BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada suhu ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suhu tertentu aspal akan mencair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau masuk ke dalam pori-pori yang ada pada waktu penyiraman pada perkerasan macadam atau pelaburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya yang disebut dengan sifat thermoplastis (Sukirman, 1995). Aspal yang umum digunakan yaitu aspal yang berasal dari destilasi minyak bumi dan disamping itu pula mulai banyak juga dipergunakan aspal alam yang berasal dari pulau Buton. Aspal minyak yang dipergunakan dalam konstruksi perkerasan jalan raya merupakan proses hasil residu dari destilasi minyak bumi, sering disebut aspal semen. Aspal semen bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa, dan garam. Sebagai salah satu bahan konstruksi perkerasan lentur, aspal merupakan komponen kecil yang umumnya hanya terdiri dari 4 % - 10 % berdasarkan berat atau 10 % - 15 % dari volume, namun merupakan komponen yang relatif mahal. 2.1.1 Jenis-jenis Aspal Aspal yang digunakan sebagai bahan perkerasan jalan terdiri dari aspal alam dan aspal buatan (Sukirman, 2003) : II-1

Transcript of BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

Page 1: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada suhu

ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suhu tertentu aspal

akan mencair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal

beton atau masuk ke dalam pori-pori yang ada pada waktu penyiraman pada perkerasan

macadam atau pelaburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat

agregat pada tempatnya yang disebut dengan sifat thermoplastis (Sukirman, 1995).

Aspal yang umum digunakan yaitu aspal yang berasal dari destilasi minyak bumi

dan disamping itu pula mulai banyak juga dipergunakan aspal alam yang berasal dari

pulau Buton.

Aspal minyak yang dipergunakan dalam konstruksi perkerasan jalan raya

merupakan proses hasil residu dari destilasi minyak bumi, sering disebut aspal semen.

Aspal semen bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan

lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa, dan garam.

Sebagai salah satu bahan konstruksi perkerasan lentur, aspal merupakan

komponen kecil yang umumnya hanya terdiri dari 4 % - 10 % berdasarkan berat atau 10

% - 15 % dari volume, namun merupakan komponen yang relatif mahal.

2.1.1 Jenis-jenis Aspal

Aspal yang digunakan sebagai bahan perkerasan jalan terdiri dari aspal alam dan

aspal buatan (Sukirman, 2003) :

1. Aspal alam

Merupakan aspal yang berasal dari proses alamiah, terdiri dari aspal danau

(aspal dari Bermudez, Trinidad) dan aspal gunung (aspal dari pulau Buton).

2. Aspal buatan

Aspal buatan dibuat dari minyak bumi, sebagai bahan baku pada umumnya

minyak bumi yang banyak mengandung aspal dan sedikit paraffin. Aspal buatan

terdiri dari aspal minyak, dan ter.

Menurut Sukirman (2003), aspal minyak dengan bahan dasar aspal dibedakan

menjadi :

1. Aspal Keras (Asphalt Cement)

Aspal jenis ini merupakan aspal murni, dimana sifat aspal ini ditunjukkan

melalui derajat kekerasan yang disebut penetrasi dan dapat diketahui melalui

II-1

Page 2: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

percobaan penetrasi. Nilai penetrasi yang tinggi menunjukkan aspal tersebut semakin

lembek.

Jenis-jenis aspal semen berdasarkan nilai penetrasinya antara lain :

a. AC penetrasi 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40 - 50

b. AC penetrasi 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60 - 70, seperti pada

Tabel 2.1.

c. AC penetrasi 80/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 80 - 100

d. AC penetrasi 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120 - 150

e. AC penetrasi 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200 - 300

Aspal keras dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau

lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal penetrasi tinggi digunakan untuk

daerah yang bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume sedang atau rendah. Di

negara kita umumnya digunakan AC penetrasi 60/70 atau AC penetrasi 80/100.

2. Aspal Cair / dingin (cut back asphalt)

Aspal cair merupakan suatu pencampuran aspal semen dengan bahan pencair

dari hasil penyulingan minyak bumi.

