BANK PENGKREDITAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) · BANK PENGKREDITAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) RANGKUMAN MATERI...
Transcript of BANK PENGKREDITAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) · BANK PENGKREDITAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) RANGKUMAN MATERI...
BANK PENGKREDITAN RAKYAT
SYARIAH (BPRS)
RANGKUMAN MATERI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan, Mata Kuliah
Hukum Islam II, Semester Ganjil, Tahun Akademik 2016/2017
Disusun oleh:
Nama : Muhammad Nur Jamaluddin
NPM : 151000126
Kelas : C
Di bawah Bimbingan:
Drs. Ahmad Abdul Gani, S.H.,MA.
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
FAKULTAS HUKUM
2017 M / 1439 H
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah yang dikaruniakanNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
rangkuman materi ini yang berjudul “Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)”.
Sesuai dengan namanya, sebuah rangkuman materi memang tidak dimaksudkan
sebagai buku materi atau buku panduan, melainkan didalamnya terdapat
pembahasan dan rincian-rincian mengenai hasil dari beberapa sumber yang telah
penulis dapatkan.
Penyusunan rangkuman materi ini penulis mendapatkan berbagai kesulitan,
baik dalam penyusunan, pengumpulan data dan dalam hal yang lainnya. Akan
tetapi, berkat pertolonganNyalah akhirnya rangkuman materi ini dapat penulis
selesaikan sesuai yang diharapkan. Adapun penyusunan rangkuman materi ini
berdasarkan pada rincian-rincian data yang telah penulis dapatkan dari berbagai
sumber.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Drs. Ahmad Abdul Gani, S.H.,MA. sebagai dosen matakuliah Hukum Islam
II yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
2. Orangtua penulis yang telah memberikan dukungan, dorongan, bantuan,
serta memberikan doa restunya sehingga terselesaikannya rangkuman
materi ini.
3. Saudara-saudara dan rekan-rekan penulis, yang senantiasa memberikan
support semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan rangkuman
materi ini.
Penulis memahami dan menyadari bahwa rangkuman materi ini jauh dari
sempurna. Namun, penulis telah berusaha menyusun rangkuman materi dengan
usaha terbaik yang penulis miliki. Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih
kepada segenap yang telah mendukung terselesaikannya rangkuman materi ini.
Mudah-mudahan rangkuman materi ini sesuai dengan yang diharapkan. Amiin Ya
Allah Ya Rabbal Alamiin Ya Mujibas Sailin.
Bandung, 9 Januari 2017
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BANK PENGKREDITAN RAKYAT SYARIAH ............................. 1
A. Pengertian Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS) ............ 1
B. Sejarah Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS) ................. 2
C. Tujuan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS) .................. 5
D. Pendirian Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS) .............. 7
E. Organisasi atau Manajemen Bank Pengkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) .......................................................................... 13
F. Kendala Pengembangan Bank Pengkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) .......................................................................... 15
G. Stratergi Pengembangan Bank Pengkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) .......................................................................... 16
H. Konsep Dasar dan Kegiatan Operasional Bank Pengkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia ......................................... 17
I. Usaha-usaha Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS) ......... 18
J. Kegiatan dan Produk-produk Bank Pengkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) .......................................................................... 23
K. Badan-badan Pengembang Bank Pengkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) .......................................................................... 27
L. Laporan Yang Wajib Dilaporkan Bank Pengkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) .............................................................. 30
M. Evaluasi Kegiatan Bank Pengkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) .......................................................................... 33
N. Harapan Pengembangan Usaha Bank Pengkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) di Masa Mendatang ......................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... iii
A. Buku .......................................................................................... iii
B. Peraturan Perundang-undangan ................................................. iii
1
RANGKUMAN MATERI
BANK PENGKREDITAN RAKYAT SYARIAH (BPRS)
A. Pengertian Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRSyariah) adalah salah satu
lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti
prinsip-prinsip syariah ataupun muamalah Islam.1
BPR Syariah didirikan berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang
Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil Pasal 1 (butir 4) Undang-undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, disebutkan bahwa BPR Syariah adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.2
BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.
32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah.3
1 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonesia, 2005), hlm. 1. 2 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No.
72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil Pasal 1 (butir 4) Undang-undang No.
10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 3 Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
2
Secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan
sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip
syariah.
B. Sejarah Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank
Rakyat Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, BRI yang mempunyai tugas
sebagai Bank Pembina lembaga-lembaga keuangan lokal (dalam lingkup
tertentu) seperti , Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Desa, Bank Pegawai dan
bank-bank lain yang sejenisnya. Pada masa pembinaan yang dilakukan oleh
BRI, seluruh bank tersebut diberi nama Bank Perkreditan Rakyat
(BPR). Menurut Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat (1)
pasal 4 Undang-undang Nomor 14 tahun 1967 yang meliputi bank desa,
lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank lainnya.4
Dalam pakta tanggal 27 oktober 1988 Status hukum Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) pertama kali diakui, sebagai bagian dari Paket Kebijakan
Keuangan, Moneter, dan perbankan. BPR adalah perwujudan dari beberapa
lembaga keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank
Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD),
Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha
Rakyat Kecil (KURK), Lembaga perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya
4 Keppres No. 38 tahun 1988 tentang Bank Pengkreditan Rakyat.
3
Desa (BKEPADA) dan atau lembaga lain yang semacamnya. Sejak
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Pokok Perbankan,
keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut status hukumnya diperjelas
melalui ijin dari Menteri Keuangan.
Dalam perkembangannya muncul BPR yang berprinsip pada hukum
islam. BPR tersebut di beri nama Bank Perkreditan Rakyat Syariah(BPRS).
BPR Syariah yang pertama kali berdiri adalah adalah PT. BPR Dana
Mardhatillah, kec. Margahayu, Bandung, PT. BPR Berkah Amal Sejahtera, kec.
Padalarang, Bandung dan PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec. Banjaran,
Bandung. Pada tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut telah
mendapat ijin prinsip dari Menteri Keuangan RI dan mulai beroperasi pada
tanggal 19 Agustus 1991. Selain itu, latar belakang didirikannya BPR Syariah
adalah sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturasi perekonomian
Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijakan keuangan, moneter,
dan perbankan secara umum.Secara khusus mengisi peluang terhadap kebijakan
bank dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest) yang selanjutnya
secara luas dikenal sebagai sistem perbankan bagi hasil atau sistem perbankan
Islam dalam skala outlet retail banking (rural bank).
