Bahaya Benzena Pada Sterofoam
-
Upload
nenny-widiani -
Category
Documents
-
view
51 -
download
8
Transcript of Bahaya Benzena Pada Sterofoam
Tugas Makalah Toksikologi
BAHAYA BENZENA PADA PROSES PEMBUATAN STYROFOAM
TERHADAP TUBUH MANUSIA
Disusun Oleh:
Pramita Riawati (09307144002)
Ikha Meidayanti (09307144005)
Arief Noviartara (09307144007)
Nur Khusnawati (09307144011)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA2012
BAHAYA BENZENA PADA PROSES PEMBUATAN STYROFOAM TERHADAP
TUBUH MANUSIA
A. Latar Belakang
Dari sisi “food safety” kemasan makanan bukan sekedar bungkus tetapi juga
sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi. Kemasan pada makanan juga
mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan
informasi.
Menurut Buckle (1987), ada resiko-resiko tertentu sehubungan dengan bahan-
bahan pengemas, proses dan juga pendistribusian makanan yang telah dikemas. Selain
bahaya mikroorganisme yang kemungkinan terdapat pada bahan pengemas makanan,
resiko lain yang mungkin muncul adalah masuknya komponen beracun yang berasal
dari bahan pengemas ke dalam bahan makanan, seperti bahan-bahan kimia dan bau
yang berasal dari bahan pengemas tersebut.
Kemasan yang paling sering kita jumpai salah satunya yaitu styrofoam.
Styrofoam atau yang dikenal dengan plastik busa juga sedang marak digunakan untuk
pembungkus makanan terutama untuk makanan cepat saji. Keunggulan styrofoam
yang praktis dan tahan lama rupanya merupakan daya tarik yang cukup kuat bagi para
penjual maupun konsumen makanan untuk menggunakannya. Sampai saat ini belum
banyak yang sadar bahaya dibalik penggunaan styrofoam.
Mutu dan keamanan makanan yang dikemas sangat tergantung dari mutu
kemasan yang digunakan, baik kemasan primer, sekunder maupun tertier. Oleh karena
itu diperlukan adanya peraturan-peraturan mengenai kemasan makanan, yang
bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen (Suyitno, 1990).
Menurut UU RI No.7 Tentang Pangan Tahun 1996, Pasal 16 ayat (1) “Setiap
orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa
pun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang dapat
melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia” dan
ayat (3) “Pemerintah menetapkan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan
pangan dan tata cara pengemasan pangan tertentu yang diperdagangkan” dan menurut
Peringatan Publik BPOM Nomor: KH.00.02.1.55.2890 Tahun 2009 tentang “Plastik
Kresek” dan Keterangan Pers BPOM Nomor: KH.00.02.1.55.2888 Tahun 2009
tentang “Kemasan Makanan Styrofoam” (lampiran) ditambah dengan penelitian-
penelitian yang pernah dilakukan terhadap bahaya palstik dan styrofoam, semakin
memperjelas bahwa kemasan makanan plastik kresek dan styrofoam perlu diwaspadai
penggunaannya diakibatkan karena proses pembuatannya yang menggunakan bahan
kimia salah satunya yaitu benzena yang perlu diperhatikan bahayanya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana toksikokinetika benzena pada styrofoam terhadap tubuh manusia?
2. Bagaimana efek toksik benzena pada styrofoam terhadap tubuh manusia?
3. Bagaimana mekanisme benzena pada styrofoam terhadap tubuh manusia?
C. TUJUAN
1. Mengetahui toksikokinetika benzena pada styrofoam terhadap tubuh manusia.
2. Mengetahui efek toksik benzena pada styrofoam terhadap tubuh manusia.
3. Mengetahui mekanisme benzena pada styrofoam terhadap tubuh manusia.
D. PEMBAHASAN
1. Styrofoam
Kemasan styrofoam adalah kemasan makanan dari merek dagang Dow
Chemichals yang berbahan dasar expandable polystyrene atau foamed polystyrene
(FPS) yang tergolong dalam plastik polistiren (PS) atau yang memiliki kode-6 dalam
pengkodean plastik (BPOM, 2009).
Proses Kimia pembentukan Styrofoam
Styrofoam atau yang dikenal dengan nama dagangnya styrene merupakan
benda berwarna putih susu dan bersifat ringan. Styrofoam terbuat dari butiran-butiran
styrene yang diproses dengan menggunakan benzene. Bahan ini terbentuk sebagai
monomer yang tergabung satu sama lain menjadi polisrtyrene atau secara umum
disebut polyfoam. Monomer bahan-bahan pembentuk plastik pada styrofoam
merupakan rantai panjang dari satuan-satuan yang lebih kecil menjadi bentuk polimer.
