Bay (Leo) Sejarah Dan an Angklung

19
1.1 Latar Belakang masalah Indonesia adalah negara yang besar, negara yang kaya akan nilai budaya dan tradisi satu suku di Indonesia adalah suku Sunda yang berada di pulau Jawa, tepatnya di Ja Barat. Suku Sunda juga memiliki kesenian tradisional yang khas dan beragam, selain suku Sunda memiliki alat musik tradisional seperti rebab, kecapi, karinding, angkl suling. Suling adalah alat musik tradisional yang mudah dimainkan, bentuknya yang kecil da ringan, suling dapat dibawa kemana-mana, suling terbuat dari bambu berlubang 4, 5 yang dimainkan dengan cara ditiup, suling alat musik tiup yang berlubang 4 banyak terdapat di pulau Jawa. Di Jawa Barat terdapat suling berlubang 4 antara lain: sul degung, suling bersurup pelog, suling salendro, dan suling berlubang empat madenda Dahulu, suling selalu dimainkan oleh setiap orang di waktu senggang, karena bentuk yang kecil dan praktis. Suling bisa dibawa ke mana-mana dan juga dapat dimainkan s individu (tunggal/landangan), selain itu suling merupakan alat musik yang mudah un dimainkan, oleh karena itu para penggembala sering membawa suling untuk melepas je dan juga sebagai pembawa melodi di musik degung berfungsi untuk menciptakan harmonisasi nada yang berkarakter, dan karena itu bersuling menjadi tradisi masyar Sunda. Pada saat ini, suling kurang diminati oleh anak-anak, karena saat ini banyak alat modern yang lebih banyak digunakan. Masalah lain yang menyebabkan hal tersebut ada karena kurangnya media pembelajaran alat musik suling dan kurikulum pelajaran alat tradisional kepada anak-anak. Dan itulah masalah yang terjadi di masyarakat sekara ini antara lain 2

Transcript of Bay (Leo) Sejarah Dan an Angklung

1.1 Latar Belakang masalah Indonesia adalah negara yang besar, negara yang kaya akan nilai budaya dan tradisi, salah satu suku di Indonesia adalah suku Sunda yang berada di pulau Jawa, tepatnya di Jawa Barat. Suku Sunda juga memiliki kesenian tradisional yang khas dan beragam, selain itu suku Sunda memiliki alat musik tradisional seperti rebab, kecapi, karinding, angklung dan suling. Suling adalah alat musik tradisional yang mudah dimainkan, bentuknya yang kecil dan ringan, suling dapat dibawa kemana-mana, suling terbuat dari bambu berlubang 4, 5 dan 6, yang dimainkan dengan cara ditiup, suling alat musik tiup yang berlubang 4 banyak terdapat di pulau Jawa. Di Jawa Barat terdapat suling berlubang 4 antara lain: suling degung, suling bersurup pelog, suling salendro, dan suling berlubang empat madenda. Dahulu, suling selalu dimainkan oleh setiap orang di waktu senggang, karena bentuknya yang kecil dan praktis. Suling bisa dibawa ke mana-mana dan juga dapat dimainkan secara individu (tunggal/landangan), selain itu suling merupakan alat musik yang mudah untuk dimainkan, oleh karena itu para penggembala sering membawa suling untuk melepas jenuh dan juga sebagai pembawa melodi di musik degung berfungsi untuk menciptakan harmonisasi nada yang berkarakter, dan karena itu bersuling menjadi tradisi masyarakat Sunda. Pada saat ini, suling kurang diminati oleh anak-anak, karena saat ini banyak alat musik modern yang lebih banyak digunakan. Masalah lain yang menyebabkan hal tersebut adalah karena kurangnya media pembelajaran alat musik suling dan kurikulum pelajaran alat musik tradisional kepada anak-anak. Dan itulah masalah yang terjadi di masyarakat sekarang. Hal ini antara lain 2

