BBLR.doc

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses fisiologis yang terjadi hampir pada setiap wanita. Dari setiap kehamilan yang diharapkan adalah lahirnya bayi yang sehat sempurna secara jasmaniah dan dengan berat badan lahir yang cukup. Tetapi adakalanya kelahiran bayi tersebut tidak seperti yang diharapkan, seperti lahirnya bayi dengan berat lahir rendah yaitu kurang dari 2500 gram. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu indikator dari tingkat kesehatan ibu dan anak, dan bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan determinan yang utama pada kematian perinatal dan neonatal. Menurut WHO bayi berat lahir rendah merupakan penyebab dasar kematian neonatus (Depkes, 2000). Bayi dengan BBLR termasuk dalam kelompok neonatus resiko tinggi. Istilah neonatus resiko tinggi menyatakan bahwa bayi harus mendapatkan pengawasan ketat oleh para dokter dan perawat yang telah berpengalaman karena neonatus ini memilki kemungkinan lebih besar untuk mengalami kematian atau menjadi sakit berat dalam masa neonatal. Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian neonatus, maka perlu sekali

description

BBLR.doc

Transcript of BBLR.doc

Page 1: BBLR.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan adalah suatu proses fisiologis yang terjadi hampir pada setiap

wanita. Dari setiap kehamilan yang diharapkan adalah lahirnya bayi yang sehat

sempurna secara jasmaniah dan dengan berat badan lahir yang cukup. Tetapi

adakalanya kelahiran bayi tersebut tidak seperti yang diharapkan, seperti lahirnya

bayi dengan berat lahir rendah yaitu kurang dari 2500 gram. Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR) merupakan salah satu indikator dari tingkat kesehatan ibu dan

anak, dan bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan determinan yang

utama pada kematian perinatal dan neonatal. Menurut WHO bayi berat lahir

rendah merupakan penyebab dasar kematian neonatus (Depkes, 2000).

Bayi dengan BBLR termasuk dalam kelompok neonatus resiko tinggi. Istilah

neonatus resiko tinggi menyatakan bahwa bayi harus mendapatkan pengawasan

ketat oleh para dokter dan perawat yang telah berpengalaman karena neonatus ini

memilki kemungkinan lebih besar untuk mengalami kematian atau menjadi sakit

berat dalam masa neonatal. Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

neonatus, maka perlu sekali kita mengenali neonatus dengan resiko tinggi sedini

mungkin.

BBLR merupakan salah satu dari tiga penyebab utama kematian neonatal di

Indonesia. Makin rendah masa gestasi dan berat lahir bayi makin tinggi angka

kematian bayi. Kehidupan bayi biasanya berakhir di ruang perawatan

intensif neonatus sebagai akibat berbagai morbiditas neonatus.

Bayi lahir dengan BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang

mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal.

Selain itu bayi BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia

tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang

tinggi.

Ibu hamil yang menderita masalah gizi khususnya gizi kurang seperti kurang

Page 2: BBLR.doc

energi kronis (KEK), anemia, penyakit menahun ibu, umur ibu yang kurang dari

20 tahun kondisinya belum siap untuk menerima kehamilan karena anatomi

tubuhnya belum sempurna, umur ibu lebih dari 35 tahun anatomi tubuhnya

mulai mengalami degenerasi, jarak kehamilan yang terlalu deket. Mempunyai

resiko kesakitan yang lebih besar dibanding dengan ibu hamil normal. Akibatnya

mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan

BBLR, kematian saat persalinan, perdarahan pasca persalinan. Bayi yang di

lahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan

yang baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan, bahkan dapat menggangu kelangsungan hidupnya (Lubis,2003

WHO memperkirakan lebih dari 20 juta Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

lahir setiap tahun dan mempengaruhi sekitar 16% dari BBLR di negara

berkembang. Kejadian BBLR di 25 negara berkembang sebesar 23,6%, sedangkan

di 11 negara maju kejadian BBLR sebesar 5,9%. Terlihat bahwa kejadian BBLR

di negara berkembang 4 kali lebih besar dibanding dengan BBLR di negara

maju (Agustina, 2006).

Angka bayi berat lahir rendah (BBLR) masih cukup tinggi, terutama di

negara dengan sosio ekonomi rendah. Data statistik menunjukkan sekitar 90 kasus

BBLR terjadi di negara berkembang. Di negara berkembang, angka kematian

BBLR mencapai 35 kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir di atas

2500 gram.

Frekuensi BBLR di Negara maju berkisar antara 3,6 – 10,8%, di

Negara berkembang berkisar antara 10 – 43%. Rasio antara Negara maju

dan Negara berkembang adalah 1 : 4. Menurut WHO, pada tahun 1995 hampir

semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal di negara berkembang atau

berpenghasilan rendah. Lebih dari dua per tiga kematian adalah BBLR yaitu

berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Secara global diperkirakan terdapat 25

juta persalinan per tahun dimana 17% diantaranya adalah BBLR dan hampir

semua terjadi di Negara berkembang.

Di Negara maju, angka kejadian kelahiran bayi prematur adalah sekitar 6-

7%.Di Negara sedang berkembang, angka kelahiran ini lebih kurang tiga kali

Page 3: BBLR.doc

lipat. DiIndonesia, kejadian bayi prematur belum dapat dikemukakan, tetapi angka

kejadian BBLR di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1986

adalah 24%.Angka kematian perinatal di rumah sakit pada tahun yang sama

adalah 70%, dan 73% dari seluruh kematian disebabkan oleh BBLR.

