Bahan Ajar K3
-
Upload
makmun-abdullah -
Category
Documents
-
view
123 -
download
4
Transcript of Bahan Ajar K3
BAB I
RUANG LINGKUP PENGELOLAAN K3 BAGI PERTAMBANGAN SKALA KECIL
A. Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Peraturan K3 di Indonesia mulai diterapkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda
pada tahun 1847. Karena mulai dipakainya mesin-mesin uap untuk keperluan industri
di Indonesia. Gagasan yang timbul pada waktu itu bukannya ditujukan untuk
melindungi tenaga kerja, tetapi untuk pengawasan terhadap pemakaian ketel uap.
Sebab itu pada tanggal 28 Pebruari 1852 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
peraturan tentang Penjagaan Keselamatan Kerja pada pemakaian pesawat uap.
Pekerjaan di bidang Pertambangan mempunyai resiko kecelakaan yang tinggi,
karena kondisi dan metode kerja yang spesifik dan berbeda dengan industri lainnya.
Oleh sebab itu Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan pelaksanaan
teknis dalam bidang K3 yang diatur dalam Mijn Politie Reglement (MPR) LN tahun
1930 Nomor 341. Dalam MPR. LN. 1930 No. 341 tersebut ditetapkan bahwa K3
dilakukan oleh Inspektur Tambang.
Selain ketentuan di atas, bahwa berdasarkan pasal 69 Undang-Undang No.4 Tahun
2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa pemerintah
berhak melakukan pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja kepada pemegang IPR. Pasal 70 menyebutkan tentang Kewajiban
pemegang IPR untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dl bidang
keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan
memenuhi standar yang berlaku. Dalam pembinaan ini pemerintah kabupaten/kota
bertanggung jawab terhadap pengamanan teknis pada usaha pertambangan rakyat
tersebut.
Pada tanggal 12 Januari 1970 Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-undang
No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang secara nasional wewenangnya
berada di bawah Departemen Tenaga Kerja. Karena Departemen Tenaga Kerja
belum mempunyai personil dan peralatan yang khusus untuk menyelenggarakan
1
pengaturan dan pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan, sedangkan
kegiatan pertambangan sendiri memiliki karakteristik pengusahaan dan potensi
bahaya kecelakaan yang tinggi serta pertimbangan di Departemen Pertambangan
telah memiliki personil dan peralatan khusus untuk melakukan pengawasan
keselamatan kerja, maka wewenang Pengawasan Keselamatan Kerja Pertambangan
didelegasikan dari Menteri Tenaga Kerja kepada Menteri Pertambangan, sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di bidang Pertambangan LN 1973 No. 25.
Pedoman teknis pelaksanaan pengaturan dan pengawasan K3 sebelumnya
mengacu kepada MPR LN tahun 1930 No. 341. Seiring dengan perkembangan
teknologi dan intensitas kegiatan pertambangan yang semakin tinggi, sedangkan
pedoman teknis dan petunjuk pelaksanaan dengan MPR LN. 1930 No. 341 tersebut
tidak lagi bisa mengakomodasi perkembangan dan kemajuan baik teknologi
pertambangan maupun peralatan yang digunakan dan risiko bahaya yang
ditimbulkan, maka pada tanggal 23 Mei 1995 diterbitkan Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No. 555 K/26/MPE/1995 tentang K3 Pertambangan
Umum. Peraturan ini menjadi pedoman teknis pengelolaan K3 di bidang
pertambangan umum.
B. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sesuai dengan Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
pengertian K3 adalah sebagai berikut:
Secara filosofi:
Upaya dan pemikiran dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani
ataupun rohaniah manusia pada umumnya dan tenaga pada khususnya serta
hasil karya dan budaya yang dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila
Secara keilmuan:
Didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja. Keselamatan kerja juga didefinisikan sebagai
2
bekas dari bahaya. Sehingga secara praktis K3 merupakan upaya perlindungan
terhadap tenaga kerja.
Karyawan dapat menderita sakit akibat kerja ataupun akibat lingkungan kerja. Faktor-
faktor yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat dibagi menjadi dua
faktor utama, yaitu:
1. Gangguan kesehatan umum/penyakit umum
Faktor penyebab gangguan kesehatan ini, misalnya karena Infeksi dan infeksi
saluran pencernaan, parasit, dan tuberculosa. Masalah yang terkait dengan
gangguan kesehatan/penyakit ini umumnya adalah sosial ekonomi, higiene,
sanitasi, dan gizi.
2. Gangguan kesehatan karena faktor pekerjaan dan lingkungan kerja (Occupational
Desease)
Penyakit atau akibat yang timbul karena faktor pekerjaan dan lingkungan kerja
disebut penyakit akibat kerja atau penyakit jabatan (occupational desease).
Penyebab gangguan kesehatan dan keselamatan yang disebabkan faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, secara garis besar dapat dibagi dalam lima
golongan, yaitu:
a. Golongan fisik;
Mengganggu kenikmatan dan konsentrasi kerja hingga menyebabkan
gangguan pendengaran, penglihatan, dan lain-Iain yang disebabkan karena
gangguan fisik seperti gaduh, suhu, radiasi sinar radioaktif, ultraviolet dan
sinar infra merah, getaran, dan penerangan yang kurang.
b. Golongan kimia;
Contohnya bahan kimia dengan berbagai bentuk fisiknya yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan berupa:
Gas, uap, dan sebagainya, misal: karbon monoksida (CO), hidrogen
sulfida (H2S), asam sianida (HCN), dan oksida belerang (SOx).
Cairan yang dapat menyebabkan iritasi, maupun kerusakan kulit, seperti:
soda kostik, asam sulfat, asam cuka, dan berbagai insektisida lainnya.
