BANK INDONESIA - bi.go.id fileAnalisa Sensitivitas ... kayu lebih di dominasi oleh ekspor kayu lapis...

26
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI KERAJINAN KAYU BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Transcript of BANK INDONESIA - bi.go.id fileAnalisa Sensitivitas ... kayu lebih di dominasi oleh ekspor kayu lapis...

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

INDUSTRI KERAJINAN KAYU

BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 1

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 a. Latar Belakang ...................................................................................................... 2 b. Tujuan ..................................................................................................................... 3

2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ ..... 3 a. Organisasi .............................................................................................................. 3 b. Pola Kerjasama ..................................................................................................... 6 c. Penyiapan Proyek ................................................................................................ 6 d. Mekanisme Proyek ............................................................................................... 8 e. Perjanjian Kerjasama ......................................................................................... 9

3. Aspek Pemasaran ................................ ................................ ....... 11 a. Peluang Pasar ...................................................................................................... 11 b. Persaingan ........................................................................................................... 12 c. Jaringan Distribusi .............................................................................................. 13

4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 14 a. Spesifikasi Produk .............................................................................................. 14 b. Keterampilan ....................................................................................................... 14 c. Bahan Baku .......................................................................................................... 14 d. Tenaga Kerja ....................................................................................................... 15 e. Proses Produksi ................................................................................................... 15 f. Sarana Produksi ................................................................................................... 17

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 18 a. Umum .................................................................................................................... 18 b. Biaya Investasi.................................................................................................... 18 c. Biaya Produksi ..................................................................................................... 19 d. Kebutuhan Modal Kerja ..................................................................................... 19 e. Analisis Keuangan .............................................................................................. 20 f. Analisa Sensitivitas ............................................................................................. 21

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 22 a. Aspek Sosial Ekonomi ....................................................................................... 22 b. Dampak Lingkungan .......................................................................................... 22

7. Kesimpulan ................................ ................................ ................ 24

LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 25

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 2

1. Pendahuluan a. Latar Belakang

Usaha kerajinan kayu bagi masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah pariwisata umumnya merupakan usaha yang telah lama di tekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi sebelumnya.

Sentra kerajinan kayu dari daerah kunjungan wisata yang menonjol antara lain dari Bali, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Irian Jaya dan Nusa Tenggara.

Barang-barang kerajinan kayu tersebut di minati oleh wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia, malahan ada beberapa produk mainan yang sudah diekspor ke manca negara, meskipun secara volume dan nilai ekspor belum dapat bersaing dengan volume dan nilai ekspor komoditi andalan yang lainnya baik di sektor migas maupun non migas.

Khususnya barang-barang ekspor Indonesia di luar non migas yang berbahan kayu lebih di dominasi oleh ekspor kayu lapis dan kayu olahan lainnya, oleh karena itu data ekspor yang khusus kerajinan kayu dari BPS belum dapat di observasi secara langsung, masih dikaitkan dengan ekspor barang-barang dari kayu laiinya.

Pembahasan mengenai peluang perkembangan usaha kerajinan kayu dapat juga dilakukan dengan melihat perkembangan produksi di suatu daerah, misalnya dalam tulisan ini dari daerah Bali. Kecendrungan volume produksi yang meningkat menunjukkan juga bahwa peluang usaha di sektor tersebut cukup baik.

Dengan melihat prospek pengembangan usaha kerajinan kayu yang baik tersebut di sertai pertimbangan local content dari produknya yang tinggi serta banyanya pertimbangan tenaga kerja yang dibutuhkan kiranya cukup menjadi pertimbangan bagi perbankan untuk membiayai sektor usaha kecil dimaksud.