4
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merubah Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan nampak lebih jelas dan tegas mengenal
status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 13, Usaha Bank
Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi: “Menyediakan pembiayaan dan
penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh BI.”5
Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi
BI No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan
Prinsip Syariah dan SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999
dan Surat Edaran BI No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.6
Perkembangan bank syariah dari awal keberadaannya hingga November
2001 terdapat 81 BPRS. BPRS tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada
18 provinsi yang berada di Indonesia.
5 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merubah Undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan. 6 SK Direksi BI No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan
Prinsip Syariah dan SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran BI
No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
5
C. Tujuan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan
tersebut, yaitu:7
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok
masyarakat ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah
pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di
pedesaan dan di tingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan
tersebut pada umumnya ternasuk pada masyarakat golongan ekonomi
lemah.
2. Kehadiran BPRS bisa menjadi sumber permodalan bagi pengembangan
usaha-usaha masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga pada
gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahtertaan mereka.
3. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga
dapat mengurangi arus urbanisasi. Kehadiran BPRS di kecamatan-
kecamatan ikut memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang
memiliki potensi perbankan, baik dalam permodalan maupun dalam hal
tenaga ahli. Sehingga semakin banyaknya BPRS di kecamatan-
kecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap
disektor perbankan.
7 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonesia, 2005), hlm. 5.
6
Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan BPRS bagi
masyarakat membuka peluang usaha dan kerja yang semakin luas, maka
pada gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi lajunya
urbanisasi.
4. Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka
peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang
memadai. Hal ini mengandung makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan
nilai ta’awun (saling membantu) antara pemilik modal dengan pemilik
pekerjaan. Dengan nilai ta’awun inilah akan tumbuh kebersamaan
antara bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam
mewujudkan Ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-
usaha yang yang dilakukan masyarakat dengan modal yang diberikan
oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan masyarakat, maka pada
tingkat yang lebih tinggi akan pula meningkatkan perkapita baik lokal
maupun nasional.
7
D. Pendirian Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Adapun beberapa hal yang harus di ketahui dalam pendirian BPRS,
yaitu:
1. Persyaratan Pendirian
Dalam mendirikan BPRS syariah harus mengacu dalam bentuk
hukum BPR Syariah yang telah ditentukan dalam Undang-undang Nomor
10 tahun 1999 pasal 2 tentang Perbankan. Sebagaimana dalam Undang-
undang Perbankan Nmor 10 tahun 1999 pasal 2, bentuk suatu hukum BPR
syariah dalam berupa8:
a. Pemberin izin pendirian BPR Syariah, sebagaimana dimaksud diatas
dapat dilakukan dua tahap:
1) Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan
pendirian BPR syariah.
2) Izin usaha, yaitu izin yang dibrikan untuk melakukan kegiatan usaha
BPR syaria setelah persiapan persetujuan prinsip dilakukan.
b. SK DIR BI NO. 32/36/1999 tidak memberikan kemungkinan bagi pihak
asing untuk mendirikan BPR syariah. Menurut ketentuan pasal 15 SK
DIR BI tersebut, yang dapat menjadi pemilik BPR syariah adalah pihak-
pihak yang9:
1) Tidak termasuk dalam dafar orang tercela dibidang perbankan sesuai
ang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
8 Undang-undang Nomor 10 tahun 1999 tentang Perbankan. 9 SK DIR BI NO. 32/36/1999.
8
2) Menurut penilayan Bank Indnesia yang bersangkutan memiliki
integritas yang baik, antara lain:
3) Memiliki akhlah an moral yang baik.
4) Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5) Bersedia mengembangkan BPR syariah yang sehat.
Adapun syara-syarat lan untuk pendirian BPR syariah adalah
sebagai berkut:
1) BPR syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah dengan ijin Direktur Bank Indonesia.
2) BPR syariah hanya didirikan dan dimiliki oleh:
a) Warga Negara Indonesia.
b) Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya oleh warga
negara Indonsia.
c) Pemerinta Daerah.
d) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimakud dalam huruf a, huruf
b, dan huruf c.
Selain dari persyaran diatas, khusus untuk menjadi anggota
Dewan Kmisaris BPR syariah ditentukan pula bahwa yang besangkutan
wajib memiliki pengetahuan dan atau pengalaman di bidang perbankan.
Ketentuan ini tidak mengharuskan yang bersyangkutan memiliki
pengetahuan dan atau pengalaman diperbankan syariah.
9
Kemudian Anggota Direksi sekurang-kurangnya berpendidikan
formal setingkat Diplomat 111 atau Sarjana Muda.10 Berbeda dengan
persyaratan anggota Dewan Komisaris dalam hal persyartan bagi
Anggota Direksi ditegaskan bahwa yang bersangktan harus memiliki
pengalaman dibidan perbankan syariah. Bahkan ditentukan
pengalaannya sekurang-kurangnya 2 (dua ) tahun dan harus dibidang
pendanaan dan atau pembiayaan. Bagi Anggota Direksi yang beum
berpengalaman operasional dibidang perbankan syariah wajib
mengikuti pelatihan perbankan syariah.
Direksi BPR syariah dilarang untuk merangkap jabatn sebagai
Anggota Direksi atau pejabat eksikutif pada lembaga perbankan,
perusahaan atau lembaga lain. Hal ini untuk menghindari agar jangan
smpai tugas Anggota Direksi yang besangkutan tidak efektif sebagai
anggota Dewan Komisaris BPR syariah yang bersangkutan, karena
terlalu banyaknya melakukan perangkapan jabatan sebagai anggoa
Dewan Komisaris ditempat lain. Anggota Dewan Komisaris BPR
syariah tidak dilarang merangkap jabatan lain, namun membtasi
perangkapan itu sebagaimana ditentukan dalam asal 22 ayat 3 (tiga)
BPR syariah. Anggo Dewn Komisaris dilarang BPR syariah dilarang
menjaba sebagai anggota Direksi Bank Umum. Anggota Dwan
Komisaris BPR syariah tidak dilarang untuk dapa menjadi Anggota
10 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonesia, 2005), hlm. 10.
10
Dereksi BPR syariah yang lain. Dalam hal terjdi pergantaian anggota
Dewan Komisaris dan atau Direksi BPR syariah, calon pengganti
jabatan tersebut wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia
sebelum diangkat dan menduduki jabatannya. Demikian juga kalau ada
penggantian atau penambahan pemilik BPR syariah wajib terdahulu
memperoleh perstujun dari Bank Indonesia.11
Modal yang harus disetor untuk mendirikan BPR syariah
ditetapakan sekurang-kurangnya sebesar:12
1) Rp2.000.000.000,- (dua miliar rupiah)huntk BPR syariahyang
didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya dan
Kabupaten/ Kotamadya Tangerang, Bogor, Bekasi dan Karawang.
2) Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk BPR syariah yang
didirikan di Wilayah Ibu kota Propinsi diluar wilayah seperti
tersebut pada butir a diatas.
3) Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk BPR syariah yang
yang didirikan diluar wilayah yang disebu dibutir a diatas.
Modal yang disetor tersebut, yang digunakan utuk modal kerja
bagi BPR syariah, wajb sekurang-kurangnya berjumlah 50% (lima
puluh persen).
11 Ibid. hlm. 11. 12 Ibid. hlm. 12.
11
Dengan kata lain, biaya invetasi dalm rangka pendirian BPR
syariah itu tidak boleh melebihi 50% dari modal yang disetor leh
pendirinya. Sumber dana yang digunakan dlam rangka kepemilikan
dilarang:
1) Berasal dari pinjaman tau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun
dari bank dan atau pihak lain di Indnesia.
2) Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syarih,
termasuk kegiata-kegiatan yang melanggar hukum.
Persyaratan pendirian secara umum, yaitu:
a. Mendapat izin dari Menkeu RI dengan pertimbangan BI.
b. Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan PT.
c. Didirikan dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan PT.
d. Usaha meliputi tabungan dan deposito berjangka.
e. Memberikan kredit pengusaha kecil.
f. Penanaman modal aktiva tidak boleh melebihi 50% dari modal
sendiri/
g. BPRS hanya dapat didirikan melakukan kegiatan dengan
berdasarkan prinsip syariah.
h. Didirikan dan dimiliki oleh Warga negara Indonesia.
i. Perseroan terbatas,Koperasi atau Perusahaan daerah.
12
2. Permohonan Izin Arsip
Mengajukan permohonan tertulis ke Menkeu RI dengan
melampirkan13:
a. Rencana akte pendirian dan AD BPRS.
b. Rencana kerja BPRS pada tahun pertama.
c. Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah.
d. Photocopy bukti setoran sebesar Rp 15.000.000,- pada rekening
Menkeu pada bank pemerintah.
3. Permohonan Izin Usaha
Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menkeu RI
dengan melampirkan:14
a. Photocopy bukti setoran sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening
Menkeu pada bank pemerintah.
b. Copy AD BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI.
c. Photocopy NPWP BPRS.
d. Menyampaikan prosedur dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat
yang akan digunakan.
e. Mengirimkan data pengurus BPRS.
f. Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS.
13 Ibid. Hlm. 13. 14 Ibid. Hlm. 14.
13
E. Organisasi atau Manajemen Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
1. Kepengurusan
Menurut ketentuan pasal 19 SK DIR BI 32/36/1999, kepengurusan
BPR syariah terdiri dari Dewan Komisaris dan Direksi dan juga wajib
mempunyai Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi kegiatan
BPR syariah. Jumlah anggota Dewan Komisaris BPR syariah sekurang-
kurangnya harus berjumlah 2 (dua) orang. Anggota direksi dilarang
mempunyai hubungan keluarga dengan15:
a. Anggota Direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua, termasuk
mertua, anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk ipar,
suami/istri.
b. Dewan Komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak, dan
suami/istri.
Dalam rangka menjaga konsistensi dan kelangsungan usaha BPR
Syariah ditentukan bahwa16:
a. BPR Syariah dilarang melakukan kegiatan usahasecara konvensional.
b. BPR Syariah tidak diperkenankan untuk mengubah kegiatan usahanya
menjadi BPR Konvensional
c. BPR Syariah yang semula izin usahanya sebagai BPR Konvensional
tidak diperkenankan untuk mengubah status menjadi BPR
Konvensional kembali.
15 SK DIR BI 32/36/1999. 16 SK DIR BI 32/36/1999.
14
Dilihat dari segi kepemilikannya BPR dapat dibedakan menjadi
dalam 3 (tiga) golongan yakni17:
a. Milik Pemerintah Daerah (PD).
b. Pengawasan dilakukan oleh Dewan Pengawas yang di tetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah/Peraturan Daerah.
c. Milik Swasta (PT).
d. Pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisaris yang di tetapkan
berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham/Anggaran Dasar.
e. Milik Anggota Koperasi (Koperasi).
f. Pengawasan dilakukan oleh badan Pemeriksa yang ditetapkan
berdasarkan hasil rapat anggota / Anggaran Dasar.
Untuk menjaga konsistenssi dan kelangsungan usaha BPR syariah,
ditentukan bahwa18:
a. BPR syariah dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
b. BPR syarah tidak diperkenankan untuk mengubah kegiatan usahanya
menjadi BPR konvensional.
c. BPR syariah yang semula memiliki ijin usahanya sebagai BPR
konvensional dan telh memiliki ijin perubahan kegiatan usaha menjadi
berdasarkan prinsip syariah, tidak diperkenankan mengubah status
menjadi BPR konvensional.
17 SK DIR BI 32/36/1999. 18 SK DIR BI 32/36/1999.
15
2. Pembukaan Kantor Cabang
BPR Syariah dapat membuka kantor cabang hanya dalam wilayah
propinsi yang sama dengan kantor pusatnya. Pembukaan kantor cabang
BPR Syariah dapat dilakukan hanya dengan izin Direksi Bank Indonesia.
Rencana pembukaan kantor cabang wajib dicantumkan dalam rencana kerja
tahunan BPR Syariah.
BPR Syariah yang akan membuka kantor wajib memenuhi
persyaratan tingkat kesehatan selam 12 (dua belas) bulan
terakhir tergolong sehat. Dan di dalam pembukaan kantor cabang BPR
Syariah wajib menambah modal disetor sekurang-sekursngnya sebesar
jumlah untuk mendirikan BPR Syariah untuk setiap kantor.
F. Kendala Pengembangan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Dalam praktiknya BPR syariah mengalami berbagai kendala, antara lain
adalah19:
1. Kiprah BPR syariah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang
berprinsipkan syariah.
2. Upaya untuk meningkatkan profesionalitas kadang terhalang rendahnya
sumber daya yang dimiliki BPR syariah sehingga cenderung lambat dan
respon terhadap permasalahan ekonomi rendah.
3. Kurang adanya koordinasi di antara BPR syariah, demikian juga dengan
bank syariah dan BMT.
19 Antonio Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, hlm. 47.
16
G. Stratergi Pengembangan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Strategi pengembangan BPR syariah yang perlu di perhatikan sebagai
adalah sebagai berikut20:
1. Langkah-langkah untuk mensosialisasikan keberadaan BPR syariah,
bukan saja produknya tapi juga sistem yang digunakan
perlu diperhatikan.Upaya ini dapat dilakukan melalui BPR syariah
sendiri dengan mengunakan pemasaran yang halal,seperti: melalui
informasi mengenai BPR syariahdi media media masa. Hal lain yang di
tempuh adalah perlunya kerja sama BPR syariah dengan lembaga
pendidikan atau non pendidikan yang mempunyai relevansi dengan visi
dan misi BPR syariah untuk mensosialisasikan BPR syariah.
