BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar...

23
37 BAB II BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI TERSANGKA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM ACARA PIDANA 1.1. Batas Waktu Penyidikan Tindak Pidana Umum Setiap tindak pidana yang terjadi memiliki tenggang waktu kadaluwarsa penuntutan sesuai dengan ancaman hukuman yang dirumuskan dalam undang-undang, oleh karena itu proses penyidikan memegang peranan penting bagi suksesnya penuntutan dan harus memperhitungkan waktu jangan sampai keterlambatan penyelesaian penyidikan mengakibatkan perkara kadaluwarsa masa penuntutannya. Disamping itu adanya batas waktu proses penanganan perkara pada tahap penyidikan akan memberi kepastian hukum terhadap perkara yang sedang ditangani baik dipandang dari sudut aparat penegak hukum tidak mempunyai tunggakan penanganan perkara yang bertumpuk, maupun dari sudut masyarakat pencari keadilan dengan cepat mengetahui arah penanganan kasusnya . 1.1.1. Pengertian Waktu Dikaitkan Dengan Hukum Pidana Setiap peristiwa yang terjadi dimuka bumi memiliki tenggang werjadi waktu tertentu, perlunya ditentukan tenggang waktu adalah untuk memastikan suatu peristiwa terjadi, setelah terjadi peristiwa, langkah apa selanjutnya akan dilakukan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 3, tenggang (waktu) berarti “batas waktu”, batas waktu yang dibutuhkan oleh suatu peristiwa ada singkat, ada juga yang lama. Sedangkan yang dimaksud dengan “Waktu” menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah : “Seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval antara dua

Transcript of BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar...

Page 1: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

37

BAB II

BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM

DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI TERSANGKA

DALAM PEMBAHARUAN HUKUM ACARA PIDANA

1.1. Batas Waktu Penyidikan Tindak Pidana Umum

Setiap tindak pidana yang terjadi memiliki tenggang waktu kadaluwarsa

penuntutan sesuai dengan ancaman hukuman yang dirumuskan dalam undang-undang,

oleh karena itu proses penyidikan memegang peranan penting bagi suksesnya

penuntutan dan harus memperhitungkan waktu jangan sampai keterlambatan

penyelesaian penyidikan mengakibatkan perkara kadaluwarsa masa penuntutannya.

Disamping itu adanya batas waktu proses penanganan perkara pada tahap penyidikan

akan memberi kepastian hukum terhadap perkara yang sedang ditangani baik dipandang

dari sudut aparat penegak hukum tidak mempunyai tunggakan penanganan perkara yang

bertumpuk, maupun dari sudut masyarakat pencari keadilan dengan cepat mengetahui

arah penanganan kasusnya .

1.1.1. Pengertian Waktu Dikaitkan Dengan Hukum Pidana

Setiap peristiwa yang terjadi dimuka bumi memiliki tenggang werjadi waktu

tertentu, perlunya ditentukan tenggang waktu adalah untuk memastikan suatu peristiwa

terjadi, setelah terjadi peristiwa, langkah apa selanjutnya akan dilakukan. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia 3, tenggang (waktu) berarti “batas waktu”, batas waktu

yang dibutuhkan oleh suatu peristiwa ada singkat, ada juga yang lama.

Sedangkan yang dimaksud dengan “Waktu” menurut Kamus Lengkap Bahasa

Indonesia adalah : “Seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan

berada atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval antara dua

Page 2: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian;

lamanya (saat yang tertentu); saat yang tertentu untuk melakukan sesuatu”1.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana tidak ada memberi batasan apa yang disebut dengan waktu,

namun demikian dalam KUHP terdapat rumusan pengertian “sehari” dan “ sebulan”

serta “ malam”, yaitu :

Ketentuan Pasal 97 KUHP : Yang dikatakan sehari yaitu masa yang lamanya dua puluh

empat jam.

Ketentuan Pasal 97 KUHP : Sebulan yaitu masa yang lamanya tiga puluh hari.

Pasal 98 KUHP : yang dikatakan malam yaitu masa diantara matahari terbenam dan

matahari terbit 2

Batas waktu dikaitkan dengan penyidikan perkara tindak pidana umum adalah

tenggang waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penyidikan suatu perkara tindak

pidana umum, misalnya selama sebulan, berarti penyidikan suatu perkara pidana umum

harus selesai dalam waktu selama tiga puluh hari

1.1.2. Pengertian Tindak Pidana atau Peristiwa Pidana

Sebelum membicarakan mengenai peristiwa pidana terlebih dahulu perlu diketahui

mengenai difinisi dari pada peristiwa hukum. Peristiwa hukum adalah suatu kejadian

dalam masyarakat yang dapat menimbulkan akibat hukum atau yang dapat

menggerakan peraturan tertentu sehingga peraturan yang tercantum didalamnya dapat

berlaku konkret3. Dari peristiwa hukum tersebut dapat dibedakan atas peristiwa hukum

publik (pidana) dan peristiwa hukum privat (perdata).

Peristiwa hukum pidana atau tindak pidana berasal dari bahasa belanda strafbaar

feit yang secara harfiah artinya “ peristiwa yang dapat dipidana” . Simon merumuskan

1 Agustin, Risa, tanpa tahun, Kamus Lengkap Besar Bahasa Indonesia, Serba Jaya, Surabaya, hal

634.

2 Soesilo, R. 1994, Kitab Unang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya

Lengkap Pasal Demi Pasal, Cetakan Ulang, Politeia, Bogor, hal 103-104

3 Arrasjid, Chainur, 2000, Op.Cit. hal. 134 .

Page 3: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

delik atau strafbaar feit ialah : kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat

melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang

mampu bertanggungjawab 4. Suatu peristiwa yang mempunyai akibat hukum terhadap

publik dan peristiwa-peristiwa tersebut diatur dalam bentuk peraturan perundang-

undangan yang kemudian disebut dengan hukum, tentu peraturan perundang-undangan

tersebut mengandung perintah, larangan serta sanksi yang harus dibebankan kepada

orang yang melanggarnya secara umum disebur sebagai peristiwa atau tindak pidana.

E.Utrech memberikan difinisi dari perbuatan pidana atau peristiwa pidana adalah:

a. Suatu kelakuan yang bertentangan dengan (melawan) hukum

(onrechhtmatig atau wederechtelijk);

b. Suatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de

overtreder te wijten);

c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum (strafbaar)5

Ahli hukum pidana Hazewinkel Suringha merumuskan strafbaar feit adalah : Suatu

perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan

hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana

dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya6.