Jaminan keamanan dari pembiayaannya dapat ditingkatkan dengan melibatkan peranan pemasaran, bantuan teknis produksi, bantuan pengadaan bahan baku dan penyediaan jaminan tambahan dari Perusahaan Mitra Usaha Besar yang menjadi mitra kerjanya. Disamping peran pihak perusahaan Penjamin Kredit juga cukup potensial untuk dimanfaatkan

Bahan baku kayu bagi industri kerajinan dapat di katakan hampir tidak mempunyai batasan jenis dan ukuran, bahkan limbah kayu pun dapat dimanfaatkan sehingga secara nasional pengembangan usaha ini akan memberikan dampak positif terhadap kenaikan efisiensi sumber daya alam Indonesia.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 3

b. Tujuan

Penulisan Model Kelayan PKT industri kerajinan kayu dimaksudkan untuk antara lain :

1. Memberikan informasi bagi Perbankan mengenai model kemitraan yang layak untuk dibiayai, khususnya usaha kerajinan kayu.

2. Memberikan informasi dan acuan yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh usaha kecil maupun usaha besar yang berminat mengembangkan kemitraan usaha kerajinan kayu.

2. Kemitraan Terpadu

a. Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

1. Petani Plasma

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 4

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.

Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.

2. Koperasi

Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan

3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 5

petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya.

4. Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.

Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 6

potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.

b. Pola Kerjasama

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/ Pengolahan Eksportir.

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.

c. Penyiapan Proyek

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 7

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai dari :

a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;

b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses pemasarannya;

c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;

d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent);

e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);

f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 8

statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

d. Mekanisme Proyek

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 9

diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.

e. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil;

b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi;

d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit

bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma

a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;; b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang

lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-

panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan; d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang

disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit; e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya

oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;

f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan

g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 10

dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 11

3. Aspek Pemasaran a. Peluang Pasar

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai wilayah hutan penghasil kayu yang cukup luas. Hasil produksi hutan Indonesia merupakan produk unggulan komparatif di mana sebagian besar hasil produksi hutan berupa kayu dalam segala bentuknya di ekspor ke manca negara, serta merupakan penghasil devisa unggulan sektor non migas.

Sebagai referensi, data Statistik industri dan Perdagangan no 177 tahun 1998 menunjukkan perkembangan volume dan nilai ekspor barang-barang dari kayu seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Perkembangan Volume Dan Nilai Ekspor Barang-barang Dari Kayu Indonesia

Jenis Barang Tahun Volume/Ton Nilai/USD (000)

Plywood, triplek, veneers, wood worked.

1993

1994

1995

1996

1997

Jul 1998

6.488.748,12

6.192.426,98

5.740.009,92

5.623.472,66

5.321.971,06

2.997.740,56

4.585.604,47

4.125.224,85

3.826.965,36

3.991.449,03

3.742.789,22

1.287.102,97 Barang-barang kayu 1993

1994

1995

1996

1997

Jul 1998

512.402,08

703.147,20

638.498,21

632.476,46

574.811,65

263.438,64

534.411,35

707.656,35

836.051,29

851.361,29

711.820,79

283.864,20

Data tersebut di atas belum dapat memberikan informasi mengenai volume dan nilai ekspor kerajinan kayu, sehingga belum dapat di jadikan patokan menilai perkembangan peluang usaha kerajinan kayu.

Untuk itu perlu di lihat juga perkembangan produksi dari kerajian kayu daerah setempat sebagai contoh dapat dilihat perkembangan industri

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 12

kerajinan kayu di daerah Bali, menurut data Kanwil Deperindag Propinsi Bali nilai ekspor kerajinan kayu (wood craft ) tahun 1993 - 1997 seperti terlihat pada tabel 2 dibawah ini :

Tabel 2. Perkembangan Nilai Ekspor Kerajinan Kayu Propinsi Bali Tahun 1993- 1997

Tahun Nilai (U S $) 1993

1994

1995

1996

1997

35,306,000

40,443,000

61,910,000

64,500,000

86,881,000

Dengan metoda linear didapat perkiraan pertumbuhan ekspor seperti terlihat pada tabel 3 di bawah ini :

Tabel 3. Perkiraan Pertumbuhan Ekspor Kerajinan Kayu Propinsi Bali

Tahun 1998 - 2000 Tahun Nilai (U S $)

1998

1999

2000

2001

2002

94,954,100

106,670,800

118,387,500

130,104,200

141,820,900

Kecendrungan perkembangan industri kerajinan kayu tersebutmenunjukkan kecendrungan produksi produksi yang meningkat, dengan perkataan lain usaha tersebut berkembang dengan baik, ini berarti bahwa peluang usaha kerajinan kayu utamanya untuk ekspor masih terus berkembang dan mempunyai prospek yang baik.

