BANK INDONESIA - bi.go.id filekedelainya masih di bawah 400.000 ton. Sedangkan pada tahun 1996,...

32
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) BUDIDAYA KEDELAI BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Transcript of BANK INDONESIA - bi.go.id filekedelainya masih di bawah 400.000 ton. Sedangkan pada tahun 1996,...

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

BUDIDAYA KEDELAI

BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 2

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 3 a. Latar Belakang ................................ ................................ .......... 3 b. Tujuan ................................ ................................ ..................... 5

2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ ...... 7 a. Organisasi ................................ ................................ ................ 7 b. Pola Kerjasama ................................ ................................ .......... 9 c. Penyiapan Proyek ................................ ................................ ..... 10 d. Mekanisme Proyek ................................ ................................ ... 12 e. Perjanjian Kerjasama ................................ ................................ 13

3. Aspek Pemasaran ................................ ................................ .......15 a. Aspek Permintaan ................................ ................................ .... 15 b. Perkembangan Kebutuhan Kedelai Nasional ................................ .. 16 c. Peluang Pengembangan ................................ ............................ 17 d. Perkembangan Harga ................................ ............................... 18 e. Tata Niaga dan Harga Kesepakatan ................................ ............. 20

4. Aspek Produksi ................................ ................................ ..........22 a. Jenis dan Varietas ................................ ................................ .... 22 b. Teknik Budidaya ................................ ................................ ...... 23 c. Teknologi ................................ ................................ ................ 25

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........27 a. Modal Investasi................................ ................................ ........ 27 b. Modal Kerja ................................ ................................ ............. 27 c. Rugi Laba Usaha Tani ................................ ................................ 29

LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 32

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 3

1. Pendahuluan

a. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumberdaya alam berupa lahan yang relatif cukup luas dan subur. Dengan iklim, suhu dan kelembaban yang cocok untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman pangan pokok, maka hampir seluruh tanaman pangan pokok tersebut (biji-bijian, umbi-umbian dan kacang-kacangan asli Indonesia) dapat tumbuh dengan relatif baik. Salah satu jenis tanaman pangan yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah tanaman kedelai (Glysine max (L) Merril).

Kedelai merupakan salah satu mata dagangan yang pasokannya di Indonesia semakin cenderung tidak dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri sendiri. Sekalipun dapat ditanam dengan cara yang paling sederhana sekalipun, produktivitas dan produksinya dalam negeri hampir tidak mungkin dapat memenuhi permintaan yang semakin meningkat.

Oleh karena itu, dalam dekade terakhir, untuk dapat memenuhi permintaan nasional yang cenderung terus meningkat, untuk tahun 1989 impor kedelainya masih di bawah 400.000 ton. Sedangkan pada tahun 1996, impor melonjak menjadi mendekati 800.000 ton, suatu peningkatan sebesar 100%.

Besarnya angka impor tersebut merupakan salah satu indikator betapa besar kebutuhan kedelai untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Kegunaan kedelai untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah untuk memasok kebutuhan pokok berbagai jenis produk olahan.

Dengan memahami betapa besarnya kebutuhan kedelai untuk pasokan industri yang menghasilkan bahan pangan bagi sebagian besar penduduk Indonesia tersebut di satu sisi, sedangkan disisi lain impor cenderung meningkat, maka dalam kondisi perekonomian seperti saat-saat ini, berbagai upaya yang dapat mengarah kepada memproduksikan kedelai dalam negeri secara optimal agar negara dapat memperkecil kedelai impor, merupakan momentum yang teapt untuk menggerakan masyarakat apakah dari kalangan perbankan, perusahaan besar selaku mitra, kalangan petani, instansi terkait, dan instansi lainnya, untuk menyatu dalam suatu pelaksanaan proyek dalam rangka meningkatkan produksi kedelai dalam negeri.

Dalam kehidupan masyarakat kita, kedelai telah dikenal sejak lama sebagai salah satu tanaman sumber protein nabati dengan kandungan 39% - 41% yang diolah menjadi bahan makanan, minuman serta penyedap cita rasa makanan, misalnya yang sudah sangat terkenal adalah tempe, kecap, tauco dan tauge. Bahkan diolah secara modern menjadi susu dan minuman sari

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 4

kedelai yang dikemas dalam karton khusus atau botolan. Selain itu kedelai juga berperan penting dalam beberapa kegiatan industri hingga peternakan.

Sebagai bahan makanan kedelai sangat berkhasiat bagi pertumbuhan dan menjaga kondisi sel-sel tubuh. Kedelai banyak mengandung unsur dan zat-zat makanan penting seperti protein, lemak, karbohidrat dan sebagainya. Selain bijinya, dari tanaman kedelai ini beberapa bagian dari tanaman juga berguna untuk usaha peternakan, misalnya dari daun dan batangnya dapat digunakan untuk makanan ternak dan pupuk hijau.

Sedangkan dari kacang kedelainya, selain untuk bahan baku seperti telah disebutkan di atas, juga dapat dikembangkan beberapa cabang yang dapat diolah lebih lanjut. Untuk cabang "protein kedelai" dapat diolah menjadi bahan industri makanan (seperti susu, vetsin, kue, dll) dan industri non-makanan (seperti kertas, cat air, tinta cetak dll).