Berdasarkan hasil pengumpulan data indikator kesehatan propinsi yang

berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, proporsi BBLR pada tahun 2000

berkisar antara 0,91% (Gorontalo) dan 18,89% (Jawa Tengah), sedangkan pada

tahun 2001 berkisar antara 0,54% (NAD) dan 6,90% (Sumatra Utara). Angka

tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya yang ada di masyarakat karena

belum semua berat badan bayi yang dilahirkan dapat dipantau oleh petugas

kesehatan, khususnya yang ditolong oleh dukun atau tenaga non kesehatan

lainnya.

Angka kematian bayi di Indonesia tercatat 51,0 per 1000 kelahiran hidup

pada tahun 2003, masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan Negara–

negara di bagian ASEAN. penyebab kematian bayi terbanyak adalah karena

gangguan perinatal. Dari seluruh kematian perinatal sekitar 2 – 27%

disebabkan karena kelahiran bayi BBLR. Sementara itu prevalensi BBLR pada

saat ini diperkirakan 7–14% yaitu sekitar 459.200 – 900.000 bayi.

Di Indonesia kejadian BBLR bervariasi, secara nasional menurut analisa

SDKI 2002-2003 kejadian BBLR sebesar 6%. Kejadian BBLR berdasarkan

provinsi bervariasi dengan rentang 2 %-15,1 % dimana yang terendah di provinsi

Sumatera Utara dan tertinggi di provinsi Sulawesi Selatan. Di Jawa Barat BBLR

merupakan penyebab kematian bayi (0-1 tahun) nomor 3 pada tahun 1998 (8.5%)

dan nomor 4 pada tahun 1999 (8.71%).

Sejak tahun 1981, frekuensi BBLR telah naik, terutama karena adanya

kenaikan jumlah kelahiran preterm. Sekitar 30% bayi BBLR di Amerika Serikat

mengalami dismaturitas, dan dilahirkan sesudah 37 minggu. Di negara-negara

yang sedang berkembang sekitar 70% bayi BBLR tergolong dismaturitas.

Berat lahir dipengaruhi dua proses penting, yaitu: lamannya (umur)

kehamilan dan pertumbuhan intrauterine. Risiko kematian neonatal dengan BBLR

adalah 6.5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan bayi lahir berat badan cukup

Page 4: BBLR.doc

(Ronoatmodjo, 1996). Berat lahir dipengaruhi dua proses penting, yaitu:

lamannya (umur) kehamilan dan pertumbuhan intrauterine. Risiko kematian

neonatal dengan BBLR adalah 6.5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan bayi

lahir berat badan cukup (Ronoatmodjo, 1996).

Penelitian lain di Amerika menyatakan bahwa risiko kematian neonatal pada

bayi dengan BBLR hampir 40 kali lebih besar bila dibandingkan dengan bayi

yang lahir dengan berat badan cukup (Institute of medicine, 1990). Data

epidemiologi di Inggris dan berbagai Negara maju lainnya memperlihatkan,

setelah menjadi dewasa bayi dengan berat lahir rendah untuk masa

kehamilannya akan lebih mudah terkena penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus

(DM) tipe 2 maupun penyakit kordiovaskuler (PKV) (Sayogo, 2003).

Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0 – 6 hari adalah

gangguan pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%),

kelainan darah/ikterus (6%), postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%).

Penyebab kematian neonatal 7 – 28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan

kongenital (19%), pneumonia (17%), Respiratori Distress Syndrome/RDS (14%),

prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%), tetanus (3%), defisiensi

nutrisi (3%) dan Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS (3%). Penyebab kematian

bayi (29 hari – 1 tahun) adalah diare (42%), pneumonia (24%),

meningitis/ensefalitis (9%), kelainan saluran cerna (7%), kelainan jantung

kongenital dan hidrosefalus (6%), sepsis (4%), tetanus (3%) dan lain-lain (5%).

Penyebab kematian balita (1 – 4 tahun) adalah diare (25,2%), pneumonia (15,5%),

Necrotizing Enterocolitis E.Coli/NEC (10,7%), meningitis/ensefalitis (8,8%),

DBD (6,8%), campak (5,8%), tenggelam (4,9%) dan lain-lain (9,7%). (PWS KIA)

Di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi, sekitar 56%

kematian terjadi pada periode yang sangat dini yaitu di masa neonatal. Sebagian

besar kematian neonatal terjadi pada 0-6 hari (78,5%) dan prematuritas

merupakan salah satu penyebab utama kematian. Target MDG 2015 adalah

menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) kelahiran hidup menjadi 23 per

1000 kelahiran hidup. Sedangkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKB masih 34/1.000 kelahiran hidup. Untuk

Page 5: BBLR.doc

mencapai penurunan AKB di atas, dalam Renstra Depkes terdapat 4 strategi

utama yaitu meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas,

meningkatkan keterampilan petugas kesehatan, meningkatkan pemberdayaan

masyarakat dan meningkatkan pembiayaan kesehatan masyarakat.

Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun

1980-an melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian

besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada

akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk

menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making

Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000.

Sejak tahun 1985 pemerintah merancang Child Survival (CS) untuk penurunan

AKB. Kedua Strategi tersebut diatas telah sejalan dengan Grand Strategi

DEPKES tahun 2004.