b. Persaingan

Pada dasarnya desain dan bahan baku kerajinan kayu Indonesia bersifat spesifik sehingga umumnya pesaing datang dari dalam negeri, bukan dari luar negeri

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 13

Persaingan dalam negeri ini umumnya usaha kecil juga, sehingga karakteristik usaha di sektor ini antara lain adalah :

1. Mitra UK tidak mempunyai kemampuan ekspor langsung, tetapi melalui eksportir

2. Dalam hal desain yang sama, baku mutu produk agak sulit untuk diterapkan, sehingga pesanan dalam jumlah besar agak suiit untuk dipenuhi.

3. Banyak diantara eksportir adalah orang asing yang langsung membawa desain sendiri yang diminati konsumen luar negeri, sehingga produk yang dihasilkan menjadi tidak spesifik lagi dan kehilangan sebagian keunggulan kompetitifnya dalam jangka panjang kondisi ini secara nasional tidak menguntungkan

4. Karena eksportir (terutama yang asing) dapat berhubungan secara langsung dengan mitra UK, maka jika diantara Mitra UK tidak ada ikatan persatuan yang kuat bargaining position menjadi melemah.

Faktor karekteristik usaha kerajinan tersebut di atas perlu di kaji lebih mendalam apabila Perbankan ingin membiayai sektro usaha di maksud.

c. Jaringan Distribusi

Karena umumnya usaha kerajinan kayu tidak melaksanakan ekspor sendiri maka rantai pemasaran dapat di gambarkan sebagai berikut : a. Untuk pasar dalam negeri :

b. Untuk pasar ekspor :

Khusus untuk pasar ekspor, biasanya margin keuntungan yang terbesar di nikmati oleh eksportir, importir dan pedagang perantara luar negeri.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 14

4. Aspek Produksi a. Spesifikasi Produk Secara umum jenis produk kerajinan kayu terdiri dari 3 jenis, yaitu "art product" (Sebagian besar pengerjaan tangan/seni), " mass product " (sebagian besar pengerjaan mesin dan seni). Ketiga jenis pokok produk kerajinan kayu tersebut bentuk dan jenisnya sangat variatif dengan jumlah yang relatif banyak. Jenis-jenis produk tersebut ada yang berbentuk binatang, bunga-bungaan, buah-buahan, ikan-ikanan, perabot rumah tangga, aksesoris, mainan anak dan jenis lainnya. Dari sisi fungsinya dapat di bedakan dua jenis yaitu untuk barang seni (pajangan) dan barang seni sekaligus fungsional seperti untuk perabotan rumah tangga. Desain produk kerajinan kayu memerlukan inovasi dan kreativitas yang di-nami karena dari waktu ke waktu desain produk kerajinan kayu sangat cepat berubah sesuai dengan selera pasar khususnya dengan pasar orientasi ekspor. Desain kerajinan kayu dengan tujuan ekspor bisa berasal dari order importir atau atas kreatifitas seniman/pengrajin kayu lokal. Dalam model kelayakan PKT ini jenis produk kerajinan kayu yang di produksi adalah " mass dan art product" berbentuk binatang (kodok) dan alat rumah tangga (kursi matahari dan cermin). b. Keterampilan Keterampilan UK Kerajinan Kayu memproduksi kerajinan kayu umumnya di peroleh secara turun temurun dari orang tua maupun tetangga di sekitarnya, tetapi keterampilan menciptakan desain baru hanya di miliki oleh orang/seniman tertentu. Sehingga keterampilan memproduksi dan finishing UK Kerajinan Kayu tidak perlu diragukan lagi, yang perlu di perhatikan adalah kemampuan menciptakan desain baru yang memenuhi selera konsumen. Kerjasama dengan Dewan Kerajinan serta Rumah desain perlu di kembangkan untuk menciptakan alternatif produk yang lebih baik dan mempunyai prospek pasar yang lebih menguntungkan, disamping itu perlu di informasikan kepada UK Kerajinan Kayu tentang perlunya memperhatikan dan mendaftarkan hak paten desain baru.