Selanjutnya dari cabang minyak kedelai dapat digunakan sebagai bahan Gliserida (seperti minyak goreng, margarin, tinta, pernis, dll) dan sebagai bahan Lecithin (seperti margarine, insektisida, plastik, industri farmasi dll).

Dengan demikian, tampak bahwa tanaman kedelai memiliki manfaat ekonomis yang luas dan strategis, sekaligus berkaitan erat bagi pengembangan industri hilir. Oleh karena itu, dapat dimengerti apabila kebutuhan kedelai di dalam negeri sangat besar, bahkan untuk memenuhi permintaan ini dati tahun ke tahun impor kedelai cenderung meningkat.

Selain impor meningkat karena meningkatnya permintaan di dalam negeri, ternyata produksi kedelai Indonesia juga masih relatif sangat rendah. Rendahnya produksi dalam negeri diakibatkan dari produktivitasnya yang ren-dah pula, yakni hanya berkisar 1-1,5 ton per Ha. Hal ini disadari merupakan suatu akibat dari cara budidayanya yang belum intensif, serta faktor internal petani yang belum menguasai peramalan produksi dan penguasaan informasi pasar.

Secara teknis upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman kedelai sudah tentu harus mengubah pola tanam yang belum intensif menjadi pola tanam intensif. Hal tersebut dilaksanakan dengan cara lebih memantapkan penataan yang meliputi perbaikan serta penyempurnaan dalam penerapan teknologi pada setiap siklus produksi, yang dimulai dari :

a. Proses persiapan dan pembuatan serta penyediaan pembenihan kedelai yang unggul.

b. Persiapan lahan budidaya. c. Penerapan teknologi penanaman. d. Pemeliharaan tanaman. e. Proses pemanenan. f. Proses penanganan hasil. g. Distribusi dan pemasaran hasil.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 5

Beberapa upaya yang perlu ditempuh untuk mengejar peningkatan produk-si kedelai ini antara lain :

Pertama, membantu pihak Usaha Kecil (UK) dalam bidang agribisnis tanaman kedelai agar mereka mampu memanfaatkan peluang dan sekaligus untuk memecahkan masalah yang dihadapi (kelemahan sistem, penerapan teknologi, distribusi/pemasaran) yang dilaksanakan melalui pengembangan kebijakan di sektor pemerintah, moneter dan sektor riil.

Kedua, mendorong Usaha Besar (UB) untuk turut aktif meningkatkan produksi kedelai dalam bentuk kemitraan dengan UK dalam Program Kemitraan Terpadu (PKT). Dengan pola hubungan kemitraan ini diharapkan ini diharapkan supaya kendala yang dihadapi UK dalam hal permodalan dan pemasaran serta teknologi dapat diatasi, sekaligus akan menjamin keberhasilan UK guna mendapatkan kredit perbankan.

Ketiga, mengarahkan pengambangan PKT tanaman kedelai ke kawasan-kawasan yang masih potensial di luar Jawa, khususnya daerah-daerah transmigrasi yang telah memiliki jaringan irigasi teknis, atau daerah transmigrasi yang memiliki lahan usaha II tetapi belum dimanfaatkan (lahan tidur). Dalam kaitan ini, pada daerah transmigrasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) perlu didorong, dengan harapan agar dari lahan ini minimal mampu dipenuhi kebutuhan lokal di kawasan ini sehingga tidak lagi tergantung pada pasokan dari Jawa, bahkan diharpkan mampu berperan menyuplai kebutuhan nasional.

b. Tujuan

Tujuan utama penyajian Laporan Model Kelayakan PKT Budidaya Tanaman Kedelai ini, yaitu untuk :

a. Menyediakan suatu referensi bagi perbankan tentang kelayakan budidaya tanaman kedelai yang ditinjau dari sisi prospek atau kelayakan pasar/pemasarannya, kelayakan budidaya yang dilaksanakan dengan penerapan teknologi maju, kelayakan dari sisi keuangan terutama bilamana sebagian dari biaya yang diperlukan akan dibiayai oleh bank dan format perngorganisasian pelaksanaan proyeknya yang dapat menjamin lancarnya pelaksanaan proyek dan menjamin keuntungan bagi semua unsur yang ikut serta dalam pelaksanaan proyek.

b. Dengan referensi kelayakan tersebut, diharapkan perbankan dapat mereplikasikan pelaksanaan proyek di daerah-daerah atau lokasi yang sesuai dengan kajian kelayakan yang dimaksud.

c. Dengan demikian, tujuan dalam pengembangan usaha kecil melalui pening-katan mutu budidaya tanaman kedelai tercapai sasarannya, yang ditempuh melalui peningkatan realisasi kredit yang cocok untuk usaha kecil, meningkatkan keamanan pelaksanaan kreditnya,

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 6

meningkatkan keamanan pelaksanaan kreditnya, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani kedelai.Mendorong perluasan kasawan budidaya tanaman kedelai serta meningktakan produksi kedelai nasional.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 7

2. Kemitraan Terpadu

a. Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

1. Petani Plasma

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 8

masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.

Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.

2. Koperasi

Para petani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan.

3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 9

Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya.

4. Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.

Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.

b. Pola Kerjasama

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 10

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/Pengolahan Eksportir.

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.

c. Penyiapan Proyek

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai dari :

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 11

a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;

b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses pemasarannya;

c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;

d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent);

e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);

f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 12

d. Mekanisme Proyek

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 13

e. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti ) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil;

b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi;

d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan

kredit bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya; b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani

tetangganya yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan;

d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;

e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;

f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan

g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 14

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 15

3. Aspek Pemasaran

a. Aspek Permintaan

Di samping menimbulkan penurunan kinerja ekonomi, depresiasi nilai rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS memberikan berkah bagi produk-produk Indonesia berkandungan impor rendah untuk go internasional. Khususnya dalam memanfaatkan peningkatan daya saing atau paling tidak dalam rangka melakukan substitusi impor. Substitusi impor melalui peningkatan produksi dan produktivitas dalam negeri di segala subsektor pertanian, merupakan salah satu bentuk pemanfaatan ini, salah satu diantaranya untuk komoditi kacang kedelai.

Perkembangan Impor Kedelai

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya, Indonesia masih ha-rus terus melakukan impor yang rata-rata sebesar 40% dari kebutuhan kedelai nasional meningkat dari tahunke tahun, produksi dalam negeri masih relatif rendah dan memiliki kecenderungan terus menurun. Hal ini menyebabkan ketergantungan akan kedelai impor terus berlangsung dan memiliki kecenderungan terus meningkat. Seperti yang terlihat dalam Gambar 2, puncak impor tertinggi tercatat untuk tahun 1996 sebesar 743 ribu ton, suatu peningkatan impor sebesar 50% dari tahun sebelumnya (496 ribu ton). Sementara itu angka impor terendah selama kurun waktu tersebut terjadi pada tahun 1993 yaitu sebesar 700 ribu ton. Secara keseluruhan selama kurun waktu tersebut kecenderungan impor kedelai nasional menunjukkan peningkatan sebesar 8,59%.

Gambar 1. Total Impor Kedelai

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 16

Perkembangan Produksi Kedelai Nasional

Produksi kedelai nasional selama kurun waktu 6 tahun terakhir mengalami penurunan sebesar 5,2% (lihat Gambar 2.). Produksi kedelai tahun 1997 sebesar 1,3 juta ton, turun 11% dari tahun sebelumnya yang mencatat produksi sebesar 1,5 juta ton. Demikian pula pada tahun 1996 (1,5 juta ton) turun dari tahun 1995 (1,7 juta ton) sebesar 11%. Kondisi berbeda terjadi di tahun 1995 dengan peningkatan sebesar 7% dari periode sebelumnya.

Gambar 2. Penurunan Produksi Kedelai Nasional

Laju penurunan produksi tersebut antara lain disebabkan oleh produktifitas lahan yang masih rendah, berkurangnya luas areal panen, gagalnya panen karena iklim yang tidak cocok untuk pertumbuhan, juga karena belum dikuasainya teknologi produksi yang maju oleh petani. Sebagai perbandingan produktifitas di negara-negara penghasil utama seperti Amerika Serikat dan Brazil berkisar 2 7 ton/ha.

b. Perkembangan Kebutuhan Kedelai Nasional

Kebutuhan nasional akan kacang kedelai dapat diturunkan dari penjum-lahan antara angka produksi nasional dan impor kedelai, yang secara tegas memperlihatkan peningkatan. Pendekatan lain dapat dilakukan dengan menggunakan angka konsumsi kedelai perkapita selama 5 repelita (Lihat Tabel 11.1). Tingkat konsumsi kedelai perkapita masyarakat Indonesia pada rata-rata tahun 1994 s/d 1996 telah menunjukkan angka 13,41 kg, mengalami peningkatan sebesar 9,98 kg bila dibandingkan pada rata-rata pelita 1. Secara keseluruhan peningkatan konsumsi perkapita kedelai dari pelita 1 hingga pelita 6 sebesar 25,51%. Peningkatan kebutuhan akan kedelai ini dapat dikaitkan dengan meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap produk tahu dan tempe serta untuk pasokan industri kecap.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 17

Tabel 1. Konsumsi Kedelai per Kapita

Rata-rata

Dalam Kurun

Pelita

Jumlah

(Kg)

Perubahan

(%)

Pelita I

Pelita II

Pelita III

Pelita IV

Pelita V

Pelita VI

(1994 s/d 199

3.43

3.94

4.37

7.74

11.55

13.41

-

15

11

11

49

16

Sumber ; Muhammad Amin, Statistik, BPS, 1995.

c. Peluang Pengembangan

Kondisi ekonomi nasional dewasa ini, dipastikan akan mempengaruhi pertumbuhan impor kedelai. Turunnya daya beli masyarakat sebagai akibat depresiasi rupiah sudah pasti akan menurunkan laju impor kedelai atau dengan kata lain harga kedelai impor akan semakin sulit terjangkau. Dilain pihak baiay produksi kedelai nasional juga akan meningkat dengan naiknya harga pupuk dan lain sebagainya, namun demikian kenaikan harga ini tidak akan setajam kenaikan harga kedelai impor. Ketergantungan Indonesia akan kacang kedelai impor terus meningkat dewasa ini, disebabkan antara lain oleh peningkatan konsumsi kedelai perkapita masyarakat Indonesia dan penurunan produktifitas kacang kedelai nasional. Bertolak dari kenyataan tersebut penggalakan budidaya kedelai tidak memiliki alasan untuk tidak dilaksanakan.