2. Usaha usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM dapat
dilakukan melalui pelatihan pelatihan megenai lembaga keuangan
syariah serta lingkungan yang mempengarurihinya. Untuk itu
diperlukan kerjasama di antara BPR syariah dengan lembaga pendidikan
untuk membuka pusat pendidikan lembaga keuangan syariah atau
kursus pendek (shortcourse) lembaga keuangan syariah.
3. Tujaan di dirikan shortcourse untuk menyediakan SDM yang siap kerja
di lembaga keuangan syariah.khusus BPR syariah.
4. Melalui pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah akan di ketahui
berapa besar kemampuan BPR syariah dan lembaga keuangan syariah
yang lain dalam mengelola sumber sumber ekonomi yang ada.
20 Ibid. Hlm. 49.
17
Dengan cara itu pula dapat dilihat kesinambungan kerja di antar BPR
syariah,demikian juga kesinambungan kerja BPRsyariah dengan bank
syariah dan BMT lainnya yang ada di Indonesa.
5. BPR syariah bertanggung jawab terhadap masalah keislaman
masyarakat dimana BPR syariah tersebut berada. Maka perlu dilakukan
kegiatan rutin keagamaan dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan
peran islam dalam bidang ekonomi. Demikian juga pola ini dapat
membantu BPR syariah dalam mengetahui gejala gejala ekonomi sosial
yang ada di masyarakat. Hal ini akan menjadikan kebijakan BPR syariah
di bidang keuangan lebih sesuai dengan kondisi masyarakat.
H. Konsep Dasar dan Kegiatan Operasional Bank Pengkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) di Indonesia
Konsep dasar operasional BPR Syariah, sama dengan konsep dasar
operasional pada Bank mu’amalat Indonesia yaitu21:
1. Sistem simpanan murni (al-wadiah).
2. Sistem bagi hasil.
3. Sistem jual beli dan marjin keuntungan.
4. Sistem upah (fee).
21 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Islam, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2005), hlm. 50.
18
I. Usaha-usaha Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Pada dasarnya, sebgai lembaga keuangan syariah BPR Syariah dapat
memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa denganbank-bank umum syariah.
Dalam usaha anggaran dana mayarakat, BPR syariah dapat memberikan jasa-
jasa keuangan dalam brbagai bentuk, antara lain22:
1. Simpanan Amanah
Disebut dengan simpanan amanah, sebab dalam hal bank menerima
titipan amanah (trustee account) dari nasabah. D isebut dngan
titipan amanah karena bentuk perjanjian adalah wadiah, yaitu titipan yang
idak menanggung resiko. Namun demikan, bank akan memberia bonus
dari bagi hasil keuntungan yang diperoleh bank melalui pembiayaa pada
nasabahnya.
2. Tabungan Wadiah
Dalam tabungan ini bank menerima tabungan (saving
acount) dari nasabah dalam bentuk tabungan bebas. Sedang akad yang
diikat oleh bank dengan nasabah dalam bentuk wadiah. Titipan nasabah
tersebut tidak menanggung resiko kerugian, dan bank memberikan bonus
kepada nasabah. Bonus itu diperoleh bank dari bagi hasil dan kegiatan
pembiayaan kredit kepada nasabah lainnya. Bonus tabungan wadiah itu
dapat diperhitungkan secara harian dan dibayarkan kpada nasabah setiap
bulannya.
22 Ibid. hlm. 62.
19
3. Deposito Wadiah Mudharaah
Dalam produk di bank menerima deposito berjangka (time and
investmen account) dari nasabahnya. Akad yang dilakukan dapat
membentuk wadi’ah dan dapat pula berbentuk mudharabah. Lazimnya
jangka waktu deposito itu adalah 1,2,3, 6, 12 bulan dan sterusnya sebagai
bentuk pnyertaan modal (sementara). Maka nasabah/ deposan mendapat
bonus keuntungan dari bagi hasil yang diperoleh bak dari pembiayaan
/kredit yang dilakukan pada nasabah-nasabah lainnya.
Fasilitas pegerahan dana tesebut, juga dapat dipergunakan untuk
menitipkan sedekah, infak, zakat, tabungan haji, tabungan kurban,
tabungan aqiqah, tabungan keerluan pendidikan, tabungan pemilikan
kendaraan, abungan pemilikan rumah, bahkan bisa digunakan untuk sarana
penitipan dana-dana masjid, dana pesantren, yayasan dan lain sebagainya.
Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas BPR
syariah dapat pula bertindak sebagai lembaga baitul maal yaitu mnerima
dana yang berasal dari zakat, infaq, shadakah, wakaf, hibah, atau dana sosial
lainnya dan menyalurkan pada yang berhak alam bentuk santunan dan atau
pnjaman kebjikan (qarddbul basan).
20
Semantara, dalam menyalurkan dana masyarakat BPR yariah dapat
memberikan jasa-jasa keuangan seperti23:
1. Pembiayaan Mudharabah
Bank menyediakan pembiayaa modal usha bagi proyek yang di
kelola oleh pngusaha. Keuntungan yang diproleh akan di bagi
(perjanjian bagi hasil) sesua dengan kesepakatan yang telah diikat oleh
bank da pengusaha tersebut.
2. Pembiayaan Musyarakah
Dalam pembiayaan muyarakah ini bank dengan pengusaha
mengadakan perjanjian. Bank dan pengusaha berjanji bersama-sama
membiyai suatau proyek yang juga dikelola secara brsama-sama.
Keuntungan yang diproleh dari usaha tersebut aa dibagi sesuai
penyertaan masing-masing pihak.
3. Pembiayaan Ba’Bithaman Ajil
Dalam bentuk pembiayaan ini, bank mengikat perjanjan denga
nasabah. Bank menyediakan dana untuk pemblian sesuatu barang/aset
yang dibutuhkan oleh nasabah guna unuk mendukung usaha atau proyek
yang sedang diusahakan.
23 Ibid. hlm. 73.
21
Namun begitu, sesuai Undang-undang Perbankan Nomor 10
tahun 1998, BPR syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha ebagai
berikut:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabugan dan atau bentuk lainnya yan
dipersamakan dengan itu.
b. Membrikan kredit.
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan
prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank
Indonesia.
d. Menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat deposito, dan atau
tabungan pada bank lainnya.