3
c. Golongan psikologik (psychology);
Beberapa kondisi dan suasana kerja yang dapat menimbulkan stress mental
di kalangan tenaga kerja karena pekerjaan yang tidak sesuai keinginan
motivasi bakat dan pendidikan, hubungan kerja yang kurang harmonis,
monoton, work turn over, dan penghasilan yang kurang.
d. Golongan fisiologik (physiology);
Disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya keserasian antara alat-alat
kerja, atau kondisi kerja dengan kondisi tenaga kerja, misalnya kursi yang
terlalu tinggi, sikap badan yang kurang baik waktu bekerja (dinamis atau
statis), dsb.
e. Penyebab biologik (biology)
Penyebab berasal dari penyakit atau bagian-bagian dari binatang atau
tumbuhtumbuhan yang menimbulkan gangguan/menular pada tenaga kerja,
misalnya anthrax, dan alergi serta penyakit kulit disebabkan oleh getah
tumbuhan, kutu ternak, dll.
Usaha pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan penyakit akibat kerja
Untuk mencapai tujuan dalam usaha pencegahan dan pengendalian penyakit akibat
kerja, sangat diperlukan saling pengertian dan itikad baik yang terjalin antara
manajemen perusahaan dengan para tenaga kerja sendiri. Tugas dari pemerintah
sendiri meliputi pembinaan, bantuan teknis, bimbingan, dan pengawasan.
Pada prinsipnya usaha pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan penyakit
akibat kerja ini terdiri dari dua hal utama, yaitu:
1. pencegahan dan perlindungan terhadap perorangan atau tenaga kerja;
2. pencegahan dan pengendalian secara teknik (engineering control).
a. Pencegahan dan perlindungan perorangan / tenaga kerja
Langkah-langkah dalam pencegahan dan perlindungan terhadap perorangan
atau tenaga kerja, terdiri dari:
1) Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, yaitu:
• sebelum bekerja (pre-employment health examination);
4
• secara berkala (periodik health examination);
• secara khusus (pemeriksaan kesehatan sewaktu terjadi kasus).
2) Penerangan dan latihan sebelum kerja;
Tenaga kerja baru sebelum mulai bekerja atau melakukan kegiatan,
terlebih dahulu harus diberikan penjelasan dan pelatihan tentang kondisi
dan Iingkungan kerja, antara lain tentang:
a) kemungkinan bahaya, gangguan kesehatan, dan ancaman
keselamatan yang mungkin timbul pada tempat kerja berasal dari alat-
alat kerja, instalasi, dan bahan baku kerja yang akan dipergunakan;
b) prosedur dan metoda kerja yang sesuai dengan keselamatan kerja
dan hiperkes;
c) Peraturan-peraturan dan undang-undang yang harus ditaati;
d) cara pencegahan dan penanggulangan;
e) latihan/keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan.
3) Pendidikan Kesehatan Kerja;
Mengenai kebersihan perorangan, pertolongan pertama pada kecelakaan,
makanan yang bergizi; dan keluarga sejahtera dan berencana, dsb.
4) Alat perlindungan perorangan;
Merupakan kewajiban perusahaan untuk menyediakan alat pelindung diri
yang sesuai dengan jenis pekerjaan dan kondisi kerja serta sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Sebagai contoh adalah: pelindung
kepala (helm), safety shoes, masker, pelindung telinga, dsb.
5) Usaha pemeliharaan kesejahteraan;
Usaha-usaha pemeliharaan kesejahteraan pekerja, antara lain melalui
koperasi, rekreasi, olah raga, dan juga kantin perusahaan.
b. Pencegahan dan pengendalian secara teknik (engineering control)
Untuk mencegah dan mengendalikan pengaruh negatif akibat kondisi dan
lingkungan kerja, dilakukan penanganan terhadap tempat kerja, alat kerja
instalasi, dan proses kerja dengan memodifikasi dan memasang kelengkapan
5
secara benar, sumber-sumber bahaya akan dapat dikendalikan sehingga sesuai
dengan syarat-syarat keselamatan kerja, hiperkes, dan memenuhi NAB (Nilai
Ambang Batas). Dengan. Pengendalian tersebut antara lain:
1) Pengendalian aliran udara di tempat kerja (ventilation system)
a) Ventilasi Umum
Dimana ruang kerja dibuat sedemikian rupa sehingga udara bersih
dapat di alirkan kedalam ruangan secara optimal, sehingga tenaga kerja
mendapat oksigen yang cukup.
b) Ventilasi keluar setempat (local exhaust system)
Bila dalam ruang kerja diperkirakan ada gas, uap atau debu-debu dan
lain-lain yang berbahaya dapat dibuang keluar, sehingga tidak
membahayakan tenaga kerja yang ada didalam ruangan.
2) Isolasi (isolation)
Alat instalasi dan proses kerja yang dapat merupakan sumber gangguan
dipisahkan atau diisolir seperti
a. Mesin-mesin diesel dengan membuat ruang kontrol
b. Proses pekerjaan yang menggunakan bahan yang mudah terbakar atau
meledak, dan bahan berbahaya lainnya.
3) Substitusi
Pada cara ini, bahan kimia atau alat-alat yang berbahaya diganti dengan
bahan lain atau alat lain sehingga tidak berbahaya lagi dengan syarat tidak
mengurangi mutu/ kualitas maupun kuantitas hasil produksi. Contohnya
larutan arsenic untuk pengawet kayu diganti dengan penta chlor phenol.
Hal yang perlu diperhatikan dalam usaha-usaha pencegahan, pengendalian dan
penanggulangan gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
adalah adanya saling pengertian dan kerja sama, khususnya antara tenaga
kerja dan pimpinan perusahaan disertai rasa memiliki (sense of belongings) dan
bertanggung jawab (sense of responsibility). Diharapkan dengan pelaksanaan
secara efektif dan efisien tujuan dari hyperkes ke arah peningkatan Produktivitas
dapat terwujud.
6
C. Tujuan K3
Tujuan K3 pada dasarnya dalam undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja dan merupakan suatu tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
1. Tujuan umum
a. Melindungi tenaga kerja di tempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan
kesehatannya sehingga dapat terwujud peningkatan produksi dan
produktivitas kerja.
b. Melindungi setiap orang lain yang berada di tempat kerja agar selalu dalam
keadaan selamat dan sehat.
c. Melindungi bahan dan peralatan produksi agar dapat dicapai secara aman
dan efisien.