Dari data proyeksi kebutuhan dan produksi nasional (lihat Tabel 2) memperlihatkan kekurangan suplai sebesar 485.939 ton pada tahun 1998. Sedang untuk tahun 1999 kekurangan menurun menjadi 242.683 ton. Berdasarkan sumber yang sama terjadi kelebihan suplai sebesar 21.425 ton pada tahun 2000. Terhadap proyeksi tahun terkahir ini, kemungkinan yang akan terjadi dapat dipastikan adalah sebaliknya, dikarenakn berdasarkan data produksi kedelai nasional tahun 1997 yang hanya sebesar 1,35 juta ton, sementara impor kedelai setahun sebelumnya masih sebesar 743 ribu ton atau 54,78% dari produksi nasional. Tambahan lagi dengan kenyataan akan perkembangan tingkat konsumsi perkapita nasional yang meningkat 25,51% pertahun dan perkembangan harga kedelai nasional yang kini lebih murah dibandingkan kedelai impor.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 18

Dari kajian data-data tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa prospek komoditi kedelai nasional sangat baik.

Tabel 2. Proyeksi Kebutuhan dan Produksi Kedelai Nasional Tahun 1998-2000

Tahun

Kebutuhan

A

(Ton)

Produksi B

(Ton)

Selisih

A B

1998

1999

2000

2,361,497

2,463,398

2,570,923

1,875,558

2,221,303

2,592,348

485,939

242,683

(21,425) Sumber: Repelita VI Ditjen TPH

d. Perkembangan Harga

Secara rata-rata harga kedelai nasional sejak tahun 1990 hingga tahun 1996 mengalami peningkatan yang tidak terlalu mencolok, yakni hanya meningkat sebesar 3,7%. Demikian pula halnya dengan harga kedelai impor pada kurun waktu yang sama hanya meningkat sebesar 7,33%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga komoditi kedelai ini termasuk sangat stabil.

Tidak lebih 4 bulan (Oktober 1997) sejak krisis moneter melanda Indonesia, harga seluruh barang dan jasa didalam negeri melambung jauh diatas flutuasi kewajarannya selama ini, tidak terkecuali untuk kacang kedelai. Data terakhir (Agustus 1998) di beberapa propinsi ama, harga kedelai lokal telah mencapai Rp. 2.300 /kg. Untuk kedelai impor dengan kurs Rp 10.000 saja, maka harganya telah menjadi paling sedikit Rp. 3.500/kg. Dengan demikian kedelai lokal kini memiliki keuntungan komparatif, walaupun harga pupuk dan pestisida naik, tapi kenaikan biaya produksi itu tidak sebesar kenaikan hasilnya.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 19

Tabel 3. Perkembangan Harga Kedelai Domestik dan Import Tahun 1990 1996

Tahun Kedelai Domestik

(Rp/kg)

Kedelai Import

(Rp/kg)

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

847

905

833

1.010

1.087

995

1.092

489.63

518.39

536.46

482.72

646.60

663.93

803.17 Sumber: Data Statistik Pertanian, DEPTAN

Analisa keunggulan komparatif (DRCR) (lihat Tabel 4) yang dialkukan oleh para ahli memperkuat kenyataan ini. Penelitian dilakukan pada para petani koperator (budidaya sesuai anjuran teknologi produksi) dan petani non koperator (budidaya konvensional). Dengan kurs Rp. 2.500 / dollar AS, bagi petani non koperator memang lebih baik mengimpor kedelai, namun bagi petani koperator bertanam kedelai dengan kurs tersebutpun sudha menguntungkan. Kini dengan kurs Rupiah sebesar Rp. 5.000 terlebih dengan kurs Rp. 10.000 per dollar AS, bertanam kedelai baik oleh petani non koperator terlebih bagi petani koperator lebih menguntungkan dari pada melakuk impor.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 20

Tabel. 4. Analisa Keunggulan Komparatif (DRCR) Usaha Tani Dengan Kurs Berbeda di

Tiga Propinsi Pengembangan

Keterangan Nilai DRCR Kurs Rp. / US$

2.500 5.000 10.000

Jawa Barat

Non Koperator

Koperator

Jawa Tengah

Non Koperator

Koperator

Lampung

Non Koperator

Koperator

0.983

0.721

1.098

0.844

1.132

0.897

0.623

0.434

0.73

0.521

0.798

0.512

0.338

0.287

0.353

0.275

0.443

0.246 Sumber: Adnyana dan 1997 (diolah) Keterangan : DRCR : Domestic Resource Cost Ratio DRCR < 1 : Memiliki keunggulan komparatif (mengimpor dalam Ratio negeri lebih menguntungkan dari pada impor) DRCR > 1 : Tidak memiliki keunggulan komparatif (mengimpor lebih menguntungkan dari pada memproduksi dalam negeri)

e. Tata Niaga dan Harga Kesepakatan

Dengan menggunakan pola kemitraan terpadu (PKT) antara bapak dan anak angkat, rantai tataniaga kedelai lokal dari mulai petani produsen sampai konsumen (industri pengguna) adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Tataniaga Kedelai Pola PKT

