Bahan Fiqh Muamalah Mega

7
B. .Pengertian Hak Hak mempunyai dua makna yang asasi. pertama “sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur dasar – dasar yang harus di taati dalam hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang, maupun mengenai harta”. kedua او ما ب ج ي ى عل ص خ ش ره ي غ ل طة سل ل ى ا عل ى ش ل ا“kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas seseorang bagi selainnya”. Maka inilah yang kita maksudkan diwaktu kita mengatakan Maghsub minhu’ memepunyai hak meminta kembali hartanya kalau masih utuh atau meminta harganya kalau barangnya telah rusak. Demikian pula si pembeli mempunyai hak mengembalikan barang yang dibeli yang ada cacatnya. Hak-hak bermakna inilah yang menjadi maudhu’ studi kita sekarang ini kemudian hak ini mempunyai pengertian yang umum dan

Transcript of Bahan Fiqh Muamalah Mega

B. .Pengertian Hak

Hak mempunyai dua makna yang asasi.pertama

sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur dasar dasar yang harus di taati dalam hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang, maupun mengenai harta.

kedua

kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas seseorang bagi selainnya.

Maka inilah yang kita maksudkan diwaktu kita mengatakan Maghsub minhu memepunyai hak meminta kembali hartanya kalau masih utuh atau meminta harganya kalau barangnya telah rusak. Demikian pula si pembeli mempunyai hak mengembalikan barang yang dibeli yang ada cacatnya.

Hak-hak bermakna inilah yang menjadi maudhu studi kita sekarang ini kemudian hak ini mempunyai pengertian yang umum dan masuk kedalam pengertian beberapa hak dan beberapa macam bagiannya. Hak menurut pengertian umum.

Suatu ketentuan yang dengan syara menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum

Ini merupakan kekuasaan orang atas orang. Contohnya seperti hak si penjual menagih harga. Ini merupakan suatu beban atau yang kedua untuk kemaslahatan yang pertama.

Untuk menjelaskan takrif ini kita mengatakan bahwa ikhtishash adalah suatu hubungan yang melengkapi hak yang obyeknya harta dan melengkapi sulthah, seperti wali dan wakil dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.[footnoteRef:2][1] [2: ]

Dengan demikian, keluarga alaqah yang tidak mempunyai ikhtishash, seperti mencari kayu api, berburu dan pindah daerah yang kita kehendaki tidak dinamakan hak tetapi apabila seseorang diberikan kepadanya suatu keistimewaan misalnya dalam berburu, itu boleh dinamakan hak. Dalam hal ini menurut fiqh islam diperlukan ketetapan-ketetapan syara dan persetujuan dari syara karena pandangan-pandangan syaralah yang menjadi dasar. Maka apa yang dipandang syara sebagai hak, menjadilah hak dan apa yang tak dipandang oleh syara menjadi hak, tidaklah dia menjadi hak. Hak ini adakala menjadi sulthah, adakala menjadi taklif.

http://senandunghatiku09.blogspot.com/2013/06/hak-hak-dalam-islam-dan-macamnya.htmlKonsepsi Hak Milik

Hak Milik IndividuPada dasarnya kepemilikan individu atas sumber daya ekonomi merupakan salah satu fitrah manusia, karena ajaran Islam mengakuinya sebagai sesuatu yang harus dihormati dan di jaga sehingga akan memberikan ruang bagi individu untuk memanfaatkan secara optimal.Adapun sebab-sebab pemilikan individu, secara umum ada lima macam, yaitu :(1) Bekerja (al 'amal)(2) Warisan (al-irts)(3) Kebutuhan harta untuk mempertahankan hidup(4) Pemberian negara (i'thau al-daulah) dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian, barang dan uang modal(5) Harta yang diperoleh individu tanpa harus bekerjaHarta dapat diperoleh melalui bekerja, mencakup upaya menghidupkan tanah mati (ihyau al-mawat), mencari bahan tambang, berburu, perantara, kerjasama mudharabah, bekerja sebagai pegawai, dan lain-lain. Sedang harta yang diperoleh tanpa adanya curahan daya dan upaya mencakup, hibah, hadiah, wasiat, diyat, mahar, barang temuan, santunan, dan lain-lain.Islam melarang seorang muslim memperoleh barang dan jasa dengan cara yang tidak diridhai Allah SWT, seperti judi, riba, pelacuran dan perbuatan maksiyat lainnya. Islam juga melarang seorang muslim untuk mendapatkan harta melalui cara korupsi, mencuri, menipu. Sebab hal ini pasti merugikan orang lain dan menimbulkan kekacauan di tengah-tengah masyarakat.