Pembiayaan usaha BPR syariah secara lebih tegas dijelaskan
dalam pasal 27 SK Derektur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999. Menurut
surat keputusan ini, kegiatan operasional BPR Syariah adalah24:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang
meliputi:
a. Tabungan bedasarkan prinsip wadiah atau mudharabah.
b. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
c. Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau
mudharabah.
24 SK Derektur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999.
22
2. Melakukan penaluran dana melalui:
a. Transaksi jua-beli berdasarkan prinsip:
1) murabahah;
2) istishna;
3) ijarah;
4) salam;
5) jual-beli lainnya.
b. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip:
1) mudharabah;
2) musyarakah;
3) bagi hasil lainnya.
c. Pembiayaan lain berdasarkan prinsip:
1) ranh;
2) qard.
3. Melakukan kegiatan yng lazim dilakukan BPR syariah sepanjang
disetujui ole Dewan Syariah Nasional.
23
J. Kegiatan dan Produk-produk Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
1. Kegiatan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa
dengan bank-bank umum syariah. Namun demikian, sesuai Undang-undang
Perbankan Nomor 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan
usaha-usaha sebagai berikut25:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit.
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip
syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia,
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
Kegiatan yang dilarang berdasarkan pasal 14 Undang-undang
Nomor 17 tahun 1992, yaitu:
a. Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran.
b. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing.
c. Melakukan penyertaan modal.
d. Melakukan usaha perasuransian.
25 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
24
e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan
pada kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh BPRS.
2. Produk-produk Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
a. Funding
Yakni bank menghimpun atau mengumpulkan dana dari nasabah
yang memiliki banyak uang dalam bentuk simpanan berdasarkan konsep
syariah.26
1) Tabungan Wadi’ah
Bank menerima tabungan pribadi maupun badan usaha
dalam bentuk tabungan bebas. Akad penerimaan yang digunakan
sama yakni wadi’ah. Bank akan memberikan kadar profit kepada
nasabah yang dihitung harian dan dibayar setiap bulan.
2) Deposito Wadi’ah / Deposito Mudharabah
Bank menerima deposito berjangka pribadi maupun badan
usaha. Akad penerimaannya wadi’ah atau mudharabah, dimana
bank menerima dana yang digunakan sebagai penyertaan sementara
dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dst. Deposan yang
menggunakan akad wadi’ah mendapat nisbah bagi hasil keuntungan
lebih kecil dari mudharabah bagi hasil yang diterima dalam
pembiayaan nasabah setiap bulan.
26 Ibid. hlm. 83.
25
b. Penyaluran Dana
BPRS melakukan penyaluran dana yang di simpan dari
masyarakat yang surplus, agar dapat produktif atau untuk konsumtif
kepada pihak bank dengan bagi hasil atau margin yang ditentukan
dalam aqad.27
1) Pembiayaan Mudharabah
Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan
pengelola dana (bank) yang keuntungannya dibagi menurut rasio
sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami kerugian maka
pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan bank
menanggung pelayanan materiil dan kehilangan imbalan kerja.
2) Pembiayaan Musyarakah
Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal
kedua pihak digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola
bersama-sama. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama
sesuai kesepakatan awal.
3) Pembiayaan Bai Bitsaman Ajil
Proses jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank
menalangi lebih dulu pembelian suatu barang oleh nasabah,
kemudian nasabah akan membayar harga dasar barang dan
keuntungan yang disepakati bersama.
27 Ibid. hlm. 85.
26
4) Pembiayaan Murabahah
Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank
menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal
kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh
nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin
keuntungan saat jatuh tempo).
5) Pembiayaan Qardhul Hasan
Perjanjian antara bank dan nasabah yang layak menerima
pembiayaan kebajikan, dimana nasabah yang menerima hanya
membayar pokoknya dan dianjurkan untuk memberikan ZIS.
6) Pembiayaan Istishna’
Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan
membelikan barang kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah
ditetapkan nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan harga
jual sesuai kesepakatan kedua belah pihak dengan jangka waktu
serta mekanisme pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan
kemampuan/keuangan nasabah.
27
7) Pembiayaan Al-Hiwalah
Penggambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang
telah jatuh tempo oleh BPRS, dikarenakan nasabah belum mampu
untuk membayar tagihan yang seharusnya digunakan untuk
melunasi hutangnya. Pembiayaan ini menggunakan prinsip
pengambil alihan hutang, dimana BPRS dalam hal ini akan
mendapatkan ujroh/ fee dari nasabah yang besar dan cara
pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
3. Jasa Perbankan Lainnya
Secara bertahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar
pembayaran berupa proses transfer dan inkaso, pembayaran rekening air,
listrik, telepon, angsura KPR, dan lain-lain. Bank juga mempersiapkan
bentuk pelayanan berupa dana talang berdasarkan pembiayaan bai salam.28
K. Badan-badan Pengembang Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Dalam rangka meningkatkan dan mengembankan kegiatam dan
pelaksanaan yang ada dalam badan usaha BPR syariah maka suatu badan dari
BPR syariah menyelengarakan dan membentuk suatu kegiatan yang dapat
meningkatkan BPR syariah yakni dengan memberikan pelatihan, pendidikan
dan tehnical asissistance untuk BPR syariah yang akan tumbuh.
28 MUI. Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: MUI,
2006).
28
Hingga saat ini minimal sudah terbentuk tiga yayasan yang turut serta
dalam pengembangan kegiatan BPR Syariah anatara lain29:
1. IESD (Institute For Syariah Economic Development)
Dalam hal ini secara bebrkesinambungan IESD akan terus
melakanakan program pendirian/ pemberian bantuan teknis kepada BPR
syariah di Indonesia khsusunya daerah potensial umat islam. Dan ada
beberapa program yang yang telah dilaksanakan yakni berupa teknis bagi
pendirian BPR syariah diberbagai tempat di Indonesia.
2. Badan yang yang membantu dalam kegiatan yayasan pendidikan dan
pengembangan bank syariah (YPBS)
Merupakan suatu bentuk kerja sama antara bank muamalat
Indonesia dengan ICMI. Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu
perkembangan dan mengembangkan BPR syariah di seluruh tanah air.
Kegiatan-kegiatan YPBS antara lain:
a. Pendidikan baik basik untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan
tinggi, maupun intermediate bagi para praktisi yang telah memiliki
minimal 2 tahun pengalaman di sektor perbankan.
b. Membantu proses pendirian.
c. Memberikan technical assistance.
29 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonesia, 2005), hlm. 91.
