Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

20
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN A. Masalah Utama Perilaku kekerasan B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995) Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz dalam Harnawati, 1993) Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998) Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramis, 1998). Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan fisik (Ketner et al.,1995) Menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang 1 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Transcript of Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

Page 1: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama

Perilaku kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Pengertian

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

lain maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995)

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz

dalam Harnawati, 1993)

Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai

secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998)

Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan

klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramis,

1998). Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara

verbal dan fisik (Ketner et al.,1995)

Menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman

emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun

orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah

berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol

(Yosep, 2007)

Perilaku kekerasan (agresif) adalah suatu bentuk perilaku yang diarahkan

pada tujuan menyakiti atau melukai orang lain yang dimotivasi menghindari

perilaku tersebut (Kaplan dan Sadock, 1997).

1 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Page 2: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

2. Tanda dan Gejala

a. Fisik

Mata melotot,/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah

memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

b. Verbal

Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada

keras, kasar dan ketus.

c. Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,

amuk/agresif.

d. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,

tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan

menuntut.

e. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang

mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

f. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan

kreativitas terhambat.

g. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.

h. Perhatian

Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

3. Rentang Respon

Respon Adaptif Respons Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar. Rentang Respons Perilaku Kekerasan

Sumber: Keliat (1999)

2 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Page 3: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

Keterangan:

1. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan

orang lain dan memberikan ketenangan.

2. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan

tidak dapat menemukan alternatif

3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya

4. Agresif : perilaku yang menyertai marah

5. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya

kontrol

Tabel. Perbandingan antara perilaku asertif, pasif dan agresif/kekerasan

Pasif Asertif Agresif

Isi Pembicaraan Negatif dan

merendahkan diri,

contohnya

perkataan:

“Dapatkah saya?”

“Dapatkah kamu?”

Positif dan

menawarkan diri,

contohnya

perkataan:

“Saya dapat…”

“Saya akan…”

Menyombongkan

diri, merendahkan

orang lain, contoh

perkataan:

“Kamu selalu…”

“Kamu tidak

pernah…”

Tekanan suara Cepat lambat,

mengeluh

Sedang Keras dan ngotot

Posisi badan Menundukkan

kepala

Tegap dan santai Kaku, condong ke

depan

Jarak Menjaga jarak

dengan sikap

acuh/mengabaikan

Mempertahankan

jarak yang aman

Siap dengan jarak

akan menyerang

orang lain

Penampilan Loyo, tidak dapat

tenang

Sikap tenang Mengancam, posisi

menyerang

Kontak mata Sedikit/sama sekali

tidak

Mempertahankan

kontak mata

sesuai dengan

hubungan

Mata melotot dan

dipertahankan

Sumber: Keliat (1999)

3 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Page 4: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

4. Faktor Predisposisi

Menurut Townsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan

tentang factor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Teori biologik

Berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi

seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut:

1) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis

mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls

agresif. System limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya

perilaku bermusuhan dan respons agresif.

2) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)

menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin, norepinefrin,

dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi

dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormone androgen dan

norepinefrin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan

serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan

timbulnya perilaku agresif pada seseorang.

3) Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat

kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang

umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak criminal

(narapidana)

4) Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai

gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus

temporal), trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi (epilepsi lobus

temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak

kekerasan.

b. Teori psikologik

1) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya

kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego

dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat

memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri

serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi

4 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Page 5: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

bahwa perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan

secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga

diri pelaku tindak kekerasan.

2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang

diperlajari, individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap perilaku

kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal

dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik

3) Teori sosiokultural

4) Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku

kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat

merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.

5. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi factor internal dan eksternal.

a. Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan,

menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang control, dan lain-lain.

b. Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, krisis,

dan lain-lain.

Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan

atau penganiayaan antara lain sebagai berikut:

a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi

b. Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu

c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya

dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa

d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan obat

dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa

frustasi

e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan

tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga

5 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Page 6: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

6. Prinsip Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan

a. Manajemen kritis (Stuart dan Sundeen, 1995)

1) Amati perilaku klien secara sering

2) Amati terhadap perilaku-perilaku yang mengarah pada

tindakan untuk bunuh diri

3) Tentukan maksud dan alat-alat yang memungkinkan untuk

bunuh diri

4) Dapatkan kontrak verbal atau tertulis dari pasien yang

menyatakan persetujuan untuk tidak mencelakakan diri sendiri yang

menyetujui untuk mencari staf pada keadaan di mana pemikiran ke arah

tersebut timbul.

5) Bantuan pasien mengenali kapan kemarahan terjadi dan untuk

menerima perasaan tersebut sebagai milik sendiri.

6) Bertindak sebagai model peran untuk ekspresi

7) Singkirkan semua benda-benda yang berbahaya

8) Coba untuk mengarahkan perilaku kekerasan fisik untuk

ansietas pasien

9) Usahakan untuk tetap bersama pasien jika tingkat kegelisahan

dan tegangan mulai meningkat.

10) Staf harus memperhatikan dan menyampaikan dengan sikap

yang tenang.