Administrasi penanganan perkara pidana umum dalam praktek sehari-hari aparat

penegak hukum maupun masyarakat mengkwalifikasi tindak pidana kedalam tiga

katagori yaitu:

pertama adalah tindak pidana umum, yaitu suatu peristiwa pidana yang konstruksi

hukum materiilnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan

hukum pidana formil atau hukum acara pidananya diatur dalam Undang Undang Nomor

8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

kedua adalah tindak pidana khusus, yaitu suatu peristiwa pidana yang mempunyai

spesifikasi /kekhususan tertentu (extra ordinarry) baik pengaturan hukum pidana

materiil maupun hukum pidana formilnya yang diatur secara tersendiri dalam undang-

undang tersebut disamping secara umum tetap juga berpedoman kepada Kitab Undang-

4 Hamzah,Andi 2007, Terminologi Hukum Pidana, Edisi 1 Cetakan pertama, Sinar Grafika

Offset, Jakarta, hal. 48

5 Siahaan, Monang, 2013, Korupsi Penyakit Sosial Yang Mematikan, PT. Elex Media

Komputerindo- Kompas Gramedia, Jakarta, hal. 4

6 Ibid. hal . 4

Page 4: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) misalnya tindak pidana pelanggaran HAM

berat, tindak pidana korupsi dan lain-lain. Sudarto mengatakan hukum pidana khusus

diartikan sebagai ketentuan hukum pidana yang mengatur mengenai kekhususan

subjeknya dan perbuatannya yang khusus (bijzonderlijk feiten)7 , dari segi sanksi tindak

pidana korupsi sebagai bagian tindak pidana khusus juga memiliki cirri tersendiri yaitu

sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku dapat bersifat kombinasi (badan, denda serta

tambahan uang pengganti kerugian) ; dan

ketiga adalah tindak pidana umum lain, yaitu peristiwa pidana yang ketentuan hukum

materiilnya diatur dalam undang-undang tertentu diluar KUHP sedangkan hukum

pidana formilnya mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP).

Tindak pidana atau delik adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan

pidana oleh undang-undang 8 . Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam katagori

pertama dan ketiga diatas secara umum disebut sebagai tindak pidana umum, hal ini

terjadi karena dibentuknya berbagai perundang-undangan yang mengatur pidana

materiil tersendiri merupakan perluasan dari ketentuan pidana yang diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana , ruang lingkupnya diperluas dan ancaman pidana

(sanksi) diperberat.

1.1.3. Pengertian Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada memberi difinisi

dari pada hukum acara pidana, oleh karena itu saya mengambil pendapat ahli hukum

pidana yang memberi pengertian dari hukum acara pidana tersebut, diantaranya:

7 Ibid, hal. 5

8 Hamzah,Andi, Op.Cit hal .164

Page 5: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

Moelyatno memberikan difinisi dari Hukum Pidana, adalah bagian dari pada

keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan

atauran-aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang

dilarang dengan disertai ancaman atau sangsi yang berupa pidana tertentu

bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar

larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah

diancamkan

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan

apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut 9

Pengertian hukum pidana menurut Moelyatno tersebut cukup langkap karena

didalamnya mencakup pengertian hukum pidana materiil sekaligus juga hukum pidana

formil.

Pengertian dari Hukum Acara Pidana menurut E.Y. Kanter, adalah sebagai berikut

:

Seluruh garis hukum yang menjadi dasar/pedoman bagi penegak hukum dan

keadilan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum pidana materiil,

dengan kata lain hukum acara pidana yaitu mengatur tentang bagaimana caranya

negara dengan peraturan badan-badanya (Polisi, Jaksa, Hakim) dapat

menjalankan kewajibannya untuk menyidik, menuntut, menjatuhkan dan

melaksanakan pidana10

1.1.4. Pengertian penyidik dan Penyidikan Tindak Pidana Umum

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang merupakan pedoman umum

dalam melaksanakan hukum acara pidana di Indonesia secara tegas telah mengatur

mengenai tata cara penegakkan hukum pidana (materiil), bagaimana aparat penegak

hukum harus bertindak, bagaimana seseorang yang diduga melakukan kejahatan harus

diperlakukan, bagaimana cara membuktikan bahwa tersangka/terdakwa benar

9 Ali Zaidan, M. Op.Cit. hal 2

10 Kanter,E.Y. 1982, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHM-

PTHM, Jakarta, hal. 20

Page 6: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

melakukan kejahatan, bagaimana cara mereka menjalani pemidanaan. Dalam hukum

acara pidana yang berlaku di Indonesia saat ini seseorang tersangka/terdakwa

ditempatkan sebagai subyek hukum, hak-hak mereka dilindungi dan dihormati, aparat

penegak hukum yang memperlakukan tersangka/terdakwa, saksi-saksi dengan

sewenang-wenang diancam dengan sanksi sanksi.

Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 memberi

pengertian penyidikan sebagai berikut “Penyidikan adalah serangkaian tindakan

penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk

mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Tindakan penyidikan

merupakan tindak lanjut dari kegiatan penyelidikan, pada tahap ini penyidik melakukan

pemeriksaan terhadap alat-alat bukti yang diperoleh pada tahap penyelidikan, tindakan

penyidik selain melakukan pemeriksaan terhadap alat bukti yang sudah ada juga

berusaha memperkuat alat bukti yang sudah diperoleh penyelidik dengan

mengumpulkan bukti-bukti lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana yang sedang

disidik, apabila pada tahap penyelidikan belum ditemukan tersangka maka pada tahap

penyidikan inilah penyidik diwajibkan menemukan tersangkanya.

Ketentuan Pasal 110 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 menentukan

selain tindakan penyidikan, ada juga tindakan penyidikan tambahan namun dalam

ketentuan tersebut tidak memberi pengertian apa yang dimaksud dengan penyidikan

tambahan. Bambang Waluyo memberi pengertian dari penyidikan tambahan yaitu

“Tindakan penyidik untuk melengkapi hasil penyidikannya, yang harus diselesaikan

dalam jangka waktu empat belas hari sesuai dengan petunjuk penuntut umum11”,

penyidikan tambahan dilakukan berdasarkan petunjuk yang diberikan oleh penuntut

umum setelah meneliti berkas hasil penyidikan.