3. Aspal Emulsi (emultion asphalt)

Aspal emulsi adalah aspal yang lebih cair daripada aspal cair dan mempunyai

sifat dapat menembus pori-pori halus dalam batuan, yang tidak dapat dilalui oleh

aspal cair biasa.

2.1.2 Sifat Aspal

Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai bahan

pengikat dan pengisi, hal ini berarti aspal harus mempunyai daya tahan terhadap cuaca

dan memberikan sifat elastis yang baik (Sukirman, 2003).

Sifat-sifat aspal adalah sebagai berikut :

1. Penetrasi, yaitu sifat yang menunjukkan tingkat kekerasan aspal.

2. Titik lembek (softening point), yaitu suhu dimana aspal mulai melembek. Aspal

merupakan material yang thermoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika

suhu berkurang dan akan menjadi lunak atau lebih cair jika suhu bertambah.

3. Titik nyala (flash point), yaitu suhu saat aspal mulai mengeluarkan api dalam

hitungan detik tertentu dan ketahanan aspal terhadap suhu panas.

4. Berat jenis, yaitu perbandingan berat aspal terhadap berat air sehingga dapat

diketahui kuantitas pemakaian aspal dalam pelaksanaan (banyaknya aspal dalam

campuran).

II-2

Page 3: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

5. Kekentalan (viscosity), yaitu sifat yang menyatakan sulit mudahnya suatu bahan

(aspal) mengalir.

6. Kelekatan pada Bitumen, yaitu sifat yang menunjukkan baik tidaknya aspal melekat

pada batuan.

7. Kadar air, yaitu jumlah air yang terkandung dalam aspal.

8. Daktilitas, yaitu sifat plastis aspal dan kohesi dalam aspal sendiri.

9. Kelarutan dalam organik, yaitu sifat-sifat yang memastikan aspal tidak

tercampur dengan material luar.

Aspal dengan penetrasi 60/70 menurut spesifikasi BM.2005 dapat dilihat pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal Penetrasi 60/70

No Jenis Pemeriksaan Spesifikasi BM.2005 aspal Penetrasi 60/70

Minimal Maksimal1 Penetrasi (0,1 mm) 60 792 Titik Lembek (0C) 48 583 Titik Nyala (0C) 200 -4 Titik Bakar (0C) 300 -5 Kehilangan Berat - -6 Daktilitas (cm) 100 -7 Berat Jenis (gr/cm3) 1,0 -

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005.

2.1.3 Karakteristik Aspal

Karakteristik aspal menurut Sukirman (2003), sebagai material perkerasan jalan

yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :

1. Daya Tahan (Durability)

Daya tahan aspal adalah sifat yang menunjukkan kemampuan aspal untuk

mempertahankan sifat asalnya yang diakibatkan pengaruh cuaca atau iklim selama

masa pelayanan jalan. Sifat ini juga dipengaruhi oleh sifat agregat, campuran dengan

aspal, faktor pelaksanaan dan lain-lain.

2. Kekerasan Aspal

Sifat ini menunjukkan tingkat kekerasan aspal. Aspal pada proses pencampuran

dipanaskan dan dicampurkan dengan agregat, sehingga agregat dilapisi aspal. Pada

proses pelaksanaan selanjutnya, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi

getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan ini terus terjadi sampai masa

pelayanan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan

polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti

agregat.

II-3

Page 4: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

3. Kepekaan Terhadap Temperatur

Aspal merupakan material yang bersifat thermoplastis, artinya aspal akan

menjadi keras atau kental pada suhu rendah dan akan menjadi lunak atau cair pada

suhu tinggi. Kepekaan terhadap temperatur dari masing-masing aspal berbeda-beda

tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut dari jenis yang sama.

4. Adhesi dan Kohesi

Adhesi adalah sifat yang menunjukkan kemampuan aspal untuk mengikat

agregat sehingga menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dengan agregat. Kohesi

adalah sifat yang menunjukkan kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan

agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan. Karakteristik-karakteristik

tersebut perlu diuji dan diperhatikan sehingga dapat digunakan sebagai bahan

konstruksi perkerasan jalan yang baik.