Di Jawa Timur telah secara intensif melakukan kegiatan pelatihan terhadap

para profesional kesehatan. Para tenaga yang terlatih Manajemen BBLR di

Propinsi Jawa Timur dalam kurun waktu hampir dua tahun (2006-2007) telah

mencakup : Dokter Spesialis Anak : 38 orang (18,36%); Dokter Puskesmas : 76

orang (5,32%) dan Bidan : 76 orang (0,72%). Melihat prosentase yang masih jauh

dari jumlah keseluruhan tenaga profesional di Jawa Timur tentunya pelatihan-

pelatihan manajemen BBLR di masa mendatang masih akan terus dibutuhkan.

BBLR dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan,

ganguan pendengaran, penglihatan, ganguan belajar, retardasi mental, masalah

perilaku dan cerebral palsy, serta rentan terhadap infeksi saluran pernafasan

bagian bawah (Agustina, 2006). Sekitar 45% kematian bayi terjadi pada bayi yang

berumur kurang dari 1 bulan terutama disebabkan bayi berat lahir rendah (BBLR)

(Depkes, 1996).Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan

mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya, sehingga membutuhkan

biaya perawatan yang tinggi (Anonim, 2006).

B. Rumusan Masalah

Page 6: BBLR.doc

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan Angka kejadian

dan angka kematian BBLR yang masih tinggi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor yang berkaitan dengan pengetahuan, budaya, sosial ekonomi dan

keagamaan sehingga dapat mempengaruhi derajat kesehatan, oleh karena itu

permasalahan ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi atau acuan untuk

meningkatkan kinerja petugas kesehatan dalam rangka menciptakan Indonesia

sehat.

Upaya untuk meningkatkan kualitas manusia seyogyanya harus dimulai

sedini mungkin sejak janin dalam kandungan dan sangat tergantung kepada

kesejahteraan ibu termasuk kesehatan dan keselamatan reproduksinya. Oleh

karena itu upaya meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia

merupakan salah satu program prioritas. Meskipun Widya Karya Pangan dan Gizi

VII juga mencatat turunnya angka kematian bayi (AKB) dari 68 per 1000

kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun

2002, tetapi angka tersebut tetaplah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara

tetangga ASEAN (Depkes,1999 ).

Kejadian BBLR yang tinggi menunjukkan bahwa kualitas kesehatan dan

kesejahteraan masyarakat itu masih rendah. Untuk itu diperlukan upaya untuk

menurunkan angka kejadian BBLR agar kualitas kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat menjadi meningkat. Kejadian BBLR ini bisa dicegah bila kita

mengetahui faktor-faktor penyebabnya Maka perlu diketahui penanggulangan

BBLR di wilayah kerja Puskesmas Cipedes di kelurahan Cipedes.

C. Tujuan

Tujuan referat ini adalah untuk mengetahui masalah Bayi Baru Lahir Rendah

(BBLR) dan penanggulangannya.

A. Manfaat

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program KIA dan promosi

kesehatan di Puskesmas Cipedes, Kota Tasikmalaya.

2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan penulis dalam

melaksanakan tugas.

Page 7: BBLR.doc

3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dalam rangka menambah

pengetahuan masyarakat agar tanggap terhadap kondisi BBLR.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi BBLR

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan

lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (WHO, 1994:9). Menurut

Departemen Kesehatan (1999) bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah

bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, sehingga pertumbuhan

dan pematangan (maturitas) organ dan alat-alat tubuh belum sempurna, akibatnya

sering terjadi komplikasi yang berakhir dengan kematian.

Dulu bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500

gram (≤2500 gram) disebut bayi prematur.Tetapi ternyata morbiditas dan

mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada

maturitas bayi itu.

Untuk mendapat keseragaman, pada kongres European Perinatal Medicine

IIdi London (1970) telah diusulkan defenisi berikut :

a) Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari

37minggu.

b) Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37

minggusampai 42 minggu.

c) Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu

ataulebih.

B. Klasifikasi BBLR

Dengan pengertian seperti yang telah diterangkan diatas, bayi BBLR dapat

dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

Page 8: BBLR.doc

a) Prematuritas murni masa gestasinya <37 minggu dan berat badannya sesuai

dengan berat badanuntuk masa gestasi itu atau biasa disebut bayi kurang

bulan-sesuai masakehamilan (BKB-SMK).

b) Bayi small for gestational age (SGA)

Yaitu berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terdiri

atas 3 jenis.

a. Simetris (intrauterus for gestational

age)

Yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam

jangka waktu yang lama.

b. Asimetris (intrauterus growth

reterdational)

Yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir kehamilan.

c. Dismaturitas

Yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya

untuk masagestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan

intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan

(KMK)

C. Stadium BBLR

BBLR dapat juga dibagi menjadi 3 stadium.

1. Stadium I

Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulit longgar, kering, namun belum

terdapat noda mekonium.

2. Stadium II

Bila didapatkan tanda-tanda stadium I ditambah warna kehijauan pada kulit,

plasenta, dan umbikulus hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur

dalam amnion kemudian mengendap ke dalam kulit, umbikulus dan plasenta

sebagai akibat anoksia intrauterus.

3. Stadium III

Page 9: BBLR.doc

Ditemukan tanda stadium II ditambah kulit berwarna kuning, demikian pula

kuku dan tali pusat.