terbukti dari hasil survey yang dilakukan penulis pada 10 Sekolah Dasar di kota Bandung hanya 3 SD yang mengajarkan karawitan di sekolahnya, hal itu menandakan kurangnya pengenalan kesenian terhadap anak usia dini kalau masalah ini masih tetap di abaikan tidak menutup kemungkinan suling beserta kesenian lainnya akan menjadi sejarah karena tak ada orang yang memainkannya. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Kurangnya pengenalan alat musik tradisional khususnya suling kepada anak-anak usia sekolah dasar, khususnya di kota bandung. 2. Salah satu faktor anak-anak kurang meminati alat musik suling karena tergeser oleh alat musik yang lebih modern 3. Kurangnya media pembelajaran atau informasi tentang cara memainkan suling. 1.3 Fokus Masalah Penulis akan memfokuskan masalah kepada perancangan media informasi mengenai bagaimana cara memainkan alat musik suling yang ditujukan bagi anak-anak usia sekolah dasar dari kelas 3-6. Dengan memahami hal yang berkaitan tentang suling, dengan cara membuat media informasi tentang bagaimana memainkan alat musik suling kepada anakanak usia 10-12 tahun. 3

1.4 Tujuan Perancangan Dalam menyelesaikan masalah yang telah dibahas sebelumnya. Maka tujuan yang ingin dicapai dalam perancangan buku ini adalah: 1. Untuk mengenalkan suling sebagai alat musik tradisional sunda kepada anak-anak sekolah dasar. 2. Untuk menumbuhkan minat anak terhadap alat musik tradisional dan untuk memahami bagaimana cara memainkan alat musik suling 3. Untuk membuat alternatif penyelesaian masalah mengenai kurangnya informasi mengenai bagaimana cara bermain suling yang benar 1.5 Manfaat Perancangan Dengan melaksanakan penelitian ini, diharapkan anak-anak dapat mempelajari suling dengan mudah serta mengembalikan gairah anak-anak untuk mempelajari alat musik tradisional khususnya suling. Dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya anak-anak sebagai fokus segmentasinya. Diharapkan setelah beberapa tahun kemudian banyak generasi muda yang bisa memainkan suling dan melastarikan salah satu alat musik tradisional, sehingga kesenian tradisional Sunda tetap lestari.

.3 RUANG LINGKUP Penulis membatasi tulisan ini seputar : Pengertian angklung Sejarah angklung Cara membuat angklung

1.4 METODE PENULISAN

Dalam pembuatan karya ini dilakukan dengan cara : Metode observasi. Membaca beberapa buku di perpustakaan sekolah. Mengumpulkan data dari internet.