c. Bahan Baku

Bahan baku yang di gunakan dalam pembuatan berbagai macam jenis produk kerajinan kayu diantaranya adalah kayu sengon, jabon dan jati. Sumber bahan baku tersebut didapatkan secara lokal atau didatangkan dari luar daerah.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 15

Bahan Pembantu

Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan berbagai macam jenis kerajinan kayu terdiri dari berbagai jenis cat tembok, pewarna, semir.

d. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang diperlukan dalam rangka pengembangan usaha kerajinan kayu ini terdiri dari :

Manajemen Koperasi :

1. Manajer : 1 orang 2. Kasir : 1 orang 3. Juru buku : 1 orang 4. Bagian Gudang/ Penjualan : 1 orang 5. Bagian Tabungan : 2 orang

Manajemen masing-masing Mitra UK

1. Pemelik/Pengelola : 1 orang 2. Administrasi : 1 orang 3. Pengawas Produksi : 1 orang 4. Bagian Pemasaran : 1 orang 5. Pengrajin kayu : 20 orang

e. Proses Produksi

Proses pembuatan kerajinan kayu merupakan gabungan proses mekanik (pemotongan dan pemolaan kayu) dan pengerjaan seni tradisional (pembentukan produk jadi secara manual). Kerajinan kayu di hasilkan merupakan hasil kerajinan yang mempunyai kandungan seni (art) dan fungsional. Dalam proses pembuatannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : pemotongan kayu gelondongan, pemotongan kayu sesuai dengan ukuran model produk, pembentukan model-model produk dengan mesin bubut, pengukiran (pembentukan produk jadi), pengamplasan, pewarnaan dan finishing. Aliran proses pembuatan berbagai macam jenis kayu tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 16

Gambar 2 Aliran Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Kayu

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 17

f. Sarana Produksi

Mesin dan peralatan yang digunakan untuk dalam pembuatan kerajinan kayu dalam setiap tahapan sebagai berikut :

1. Tahap penyiapan bahan baku kayu umumnya menggunakan mesin potong kayu (band saw) dan alat pengering (dry klin).

2. Tahap pembentukan di bantu oleh band saw kecil dan mesin potong handy seperti gergaji dan pahat.

3. Tahap pembentukan halus atau pengukiran dengan menggunakan pahat.

4. Tahap penghalusan biasanya menggunakan amplas dan banyak menggunakan tenaga manusia.

5. Tahap finishing biasanya di bantu dengan mesin semprot cat dan kuas untuk mewarnai.

6. Tahap pengepakan untuk keperluan pengiriman.

Bangunan produksi bentuk dan ukurannya bervariasi tergantung pada jenis produk yang dibuat, ada yang memanfaatkan ruang di rumah, tetapi ada juga yang membuat bangunan khusus berbentuk gudang.

Ketersediaan listrik bagi peralatan dan penerangan merupakan saran yang sangat menunjang proses produksi kerajinan kayu. Dalam hal finishing menggunakan cat/piltur, umumnya proses produksi memerlukan rak-rak tempat pengeringan.

Jenis dan jumlah mesin/peralatan yang diperlukan tentu saja tergantung pada jenis produk dan skala produksinya dan umumnya peralatan tersebut di atas dapat diperoleh di dalam negeri.

Pada model kelayakan PKT ini tanah, bangunan, peralatan produksi, peralatan kantor dan kendaraan yang digunakan dalam pengembangan usaha kerajinan kayu ini dapat di lihat pada lampiran 1.2

Rencana Produksi

Rencana kapasitas produksi kerajinan kayu model PKT ini selama periode investasi tahun ke -1 sampai dengan tahun ke-5 dapat dilihat pada lampiran 1.6.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 18

5. Aspek Keuangan a. Umum

Analisa ini diharapkan akan dapat menjawab apakah para produsen kerajinan kayu (mitra usaha kecil) akan mendapatkan nilai tambah dari proyek ini, serta mampu mengembalikan kredit yang diberikan oleh bank dalam jangka waktu yang wajar.