2. Tujuan khusus
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertujuan:
a. Mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit di tempat kerja. Sehingga proses
produksinya berjalan lancar.
b. Mengamankan tempat kerja, peralatan, bahaya, proses dan lingkungan kerja
sehingga setiap sumber produksi dapat digunakan secara efektif dan efisien.
c. Menciptakan lingkungan kerja dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat, dan
kesesuaian antara pekerjaan dengan manusia atau antara manusia dengan
pekerjaan.
D. Manfaat Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja sangat penting diperhatikan dan dilaksanakan karena
manfaatnya, antara lain:
1. Menyelamatkan karyawan dari:
a. penderitaan sakit atau dan cacat;
b. kehilangan waktu yang berharga;
c, kehilangan nafkah/pemasukan uang.
2. Menyelamatkan keluarga dari:
a. kesediaan/kesusahan;
b. kehilangan nafkah/pemasukan uang;
7
c. masa depan yang tidak menentu.
3. Menyelamatkan perusahaan dari:
a. kehilangan tenaga kerja;
b. pengeluaran biaya akibat kecelakaan;
c. melatih/mengganti pegawai;
d. kehilangan waktu karena terhentinya kegiatan;
4. menurunnya produksi.
E. Syarat-syarat Keselamatan Kerja
Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Pasal 3 telah ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja, antara lain:
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri kepada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban debu, kotoran, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang;
8
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Bekerja di sebuah tambang seringkali harus dilakukan dalam sebuah lingkungan
yang bermusuhan dan berbahaya. Namun hal ini bisa dijadikan aman dan produktif
melalui upaya secara terus menerus. Upaya tersebut tidak akan berhasil kecuali
semua pekerja mempunyai keahlian tertentu dan pengetahuan yang baik tentang
kemungkinan bahaya dan risiko.
Karena itulah sangat penting memiliki orang yang kompeten dan berpengalaman
serta selalu ada di lokasi kerja tambang (site) guna mengawasi dan mengontrol
operasi penambangan dan melakukan inspeksi secara terus menerus.
Supervisor harus segera menugaskan semua orang yang bekerja dalam area operasi
tambang untuk bertanggung jawab terhadap keselamatan, kesehatan, dan
kesejahteraan semua orang yang bertugas.
Setiap pekerja baru harus menerima instruksi, panduan, dan pengawasan, dalam
pekerjaan mereka masing-masing dari supervisor dan mendapatkan pelatihan kerja
yang mencukupi sebelum mulai bekerja. Instruksi ini haruslah meliputi:
1. Pengantar lingkungan kerja
2. Aspek kesehatan dan kesehatan tugas pekerjaan
3. Pengenalan bahaya dan pencegahannya
4. Bahaya yang berkaitan dengan bahan peledak
5. Kontrol atas kestabilan tanah dan pekerjaan pada daerah ketinggian (high wall)
6. Bahaya permesinan dan perlengkapannya
7. Pengetahuan dasar pertolongan pertama (P3K)
9
F. Prinsip-prinsip Keselamatan Kerja
Prinsip-prinsip keselamatan kerja yaitu:
1. Kecelakaan dapat terjadi karena ada penyebabnya.
2. Penyebab kecelakaan adalah:
a. Perbuatan membahayakan yang dilakukan oleh manusia (unsafe act)
dan atau;
b. Kondisi tidak aman (unsafe condition).
3. Kecelakaan dapat dicegah dengan mencegah/menghilangkan penyebab
kecelakaan.
4. Setiap pekerjaan dapat dilaksanakan dengan aman dan selamat dengan
mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
- Mengenal dan memahami pekerjaan yang akan dilakukan;
- Mengetahui bahaya yang bisa timbul dari pekerjaan yang akan dilakukan.
G. Penyebab Kecelakaan
Pada setiap kegiatan kerja di pertambangan, terdapat 5 faktor yang saling
berinteraksi dan mempunyai resiko yang bisa menjadi sumber penyebab kecelakaan
maupun penyakit akibat kerja. Sumber penyebab kecelakaan tesebut adalah:
1. Manusia (pekerja, pengawas, dan pimpinan)
Apabila kurang kontrol dan kurang peduli terhadap K3, bisa melakukan tindakan
tidak aman (unsafe act).
2. Peralatan
Apabila digunakan peralatan yang tidak sesuai, tidak benar dan tidak aman akan
menyebabkan kondisi tidak aman (unsafe condition).
3. Metode Kerja
Apabila metode kerja atau tata cara kerja yang tidak sesuai, tidak benar, atau
tidak aman akan menyebabkan kondisi tidak aman (unsafe condition).
4. Material
Material bisa mengakibatkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat seperti
material yang panas, tajam, berat, beracun, dan bisa mengakibatkan kondisi
tidak aman (unsafe condition).
10
5. Lingkungan
Lingkungan bisa mengakibatkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja atau
menyebabkan kondisi tidak aman (unsafe condition), seperti panas, kering,
berdebu, gelap, dan licin dan sebagainya.
Pada Gambar di bawah ini, Heinrich dan Du Pont menyimpulkan penyebab
kecelakaan sebagai berikut:
Tabel 1.1
Penyebab Kecelakaan Kerja
FAKTORPENYEBAB
KECELAKAANHEINRICH
DU PONT
1. Manusia Unsafe Act 88 % 96 %
2. Peralatan3. Metoda4. Material 5. Lingkungan
Unsafe Condition 10 % -
6. Lain-lain 2 % 4 %
Total 100 % 100 %
Kegiatan penambangan akan menimbulkan risiko pada pekerja yang disebabkan oleh
5 faktor tersebut di atas yang apabila dikelola dengan baik maka tujuan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja akan tercapai dan pada akhirnya akan meningkatkan
produktivitas.
H. Tindakan pencegahan bahaya
Setiap pekerja tambang selama bekerja seharusnya:
1. Bersikap peduli terhadap keselamatan dan kesehatan dirinya dan orang lain
yang diakibatkan oleh tindakan atau kelalaian mereka.
2. Tunduk terhadap instruksi yang diberikan bagi keselamatan dan kesehatan
dirinya dan orang lain.