SEJARAH ANGKLUNG Sejak kapan angklung muncul masih belum bisa diketahui secara pasti. Namun, ada angklung tertua yang usianya sudah mencapai 400 tahun. Angklung tersebut merupakan Angklung Gubrag yang dibuat di Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Di Serang, angklung jenis ini dianggap sebagai alat musik sakral yang digunakan saat mengiringi mantera pengobatan orang sakit atau menolak wabah penyakit. Angklung memang dikenal berasal dari Jawa Barat. Namun, di beberapa daerah di Indonesia juga ditemukan alat musik tradisional tersebut. Di Bali, angklung digunakan pada saat ritual Ngaben. Di Madura, angklung digunakan sebagai alat musik pengiring arak-arakan. Sementara di Kalimantan Selatan angklung digunakan sebagai pengiring pertunjukan Kuda Gepang. Sejarah mencatat bahwa di Kalimantan Barat juga terdapat angklung, tapi menurut beberapa tokoh kebudayaan, angklung tersebut tidak ada lagi. Pada 1938, Daeng Soetigna menciptakan angklung yang didasarkan pada suara diatonik. Selain sebagai pengiring mantera, awalnya, angklung digunakan untuk upacara-upacara tertentu, seperti upacara menanam padi. Namun, seiring dengan berkembangnya alat musik ini, angklung digunakan dalam pertunjukan kesenian tradisional yang sifatnya menghibur. Pada masa penjajahan Belanda, angklung menjadi alat musik yang membangkitkan semangat nasionalisme penduduk pribumi. Karena itu, pemerintah Belanda melarang permainan angklung, kecuali jika dimainkan oleh anak-anak dan pengemis karena dianggap tidak memberikan pengaruh apa pun. Setelah mengalami pasang surut, Daeng Soetigna berhasil menaikkan derajat alat musik angklung. Bahkan, angklung diakui oleh seorang musikus besar asal Australia Igor Hmel Nitsky pada 1955. Angklung dengan suara diatonis yang diciptakan oleh Daeng membuat angklung turut diakui pemerintah sebagai alat pendidikan musik. Sepeninggal Daeng Soetigna, angklung dikembangkan lagi berdasarkan suara musik Sunda, yaitu salendro, pelog, dan madenda. Orang berjasa yang mengembangkannya adalah Udjo Ngalagena. Udjo yang merupakan salah seorang murid Daeng Soetigna ini mengembangkan alat musik angklung pada 1966. Sebagai wujud mempertahankan kesenian angklung, Udjo atau biasa dikenal Mang Udjo membangun pusat pembuatan dan pengembangan angklung. Tempat tersebut diberi nama Saung Angklung Mang Udjo. Lokasinya berada di Padasuka, Cicaheum, Bandung. Di tempat ini, seringkali diadakan pertunjukan kesenian angklung. Pengunjung yang hadir dapat ikut serta mencoba belajar memainkan alat musik tersebut. WWW. Berita unik. net

Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih Jenis-jenis Alat Musik Sunda Kendang Kendang sunda atau dalam bahasa indonesia gendang merupakan alat salahsatu alat musik tradisional yang berkategori perkusi.

Kulanter bentuk dan bahannya seperti kendang, hanya ukurannya yang lebih kecil. fungsinya sebagai pengiring kendang tadi Gong terbuat dari tembaga yang dicat keemasan. pada penggunaannya digantungkan dan di ikat pada tiang kayu. Jengglong menyerupai gong, hanya ukurannya lebih kecil dan suaranya lebih ringan. umumnya terdiri dari 5 gong yang digantung dalam satu kayu Bonang Ini adalah koleksi gong kecil (kadang-kadang disebut ceret atau pot) ditempatkan secara horizontal ke string dalam bingkai kayu (rancak), baik satu atau dua baris lebar.Suling terbuuat dari bambu yang dilubangi. terdiri dari 4 atau lubang. berfungsi sebagai melodi.

Rebab rebab terdiri dari dawai yang digesek. dimainkan dengan cara digesek dan sambil duduk. bentuknya seperti tiang perahu atau busur panah. fungsina sebagai melodi

Tarawangsa seperti rebab hanya beda bentuk di bagian dasarnya, bila rebab bentuk seperti hati, tarawangsa berbentuk persegi panjang. Angklung terbuat dari bambu dan dibentuk sedemkian rupa hingga menimbulkan suara yang khas. cara membunyikannya dengan cara digetarkan. masing2 mempunyai nada yang berbeda2 sesuai ukurannya. Karinding biasanya terbuat dari bambu atau pohon aren yang dibentuk sedemikian rupa, disimpan di ulut lalu digetar2kan dengan tangan. biasanya dipakai di acara2 adat Kecapi terbuat dari kotak berongga yang diberi tali2 senar dengan berbagai panjang. menyerupai gitar, dipakai dengan cara dipetik.

Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan calung jinjing.

Calung RantayCalung rantay bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru (lulub) dari yang terbesar sampai yang terkecil, jumlahnya 7 wilahan (7 ruas bambu) atau lebih. Komposisi alatnya ada yang satu deretan dan ada juga yang dua deretan (calung indung dan calung anak/calung rincik). Cara memainkan calung rantay dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersilah, biasanya calung tersebut diikat di pohon atau bilik rumah (calung rantay Banjaran-Bandung), ada juga

yang dibuat ancak dudukan khusus dari bambu/kayu, misalnya calung tarawangsa di Cibalong dan Cipatujah, Tasikmalaya, calung rantay di Banjaran dan Kanekes/Baduy.