Pertumbuhan alat-alat dalam tubuh bayi prematur kurang sempurna,

Karena itu bayi sangat peka terhadap gangguan pernafasan, infeksi, trauma

kelahiran, hipotermi, dan sebagainya. Sedangkan bayi dismatur dapat lebih

mudah hidup seteleh berada diluar rahim karena alat-alat dalam tubuh lebih

berkembang dibandingkan bayi prematur dengan berat badan yang sama. Namun

bayi akan lebih peka terhadap infeksi dan hipotermi dibandingkan dengan

bayi yang lahir dengan berat badan normal.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian bayi BBLR

Terjadinya BBLR merupakan hasil interaksi antara usia pertumbuhan dengan

usia kandungan serta kemampuan janin untuk mencapai berat optimal saat lahir

dan ditentukan oleh adanya persediaan zat-zat gizi yang cukup dalam arti

kuantitas serta kualitas untuk kelanjutan tumbuh kembang anak dalam kandungan

serta kemampuan ibu memelihara kehamilan sehingga cukup bulan.

Secara garis besar kejadian BBLR maupun usia belum sesuai dengan

masa gestasinya adalah sebagai berikut :

a. Umur Ibu

Tinggi rendahnya resiko dalam proses kehamilan dan persalinan sangat

bergantung pada faktor usia ibu. Usia reproduksi yang optimal bagi

seorang ibu adalah usia 20-35 tahun, dibawah dan diatas usia tersebut akan

terjadi peningkatan resiko kehamilan dan persalinan.

Pada usia yang muda, rahim dan panggul ibu seringkali belum

tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya keselamatan dan kesehatan

janin dalam kandungan dapat terganggu. Keadaan mental ibu juga dinilai

belum cukup dewasa sehingga belum mampu merawat diri dan

kandungannya. Sementara itu, pada usia yang terlalu tua telah terjadi

perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi.

Di sisi lain, ada kecendrungan ditemukan penyakit lain dalam tubuh ibu yang

dapat mempengaruhi kehamilan.

Page 10: BBLR.doc

Menurut Manik yang dikuti oleh Jumirah, dkk (2001) usia ibu < 20 tahun

beresiko 14 kali lebih besar dan usia > 35 tahun beresiko 4 kali

lebih besar melahirkan bayi BBLR dibandingkan usia 20-35 tahun.

b. Suku (Ras)

Perbedaan kejadian BBLR pada suku bangsa lebih dikaitkan

dengan kebiasaan dan pola makan yang telah dianut oleh masing-masing

suku bangsa tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi gizi ibu yang

kemudian berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan janin. 20

c. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi kesehatan bayi. Dengan berbekal pendidikan yang cukup,

seorang ibu dinilai lebih banyak memperoleh informasi yang dibutuhkan.

Selain itu, ibu dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi labih mudah

menyerap informasi atau himbauan yang diberikan. Dengan demikian

mereka dapat memilih serta menentukan alternatif terbaik dalam

melakukan perawatan dan pemeriksaan kehamilan sehingga dapat melahirkan

bayi dengan berat badan lahir normal.

d. Paritas

Paritas merupakan jumlah persalinan yang pernah dialami ibu sebelum

kehamilan/persalinan tersebut. Kejadian BBLR yang tinggi pada

kelompok ibu dengan paritas rendah dihubungkan dengan faktor umur ibu

yang masih terlalu muda, dimana organ-organ reproduksi ibu belum

tumbuh secara sempurna dan kondisi psikis ibu yang belum siap.

Sedangkan pada ibu dengan paritas tinggi, hal yang mungkin terjadi adalah

gangguan-gangguan kesehatan seperti anemia, kurang gizi ataupun gangguan

pada rahim. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan janin

sehingga meningkatkan resiko terjadinya BBLR.

e. Jarak Kehamilan

Ibu hamil dengan jarak kelahiran dari anak terkecil < 2 tahun akan

meningkatkan risiko terjadinya BBLR. Dalam kondisi seperti ini, ibu masih

Page 11: BBLR.doc

membutuhkan waktu untuk memulihkan kesehatan fisik dan rahimnya. Jarak

kehamilan yang dekat dapat mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu sehingga

berpengaruh pula terhadap janin.

f. Usia Kehamilan

Pada kongres European Perinatal Medicine ke II disepakati

ketentuan untuk keseragaman mengenai usia kehamilan yaitu: bayi

kurang bulan (preterm) adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37

minggu, bayi cukup bulan (aterm) adalah bayi dengan masa kehamilan 37

minggu sampai dengan 42 minggu, dan bayi lebih bulan (postterm) adalah

bayi dengan masa kehamilan lebih dari 42 minggu.

g. Riwayat Kehamilan Terdahulu

Riwayat kehamilan dan persalinan seorang ibu memberikan gambaran

tentang keadaan bayi yang sedang dikandungnya. Angka lahir mati atau

krjadian BBLR cenderung meningkat pada ibu-ibu yang mempunyai riwayat

kehamilan yang buruk.