3. Segera melaporkan pada supervisor terhadap situasi apabila dianggap
berbahaya, dimana dia tidak dapat mengambil tindakan koreksi sendiri. Jika
langkah ini tidak dapat diambil, pekerja tambang harus segera memperingatkan
semua pekerja yang terancam bahaya.
11
4. Melaporkan setiap kecelakaan, cidera, atau kejadian berbahaya yang timbul
selama atau terkait pekerjaan.
Operator (pengusaha) tambang seharusnya:
1. Memberitahukan penguasa pertambangan sebelum memulai operasi
penambangan dan sebelum menghentikan atau meninggalkan kegiatan
pertambangan yang ada.
2. Menyediakan semua perlengkapan, peralatan, fasilitas, dan pendanaan guna
memastikan sejauh mana penerapan penambangan yang layak, baik dan benar,
dan sebuah standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja pertambangan yang
tepat.
3. Yakinkan bahwa setiap orang mengerti tanggung jawab keselamatan dan
kesehatan kerja mereka.
4. Menunjuk, tergantung kepada jumlah karyawan yang bekerja dan lingkungan
serta luas operasi penambangan, satu atau lebih orang-orang kompeten
(supervisor) mengawasi dan mengontrol operasi penambangan.
5. Mendorong tenaga kerja untuk secara aktif terlibat dalam keselamatan dan
kesehatan.
12
BAB II
PENGELOLAAN K3 PADA TAMBANG SKALA KECIL
A. Bahaya di Lingkungan Kerja
Untuk menjamin pekerjaan dapat dilaksanakan dengan aman dan selamat serta
terhindar dari kecelakaan dan penyakit diperlukan langkah-langkah antara lain:
1) mengenal dan memahami pekerjaan yang akan dilakukan;
2) mengetahui jenis bahaya yang bisa timbul dari bahaya yang akan dilakukan;
3) identifikasi terhadap bahaya; dan
4) pengendalian bahaya.
Faktor sumber bahaya bisa dikelompokkan menjadi:
1. Bahaya dari faktor manusia, meliputi sikap apatis, pemalas, kurang
pengetahuan, kurang terampil, dan kurang peduli K3.
2. Bahaya dari faktor lingkungan kerja (manusia, peralatan, metode kerja, material
dan lingkungan) dibagi menjadi tiga:
a. Bahaya yang tampak; meliputi mesin yang tak dilindungi pengaman, belt
yang tidak tertutup, peralatan yang tidak memenuhi persyaratan K3, tidak
tersedia peralatan K3 dan cara kerja yang tidak memperhatikan
petunjuk/peralatan K3.
b. Bahaya yang tersembunyi; meliputi kabel-kabel yang lecet, gas, debu,
racun, dan radioaktif.
c. Bahaya yang terlupakan; meliputi ventilasi ruangan yang kurang baik,
kurang terlatih, kurang terang.kurang lebar, dsb.
Bahaya di lingkungan kerja sebuah tambang, baik terbuka maupun bawah tanah,
meliputi kontaminasi udara (debu tambang dan asap), kebisingan, getaran, tekanan
panas, dan masalah ergonomis dapat menyebabkan risiko kesehatan terhadap
pekerja tambang yang akan terpapar dalam jangka panjang.
13
1. Debu
Kontaminan udara seperti debu tambang, terutama dihasilkan selama operasi
pengeboran, penggalian, pemuatan, peremukan batuan, atau ore, dan
peledakan. Seseorang yang terekspos debu secara berlebihan dalam periode
jangka panjang dapat mengakibatkan penyakit pernafasan permanen, seperti
silikosis. Butiran debu yang dapat menimbulkan penyakit dan ledakan adalah
yang berukuran <7-10 mikron. Debu dapat dikelompokan menjadi:
a. Debu Fibrogenetik, yaitu debu yang berbahaya terhadap system
pernapasan, antara lain debu silica, timah putih, bijih besi
b. Debu Karsinogen, yaitu debu yang menyebabkan penyakit kanker, antara
lain debu radon, arsen dan asbes
c. Debu Radioaktif, yaitu debu yang menyebabkan bahaya radiasi terhadap tubuh, antara lain deiu bijih uranium dan radium, thorium
d. Debu Eksplosif, yaitu debu yang dapat terbakar dan meledak pada kondisi
temperatur tertentu, antara lain debu magnesium, alumunium, batubara
dan bijih sulfida beberapa penyakit pneumoconiosis sebagai akibat
paparan debu antara lain :
a. Silicosis atau Silicotuberculosis , yang disebabkan oleh debu silica
b. Abestosis, yang disebabkan oleh debu asbes
c. Sideroses, yang disebabkan oleh debu bijih besi
d. Blacklung atau Antrhracosis, yang disebabkan oleh debu batubara
(bituminous atau antrasite).
Selama operasi penambangan, lepasnya debu di udara harus dicegah,
khususnya dalam zone yang stagnan. Debu seharusnya dikontrol atau ditekan
dengan cara:
Menggunakan teknik pengeboran cara basah
Menggunakan penyemprotan air selama penggalian, pemuatan, dan
peremukan.
Secara umum, kelembaban permuka kerja yang digali harus dipelihara untuk
mengurangi terlepasnya debu ke udara.
14
Gambar 1
Penggunaan air untuk menekan debu dan/atau memakai masker debu
2. Gas-gas berbahaya
Gas yang dihasilkan oleh operasi pertambangan banyak mengandung gas-gas
beracun yang apabila terhirup dapat menyebabkan gangguan kesehatan
serius. Gas-gas berbahaya tersebut meliputi:
a. Gas Karbon Monoksida (CO)
Gas ini bersifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak mudah
larut dalam air, dan beracun serta berbahaya. Bersifat sangat beracun dan
berpengaruh terhadap kesehatan karena dapat mengurangi kapasitas
angkut dan penyerapan oksigen ke dalam darah khususnya daya serap
terhadap Hb.