Bila makanan dibungkus dengan plastik, monomer-monomer ini dapat berpindah ke
dalam makanan dan selanjutnya berpindah ke tubuh orang yang mengkonsumsinya.
Bahan-bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak larut dalam air
sehingga tidak dapat dibuang keluar melalui urine maupun feses (kotoran).
Penumpukan bahan-bahan kimia berbahaya dari plastik di dalam tubuh dapat memicu
gangguan kesehatan .
Kandungan benzena (benzene) pada proses pembuatan styrofoam merupakan
bahan kimia berbahaya bagi kesehatan. Apabila zat tersebut masuk dalam tubuh
manusia akan berdampak pada timbulnya berbagai penyakit. Benzena bisa
menimbulkan masalah pada kelenjar tyroid, mengganggu sistem syaraf sehingga
menyebabkan kelelahan, mempercepat detak jantung, sulit tidur, badan menjadi
gemetar, dan mudah gelisah. Di beberapa kasus, benzena bahkan bisa mengakibatkan
hilangnya kesadaran. Saat benzena termakan, dia akan masuk ke sel-sel darah dan
lama-kelamaan akan merusak sumsum tulang belakang. Akibatnya produksi sel darah
merah berkurang dan menimbulkan penyakit anemia. Efek lainnya, sistem imun akan
berkurang sehingga kita mudah terinfeksi. Pada wanita, zat ini berakibat buruk
terhadap siklus menstruasi dan mengancam kehamilan. Efek yang paling berbahaya,
zat ini bisa menyebabkan kanker payudara dan kanker prostat. Beberapa lembaga
dunia seperti World H
ealth Organization` s International Agency for Research on Cancer dan EPA
(Enviromental Protection Agency) styrofoam telah dikategorikan sebagai bahan
karsinogen (bahan penyebab kanker).
2. Toksikokinetika Benzena: Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi
Benzena dalam Tubuh Manusia
Benzena sebagai suatu kimia pelarut lemak didistribusikan dalam
bagianbagian berbeda, terutama tergantung pada kandungan lemak dari organ-organ
tersebut. Toksikokinetika benzena melalui suatu rangkaian proses yang dimulai dari
absorpsi kedalam tubuh, interaksi biokimia dan metabolic pathway, distribusi dan
eliminasi dari tubuh.
1. Absorbsi
Benzena yang masuk melalui inhalasi apabila tidak segera dikeluarkan melalui
ekspirasi, maka akan diabsorpsi ke dalam darah. Benzena larut dalam cairan tubuh
dalam konsentrasi sangat rendah dan secara cepat dapat berakumulasi dalajaringan
lemak karena kelarutannya yang tinggi dalam lemak. Uap benzena mudah diabsorpsi
oleh darah, yang sebelumnya diabsorpsi dengan baik oleh jaringan lemak.
Absorbsi benzena kedalam jaringan tubuh dapat melalui beberapa cara yaitu,
pernapasan (inhalasi), melalui kulit (dermal) dan melalui saluran pencernaan
(gastrointestinal).
Inhalasi (penafasan)
Benzena masuk ke dalam tubuh dalam bentuk uap melalui inhalasi, dan
absorpsi terutama melalui paru-paru, jumlah yang diinhalasi sekitar 40-50% dari
keseluruhan jumlah benzena yang masuk ke dalam tubuh. Benzena mudah diabsorpsi
melalui pernafasan, ketahanan paru-paru mengabsorpsi benzena mencapai lebih
kurang 50% untuk beberapa jam pada paparan di antara 2-100 cm 3 / m3.
Dermal (kontak kulit)
Berdasarkan studi yang telah dilakukan, Benzene diserap melalui kulit
manusia secara in vivo dan in vitro. Satu studi menemukan bahwa rata-rata 0,02-
0,05% dari benzena diterapkan pada kulit diserap, sisanya cepat menguap.
Gastrointestinal (pencernaan)
Absorpsi benzena yang efektif melalui pencernaan dapat mengakibatkan
intoksikasi akut, walaupun data kuantitatif pada manusia masih kurang. Walaupun
tidak ada informasi tentang absorpsi oral dari benzena pada larutan encer diasumsikan
bahwa absorpsi oral dari air adalah hampir 100%.
