeksi saluran pernafasan
bagian bawah (Agustina, 2006). Sekitar 45% kematian bayi terjadi pada bayi yang
berumur kurang dari 1 bulan terutama disebabkan bayi berat lahir rendah (BBLR)
(Depkes, 1996).Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan
mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya, sehingga membutuhkan
biaya perawatan yang tinggi (Anonim, 2006).
B. Rumusan Masalah
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan Angka kejadian
dan angka kematian BBLR yang masih tinggi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang berkaitan dengan pengetahuan, budaya, sosial ekonomi dan
keagamaan sehingga dapat mempengaruhi derajat kesehatan, oleh karena itu
permasalahan ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi atau acuan untuk
meningkatkan kinerja petugas kesehatan dalam rangka menciptakan Indonesia
sehat.
Upaya untuk meningkatkan kualitas manusia seyogyanya harus dimulai
sedini mungkin sejak janin dalam kandungan dan sangat tergantung kepada
kesejahteraan ibu termasuk kesehatan dan keselamatan reproduksinya. Oleh
karena itu upaya meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia
merupakan salah satu program prioritas. Meskipun Widya Karya Pangan dan Gizi
VII juga mencatat turunnya angka kematian bayi (AKB) dari 68 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
2002, tetapi angka tersebut tetaplah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara
tetangga ASEAN (Depkes,1999 ).
Kejadian BBLR yang tinggi menunjukkan bahwa kualitas kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat itu masih rendah. Untuk itu diperlukan upaya untuk
menurunkan angka kejadian BBLR agar kualitas kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat menjadi meningkat. Kejadian BBLR ini bisa dicegah bila kita
mengetahui faktor-faktor penyebabnya Maka perlu diketahui penanggulangan
BBLR di wilayah kerja Puskesmas Cipedes di kelurahan Cipedes.
C. Tujuan
Tujuan referat ini adalah untuk mengetahui masalah Bayi Baru Lahir Rendah
(BBLR) dan penanggulangannya.
A. Manfaat
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program KIA dan promosi
kesehatan di Puskesmas Cipedes, Kota Tasikmalaya.
2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan penulis dalam
melaksanakan tugas.
3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dalam rangka menambah
pengetahuan masyarakat agar tanggap terhadap kondisi BBLR.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan
lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (WHO, 1994:9). Menurut
Departemen Kesehatan (1999) bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah
bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, sehingga pertumbuhan
dan pematangan (maturitas) organ dan alat-alat tubuh belum sempurna, akibatnya
sering terjadi komplikasi yang berakhir dengan kematian.
Dulu bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500
gram (≤2500 gram) disebut bayi prematur.Tetapi ternyata morbiditas dan
mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada
maturitas bayi itu.
Untuk mendapat keseragaman, pada kongres European Perinatal Medicine
IIdi London (1970) telah diusulkan defenisi berikut :
a) Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari
37minggu.
b) Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37
minggusampai 42 minggu.
c) Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu
ataulebih.
B. Klasifikasi BBLR
Dengan pengertian seperti yang telah diterangkan diatas, bayi BBLR dapat
dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
a) Prematuritas murni masa gestasinya <37 minggu dan berat badannya sesuai
dengan berat badanuntuk masa gestasi itu atau biasa disebut bayi kurang
bulan-sesuai masakehamilan (BKB-SMK).
b) Bayi small for gestational age (SGA)
Yaitu berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terdiri
atas 3 jenis.
a. Simetris (intrauterus for gestational
age)
Yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam
jangka waktu yang lama.
b. Asimetris (intrauterus growth
reterdational)
Yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir kehamilan.
c. Dismaturitas
Yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masagestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan
(KMK)
C. Stadium BBLR
BBLR dapat juga dibagi menjadi 3 stadium.
1. Stadium I
Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulit longgar, kering, namun belum
terdapat noda mekonium.