Sumber utama penghasil CO adalah kendaraan bermotor seperti mobil,
truk, bus dan sepeda motor karena pembakaran BBM yang tidak sempurna
atau terbentuk secara alamiah maupun sebagai hasil sampingan kegiatan
manusia. Bila seseorang menghirup CO pada kadar tinggi dan waktu
tertentu dapat menimbulkan pingsan, bahkan kematian.
b. Gas Nitrous, terutama Nitromonoksida (NO) dan Nitrodioksida (NO2). Kedua
gas tersebut dihasillkan dalam buangan diesel. Dengan kondisi tidak
berwarna dan tidak berbau. Efek N02 dapat dideteksi pada konsentrasi
sangat rendah, antara 0,015 - 0,02 yang merupakan Nilai Ambang Batas
maksimum yang diperbolehkan. Pada kondisi NAB. 0,02 - 0,07 merupakan
batas fatal point.
15
c. Gas Karbondioksida, merupakan produk utama dari paparan mesin diesel.
Gas ini tidak berbau dan tidak berwarna yang sering dapat menyesakkan
pernapasan. Pada konsentrasi tinggi yang dapat mengurangi kandungan
oksigen di udara. Kadar maksinuun yang diperbolehkan adalah 0,5 % dan
Nilai Ambang Batas untuk fatal point sebesar 18 %.
d. Gas Methane, merupakan gas yang flammable dengan spesific gravity
0,5545. Methane bisa meledak pada kondisi 5-10% dengan oksigen 12,1%.
Metana tidak beracun, tidak berwarna tetapi sangat menyesakkan pada
konsentrasi tinggi dengan oksigen rendah. Methane bisa terekspose pada
strata yang mengandung karbon, antara lain lapisan batubara.
3. Kebisingan
Terkena tingkat kebisingan secara berlebihan dalam jangka panjang atau
berulangkali akan menyebabkan kerusakan pendengaran. Sumber-sumber yang
potensial menimbulkan emisi kebisingan meliputi, kompresor, mesin
pengeboran, pick hammer atau peralatan mekanis lain yang digunakan pada
pertambangan.
Bila memungkinkan, sumber kebisingan tersebut harus disaring dengan sebuah
bahan akustik yang efektif menyerap, sehingga mengurangi emisi kebisingan
hingga tingkat yang ditoleransi. Menambah jarak antara sumber kebisingan dan
pendengar adalah metode yang sering digunakan mengontrol kebisingan.
Bila tindakan seperti mengontrol kebisingan tidak memungkinkan, peralatan
proteksi diri pendengaran yang nyaman dan praktis, seperti ear plug atau ear
muffs, harus dipakai oleh setiap orang yang terpapar tingkat kebisingan
melampaui 90 dbA. Kebisingan suara yang berlebihan dalam pekerjaan dapat
menyebabkan kerusakan pendengaran.
Tekanan suara pick hammer atau mesin pengeboran biasanya melampaui
tingkat yang dapat diterima, setiap orang yang bekerja dengan atau sekitar
peralatan tersebut harus selalu menggunakan pelindung telinga.
16
Gambar 2
Penggunaan perlindungan saat mendekati tingkat kebisingan yang berlebihan
4. Getaran
Pekerja yang mengoperasikan mesin-mesin menggunakan tangan, khususnya
pneumatic rock drills dan pick hammer, meskipun hanya satu jam sehari dapat
mengalami efek dari getaran pada tangan dan lengan mereka. Vibration White
Finger (VWF) atau dead finger terjadi saat jari-jari menjadi mati rasa. VWF
dapat menyebabkan ganggren (lumpuh layu).
Pencegahan dan pengawasan Vibration White Finger (VWF)
Cegah penggunaan peralatan dalam jangka waktu lama
Gunakan peralatan modern yang akan mengurangi tingkat getaran
Perbaiki atau mengganti peralatan yang sudah tua atau menggunakan
pegangan (handle) anti getaran yang pas.
Sangga peralatan yang berat, sehingga dapat menggunakan sebuah
pegangan yang ringan
Pelihara alat-alat yang bergetar untuk meminimalkan tingkat getarannya
5. Tekanan akibat panas
Pekerja seharusnya diinformasikan sifat tekanan panas dan pengaruhnya yang
merugikan, maupun tindakan pencegahannya. Mereka harus diajarkan bahwa
toleransi terhadap panas sangat tergantung kepada kecukupan minum air
(bukan hanya memuaskan haus belaka) dan diet makanan yang seimbang.
Pekerja seharusnya juga diajari tanda dan gejala penyakit akibat panas (seperti;
kepusingan, pingsan, sesak nafas, berdebar-debar, dan sangat kehausan).
17
Pekerja harus mudah mendapatkan air atau minuman lain yang sesuai guna
mempercepat pengembalian cairan tubuh. Minuman berkarbonasi dan minuman
yang mengandung kafein serta gula atau garam yang berkonsentrasi tinggi tidak
seharusnya ditawarkan.
Aman, air yang dapat diminum seharusnya diletakkan dekat dengan masing-
masing pekerja atau dibawakan kepada para pekerja setiap jam. Gelas yang
bersih harus disediakan dan tempat air seharusnya ditaruh di tempat yang teduh
atau didinginkan hingga suhu 15-20o C.
Modifikasi cara kerja dapat mengurangi kemungkinan tekanan akibat panas,
sebagai contoh dengan mengurangi beban kerja seseorang melalui persediaan
peralatan atau pembagian tugas, atau dengan penjadwalan istirahat yang tepat.
B. Ergonomi
Bahaya Ergonomi adalah suatu bahaya yang terjadi oleh karena adanya interaksi
antara seseorang/pekeria dengan lingkungan tempat kerjanya. Peralatan dan tempat
kerja yang tidak dirancang dengan baik (disesuaikan dengan manusia) termasuk
bahaya ergonomi. Banyak aspek dalam pekerjaan penambangan mempunyai risiko
cidera pada anggota badan atau tulang belakang bagian atas atau bawah, baik
karena terlibat dalam pekerjaan yang dilakukan secara manual atau karena sikap
badan yang canggung/kikuk.
Bahaya ergonomi dapat dibedakan menjadi:
1. Stres Fisik (Physical Stresses); ruang sempit dan terbatas, menarik,
mendorong, canggung/aneh (awkward) ATAU static postures, pekerjaan terlalu
keras (overexertion), repetitive motion, fatigue, excessive force, dan direct
pressure.