Saraswati, dkk (1998) menyebutkan bahwa ibu yang pernah mengalami

keguguran akan berisiko 2,81 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR

di bandingkan ibu yang tidak pernah mengalami keguguran. Sedangkan pada

ibu yang pernah melahirkan bayi lahir mati beresiko 4,35 kali

melahirkan bayi BBLR dibanding ibu yang tidak pernah melahirkan bayi

lahir mati.

h. Komplikasi Kehamilan

Beberapa komplikasi kehamilan yang sering terjadi seperti hiperemesis

gravidarum, preeklamsi dan eklamsi, kehamilan ektopik, kelainan plasenta

previa, solusio plasenta, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini,anemia,

malaria, kardiovaskular dsb dapat menggangu kesehatan ibu dan

pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga meningkatkan resiko bayi

lahir dengan BBLR.

i. Pemeriksaan Antenatal (Antenatal Care)

Page 12: BBLR.doc

Semua ibu hamil diharapkan mendapatkan perawatan kehamilan oleh

tenaga kesehatan. Untuk mendeteksi secara dini faktor resiko, maka semua

ibu hamil perlu melakukan pemeriksaan antenatal. Pemerikasaan kehamilan

paling sedikit harus dilakukan sebanyak empat kali selama masa kehamilan,

yaitu satu kali pada triwulan I, satu kali pada triwulan II, dan dua kali

pada triwulan III. Tidak hanya sabagai upaya deteksi dini, pemeriksaan

antenatal melalui konseling dan penyediaan pelayanan juga merupakan

medium yang mempromosikan perilaku kesehatan dan gizi yang baik

selama hamil.

j. Status Gizi

Bila makanan ibu selama hamil tidak tercukupi baik secara kuantitas

maupun kualitas, maka akan berakibat pada kemunduran kesehatan janin.

k. Kehamilan Kembar

Adanya dua janin atau lebih dalam kandungan dapat meningkatkan resiko

hambatan pertumbuhan pada salah satu atau kedua janin bila dibandingkan

dengan kehamilan tunggal.

F. Gejala klinis BBLR

a. Prematuritas murni

Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang sama dengan

45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm,

masa gestasi kurang dari 37 minggu. Kepala relative besar dari badanya,

kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang. Ossifikasi

tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, genetalia immature. Desensus

testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup oleh

labia mayora. Rambut biasanya tipis dan halus. Tulang rawan dan daun

telinga belum cukup, sehingga elastisitas daun telinga masih kurang. Jaringan

mamma belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik. Bayi

kecil, posisinya masih posisi fetal, yaitu posisi dekubitus lateral,

pergerakannya kurang dan masih lemah, pernafasan belum teratur dan sering

terdapat serangan apnoe. Otot masih hipotonik, sehingga kedua tungkai selalu

Page 13: BBLR.doc

dalam keadaan abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala

menghadap ke satu jurusan.

Refleks moro dapat positif. Refleks menghisap dan menelan belum

sempurna, begitu juga refleks batuk. Jika bayi bayi lapar, biasanya menangis,

gelisah, aktivitas bertambah. Bila dalam waktu tiga hari tanda kelaparan ini

tidak ada, kemungkinan besar bayi menderita infeksi atau pendarahan

intracranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak, yang menjadi

lebih nyata sesudah 24-48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta

terdapat “pitting edema”. Edema ini seringkali berhubungan dengan

pendarahn antepartum, diabetes mellitus, dan toksemia gravidarum.

Frekuensi pernafasan bervariasi terutana pada hari-hari pertama.bila

frekuensi pernafasn terus meningkat atau selalu diatas 60x/menit, harus

waspada kemungkinan terjadinya penyakit membrane hialin, pneumonia,

gangguan metabolic atau gangguan saraf pusat. Dalam hal ini, harus dicari

penyebabnya, misalnya dengan melakukan pemeriksaan radiologis toraks.

b. Dismaturitas

Dimaturitas dapat terjadi preterm, term, dan postterm. Pada preterm aksi

terlihat gejala fisis bayi premature murni ditambah dengan gejala dimaturitas.

Dalam hal ini berat badan kurang dari 2500 gram, karateristik fisis sama

dengan bayi premature dan mungkin ditambah dengan retardasi pertumbuhan

dan “wasting”, demikian pula pada postterm dengan dimaturitas.

Bayi dimatur dengan tanda “wasting” tersebut yaitu:

1. Stadium pertama

Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulitnya longgar, kering

seperti perkamen, tetapi belum terdapat noda mekonium.

2. Stadium kedua

Didapatkan tanda stadium pertama ditambah dengan warna kehijauan pada

kulit, plasenta, dan umbilicus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang

tercampur dalam amnion yang kemudia mengendap ked alam kulit,

umbilicus, dan plasenta sebagai akibat anoksia intrauterine.

Page 14: BBLR.doc

3. Stadium ketiga

Ditemukan tanda stadium kedua ditambah dengan kulit yang bewarna

kuning, demikian pula kuku dan tali pusat. Ditemukan juga tanda anoksia

intrauterine yang sudah berlangsung lama.

G. Peeriksaan fisik BBLR

H. Pemeriksaan penunjang BBLR

I. Diagnosis BBLR

Bayi berat lahir rendah didiagnosis bila termasuk dalam golongan:

1. Prematuritas murni

Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badanya sesuai dengan

berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut bayi kurang bulan

sesuai masa kehamilan (BKB-SMK).

2. Dimaturitas

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk

masa gestasi itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan

intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan

(KMK).

J. Tatalaksana BBLR

a. Penatalaksanaan prematur murni

Mengingat belum sempurnanya kerja ala-alat tubuh yang perlu untuk

pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan

hidup di luar uterus, maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan,

pemberian makanan, bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi, serta

mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.

- Atur suhu

BBLR mudah mengalami hipotermi, oleh karena itu suhu tubuhnya

harus dipertahankan dengan ketat. Bias dengan membersihkan cairan

pada tubuh bayi, kemudian dibungkus atau bias juga dengan

meletakkanya di bawah lampu atau dalam incubator. Dan bila listrik

Page 15: BBLR.doc

tidak ada, bias dengan metode kangguru, yaitu meletakkan bayi dalam

pelukan ibu (skin to skin).