Menurut De Pinto, penyidikan adalah pemeriksaan permulaan oleh pejabat yang

untuk itu ditunjuk oleh U.U. segera setelah dengan jalan apapun mendengar kabar yang

sekedar beralasan bahwa terjadi suatu pelanggaran12

11 Ibid. hal. 45,

12 Hamzah, Andi, 1984, Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik dan Sarana

Hukum, Galia Indonesia, Jakarta, hal 5.

Page 7: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

Pasal 1 angka 1 memberi pengertian dari pada penyidik, yaitu : “Penyidik adalah

pejabat polisi Negara Republik Indoensia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu

yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan” .

Penyidik sebagaimana di maksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 1, dipertegas

oleh ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, yang menentukan siapa

saja yang ditetapkan sebagai penyidik, yaitu :

Penyidik adalah :

a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia

b. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang.

Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 27 tahun 1983 tentang

Pelaksanaan KUHAP mengatur mengenai persyaratan kepangkatan bagi seseorang bisa

diangkat menjadi penyidik baik Polri maupun Pagawai Negeri Sipil, Pasal 2

menyebutkan : Penyidik adalah:

a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya

berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat

Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 thun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan

pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana, yang salah satu pasalnya merupakan penyempurnaan dari Pasal 2 huruf b

Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 27 tahun 1983, dengan memperluas dan memperjalas

pengertian Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu, sehingga dalam ketentuan Pasal 1

angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2010 menentukan : “Pejabat Penyidik

Pegawai Negeri Sipil yang Selanjutnya disebut Pejabat PPNS adalah pegawai negeri

sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, baik yang berada di pusat maupun

daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang”. Perubahan peraturan

pemerintah tersebut memberi peluang kepada Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang dapat

diangkat sebagai Pejabat Penyidik adalah baik pegawai negeri sipil di tingkat pusat

maupun yang bertugas di daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) asalkan memenuhi

persyaratan yang ditentukan dalam undang-undang.

Page 8: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

Penyidik dalam peraturan perundang-undangan secara umum terdiri dari Penyidik

Keplosian R.I. dan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu, dalam tulisan ini

penulis hanya membahas mengenai tugas dan wewenang Penyidik Polri. karena pokok

bahasan tulisan ini adalah ketentuan batas waktu penyidikan tindak pidana dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Ius Constitutum.

Penyidik baru akan melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangan bidang

penegakan hukum (penyidikan) apabila menerima laporan atau pengaduan dari

masyarakat khususya bagi mereka yang mengalami, melihat atau mengetahui terjadinya

suatu peristiwa pidana, disamping itu ada juga peristiwa pidana yang ditemukan

sendiri oleh aparat penyidik (Polri). Untuk peristiwa pidana yang ditemukan sendiri oleh

aparat penyidik pada umumnya peristiwa pidana yang tidak menimbulkan korban secara

langsung seperti misalnya peristiwa perjudian, narkotika dan lain sebagaimnya.

Pasal 1 angka 24 KUHAP menjelaskan yang dimaksud dengan laporan adalah

pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan

undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga

akan terjadinya peristiwa pidana.

Sedangkan Pasal 1 angka 25 KUHAP. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai

permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk

menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang

merugikannya.

Difinsi antara laporan dan pengaduan tersebut memiliki perbedaan yang mendasar,

sebagai dasar penindakan bagi orang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana, untuk

laporan sebagai dasar penindakan suatu peristiwa pidana aparat penegak hukum

khususnya penyidik sudah dapat bertindak melakukan penyelidikan atau penyidikan jika

mengetahui atau ada dugaan telah terjadi peristiwa pidana, dan yang menjadi pelapor

bukan hanya mereka yang menjadi korban peristiwa pidana tersebut melainkan setiap

orang yang mengetahui, melihat atau mendengarnya. Sedangkan untuk pengaduan

sebagai dasar penindakan, aparat penegak hukum tidak akan mengambil tindakan

hukum terhadap peristiwa yang diduga tindak pidana jika pihak yang bersangkutan

dengan masalah tersebut tidak membuat pengaduan dan pengaduan yang sudah

disampaikan kepada aparat penegak hukum sewaktu-waktu dapat dicabut oleh pengadu.

Page 9: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

Laporan atau pengaduan masyarakat yang diterima oleh aparat penyidik tidak

serta merta dapat dilakukan tindakan penyidikan melainkan terlebih dahulu dilakukan

tindakan penyelidikan. Tindakan penyelidikan dipandang sangat perlu dilakukan karena

laporan yang disampaikan oleh masyarakat belum tentu memenuhi syarat untuk

dilakukan tindakan penyidikan, sehingga laporan-laporan tersebut terlebih dahulu

dilakukan identipikasi, diselidiki apakah peristiwa yang dilaporkan tersebut benar

merupakan peristiwa pidana, ada alat bukti pendukung yang sah, ditemukan pelakunya.

Mengenai betapa pentingnya tugas polisi sebagai penyidik dalam perkara tindak

pidana umum Andi Hamzah menyatakan :

Pekerjaan polisi sebagai penyidik dapat dikatakan berlaku di seantero dunia.

Kekuasaan dan kewenangan (power and outhority) polisi sebagai penyidik luar

biasa penting dan sangat sulit, lebih-lebih yang di Indonesia. Di Indonesia Polisi

memonopoli penyidikan hukum pidana umum (KUHP) berbeda dengan negeri

lain. Lagi pula masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang

mempunyai adat istiadat yang berbeda13.

Posisi sentral kepolisian sebagai penyidik tindak pidana diatur baik dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981) maupun

dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara R.I. dengan

posisi sentral seperti itu, masyarakat masih bertanya-tanya apakah Polri sudah siap

memikul tanggung jawab sebagai penyidik untuk semua tindak pidana baik mengenai

sumber daya manusia (SDM) maupun mengenai sarana dan prasarana pendukung dari

tingkat pusat sampai ke daerah terpencil / pelosok.