2. Stres kejiwaan/Mental (Psychological Stresses); seperti bosan (monoton), terlalu
berat (overload), dan perceptual confusion.
Karena itulah persyaratan dasar ergonomi harus dipertimbangkan, meliputi lay
out tempat kerja, desain peralatan dan perlengkapan, teknik-teknik dalam
pekerjaan, waktu kerja, dan pola istirahat.
18
Pola-pola pergerakan
Cegah posisi yang bengkok atau membelit
Lakukan pergerakan yang berirama namun cegah gerakan yang monoton
Pergerakan secara horisontal lebih mudah dikontrol dari pada vertikal
Cegah menjulurkan anggota badan bila tidak perlu
Coba untuk menjaga pergerakan secara simetris saat bekerja dengan
kedua tangan
Menggunakan tenaga
Gerakan dinamis lebih baik dari pada statis
Lakukan sebuah pergerakan dimana ada cukup tenaga untuk
melaksanakan sebuah tugas atau mendesain ulang tugas tersebut.
Untuk masing-masing sistem persendian, tulang, otot, dan tendon, ada
sebuah jangkauan pergerakan yang dapat dilakukan secara efisien.
Pekerjaan seharusnya dilakukan sesuai jangkauan pergerakan ini.
Beban yang dibawa di bagian depan badan harus lebih dekat ke badan.
C. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Pekerja dan Supervisor harus sanggup melakukan tindakan secara cepat atas
insiden dan kecelakaan serta menyediakan pertolongan pertama dan perawatan
pada orang-orang yang cidera. Perusahaan tambang harus dipastikan layak,
melengkapi dan memelihara kotak pertolongan pertama pada kecelakaan yang
layak disediakan pada lokasi yang strategis dimana operasi penambangan
dilakukan. Kotak pertolongan pertama harus mudah dijangkau dan siap
digunakan setiap saat ketika bekerja.
Gambar 3
Pelatihan pertolongan pertama pada kecelakaan Ketersediaan peralatan untuk pertolongan pertama pada kecelakaan meliputi:
19
Sebuah tandu untuk transportasi orang yang tidak sanggup berjalan;
Sebuah selimut untuk orang yang sedang mengalami shock;
Pembalut secukupnya dan pakaian steril untuk membuka luka pada tungkai
dan lengan, dan badan serta kepala;
Membelat patah pada tungkai dan lengan;
Desinfektan;
Bahan untuk P3K lain yang mungkin diperlukan berkaitan dengan kondisi
kerja dan direkomendasikan oleh dokter yang kompeten.
D. Alat-Alat Pelindung Diri (APD)
APD tidak pernah menjadi kebijakan/alternatif solusi yang pertama atau kedua
di dalam pengendalian bahaya di tempat kerja. Bahaya harus dihilangkan
dengan pengendalian primer dan sekunder, sedangkan APD dipilih sebagai
suatu langkah terakhir dalam pengendalian bahaya. APD juga dimanfaatkan
untuk pengendalian bahaya jangka pendek (short-term exposure).
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknik peralatan dan lingkungan
kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya
masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga diperlukan alat-alat
pelindung diri (personal protective devices).
Operator tambang harus menyediakan secara cuma-cuma, alat pelindung diri
(APD) yang harus dikenakan ketika bahaya tidak dapat dihilangkan, dan
memastikan kesiapsediaannya untuk dikenakan dan harus dirawat secara baik.
Untuk menciptakan kondisi kerja dan sikap kerja yang aman selamat dan sehat,
serta untuk meningkatkan K3 di tempat kerja masing-masing.
Alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan, antara lain:
1. Enak dipakai
2. Tidak, mengganggu kegiatan kerja
3. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap jenis bahaya.
Jenis-jenis APD menurut kebutuhannya dapat dilihat pada Tabel di bawah.
Tabel 2.1
20
Alat Pelindung Diri Menurut Keperluannya
Faktor BahayaBagian Tubuh yang
Perlu DilindungiAlat-Alat Pelindung Diri
(1) (2) (3)
Benda berat atau kekerasan
Kepala, betis, tangki, pergelangan kaki, dan jari kaki
Topi logam atau plastik, lapisan pelindung (decker) dari kain, kuli, logam dsb. Sepatu stellbox toe
Percikan Api atau Logam
KepalaMataMukaJari, tangan, lenganBetis, tungkaiMata kaki, kaki
Topi plastik berlapis asbes Googles,kacamataPenutup muka dari plastikSarung tangan asbesBerlengan panjangPerlindungan dari asbesSepatu Kulit
Gas, asap,fumes MataMuka Alat Pernapasan
Tubuh
Jari, tangan, lengan
GogglesPenutup mukaMembahayakan jiwa secara langsung; gas masker khusus dengan filter. Tidak membahayakan secara langsung; gas masker bermacam-macam jenis.Pakaian karet, plastik atau bahan lain yang tahan kimiawiSarung tangan plastik, karet berlengan panjang dan anggota-anggota badan itu diolesi dengan barrier cream pelindung dari plastik/karet Sepatu kulit atau plastik
Cairan dan bahan-bahan kimiawi
KepalaMataMuka Alat pernapasanJari, tangan, lenganTubuhBetis, tungkaiMata Kaki, kaki
Topi plastik/karetGoggles atau pelindung muka/topengPelindung muka dari plastik Respirator khusus tahan kimiawiSarung tangan plastik/karetPakaian plastik/karetPelindung khusus dari plastik/karetSepatu karet, plastik atau kayu
Panas Kepala
Lain-lain bagian
Topi asbes
Sarung tangan, pakaian, pelindung dari asbes atau bahan lain tanpa panas/apiSepatu dengan zool kayu atau bahan lain tanpa panas Googles dengan lensa tahan sinar infra red. Pariasi muka
Listrik KepalaJari, tangan, lengan
Tubuh, Betis, tungkai, mata kaki
Topi plastik, karetSarung tangan karet tahan arus listrik sampai 10.000 volt selama 3 menit Pelindung dari karet
21
Sinar silau Mata Googles, kacamata dengan filter khusus atau lensa Polaroid
Percikan api dan sinar silau pada pengelasan
Mata
Muka
TubuhKaki
Googles, topeng las, kacamata dengan filter khusus Penutup muka dengan kacamata filter khususJaket tahan api (asbes) atau kulit Sepatu kulit/safety shoes
Gas atau aerosol radio aktif Suara bising atau gaduh
Alat pernapasan Seluruh badanTelinga
Respirator khususPakaian khususTutup telinga atau sumber telinga
Alat-alat Deteksi/Tester
Terdapatnya gas-gas berbahaya seperti CO, CO2, NO, NO2, S2, SO2, H2S, atau
kekurangan oksigen di dalam udara di gua-gua, kawah gunung, ditambang dalam,
kegiatan-kegiatan lainnya adalah hal yang penting diketahui sebelum melakukan
pekerjaan. Sehingga bahaya-bahaya yang timbul dikarenakan gas tersebut dapat
dihindari, atau dengan perkataan lain mendeteksi gas-gas sebelum melaksanakan
pekerjaan mutlak dilakukan, sehingga kita mengetahui kadar maksimal (NAB) yang
diperbolehkan untuk bekerja di dalam tambang.
