Batasan,+Fungsi+dan+Peran+Penyuntingan
-
Upload
friana-hendra -
Category
Documents
-
view
7 -
download
0
Transcript of Batasan,+Fungsi+dan+Peran+Penyuntingan
Batasan, Fungsi & Peran Penyuntingan
A. Prolog
Penyuntingan telah ada dalam dunia penerbitan buku di Indonesia
sejak 1890 (dikerjakan oleh orang non pribumi, yaitu oleh orang Belanda
dan Tionghoa). Pendidikan Editing/penyuntingan di Indonesia, setingkat
D3 baru dimulai tahun 80 an yaitu, program studi editing D3 di Universitas
Pajajaran, Bandung dan Program Studi penerbitan D3 di Politeknik Negeri
Jakarta, dimulai tahun 1990 awal berdirinya Poltek jurusan ini (dahulu
bernama Politeknik Universitas Indonesia).
Dengan demikian, editor-editor yang sampai saat ini menggeluti
dunia penerbitan buku nasional, mungkin berbekal pengalaman dan
autodidak, karena memang belum memasyarakatnya pendidikan tinggi
editing (terutama sampai jenjang S1, S2, bahkan S3). Bekerja menjadi
Editor, mungkin tidak dicita-citakan atau direncanakan sebelumnya, selain
itu profesi editor juga belum mendapatkan perhatian dari pihak penerbit
buku.
Menyunting/mengedit jamaknya dihubungkan dengan kegiatan
mempersiapkan sebuah naskah, baik berupa tulisan pendek ataupun
calon buku, dari segi bahasa. Tugas penyunting adalah mengelola bahasa
sebuah naskah, melakukan perbaikan di mana perlu, dengan berpegang
pada kaidah bahasa hingga sesampai di tangan pembaca, naskah itu
menjadi lebih tertib secara tata bahasa. Dengan kata lain, kerja
menyunting berurusan dengan bahasa, dan bahasa di sini diperlakukan
sebagai sarana belaka bagi penulis guna menyampaikan ide atau
perasaannya.
Fungsi seorang penyunting tidak berhenti pada perbaikan ejaan dan
tata kalimat, tapi juga berperan untuk memastikan apakah ide penulis
sampai ke pembaca secara utuh, tidak kurang tidak lebih. Dan benar,
dalam arti bersesuaian dengan fakta.
1
B. Pengertian Editing / Menyunting
Kata editing dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari Ingris.
Editing berasal dari bahasa Latin editus yang artinya ‘menyajikan
kembali’. Editing dalam bahasa indonesia bersinonim dengan kata editing.
Dalam bidang audio-visual, termasuk film, editing adalah usaha
merapikan dan membuat sebuah tayangan film menjadi lebih berguna
dan enak ditonton. Tentunya editing film ini dapat dilakukan jika bahan
dasarnya berupa shot (stock shot) dan unsur pendukung seperti voice,
sound effect, dan musik sudah mencukupi. Selain itu, dalam kegiatan
editing seorang editor harus betul-betul mampu merekontruksi (menata
ulang) potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru kamera. Leo
Nardi berpendapat editing film adalah merencanakan dan memilih serta
menyusun kembali potongan gambar yang diambil oleh juru kamera
untuk disiarkan kepada masyarakat. (Nardi, 1977).
Ada istilah lain yang sering muncul dalam dunia penerbitan seperti
penyunting bahasa, penyunting buku, editor bahasa, editor penyelia dan
editor buku. Istilah penyunting bahasa biasanya dipadankan dengan
editor penyelia, sedangkan penyunting buku dipadankan dengan editor
buku. Sedangkan istilah penyunting penyelia berarti orang (pemimpin)
yang bertugas mengawasi kegiatan penyuntingan (KBBI, 2001). Contoh:
Anton M.Moeliono adalah penyunting penyelia Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1988).
Istilah editor buku/penyunting buku mengacu pada orang yang yang
mengumpulkan tulisan/karangan orang lain untuk ditawarkan ke penerbit
atau diterbitkan. Jadi, seseorang yang mengumpulkan tulisan/karangan
orang lain untuk ditawarkan ke penerbit atau untuk diterbitkan disebut
editor buku. Nama editor buku biasanya dicantumkan pada kulit depa
buku (cover depan). Contoh: Acep Zamzam Noor adalah editor buku
Muktamar: Antologi Penyair Jabar (2003), Korrie Layun Rampan adalah
editor buku Dunia Perempuan: Antologi Ceria Pendek Cerpenis Wanita
Indonesia (2002).2
Editor buku/penyunting buku dapat juga disebut editor antologi atau
anthology editor. Biasanya editor buku/penyunting buku berada di luar
penerbit. Jadi, editor buku bukanlah karyawan/pegawai penerbit dan tidak
mendapatkan gaji tetap/bulanan dari penerbit.
C. Fungsi dan Peran Editor
Kata editor berasal dari bahasa Inggris. Menurut Kamus Inggris-
Indonesia (Echols & Shadily), kata editor bermakna redaktur, pemeriksa
naskah untuk penerbitan. Kata edit sendiri bermakna membaca dan
memperbaiki (naskah), mempersiapkan (naskah) untuk diterbitkan
(1975).