Penyidikan perkara tindak pidana secara materiil harus diarahkan untuk

mendukung pembuktian unsur-unsur dari pasal (tindak pidana) yang disangkakan

terhadap tersangka/terdakwa. Kesuksesan kegiatan penuntutan/ pembuktian

dipersidangan sangat ditentukan oleh hasil penyidikan, karena hasil penyidikan

merupakan bahan dasar untuk pembuatan surat dakwaan dan surat dakwaan merupakan

dasar dari pemeriksaan perkara di persidangan.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP) menentukan disamping

ada aparat penyidik juga dikenal adanya Penyidik Pembantu, sebagaimana diberikan

difinisi dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) “Penyidik Pembantu adalah pejabat

13 Pangaribuan, Luhut M.P. 2013, Hukum Acara Pidana Surat Resmi Advokat di Pengadilan,

Praperadilan, Eksepsi,Pledoi, Duplik, Memori Banding, Kasaski dan Peninjauan Kembali Cetakan

Pertama, Papas Sinar Sinanti, Jakarta, hal 44

Page 10: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan “. Mengenai syarat kepangkatan

yang dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) tersebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27

tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2010 peraturan pelaksanaan dari

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun

1983, Pasal 3 ayat (1) menyatakan:

i. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya

berpangkat sersan dua polisi

ii. Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu dalam lingkup Kepolisian Negara

Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda

(golongan II/a) atau yang disamakan dengan itu .

Yang disempurnakan dalam Pasal 2A Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2010,

salah satu adalah persyaratan untuk dapat diangkat sebagai penyidik anggota kepolisian

berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan berpendidikan paling rendah sarjana

strata satu atau yang setara;

Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil telah

disempurnakan lagi sebagaimana diatur dalam Pasal 3A ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 58 tahun 2010, antara lain menyebukan “Untuk dapat diangkat sebagai pejabat

PPNS, calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (antara lain) :

b. berpangkat paling rendah Penata Muda/golongan III/a;

c. berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana lain yang setara;

dalam ketentuan ini mengenai kepangkatan Pegawai Negeri Sipil menjadi paling

rendah III/a dan berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana lain yang

setara, mengenai persyaratan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan tingkat kemajuan

pengetahuan, keterampilan serta penguasaan teknis dari pejabat penyidik baik penyidik

kepolisian maupun pegawai negeri sipil tertentu

Berdasarkan ketentuan Pasal 284 ayat (2), masih dimungkinkan adanya penyidik

selain kepolisian dan penyidik pegawai negeri sipil, walaupun terbatas pada penyidikan

perkara-perkara pidana dengan ketentuan acara secara khusus, seperti jaksa selaku

penyidik dalam perkara pidana korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia ( HAM

berat), penyidik TNI Angkatan Laut untuk perkara pelanggaran zone ekonomi ekslusif /

Page 11: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

perikanan, Penyidik Bea dan Cukai dan juga Komisi Pemberantasan Korupsi selaku

penyidik perkara korupsi 14.

Istilah penyidikan sebelum berlakunya undang-undang Nomor 8 tahun 1981

penulis dapat temukan dalam beberapa ketentuan seperti Penetapan Presiden Republik

Indonesia Nomor 11 Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi dan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

sedangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya digunakan istilah

“penggusutan”, sebagaimana disebutkan antara lain dalam :

1. Dalam Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) dan HIR sebagai ketentuan

umum dalam penanganan perkara-perkara pidana maupun perdata, dalam

penanganan perkara pidana menggunakan istiah “pengusutan”

2. Dalam undang-undang Nomor 7 Drt. Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan

dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.

3. Perpu 24/1960, Pengusutan, Penuntutan Dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi,

Pasal 2 (1) Aturan-aturan mengenai pengusutan dan penuntutan menurut peraturan

biasa, berlaku bagi perkara korupsi, sekedar tidak ditentukan lain dalam peraturan

ini.

Namun dari peraturan tersebut tidak ada yang memberi pengertian mengenai apa yang

dimaksud dengan tindakan pengusutan, akan tetapi secara harfiah pengertian

pengusutan tersebut dapat disamakan dengan pengertian penyidikan .

Berbagai istilah yang digunakan dalam rangka mengungkap suatu tindak pidana

pada tahap permulaan (pengusutan atau penyidikan), maka dari tindakan tersebut akan

menghasilkan berkas perkara (dossier). Andi Hamzah memberi pengertian dari berkas

perkara, yaitu “kumpulan catatan atau tulisan secara lengkap yang bersifat autentik

mengenai perkara pidana yang dibuat oleh penyidik dalam bentuk yang ditentukan

undang-undang. Berisi pemeriksaan saksi, tersangka, daftar barang bukti, perintah

penahan” 15.

Berkaitan dengan tindakan penyidikan Pasal 7 ayat (1) huruf j jo pasal 109 ayat

(2) KUHAP dan Pasal 16 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

14 Sunaryo, Sidik, 2004, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Edisi pertama, Cetakan

pertama, Universitas Muhamadyah Malang, Malang, hal. 227.

15 Hamzah,Andi Op. Cit hal .24

Page 12: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

tentang Kepolisian Negera Repbulik Indonesia adalah ketentuan perundang-undangan

yang memberi wewenang kepada penyidik untuk melakukan tindakan hukum berupa

“mengadakan penghentian penyidikan”, kewenangan tersebut diperoleh secara atribusi

oleh penyidik.

Ketentuan Pasal : 109 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 dengan tegas

merumuskan: “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat

cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau

penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal tersebut

kepada penuntut umum, tersangka dan keluarganya”. Ketentuan-ketentuan tersebut

dimaksudkan dalam rangka mewujudkan kepastian hukum, karena jika tidak ada

kewenangan “penghentian penyidikan” maka terlalu banyak perkara pada tahap

penyidikan yang tidak ada ujung penyelesaianya . namun dalam ketentuan tersebut

tidak ditentukan tenggang waktu berapa lama penyidik harus sudah mengambil tindakan

penghentian penyidikan sejak mengetahui bahwa perkara yang sedang ditangai

memenuhi syarat untuk dihentikan penyidikannya.

1.2. Hak Asasi Manusia Dan Hak Asasi Tersangka

Asas Equality be for the law serta pemahaman bahwa setiap manusia dimuka bumi

mempunyai hak-hak yang hakiki yang tidak boleh dikurangi oleh siapapun dalam

keadaan apapun, pembatasan hak-hak asasi manusia hanya bisa dilakukan atas dasar

undang-undang, demi menjamin hak-hak asasi orang lain.

Perlindungan mengandung makna bahwa setiap hak yang dimiliki oleh manusia

harus dijaga, ditegakan dan dipenuhi jangan sampai dirampas oleh pihak lain termasuk

didalamnya aparat pemerintah dengan alasan apapun.