E. Keamanan Saat Bekerja
Dewasa ini bermacam-macam usaha telah dilakukan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja di perusahaan-perusahaan, industri, atau di tempat-tempat kerja.
Secara umum pola pencegahan kecelakaan dapat dilakukan melalui peraturan-
peraturan, standardisasi, pengawasan, penelitian teknik dan medis, penyusunan
statistik, pendidikan, training (latihan), sosialisasi/ persuasif yang kesemuanya sangat
tergantung dengan penerapannya di tempat kerja secara konsekuen.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan saat bekerja
antara lain:
1. Penempatan tanda peringatan dan rintangan (pembatas)
22
Sebuah tambang permukaan seringkali terdiri atas paritan yang dalam atau
lubang besar. Terdapat risiko besar dimana pekerja tambang atau anggota
masyarakat dapat terjatuh di dalamnya sehingga harus dikelilingi dengan garis
pengaman atau barikade pengamanan lainnya. Tanda peringatan yang sesuai
untuk melarang masuknya yang tidak berkepentingan dan jatuhnya korban yang
berikutnya harus dipasang.
Gambar 4
Pagar pada lubang; pemasangan papan peringatan
Kondisi tanah atau kondisi bahaya lainnya pada daerah pertambangan yang
menyebabkan bahaya terhadap orang, harus dikoreksi sebelum pekerjaan lain
atau perjalanan diijinkan di daerah yang terpengaruh bahaya tersebut. Hingga
pekerjaan koreksi selesai, sebuah tanda peringatan dilarang masuk harus
dipasang. Ketika ditinggakan tanpa pengawasan, sebuah perintang harus
dipasang guna mencegah masuknya mereka yang tidak berkepentingan.
Gambar 5
Pemisahan tanah yang tidak stabil hingga selesai diperbaiki
2. Jalur transportasi dan arti keamanan jalan masuk tambang
Pekerja tambang seringkali harus menggunakan medan yang sulit untuk
bepergian ke dan dari tempat kerja mereka dalam tambang (contoh: mendaki
23
atau berjalan sepanjang dinding jurang (pit) yang curam dan penggalian di
mana terdapat bahaya tergelincir atau jatuh, suatu longsoran material,
kejatuhan batu, dsb).
Untuk mengurangi bahaya-bahaya tersebut, stabilitas dinding pit, jenjang, atau
kemiringan dimana orang-orang dapat melakukan perjalanan secara normal ke
dan dari tempat kerja dimana ditugaskan, harus secara teratur diperiksa dan
dipelihara. Setiap tempat dimana seseorang bekerja harus disediakan jalan
yang layak.
Gambar 6
Jalan masuk melalui tanjakan yang curam menggunakan sebuah tangga yang aman
3. Pengupasan tanah penutup (overburden)
Kegiatan tambang terbuka biasanya dimulai dengan pemindahan tanah
penutup, biasanya tanah lepas (loose) atau batuan yang terdekomposisi.
Material ini tidak stabil dan mudah runtuh atau longsor, khususnya saat basah.
Oleh karena itu setiap penggalian tanah yang terberai tidak dilakukan dengan
cara undercutting atau dengan membentuk lereng yang curam. Kelerengan
24
tanah lepas atau batuan yang terdekomposisi harus dijaga pada sebuah sudut
(tidak lebih dari 45 derajat) guna memastikan kestabilannya.
Vegetasi, seperti semak-semak dan pepohonan harus dipindahkan dari
overburden sebelum pengupasan mencapai akar untuk mencegah bahaya
sehubungan tumbangnya pepohonan.
Untuk mencegah tanah lepas dari kelongsoran kembali ke dalam tambang:
Batas pit atau dinding yang terdiri atas tanah atau material yang tidak
terkonsolidasi yang dapat menimbulkan bahaya runtuhan material, harus
dikupas kembali paling tidak 3 meter dari puncak pit atau dinding quarry;
Semua material dari pengupasan overburden harus dipindahkan ke suatu
jarak yang aman dari tepi penggalian pada tambang dan membentuk
sebuah sudut dalam (angle of repose) yang aman (30-40 derajat dari arah
horisontal).
Gambar 7
Overburden dikupas kembali dan dipindahkan ke sebuah jarak yang aman dari tepi tempat kerja
4. Pekerjaan pada dinding dan jenjang
Jatuhnya batuan pada permuka kerja, runtuhnya permuka kerja, dan
kelongsoran adalah risiko utama dalam area produksi tambang terbuka. Hal
tersebut seringkali menjadi penyebab kecelakaan tambang yang serius. Desain
permuka kerja harus meminimalkan bahaya kelongsoran material.
25
Gambar 8
Sistem jenjang pada tambang terbuka
Pada dinding lereng atau jenjang, dimana pekerjaan dilakukan, secara teratur
harus dilakukan pemeriksaan retakan atau tanda-tanda tekanan atau bidang
lemah, khususnya sebelum memulai pekerjaan, sesudah peledakan, setelah
hujan lebat dan sebagai jaminan kondisi tanah.