Akan tetapi, saat ini kata editor sudah diadopsi ke dalam bahasa
Indonesia. Menurut KBBI (2001), kata editor berasala dari kata edit. Dari
kata edit muncul kata mengedit (kata kerja) dan editor (kata
benda/nomina). Kata editor bermakna orang yang mengedit naskah
tulisan atau karangan yang akan diterbitkan di majalah, surat kabar, dan
sebagainya; penyunting.
Dalam kaitannya dengan penerbitan buku di Indonesia, istilah editor
lebih luas cakupan da pengertiannya dari yang tercantum dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Inggris-Indonesia. Istilah editor pada
istilah kedua kamus tersebut lebih cocok untuk penerbitan media cetak
(Koran, majalah dan sebagainya) dan kurang pas untuk editor yang
bekerja di penerbit buku.
Editor yang bekerja di penerbit buku tidak hanya mengedit naskah
tulisan atau karangan yang akan diterbitkan (KBBI) atau pemeriksa
naskah untuk penerbitan (Echols dan Shadily). Akan tetapi, lebih dari itu,
editor juga harus mencari naskah dan merencanakan naskah yang akand
diterbitkan.
Dengan demikian fungsia (tugas) pokok dari editor penerbit buku
sebagaimana berikut:
a. Merencanakan naskah yang akan diterbitkan oleh penerbit
3
b. Mencari naskah yang akan diterbitkan
c. Mempertimbangkan naskah yang masuk ke penerbit (ikut
mempertimbangkan layak-tidaknya sebuah naskah diterbitkan)
d. Menyunting naskah dari segi isi/materi
e. Memberi petunjuk/arahan pada kopieditor (penyunting
bahasa/editor bahasa) yang membantunya mengenai cara
penyuntingan naskah.
Tugas lain dari seorang editor di penerbit buku adalah:
a. menyetujui naskah untuk dicetak
b. memberi saran terhadap rencangan kulit depan buku, dan
c. menyetujui rancangan kulit depan (cover depan)
Mengingat salah satu tugas dari seorang editor mencari naskah,
maka dia mau tak mau sering berada di luar kantor. Jika perlu, editor bisa
melakukan perjalanan ke luar kota maupun ke luar negeri (sepanjang
penerbit tempat kerjanya mampu membiayainya). Di dalam negeri
misalnya, editor mengunjungi calon pengarang/penulis di luar kota. Di luar
negeri, misalnya, editor mengunjungi pameran-pameran buku
internasional guna mendapatkan hak cipta (copyright) buku tertentu
untuk diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
Dilihat dari tugas editor dan penyunting naskah tersebut di atas,
boleh dikatakan tanggung jawab editor lebih berat dari penyunting
naskah. Namun dalam sebuah penerbit yang terdiri dari berbagai unsur
(redaksi, pemasaran, produksi, dan administrasi keuangan), keduanya
memiliki fungsi masing-masing. Nama editor biasanya dicantumkan pada
halaman hak cipta buku yang diterbitkan.
Hal yang harus dipahami adalah fungsi penyunting dan editor hanya
terbatas pada pengolahan naskah menjadi suatu bahan yag siap cetak
dan mengawasi pengolahan pelaksanaan segi tehnis sampai naskah tadi
terbit. Penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab
atas masalah keuangan, penyebarluasan, dan pengelolaan ketatausahaan
4
penerbitan. Para penyunting semata-mata bertanggung jawab atas isi dan
buka produksi bahan yang diterbitkan.
Untuk memapankan peran dan kedudukan penyunting sebagai agen
yang ikut berperan dalam memajukan ilmu dan tehnologi, setiap sepak
terjang kegiatan penyunting haruslah didasarkan pada pemahaman
seperangkat kode etik cara bersikap dan bekerja.
D. Tugas/Jabatan Editor
Para ahli dari Negara maju telah membuat kelompok editor sesuai
tugas/jabatan dan kewenangannya, sebagai berikut.
a. Chief Editor, adalah kedudukan, tugas (jabatan tertinggi, tugasnya
mengelola bidang editoral. Ia memberi tugas, mengorganisasi memberi
keputusan dalam editorial.
b. Managing Editor, adalah pembantu chief editor yang tugasnya
mengatur pelaksanaan teknis kegiatan editorial. Setiap editor yang tugas
teknisnya berbedabeda, dalam bidang editorial, dikoordinasi oleh
Managing Editoria; agar dapat bersinergi positif.
c. Senior Editor, adalah pembantu chief editor yang tugasnya
melakukan Substantive Editing (editing substansi) dan merencanakan
semua pekerjaan editorial, mulai perencanaan dan perolehan naskah
(naskah dam penulisnya,, negosiasi dengan penulis atau pialang naskah,
dam pemerriksaan berkas naskah/kelengkapan naskah). Tugas/jabatan ini
biasa disebut pula sebagai Acquisition Editor, yaitu editor yang memberi
keputusan layak/tidak banyaknya naskah untuk diterbitkan.
d. Copy Editor, adalah editor yang melakukan tugas teknis berupa
perbaikan dan pemeriksaan naskah sesuai kaidah yang berlaku. Pekerjaan
editing (memeriksa dan memperbaiki naskah ini), meliputi kesalahan
penulisan (data/fakta), kesalahan bahasa (ejaan, tanda baca, penawaran,
dsb), dan konsistensi dalam penulisan. Ia harus dapat mewakili
kepentingan penulis, penerbit, dan pembaca. Karya penulis menjadi
maksimal, pembaca puas, dan penerbit sukses usahanya.