Calung JinjingAdapun calung jinjing berbentuk deretan bambu bernada yang disatukan dengan sebilah kecil bambu (paniir). Calung jinjing terdiri atas empat atau lima buah, seperti calung kingking (terdiri dari 12 tabung bambu), calung panepas (5 /3 dan 2 tabung bambu), calung jongjrong(5 /3 dan 2 tabung bambu), dan calung gonggong (2 tabung bambu). Kelengkapan calung dalam perkembangannya dewasa ini ada yang hanya menggunakan calung kingking satu buah, panempas dua buah dan calung gonggong satu buah, tanpa menggunakan calung jongjrong Cara memainkannya dipukul dengan tangan kanan memakai pemukul, dan tangan kiri menjinjing/memegang alat musik tersebut. Sedangkan teknik menabuhnya antar lain dimelodi, dikeleter, dikemprang, dikempyung, diraeh, dirincik, dirangkep (diracek), salancar, kotrek dan solorok.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Angklung adalah sebuah alat atau waditra kesenian yang terbuat dari bambu khusus, yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun 1938. Ketika awal penggunaannya angklung masih sebatas kepentingan kesenian lokal atau tradisional. Namun karena bunyi-bunyian yang ditimbulkannya sangat merdu dan juga memiliki kandungan lokal dan internasional seperti bunyi yang bertangga nada duremi fa so la si du dan daminatilada, maka angklung pun cepat berkembang, tidak saja dipertunjukan lokal tapi juga dipertunjukan regional, nasional dan internasional. Bahkan konon khabarnya pertunjukan angklung pernah digelar dihadapan Para pemimpin Negara pada Konferensi Asia Afika di Gedung Merdeka Bandung tahun 1955. Jumlah pemain angklung bisa dimainkan oleh sampai 50 orang, bahkan sampai 100 orang dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya seperti; piano, organ, gitar, drum, dan lain-lain. Selain sebagai alat kesenian, angklung juga bisa digunakan sebagai suvenir atau buah tangan setelah dihiasi berbagai asesoris lainnya. Sepeninggal Daeng Sutigna kreasi kesenian angklung diteruskan oleh Mang Ujo dan Erwin Anwar. Bahkan Mang Ujo telah membuat pusat pembuatan dan pengembangan kreasi kesenian angklung yang disebut Saung angklung Mang Ujo yang berlokasi di Padasuka Cicaheum Bandung. Salah satu program yang ia lakukan khususnya untuk mempertahankan kesenian angklung adalah memperkenalkan angklung kepada para siswa sekolah, mulai TK, sampai dengan tingkat SLTA dan bahkan telah menjadi salah satu kurikulum pada pada mata pelajaran lokal. 1.2 TUJUAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya ini : x x x Untuk menambah wawasan tentang kebudayaan nasional Untuk lebih mengenal alat musik angklung sebagai warisan kebudayaan Untuk ikut melestarikan budaya bangsa