2.1.4 Kegunaan aspal

Menurut Direktorat Bina Marga (1976), aspal umumnya dipergunakan sebagai

material perkerasan jalan. Fungsi aspal didalam konstruksi jalan adalah sebagai berikut :

1. Mengikat batuan atau antara lapisan-lapisan konstruksi.

2. Membuat permukaan jalan menjadi kedap air (water proving).

3. Menambah stabilitas atau memberikan semacam bantalan pada batuan.

4. Menutup permukaan jalan hingga tidak becek dan berdebu.

2.2 Campuran Aspal Beton

2.2.1 Lapis Perkerasan

Menurut Suprapto (2000), perkerasan lentur (flexible pavement) merupakan jenis

perkerasan yang menggunakan bahan pengikat aspal dan konstruksinya terdiri dari

beberapa lapisan. Susunan lapisan perkerasan lentur terdiri dari surface course, base

course, dan subbase course. Masing-masing bisa terdiri dari satu lapis atau lebih, dan

kesemuanya digelar diatas permukaan tanah asli yang dipadatkan disebut subgrade.

1. Lapis permukaan (LP) atau surface course

Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapisan ini

meliputi :

a. Struktural

Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh

perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk ini,

persyaratan yang harus dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil.

b. Nonstruktural

II-4

Page 5: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

Yaitu lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang

ada di bawahnya, menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan dapat

berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup dan membentuk permukaan

yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak yang cukup untuk menjamin

tersedianya keamanan lalu lintas.

2. Lapis pondasi atas (LPA) atau base course

Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis

permukaan dan lapis pondasi bawah.

Fungsi lapisan ini adalah :

a. Lapis pendukung bagi lapis

permukaan.

b. Pemikul beban horizontal

dan beban vertikal.

c. Lapis peresapan bagi lapis

pondasi bawah.

3. Lapis pondasi bawah (LPB) atau subbase course

Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis

pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapisan ini adalah :

a. Menyebarkan beban roda.

b. Seb

agai lapis peresapan.

c. Lap

isan yang mencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi.

d. Lap

is pertama pada pembuatan perkerasan.

4. Tanah dasar (TD) atau subgrade

Tanah dasar atau subgrade adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah

galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan tanah dasar

untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

2.2.2 Klasifikasi Campuran Aspal

Secara umum menurut spesifikasi BM.2005, campuran aspal panas dapat

diklasifikasikan dalam :

1. Latasir (sand sheet) kelas A dan B

II-5

Page 6: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

Campuran ini ditujukan untuk jalan dengan lalu-lintas rencana kurang dari 0,5

juta ESA dan khususnya pada daerah dimana agregat kasar sulit diperoleh. Pemilihan

kelas A atau B terutama tergantung pada gradasi pasir yang digunakan.

2. Lataston (HRS)

Lataston terdiri dari dua macam campuran, yaitu lataston lapis pondasi (HRS-

Base) dan lataston lapis permukaan (HRS-Wearing Course). Ukuran maksimum

agregat masing-masing campuran adalah 19 mm. Lataston lapis pondasi (HRS-Base)

mempunyai proporsi fraksi agregat kasar lebih besar daripada lataston lapis

permukaan (HRS-Wearing Course). Campuran ini ditujukan untuk jalan dengan lalu-

lintas rencana kurang dari 1 juta ESA.

3. Laston (AC)

Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, yaitu laston lapis aus (AC-

WC), laston lapis antara (AC-BC), dan laston lapis pondasi (AC-Base). Ukuran

maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, dan 37,5 mm.

Setiap jenis campuran AC yang menggunakan bahan aspal polimer atau aspal

dimodifikasi dengan asbuton atau aspal multigrade disebut masing-masing sebagai

AC-WC Modified, AC-BC Modified, dan AC-Base Modified. Laston ditujukan untuk

jalan dengan lalu lintas rencana berkisar antara 1 - 10 juta ESA, sedangkan laston

dimodifikasi (AC modified) ditujukan untuk jalan dengan lalu lintas rencana lebih

besar dari 10 juta ESA (Departemen Pekerjaan Umum, 2005).

