Batal Wudhu Oleh 4 Mahzab

3
Syafi’i: kalau orang-orang yang berwudhu itu menyentuh wanita lain tanpa ada aling-aling (batas), maka wudhunya batal, tapi kalau bukan wanita lain, seperti saudara wanita maka wudhunya tidak batal.Syafi’iyah : Mereka berpendapat bahwa menyentuh wanita bukan mahram itu membatalkan wudhu secara mutlak sekalipun tanpa merasakan nikmat, sekalipun lelakinya itu lemah tua dan wanitanya lemah tua juga dan tidak berwajah menarik. Namun mereka memperkecualikan rambut, gigi, dan kuku yang tidak membatalkan wudhu jika tersentuh antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram[9]. Hanabillahberpendapat bahwa menyentuh wanita dengan tanpa ada penghalang dan dengan sahwat membatalkan wudhu. Baik itu wanita muhrimnya atau bukan muhrimnya, baik itu yang disentuh hidup atau sudah mati, baik itu yang disentuh wanita mudah, tua atau anak perempuan kecil. Hal ini juga berlaku pada perempuan, apabila perempuan meyentuh laki-lak dengan sahwat maka wudhunya batal. Tidak membatalkan wudhu apabila menyentuh kuku, rambut dan gigi. Untuk yang disentuh hanabilah berpendapat bahwa wudhu orang yang disentuh tidak batal walaupun dalam dirinya terdapat sahwat. Dan tidak membatalkan wudhu juga laki-laki menyentuh laki-laki (walaupun amrod), perempuan menyentuh perempuan, banci menyentuh banci meskipun kesemuanya itu timbul rasa sahwat. Malikiyah berpendapat : apabila orang yang wudhu menyentuh perempuan dengan tangganya atau dengan anggota badanya maka wudhunya batal dengan syarat bertemunya kulit antara yng menyentuh dengan yag disentuh. Dan syarat bagi orang yang menyentuh adalah udah baligh yang mana dalam menyentuh tersebut bertujuan untuk kenikmatan meskipun dalam menyentuhnya tidak ada rasa nikmat, atau tidak bertujuan mencari kenikmatan tetapi dalam menyentuh mendapatkan kenikmatan dan yang disentuh tidak memakai satir (aling-aling) atau yang disentuh menggunakan satir yang tipis, apabila yang disentuh menggunakan satir yang tebal maka wudhunya tidak batal. Tidak membatalkan wudhu menyentuh anak wanita yang kecil yang tidak menimbulkan sahwat, dan tidak batal wudhunya menyentuh wanita yang tua. Adapun menyentuh rambut seorang wanita dengan tujuan mencari kenikmatan atau tudak bertujuan mencari kenikmatan akan tetapi dia menemukanya ketika menyentuh maka wudhunya batal.