Bayi dimasukkan dalam inkubator dengan suhu yang diatur:

- Bayi berat badan dibawah 2 kg 35°C

- Bayi berat badan 2 kg sampai 2,5 kg 34°C

Suhu inkubator diturunkan 1°C setiap minggu sampai bayi dapat

ditempatkan pada suhu lingkungan sekitar 24-27°C.

- Cegah sianosis

Cara mencegah sianosis dapat dengan cara pemberian oksigen agar

saturasi oksigen dalamm tubuh bayii dapat dipertahankan dalam batas

normal.

- Cegah infeksi

BBLR mudah sekali diserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena

daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relative belum sanggup

untuk membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap

peradangan belum baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan prinsip-

prinsip pencegahan infeksi, antara lain mencuci tangan sebelum dan

sesudah memegang bayi, membersihkan tempat tidur bayi segera

sesuadah tidak dipakai lagi, membersihkan kulit dan tali pusat bayi

dengan baik.

- Pemberian viatamin K

Dosis 1 mg intramuscular, sekali pemberian vitamin K pada bayi imatur

adalah seperti bayi-bayi dengan berat badan dan maturitas yang normal.

- Intake harus terjamin

Pada bayi-bayi premature, refleks isap, telan dan batuk belum

sempurna. Kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan,

terutama lipase masih kurang maka makanan diberikan dengan pipet

sedikit-sedikit namun lebih sering.. Pemberian minum dimulai pada

waktu bayi berumur 3 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan

hiperbilirubinemia. Pada umumnya bayi dengan berat lahir 2000 gram

atau lebih dapat menyusu pada ibunya. Bayi dengan berat badan kurang

Page 16: BBLR.doc

dari 1500 gram kurang mampu menghisap air susu ibu atau susu botol,

terutama pada hati-hari pertama. Dalam hal ini bayi diberi minum

melalui sonde lambung.

ASI merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang

paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI

dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau

dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan

sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar

200 cc/kg BB/ hari.

Sedangkan pada bayi small for date sebaliknya kelihatan seperti

orang kelaparan, rakus minum dan makan. Yang harus diperhatikan

adalah terhadap kemungkinan terjadinya pneumonia aspirasi.

Pada bayi premature makin pendek masa kehamilan, makin sulit dan

banyak persoalan yang akan dihadapi, dan makin tinggi angka kematian

perinatal. Biasanya kematian disebabkan oleh gangguan pernafasan,

infeksi, cacat bawaan, dan trauma pada otak.

b. Penatalaksanaan bayi dismaturitas

Pada umumnya sama denga perawatan neonates umumnya, seperti

pengaturan suhu lingkungan, makanan, mencegahinfeksi lain-lain. Bayi

dismatur biasanya tampak haus dan harus diberi makanan dini (early feeding).

Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Kadar

gula darah harus diperiksa setiap 8-12 jam. Frekuensi perpaduan terutama

dalamm 24 jam pertama harus diawasi untuk mengetahui adanay sindrom

gangguan pernafasan idiopatik. Sebaiknya setaiap jam dihitung frekuensi

pernafasan. Bila frekuensi lebih dari 60x/menit, dibuat foto thoraks.

Pencegahan terhadap infeksi sangat penting, karena bayi sangat rentan

terhadap infeksi, yaitu karena pemindahan IgG dari ibu ke janin terganggu.

Temperature harus dikelola, jangan sampai kedinginan karena bayi dismatur

Page 17: BBLR.doc

lebih mudah menjadi hipotermik, hal ini disebabkan oleh karena luas

permukaan tubuh bayi relative lebih besar dan jaringan lemak subkutan

kurang.

c. Perawatan bayi dalam incubator

Incubator yang canggih dilengkapi oleh alat pengatur suhu dan

kelembaban bayi agar dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal,

alat oksigen yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi

kontaminasi bila incubator dibersihkan. Kemampuan bayi berat lahir rendah

dan bayi sakit untuk hidup lebih besar bila mereka dirawat pada suhu

mendekati suhu lingkungan yang netral. Suhu ini ditetapkan dengan mengatur

suhu permukaan yang terpapar radiasi , kelembaban yang relatife dan aliran

udara sehingga produksi panas sesedikit mungkin dan suhu tubuh bayi dapat

dipertahankan dalam batas normal. Bayi yang besar dan lebih tua

memerlukan suhu lingkungan lebih rendah dari bayi yang kecil dan lebih

muda. Suhu incubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan

konsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat

mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5-37,5 oC. tingginya suhu

lingkungan ini tergantung dari besar dan kematangan bayi. Dalam keadaan

tertentu, bayi yang sangat premature tidak hanya memerlukan incubator untuk

mengatur suhu tubuhnya, tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas

atau topi maupun pakaian.

Seandainya tidak ada incubator, pengaturan suhu dan kelembaban dapat

diatur dengan memberikan sinar panas, dan botol air hangat, disertai dengan

pengaturan suhu dan kelmbaban ruangan. Mungkin pula diperlukan

pemberian oksigen melalui pipa intubasi.