5
e. Right Editor, adalah editor yang melakukan tugas (urusan) tantang
hak cipta, ISBN, KDT, dan atau penerbitan dengan pihak terkait.
f. Picture Editor, adalah editor yang melakukan tugas (urusan) tentang
visual frafik, misalnya ilustrasi (lukisan, foto, table, diagram, dsb, meliputi
bentuk, ukuran, dan warnanya), desain, seting, dan tata letak halaman
sehingga hasil (terbitan) produksi cetak berkualitas baik.
Perbedaan Editor dan Copy Editor secara lebih rinci dapat dilihat dari
rincian penjelasan berikut ini:
E ditor
a. Memahami tata cara mandapatkan naskah, yaitu:
1. Naskah datang sendiri ke penerbit (pengarang menawarkan ke
penerbit)
2. Naskah diperan oleh penerbit (penerbit memesan/menugasi pengarang
atau penerbit memesan melalui jasa pialang naskah)
b. Memahami Teknis Administratip penerima, naskah yang masuk ke
penerbit, yaitu :
1. Fisik naskah dalam bentuk lembaran, sebaliknya tidak dijilid
2. Naskah disimpan dalam map, ditulis judul (jilid sementara) naskah dan
pengarangnya.
3. Naskah dibuatkan “kartu naskah”, memuat penjelasan:
- judul (judul sementara)
- nama, alamat, telpon pengarang
- tanggal penerimaan naskah
- tanggal rencana pemberitahuan ke pengarang (tentang keputusan)
- Status naskah, misalnya: disetujui, diterbitkan, sudah dibaca, sedang
dibaca, belum dibaca.
4. Menyimpan naskah ditempat tertentu, jelas diketahui oleh pihak
yang berkaitan dengan naskah, dan terjaga keamanannya.
5. Naskah dibuat dalam beberapa rangkap, biasanya tiga rangkap,
sebagai antisipasi hilangnya lembar naskah selama proses penanganan
naskah.
6
6. Adanya petugas yang bertanggung jawab dalam penyimpanan
naskah.
c. Memahami faktor-faktor penentu untuk menilai (menimbang kelayakan
naskah yang akan diterbitkan).
1. Naskah yang masuk ke penerbit, harus melalui tahap Baca (baca
pertama), biasanya oleh Editor Utama atau Direktur atau pokok ain yang
ditunjuk penerbit. Dalam tahap baca ini, perlu dipertimbangkan juga
efisiensi waktu, baik untuk kepentingan penerbit maupun pengarang.
Naskah sesuai dengan kebijakan penerbitan bias diterima dan diproses
lebih lanjut.
Naskah tidak sesuai dengan kebijakan penerbitan segera dikembalikan
ke pengarang/penulisannya. Merupakan sifat terpuji, bila penolakan ini
secara sopan, apalagi sambil menyarankan untuk ditawarkan ke penerbit
lain yang biasanya menerima jenis naskah tersebut.
2. Meneliti beberapa factor penentu kelayakan ‘disetujui’, untuk
diterbitkan, yaitu:
- Aktualitas isi karangan
- Bobot pengarang di masyarakat
- Otoritas pengarang mengenai materi yang ditulis
- Kelancaran penjualan buku yang telah diterbitkan sebelumnya.
- Sesuai/tidak sesuai dengan kebijakan penerbitan yang telah
ditetapkan
- Tersedianya dana untuk investasi baru
- Perkiraan laju penjualan masa mendatang.
d. Memahami kerjasama dengan rekan-rekan kerja dari bagian lainnya,
misalnya: editor lain yang terkait, kepala bagian keuangan, kepala bagian
produksi, kepala bagian penjualan, dan balikan dengan pihak lain diluar
penerbit yang bias dijadikan mitra kerjasama untuk konsultasi.
c.Memahami 3 (tiga) aspek penting dalam kegiatan penerbitan, yaitu:
[1] Manfaat, [2] Biaya, dan [3] Komersialnya.
Copy Editor
7
a. Melaksanakan penyuntingan naskah yang telah ‘disetujui’ untuk
diterbitkan, sebagai keputusan dari tahap baca (baca pertama) naskah
pada penilaian/ pertimbangan kelayakan
b. Melaksanakan penyuntingan naskah dan aspek materi, bahasa, dan
gambar/ ilustrasi pada naskah tersebut yang dirasakan mengganggu
kelancaran, kebijakan dan ketepatan naskah.
c. Memahami tugas yang dilaksanakan terhadap naskah, agar pihak
produksi (percetakan) cepat pekerjaannya dan pihak pembaca tertarik
membaca, nyaman dalam membaca, dan tepat/benar bacaannya.