2. Distribusi
Benzena terdistribusi ke seluruh tubuh melalui absorpsi dalam darah, karena
benzena adalah lipofilik, maka distribusi terbesar adalah dalam jaringan lemak.
Jaringan lemak, sumsum tulang, dan urin mengandung benzena kira-kira 20 lebih
banyak dari yang terdapat dalam darah. Kadar benzena dalam otot dan organ 1-3 kali
lebih banyak dibandingkan dalam darah. Sel darah merah mengandung benzena dua
kali lebih banyak dari dalam plasma.
3. Metabolisme
Metabolic pathway dan interaksi biokimia di dalam tubuh melalui serangkaian
reaksi biokimia. Benzena dioksidasi pertama-tama di dalam hati (liver) oleh
cytochrome P-450-monooksigenase menjadi benzena oksida. Setelah reaksi ini,
beberapa metabolit sekunder terbentuk secara enzymatis dan non enzymatis.
Metabolit adalah bahan yang dihasilkan secara langsung oleh reaksi
biotransfusi. Setelah reaksi oksidasi ini, beberapa metabolit sekunder akan terbentuk
secara enzimatik dan non-enzimatik. Biotransformasi benzena dalam tubuh berupa
metabolit akhir yang utama adalah fenol yang diekskresi lewat urin dalam bentuk
terkonjugasi dengan asam sulfat atau glukuronat Sejumlah kecil dimetabolisme
menjadi kathekol, hidrokuinon, karbon dioksida, dan asam mukonat.
4. Ekskresi
Eliminasi benzena dalam tubuh melalui eksresi dan ekhalasi, benzena terutama
dieksresikan di dalam urine sebagai metabolit khususnya konjugasi phenol dan
glucuronic dan sulphuric acid, dan ekhalasi ke udara dalam bentuk yang tidak
berubah.
Bagian dari benzena yang diabsorpsi tanpa diubah adalah 12-50% lewat udara
ekspirasi dan kurang dari 1% lewat urin. Jumlah rata-rata fenol yang dieliminasi
adalah sekitar 30% dari dosis yang diabsorpsi. Untuk benzena yang tidak mengalami
reaksi metabolisme, proses berlangsung reversibel, dan benzena diekskresikan melalui
paru-paru.
3. Efek Toksik Benzena
Efek toksik paparan terhadap benzena pada konsentrasi yang sangat tinggi
melalui inhalasi atau dosis oral yang besar, mengakibatkan depresi sistem susunan
syaraf dan dapat berakibat kematian. Pada tingkat permulaan benzena terutama
berpengaruh terhadap susunan syaraf pusat. Tanda-tanda utamanya adalah : perasaan
mengantuk, pusing, sakit kepala, vertigo, dan kehilangan kesadaran.
Pada pemajanan akut tingkat sedang dapat menyebabkan sindroma prenarkosis
yang khas, yaitu sakit kepala, perasaan pusing atau mabuk, dan kadang-kadang
mengalami iritasi ringan pada saluran napas dan cerna. Pemajanan akut dengan
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan sesak napas, euforia, dan anestesia yang dalam.
Bila tidak segera ditolong, dapat terjadi kegagalan pemafasan dan kejang.
Efek toksik yang paling berarti pada paparan benzena adalah kerusakan
sumsum tulang yang terjadi secara laten dan sering ireversibel, mungkin disebabkan
oleh metabolit benzena epoksida. Sebagai akibatnya menimbulkan kerusakan genetik
dari DNA pada perkembangan tunas-tunas sel dalam tulang rawan, meningkatkan
pertumbuhan myeloblast (precursor sel-sel darah putih) dan penurunan jumlah hitung
sel darah merah. Paparan benzena dalam waktu lama dapat menyebabkan kanker pada
organ pembuat darah. Kondisi ini disebut leukemia.