PKT menjadikan jaringan distribusi kacang kedelai menjadi pendek disamping penyerapan hasil produksi terjamin kelangsungannya. Hasil panen anak angkat langsung diserap oleh bapak angkat untuk kemudian disalurkan

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 21

kepada industri-industri pengguna. Manfaat lain dari pendeknya jaringan distribusi ini adalah pada pembentukan harga. Dengan sedikitnya pihak yang terlibat maka keuntungan yang diterima anak angkat menjadi semakin besar. Adapun penentuan harga itu sendiri merupakan kesepakatan antara anak dan bapak dengan memperhatikan kondisi pasar dan biaya produksi. Kesepakatan harga ini merupakan salah satu yang tertuang dalam nota kesepakatan.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 22

4. Aspek Produksi

a. Jenis dan Varietas

Berdasarkan warna bijinya dikenal kedelai putih dan kedelai hitam. Pemeliharaan kedelai hitam umumnya lebih mudah dari pada kedelai putih. Kendelai putih membutuhkan tanah yang lebih subur, serta memerlukan pengairan dan pemeliharaan lebih baik dari pada kedelai hitam. Kedelai hitam umunya hanya digunakan untuk bahan baku kecap, sedangkan kedelai putih untuk bahan baku tempe dan tahu serta makanan lainnya (tauco dan lain-lain). Berdasarkan umurnya dikenal jenis kedelai :

Kedelai berumur pendek (70 80 hari) Misalnya jenis kedelai putih varietas Genjah Slawi, Sindoro, Sumbing, Ringgit dan Welirang.

Kedelai berumur panjang (90 120 hari) kedelai putih misalnya varietas Lawu, Pandan dan No. 29, sedangkan kedelai hitam misalnya No. 16 dan No. 27.

Daerah dan Waktu Penanaman

Tanaman kedelai dapat diusahakan di dataran rendah mulai dari 0 500 m d.p.l. dengan curah hujan relatif rendah (suhu tinggi), tetapi membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhan tanamannya. Sebagai barometer untuk mengetahui apakah keadaan iklim di suatu daerah, cocok atau tidak untuk tanaman kedelai, dapat dibandingkan dengan tanaman jagung yang tumbuh di aderah tersebut.Apabila tanaman jagung dapat tumbuh baik dan hasilnya juga baik, berarti iklim di daerah sesuai untuk tanaman kedelai. Namun kedelai mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jagung.

Budidaya tanaman kedelai umumnya ditanam pada awal dan akhir musim hujan di sawah (teknis, setengah teknis dan tadah hujan) dan lahan kering. Dengan pola tanam rotasi (tumpang gilir) dan atau tumpangsari dengan tanaman setahun lainnya, misalnya jagung, padi, tebu dan ketela pohon, sebagaimana banyak dijumpai di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, NTB, dan NTT.

Alternatif Pola Tanam

Beberapa pola tanam yang banyak dilakukan para petani antara lain dengan variasi sebagai berikut :

a. Lahan Sawah Teknis/setengah Teknis

Oktober Desember Januari April Mei Juli

KEDELAI PADI KEDELAI

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 23

Oktober Januari Februari Mei Juni Agustus

PADI PADI TEBU

TEBU Agustus Sept/Okt Januari

KEDELAI

b. Lahan Tadah Hujan

Oktober Desember

KEDELAI

Januari April

PADI

Oktober Januari Februari Mei

PADI KEDELAI + JAGUNG

c. Lahan Kering

Oktober Januari Februari Juni

KEDELAI + JAGUNG (I) KEDELAI + JAGUNG (II)

Pada I kedelai dipanen pad akhir Desember dan jagung pada akhir Januari, serta pada II kedelai dipanen pada akhir Mei dan jagung pada akhir Juni.

b. Teknik Budidaya

Teknik budidaya kedelai yang dialukakan sebagian besar petani umumnya masih sangat sederhana, baik dalam hal pengolahan tanah, pemupukan dan pemberantasan hama/penyakitnya, sehingga produksinya masih relatif rendah.Sebagian besar petani tidak melakukan pengolahan tanah (TOT = tanpa olah tanah), terutama tanah bekas padi atau tebu. Tanah hanya dibersihkan dari je-rami padi dan daun tebu, yang selanjutnya bibit kedelai

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 24

ditebar atau ditugal terlebih dahulu untuk lubang untuk penanaman biji kedelai. Selain itu kualitas bibitnya kurang baik, sehingga produksinya relatif rendah.

Dalam hal pemupukan, sebagian besar petani belum melakukannya secara intensif atau semi intensif. Tidak menggunakan pupuk sama sekali atau minim sekali jumlahnya. Demikian juga dalam hal pemberantasan hama penyakit dapat dikatakan kurang sekali, sehingga banyak kerugian atau rendahnya produksi akibat serangan hama penyakit. Teknik produksi yang cukup intensif adalah sebagai berikut :

Seleksi Bibit Kedelai

Bibit yang baik adalah berukuran besar, tidak cacat, berwarna seragam (putih, kekuning-kuningan). Jumlah bibit antara 40 50 kg per ha untuk tanaman monokultur, sedangkan untuk tanaman tumpangsari dengan jagung, yaitu 30 kg biji kedelai dan jagung 20 kg per ha.