E. Penyuntingan Naskah
Menjadi seorang penyunting (editor) ternyata bukanlah tugas yang
biasa saja. Jika ingin menyandang jabatan itu, seseorang harus
memikirkan bahwa dia memiliki tanggung jawab untuk melengkapi dirinya
dalam dunia yang luas, yaitu dunia literatur. Jadi, seorang penyunting
tidak hanya bermodal ejaan yang baik dan benar saja, akan tetapi harus
memiliki "beban" sebagai seorang penyunting yang baik dan benar pula.
Berikut ini bebarapa syarat untuk menjadi seorang editor yang
dituliskan Pamusuk Eneste dalam "Buku Pintar Penyuntingan Naskah".
1. Menguasai ejaan.
Harus paham benar ejaan bahasa Indonesia yang baku saat ini.
Penggunaan huruf kecil dan huruf kapital, pemenggalan kata, dan
penggunaan tanda-tanda baca (titik, koma, dan lain-lain) harus
dipahami benar. Bagaimana bisa memperbaiki naskah orang lain
jika tidak memahami seluk beluk ejaan bahasa Indonesia.
2. Menguasai tatabahasa.
Seorang editor harus menguasai bahasa Indonesia dalam arti luas,
tahu kalimat yang baik dan benar, kalimat yang salah dan tidak
benar, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang salah kaprah,
pilihan kata yang pas, dan sebagainya.
8
3. Bersahabat dengan kamus.
Seseorang yang malas membuka kamus sebetulnya tidak cocok
menjadi penyunting naskah karena ahli bahasa sekalipun tidak
mungkin menguasai semua kata ag ada dalam satu bahasa
tertentu, apalagi kalau berbicara mengenai bahasa asing.
4. Memiliki kepekaan bahasa.
Peyunting naskah harus tahu mana kalimat yang kasar dan kalimat
yang halus; harus tahu mana kata yang perlu dihindari dan maa
kata yang sebaiknya dipakai, harus tahu kapan kalimat atau kata
tertentu digunakan atau dihindari. Untuk itu seorang penyunting
naskah peru mengikuti tulisan-tulisan pakar bahasa atau kolom
bahasa yang ada di sejumlah media cetak.
5. Memiliki pengetahuan luas.
Harus banyak membaca buku, majalah, koran, dan menyerap
informasi dari media audiovisual agar tidak ketinggalan informasi.
6. Memiliki ketelitian dan kesabaran.
Dalam keadaan apapun, ketika menjalankan tugasnya seorang
editor harus tetap teliti menyunting setiap kalimat, setiap kata, dan
setiap istilah yang digunakan penulis naskah. Ia juga harus sabar
menghadapi setiap naskah, karena proses penyuntingan itu
memakan proses yang berulang-ulang.
7. Memiliki kepekaan terhadap SARA dan Pornografi.
Penyunting naskah harus tahu kalimat yang layak cetak, kalimat
yang perlu diubah konstruksinya, dan kata yang perlu diganti
dengan kata lain. Dalam hal ini seorang penyunting harus peka
terhadap hal-hal yang berbau suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA).
8. Memiliki keluwesan.
9
Sikap luwes dan supel harus dimiliki seorang penyunting naskah
karena akan sering berhubungan dengan orang lain. Penyunting
harus bersedia mendengarkan berbagai pertanyaan, saran, dan
keluhan. Dengan kata lain, seorang yang kaku tidaklah cocok
menjadi penyunting naskah.
9. Memiliki kemampuan menulis.
Hal ini perlu dimiliki seorang penyunting naskah karena kalau tidak
tahu menulis kalimat yang benar tentu kita pun akan sulit
membetulkan atau memperbaiki kalimat orang lain.
10. Menguasai bidang tertentu.
Ada baiknya jika seorang penyunting naskah menguasai salah satu
bidang keilmuan tertentu karena akan sangat membantu dalam
tugasnya sehari-hari.
11. Menguasai bahasa asing.
Dalam tugasnya, seorang penyunting naskah akan berhadapan
dengan istilah-istilah yang berasal dari bahasa Inggris. Minimal,
seorang penyunting naskah dapat menguasai bahasa Inggris secara
pasif. Artinya dapat membaca dan memahami teks bahasa Inggris.
12. Memahami kode etik penyuntingan naskah.
Berikut beberapa kode etik penyuntingan naskah yang ada dalam
buku ini.
1. Editor wajib mencari informasi mengenai penulis naskah.
2. Editor bukanlah penulis naskah.
3. Wajib menghormati gaya penulis naskah.
4. Wajib merahasiakan informasi yang terdapat dalam naskah yang
disuntingnya.
5. Wajib mengonsultasikan hal-hal yang mungkin akan diubahnya
dalam naskah.
6. Tidak boleh menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau
telah ditulisnya.
10
Dalam proses penyuntingan banyak hal yang perlu diperhatilan oleh
seorang penyunting antara lain:
1. Proses Pra penyuntingan naskah yang meliputi pengecekan
kelengkapan naskah, ragam naskah, daftar isi, bagian-bagian bab,
ilustrasi/tabel/gambar, catatan kaki, informasi mengenai penulis, dan
membaca naskah secara keseluruhan.