29
Selain dari beberapa usaha yang telah dilakukan diatas ada hal lain
yang di usahakan untuk meningkatkan kegiatan operasional dalam BPR
syariah yang berkaitan dengan pendidikan yakni berupa pengembangan
inkubasi bisnis (INBIS)
3. Pengembangan Inkubasi Bisnis (INBIS)
Berdasarkan riset yang dilakukan Bank Indonesia, Pengembangan
INBIS melibatkan perguruan tinggi sebagai upaya mempersiapkan
perguruan tinggi menuju entrepreneurial university melalui pengembangan
budaya kewirausahaan dengan cara:
a. Menumbuh kembangkan budaya kewirausahaan di lingkungan
perguruan tinggi.
b. Mewujudkan sinergi potensi perguruan tinggi dengan potensi dunia
usaha sehingga dapat menumbuhkembangkan IPTEK sesuai kebutuhan.
c. Mendorong pemanfaatan potensi bisnis akademik dan nonakademik
yang bernilai komersial.
d. Meningkatkan peluang keberhasilan wirausaha baru melalui kegiatan
pelayanan konsultasi terpadu.
e. Menumbuh kembangkan kegiatan-kegiatan yang mendorong
terwujudnya unit-unit usaha sebagai sumber pendapatan (income
generating unit) di perguruan tinggi dalam mengantisipasi otonomi
perguruan tinggi.
30
f. Dan Lembaga/departemen yang berperan dalam Inkubator Bisnis antara
lain Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Penelitian dan Pengkajian
Teknologi (BPPT) Kementerian Riset dan Teknologi serta Departemen
Pendidikan Nasional.
L. Laporan Yang Wajib Dilaporkan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah
(BPRS)
Adapun laporan yang wajib dilaporkan Bank Pengkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) adlaah sebagai berikut30:
1. Dalam Ketentuan Umum
a. BPRS Pelapor bertanggungjawab atas kebenaran dan kelengkapan
isi Laporan Bulanan serta ketepatan waktu penyampaian Laporan
Bulanan kepada Bank Indonesia.
b. BPRS wajib menyampaikan laporan BMPK kepada Bank Indonesia
yang berisi:
1) Fasilitas kredit kepada peminjam dan kelompok peminjam yang
melampaui BMPK
2) Seluruh fasilitas kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan BPR.
3) Laporan tersebut wajib disampaikan setiap bulan selambat-
lambatnya tanggal 14 (empat belas) setelah berakhirnya bulan
laporan yang bersangkutan.
30 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonesia, 2005), hlm. 101.
31
2. Laporan Berkala
a. Laporan bulanan adalah laporan keuangan dan hasil usaha yang terdiri
dari neraca, laba rugi, rekening-rekening administratif dan daftar rincian
pos-pos neraca dimaksud.
b. Laporan bulanan BPRS wajib disampaikan selambat-lambatnya tanggal
14 (empat belas) setelah berakhirnya bulan laporan, sementara Laporan
Bulanan Gabungan bagi BPR yang memiliki Kantor Cabang selambat-
lambatnya tanggal 16 (enam belas) setelah berakhirnya bulan laporan
yang bersangkutan.
c. Laporan bulanan BPRS yang selanjutnya disebut Laporan Bulanan
adalah laporan keuangan yang disusun oleh BPRS untuk kepentingan
Bank Indonesia, yang disajikan menurut sistematika yang ditentukan
oleh Bank Indonesia dalam format dan definisi yang seragam serta
dilaporkan dengan menggunakan sandi-sandi dan angka.
d. Laporan bulanan yang mencakup seluruh aspek keuangan dalam BPRS
antara lain:
1) Neraca.
2) Daftar Rincian Laba Rugi.
3) Rekening Administratif.
4) Daftar Rincian dari pos-pos dalam neraca dan pos-pos tertentu dari
rekening administratif serta rincian informasi penting lainnya.
32
3. Rencana Kerja Tahun
Rencana kerja tahun adalah rencana kegiatan dan anggaran selama
1 (satu) tahun takwim yang disusun oleh direksi atau yang setingkat serta
disetujui oleh dewan komisaris. Rencana kerja wajib disusun secara realistis
dan sekurang-kurangnya memuat:
a. Rencana penghimpunan dana.
b. Rencana penyaluran dana.
c. Proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi yang dirinci dalam 2 (dua)
semester.
d. Rencana pengembangan Sumber Daya Manusia.
e. Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki/meningkatkan kinerja bank
dan upaya untuk menyelesaikan perrmasalahan yang ada
BPR wajib menyampaikan Rencana Kerja Tahunan kepada Bank
Indonesia, selambat-lambatnya pada akhir bulan Januari tahun yang
bersangkutan dan BPRS pelapor adalah kantor pusat BPRS.
Dalam laporan berkala ini masih ada hal lain yang harus di
parhatikan antara lain:
a. BPRS pelapor wajib memiliki sistem dan prosedur konvensi yang di
tuangkan dalam suatu pedoman tertulis dan wajib menunjuk petugas dan
penanggung jawab untuk, menyusun dan menyampaikan laporan
bulanan.
33
b. BPRS dimyatakan terlambat menyampaikan laporan bulanan apabiala
melampaui batas waktu yang di tetapkan sampai dengan tanggal 21
bulan berikutnya setlah verkhirmya bulan laporan.
c. Dalam hal BPRS dibubarkan karena merger atau konsolidasi
denganBPRS lain sehingga tidak lagi menjadi BPRS Pelapor, BPRS
tetap wajib menyampaikan Laporan Bulanan untuk data akhir bulan
laporan sebelummerger atau konsolidasi.
d. Dalam hal BPRS masih dalam proses akuisisi dan sudah tidak
beroperasilagi, BPRS Pelapor tetap wajib menyampaikan Laporan
Bulanan ke BankIndonesia.
M. Evaluasi Kegiatan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, BPR Syariah harus
berdasarkan prinsip syariah Islam dalam menjalankan kegiatan operasionalnya
sebagaimana digariskan dalam Alquran dan hadits. Dalam penerapannya,
produk perbankan syariah dirumuskan dan memperoleh persetujuan dari Dewan
Syariah Nasional (DSN) sebagai lembaga yang ditetapkan pemerintah untuk
merekomendasikan produk perbankan syariah telah sesuai dengan ketentuan
syariah. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank syariah khususnya BPRS
masih memerlukan penyempurnaan, terutama dalam melaksanakan ketentuan-
ketentuan dan prinsip-prinsip syariah secara utuh.31
31 Antonio Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, hlm. 63.
34
Hal ini dirasakan seperti dalam penerapan produk piutang murabahah,
dimana perjanjian antara bank dengan nasabah terkait dengan perjanjian jual
beli atas sesuatu barang untuk nasabah. Pihak bank telah mempelajari dengan
seksama pengajuan permintaan kebutuhan barang untuk mendukung kegiatan
nasabah, menyetujui permintaan nasabah untuk membeli barang dan menjual
kepada nasabah dengan harga sesuai dengan harga pokok penjualan ditambah
margim keuntungan yang diminta pihak bank.