1.3 RUANG LINGKUP Penulis membatasi tulisan ini seputar : Pengertian angklung Sejarah angklung Cara membuat angklung

1.4 METODE PENULISAN

Dalam pembuatan karya ini dilakukan dengan cara : Metode observasi. Membaca beberapa buku di perpustakaan sekolah. Mengumpulkan data dari internet. 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memudahkan para pembaca penulis menyusun karya tulis ini dalam beberapa bab yaitu : Kata Pengantar Daftar pustaka BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 RUANG LINGKUP 1.4 METODE PENULISAN 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN BAB II PENGENALAN ANGKLUNG 2.1 PENGERTIAN 2.2 SEJARAH PERKEMBANGAN 2.3 JENIS-JENIS ANGKLUNG BAB III FUNGSI 3.I FUNGSI DALAM TRADISI BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN 4.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB II PENGENALAN ANGKLUNG 2.1 PENGERTIAN Angklung merupakan sebuah alat musik tradisional terkenal yang dibuat dari bambu dan merupakan alat musik asli Jawa Barat, Indonesia. Dulunya, angklung memegang bagian penting dari aktivitas upacara tertentu, khususnya pada musim panen. Suara angklung dipercaya akan mengundang perhatian Dewi Sri (Nyi Sri Pohaci) yang akan membawa kesuburan terhadap tanaman padi para petani dan akan memberikan kebahagian serta kesejahteraan bagi umat manusia.

Angklung juga diartikan sebagai alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat daribambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dariUNESCO sejak November 2010. Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara. Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohacisebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur. Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar. Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu. Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya. Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia

ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana. Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

2.2 SEJARAH PERKEMBANGAN Angklung adalah mitologi dari Bahasa Bali, yaitu Ang yang berarti angka (berupa not) dan klung yang berarti rusak. Jadi, jika digabungkan angklung berarti angka yang rusak. Dalam sejarah perkembangan musik Angklung, bentuknya yang sekarang merupakan adaptasi bentuk alat musik dari Filipina. Perkembangan musik angklung pada mulanya yaitu berasal dari bambu wulung (wulung awi) yang dimainkan dengan cara dipukul-pukul. Permainan bambu tersebut bermula untuk menghormati binatang totem dan untuk menghormati dan menghargai pemberian hasil panen padi yang banyak dan baik dari Dewi Sri yang dipercaya sebagai dewi yang memberikan kesejahteraan. Sejak kapan angklung muncul dan berkembang, merupakan pertanyaan yang saya tidak dapat menjawabnya dengan pasti. Menurut perkiraan Dr. Groneman, sebelum berkembangnya pengaruh Hindu di Indonesia Angklung sudah merupakan alat musik yang digemari penduduk (Dr. J. Groneman. De Gamelan to Jogjakarta, Letterkundige Vehadelingen der Koninkl, Akademi, jilid XIX, hal. 4). Sebagai alat musik pra Hindu, Angklung tidak digambarkan pada candi Borobudur dan Prambanan, sebagaimana halnya alat musik bambu lainnya yang sudah berkembang sebelum zaman zaman Hindu di Indonesia, misalnya alat musik bambu berdawai. Dalam literature kuno pun saya tidak atau belum menemukannya, Kekawin Arjunawiwaha yang diperkirakan ditulis sekitar tahun 1040 hanya menyebut-nyebut Sundari (semacam erofon yang di Jawa Barat dikenal dengan sebutan Sondari, di Bali Sundaren). Calung yang dewasa ini terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, disebut-sebut dalam Inskripsi Buwahan yang diperkirakan dibuat sekitar tahun 1181. Guntang alat musik bambu berdawai yang penyebarannya meliputi Asia Tenggara sampai Madagaskar, dan sampai sekarang di Bali tetap disebut Guntang, terdapat dalam Kekawin Kidung Sunda yang diperkirakan ditulis tidak lama setelah tahun 1357. Alat yang di Priangan disebut Pancurendang, di Jawa Tengah disebut Bluntak, dan di Bali disebut Taluktak, disebutsebut dalam kekawin Bharata Yuda.Tongtong atau kentongan bambu disebut-sebut dalam Sudhamala dengan Kulkul, dalam Samarandana disebut Titiran, dan dalam Bharata Yudha disebut Kukulan. Baru dalam tulisa-tulisan kemudian seperti dalam serat Cebolang, Angklung disebut-sebut, yaitu waktu melukiskan saat Mas Cebolang mempertunjuknan keahliannya menyanyi dan bermain musik didepan Bepati Dhaha Kediri