2. Dalam proses penyuntingan itu sendiri, yang perlu diperhatikan dengan
cermat dan seksama oleh penyunting adalah masalah ejaan,
tatabahasa, kebenaran fakta, legalitas, konsistensi, gaya penulis,
konvensi penyuntingan naskah, dan gaya penerbit/gaya selingkung.
3. Proses pasca penyuntingan naskah. Dalam proses ini setiap editor
harus memeriksan kembali kelengkapan naskah, nama penulis,
kesesuai daftar isi dan isi naskah, tabel/ilustrasi/gambar, prakata/kata
pengantar, sistematikan tiap bab, catatan kaki, daftar pustaka, daftar
kata/istilah, lampiran, indkes, biografi singkat, sinopsis, nomor halaman,
sampai siap diserahkan kepada penulis atau penerbit.
F. Tujuh (7) Macam Uraian Pekerjaan dalam
Penyuntingan Naskah
1. Keterbacaan (Readibility), bahwa naskah itu, pada akhirnya harus
dapat dibaca oleh pembaca yang dituju, (sasaran pembacanya ). Selain
hal itu kejelasan (legibility), bahwa naskah itu jelas bias difahami
pembacanya, tidak membingungkan bahkan dapat menimbulkan
penafsiran yang salah.
2. Konsitensi (Consistency), bahwa naskah itu dalam penulisannya
harus taat asas/ konsisten (dalam ejaan penulisan,
penawaran/pembabakan, dsb).
3. Kebahasan/Tatabahasa (Structure) bahwa naskah itu tata
bahasanya enak, benar dan sesuai jenis bacaannya. Masalah bahasa ini
menjadi sangat penting, karena tidak semua buku memiliki kebahsaan
yang selalu sama . Buku anak, buku remaja, buku orang dewasa, dan
11
buku orang tua terlihat perbedaan yang jelas dalam kebahasaannya.
Apalagi dikaitkan pada jenis buku yang diterbitkannya. Apalagi dikaitkan
pada jenis buku yang diterbitkan: buku Ilmu Pengetahuan, bukan komik,
buku sastra, dan lainnya akan dapat kita lihat perbedaannya karena
kelaziman dalam kebahasaannya.
4. Gaya bahasa (House Style) bahwa naskah itu dalam
penulisannya/penyajiannya, memiliki gaya yang disebut gaya
bahasa/gaya penulisan. Setiap gaya ini tidak dapat dihilangkanatau tidak
boleh dijadikan satu jenis gaya saja, karena identitas/cirri lkarya tulis
seorang penulis akan hilang.
5. Ketelitian data/fakta (Accuracy), bahwa naskah itu memuat
data/fakta yang tepat dan bias dipertanggung jawabkan ketepatannya,
sehingga tidak membuat pembaca melakukan kesalahan akibat membaca
naskah tersebut.
6. Legilitas (Legality), dan kesopanan bahwa naskah itu memiliki
keabsahan untuk diterbitkan, karena tidak ada pihak lain yang menuntut
kepemilikan atas naskah tersebut. Selain itu kesopanan, karena naskah
akan mengganggu keterkaitan masyarakat dan melanggar peraturan atau
warna yang ada, bila tidak dijaga kesopanannya.
7. Kelengkapan naskah (untuk diproduksi) bagian-bagian naskah
haruslah lengkap detailnya (Production details), karena aturan naskah
akan terputus, bila tidak diperbaiki /diperiksa lebih dahulu pembaca yang
memerlukan kelengkapan data/ fakta, bahkan mengganggu pemahaman.
Selain itu bagian-bagian penting dari buku secara fisikal (hasil
produksi)telah lengkap penaskahannya.
G. Substansi Penyuntingan Karya Ilmiah
Ketika Anda menyunting karya ilmiah sebetulnya amat dekat
persamaannya saat menyunting karya yang lain, seperti karya jurnalistik
atau reportase perjalanan. Perbedaannya, penyuntingan karya ilmiah
mengikuti metode ilmiah yang terdiri atas langkah-langkah untuk
mengorganisasi dan mengatur gagasan via garis pemikiran konseptual
12
dan prosedural yang disepakati oleh para ilmuwan. Penyuntingan karya
jurnalistik mengikuti metode jurnalistik seperti apa informasi terbaru yang
disampaikan, siapa yang menerima isi pernyataan atas info terbaru, di
mana peristiwa terjadi, kapan peristiwa berlangsung, mengapa isi
pernyataannya segera disampaikan, bagaimana cara penyampaian, dan
sisi-sisi kemanusiaan yang menjadi kebijakan isi redaksi. Berikut ini
penyuntingan karya ilmiah dan cara mempelajari dengan pendekatan
karya jurnalistik atau yang sering disebut sebagai karya ilmiah populer.
Syarat utama karya ilmiah harus ditulis secara jujur dan akurat
berdasarkan kebenaran tanpa mengingat akibat. Kebenaran dalam karya
ilmiah adalah kebenaran objektif-positif, sesuai dengan data dan fakta di
lapangan, dan bukan kebenaran normatif.