1.2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia

Deklarasi Umum Hak Azasi Manusia yang dikumandangkan oleh Perserikatan

Bangsa Bangsa tahun 1948 yang lebih dikenal dengan Declaration of Human Rihts yang

Page 13: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

merupakan pengakuan hak asasi manusia secara internasional, memberi pengertian dari

pada hak asasi manusia sebagai berikut : “Hak Azasi Manusia adalah semua orang

dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama”.

Difinisi tersebut memberi pandangan bahwa setiap manusia dilahirkan ke muka

bumi dalam keadaan bebas dan merdeka serta memiliki derajat serta hak-hak yang

sama, seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

hari nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi

terhadap hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, dan

hak-hak ini dikenal dengan hak asasi yang non derogable yaitu hak yang tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apapun oleh siapapun.

Perkembangan pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia secara

internasional semakin berkembang dan pada tahun 1966 telah dideklarasikan dua jenis

hak asasi manusia yang lebih spesifik dari deklarasi hak asasi manusia tahun 1948, yaitu

hak asasi manusia bidang sipil dan politik (International Covenant on Civil and

Political Rights (ICCPR) beserta Protokol Opsional (Optional Protocol), dan hak asasi

manusia dibidang ekonomi, sosial dan budaya (Internasional Covenant on Economic,

Social and Cultural Right (ICESR) beserta Protokol Opsional (Optional Protocol).

Deklarasi hak asasi manusia yang mengatur hak-hak dibidang hukum adalah

kovenan hak sipil dan politik (International Convenant on Civil and Political Rights),

beserta protokol tambahanya yang dikenal dengan perkembangan Hak Asasi Manusia

generasi pertama (I) tahun 1966 . Pasal-pasal yang mengatur mengenai perlindungan

hak asasi manusia dibidang hukum, diantaranya Pasal 10 dan 14 ICCPR : Pasal 10

mengatur mengenai “hak sebagai tersangka dan terdakwa diperlakukan secara

manusiawi”, dan dalam Pasal 14 “ hak atas kedudukan yang sama dimuka hukum”

Perwujudan bagi Bangsa Indonesia dalam rangka pengakuan, penghormatan dan

pemenuhan hak-hak asasi manusia pada tahun 1999 Pemerintah R.I. telah mengesahkan

dan mengundangkan undang-undang tentang hak asasi manusia, sebagaimana diatur

dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi

Manusia, Pasal 1 angka 1 undang-undang tersebut memberikan difinis atau pengertian

mengenai hak asasi manusia sebagai berikut :

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan

anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

Page 14: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat

dan martabat manusia.

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,

memberikan pengertian hak asasi manusia sebagai berikut :

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan

anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat

dan martabat manusia

Kamus Dental dictionary, memberi difinisi Human Right is The legal and moral

rights of humans recognized by national and international laws 16 . Hak asasi manusia

merupakan hak moral yang secara legal ada pada setiap manusia, diakui oleh hukum

nasional maupun internasional .

Indonesia sebagai bagian dari Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, secara

konstitusi telah turut meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR) sebagaimana

dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan

Internasional Hak Sipil Politik ( ICCPR), dalam penjelasan umum point 3. Pokok-

pokok Isi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Pasal 9,10, 11 dan

14 mengatur mengenai perlindungan hak asasi manusia dibidang hukum.

Landasan prinsip/dasar secara filofis bagi Bangsa Indonesia turut melakukan

ratifikasi terhadap kovenan hak sipil dan politik tersebut adalah:

Instrumen Internasional ICCPR tersebut pada dasarnya tidak bertentangan dengan

Pancasila dan UUD. Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan sifat

Negara R.I. sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia yang menjamin persamaan kedudukan semua warga negara di dalam

hukum, dan keinginan Bangsa Indonesia untuk secara terus menerus memajukan

dan melindungi hak-hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara17.

Kovenan Hak Sipil dan Politik ( International Covenan Civil and Political

Rights/ ICCPR ) tanggal 16 Desember 1966 yang telah diratifikasi berdasarkan

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 secara tegas dan terrinci mengatur mengenai

hak-hak asasi manusia dibidang hukum dan peradilan, sebagaimana tertuang pada

Bagian III Pasal 9, 10, 11, serta Pasal 14 dan 15,

16 http://www.answers.com/topic/human-rights

17 Sunarso Siswanto H., Op.Cit, hal.99

Page 15: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

Article 9 ( Pasal 9)

1. Everyone has the right to liberty and security of person. No one shall be

subjected to arbitrary arrest or detention. No one shall be deprived of his liberty

except on such grounds and in accordance with such procedure as are

established by law.

1. Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorang

pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang. Tidak seorang

pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan-alasan yang

sah, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh hukum.

2. Anyone who is arrested shall be informed, at the time of arrest, of the reasons

for his arrest and shall be promptly informed of any charges against him.

2. Setiap orang yang ditangkap wajib diberitahu pada saat penangkapannya dan

harus sesegera mungkin diberitahu mengenai tuduhan yang dikenakan

terhadapnya.

3. Anyone arrested or detained on a criminal charge shall be brought promptly

before a judge or other officer authorized by law to exercise judicial power and

shall be entitled to trial within a reasonable time or to release. It shall not be the

general rule that persons awaiting trial shall be detained in custody, but release

may be subject to guarantees to appear for trial, at any other stage of the

judicial proceedings, and, should occasion arise, for execution of the judgement.

3. Setiap orang yang ditahan atau ditahan berdasarkan tuduhan pidana, wajib

segera dihadapkan ke depan pengadilan atau pejabat lain yang diberi

kewenangan oleh hukum untuk menjalankan kekuasaan peradilan, dan

berhak untuk diadili dalam jangka waktu yang wajar, atau dibebaskan. Bukan

merupakan suatu ketentuan umum, bahwa orang yang menunggu diadili

harus ditahan, tetapi pembebasan dapat diberikan atas dasar jaminan untuk

hadir pada waktu sidang, pada setiap tahap pengadilan dan pada pelaksanaan

putusan, apabila diputuskan demikian.

4. Anyone who is deprived of his liberty by arrest or detention shall be entitled to

take proceedings before a court, in order that that court may decide without

delay on the lawfulness of his detention and order his release if the detention is

not lawful.