description

Batal Wudhu Oleh 4 Mahzab

Transcript of Batal Wudhu Oleh 4 Mahzab

Syafii:kalau orang-orang yang berwudhu itu menyentuh wanita lain tanpa ada aling-aling (batas), maka wudhunya batal, tapi kalau bukan wanita lain, seperti saudara wanita maka wudhunya tidak batal.Syafiiyah :Mereka berpendapat bahwa menyentuh wanita bukan mahram itu membatalkan wudhu secara mutlak sekalipun tanpa merasakan nikmat, sekalipun lelakinya itu lemah tua dan wanitanya lemah tua juga dan tidak berwajah menarik. Namun mereka memperkecualikan rambut, gigi, dan kuku yang tidak membatalkan wudhu jika tersentuh antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram[9].Hanabillahberpendapat bahwa menyentuh wanita dengan tanpa ada penghalang dan dengan sahwat membatalkan wudhu. Baik itu wanita muhrimnya atau bukan muhrimnya, baik itu yang disentuh hidup atau sudah mati, baik itu yang disentuh wanita mudah, tua atau anak perempuan kecil. Hal ini juga berlaku pada perempuan, apabila perempuan meyentuh laki-lak dengan sahwat maka wudhunya batal. Tidak membatalkan wudhu apabila menyentuh kuku, rambut dan gigi.Untuk yang disentuhhanabilahberpendapat bahwa wudhu orang yang disentuh tidak batal walaupun dalam dirinya terdapat sahwat. Dan tidak membatalkan wudhu juga laki-laki menyentuh laki-laki (walaupun amrod), perempuan menyentuh perempuan, banci menyentuh banci meskipun kesemuanya itu timbul rasa sahwat.Malikiyahberpendapat : apabila orang yang wudhu menyentuh perempuan dengan tangganya atau dengan anggota badanya maka wudhunya batal dengan syarat bertemunya kulit antara yng menyentuh dengan yag disentuh. Dan syarat bagi orang yang menyentuh adalah udah baligh yang mana dalam menyentuh tersebut bertujuan untuk kenikmatan meskipun dalam menyentuhnya tidak ada rasa nikmat, atau tidak bertujuan mencari kenikmatan tetapi dalam menyentuh mendapatkan kenikmatan dan yang disentuh tidak memakai satir (aling-aling) atau yang disentuh menggunakan satir yang tipis, apabila yang disentuh menggunakan satir yang tebal maka wudhunya tidak batal.Tidak membatalkan wudhu menyentuh anak wanita yang kecil yang tidak menimbulkan sahwat, dan tidak batal wudhunya menyentuh wanita yang tua. Adapun menyentuh rambut seorang wanita dengan tujuan mencari kenikmatan atau tudak bertujuan mencari kenikmatan akan tetapi dia menemukanya ketika menyentuh maka wudhunya batal.Ruang lingkup menyentuh yang dapat membatalkan wudhu dalam madzhab malikiyah adalah menyentuh dengan tujuan mencari kenikmatan, atau tidak mencari kenikmatan tapi menemukanya dalam menyentuh maka wudhunya batal, tidak peduli istrinya sendiri atau pemuda amrod. Akan tetapi kalau yang disentuh adalah muhrimnya sendiri, seperti saudara perempuanya, anak perempuanya, bibinya dan orang yang menyentuh adalah orang mudah sahwat, tapi ketika menyentuh tidak ada kenikmatan maka wudhunya tidak batal. Akan tetapi kalau yang disentuh itu bukan mahramnya maka wudhunya batal.Sama halnya dengan menyentuh (dalam madzhab maliki) adalah mencium dengan bibir, maka wudhunya batal secara muthlaq meskipun tujuanya tidak mencari kenikmatan dan tidak dalam menciumnya tidak menemukan kenikmatan.Mencium dengan tujuan kasih sayang tidak membatalkan wudhu, akan tetapi dikembalikan lagi pada tujuanya, apabila tujuanya tidak mencari kenikmatan maka wudhunya tidak batal, apabila tujuanya mencari kenikmatan maka wudhunya batal.Kesemuanya ini adalah untuk yang menyentuh, adapun syarat bagi yang disentuh adalah baligh,dan apabila dia disentuh menemukan rasa nikmat maka wudhunya batal. Atau dia menyengaja untuk disentuh dengan tujuan mencari kenikmatan maka wudhunya batal, dalam hal ini ( menyengaja untuk disentuh) dia seperti orang yang menyentuh dan hukumnya seperti orang yang menyentuh seperti yang tertera diatas.Wudhu tidak batal karena memikirkan (menghayal) sesuatu yang bisa menimbulkan rasa enak (sahwat), atau sebab melihat sesuatu yang bias menimbulkan rasa nikmat. Akan tetapi kalau dia memikirkan tersebut sampai dia keluar madzi, maka wudhu batal. ( batalnya wudhu karena keluar madzi bukan karena memikirkan/ menghayal). Begitu pula kalau dia memimikirkan/ menghayal tersebut sampai keluar mani, maka dia wajib mandi karena sebab keluar mani.Hanafiyahberpendapat bahwa menyentuh dengan menggunakan anggota badan manapun tidak membatlakan wudhu baik bagi yang disentuh maupun yang menyentuh malaupun kedua-duanya bugil.Seperti misalkan seorang laki-laki tidur bersama istrinya dalam satu ranjang dan kedua-duanya bugil maka wudhu kedua-duanya tidak batal, kecuali dalam dua hal: yang pertama apabila dari keduanya keluar sesuatu seperti madzi atau yang lainya maka wudhunya batal. Yang kedua sisuami menaruh kemalunya kepada kemaluan istrinya.[10]Dari sini dapat disimpulkan dalam pembahasan menyentuh terdapat perbedaan para imam madzhab, ketika menentukan hukum menyentuh hanafiyah sangat berbeda dengan imam-imam yang lain. Malikiyah dalam masalah menyentuh ruang lingkupnya pada menyengaja mendapat kenikmatan atau menemukan kenikmatan ketika menyentuh. Sedangkan syafiiyah dan hanabilah terdapat perbedaan pendapat dalam menyentuh perempuan tua yang tidak menimbulkan sahwat. Syafiiyah berpendapat tidak membatalkan wudhu, sedangkan hanabilah membatalkan wudhu. Begitu pula para imam madzhab berbeda dalam menyentuh amrod yang jamil, malikiyah berpendapat membatalkan wudhu, sedangkan syafiiyah dan hanabilah tidak membatalkan wudhu. Dalam menyentuh rambut, malikiyah berpendapat apabila laki-laki menyentuh rambut perempuan wudhunya batal apabila menyengaja untuk mencari kenikmatan atau tidak dengan tujuan mencari kenikmatan tapi dalam menyentuh dia menemukan kenikmatan maka wudhunya batal. Akan tetapi bagi wanita yang disentuh rambutnya wudhuya tidak batal, tetapi menurut hanabilah dan syafiiyah mereka berpendapat menyentuh rambut tidak batal wudhunya.Hanafi:wudhu itu tidak batal kecuali dengan menyentuh, di mana sentuhan itu dapat menimbulkan ereksi pada kemaluan.Imamiyah:menyentuh itu tidak membatalkan wudhu secara mutlak. Ini kalau sentuhan itu pada wanita. Begitu pula orang yang berwudhu itu menyentuh kemaluanya, baik anus maupun qubulnya tanpa ada aling-aling maka menurutImamiyahdanHanafi:ia tidak membatalkan wudhu.SyafiI dan Hambali: menyentuh itu dapat membatalkan wudhu secara mutlak, baik sentuhan dengan telapak tangan maupun dengan belakangnya.Maliki:ada hadis yang diriwayatkan oleh mereka, yang membedakan antara menyentuh dengan telapak tangan. Yakni, jika ia menyentuh dengan telapak (bagian depan), maka membatalkan wudhu, tapi jika menyentuh dengan belakangnya tidak membatalkan wudhu.[11]