Hasil-hasil karya ilmiah yang biasa ditulis oleh peneliti, selain
makalah dan skripsi, Anda tentu sering juga mendengar nama lain, seperti
kertas kerja, laporan penelitian, tesis, dan disertasi. Istilah-istilah itu
dipakai untuk memberi nama suatu karya tulis yang bersifat ilmiah.
Semua jenis karya ilmiah selalu menyajikan hasil kegiatan penelitian
tentang suatu pokok masalah berdasarkan data dan fakta di lapangan.
Karya-karya ilmiah ini disusun berdasarkan metode ilmiah yang
menyajikan suatu topik secara sistematis dan dilengkapi dengan fakta
dan data yang sahih dengan menggunakan bahasa yang khas.
Perhatikan, pada dasarnya, penyuntingan karya ilmiah terdapat lima
tahap, antara lain (1) persiapan, (2) penyuntingan data, (3)
pengorganisasian dan pengonsepan, (4) pemeriksaan/penyuntingan
konsep, (5) penyajian/pengetikan.
Pada tahap persiapan, penyunting memerhatikan (a) penyuntingan
masalah/topik, (b) penyuntingan judul, dan (c) penyuntingan rangka
karangan. Yang termasuk tahap penyuntingan data adalah (a) pencarian
keterangan dari bahan bacaan, seperti buku, majalah, dan surat kabar, (b)
pengumpulan keterangan dari pihak-pihak yang mengetahui masalah
yang akan disunting, pengamatan langsung ke objek yang akan disunting,
13
serta (d) percobaan dan pengujian di lapangan atau laboratorium. Ini
tahap ideal.
Yang termasuk tahap pengorganisasian dan pengonsepan adalah
(a) pengelompokan bahan, yaitu bagian-bagian mana yang didahulukan
untuk disunting dan bagian mana yang akan dikemudiankan, dan (b)
pengonsepan.
Yang termasuk tahap pemeriksaan atau penyuntingan konsep adalah
pembacaan dan pengecekan kembali hasil suntingan; yang kurang
lengkap dilengkapi, yang kurang relevan dibuang. Tentu ada penyajian
yang berulang-ulang atau tumpang tindih, pemakaian bahasa yang
kurang efektif, baik dari segi penulisan dan pemilihan kata, penyuntingan
kalimat, penyuntingan paragraf, maupun segi penerapan kaidah ejaan.
Yang termasuk tahap penyajian adalah pengetikan atau pengesetan
hasil penyuntingan. Rincian tiap-tiap kegiatan itu adalah sebagai berikut.
Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilakukan (a) penyuntingan topik/masalah, (b)
penyuntingan judul, dan (c) penyuntingan rangka karangan (outliner).
a. Penyuntingan Topik/Masalah
Topik/masalah adalah pokok penyuntingan. Dalam hubungan dengan
penyuntingan topik, penyunting karya ilmiah lebih baik menyunting
sesuatu yang menarik perhatian dengan pokok persoalan yang benar-
benar diketahui daripada menyunting pokok-pokok yang tidak menarik
atau tidak diketahui sama sekali.
Sehubungan dengan isi pernyataan itu, hal-hal berikut patut
dipertimbangkan dengan saksama oleh penyunting karya ilmiah.
1. Topik yang disunting harus berada di sekitar Anda, baik di sekitar
pengalaman Anda maupun di sekitar pengetahuan Anda. Hindarilah topik
yang jauh dari diri Anda karena hal itu akan menyulitkan Anda ketika
menggarapnya.
2. Topik yang disunting harus topik yang paling menarik perhatian Anda.
14
3. Topik yang disunting terpusat pada suatu segi lingkup yang sempit dan
terbatas. Hindari pokok masalah yang menyeret Anda kepada
pengumpulan informasi yang beraneka ragam.
4. Topik yang disunting memiliki data dan fakta yang objektif. Hindari
topik yang bersifat subjektif, seperti kesenangan atau angan-angan Anda.
5. Topik yang disunting harus Anda ketahui prinsip-prinsip ilmiahnya —
walaupun serba sedikit. Artinya, topik yang disunting itu janganlah terlalu
baru bagi Anda.
6. Topik yang disunting harus memiliki sumber acuan, memiliki bahasa
kepustakaan yang memberikan informasi tentang pokok masalah yang
akan disunting. Sumber kepustakaan dapat berupa buku, majalah, surat
kabar, brosur, surat keputusan, situs web atau undang-undang.
b. Penyuntingan Judul
Jika topik sudah disunting dengan pasti sesuai dengan petunjuk-
petunjuk, tinggal Anda menguji sekali lagi: apakah topik itu betul-betul
cukup sempit dan terbatas ataukah masih terlalu umum dan
mengambang.
Penyuntingan judul karya ilmiah dapat ditempuh dengan
melontarkan pertanyaan-pertanyaan masalah apa, mengapa, bagaimana,
di mana, dan kapan.
Tentu saja, tidak semua pertanyaan itu harus digunakan pada
penyuntingan judul. Mungkin, pertanyaan itu perlu dikurangi atau
ditambah dengan pertanyaan lain.