Pengolahan Tanah

Di lahan kering dengan tanaman tumpang sari, tanah diolah dua kali dengan alat bajak dan luku, sedangkan di sawah dengan tanaman monokultur, tanah dibersihkan dari jerami, kemudian tanah diolah satu kali.Untuk tanah yang pH-nya rendah, diberi kapur atau dolomit antara 200 300 Kg per ha. Pada saat ini juga tanah diberi pupuk dasar, yaitu pupuk SP-36 sebanyak 100 Kg untuk monokultur, sedangkan bila tumpang sari dengan jagung dosisnya adalah sebanyak 200 kg 250 kg per ha.

Penugalan Lubang

Untuk tanaman monokultur, dibuat lubang dengan tugal dengan jarak 20 x 30 cm, sedangkan untuk tumpangsari dengan jagung lubang untuk kedelai 30 x 30 cm dan untuk jagung 90 x 90 cm. Lubang untuk jagung dibuat terlebih dahulu, dan setelah jagung tumbuh 2 3 minggu kemudian dibuat lubang untuk kedelai.

Penanaman Kedelai

Untuk tanaman monokultur, biji kedelai dimasukan dalam lubangang telah dibuat. Untuk tanaman tumpang sari, biji jagung ditanam ter-lebih dahulu dan 2 3 minggu kemudian baru ditanam kedelai.

Penyiangan Dan Pemupukan

Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur 30 35 hari, dan setelah itu langsung dipupuk, yaitu untuk tanaman monokultur dengan 50 kg urea dan 50 kg KCl. Bila kondisinya masih kurang baik, maka penyiangan dilakukan

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 25

lagi pada umur 55 hari.Sedangkan untuk tanaman tumpangsari penyiangan dilakukan pada umur jagung 40 45 hari dan setelah itu diberi pupuk sebanyak 350 kg urea dan 100 kg KCl.

Pemberantasan Penyakit

Untuk mencegah atau memberantas hama/penyakit, maka mulai umur 25 hari dan 50 hari disemprot dengan pestisida (karbofuran) sebanyak 5 10 liter.

Pengairan/Drainase

Untuk memperoleh pertumbuhan yang baik, maka bila kekurangan air, tanaman perlu diberi pengairan, terutama pada umur 1 50 hari. Demikian pula bila tanahnya terlalu banyak air, perlu adanya drainase.

Panen

Panen kedelai dilakukan bila sebagian daunnya sudah kering. Caranya adalah dengan mencabut batang tanaman, termasuk daunnya. Selanjutnya dijemur dan setelah kering, batang berbuah tersebut dihamparkan diatas tikar bambu. Kemudian dipukul-pukul agar bijinya jatuh ketikar. Selanjutnya biji kedelai dimasukkan dalam karung.

c. Teknologi

Produksi

Produksi kedelai yang diusahakan secara monokultur secara intensif, se-benarnya dapat mencapai 2,00 2,50 ton per Ha. Akan tetapi karena pertimbangan teknis dalam MK PKT ini angka produksi yang digunakan untuk analisis adalah sebesar 1,5 ton.Sedangkan produksi secara tradisional maksimum hanya 1,00 1,50 ton per ha. Produksi kedelai yang diusahakan secara tumpangsari dengan jagung secara intensif dapat mencapai 1,5 1,75 ton kedelai per Ha dan 2 2,5 ton jagung per Ha. Dengan cara intensifikasi ini selain produksinya meningkat, juga kualitasnya (ukuran biji, keutuhan) meningkat pula, sehingga harganya juga akan meningkat. Dengan demikian pendapatan petani atau laba usaha akan meningkat dengan adanaya kenaikan produksi dan harga.

Teknologi Masa Depan

Untuk mengantisifikasi pesatnya permintaan di dalam negeri, selain meningkatkan kuantitas lahan budidaya (yaitu pertambahan areal penanaman) juga harus dipertimbangkan peningakatan kualitas budidaya (yaitu peningkatan produktivitas tanaman) dengan cara penerapan teknologi budidaya tanaman kedelai yang lebih modern daripada teknologi yang

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 26

diterapkan selama ini.Perlunya teknologi yang lebih maju ini, mengingat tanaman sebenarnya adalah tanaman sub tropis, sehingga budidaya tanaman kedelai di negara tropis hasilnya lebih rendah dari pada di negara-negara sub tropis yang mampu mencapai produksi hingga 4 ton per ha. Dengan penerapan teknologi yang maju ini, sehingga produksi tanaman kedelai diharapkan akan meningikat setidaknya menjadi rata-rata 2,5 ton per Ha.

Budidaya tanaman kedelai di masa depan perlu menyusun perencanaan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan-bahan kimia, dengan menerapkan teknologi yang akrab lingkungan, yaitu penerapan teknologi bio-plus. Dengan penerapan teknologi yang lebih maju dan mengurangi bahan-bahan kimia ini, maka PKT budidaya tanaman kedelai kelak akan menghasilkan produktivitas yang lebih baik dan akrab lingkungan. Cara yang paling tepat untuk mencapai penerapan teknologi masa depan pada setiap PKT ini, adalah mendorong perusahaan INTI untuk menyusun suatu konsep pengembangan PKT yang berorientasi ke depan secara gradual, baik secara individual oleh perusahaan Inti itu sendiri, atau bekerjasama dengan isntitusi lain seperti Lembaga-Lembaga Penelitian (dari universitas atau lembaga lainnya).