Perhitungan analisa kelayakan ini didasarkan pada kelayakan usaha produksi kerajinan kayu dengan mengambil jenis produk binatang (hiasan) dan alat rumah tangga (hiasan dan fungsional). Ketiga jenis produk dalam analisa finansial ini adalah bentuk kerajinan kayu berupa kodok (hiasan), kursi matahari dan cermin (hiasan dan fungsional).

Model kelayakan usaha ini merupakan pengembangan usaha kerajinan kayu yang telah berjalan dan untuk menumbuhkan kemandirian usaha dan peningkatan nilai penjualan bagi mitra usaha kecil yang selama ini telah bermitra dengan usaha menengah/besar.

Skim kredit yang digunakan dalam analisa keuangan ini adalah skim Kredit Usaha Kecil (KUK) dengan tingkat suku bunga 24 % per tahun. Selama masa pengembangan dengan penambahan investasi baru, mitra usaha kecil (produksi kerajinan kayu) diberikan masa tenggang (grace period) selama 3 bulan. Pembayaran angsuran kredit pokok untuk proyek ini mulai di lakukan pada bulan ke -4.

Parameter teknis dan financial untuk perhitungan analisa keuangan proyek pengembalian kerajinan kayu ini dapat dilihat pada Lampiran 1.1. Selanjutnya dengan mempertimbangkan kemungkinan penurunan harga jual dan kenaikan harga biaya produksi, maka di lakukan analisa sensitifitas, dengan berbagai variabel penurunan harga (Lampiran 1.14).

Kebutuhan pembiayaan investasi, biaya produksi dan modal kerja untuk pengembangan usaha kerajinan kayu dapat di lihat pada Lampiran 1.2, Lampiran 1.3, dan Lampiran 1.4

b. Biaya Investasi

Biaya investasi pada tahun ke-1 pengembangan usaha kerajinan kayu ini sebesar Rp.17.000.000 yang terdiri dari pembiayaan dana sendiri sebesar Rp. 5.100.000 dan kredit investasi sebesar Rp.11.900.000 Biaya investasi terdiri dari :

1. Perluasan Bangunan Kerja Rp 5.000.000

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 19

2. Mesin dan Peralatan Produksi - Mesin Amplas 2 buah Rp 1.400.000 - Mesin Potong 1 buah Rp 9.500.000 - Peralatan Kecil 5 set Rp 500.000

3. Peralatan Kantor - Kalkulator 1 buah Rp 100.000 - Mesin tik 1 buah Rp 500.000.- Perhitungan biaya investasi dapat di lihat pada Lampiran 1.2

c. Biaya Produksi

Biaya produksi pengembangan usaha kerajinan kayu terdiri dari Biaya Tetap dan Biaya Variabel. Jumlah biaya tetap pada tahun ke - 1 sebesar Rp.49.713.392 dan pada tahun ke- 2 sampai tahun ke- 5 sebesar Rp.49.400.000. Biaya tetap tahun ke-1 lebih besar dari tahun-tahun berikutnya karena pada tahun ke -1 terdapat biaya administrasi kredit sebesar Rp.313.392

Biaya tetap pada tahun ke -2 sampai tahun ke-5 terdiri dari :

1. Administrasi dan Umum Rp 100.000/bulan 2. Transportasi Rp 300.000/bulan 3. Listrik, Air dan Telpon Rp 250.000/bulan 4. Biaya Pemeliharaan Rp 200.000.-/bulan 5. Penyusutan Rp 12.900.000/bulan 6. Biaya Gaji Rp 1.750.000/bulan 7. Lain-lain Rp 200.000/bulan

Perincian mengenai biaya tetap di atas dapat dilihat pada Lampiran 1.3.