Dalam perkembangannya musik angklung perlahan mulai berubah dan beradaptasi dengan perkembangan jamannya. Mulai dari jaman dimana manusia memanfaatkan bambu sebagai alat utama mereka untuk bertahan hidup, masuknya budaya China, penyiaran agama Islam, masuknya budaya barat ke Indonesia, sampai pada jaman modern ini. Pada masa modern ini, perkembangan musik angklung mulai berubah. Itu berawal dari Daeng Sutisna yang berhasil mengubah tangga nada petatonis menjadi diatonis (do,re,mi,fa,sol,la,si,do) pada tahun 1983. Dan perkembangan itu pun terjadi, misalnya pada KTT Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat. Musik Angklung modern dimainkan untuk acara resmi dalam Indonesia Ultimate Diversity tersebut, yaitu dalam lagu Indonesia Raya dan beberapa lagu daerah yang terkenal seperti Rasa Sayange, Ayo Mama, Burung Kakak Tua dan Potong Bebek Angsa .

2.3 JENIS-JENIS ANGKLUNG 1. Angklung Kanekes Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka Badui) digunakan terutama karena hubungannya dengan upacara padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Angklung ditabuh ketika orang Kanekes menanam padi; ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama di Kajeroan (Tangtu, Badui Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, angklung masih bisa ditampilkan di luar ritus padi dan tetap memunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai. Dalam sajian hiburan, angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacammacam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna, Marengo, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Badui Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan, tabu), tidak boleh melakukan halhal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.

Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong,gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari dua buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak tiga buah. Di Kajeroan, kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, Kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu, Badui Jero). Kajeroan terdiri dari tiga kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut. 2. Angklung Dogdog Lojor Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan Sukabumi, Bogor, dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taundi pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib. Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah dua buah dogdog lojor dan empat buah angklung besar. Keempat buah angklung ini memunyai nama, yang terbesar dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang. Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya: Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng Papanganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang, dan Adu-aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap. 3. Angklung Gubrag Angklung gubrag terdapat di Kampung Cipining, Kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan)

ke leuit (lumbung). Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa Kampung Cipining mengalami musim paceklik. 4.AngklungBadeng Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau ke-17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen, dan Nursaen belajar agama Islam ke Kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng. Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu dua angklung roel, satu angklung kecer, empat angklung indung dan angklung bapa, dua angklung anak, dua buah dogdog, dua buah terbang atau gembyung, serta satu kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain disajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam. Lagu-lagu badeng: Lailahaileloh, Yati, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, dan Solaloh. 5.Buncis Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit, lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acarangunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi. Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle . Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis. Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis: dua angklung indung, dua angklung ambrug, satu angklung panempas, dua angklung pancer, satu angklung enclok, tiga buah dogdog (satu talingtit, satu panembal, dan satu badublag). Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah

menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi. Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yakni: angklung buncis (Priangan/Bandung), angklung badud (Priangan Timur/Ciamis), angklung bungko (Indramayu), angklung gubrag (Bogor), angklung ciusul (Banten), angklung dog dog lojor (Sukabumi), angklung badeng (Malangbong, Garut), dan angklung padaeng yang identik dengan angklung nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle (19081984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswasiswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar. BAB III FUNGSI DAN CARA MEMBUAT 3.I FUNGSI DALAM TRADISI Angklung yang dibunyikan dengan cara digoyang-goyangkan adalah termasuk golongan lonceng. Seperti lonceng, angklung bersifat khidmat serta biasa digunakan dalam hubungan kegiatan ritual. Di beberapa tempat di Bali angklung biasa digunakan khusus dalam upacara Pengaben (pembakaran mayat). Namun dewasa ini hal itu terbatas pada kelomopok penduduk yang tidak memiliki angklung metalopon, seperti penduduk Banjar Tegalingah, Karangasem. Orang Baduy di Kanekes , Bnaten Selatan, mempergunakan angklung sebagai alat musik upacara pada waktu menjelang menanam padi di ladang, sebutannya Angklung Buhun. Angklung Gubrag di kampong Jati, Serang, dianggap alat musik sacral, untuk mengiringi mantera pengobatan orang sakit atau menolak wabah. Seperti halnya di Kanekes, di sekitar Kulon Progo terdapat angklung yang digunakan dalam upacaraBersih Desa, permulaan musim menggarap sawah, disebut Angklung Krumpyung. Demikina pula di desa Ringin Anca dan Karangpatian, Ponorogo, upaca Bersih Desa biasa diiringi Orkes Angklung. Pada umumnya dewasa ini di berbagai tempat, angklung merupakan alat kesenian yang profan, seperti halnya di Madura. Di pulau itu, sepanjang pengetahuan saya angklung hanya terdapat di Desa Keles, Kecamatan Ambuten, dan di desa Biuto, Kecamatan Srunggi, keduanya termasuk wilayah kabupaten Sumenep, biasa digunakan untuk memeriahkan arak-arakan. Menurut keterangan, dahulu di beberapa tempat di Kalimantan Barat terdapat angklung, yang contohnya tersimpan dalam Museum Insdisch Institut di Negeri Belanda, tercatat dalam katalogus No. 1297/1-2 dan 1767/1-3.