Adakalanya penyuntingan judul dilakukan dengan memberikan anak
judul. Anak judul itu selain berfungsi membatasi judul juga berfungsi
sebagai penjelasan atau keterangan judul utama. Dalam hal seperti ini,
antara judul utama dan anak judul harus dibubuhkan titik dua, misalnya
“Peningkatan Posting Pengguna WordPress di Kalimantan, Sumatra, dan
Sulawesi: Tinjauan Segi Kualitas dan Kuantitas”.
15
Berikut ini judul-judul karya ilmiah yang dapat Anda sunting,
misalnya “Meningkatkan Frekuensi Kunjungan Pembaca WordPress di
Australia dengan Cara Pelatihan”, “Manfaat WordPress di Tempo Grup
Jakarta”, “Pengendalian Anggaran Aktivitas Blog bagi Warga BSD City
Tangerang”, “Tema Keagamaan dalam Novel-Novel Karya Nh. Dini”,
“Pengawasan terhadap Sirkulasi dan Pemakaian Linen di Hotel Santika
Jakarta”, “Peningkatan Industri Kertas di PT Gramedia Periode 2005—
2010”.
c. Penyuntingan Rangka Karangan
Penyuntingan rangka karangan, pada prinsipnya adalah proses
penggolongan dan penataan berbagai fakta. Penyunting karya ilmiah
dapat membuat rangka buram, yakni rangka yang hanya memuat pokok-
pokok gagasan sebagai pecahan dari topik yang dibatasi, atau dapat juga
membuat rangka kerja, yakni rangka yang merupakan perluasan atau
penjabaran dari rangka buram. Tentu saja, jenis yang kedua yang
memudahkan penyunting untuk mengembangkan karya ilmiah populer.
Penyunting karya ilmiah menentukan dahulu judul-judul bab dan
judul anak bab sebelum menyunting rangka karangan. Judul bab dan judul
anak bab itu merupakan pecahan masalah dari judul karya ilmiah yang
disunting. Untuk menyunting judul bab dan judul anak bab, penyunting
karya ilmiah dapat bertanya kepada judul karya ilmiahnya. Pertanyaan
yang dapat diajukan ialah apa yang dilakukan dengan judul itu, akan
diapakan judul itu, atau masalah apa saja yang dapat dibicarakan di
bawah judul tersebut. Berdasarkan garis besar pemikiran itulah Anda
bekerja.
Penyuntingan Data
Jika judul karya ilmiah dan rangka karangan sudah disunting,
selanjutnya penyunting dapat menyunting data. Langkah pertama yang
harus ditempuh dalam penyuntingan data adalah mencari informasi dari
kepustakaan (buku, koran, majalah, brosur) mengenai hal-hal yang ada
relevansinya dengan judul garapan saat ini.
16
Informasi yang relevan diambil sarinya dan dicatat. Di samping
pencarian informasi dari kepustakaan, penyunting juga dapat memulai
terjun ke lapangan. Data di lapangan dapat dikumpulkan melalui
pengamatan, wawancara atau eksperimen.
Pengorganisasian dan Pengonsepan
Jika data terkumpul, penyunting menyeleksi dan mengorganisasi
data itu. Penyunting menggolong-golongkan data menurut jenis, sifat atau
bentuk. Penyunting menentukan data mana yang dibicarakan kemudian.
Jadi, penyunting mengolah dan menganalisis data yang ada dengan
teknik-teknik yang ditentukan. Misalnya jika penelitian bersifat kuantitatif,
data diolah dan dianalisis dengan teknik statistik yang sederhana.
Selanjutnya, penyunting mulai mengonsep karya ilmiah sesuai
dengan urutan dalam rangka karangan yang ditetapkan.
Pemeriksaan atau Penyuntingan Konsep
Sebelum mengetik konsep, penyunting memeriksa dahulu konsep
itu. Tentu ada bagian yang tumpang tindih atau ada penjelasan yang
berulang-ulang. Buanglah penjelasan yang tidak perlu dan tambahkan
penjelasan yang dirasakan sangat menunjang pembahasan. Secara
ringkas, pemeriksaan konsep mencakupi pemeriksaan isi karya ilmiah dan
cara penyajian karya ilmiah, termasuk penyuntingan bahasa yang
digunakan.
Penyajian atau Pengetikan
Ketika mengetik, penyunting memerhatikan segi kepentingan
pembeli buku itu kelak, seperti kulit depan, unsur-unsur dalam halaman
judul, unsur-unsur dalam daftar isi, dan unsur-unsur dalam daftar pustaka.
Tiap perguruan tinggi memiliki ketentuan masing-masing tentang
prosedur pembuatan karya ilmiah. Oleh karena itu, pada dasarnya
konvensipenulisannya sama. Konvensi penulisan karya ilmiah itu
menyangkut bentuk karya ilmiah dan bagian-bagian karya ilmiah.
Pembicaraan bentuk karya ilmiah mencakupi bahan yang
digunakan, perwajahan, dan penomoran halaman. Pembicaraan bagian-17
bagian karya ilmiah mencakupi judul karya ilmiah, judul bab-bab dalam
karya ilmiah, judul anak bab, (d) judul tabel, grafik, bagan, gambar, daftar
pustaka, dan lampiran.