2. Stadium II
Bila didapatkan tanda-tanda stadium I ditambah warna kehijauan pada kulit,
plasenta, dan umbikulus hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur
dalam amnion kemudian mengendap ke dalam kulit, umbikulus dan plasenta
sebagai akibat anoksia intrauterus.
3. Stadium III
Ditemukan tanda stadium II ditambah kulit berwarna kuning, demikian pula
kuku dan tali pusat.
Pertumbuhan alat-alat dalam tubuh bayi prematur kurang sempurna,
Karena itu bayi sangat peka terhadap gangguan pernafasan, infeksi, trauma
kelahiran, hipotermi, dan sebagainya. Sedangkan bayi dismatur dapat lebih
mudah hidup seteleh berada diluar rahim karena alat-alat dalam tubuh lebih
berkembang dibandingkan bayi prematur dengan berat badan yang sama. Namun
bayi akan lebih peka terhadap infeksi dan hipotermi dibandingkan dengan
bayi yang lahir dengan berat badan normal.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian bayi BBLR
Terjadinya BBLR merupakan hasil interaksi antara usia pertumbuhan dengan
usia kandungan serta kemampuan janin untuk mencapai berat optimal saat lahir
dan ditentukan oleh adanya persediaan zat-zat gizi yang cukup dalam arti
kuantitas serta kualitas untuk kelanjutan tumbuh kembang anak dalam kandungan
serta kemampuan ibu memelihara kehamilan sehingga cukup bulan.
Secara garis besar kejadian BBLR maupun usia belum sesuai dengan
masa gestasinya adalah sebagai berikut :
a. Umur Ibu
Tinggi rendahnya resiko dalam proses kehamilan dan persalinan sangat
bergantung pada faktor usia ibu. Usia reproduksi yang optimal bagi
seorang ibu adalah usia 20-35 tahun, dibawah dan diatas usia tersebut akan
terjadi peningkatan resiko kehamilan dan persalinan.
Pada usia yang muda, rahim dan panggul ibu seringkali belum
tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya keselamatan dan kesehatan
janin dalam kandungan dapat terganggu. Keadaan mental ibu juga dinilai
belum cukup dewasa sehingga belum mampu merawat diri dan
kandungannya. Sementara itu, pada usia yang terlalu tua telah terjadi
perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi.
Di sisi lain, ada kecendrungan ditemukan penyakit lain dalam tubuh ibu yang
dapat mempengaruhi kehamilan.
Menurut Manik yang dikuti oleh Jumirah, dkk (2001) usia ibu < 20 tahun
beresiko 14 kali lebih besar dan usia > 35 tahun beresiko 4 kali
lebih besar melahirkan bayi BBLR dibandingkan usia 20-35 tahun.
b. Suku (Ras)
Perbedaan kejadian BBLR pada suku bangsa lebih dikaitkan
dengan kebiasaan dan pola makan yang telah dianut oleh masing-masing
suku bangsa tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi gizi ibu yang
kemudian berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan janin. 20
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kesehatan bayi. Dengan berbekal pendidikan yang cukup,
seorang ibu dinilai lebih banyak memperoleh informasi yang dibutuhkan.
Selain itu, ibu dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi labih mudah
menyerap informasi atau himbauan yang diberikan. Dengan demikian
mereka dapat memilih serta menentukan alternatif terbaik dalam
melakukan perawatan dan pemeriksaan kehamilan sehingga dapat melahirkan
bayi dengan berat badan lahir normal.
d. Paritas
Paritas merupakan jumlah persalinan yang pernah dialami ibu sebelum
kehamilan/persalinan tersebut. Kejadian BBLR yang tinggi pada
kelompok ibu dengan paritas rendah dihubungkan dengan faktor umur ibu
yang masih terlalu muda, dimana organ-organ reproduksi ibu belum
tumbuh secara sempurna dan kondisi psikis ibu yang belum siap.