Akan tetapi dewasa ini menurut beberapa tokoh kebudayaan dan pejabat-pejabat Kanwil Depdikbud Kalimantan Barat, di wilayah itu tidak terdapat lagi angklung tradisional. Di Kalimanatan Selatan sekarang masih terdapat angklung tradisional yang dikenal dengan sebutan Kurung-kurung, biasanya digunakan untuk mengiringi pertunjukan Kuda Gepang (Sie) yang bentuk dan cara pertunjukannya hampir sama dengan Kuda Kepang di Jawa Tengah. Menurut keterangan, Kata Gepang disini berarti gepeng atau pipih. Jadi berlainan dengan arti anyaman, walaupun bentuk dan kuda-kudanya sama, yaitu terbuat dari anyaman bambu. Di Lampung pada masa-masa yang lalu terdapat pula angklung tradisional, yang contohnya dipamerkadi Museum Leidan, Negeri Belanda dengan katalogus No. 40/58. Namun sekrang sulit untuk mendapatkan keterangan mengenai angklung tradisional di wilayah tersebut, kecuali yang dikembangkan oleh beberapa kelompok transmigran dari Jawa.

BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Angklung merupakan sebuah alat musik tradisional terkenal yang dibuat dari bambu dan merupakan alat musik asli Jawa Barat, Indonesia. Dulunya, angklung memegang bagian penting dari aktivitas upacara tertentu, khususnya pada musim panen. Suara angklung dipercaya akan mengundang perhatian Dewi Sri (Nyi Sri Pohaci) yang akan membawa kesuburan terhadap tanaman padi para petani dan akan memberikan kebahagian serta kesejahteraan bagi umat manusia. Jadi, berbanggalah kita sebagai orang Indonesia yang memiliki maha karya yang dibuat bukan dari jiplakan melainkan, dari perjuangan nenek moyang kita dalam berkesenian dan menciptakan suatu kesenian tersebut. Apalagi, sekarang angklung merupakan alat musik yang universal dikalangan negara-negara se- Asia Tenggara, Asia Timur bahkan Amerika Serikat. Jadi, kita musti tahu diri, dan wajib berterima kasih pada pendahulu angklung dengan cara melestarikan musik tersebut dalam kehidupan kita sekarang ini, jangan sampai nenek moyang kita menangis melihat buah karyanya diambil orang lain secara ilegal dan dilipakan secara mentah oleh anak

cucunya sendiri. Jangan sampai angklung kalah dengan alat-alat musik modern, alat band dan lain-lain. 4.2 SARAN Karena keterbatasan informasi dan pengetahuan tentang Sejarah Angklung, ditambah lagi dengan kurangnya pemahaman tentang pembuatan karya tulis, mengakibatkan terdapat sedikit kesulitan dalam pembuatan karya tulis ini. Tetapi karena keterbatasan itulah saya termotivasi untuk menjadi lebih baik. Maka dari itu saya berharap agar dapat lebih memahami tentang pembuatan karya tulis, dan diharapkan juga agar sering diadakan pembuatan karya tulis begitupun waktu yang dibutuhkan agar lebih di perpanjang lagi sehingga dapat dihasilkan karya tulis yang lebih baik lagi.wikipedia.org/wiki/Angklung Jenis2 angklung Angklung Kanekes Angklung Dogdog Lojor Angklung Gubrag Angklung Badeng Buncis