Biaya Variabel terdiri dari : 1. Bahan Baku (kayu) Rp 8.125.000/bulan 2. Tenaga Kerja Rp 20.700.000/bulan 3. Cat dan Finishing Rp 4.950.000/bulan Perhitungan kebutuhan variabel tersebut dapat di lihat pada lampiran 1.3

d. Kebutuhan Modal Kerja

Kebutuhan modal kerja usaha kerajinan kayu pada tahun ke-1 sebesar Rp. 61.605.061 yang terdiri dari pembiayaan dengan dana sendiri sebesar Rp 24.642.024 dan pembiayaan dari kredit modal kerja sebesar Rp 36.963.037

Pelunasan kredit investasi di rencanakan selama lima tahun dan pelunasan kredit modal kerja di rencanakan selama tiga tahun (setiap akhir tahun di perpanjang). Dalam pelunasan kredit ini diperlukan grace period selama 3 bulan dengan tingkat suku bunga sebesar 24% per tahun. Rencana pelunasan kredit investasi dan modal kerja dapat di lihat pada Lampiran 1.5

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 20

e. Analisis Keuangan

Proyeksi Laba/Rugi

Nilai penjualan hasil industri kerajinan kayu pada tahun ke-1 di rencanakan meningkat sebesar 15 % di bandingkan pada tahun ke -0 dan pada tahun-tahun berikutnya di asumsikan tumbuh hanya sebesar 5 %. Nilai penjualan pada tahun ke-1 dan tahun ke-5 diproyeksikan masing-masing sebesar Rp 573.120.000 dan Rp 663.458.040

Proyeksi Aliran Kas

Proyeksi aliran kas periode investasi tahun ke -1 sampai ke-5 dapat dilhat pada Lampiran 1.7. Posisi kas akhir pada tahun ke-1 sebesar Rp.107.854.453, dan pada akhir tahun ke-5 sebesar Rp 259.546.429. Proyeksi aliran kas bulanan selama dau tahun periode investasi dapat dilihat pada lampiran 1.8.

Proyeksi Neraca

Proyeksi neraca periode investasi tahun ke-1 sampai tahun ke-5 dapat di lihat pada Lampiran 1.9. Pada periode investasi tahun ke-1 besarnya aktiva dan modal sendiri masing-masing sebesar Rp.282.740.844 dan Rp 216.586.968 serta pada tahun ke -5 masing-masing Rp 427.188.183 dan Rp 337.413.505

Kriteria Kelayakan Proyek

Untuk menilai kelayakan proyek ini digunakan kriteria Net Present Value (NPV), Internal rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C) dan Pay Back Period, seperti tampak pada Tabel 4

Tabel 4. Kriteria Kelayakan Usaha Kerajinan Kayu No Kriteria Kelayakan Nilai 1 2 3 4

NPV (df = 24 %) B/C Ratio IRR Pay back Period

Rp. 58,92 juta 1,15 96,07

48 bulan

Untuk melihat perhitungan analisa kelayakan tersebut selengkapnya dapat di lihat pada Lampiran 1.10, Lampiran 1.11, Lampiran 1.12 dan Lampiran 1.13

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 21

f. Analisa Sensitivitas

Dengan pertimbangan bahwa harga jual produk kerajinan kayu cenderung fluktuatif serta harga komponen biaya produksi sering berubah seperti cat kayu pada saat ini lebih banyak di pengaruhi depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika, maka studi ini mencoba mengkaji sejauh mana penurunan harga jual produk dan kenaikan biaya variabel produksi dari asumsi yang dikemukan berpengaruh terhadap kelayakan proyek yang di ukur dengan perubahan NPV, Internal rate of Return (IRR), Benefit Cost ratio (B/C) dan Pay Back Period.

Hasil untuk analisa sensitivitas Usaha Kerajinan Kayu dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Analisa Sensitivitas Usaha Kerajinan Kayu

Uraian Satuan Normal

Harga jual Turun Th 1(1%), Th 2(2%), Th

3(2,5%), Th 4(3%), Th 5(4%)

NPV Rp. 58,924,598 20,283,405 IRR % 96,07 44,57 Payback Period Bulan 48 B/C Ratio 1.15 1,05

Uraian Satuan Normal

Biaya Produksi Naik Th 1(1%), Th 2(2%), Th

3(2,5%), Th 4(3%), Th 5(4%)

NPV Rp. 58,924,598 26,118,433 IRR % 96,07 50,89 Payback Period Bulan 48 B/C Ratio 1.15 1,06

Dari tabel 5 tersebut di atas terlihat bahwa jenis usaha ini lebih sensitivitiv terhadap perubahan harga jual produk dari pada perubahan komponen biaya variabel produksi.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 22

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan a. Aspek Sosial Ekonomi

Manfaat Bagi Daerah

Manfaat industri kerajinan kayu bagi daerah setempat umumnya berupa :

1. Peningkatan pendapatan daerah/retribusi 2. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat. 3. Peningkatan pengembangan usaha di bagian hulu dan hilir sebagai

multiplier effect yang positif seperti terhadap pengembangan industri parawisata dan pemanfaatan limbah kayu.