Titik-Titik Rawan

Masalah teknis yang dihadapi petani dalam budidaya tanaman kedelai antara lain masalah pengadaan bibit yang tidak terseleksi (bukan bibit unggul), pengadaan pupuk dan obat-obatan, serta masalah iklim. Seperti telah diuraikan di depan, bahwa hambatan ini antara lain karena faktor-faktor internal petani. Oleh karenanya, dalam PKT Budidaya Tanaman Kedelai ini, sangat ditekankan pentinya peranan UB selaku Inti, di mana selain menyediakan bibit unggul, juga bertindak sebagai pembinan dalam pengaturan jadwal penanaman, pengarahan pemberian pupuk dan obat-obatan serta penyuluhan dan pembinaan teknis lainnya.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 27

5. Aspek Keuangan

a. Modal Investasi

Usaha tani kedelai merupakan salah satu usaha tani rotasi atau tumpang sari dengan tanaman setahun lainnya, sehingga modal investasinya ataupun penyusutan alat yang digunakan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisah-kan dengan modal investasi usaha tani lainnya. Untuk usaha tani kedelai dan tanaman rotasi setahun lainnya (jagung, padi, tebu, ketela pohon) diperlukan modal investasi berupa tanah, alat pengolahan tanah (cangkul, tugal, bajak dll), alat panen, alat angkutan, alat penyimpanan dan alat pemberantasan hama penyakit. Dan dalam usaha pertanian yang dimasukkan dalam modal invetasi adalah di luar harga tanah. Jumlah modal investasi usaha tani 1 hektar tanaman setahun (diluar tanah) adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Modal Investasi 1 ha Tanaman Setahun

Jenis

Barang

Jumlah

Fisik

Harga

Per Satuan

Fisik (Rp)

Total

Nilai

(Rp)

Umur

Ekonomis

(Tahun)

Nilai

Penyusutan

Per Tahun

(Rp)

1. Sprayer

2. Cangkul

3. Tikar

Penjemuran

4. Sabit

5. Gudang

6. Lain-lain

1 buah

5 buah

1 unit

4 unit

3 m2

150.000

20.000

50.000

10.000

50.000

150.000

100.000

50.000

40.000

150.000

30.000

5

4

2

2

5

5

30.000

25.000

25.000

20.000

30.000

6.000

Jumlah 520.000 136.000

b. Modal Kerja

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 28

Dalam 1 ha tanah terdapat rotasi tanaman antara lain kedelai, jagung dan padi.

Tabel 7. Modal Kerja Usaha Tani 1 Ha Tanaman Kedelai (monokultur)

Jenis

Barang/Tenaga

Jumlah Satuan

Fisik

Harga per

Satuan

Jumlah Nilai

(Rp)

1. Bibit 50 kg 4.000 / kg 200.000

2. Pupuk : Urea 50 kg 500 / kg 25.000

SP-36 100 kg 675 / kg 67.500

Dolomit 200 kg 300 / kg 60.000

KCl 50 kg 2.900 / kg 145.000

3. Pestisida 5 kg 40.000 200.000

4. Tenaga Kerja 150 HKP 6.000 900.000

J u m l a h 1.597.500

Produksi kedelai sekitar 2,0 ton per ha dengan nilai 2.000 x Rp 2.500 = Rp 5.000.000. Laba kotor = Rp 5.000.000 - Rp 1.597.500 = Rp 3.402.500.

Tabel 8. Kerja Usaha Tani 1 Ha (Kedelai + Jagung)

Jenis

Barang/Tenaga

Jumlah

Satuan

Fisik

Harga per

Satuan

Jumlah

Nilai

(Rp)

1. Bibit Kedelai 50 kg 4.000 / kg 200.000

Bibit Jagung 40 kg 2.000 / kg 80.000

2. Pupuk : Urea 500 kg 500 / kg 250.000

SP-36 200 kg 675 / kg 135.000

KCl 150 kg 2.900 / kg 425.000

Dolomit 400 kg 300 / kg 120.000

3. Pestisida 8 kg 40.000 320.000

4. Tenaga Kerja 200 HKP 6.000 1.200.000

J u m l a h 2.740.500

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 29

Produksi padi 5 ton dengan nilai Rp 5.000.000. Laba kotor Rp 5.000.000 Rp. 2.641.250 = Rp 2.358.750.

c. Rugi Laba Usaha Tani

Laba Rugi Usaha Tani per Tahun di Lahan Sawah

Berdasarkan analisa laba rugi (Lampiran 3), ternyata bahwa usaha ini cukup menguntungkan petani dengan rata-rata laba = Rp. 1.228.884, per tahun. Harga tanah tidak diperhitungkan, tetapi dianggap sewa Rp. 2.000.000 per tahun. Dan gaji (biaya hidup) petani Rp. 450.000 per bulan atau Rp. 5.400.000 per tahun dan PBB sebesar Rp 100.000 per tahun.