Tebal aktual campuran aspal yang dihampar harus sama atau lebih besar dari

tebal nominal rancangan yang ditentukan. Tebal nominal rencana ini dapat dilihat pada

Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tebal Nominal Minimum Lapisan Beraspal dan Toleransi

Jenis campuran Simbol Tebal NominalMinimum (cm)

Toleransi Tebal (mm)

Latasir kelas A SS-A 1,5 ± 2,0

Latasir kelas B SS-B 2,0 ± 2,0

Lataston Lapis Aus HRS-WC 3,0 ± 3,0Lapis Pondasi HRS-Base 3,5 ± 3,0

Laston

Lapis Aus AC-WC 4,0 ± 3,0

Lapis Pengikat AC-BC 5,0 ± 4,0

Lapis Pondasi AC-Base 6,0 ± 5,0

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005.

2.3 Agregat

II-6

Page 7: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan

kompak. Istilah agregat mencakup batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Pada

campuran beraspal agregat memberikan kontribusi sampai 90 %- 95 % terhadap

campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja

campuran tersebut (Sukirman, 2003).

Sebagai bahan penyusun campuran menurut spesifikasi BM.2005, berdasarkan

ukuran partikel agregat dapat dibedakan atas:

1. Agregat Kasar

Fraksi agregat kasar yang digunakan adalah agregat yang tertahan ayakan No. 8

(2,36 mm). Agregat ini harus dipastikan bersih, keras, awet dan bebas dari lempung

ataupun bahan organik lain yang tidak dikehendaki. Agregat kasar berupa batu pecah

atau kerikil pecah sebaiknya dipersiapkan dalam ukuran nominal tunggal. Agregat

kasar haruslah mempunyai angularitas yaitu persen terhadap berat agregat yang lebih

besar dari 2,36 mm permuka bidang pecah satu atau lebih. Adapun ketentuan-

ketentuan yang disyaratkan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Kasar

Pengujian Spesifikasi BM.2005 Nilai

Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maksimal 40 %

Angularitas (kedalaman dari

permukaan < 10 cm)SNI 03-2417-1991

95/90 %

Angularitas (kedalaman dari

permukaan > 10 cm)80/75 %

Partikel pipih dan lonjong ASTM D-4791 Maksimal 10 %

Material lolos Saringan No. 200 SNI 03-2417-1991 Maksimal 1 %

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005.

2. Agregat Halus

Agregat halus yang digunakan merupakan pasir atau pengayakan batu pecah

(abu batu) yang lolos ayakan No. 8 (2,36 mm). Dalam pencampuran aspal persentase

maksimum agregat halus yang disarankan untuk Laston (AC) adalah 15 %. Sama

halnya dengan agregat kasar, agregat halus yang digunakan merupakan bahan yang

bersih, keras, bebas dari lempung ataupun bahan lainnya yang tidak dikehendaki

dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Ketentuan Agregat Halus

Pengujian Spesifikasi BM.2005 Nilai

II-7

Page 8: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Minimal 50 %

Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maksimal 8 %

Angularitas (kedalaman dari

permukaan < 10 cm)SNI 03-2417-1991

Minimal 45 %

Angularitas (kedalaman dari

permukaan > 10 cm)Minimal 40 %

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005.