Ibu yang memiliki bayi berat lahir rendah (BBLR) tidak perlu khawatir

lagi soal perawatan buah hatinya itu selepas keluar rumah sakit. Sekarang

para ahli dibidang kedokteran mengembangkan metode kangguru untu

merawat BBLR itu. Metode tersebut memungkinkan panas tubuh ibunya

Page 18: BBLR.doc

memberikan kehangatan bayinya. Metode kangguru ini memang terkesan

unik, dengan sebuah pakaian yang berbentuk seperti tubuh kangguru yang

berkantung, bayi bias mendapatkan kehangatan cukup karena bersentuhan

langsung dengan tubuh ibunya. Ada tiga criteria BBLR sudah bisa dirawat di

rumah setelah keluar dari incubator. Pertama, berat sudah kembali ke berat

lahir dan lebih dari 1500 gram. Kemudian berat bayi cenderung naik dan suhu

tubuh stabil selama tiga hari berturut-turut. Yang juga harus diperhatikan,

bayi sudah mampu menghisap dan menelan. Selain itu, ibu sudah harus

merawat dan member minum. Metode kangguru ini cukup efektif sebab selain

membuat bayi tidak tergantung padaa rumah sakit, ibu lebih percaya diri

merawat bayinya di rumah. Keuntungan lainnya, BBLR bisa mendapatkan

ASI eksklusif dan menurunkan resiko bayi terkena kehilangan panas tubuh.

d. Bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan (KMK)

Pada umumnya sama dengan perawatan neonates umumnya,

seperti pengaturan suhu lingkungan, makanan, mencegah infeksi dan lain-

lain, akan tetapi karena bayi ini mempunyai problem yang berbeda dengan

bayi lainnya makan harus diperhatikan hal-hal berikut ini.

1 Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin serta menemukan

gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultrasonografi.

2 Memeriksa kadar gula darah. Bila terbukti adanya hipoglikemia

harus segera diatasi.

3 Bayi KMK membutuhkan lebih banyak kalori dari bayi premature.

Bayi BBLR memiliki kamungkinan lebih besar untuk mengalami

masalah kesehatan daripada bayi berat normal. Banyak bayi-bayi ini

membutuhkan perawatan khusus di unit perawatan intensif bayi baru

lahir (NICU). Masalah medis yang paling umum dijumpai pada bayi

BBLR:

a) Respiratory distress syndrome (RDS)

Masalah pernapasan ini biasa terjadi pada bayi yang lahir sebelum

minggu ke-34 kehamilan. Bayi dengan RDS mengalami kekurangan

Page 19: BBLR.doc

protein yang disebut surfaktan yang berfungsi untuk menjaga

kantung udara kecil di paru-paru. Pengobatan dengan surfaktan

membantu bayi bernapas lebih mudah. Bayi dengan RDS perlu tambahan

oksigen dan bantuan pernapasan mekanik untuk menjaga paru- paru

mereka. Untuk bayi yang lebih parah memerlukan bantuan ventilasi

mekanik untuk bernafas sementara paru-paru mereka dewasa.

b) Bleeding in the brain

Pendarahan di otak (disebut perdarahan intraventricular atau ivh)

adalah pendarahan di otak yang terjadi pada beberapa bayi prematur

sangat rendah, biasanya dalam tiga hari pertama kehidupan.

Perdarahan otakbiasanya didiagnosis dengan USG. Kebanyakan

perdarahan otak ringan dan berujung dengan masalah yang tidak serius.

Perdarahan berat dapat menyebabkan tekanan pada otak yang dapat

menyebabkan kerusakan otak. Dalam keadaan tersebut, ahli bedah dapat

menyisipkan sebuah tabung ke dalam otak untuk mengalirkan cairan dan

mengurangi risiko kerusakan otak. Dalam kasus ringan, obat kadang-

kadang dapat mengurangi penumpukan cairan.

c) Patent ductus arteriosus (PDA)

Patent ductus arteriosus (PDA): PDA adalah masalah hati yang

sering terjadi pada bayi prematur. Sebelum lahir, arteri besar yang

disebut ductus arteriosus memungkinkan darah tidak mengaliri paru-

paru bayi. Ductus ini biasanya menutup setelah lahir sehingga darah

dapat mengalir ke paru-paru dan mengambil oksigen. Ketika ductus tidak

menutup dengan benar, dapat menyebabkan gagal jantung. PDA dapat

didiagnosis dengan bentuk khusus dari USG (echocardiography) atau tes

imaging lainnya. Bayi dengan PDA diperlakukan dengan obat yang

membantu menutup ductus, walaupun operasi mungkin diperlukan jika

obat tidak bekerja.

d) Necrotizing enterocolitis (NEC)

Page 20: BBLR.doc

Necrotizing enterocolitis (NEC) adalah Masalah usus yang

berpotensi berbahaya, biasanya terjadi dua sampai tiga minggu setelah

lahir. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan makan, komplikasi perut

bengkak dan lainnya. Bayi dengan NEC diobati dengan antibiotik dan

diberi makan secara intravena (melalui pembuluh darah) sambil

menyembuhkan usus. Dalam beberapa kasus, operasi diperlukan untuk

menghilangkan bagian-bagian yang rusak dari usus

e) Retinopati prematuritas (ROP)

Retinopati prematuritas (ROP) adalah pertumbuhan abnormal

dari pembuluh darah di mata yang dapat menyebabkan kehilangan

penglihatan. Hal ini terjadi terutama pada bayi yang lahir sebelum 32

minggu kehamilan. Kebanyakan kasus sembuh dengan kehilangan

penglihatan sedikit atau tidak ada. Pada kasus yang parah, dokter mata

mungkin menangani dengan laser atau dengan cryotherapy (pembekuan)

untuk mempertahankan penglihatan.

K. Komplikasi BBLR

a. Komplikasi prematuritas

1. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik Disebut juga sebagai penyakit

membran hialin karena pada stadium akhir akanterbentuk membran

hialin yang akan melapisi paru.