4. Peningkatan pendapatan para pengusaha kerajinan kayu. 5. Peningkatan pembangunan daerah.

Manfaat Secara Nasional

Secara nasional industri kerajinan kayu yang bersifat padat karya dan banyak memanfaatkan limbah akan membantu usaha pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan hasil hutan berupa kayu.

Dalam hal produk kerajinan kayu tersebut diekspor maka secara nasional industri di maksud akan menambah devisa nasional dan membantu mempromosikan pariwisata.

b. Dampak Lingkungan

Dampak Negatif Terhadap Lingkungan

Seperti dimaklumi, industir kerajinan kayu umumnya memanfaatkan bahan baku kayu dari segala jensi dan ukuran, malahan memanfaatkan limbah kayu, sehingga secara teoritis dampak negatif terhadapap lingkungan tidak ada, malahan dengan menggunakan limbah kayu, berarti industri ini justru membantu mengurangi dampak negatif yang di timbulkan oleh industri pengolahan kayu.

Dampak negatif akan timbul apabila pasokan bahan baku dari berbagai jenis dan ukuran tersebut di dapat dan menebangi segala macam jenis kayu yang ada disekitar lokasi industri. Dalam hal terjadi demikian, maka kelestarian lingkungan akan terganggu.

Dampak negatif juga dapat di timbulkan dari jenis produk berbahan baku kayu tertentu yang langka dan sangat di minati oleh konsumen, seperti jenis kayu cendana dan ebony. Dalam hal terjadi demikian maka ancaman pengenaan "green label" dari dunia internasional mungkin dapat terjadi.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 23

Upaya Penanggulan

Antisipasi terhadap dampak negatif kelestarian lingkungan dan ancaman pengenaan "green label" dapat dikurangi apabila pengusaha kecil kerajinan bersama-sama dengan instansi terkait dan pemerintah daerah berusaha agar pasokan bahan baku kayu betul-betul di dapat dari limbah kayu atau dari perkebunan kayu.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 24

7. Kesimpulan

Industri kerajinan kayu merupakan industri kecil yang sudah lama keberadaannya dan mempunyai prospek usaha yang baik untuk dibiayai skim kredit Perbankan. Hasil perhitungan menunjukkan kelayakan finansial industri kerajinan kayu sebagai berikut :

IRR = 96,07% B/C Ratio = 1.15 Pay back Period = 48 bulan NPV = Rp. 58,924,598

Analisa sensitivitas menunjukkan Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) usaha kerajinan kayu ini lebih sensitiv terhadap perubahan harga jual produk di bandingkan dengan perubahan biaya variabel produksi.

Industri kerajinan kayu adalah industri yang mempunyai kadar kandungan lokal yang tinggi, padat karya, banyak memanfaatkan limbah kayu, serta berpeluang menghasilkan devisa, sehingga amat baik jika perkembangannya di dukung oleh semua pihak

Desain kontemporer produk yang dibawa oleh eksportir perantara dari luar negeri menyebabkan peningkatan omzet penjualan, tetapi dapat menurunkan perkembangan kreativitas desain lokal yang spesifik, dalam jangka panjang akan memberi pengaruh kurang baik terhadap industri pariwisata.

Produk kerajinan kayu sebagaimana produk berbahan bahan baku kayu lainnya berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dan rentan terhadap pengenaan "green label" oleh kalangan international, oleh karena itu kebijakan penggunaan bahan baku kayu yang berasal dari hutan tanaman industri perlu disadari, di galakkan pemahamannya dan di dukung pelaksanaannya oleh semua pihak.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Kayu 25

LAMPIRAN