4. Siapapun yang dirampas kebebasannya dengan cara penangkapan atau

penahanan, berhak untuk disidangkan di depan pengadilan, yang bertujuan

agar pengadilan tanpa menunda-nunda dapat menentukan keabsahan

penangkapannya, dan memerintahkan pembebasannya apabila penahanan

tidak sah menurut hukum.

5. Anyone who has been the victim of unlawful arrest or detention shall have an

enforceable right to compensation.

5. Setiap orang yang telah menjadi korban penangkapan atau penahanan yang

tidak sah, berhak untuk mendapat ganti kerugian yang harus dilaksanakan.

Article 10 (Pasal 10)

1. All persons deprived of their liberty shall be treated with humanity and with

respect for the inherent dignity of the human person.

Page 16: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

1. Setiap orang yang dirampas kebebasannya wajib diperlakukan secara

manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri

manusia. 2. (a) Accused persons shall, save in exceptional circumstances, be segregated from

convicted persons and shall be subject to separate treatment appropriate to their status as unconvicted persons;

(b) Accused juvenile persons shall be separated from adults and brought as

speedily as possible for adjudication.

2. (a.) Tersangka, kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, harus

dipisahkan dari orang yang telah dipidana, dan diperlakukan secara

berbeda sesuai dengan statusnya sebagai orang yang belum dipidana;

(b) Terdakwa di bawah umur harus dipisahkan dari orang dewasa dan secepat

mungkin segera dihadapkan ke sidang pengadilan.

3. The penitentiary system shall comprise treatment of prisoners the essential aim

of which shall be their reformation and social rehabilitation. Juvenile offenders

shall be segregated from adults and be accorded treatment appropriate to their

age and legal status.

3. Sistem pemasyarakatan harus memiliki tujuan utama memperbaiki dan

melakukan rehabilitasi dalam memperlakukan narapidana. Terpidana di

bawah umur harus dipisahkan dari orang dewasa dan diperlakukan sesuai

dengan usia dan status hukum mereka.

Article 11 (Pasal 11)

No one shall be imprisoned merely on the ground of inability to fulfil a contractual

obligation.

Tidak seorang pun dapat dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuannya

untuk memenuhi suatu kewajiban yang muncul dari perjanjian.

Article 14 (Pasal 14)

1. All persons shall be equal before the courts and tribunals. In the determination

of any criminal charge against him, or of his rights and obligations in a suit at

law, everyone shall be entitled to a fair and public hearing by a competent,

independent and impartial tribunal established by law. The press and the public

may be excluded from all or part of a trial for reasons of morals, public order

(ordre public) or national security in a democratic society, or when the interest

of the private lives of the parties so requires, or to the extent strictly necessary in

the opinion of the court in special circumstances where publicity would

prejudice the interests of justice; but any judgement rendered in a criminal case

or in a suit at law shall be made public except where the interest of juvenile

persons otherwise requires or the proceedings concern matrimonial disputes or

the guardianship of children.

1. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan

dan badan peradilan. Dalam menentukan tuduhan pidana terhadapnya, atau

dalam menentukan segala hak dan kewajibannya dalam suatu gugatan, setiap

orang berhak atas pemeriksaan yang adil da terbuka untuk umum, oleh suatu

badan peradilan yang berwenang, bebas dan tidak berpihak dan dibentuk

menurut hukum. Media dan masyarakat dapat dilarang untuk mengikuti

seluruh atau sebagian sidang karena alasan moral , ketertiban umum atau

Page 17: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

keamanan nasional dalam suatu masyarakat yang demokratis atau apabila

benar-benar diperlukan menurut pendapat pengadilan dalam keadaan khusus,

dimana publikasi justru akan merugikan kepentingan keadilan sendiri; namun

setiap keputusan yang diambil dalam perkara pidana maupun perdata harus

diucapkan dalam sidang yang terbuka, kecuali bilamana kepentingan anak-

anak menentukan sebaliknya, atau apabila persidangan tersebut berkenaan

dengan perselisihan perkawinan atau perwalian anak-anak.

2. Everyone charged with a criminal offence shall have the right to be presumed

innocent until proved guilty according to law.

2. Setiap orang yang dituduh melakukan kejahatan berhak dianggap tidak

bersalah sampai kesalahannya dibuktikan menurut hukum.

3. In the determination of any criminal charge against him, everyone shall be

entitled to the following minimum guarantees, in full equality: 3. Dalam menentukan tindak pidana yang dituduhkan padanya, setiap orang

berhak atas jaminan-jaminan minimal berikut ini, dalam persamaan yang

penuh:

(a) To be informed promptly and in detail in a language which he

understands of the nature and cause of the charge against him;

a) Untuk diberitahukan secepatnya dan secara rinci dalam bahasa yang

dapat dimengertinya, tentang sifat dan alasan tuduhan yang

dikenakan terhadapnya;

(b) To have adequate time and facilities for the preparation of his defence

and to communicate with counsel of his own choosing;

b) Untuk diberi waktu dan fasilitas yang memadai untuk mempersiapkan

pembelaan dan berhubungan dengan pengacara yang dipilihnya

sendiri;

(c) To be tried without undue delay;

c) Untuk diadili tanpa penundaan yang tidak semestinya;

(d) To be tried in his presence, and to defend himself in person or through

legal assistance of his own choosing; to be informed, if he does not have

legal assistance, of this right; and to have legal assistance assigned to

him, in any case where the interests of justice so require, and without

payment by him in any such case if he does not have sufficient means to

pay for it;

d) Untuk diadili dengan kehadirannya, dan untuk membela diri secara

langsung atau melalui pembela yang dipilihnya sendiri, untuk

diberitahukan tentang hak ini bila ia tidak mempunyai pembela; dan

untuk mendapatkan bantuan hukum demi kepentigan keadilan, dan

tanpa membayar jika ia tidak memiliki dana yang cukup untuk

membayarnya;

(e) To examine, or have examined, the witnesses against him and to obtain

the attendance and examination of witnesses on his behalf under the

same conditions as witnesses against him;

e) Untuk memeriksa atau meminta diperiksanya saksi-saksi yang

memberatkannya dan meminta dihadirkan dan diperiksanya saksi-

saksi yang meringankannya, dengan syarat-syarat yang sama dengan

saksi-saksi yang memberatkannya;

Page 18: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

(f) To have the free assistance of an interpreter if he cannot understand or

speak the language used in court;

f) Untuk mendapatkan bantuan cuma-cuma dari penerjemah apabila ia

tidak mengerti atau tidak dapat berbicara dalam bahasa yang

digunakan di pengadilan;

(g) Not to be compelled to testify against himself or to confess guilt.

g) Untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian yang memberatkan

dirinya, atau dipaksa mengaku bersalah.