Sedangkan pada ibu dengan paritas tinggi, hal yang mungkin terjadi adalah
gangguan-gangguan kesehatan seperti anemia, kurang gizi ataupun gangguan
pada rahim. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan janin
sehingga meningkatkan resiko terjadinya BBLR.
e. Jarak Kehamilan
Ibu hamil dengan jarak kelahiran dari anak terkecil < 2 tahun akan
meningkatkan risiko terjadinya BBLR. Dalam kondisi seperti ini, ibu masih
membutuhkan waktu untuk memulihkan kesehatan fisik dan rahimnya. Jarak
kehamilan yang dekat dapat mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu sehingga
berpengaruh pula terhadap janin.
f. Usia Kehamilan
Pada kongres European Perinatal Medicine ke II disepakati
ketentuan untuk keseragaman mengenai usia kehamilan yaitu: bayi
kurang bulan (preterm) adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37
minggu, bayi cukup bulan (aterm) adalah bayi dengan masa kehamilan 37
minggu sampai dengan 42 minggu, dan bayi lebih bulan (postterm) adalah
bayi dengan masa kehamilan lebih dari 42 minggu.
g. Riwayat Kehamilan Terdahulu
Riwayat kehamilan dan persalinan seorang ibu memberikan gambaran
tentang keadaan bayi yang sedang dikandungnya. Angka lahir mati atau
krjadian BBLR cenderung meningkat pada ibu-ibu yang mempunyai riwayat
kehamilan yang buruk.
Saraswati, dkk (1998) menyebutkan bahwa ibu yang pernah mengalami
keguguran akan berisiko 2,81 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR
di bandingkan ibu yang tidak pernah mengalami keguguran. Sedangkan pada
ibu yang pernah melahirkan bayi lahir mati beresiko 4,35 kali
melahirkan bayi BBLR dibanding ibu yang tidak pernah melahirkan bayi
lahir mati.
h. Komplikasi Kehamilan
Beberapa komplikasi kehamilan yang sering terjadi seperti hiperemesis
gravidarum, preeklamsi dan eklamsi, kehamilan ektopik, kelainan plasenta
previa, solusio plasenta, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini,anemia,
malaria, kardiovaskular dsb dapat menggangu kesehatan ibu dan
pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga meningkatkan resiko bayi
lahir dengan BBLR.
i. Pemeriksaan Antenatal (Antenatal Care)
Semua ibu hamil diharapkan mendapatkan perawatan kehamilan oleh
tenaga kesehatan. Untuk mendeteksi secara dini faktor resiko, maka semua
ibu hamil perlu melakukan pemeriksaan antenatal. Pemerikasaan kehamilan
paling sedikit harus dilakukan sebanyak empat kali selama masa kehamilan,
yaitu satu kali pada triwulan I, satu kali pada triwulan II, dan dua kali
pada triwulan III. Tidak hanya sabagai upaya deteksi dini, pemeriksaan
antenatal melalui konseling dan penyediaan pelayanan juga merupakan
medium yang mempromosikan perilaku kesehatan dan gizi yang baik
selama hamil.
j. Status Gizi
Bila makanan ibu selama hamil tidak tercukupi baik secara kuantitas
maupun kualitas, maka akan berakibat pada kemunduran kesehatan janin.
k. Kehamilan Kembar
Adanya dua janin atau lebih dalam kandungan dapat meningkatkan resiko
hambatan pertumbuhan pada salah satu atau kedua janin bila dibandingkan
dengan kehamilan tunggal.
F. Gejala klinis BBLR
a. Prematuritas murni
Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang sama dengan
45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm,
masa gestasi kurang dari 37 minggu. Kepala relative besar dari badanya,
kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang. Ossifikasi
tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, genetalia immature. Desensus
testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup oleh
labia mayora. Rambut biasanya tipis dan halus. Tulang rawan dan daun
telinga belum cukup, sehingga elastisitas daun telinga masih kurang. Jaringan
mamma belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik. Bayi
kecil, posisinya masih posisi fetal, yaitu posisi dekubitus lateral,
pergerakannya kurang dan masih lemah, pernafasan belum teratur dan sering
terdapat serangan apnoe. Otot masih hipotonik, sehingga kedua tungkai selalu
dalam keadaan abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala
menghadap ke satu jurusan.