Dalam pelaksanaannya, BPRS mengalami kesulitan dalam memenuhi
ketentuan fatwa DSN ketika dalam transaksi piutang murabahah pihak bank
masih memberikan uang bukan barang, lalu mempercayakan kepada nasabah
untuk membeli barang yang dikehendaki sesuai jenis dan spesifikasi yang telah
disepakati.
Hal ini masih terkesan bahwa BPRS memberikan pinjaman uang dan
bukan membelikan barang. Kesulitan teknis pada transaksi pembelian barang
sesuai kebutuhan nasabah yang melibatkan pihak ketiga/supplier diharapkan
dapat diminimalisir dengan terjalinnya kerjasama dengan pihak ketiga/supplier
sebagai mitra usaha BPRS dalam menyediakan barang-barang kebutuhan
nasabah. Namun, kendala dan permasalahan tersebut diharapkan dapat teratasi
manakala ada komitmen yang kuat dari stakeholders pengurus bank untuk
secara konsisten dan istiqamah menjalankan kegiatan usaha dan perjanjian
sesuai syariah Islam dan sesuai fatwa DSN.
35
Pelaksanaan kegiatan usaha BPRS secara kaffah sesuai syariah Islam
mutlak dilakukan, karena justru dengan demikian kepercayaan masyarakat
kepada perbankan syariah akan semakin meningkat, bukan sebaliknya.
Menganggap pelaksanaan kegiatan usaha bank syariah sama dengan kegiatan
usaha bank konvensional.
Sangat tepat jika cetak biru perkembangan perbankan syariah yang
disiapkan oleh biro Perbankan Syariah Bank Indonesia telah menggariskan
kebijakan stategis dan objektif sampai tahun 2004, yakni mendorong perbankan
syariah untuk mematuhi dan melaksanakan kegiatan operasional sesuai syariah
secara konsisten.
Dalam presefktif syariah, jika kegiatan usaha perbankan syariah
dilaksanakan semata-mata sesuai ketentuan syariah, maka diharapkan usaha
tersebut akan memperoleh rida dari Allah SWT dan memberikan kemaslahatan
bagi seluluh umat.
Selain itu dalam pertumbuhannya juga, operasionalisasi perbankan
syariah masih bertumpu pada aturan-aturan yang diterapkan dalam bank
konvensional karena industri perbankan konvensional telah berkembang selama
3 abad dan perbankan syariah baru tumbuh dalam tiga dekade terakhir.
Walaupun disadari bahwa perbankan syariah berbeda secara sistem dari bank
konvensional, baik menyangkut sistem operasional dan beberapa produk
perbankan yang sangat spesifik terkait dengan syariah Islam.
36
Dalam perbankan konvensional peminjaman uang dalam bentuk kredit
dengan mengambil bunga tertentu diperbolehkan, namun untuk bank syariah
peminjaman uang tidak boleh ada nilai lebih.
Artinya jika nasabah diberi pinjaman seribu rupiah maka harus kembali
seribu rupiah, tidak boleh ada lebih, karena kelebihan pembayaran tersebut
dikategorikan riba. Hal-hal semacam ini menunjukkan perlakukan yang berbeda
sekaligus membutuhkan pemahaman atas pengawasan yang berbeda.
Regulasi sistem pengawasan atas bank syariah masih banyak
mendasarkan pada pola bank konvensional. Kondisi ini tidak dapat sepenuhnya
disalahkan karena perkembangan bank syariah tidak mulus. Bank Syariah
pertama dimulai di Mesir pada tahun 1963 dalam bentuk bank tabungan
pedesaan dan ditutup tahun 1973 karena alasan politis. Di Pakistan didirikan
bank koperasi dengan dasar syariah namun pada bulan Juni 1965 bank tersebut
ditutup disebabkan karena salah dalam pengelolaan dan kurangnya supervisi
resmi. Baru pada tahun 1975, Dubai Islamic Bank menjadi pelopor dalam
peletakan awal sendi-sendi perbankan syariah di dunia. Setelah pendirian
tersebut, tercatat sampai akhir tahun 1996 telah didirikan lebih dari 166 lembaga
keuangan syariah atas prakarsa swasta maupun pemerintah.
37
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia juga tidak terlepas dari
perkembangan perbankan syariah internasional. Sejak adanya perbaikan dalam
undang-undang perbankan pasca Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
menunjukkan peningkatan yang sangat pesat. Hal tersebut ditunjukkan dengan
asset bank syariah pada tahun 1993 sebesar Rp460 miliar, tahun 1998 sebesar
Rp600 miliar dan pada September 2004 telah menjadi Rp12 triliun.32
Dibalik perkembangan aset yang menggembirakan tersebut, terdapat
kekhawatiran bahwa perkembangan perbankan syariah merupakan suatu eforia
reformasi. Eforia perkembangan yang pesat merupakan perkembangan yang
semu dan berbahaya bila tidak dilandasi kerangka kelembagaan dan pengaturan
yang memadai dari aspek best practices. Kerangka kelembagaan dan
pengaturan yang tidak memadai rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan
yang senantiasa mengintai industri perbankan nasional.
Sejarah pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia tidak
terlepas dari adanya keinginan untuk mengembangkan perbankan nasional
sekaligus untuk menanggulangi kejahatan perbankan yang menyertainya.
Pengawasan bank melalui audit terhadap bank pemerintah dilakukan
berlapis-lapis oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kantor Akuntan Publik termasuk oleh
Bank Indonesia (BI) sendiri. Namun, mengapa dengan berbagai upaya tersebut,
pembobolan yang mencolok mata tetap terjadi.
32 Antonio Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, hlm. 69.
38
Pembobolan Bank BNI melalui transaksi L/C fiktif, yang nilainya
mencapai di atas Rp1 triliun, terjadinya permainan atau pemalsuan dokumen
NCD (Negotiable Certificate Document) di Bank Mandiri, merefleksikan
pengawasan bank yang belum berjalan sebagaimana mestinya (Bisnis Indonesia,
27/10/2003).