4. In the case of juvenile persons, the procedure shall be such as will take account

of their age and the desirability of promoting their rehabilitation.

4. Dalam kasus orang di bawah umur, prosedur yang dipakai harus

mempertimbangkan usia mereka dan keinginan untuk meningkatkan

rehabilitasi bagi mereka.

5. Everyone convicted of a crime shall have the right to his conviction and sentence

being reviewed by a higher tribunal according to law.

5. Setiap orang yang dijatuhi hukuman berhak atas peninjauan kembali terhadap

keputusannya atau hukumannya oleh pengadilan yang lebih tinggi, sesuai

dengan hukum.

6. When a person has by a final decision been convicted of a criminal offence and

when subsequently his conviction has been reversed or he has been pardoned

on the ground that a new or newly discovered fact shows conclusively that there

has been a miscarriage of justice, the person who has suffered punishment as a

result of such conviction shall be compensated according to law, unless it is

proved that the non-disclosure of the unknown fact in time is wholly or partly

attributable to him.

6. Apabila seseorang telah dijatuhi hukuman dengan keputusan hukum yang

telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dan apabila kemudian ternyata

diputuskan sebaliknya atau diampuni berdasarkan suatu fakta baru, atau fakta

yang baru saja ditemukan menunjukkan secara meyakinkan bahwa telah

terjadi kesalahan dalam penegakan keadilan. Maka orang yang telah

menderita hukuman sebagai akibat dari keputusan tersebut harus diberi ganti

rugi menurut hukum, kecuali jika dibuktikan bahwa tidak terungkapnya fakta

yang tidak diketahui itu, sepenuhnya atau untuk sebagian disebabkan karena

dirinya sendiri.

7. No one shall be liable to be tried or punished again for an offence for which he

has already been finally convicted or acquitted in accordance with the law and

penal procedure of each country.

7. Tidak seorang pun dapat diadili atau dihukum kembali untuk tindak pidana

yang pernah dilakukan, untuk mana ia telah dihukum atau dibebaskan,

sesuai dengan hukum dan hukum acara pidana di masing-masing negara.

Article 15 (Pasal 15)

1 . No one shall be held guilty of any criminal offence on account of any act or

omission which did not constitute a criminal offence, under national or

international law, at the time when it was committed. Nor shall a heavier

penalty be imposed than the one that was applicable at the time when the

criminal offence was committed. If, subsequent to the commission of the offence,

Page 19: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

provision is made by law for the imposition of the lighter penalty, the offender

shall benefit thereby.

1. Tidak seorang pun dapat dinyatakan bersalah atas suatu tindak pidana

karena melakukan atau tidak melakukan tindakan yang bukan merupakan

tindak pidana pada saat dilakukannya, baik berdasarkan hukum nasional

maupun internasional. Tidak pula diperbolehkan untuk menjatuhkan

hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang berlaku pada saat tindak

pidana tersebut dilakukan. Apabila setelah dilakukannya suatu tindak pidana

muncul ketentuan yang lebih ringan hukumannya, maka pelaku harus

mendapatkan keuntungan dari ketentuan tersebut.

2. Nothing in this article shall prejudice the trial and punishment of any person for

any act or omission which, at the time when it was committed, was criminal

according to the general principles of law recognized by the community of

nations.

2. Tidak ada satu hal pun dalam pasal ini yang dapat merugikan persidangan

dan penghukuman terhadap seseorang atas tindakan yang dilakukan atau

yang tidak dilakukan, yang pada saat hal itu terjadi masih merupakan suatu

kejahatan menurut asas-asas hukum yang diakui oleh masyarakat bangsa-

bangsa.

Pengaturan hak asasi manusia dalam hukum Indonesia hendaknya mencakup

aspek-aspek, antara lain :

a. Menjadikan HAM bagian dari hukum indonesia.

b. Terdapat prosedur hukum untuk mempertahankan dan melindungi HAM

tersebut

c. Terdapat pengadilan yang bebas

d. Terdapat pula profesi hukum yang bebas18

Mardjono Reksodiputro menyatakan pendapatnya bahwa cara pelaksanaan

pengaturan hukum hak asasi manusia dalam peraturan hukum harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut :

1. Menjadikan HAM sebagai bagian dari hukum indonesia.

2. Terdapat prosedur hukum untuk mempertahankan dan melindungi HAM

3. Terdapat pengadilan yang bebas ( an independent judiciary)

4. Adanya profesi hukum yang bebas (an independent legal profession) 19

Ketentuan Pasal 28 J ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menyatakan : “Perlindungan,pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak

asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah “. maka sudah

18 Sujata, Antonius, Op.Cit. hal. 31-32

19 Nuraeny Henny, Op.Cit.. hal 120

Page 20: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk memberi perlindungan,

memenuhi serta menegakan hak-hak asasi manusia

Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Pemerintah Republik

Indonesia telah mengeluaran berbagai peraturan perundang-undangan, yang mengatur

mengenai perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia,

diantara :

1. Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 1993 tentang Pembentukan Komisi Nasional

Hak Asisi Manuasia

2. Ketetapan MPR R.I. Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia

3. Jauh sebelumnya pengaturan hak asasi Warga Negara R.I. juga telah diatur dalam

konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, kemudian dilakukan amandemen /

perubahan terhadap Undang-undang Dasar 1945 sebanyak empat kali, dengan

agenda utama adalah pengaturan mengenai hak asasi manusia secara lebih detail

terutama pada saat dilakukan amandemen ke dua tanggal 7 – 18 Agustus 2000,

dengan menambahkan satu bab sesudah Bab X yaitu Bab XA tentang Hak Asasi

Manusia yaitu dalam Pasal 28 A sampai J 20

4. Berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan hak

asasi manusia.

Apabila kita simak kebelakang, bahwa pengaturan hak asasi manusia dibidang

hukum secara pundamental telah diatur oleh pemerintah sejak berdirinya Negara

Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 27 s/d

33; Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Segala warga

Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjujung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dari pernyataan

Pasal 27 ayat (1) tersebut terkandung makna perlakuan yang sama terhadap semua

warga Negara tanpa terkecuali dihadapan hukum (equality befor the law), perlakuan

yang sama penulis maksudkan terhadap semua warga Negara termasuk mereka yang

terlibat dalam permasalahan hukum (tersangka) mendapat pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasinya.