Refleks moro dapat positif. Refleks menghisap dan menelan belum
sempurna, begitu juga refleks batuk. Jika bayi bayi lapar, biasanya menangis,
gelisah, aktivitas bertambah. Bila dalam waktu tiga hari tanda kelaparan ini
tidak ada, kemungkinan besar bayi menderita infeksi atau pendarahan
intracranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak, yang menjadi
lebih nyata sesudah 24-48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta
terdapat “pitting edema”. Edema ini seringkali berhubungan dengan
pendarahn antepartum, diabetes mellitus, dan toksemia gravidarum.
Frekuensi pernafasan bervariasi terutana pada hari-hari pertama.bila
frekuensi pernafasn terus meningkat atau selalu diatas 60x/menit, harus
waspada kemungkinan terjadinya penyakit membrane hialin, pneumonia,
gangguan metabolic atau gangguan saraf pusat. Dalam hal ini, harus dicari
penyebabnya, misalnya dengan melakukan pemeriksaan radiologis toraks.
b. Dismaturitas
Dimaturitas dapat terjadi preterm, term, dan postterm. Pada preterm aksi
terlihat gejala fisis bayi premature murni ditambah dengan gejala dimaturitas.
Dalam hal ini berat badan kurang dari 2500 gram, karateristik fisis sama
dengan bayi premature dan mungkin ditambah dengan retardasi pertumbuhan
dan “wasting”, demikian pula pada postterm dengan dimaturitas.
Bayi dimatur dengan tanda “wasting” tersebut yaitu:
1. Stadium pertama
Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulitnya longgar, kering
seperti perkamen, tetapi belum terdapat noda mekonium.
2. Stadium kedua
Didapatkan tanda stadium pertama ditambah dengan warna kehijauan pada
kulit, plasenta, dan umbilicus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang
tercampur dalam amnion yang kemudia mengendap ked alam kulit,
umbilicus, dan plasenta sebagai akibat anoksia intrauterine.
3. Stadium ketiga
Ditemukan tanda stadium kedua ditambah dengan kulit yang bewarna
kuning, demikian pula kuku dan tali pusat. Ditemukan juga tanda anoksia
intrauterine yang sudah berlangsung lama.
G. Peeriksaan fisik BBLR
H. Pemeriksaan penunjang BBLR
I. Diagnosis BBLR
Bayi berat lahir rendah didiagnosis bila termasuk dalam golongan:
1. Prematuritas murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badanya sesuai dengan
berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut bayi kurang bulan
sesuai masa kehamilan (BKB-SMK).
2. Dimaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa gestasi itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan
(KMK).
J. Tatalaksana BBLR
a. Penatalaksanaan prematur murni
Mengingat belum sempurnanya kerja ala-alat tubuh yang perlu untuk
pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan
hidup di luar uterus, maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan,
pemberian makanan, bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi, serta
mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
- Atur suhu
BBLR mudah mengalami hipotermi, oleh karena itu suhu tubuhnya
harus dipertahankan dengan ketat. Bias dengan membersihkan cairan
pada tubuh bayi, kemudian dibungkus atau bias juga dengan
meletakkanya di bawah lampu atau dalam incubator. Dan bila listrik
tidak ada, bias dengan metode kangguru, yaitu meletakkan bayi dalam
pelukan ibu (skin to skin).
Bayi dimasukkan dalam inkubator dengan suhu yang diatur:
- Bayi berat badan dibawah 2 kg 35°C
- Bayi berat badan 2 kg sampai 2,5 kg 34°C
Suhu inkubator diturunkan 1°C setiap minggu sampai bayi dapat
ditempatkan pada suhu lingkungan sekitar 24-27°C.