2.4 Gradasi Agregat

Ukuran butiran agregat dan persentase berat dari setiap jenis agregat yang

diperlukan, ditentukan dalam persyaratan teknisnya. Menurut Sukirman (2003), gradasi

adalah susunan butiran agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat akan dapat

diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Gradasi agregat harus mempunyai jarak

terhadap batas-batas toleransi seperti terlihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Beton

Ukuran Ayakan% Berat Yang Lolos

Latasir (SS) Lataston (HRS) Laston (AC)

ASTM (mm)Kelas

A

Kelas

BWC Base WC BC Base

1 ½” 37,5 100

1” 25 100Maks.9

0

1/4” 19 100 100 100 100 100 90-100

1/2” 12,590 -

100

90 -

100

90 -

100

Maks.9

0

3/8” 9,5 90 - 100 75 - 8565 -

100

Maks.9

0

No. 8 2,3675 -

10050 - 72 35 - 55 28 - 58 23 - 49 19 - 45

No. 16 1,18

No. 30 0,600 36 - 60 16 - 35

No. 0,075 10 - 15 8 - 13 6 - 12 2 - 9 4 - 10 4 - 8 3 - 7

II-8

Page 9: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

200

Daerah Larangan Untuk Laston (AC)

ASTM (mm) WC BC Base

No. 4 4,75 - - 3,95

No. 8 2,36 39,1 34,6 28,6 -30,8

No. 16 1,18 25,6 -31,6 22,3 -28,3 18,1 -24,1

No. 30 0,600 19,1 -23,1 16,7 -20,7 13,6 -17,6

No.

2000,800 15,5 13,7 11,4

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2005.

2.5 Serbuk Besi

2.5.1 Pengertian Serbuk Besi

Menurut Daryus (2008), serbuk besi adalah bagian dari hasil sisa potongan atau

sisa pembubutan besi tuang yang merupakan hasil pemakaian di industri. Ada tiga jenis

besi tuang yang banyak digunakan, yaitu besi tuang kelabu (grey cast iron), besi tuang

ulet atau besi tuang nodular (nodular cast iron) dan besi tuang putih (white cast iron).

Ketiga jenis besi tuang ini mempunyai komposisi kimia yang hampir sama. Pemakaian

besi pada industri menghasilkan limbah buangan berupa serbuk besi yang merupakan

hasil langsung dari sisa pembubutan dan pemotongan besi seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Serbuk Besi

2.5.2 Senyawa Utama Serbuk Besi

Secara umum kandungan kimia serbuk besi terdapat dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Kandungan Kimia Serbuk Besi

Kandungan Kimia Persentase ( % )

Silikon (Si) 1-3

Carbon (C) 2-4

Mangan (Mn) 0,8

II-9

Page 10: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

Fospor (P) 0,1

Sulfur (S) 0,05

Besi (Fe) Sisa

Sumber : Besi Tuang, 2000.

2.6 Bahan Pengisi (Filler)

Menurur spesifikasi BM.2005, bahan pengsi (filler) adalah bahan pengisi yang

lolos saringan No. 200 tidak kurang dari 75 % terhadap beratnya dan mempunyai sifat

non plastis. Filler biasanya dipakai bahan-bahan seperti abu batu, kapur padaman, semen

(PC), dan bahan non plastis lainnya. Menurut Miharjo (1995), penggunaan bahan pengisi

campuran beton aspal adalah sebagai berikut :

1. Dapat berfungsi ganda dalam campuran beton aspal, yaitu sebagai bagian dari agregat

bahan pengisi akan mengisi rongga dan menambahkan bidang kontak antara butiran

agregat. Kemudian apabila dicampur dengan aspal bahan pengisi akan membentuk

pengikat sehingga akan meningkatkan kekuatan campuran.

2. Penambahan bahan pengisi pada aspal akan meningkatkan kosistensi aspal.

3. Viskositas campuran aspal bahan pengisi pada suhu tinggi sangat bervariasi pada

kisaran yang lebar, tergantung pada jenis bahan pengisi dan kadarnya.

4. Bahan pengisi yang berkonsentrasi tinggi akan menciptakan hasil yang baik antara

viskositas dengan pemadatan campuran.

5. Terdapat korelasi yang baik antara stabilitas campuran aspal dan kekentalan aspal

pada pemadatan campuran dengan kadar void yang sama.

Pada penelitian ini bahan pengisi (filler) yang digunakan dalam pencampuran

aspal beton adalah semen Padang tipe I.

2.7 Pengujian Marshall

Pengujian Marshall merupakan pengujian laboratorium untuk perkerasan yang

meliputi pengujian karakteristik campuran dan perencanaan kadar aspal optimum (KAO).