20. Ibid, hal. 126

Page 21: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

1.2.2. Hak Asasi Tersangka

Selain berbagai ketentuan internasional yang mengatur mengenai hak-hak asasi

manusia khususnya dibidang hukum, juga yang menjadi cikal bakal pengakuan hak-hak

asasi tersangka / terdakwa dibidang hukum yang diikuti oleh negara-negara didunia

adalah Hukum Acara Pidana Amerika Serikat yang dikenal dengan Miranda Rule.

Miranda Rule adalah Suatu aturan yang mengatur tentang hak-hak seseorang

secara konstitusional yang dituduh atau disangka melakukan tindak pidana/kriminal,

sebelum diperiksa oleh penyidik/instansi yang berwenang21.

Hak-hak tersangka/ terdakwa yang diatur dalam ketentuan Miranda Rule adalah

suatu aturan yang mengatur tentang hak-hak seseorang yang dituduh atau disangka

melakukan tindak pidana / kriminal, sebelum diperiksa oleh penyidik/instansi yang

berwenang22, pada pokoknya meliputi hak untuk diam, hak untuk didampingi atau

mendapatkan /menghubungi penasehat hukum sejak awal suatu proses perkara pidana

sampai tahap akhir. Dalam perlindungan dan penegakan hak-hak tersangka / terdakwa

juga dikenal adanya Miranda Right dan Miranda Warning.

Miranda Rights adalah ketentuan yang mewajibkan aparatur penegak hukum

khususnya penyidik untuk memberitahukan kepada tersangka atas hak-hak yang

dimilikinya sebelum dilakukan penangkapan, penahanan23. penyidik sebelum

melakukan tindakan upaya paksa terhadap seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak

pidana maka terlebih dahulu harus diberitahu mengenai hak-hak hukum orang tersebut

seperti hak menghubungi penasehat hukum, hak didampingi penasehat hukum dan

sebaginya.

21 Sofyan Lubis, Op.Cit, hal. 15

22 Sofyan Lubis, Loc.Cit

23 Sofyan Lubis, Op.Cit, hal. 17

Page 22: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

Sedangkan Miranda warning adalah peringatan yang harus diberikan oleh

penyidik kepada tersangka24 misalnya hak bagi tersangka untuk diam/tidak menjawab,

hak untuk mendapat pendampingan hukum pada saat pemeriksaan dan lain sebagainya.

Hak asasi tersangka/terdakwa adalah sejumlah hak-hak bagi seseorang yang

didudukan sebagai tersangka /terdakwa yang telah ditentukan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagaimana diatur dalam Pasal 50 sampai

dengan 74 KUHAP .

Dibandingkan dengan ketentuan perlindungan terhadap hak-hak tersangka /

terdakwa yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

dengan hak-hak tersangka / terdakwa yang diatur dalam Miranda Rule, Miranda

Rights, maupun dalam Miranda Princip hampir sama. Dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur mengenai hak tersangka/terdakwa “memberikan

keterangan secara bebas kepada penyidik, tidak boleh dipaksa, ditekan “, dalam pasal ini

secara implisif diatur mengenai kebebasan tersangka untuk memberi keterangan atau

tidak memberi keterangan (diam) , tersangka / terdakwa tidak bisa dipaksa/ditekan

untuk memberi keterangan sesuai kemauan penyidik.

1.2.3. Pembaharuan Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang ditetapkan mulai

berlaku sejak 31 Desember 1981 telah berusia lebih dari tiga puluhan tahun, secara teori

ketentuan tersebut sudah harus dilakukan pembaharuan, dalam kurun waktu tersebut

telah terjadi banyak perubahan dan perkembangan peraturan perundang-undangan yang

mengatur berbagai aspek kehidupan warga negara dan apabila terjadi pelanggaran

terhadapat peraturan perundang-undangan tersebut banyak masalah hukum yang tidak

mampu dijangkau oleh ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana ( KUHAP), oleh karena itu dibentuklah berbagai hukum acara pidana

yang disatukan dalam perundang-undangan organik untuk menjangkau perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, sehingga terlihat selain hukum

Page 23: BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM II.pdfSuatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld van de overtreder te wijten); c. Suatu kelakuan yang dapat dihukum

acara pidana yang diatur dalam KUHAP juga terdapat hukum acara pidana yang

tersebut dalam peraturana perundang-undangan secara khusus.

Pendapat mengenai pembaharuan hukum pidana diungkapkan oleh Andi Hamzah

yang menyatakan, disamping penciptaan peraturan yang lebih baik mengenai peradilan

pidana, juga orang yang harus menegakkan peraturan itu perlu ditingkatkan

pengetahuan, moral dan akhirnya wibawanya25, proses peningkatan moralitas, integritas,

profesionalitas dan proforsionalitas aparat penegak hukum dilakukan dengan cara

memberi pendidikan dan pelatihan teknis administratif maupun teknis penanganan

perkara, pendidikan budi pakerti yang dimulai sejak pembentukan awal penyidik, jaksa

maupun hakim.

Pembaharuan hukum acara pidana mengandung pengertian dilaksanakanya

pembaharuan / perubahan baik secara menyeluruh (general) maupun bagian-bagian

tertentu (parcial) dari hukum acara pidana yang sedang berlaku (ius constitutum).

Pembaharuan hukum acara pidana ( Ius Constituendum) diharapkan selain membawa

perubahan secara mendasar bagi hukum acara pidana dalam hal ini menyangkut

tenggang waktu penyelesaian setiap tahap pemeriksaan perkara juga mampu

menyatukan hukum acara pidana yang berlaku (kodifikasi) serta bersifat dinamis.

Pembaharuan hukum acara pidana dapat dilakukan dengan cara pembentukan

hukum baru, perubahan hukum acara yang sudah ada, melalui penemuan hukum atau

yang dalam pengertian luas disebut sebagai kebijakan hukum pidana (Penal Polyce).

25 Hamzah Andi, 1993. Pelaksanaan Peradilan Pidana Berdasarkan Teori Dan Praktek,

Penahanan-Dakwaan-Requisitoir, Reneka Cipta , Jakarta, hal. 11