- Cegah sianosis
Cara mencegah sianosis dapat dengan cara pemberian oksigen agar
saturasi oksigen dalamm tubuh bayii dapat dipertahankan dalam batas
normal.
- Cegah infeksi
BBLR mudah sekali diserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena
daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relative belum sanggup
untuk membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap
peradangan belum baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan prinsip-
prinsip pencegahan infeksi, antara lain mencuci tangan sebelum dan
sesudah memegang bayi, membersihkan tempat tidur bayi segera
sesuadah tidak dipakai lagi, membersihkan kulit dan tali pusat bayi
dengan baik.
- Pemberian viatamin K
Dosis 1 mg intramuscular, sekali pemberian vitamin K pada bayi imatur
adalah seperti bayi-bayi dengan berat badan dan maturitas yang normal.
- Intake harus terjamin
Pada bayi-bayi premature, refleks isap, telan dan batuk belum
sempurna. Kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan,
terutama lipase masih kurang maka makanan diberikan dengan pipet
sedikit-sedikit namun lebih sering.. Pemberian minum dimulai pada
waktu bayi berumur 3 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan
hiperbilirubinemia. Pada umumnya bayi dengan berat lahir 2000 gram
atau lebih dapat menyusu pada ibunya. Bayi dengan berat badan kurang
dari 1500 gram kurang mampu menghisap air susu ibu atau susu botol,
terutama pada hati-hari pertama. Dalam hal ini bayi diberi minum
melalui sonde lambung.
ASI merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang
paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI
dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau
dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan
sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar
200 cc/kg BB/ hari.
Sedangkan pada bayi small for date sebaliknya kelihatan seperti
orang kelaparan, rakus minum dan makan. Yang harus diperhatikan
adalah terhadap kemungkinan terjadinya pneumonia aspirasi.
Pada bayi premature makin pendek masa kehamilan, makin sulit dan
banyak persoalan yang akan dihadapi, dan makin tinggi angka kematian
perinatal. Biasanya kematian disebabkan oleh gangguan pernafasan,
infeksi, cacat bawaan, dan trauma pada otak.
b. Penatalaksanaan bayi dismaturitas
Pada umumnya sama denga perawatan neonates umumnya, seperti
pengaturan suhu lingkungan, makanan, mencegahinfeksi lain-lain. Bayi
dismatur biasanya tampak haus dan harus diberi makanan dini (early feeding).
Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Kadar
gula darah harus diperiksa setiap 8-12 jam. Frekuensi perpaduan terutama
dalamm 24 jam pertama harus diawasi untuk mengetahui adanay sindrom
gangguan pernafasan idiopatik. Sebaiknya setaiap jam dihitung frekuensi
pernafasan. Bila frekuensi lebih dari 60x/menit, dibuat foto thoraks.
Pencegahan terhadap infeksi sangat penting, karena bayi sangat rentan
terhadap infeksi, yaitu karena pemindahan IgG dari ibu ke janin terganggu.
Temperature harus dikelola, jangan sampai kedinginan karena bayi dismatur
lebih mudah menjadi hipotermik, hal ini disebabkan oleh karena luas
permukaan tubuh bayi relative lebih besar dan jaringan lemak subkutan
kurang.
c. Perawatan bayi dalam incubator
Incubator yang canggih dilengkapi oleh alat pengatur suhu dan
kelembaban bayi agar dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal,
alat oksigen yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi
kontaminasi bila incubator dibersihkan. Kemampuan bayi berat lahir rendah
dan bayi sakit untuk hidup lebih besar bila mereka dirawat pada suhu
mendekati suhu lingkungan yang netral. Suhu ini ditetapkan dengan mengatur
suhu permukaan yang terpapar radiasi , kelembaban yang relatife dan aliran
udara sehingga produksi panas sesedikit mungkin dan suhu tubuh bayi dapat
dipertahankan dalam batas normal. Bayi yang besar dan lebih tua
memerlukan suhu lingkungan lebih rendah dari bayi yang kecil dan lebih
muda. Suhu incubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan
konsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat
mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5-37,5 oC. tingginya suhu
lingkungan ini tergantung dari besar dan kematangan bayi. Dalam keadaan
tertentu, bayi yang sangat premature tidak hanya memerlukan incubator untuk
mengatur suhu tubuhnya, tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas
atau topi maupun pakaian.