Menurut Sukirman (2003), kinerja aspal beton padat dapat ditentukan melalui pengujian

benda uji yang meliputi :

1. Penentuan berat volume benda uji

Pengujian nilai stabilitas, adalah kemampuan maksimum aspal beton padat

menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam mm atau

0,01 mm. Kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu-lintas tanpa terjadi

perubahan bentuk seperti gelombang, alur, bleeding atau tanda-tanda lain yang

mengubah campuran. Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar

II-10

Page 11: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Stabilitas akan meningkat jika

kadar aspal bertambah, sampai mencapai nilai maksimum, dan setelah itu stabilitas

akan menurun.

2. Pengujian kelelehan (flow)

Adalah perubahan bentuk plastis dari beton aspal padat akibat adanya beban

sampai batas keruntuhan. Kelehan atau flow akan terus meningkat seiring

bertambahnya kadar aspal.

3. Perhitungan Marshall Quotient (MQ)

Adalah perbandingan antara nilai stabilitas dan flow.

4. Perhitungan berbagai jenis volume pori dalam beton aspal padat

Perhitungan sifat volumetrik dalam aspal beton padat diperoleh dari

perhitungan analitis. Adapun jenis volume pori tersebut adalah :

a. Volume pori dalam agregat campuran (VMA)

Merupakan banyaknya pori diantara butir-butir agregat didalam beton aspal padat

jika seluruh selimut aspal ditiadakan. VMA akan meningkat jika selimut aspal

lebih tebal, atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka.

b. Volume pori dalam beton aspal padat (VIM)

Banyaknya pori yang berada dalam beton aspal padat atau banyaknya pori

diantara butir-butir agregat yang diselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persen

terhadap volume aspal beton. VIM dibutuhkan untuk tempat bergesernya butir-

butir agregat, akibat pemadatan tambahan yang terjadi oleh repetisi beban lalu

lintas. VIM yang terlalu besar akan mengakibatkan aspal beton padat berkurang

kekedapan airnya, sehingga berakibat meningkatnya proses oksidasi aspal yang

dapat mempercepat penuaan aspal dan akan menurunkan sifat durabilitas beton

aspal. VIM yang terlalu kecil akan mengakibatkan perkerasan mengalami

bleeding jika temperatur meningkat.

c. Volume pori antara butir agregat terisi aspal (VFA)

Banyaknya pori-pori antara butir agregat didalam aspal padat yang terisi oleh

aspal dinyatakan sebagai VFA. Dengan demikian aspal yang mengisi VFA

adalah aspal yang berfungsi untuk menyelimuti butir-butir agregat di dalam aspal

beton padat, atau dengan kata lain VFA merupakan persentase volume aspal

beton padat yang menjadi film atau selimut aspal.

Adapun ketentuan sifat-sifat campuran laston menurut spesifikasi BM.2005

dapat dilihat pada Tabel 2.7.

II-11

Page 12: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

Tabel 2.7 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston

Sifat-sifat CampuranLaston

WC BC Base

Penyerapan Aspal (%) Max 1,2

Jumlah Tumbukan Per Bidang 75 112

Rongga Dalam Campuran (VIM) (%)Min 3,5

Max 5,5

Rongga Dalam Agregat (VMA) (%) Min 15 14 13

Rongga Terisi Aspal (VFA) (%) Min 65 63 60

Stabilitas MarshallMin 800 1500

Max - -

Kelelehan (mm) Min 3 5

Marshall Quotient (MQ) (kg/mm) Min 250 300

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah

perendaman 24 jam, 600 CMin 75

Rongga Dalam Campuran (%) Pada

Kepadatan Membal (refusal)Min 2,5

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005.