4. Mekanisme hematotoksisitas benzena
Mekanisme hematotoksisitas benzena yang dikemukakan oleh McDonald
(2001) yang skemanya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Benzena dimetabolisme dengan bantuan enzim cytochrome P4502E1
(CYP2E1), terjadi terutama di dalam hati, mula-mula menjadi benzena oksida,
kemudian menjadi fenol, hidrokuinon, dan metabolit polifenolik lainnya. Metabolit
fenolik ini dapat didetoksifikasi oleh reaksi konjugasi dengan sulfat, glutation atau
glukoronida. Sulfatasi mungkin bukan merupakan mekanisme detoksifikasi yang kuat,
karena sumsum tulang mengandung sulfatase konsentrasi tinggi yang dapat memecah
senyawa konjugat menjadi fenol bebas. Metabolit fenolik di dalam sumsum tulang
mengalami reaksi peroksidase (dengan bantuan myeloperoksidase) atau auto-oksidasi,
berubah menjadi kuinon yang sangat reaktif. Perlawanan terhadap kuinon yang sangat
reaktif ini dilakukan oleh NAD(P)H: quinone oxidoreductase (NQO1) atau konjugasi
dengan glutation. Metabolit quinon juga meningkatkan tekanan oksidatif dan
mengubah diferensiasi dan pertumbuhan sel dalam kompartemen myeoloid.
Kombinasi efek genetik dan epigenetik dari sel progenitor dalam sumsum tulang
menimbulkan leukemia pada individu.
Fenol, hidrokuinon, dan metabolit fenolik lainnya ditransportasikan ke seluruh
tubuh melalui darah, masuk ke jaringan sumsum tulang. Mekanisme leukemogenesis
dari benzena mengindikasikan bahwa hidrokuinon, atau hidrokuinon yang
berkombinasi dengan fenol atau metabolit fenolik lainnya berpotensi menimbulkan
induksi dan progresi kanker. Hidrokuinon dan metabolit benzena lainnya berasosiasi
dengan DNA adduct, kerusakan DNA, perubahan kromosonal, perubahan
hematopoiesis, aneuploidy (kehilangan seluruh kromosom) yang kesemuanya
merupakan faktor kontribusi pada beberapa bentuk leukemia pada orang dewasa
maupun anak-anak. Kuinon yang diturunkan dari fenol, katekol, hidrokuinon dan
1,2,4-benzenetriol menyebabkan kerusakan genetik termasuk pecahnya kromosom
dan aneuploidy.
Metabolisme primer diasumsi terjadi dalam hati, dan metabolisme sekunder
benzena. Proses yang melibatkan transport metabolit dari hati ke sumsum tulang tidak
diketahui, walaupun ikatan kovalen antara metabolit dengan protein darah telah
diketahui. Pada paparan kadar rendah, ekskresi urin dari konjugat turunan benzena
menunjukkan jalur ekskresi mayor. Ekskresi melalui saluran empedu (biliary
excretion) merupakan jalur ekskresi minor.
E. KESIMPULAN
Styrofoam adalah kemasan makanan yang berbahan dasar expandable
polystyrene atau foamed polystyrene (FPS) yang tergolong dalam plastik polistiren
(PS). Styrofoam terbuat dari butiran-butiran styrene yang diproses dengan
menggunakan benzene. Toksikokinetika benzena yang meliputi suatu rangkaian
proses yang dimulai dari absorpsi kedalam tubuh melalui darah, interaksi biokimia
dan metabolic pathway, distribusi dan eliminasi dari tubuh.
Efek toksik paparan terhadap benzena pada konsentrasi yang sangat tinggi
melalui inhalasi atau dosis oral yang besar, mengakibatkan depresi sistem susunan
syaraf dan dapat berakibat kematian. Pada pemajanan akut tingkat sedang dapat
menyebabkan sindroma prenarkosis yang khas, yaitu sakit kepala, perasaan pusing
atau mabuk, dan kadang-kadang mengalami iritasi ringan pada saluran pernafasan dan
pencernaan. Efek toksik yang paling berarti pada paparan benzena adalah kerusakan
sumsum tulang yang terjadi secara laten dan sering ireversibel, mungkin disebabkan
oleh metabolit benzena epoksida.
F. DAFTAR PUSTAKA
Sulistyowati, Eddy. 2008. Diktat Toksikologi. Yogyakarta: FMIPA UNY
Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). Toxicological profiles for benzene (Draft for Public Comment). U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service, Atlanta, Georgia, U.S.A.September 2005. http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp3.html. Diakses pada tanggal 20 September 2012
Anonim. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1469747/pdf/envhper00349-0052.pdf. Diakses pada tanggal 22 September 2012
Anonim. Benzene: Toxicology. http://www.crios.be/benzene/toxicology.htm. Diakses pada tanggal 22 September 2012
Anonim. Kemasan Styrofoam. http://belajar.kemdiknas.go.id/index3.php?display=view&mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Pengetahuan%20Populer/view&id=189&uniq=all. Diakses pada tanggal 19 September 2012