Seandainya tidak ada incubator, pengaturan suhu dan kelembaban dapat
diatur dengan memberikan sinar panas, dan botol air hangat, disertai dengan
pengaturan suhu dan kelmbaban ruangan. Mungkin pula diperlukan
pemberian oksigen melalui pipa intubasi.
Ibu yang memiliki bayi berat lahir rendah (BBLR) tidak perlu khawatir
lagi soal perawatan buah hatinya itu selepas keluar rumah sakit. Sekarang
para ahli dibidang kedokteran mengembangkan metode kangguru untu
merawat BBLR itu. Metode tersebut memungkinkan panas tubuh ibunya
memberikan kehangatan bayinya. Metode kangguru ini memang terkesan
unik, dengan sebuah pakaian yang berbentuk seperti tubuh kangguru yang
berkantung, bayi bias mendapatkan kehangatan cukup karena bersentuhan
langsung dengan tubuh ibunya. Ada tiga criteria BBLR sudah bisa dirawat di
rumah setelah keluar dari incubator. Pertama, berat sudah kembali ke berat
lahir dan lebih dari 1500 gram. Kemudian berat bayi cenderung naik dan suhu
tubuh stabil selama tiga hari berturut-turut. Yang juga harus diperhatikan,
bayi sudah mampu menghisap dan menelan. Selain itu, ibu sudah harus
merawat dan member minum. Metode kangguru ini cukup efektif sebab selain
membuat bayi tidak tergantung padaa rumah sakit, ibu lebih percaya diri
merawat bayinya di rumah. Keuntungan lainnya, BBLR bisa mendapatkan
ASI eksklusif dan menurunkan resiko bayi terkena kehilangan panas tubuh.
d. Bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan (KMK)
Pada umumnya sama dengan perawatan neonates umumnya,
seperti pengaturan suhu lingkungan, makanan, mencegah infeksi dan lain-
lain, akan tetapi karena bayi ini mempunyai problem yang berbeda dengan
bayi lainnya makan harus diperhatikan hal-hal berikut ini.
1 Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin serta menemukan
gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultrasonografi.
2 Memeriksa kadar gula darah. Bila terbukti adanya hipoglikemia
harus segera diatasi.
3 Bayi KMK membutuhkan lebih banyak kalori dari bayi premature.
Bayi BBLR memiliki kamungkinan lebih besar untuk mengalami
masalah kesehatan daripada bayi berat normal. Banyak bayi-bayi ini
membutuhkan perawatan khusus di unit perawatan intensif bayi baru
lahir (NICU). Masalah medis yang paling umum dijumpai pada bayi
BBLR:
a) Respiratory distress syndrome (RDS)
Masalah pernapasan ini biasa terjadi pada bayi yang lahir sebelum
minggu ke-34 kehamilan. Bayi dengan RDS mengalami kekurangan
protein yang disebut surfaktan yang berfungsi untuk menjaga
kantung udara kecil di paru-paru. Pengobatan dengan surfaktan
membantu bayi bernapas lebih mudah. Bayi dengan RDS perlu tambahan
oksigen dan bantuan pernapasan mekanik untuk menjaga paru- paru
mereka. Untuk bayi yang lebih parah memerlukan bantuan ventilasi
mekanik untuk bernafas sementara paru-paru mereka dewasa.
b) Bleeding in the brain
Pendarahan di otak (disebut perdarahan intraventricular atau ivh)
adalah pendarahan di otak yang terjadi pada beberapa bayi prematur
sangat rendah, biasanya dalam tiga hari pertama kehidupan.