Laba Rugi Usaha Tani per Tahun di Lahan Kering

Berdasarkan analisa laba rugi (Lampiran 6), ternyata bahwa usaha ini juga cukup menguntungkan petani rata-rata laba Rp 1.077.842 per tahun. Harga tanah tidak diperhitungkan, tetapi dianggap sewa Rp 1.300.000 dan PBB sebesar Rp 60.000 per tahun. Gaji (biaya hidup petani) Rp 400.000 per bulan atau Rp 4.800.000 per tahun.

IRR (FRR) Dan NPV

Usaha Tani di Lahan Sawah

Berdasarkan analisa IRR (Lampiran 1), ternyata bahwa usaha tani ini cukup menguntungkan petani dengan nilai IRR (FRR) = 21,36% dan NPV pada d.f. 16% = Rp 649.844 serta payback period = 3 tahun 2 bulan.

Usaha Tani di Lahan Kering

Berdasarkan analisa IRR (Lampiran 4), ternyata bahwa usaha tani ini cukup menguntungkan petani dengan nilai IRR (FRR) = 21,27% dan NPV pada d.f. 16% = Rp. 563.492 serta payback period 3 tahun 2ulan.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 30

6. Aspek Sosial Ekonomi

Peningkatan Pendapatan Petani Kecil

Pelaksanaan PKT Budidaya Tanaman Kedelai akan memberikan peluang usaha bagi para petani kecil yang berminat memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk berusaha tani tanaman kedelai. Model usahatani yang dirumuskan dalam MK PKT ini didesain agar petani tersut mampu menggantungkan sebagian besar dari sumber pendapatan keluarga semata-mata dari hasil panen dan penjualan hasil tanaman kedelainya.

Cakupan Sasaran Pelaksanaan

Sehubungan dengan itu, maka MK PKT ini dapat dilaksanakan dengan tujuan dan cakupan sasaran pelaksanaan budidaya tanaman kedelai pada lahan intensifikasi dan perluasan tanaman pada lahan baru.

Penciptaan dan Pemeliharaan Lapangan Kerja

Pelaksanaan PKT ini akan memberi kesempatan bagi para tenaga kerja terampil, tenaga kerja ahli dan tenaga kerja tidak tetap (tenaga kerja kasar), baik yang terkait dengan semua aspek disisi hulu subsektor produksi tanaman kedelai yang dirumuskan dalam PKT ini (disektor penyedian saprotan, bibit, peralatan dan lain-lain), pada tahapan persiapan dan pelaksanaan PKT ini, tahapan produksi dan operasional proyek serta pada subsektor ekonomi yang berada disisi hilir subsektor budidaya tanaman kedelai.

Substitusi Impor Kedelai

Keberhasilan peningkatan produksi kedelai dalam negeri sebagai salah satu satu sasaran MK PKT ini akan membantu pemerintah dalam upaya mengurangi pembelanjaan devisa untuk kedelai yang rata-rata setiap tahunnya berkisar antara 700.000 800.000 ton. Bilamana ditunjang dengan tata pemasaran/distribusi yang efisien, akan mendorong pemenuhan permintaan masyarakat luas secara nasional terhadap kedelai yang berkualitas baik.

Menumbuhkan Industri Hilir

Pada tahapan dimana kedelai dapat disediakan secara berkesinambungan dan pada lokasi pertanaman yang relatif menyebar, akan mendorong pula kemungkinan tumbuhnya industri olah lanjut yang menggunakan bahan baku kedelai (industri tahu, tempe, kecap).

Peningkatan Pendapatn Asli Daerah

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 31

Dengan kemampuan untuk direplikasi yang relatif besar akan memberikan kesempatan kepada lokasi pengembangan guna menyubangkan kepada pendapatan asli daerah melalui pajak yang berasal/berhasil ditarik disetiap subsektor ekonomi yang terkait di hulu dan di hulu subsektor budidaya tanaman kedelai.

Penataan Dalam Pemanfaatan Sumberdaya

Keberhasilan pengembangan tanaman kedelai pada lokasi yang cocok untuk tanaman ini akan membantu pemerintah dalam rangka pengalokasian dan penetapan sumberdaya lahan bagi kepentingan pelestarian pengembangan mata dagangan tertentu termasuk tanaman kedelai, yang mampu memberi kesempatan luas bagi pengusaha yang bergerak dalam subsektor budidaya maupun sebagai subsektor yang membantu pemerintah dalam rangka penguranagn pembelanjaan devisa untuk impor kedelai.

Rangsangan Untuk Memperkuat Teknologi

Keberhasilan pelaksanaan MK PKT ini untuk meningkatkan pendpatan para petani kedelai, menciptakan dan memelihara lapangan kerja serta mengurangi pembelanjaan devisa negara untuk mengimpor kedelai, akan memberikan rangsangan bagi para peneliti secara berkesinambungan untuk terus meniliti dan menciptakan tanaman kedelai yang unggul yaitu varietas kedelai yang tahan hama penyakit dan cocok untuk iklim di wilayah wilayah produksi di Indonesia, serta dengan produktivitas yang tinggi.

Bank Indonesia – Budidaya Kedelai 32

LAMPIRAN