Buncis merupaAngklung Padaeng Angklung Sarinande Aruba Arumba Angklung Toel Angklung Sri-Murni

CARA BERMAIN ANGKLUNG

Memainkan sebuah angklung sangat mudah. Seseorang tinggal memegang rangkanya pada salah satu tangan (biasanya tangan kiri) sehingga angklung tergantung bebas, sementara tangan lainnya (biasanya tangan kanan) menggoyangnya hingga berbunyi. Dalam hal ini, ada tiga teknik dasar menggoyang angklung:

Kurulung (getar), merupakan teknik paling umum dipakai, dimana tangan kanan memegang tabung dasar dan menggetarkan ke kiri-kanan berkali-kali selama nada ingin dimainkan. Centok (sentak), adalah teknik dimana tabung dasar ditarik dengan cepat oleh jari ke telapak tangan kanan, sehingga angklung akan berbunyi sekali saja (stacato). Tengkep, mirip seperti kurulung namun salah satu tabug ditahan tidak ikut bergetar. Pada angklung melodi, teknik ini menyebabkan angklung mengeluarka nada murni (satu nada melodi saja, tidak dua seperti biasanya). Sementara itu pada angklung akompanimen mayor, teknik ini digunakan untuk memainkan akord mayor (3 nada), sebab bila tidak ditengkep yang termainkan adalah akord dominan septim (4 nada).

Sementara itu untuk memainkan satu unit angklung guna membawakan suatu lagu, akan diperlukan banyak pemusik yang dipimpin oleh seorang konduktor. Pada setiap pemusik akan dibagikan satu hingga empat angklung dengan nada berbeda-beda. Kemudian sang konduktor akan menyiapkan partitur lagu, dengan tulisan untaian nada-nada yang harus dimainkan. Konduktor akan memberi aba-aba, dan masing-masing pemusik harus memainkan angklungnya dengan tepat sesuai nada dan lama ketukan yang diminta konduktor. Dalam memainkan lagu ini para pemain juga harus memperhatikan teknik sinambung, yaitu nada yang sedang berbunyi hanya boleh dihentikan segera setelah nada berikutnya mulai berbunyi..wikipedia.org/wiki/Angklung

Angklung adalah alat musik tradisional bambu dari Indonesia. Setiap Angklung terdiri dari dua atau tiga batang bambu yang dipotong dengan panjang berbeda untuk mendapatkan nada dengan cara digoyang-goyangkan. Setiap pemain bisa memainkan satu atau lebih dari alat musik Angklung ini. Apabila bermacam-macam nada dari Angklung ini dimainkan bersama, maka akan terdengar melodi dan menjadi musik yang kedengarannya seperti bunyi dari mainan bambu angin dari Bali. Oleh karena alat musik Angklung ini akan baru dikenali melodinya kalau dimainkan bersama, maka alat musik Angklung ini sangat ideal untuk membentuk persatuan. Setiap orang dibutuhkan dan setiap orang penting, kalau seorang pemain tidak hadir, maka nada yang seharusnya dimainkannya, tidak terdengar, kalau nada tidak ada maka tidak akan terbentuk musik. Kadang bisa juga terjadi, satu nada hanya dimainkan satu kali saja, tapi apabila nada itu tidak dimainkan, maka akan terjadi kekosongan.http://www.amukarta.info/html/bahasaindonesia/angklungprogetti_ind.html