11) Sediakan staf yang cukup yang dapat memperhatikan kekuatan

pada pasien

12) Berikan obat penenang sesuai pesanan dokter

13) Pembatasan-pembatasan mekanis

b. Manajemen Perilaku Kekerasan

Terlampir.

7. Penatalaksanaan

a. Farmakoterapi

1) Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ / HLP)

2) Obat anti depresi, Amitriptylin

6 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Page 7: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

3) Obat anti maniak, Haloperidol

4) Obat anti ansietas, Diazepam, Bromozepam, Clobozam

5) Obat anti insomnia, Phneobarbital

b. Terapi Modalitas

1) Terapi Keluarga

Berfokus pada keluarga di mana keluarga membantu mengatasi masalah

klien dengan memberikan perhatian :

- Bina hubungan saling percaya

- Jangan memancing emosi klien

- Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan

keluarga

- Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan

pendapat

- Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang

dialami

- Mendengarkan keluhan klien

- Membantu memecahkan masalah yang dialami klien

- Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan

klien

- Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung

memvonis

- Jika terjadi Pk yang dilakukan adalah :

Bawa klien ketempat yang tenang dan aman

Hindari benda tajam

Lakukan fiksasi sementara dengan tujuan :

o Jaga harga dirinya

o Tenaga harus cukup

o Penuhi kebutuhan klien

o Evaluasi klien

o Minta bantuan orang yang terampil

7 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Page 8: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

o Segera lepaskan jika ia sudah dapat

mengendalikan diri

o Rujuk ke pelayanan kesehatan

2) Terapi Kelompok

Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial atau

aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan

kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan

tingkah laku pada orang lain.

3) Terapi Musik

Dengan musik klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan

kesadaran klien.

C. Mekanisme Koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat

membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif

dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum

digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,

proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi.

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi

diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)

1. Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat

untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.

Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek

lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya

adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

2. Proyeksi

Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang

tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia

mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa

temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.

3. Represi

8 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Page 9: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam

sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak

disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil

bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh

Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat

melupakannya.

4. Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-

lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai

rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan

memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

5. Displacement

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang

tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi

itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat

hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai

bermain perang-perangan dengan temannya.

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang

berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat

berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat

menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah), sehingga sulit untuk

bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini

tidak diatasi akan memunculkan halunasi berupa suara-suara atau bayangan yang

meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut dapat berdampak

pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain

dan lingkungan).

Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga

yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat memengaruhi

perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini tentunya

menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan

karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).

9 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Page 10: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

D. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

PPS: Halusinasi

Regimen terapeutik

inefektif

Harga Diri Rendah Kronis Isolasi Sosial

Koping keluarga tidak

efektif

Berduka disfungsional

E. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Perilaku kekerasan

2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

3. Perubahan persepsi sensori: halusinasi

4. Harga diri rendah kronis

5. Isolasi sosial

6. Berduka disfungsional

7. Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif

8. Koping keluarga inefektif

F. Data yang Perlu Dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji

Perilaku kekerasan Subjektif:

Klien mengancam

Klien mengumpat dengan kata-kata kotor

Klien mengatakan dendam dan jengkel

Klien mengatakan ingin berkelahi

Klien menyalahkan dan menuntut

Klien meremehkan

10 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan

Gambar. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

Page 11: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

Objektif:

Mata melotot/pandangan tajam

Tangan mengepal

Rahang mengatup

Wajah memerah dan tegang

Postur tubuh kaku

Suara keras

Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan antara

lain sebagai berikut:

1. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah

2. Stimulus lingkungan

3. Konflik interpersonal

4. Status mental

5. Putus obat

6. Penyalahgunaan narkoba/alcohol

G. Diagnosis Keperawatan

Perilaku kekerasan

H. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Tindakan keperawatan untuk klien

Tujuan

a. Klien dapat menidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

b. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

c. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya

d. Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya

e. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya

f. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial,

dan dengan terapi psikofarmaka.

Tindakan

a. Bina hubungan saling percaya

11 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Page 12: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar klien

merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang

harus kita lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah

mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi,

serta membuat kontrak topic, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.

b. Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi dimasa

lalu dan saat ini

c. Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.

Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku kekerasan, baik

kekerasan fisik, psikologis, social, spiritual amupun intelektual.

d. Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan pada

saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

e. Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku marahnya

Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan baik secara

fisik (pukul kasur atau bantal serta tarik napas dalam), obat-obatan, sosial

atau verbal (dengan mengungkapkan kemarahannya secara asertif), ataupun

spiritual (shalat atau berdoa sesuai keyakinan klien).

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga

Tujuan

Keluarga dapat merawat klien di rumah

Tindakan

a. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi penyebab,

tanda dan gejala, perilaku yang muncul, serta akibat dari perilaku tersebut.

b. Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku kekerasan

1) Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar melakukan tindakan

yang telah diajarkan oleh perawat.

2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila anggota

keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.

3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila klien

menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.

12 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan

Page 13: Bahan Isi Risiko Perilaku Kekerasan

c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu segera

dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang

lain.

Daftar Pustaka

1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of

Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995

2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,

Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I,

Jakarta : EGC, 1999

4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa

Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan

Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000

13 | Program Pendidikan Ners Keperawatan Jiwa : Risiko Perilaku Kekerasan