Perdarahan otakbiasanya didiagnosis dengan USG. Kebanyakan
perdarahan otak ringan dan berujung dengan masalah yang tidak serius.
Perdarahan berat dapat menyebabkan tekanan pada otak yang dapat
menyebabkan kerusakan otak. Dalam keadaan tersebut, ahli bedah dapat
menyisipkan sebuah tabung ke dalam otak untuk mengalirkan cairan dan
mengurangi risiko kerusakan otak. Dalam kasus ringan, obat kadang-
kadang dapat mengurangi penumpukan cairan.
c) Patent ductus arteriosus (PDA)
Patent ductus arteriosus (PDA): PDA adalah masalah hati yang
sering terjadi pada bayi prematur. Sebelum lahir, arteri besar yang
disebut ductus arteriosus memungkinkan darah tidak mengaliri paru-
paru bayi. Ductus ini biasanya menutup setelah lahir sehingga darah
dapat mengalir ke paru-paru dan mengambil oksigen. Ketika ductus tidak
menutup dengan benar, dapat menyebabkan gagal jantung. PDA dapat
didiagnosis dengan bentuk khusus dari USG (echocardiography) atau tes
imaging lainnya. Bayi dengan PDA diperlakukan dengan obat yang
membantu menutup ductus, walaupun operasi mungkin diperlukan jika
obat tidak bekerja.
d) Necrotizing enterocolitis (NEC)
Necrotizing enterocolitis (NEC) adalah Masalah usus yang
berpotensi berbahaya, biasanya terjadi dua sampai tiga minggu setelah
lahir. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan makan, komplikasi perut
bengkak dan lainnya. Bayi dengan NEC diobati dengan antibiotik dan
diberi makan secara intravena (melalui pembuluh darah) sambil
menyembuhkan usus. Dalam beberapa kasus, operasi diperlukan untuk
menghilangkan bagian-bagian yang rusak dari usus
e) Retinopati prematuritas (ROP)
Retinopati prematuritas (ROP) adalah pertumbuhan abnormal
dari pembuluh darah di mata yang dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan. Hal ini terjadi terutama pada bayi yang lahir sebelum 32
minggu kehamilan. Kebanyakan kasus sembuh dengan kehilangan
penglihatan sedikit atau tidak ada. Pada kasus yang parah, dokter mata
mungkin menangani dengan laser atau dengan cryotherapy (pembekuan)
untuk mempertahankan penglihatan.
K. Komplikasi BBLR
a. Komplikasi prematuritas
1. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik Disebut juga sebagai penyakit
membran hialin karena pada stadium akhir akanterbentuk membran
hialin yang akan melapisi paru.
2. Pneumonia aspirasi Sering ditemukan pada bayi prematur karena
refleks menelan dan batuk belumsempurna.
3. Perdarahan intraventrikuler Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral
karena anoksia otak. Kelainan ini biasanya hanya ditemukan pada
otopsi.
4. Fibroplasias retrolentalPenyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang
disebabkan oleh gangguanoksigen yang berlebihan.
5. Hiperbilirubinemia Bayi prematur lebih sering mengalami
hiprebilirubinemia dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Hal ini
disebabkan oleh faktor kematangan hepar yang tidak sempurna
sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk
belumsempurna.
6. Infeksi daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya
IgG gammaglobulin.
b. Komplikasi dismaturitas
1. Sindrom aspirasi mekoniumKeadaan hipoksia intrauterin
mengakibatkan janin mengadakan ‘gasping’ dalamuterus. Selain itu
mekonium akan dilepaskan ke dalam likuor amnion, akibatnyacairan
yang mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam paru
janinkarena inhalasi. Pada saat lahir, bayi akan menderita gangguan
pernapasanidiopatik.
2. Hipoglikemia simptomatik Tertama pada bayi laki-laki. Penyebabnya
belum jelas, tetapi mungkin sekalidisebabkan oleh persediaan glikogen
yang sangat kurang pada bayi dismaturitas.Diagnosis dapat dibuat
dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah. BayiBBLR
dinyatakan hipoglikemia bila kadar gula darah yang kurang dari 20 mg
%.