Hak Milik UmumKepemilikan umum juga dimungkinkan dalam ajaran Islam, yaitu jika suatu benda memang pemanfaatannya diperuntukkan bagi masyarakat umum, di masing-masing saling membutuhkan.Benda-benda ini tampak pada tiga macam, yaitu:(1) Fasilitas umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-haru seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas), padang rumput (hutan)(2) Barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya penguasaan individu seperti; sungai, danau, jalan, lautan, udara, masjid dan sebagainya(3) Barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, seperti emas, perak, minyak dan sebagainya.Ketiga macam benda di atas telah ditetapkan oleh syara' sebagai kepemilikan umum, berdasarkan sabda Rasulullah Saw: "Manusia berserikat (punya anadil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api" (HR. Ibnu Majah) Pengelolaan terhadap kepemilikan umum pada prinsipnya dilakukan oleh negara, sedangkan dari sisi pemanfaatannya dinikmati oleh masyarakat umum. Masyarakat umum bisa secara langsung memanfaatkan sekaligus mengelola barang-barang 'umum' tadi, jika barang-barang tersebut bisa diperoleh dengan mudah tanpa harus mengeluarkan dana yang besar seperti, pemanfaatan air disungai atau sumur, mengembalikan ternak di padang penggembalaan dan sebagainya.Sedangkan jika pemanfaatannya membutuhkan eksplorasi dan eksploitasi yang sulit, pengelolaan milik umum ini dilakukan hanya oleh negara untuk seluruh rakyat dengan cara diberikan cuma-cuma atau dengan harga murah. Dengan cara ini rakyat dapat memperoleh beberapa kebutuhan pokoknya dengan murah.Hubungan negara dengan kepemilikan umum sebatas mengelola, dan mengaturnya untuk kepentingan masyarakat umum. Negara tidak boleh menjual aset-aset milik umum. Sebab, prinsip dasar dari pemanfaatan adalah kepemilikan. Seorang individu tidak boleh memanfaatkan atau mengelola barang dan jasa yang bukan menjadi miliknya. Demikian pula negara, tidak boleh memanfaatkan atau mengelola barang yang bukan menjadi miliknya. Laut adalah milik umum, bukan milik negara. Pabrik-pabrik umum, tambang, dan lain-lain adalah milik umum, bukan milik negara. Atas dasar ini, negara tidak boleh menjual asset yang bukan menjadi miliknya kepada individu-individu masyarakat.

Hak Milik NegaraPada dasarnya hak milik negara merupakan hak milik umum, tetapi pengelolaannya atau pemanfaatannya menjadi wewenang pemerintah. Namun demikian, cakupan keumuman hak milik yang dapat dikuasai oleh pemerintah lebih luas daripada sekedar hak milik umum, dengan kata lain merupakan hak seluruh rakyat dalam suatu negara yang wewenang pengelolaannya ada pada tangan pemerintah.Misalnya harta ghanimah, fa'i, khumus, kharaj, jizyah 1/5 harta rikaz, ushr, harta orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, dan tanah milik negara. Milik negara digunakan untuk berbagai keperluan yang menjadi kewajiban negara seperti menggaji pegawai, keperluan jihad dan sebagainya. Ruang Lingkup dalam Konvensional(Kapitalisme dan Sosialisme)Konsepsi tentang hak milik memiliki implikasi yang mendasar bagi keseluruhan sistem ekonomi. Konsep ini akan menjadi dasar seluruh sumber daya ekonomi di muka bumi ini. Sistem ekonomi pada dasarnya di atur oleh 3 azas dasar, sebagai berikut :(1) Konsep kepemilikan(2) Pemanfaatan kepemilikan (3) Distribusi kekayaan di antara manusia

Hak Milik Kapitalismeyaitu lebih menjunjung tinggi hak-hak milik individu dan bertentangan dengan hak milik sosial. Kapitalisme individu berada di atas masyarakat.

Hak Milik Sosialismeyaitu lebih mengutamakan hak milik sosial dan meniadakan hak milik individu. Sosialisme merupakan milik umum masyarakat atau negara, sehingga individu-individu tidak berhak untuk memilikinya. Jadi, masyarakat atau negara berada di atas individu.Dalam pandangan konvensional manusia di anggap memiliki hak milik yang mutlak atas alam semesta, karenanya ia bebas untuk memanfaatkan sesuai dengan kepentingannya. Manusia dapat mengeksploitasi semua sumber daya ekonomi yang di pandang akan memberikan kesejahteraan yang optimal. Konsep hak milik sebagaimana dalam konvensional tentu saja memiliki implikasi yang serius terutama pada perekonomian karena banyak timbul permasalahan yang rumit bagi masyarakat. Pengutamaan hak-hak individu dalam kapitalisme seringkali memunculkan konflik kepentingan antar anggota masyarakat. Dalam konflik seperti ini biasanya masyarakat miskin akan dikalahkan oleh kelompok kaya yang menguasai sumber daya ekonomi lebih banyak.Tujuan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat banyak dikorbankan oleh kepentingan-kepentingan individu, misalnya pada penempatan pasar sebagai mekanisme distribusi dan alokasi sumber daya yang paling penting, maka hanya konsumen yang memiliki daya beli memadai dan produsen yang berdaya saing tinggi sajalah yang akan menikmati kesejahteraan. Pengutamaan hak-hak individu sangat berpotensi untuk menimbulkan masalah ketidakadilan dan ketidakmerataan dalam distribusi kekayaan dan pendapatan.Di sisi sebaliknya, penghapusan hak-hak individu secara ekstrim dalam sosialisme jelas sangat bertentangan dengan fitrah dasar manusia. Masyarakat menjadi kurang termotivasi untuk beraktifitas (dalam perekonomian), sebab seluruh tujuan dan kinerja ekonomi biasanya akan dikalahkan oleh tujuan yang bersifat sosial. Tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat seringkali dilakukan dengan mengabaikan pertimbangan individu-individu, yang sesungguhnya merupakan elemen dari masyarakat itu sendiri. Dalam prakteknya otoritas negara dalam sosialisme seringkali juga ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan non ekonomi, seperti politik oleh pemerintah yang berkuasa.Pengutamaan hak-hak sosial dengan mengabaikan hak-hak individu memang berpotensi untuk memperbaiki distribusi pendapatan dan kekayaan, tetapi juga menimbulkan rasa ketidakadilan dan cenderung mengabaikan efisiensi ekonomi.

Hak milik dalam Al-Qur'an, sebagai berikut :

QS. An-Nisa : 2(#q?#uur #yJtFu9$# Nhs9uqBr& ( wur (#q9t7oKs? y]7s:$# =h9$$/ ( wur (#q=.'s? Nlm;uqBr& #n