Fakta-fakta di atas menimbulkan pertanyaan apakah Bank Indonesia
sebagai pengatur bank di Indonesia mampu melakukan pengaturan yang efektif
terhadap perbankan syariah. Kasus-kasus kejahatan perbankan seperti di atas,
bukan tidak mungkin dapat menimpa perbankan syariah. Fakta-fakta ini
menunjukkan bahwa penelitian dan kajian manajemen risiko bukan hanya untuk
BI tetapi juga untuk manajemen bank itu sendiri. Perlu usaha bersama dari
berbagai pihak agar di dapatkan model manajemen risiko yang lebih sesuai
dengan bank syariah.
39
N. Harapan Pengembangan Usaha Bank Pengkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) di Masa Mendatang
Adapun yang menjadi harapan pengembangan usaha Bank Pengkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) di masa mendatang, yaitu:33
1. Peningkatan Kegiatan Sosialisasi Produk dan Jasa Perbankan
Syariah ke seluruh Lapisan Masyarakat
Sosialisasi produk perbankan syariah masih dirasakan sangat
kurang. Merujuk hasil penelitian kinerja industry BPRS di Indonesia
yang diselenggarakan oleh biro perbankan syariah Bank Indonesia tahun
2002, diperoleh gambaran bahwa pemahaman masyarakat terhadap
kegiatan operasional bank syariah khususnya dan konsep keuamgam
syariah pada umunya masih perlu ditingkatkan.
Media promosi produk dan kegiatan operasional perbankan
syariah pada umumnya baru sebatas penyediaan brosur, melalui
pelayanan dan pemasaran langsung petugas bank dengan pelayanan
jemput bola, dan memanfaatkan peran alim ulama serta tokoh
masyarakat dalam memasarkan produk perbankan syariah. Penggunaan
medis cetak dan elektronik tampaknya belum menjadi alternative
promosi bagi BPRS. Dana promosi yang terbatas yang dialokasikan
dalam anggaran belanja BPRS terkait dengan masih kecilnya skala
operasional BPRS itu sendiri.
33 Antonio Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, hlm. 72.
40
Perlu kiranya dipikirkan kegiatan promosi bersana yang
diselenggarakan atas partisipasi segenap unsure perbankan syariah,
industry keuangan syariah, lembaga penunjang lainnya dan semua pihak
agar perbankan syariah dan kegiatan investasi sesuai syariah lainnya
dikenal luas oleh masyarakat.
2. Teciptanya Altenatif Sumber Pendanaan dan Peningkatan
Kemampuan Permodalan BPRS
Pada tahun 1988, Bank Indonesia menyediakan fasilitas
pembiayaan likuiditas bagi BPRS dalam bentuk pembiayaan Modal
Kerja (PMK-BPRS) dan pembiayaan bagi Pengusa Kecil dan Mikro
(PPMK) dengan plafon sebesar maksimal satu kali jumlah modal disetor
BPRS untuk kategori BPRS yang berturut-turut sehat selama dua tahun
terakhir. Tetapi dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999, maka
Bank Indonesia tidak diperkenankan menyalurkan pembiayaan
likuiditas kepada perbankan, dan mengalihkannya kepada lembaga lain
yang dirujuk oleh pemerintah dan Bank Indonesia.
Fasiliatas pembiayaan modal kerja bagi perkembangan BRPS
dan fasilitas pembiayaan likuiditas Bank Indonesia tersebut betul-betul
dirasakan manfaatnya bagi BPRS, terutama untuk memenuhi
permintaan pembiayaan mudal kerja dari nasabah pengusaha kecil dan
mikro, sesuai arah dan sasaran yang hendak dicapai untuk
pengembangan usaha ekonoi produktif yang dikembangkan pengusaha
kecil dan mikro di pedesaan.
41
Sejak dialihkannya penyediaan fasilitas pembiayaan tesebut dari
Bank Indonesia kepada lembaga lain, akses BPRS untuk memperoleh
sumber pendanaan selain dari penghimpunan dana dari masyarakat lebih
banyak diperoleh dari kerjasama pembiayaan dengan bank umum
syariah untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah BPRS
lemahnya sumber pendanaan BPRS juga karena kesulitan BPRS itu
sendiri untuk mengakses sumber pendanaan dari lembaga dan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang membatasi penempatan
investasinya hanya di bank umum atau bank pemerintah lainnya.
Sementara itu kemampuan para pemegang saham dalam
meningkatkan struktur permodalan bank terutama dalam rangka
mengimbangi peningkatan dan perkembagan usaha bank juga masih
belum diharapkan. Keadaan ini mungkin sejalan dengan keadaan
perekonomian nasional secara makro pada saat ini yang belum pulih
sesuai yang diharapkan. Kesulitan sumber pendanaan bagi BPRS ini
dapat dibantu dengan melonggarkan kewajiban investasi dari badan
usaha milik pemerintah dan swasta dan memberikan peluang
berinvestasi d BPRS, dengan tetap memperhatikan prinsp-prisip dan
kaidah investasi yang aman dan menguntungkan.
Kebijakan penyaluran pembiayaan usaha kecilm s\dari
penyisihan 5% dari laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada
pengusaha kecil, menengah dan koperasi dalam rangka pengembangan
usahanya, kiranya dapat disalurkan melalui BPRS sebagai dana bergulir.
42
Dengan demikian efektivitas penyaluran pembiayaan tersebut
diharapkan lebih meningkat.
3. Peningkatan Kehandalan Bankir BPRS dalam Memahami Prinsip
Syariah
Keterbatasan banker syariah yang handal dan menguasai
operasional perbankan syariah serta menjalankan secra konsukeun
prinsip-prisip syariah merupakan masalah yang mendasar bagi
perbaikan BPRS dan pengembangan di masa mendatang.
Lembaga pendidikan non formal yang khusus memberikan
pelatihan (training) tentang produk dan ajsa perbankan syariah masih
terbatas. Maka diharapkan akan tumbuh lembaga-lembaga baru sebagai
pendukung pengembangan BPRS, termasuk antaranya
lembaga/konsultan perbankan syariah.
iii
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
MUI. 2006. Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Jakarta: MUI.
Sjahdeini, Sutan Remy. 2005. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam
Tata Hukum Perbankan Islam. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.
Sudarsono, Heri. 2005. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonesia.
Syafi’I, Antonio Muhammad. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
B. Peraturan Perudang-undangan
Republik Indonesia. 1998. Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank
Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil Pasal 1 (butir 4) Undang-undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Lembaran Negara RI Tahun 1998 No. 10. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.
32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan
Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Sekretariat Bank Indonesia. Jakarta.
iv
Republik Indonesia. Keppres No. 38 tahun 1988 tentang Bank Pengkreditan
Rakyat. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Republik Indonesia. SK Direksi BI No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dan SK Direksi BI No.
32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran BI No.
32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah. Sekretariat Bank Indonesia. Jakarta.