3. Asfiksia neonatorumBayi dismatur lebih sering menderita asfiksia
neonatorum dibandingkan dengan bayi biasa.
4. Penyakit membran hialin terutama pada bayi dismatur yang preterm.
Hal ini karena surfaktan pada paru belum cukup sehingga alveoli selalu
kolaps.
5. HiperbilirubinemiaBayi dismatur lebih sering mendapat penyakit ini
dibandingkan dengan bayiyang sesuai dengan masa kehamilannya. Hal
ini disebabkan gangguan pertumbuhan hati.
L. Pencegahan BBLR
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat
menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum sebelum
hal itu terjadi. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan primer
terhadap kejadian BBLR adalah dengan mencegah kehamilan bagi ibu
yang memiliki usia dan paritas resiko tinggi untuk melahirkan bayi
dengan BBLR, memperhatikan jarak kehamilan, dan mencukupi
asupan gizi ibu hamil baik secara kuantitas maupun kualitas, menghindari
perilaku beresiko tinggi seperti merokokdan minum minuman yang
mengandung alkohol karena dapat menghambat pertumbuhan janin.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan
deteksi untuk menemukan penyakit atau gangguan kesehatan setiap
individu dalam populasi. Setiap ibu hamil disarankan agar melakukan
pemeriksaan antenatal minimal sebanyak empat kali yaitu satu
kali pada trisemester I, satu kali pada trisemester II dan dua kali pada
trisemester III. Dengan melakukan pemeriksaan antenatal, segala bentuk
kelainan ataupun gangguan pada ibu dan janin dapat di deteksi
sedini mungkin. Sehingga jika didapati keadaan yang sifatnya
patologis segera dapat diambil tindakan yang tepat untuk mengatasinya.
c. Pencegahan Tertier
Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah cacat, kematian,
serta usaha rehabilitasi. Karena jika dibadingkan dengan bayi berat
badan normal, bayi yang dilahirkan dengan BBLR memiliki resiko
tinggi untuk meninggal, mangalami hambatan pertumbuhan otak (berupa
gangguan psikomotorik, retardasi mental dll).
M. Prognosis BBLR
Kematian perinatal pada bayi berat badan lahir rendah 8 kali lebih besar dari
bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Prognosis akan lebih buruk lagi
bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan
oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi
pneumonia, perdarahan intrakranial, dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat
kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan terjadi gangguan
bicara, IQ yang rendah, dan gangguan yang lainnya.
Bayi BBLR umumnya akan menemui masalah dalam proses
pertumbuhannya. Kalaupun ada yang mulus, dalam arti tumbuh menjadi anak
pintar, mungkin sifatnya kasuistik saja. Penelitian juga membuktikan, anak
BBLR akan lebih rentan mengalami penyakit-penyakit kronis seperti diabetes
atau jantung koroner ketika ia tumbuh dewasa kelak. Bayi yang lahir dengan
BBLR memiliki risiko untuk mengalami hambatan pertumbuhan pada tahun
pertama kehidupannya. 10-30% bayi yang bertahan hidup berberat badan kurang
dari satu kg saat lahir, menderita cacat mental. Bayi yang ringan untuk umur
kehamilan tidak berjalan sebaik bayi yang tumbuh tepat bagi masa
kehamilannya.
Lebih daripada itu, akibat status gizi yang rendah, bayi ini juga akan mudah
mengalami penyakit infeksi dibanding bayi seumurnya yang lahir dengan berat
badan normal. Apabila bayi mengalami penyakit infaksi seperti diare, maka
kemungkinan penurunan berat badan dapat dengan mudah terjadi. Dapat diduga
kemudian, bayi ini akan mempunyai berat badan yang sangat rendah atau
mengalami gangguan pertumbuhan yang berat.
BAB III
PEMBAHASASAN