2.8 Perhitungan Statistik

1. Rumus perhitungan statistik yang disyaratkan :

x =

∑ x

n ..................................................................................................(2.1)

s = 1

)( 2

n

xx

.....................................................................................(2.2)

Dimana :

x : Nilai rerata

x : Nilai masing-masing pengamatan

II-12

Page 13: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

s : Deviasi standar

n : Jumlah sampel

2. Analisis Varians

Menurut Harinaldi (2005), analisis varian adalah suatu teknik statistik yang

memungkinkan kita untuk mengetahui apakah dua atau lebih mean populasi akan

bernilai sama dengan menggunakan data dari sampel-sampel masing-masing

populasi. Dalam uji Anava, hipotesis nolnya adalah sampel-sampel yang diambil dari

populasi-populasi saling independen yang memiliki mean sama. Dengan kata lain,

hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya :

Ho : 1 = 2 = 3 = ....... = k.

H1 : tidak seluruh mean populasi sama.

k : jumlah populasi yang dikaji.

Jika hipotesis Ho diterima, berarti Fhitung yang didapat lebih kecil dari Ftabel

(Fhitung < Ftabel) . Namun apabila hipotesis H1 diterima, jadi Fhitung lebih besar dari Ftabel

(Fhitung > Ftabel) dan dapat disimpulkan bahwa sekurangnya terdapat satu mean populasi

yang berbeda dari populasi yang lainnya, serta F tabel terdiri dari taraf signifikan 5 %.

Untuk perhitungan analisis varians dapat dilihat pada tabel 2.8.

Tabel 2.8 Perhitungan Analisis Varians

Sumber Variasi dk JK KT Fhitung

Rata-rata

Antar Kelompok

Dalam Kelompok

1

k – 1

Σ(ni – 1)

Ry

Ay

Dy

R = Ry/1

A = Ay/(k – 1)

D = Dy/( Σ(ni – 1)

A/D

Total Σni

Sumber : Sudjana, 1992.

Ry =

j2

∑ ni , dengan J = J1 + J2 +......+ Jk.............................................. (2.3)

Ay = ∑ ( j2

n i)− Ry

................................................................................ (2.4)

Dy = Σ Y2 – Ry – Ay............................................................................... (2.5)

Σ Y2 = J12 + J2

2 +......+ Jk2.......................................................................... (2.6)

II-13

Page 14: BAHAN PERKERASAN JALAN.docx

Dimana :

JK : Jumlah kuadrat

KT : Kuadrat tengah

dk : Derajat kebebasan

Ry : Variasi rata-rata

Ay : Antar kelompok

Dy : Dalam kelompok

ΣY2 : Total

k : Jumlah perlakuan

Jk : Jumlah benda uji pada perlakuan k

Fhitung : Nilai statistik F

ni : Jumlah benda uji ke i

2.9 Penelitian Sebelumnya

Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam pemanfaatan pasir besi, sebagai

bahan pengganti sebagian semen. Selain pasir besi, penelitian juga pernah dilakukan pada

limbah terak besi sebagai pengganti sebagian filler pada campuran aspal beton.

Berdasarkan penelitian Suryadi (2007), pada penelitian beton pasir besi sebagai

bahan pengganti semen dengan jumlah fraksi pasir besi 10 %, 20 %, 30 %, 40 %, dan

50 % dari berat semen. Uji kuat tekan beton dilakukan pada umur 3, 7, 21, 28, 56 dan 90

hari. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa subsitusi 10 % pasir besi kuat tekannya

meningkat 9,34 %. Tegangan dan regangan dengan penambahan 10 % pasir besi juga

meningkat sekitar 10,25 % terhadap beton normal, sedangkan modulus elastisitas

meningkat 7,65 % dan poison rationya meningkat sekitar 14,16 %.

Selain pasir besi, penelitian juga pernah dilakukan pada terak besi oleh Piscesika

(2004) terhadap pengaruh penggunaan terak besi sebagai filler pada campuran aspal

beton dengan penambahan fraksi terak besi sebesar 0 %, 25 %, 50 %, 75 %, dan 100 %

dari berat agregat. Untuk karakteristik Marshall, penggunaan terak besi dengan kadar 50

% akan menaikkan nilai stabilitas maksimal pada kadar aspal 7 % yaitu 1.492,589 kg.

II-14