Kulit Depan
Yang dicantumkan oleh penyunting pada kulit depan adalah judul
karya ilmiah, lengkap dengan anak judul (jika ada), nama penyusun dan
nama penyunting, nama lembaga atau logo penerbit.
Halaman Judul
Penulisan halaman judul atau halaman prancis setelah kulit depan
biasanya memuat judul buku.
Halaman Hak Cipta
Halaman hak cipta merupakan halaman setelah halaman judul
utama. Halaman ini memuat judul buku, nama penyusun/nama
penyunting, kode penerbit dan nomor buku, hak cipta, nama dan alamat
penerbit, dan larangan pengutipan tanpa izin.
Daftar Isi
Halaman daftar isi diletakkan sesudah atau sebelum daftar isi.
Prakata
Prakata disunting untuk memberikan gambaran umum kepada
pembaca. Dengan membaca prakata, seseorang segera mengetahui,
antara lain maksud penulis menyajikan karya ilmiah, hal-hal apa saja yang
termuat dalam karya ilmiah, dan pihak-pihak mana saja yang memberikan
keterangan kepada penyusun buku.
Penyajian prakata itu singkat dan jelas.
Tabel/Grafik/Bagan/Ilustrasi/Gambar
Tabel merupakan gambaran nyata analisis masalah. Nama-nama
tabel yang tercantum di dalam karya ilmiah itu dimuat dalam daftar tabel
(jika ada).
18
Pada dasarnya, penyuntingan daftar grafik, daftar bagan, atau daftar
skema (jika ada) hampir sama dengan penyuntingan daftar tabel.
Singkatan dan Lambang
Penyunting dapat menggunakan singkatan atau lambang istilah
atau nama sesuatu. Singkatan dan lambang yang disunting dapat
digunakan dalam bagian analisis dan dimuat dalam daftar singkatan dan
lambang.
Isi Buku
Dalam bagian isi buku terdapat tiga jenis sajian, yakni pendahuluan,
isi analisis dan pembahasan, dan kesimpulan atau saran (jika diperlukan).
Bagian ini dapat dibagi menjadi beberapa bab, setiap bab dibagi-
bagimenjadi anak bab, sesuai dengan kebutuhan pembaca. Dengan
demikian, segala masalah yang akan dijangkau terbicarakan dalam bab
ini. Bab ini dapat diuji dengan beberapa pertanyaan.
1. Sudahkah keseluruhan tahap pengolahan data (deskripsi, analisis,
interpretasi) itu memberikan keyakinan terhadap pembaca?
2. Sudahkah semua masalah dapat dilaksanakan secara taat asas dan
lengkap?
3. Sudahkah keseluruhan gambaran analisis dan interpretasi itu
mempunyai korelasi satu dengan yang lain?
4. Sudahkah teori ditegaskan secara tepat dalam analisis ini?
5. Sudahkah istilah-istilah digunakan secara tepat dan taat asas dalam
analisis?
Bab kesimpulan berisi gambaran umum seluruh analisis dan
relevansinya dengan hipotesis yang sudah dikemukakan. Selanjutnya,
saran-saran berisi penelitian lanjutan, penerapan hasil penelitian, dan
beberapa saran yang mempunyai relevansi dengan hambatan yang
dialami selama penelitian dapat pula disunting. Namun, saran tidak selalu
diperlukan dalam penerbitan buku.
Penutup
19
Bagian ini terdiri atas daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
Biasanya juga ada catatan kaki. Menurut arti sesungguhnya catatan kaki
terletak pada kaki (bawah) halaman. Namun, penyunting dapat
meletakkan catatan kaki bukan pada kaki halaman, melainkan pada
halaman penutup. Jadi, catatan kaki dikumpulkan pada bab tersendiri.
Salah satu hal yang mutlak ada pada karya ilmiah adalah daftar
pustaka. Penyunting juga dapat mengukur kedalaman pembahasan
masalah dalam karya ilmiah itu berdasarkan daftar pustaka ini.
Semua pustaka acuan yang dicantumkan dalam daftar pustaka itu
disusun menurut abjad nama-nama pengarang atau lembaga yang
menerbitkannya, baik ke bawah maupun ke kanan. Jadi, daftar pustaka
tidak diberi nomor urut seperti 1, 2, 3, 4, dan 5 atau diberi huruf a, b, c, d,
dan e. Jika nama pengarang dan nama lembaga yang menerbitkan itu
tidak ada, penyuntingan daftar pustaka didasarkan pada judul pustaka
H. Epilog
Demikian pembahasan singkat batasan, fungsi dan peran
penyuntingan, semoga dapat memberikan penambahan wawasan dalam
dunia penyuntingan atau editing.
I. Daftar Pustaka
A. Rifa, Mien: PEGANGAN GAYA, PENULISAN, PENYUNTINGAN DAN
PENERBITAN KARYA ILMIAH-INDONESIA, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 2005.
Eneste, Panusuk: Buku Pintar Penyuntingan NASKAH Edisi Kedua,
Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2005.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001.
Kamus Inggris-Indonesia (Echols & Shadily), 2000.
Internet via www.google.com
20