2. Pneumonia aspirasi Sering ditemukan pada bayi prematur karena

refleks menelan dan batuk belumsempurna.

3. Perdarahan intraventrikuler Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral

karena anoksia otak. Kelainan ini biasanya hanya ditemukan pada

otopsi.

4. Fibroplasias retrolentalPenyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang

disebabkan oleh gangguanoksigen yang berlebihan.

5. Hiperbilirubinemia Bayi prematur lebih sering mengalami

hiprebilirubinemia dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Hal ini

disebabkan oleh faktor kematangan hepar yang tidak sempurna

Page 21: BBLR.doc

sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk

belumsempurna.

6. Infeksi daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya

IgG gammaglobulin.

b. Komplikasi dismaturitas

1. Sindrom aspirasi mekoniumKeadaan hipoksia intrauterin

mengakibatkan janin mengadakan ‘gasping’ dalamuterus. Selain itu

mekonium akan dilepaskan ke dalam likuor amnion, akibatnyacairan

yang mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam paru

janinkarena inhalasi. Pada saat lahir, bayi akan menderita gangguan

pernapasanidiopatik.

2. Hipoglikemia simptomatik Tertama pada bayi laki-laki. Penyebabnya

belum jelas, tetapi mungkin sekalidisebabkan oleh persediaan glikogen

yang sangat kurang pada bayi dismaturitas.Diagnosis dapat dibuat

dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah. BayiBBLR

dinyatakan hipoglikemia bila kadar gula darah yang kurang dari 20 mg

%.

3. Asfiksia neonatorumBayi dismatur lebih sering menderita asfiksia

neonatorum dibandingkan dengan bayi biasa.

4. Penyakit membran hialin terutama pada bayi dismatur yang preterm.

Hal ini karena surfaktan pada paru belum cukup sehingga alveoli selalu

kolaps.

5. HiperbilirubinemiaBayi dismatur lebih sering mendapat penyakit ini

dibandingkan dengan bayiyang sesuai dengan masa kehamilannya. Hal

ini disebabkan gangguan pertumbuhan hati.

L. Pencegahan BBLR

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat

menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum sebelum

hal itu terjadi. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan primer

Page 22: BBLR.doc

terhadap kejadian BBLR adalah dengan mencegah kehamilan bagi ibu

yang memiliki usia dan paritas resiko tinggi untuk melahirkan bayi

dengan BBLR, memperhatikan jarak kehamilan, dan mencukupi

asupan gizi ibu hamil baik secara kuantitas maupun kualitas, menghindari

perilaku beresiko tinggi seperti merokokdan minum minuman yang

mengandung alkohol karena dapat menghambat pertumbuhan janin.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan

deteksi untuk menemukan penyakit atau gangguan kesehatan setiap

individu dalam populasi. Setiap ibu hamil disarankan agar melakukan

pemeriksaan antenatal minimal sebanyak empat kali yaitu satu

kali pada trisemester I, satu kali pada trisemester II dan dua kali pada

trisemester III. Dengan melakukan pemeriksaan antenatal, segala bentuk

kelainan ataupun gangguan pada ibu dan janin dapat di deteksi

sedini mungkin. Sehingga jika didapati keadaan yang sifatnya

patologis segera dapat diambil tindakan yang tepat untuk mengatasinya.

c. Pencegahan Tertier

Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah cacat, kematian,

serta usaha rehabilitasi. Karena jika dibadingkan dengan bayi berat

badan normal, bayi yang dilahirkan dengan BBLR memiliki resiko

tinggi untuk meninggal, mangalami hambatan pertumbuhan otak (berupa

gangguan psikomotorik, retardasi mental dll).

Page 23: BBLR.doc

M. Prognosis BBLR

Kematian perinatal pada bayi berat badan lahir rendah 8 kali lebih besar dari

bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Prognosis akan lebih buruk lagi

bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan

oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi

pneumonia, perdarahan intrakranial, dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat

kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan terjadi gangguan

bicara, IQ yang rendah, dan gangguan yang lainnya.

Bayi BBLR umumnya akan menemui masalah dalam proses

pertumbuhannya. Kalaupun ada yang mulus, dalam arti tumbuh menjadi anak

pintar, mungkin sifatnya kasuistik saja. Penelitian juga membuktikan, anak

BBLR akan lebih rentan mengalami penyakit-penyakit kronis seperti diabetes

atau jantung koroner ketika ia tumbuh dewasa kelak. Bayi yang lahir dengan

BBLR memiliki risiko untuk mengalami hambatan pertumbuhan pada tahun

pertama kehidupannya. 10-30% bayi yang bertahan hidup berberat badan kurang

dari satu kg saat lahir, menderita cacat mental. Bayi yang ringan untuk umur

kehamilan tidak berjalan sebaik bayi yang tumbuh tepat bagi masa

kehamilannya.

Lebih daripada itu, akibat status gizi yang rendah, bayi ini juga akan mudah

mengalami penyakit infeksi dibanding bayi seumurnya yang lahir dengan berat

badan normal. Apabila bayi mengalami penyakit infaksi seperti diare, maka

kemungkinan penurunan berat badan dapat dengan mudah terjadi. Dapat diduga

kemudian, bayi ini akan mempunyai berat badan yang sangat rendah atau

mengalami gangguan pertumbuhan yang berat.

Page 24: BBLR.doc

BAB III

PEMBAHASASAN