Gambar 9
Penambangan dengan cara undercutting
Pada perlapisan alluvial yang terdiri atas pasir, tanah liat, kerikil, atau material
lepas lainnya, sebuah jenjang tunggal (single bench) untuk pekerjaan yang
dilakukan secara manual biasanya ketinggiannya tidak boleh melebihi 2,5
meter. Maksimum kemiringan lereng harus lebih kecil dari 45 derajat.
Saat pekerjaan pada material yang solid atau keras, tinggi single bench harus
tidak melebihi 6 meter bagi penambangan manual. Sudut kelerengan harus lebih
kecil dari 60 derajat dari arah horisontal.
26
Masing-masing lantai teras pada sistem multi jenjang, lebarnya harus cukup
bagi orang-orang untuk bekerja dan bepergian secara bebas dan aman. Lebar
jenjang yang direkomendasikan paling tidak 3 meter; hal ini akan memberikan
keamanan terhadap runtuhan batuan.
5. Scaling
Batuan lepas atau tanah di permuka kerja manapun dapat menimbulkan bahaya
bagi orang-orang. Batuan tersebut harus dijatuhkan atau disangga secara aman
sebelum pekerjaan atau perjalanan diijinkan dalam area tersebut. Jika mungkin,
scaling harus dilakukan dari bagian atas permuka kerja ke arah bawah. Semua
orang harus dipindahkan dari daerah bawah yang sedang dilakukan scaling.
Gambar 10
Amankan area sebelum melakukan scaling
Jika scaling dilakukan dari bawah muka kerja, batang penggalah (scaling bar)
harus mempunyai panjang dan desainnya bisa mengambil material lepas tanpa
menciderai orang yang melakukan pekerjaan tersebut.
6. Pekerjaan lain
Ketika dilakukan penggalian paritan atau pekerjaan yang serupa, muka atau sisi
dinding yang tingginya melebihi 1,5 meter harus disangga secara aman
(contohnya; pemasangan penopang) guna mencegah runtuhan atau lepasnya
material dinding kembali ke tempat penggalian.
Ketika penggalian menggunakan monitor (media air) untuk mengeluarkan
batuan atau tanah dari sebuah dinding vertikal, pastikan bahwa selang air dan
27
mulut pipa (nozzle) dipasang rapat. Buat secara baik di belakang dinding
sebuah sumur yang bersih dari reruntuhan batuan sehingga jatuh dan terbawa
hanyut ke pompa atau kolam.
Jika pekerjaan dilakukan secara manual pada permuka kerja yang
ketinggiannya 2,5 meter di atas tanah, pekerja harus menggunakan pakaian
keselamatan atau tali yang diikatkan ke sebuah jangkar pengaman pada puncak
muka kerja.
Gambar 12
Saat tanah tanpa penyanggaan yang baik
Saat terowongan atau adit dibuat ke dalam permukaan tanah untuk keperluan
eksplorasi, penyaliran, atau tujuan lainnya, harus dilakukan penyanggaan
secara aman sehingga menjamin kondisi tanah.
Ketika adit bawah tanah memiliki panjang lebih dari 6 meter, pengaturan harus
dilakukan untuk memastikan cukupnya persediaan udara segar, baik melalui
ventilasi buatan atau alami.
Gambar 13
Penyanggaan dinding terowongan dan pemeriksaan udara dalam terowongan
28
Kurangnya ventilasi di lokasi kerja bawah tanah akan menyebabkan kekurangan
oksigen dan tingginya kandungan karbon dioksida. Jadi di dalam terowongan
tersebut secara teratur harus diperiksa konsentrasi O2 dan CO2. Tingkat
kandungan O2 tidak boleh kurang dari 19,5%; CO2 tidak boleh melampaui 0,5
7. Penyaliran tambang
Sebagian besar tambang skala kecil tidak didapati aliran masuk air bawah tanah
yang kuat, kecuali lokasinya dekat dan di bawah sebuah sungai. Namun
seringkali menghadapi masalah dengan air permukaan selama dan setelah
hujan yang sangat lebat. Air permukaan semacam itu mempunyai efek
mempengaruhi stabilitas lapisan pada pit, mengairi lereng, teras, dan bahkan
membanjiri tambang. Aliran lumpur yang berat dan kerusakan lereng seringkali
mengakibatkan air permukaan masuk ke tambang.
Saluran drainase harus dijauhkan dari pinggir tempat penggalian dan dibangun
guna meminimalkan semburan aliran air permukaan (runoff) memasuki pit.
Sejauh mungkin, tempat kerja penambangan diatur sehingga air dapat
dikeluarkan secara alami (contoh: ke dalam tempat kerja yang lebih rendah dan
sudah selesai dikerjakan).
Saluran air mengalirkan air turun melalui lereng ke titik pengumpulannya, bisa
menjadi sebuah cara yang paling efektif untuk melindungi lereng pada tambang
terbuka. Jika perlu, pompa air harus dipasang pada titik pengumpulan tersebut.
Gambar 14
Jaga agar air tetap di luar pit sejauh mungkin
29
F. Kejadian Berbahaya dan Kecelakaan Tambang
Pengertian kejadian berbahaya dan kecelakaan tambang adalah:
1. Kejadian berbahaya (Incident)
adalah semua kejadian yang tidak diharapkan pada kegiatan penambangan yang
potensial menyebabkan cidera atau penyakit saat bekerja. Insiden dapat
menurunkan efisiensi dari kegiatan produksi, seperti bench yang longsor, mesin
pengangkat roboh atau terbalik, gedung atau bangunan roboh, dsb.
Kejadian berbahaya adalah sebuah kejadian dimana:
a. Sangat mempengaruhi kegiatan penambangan, seperti tanah longsor,
runtuhnya permuka kerja, jatuhnya batu besar, masuknya air dalam
tambang, menyalakan atau meledakkan bahan peledak tanpa sengaja.
b. Menyebabkan kerusakan atau mengganggu operasi mesin atau peralatan
utama tambang, seperti; peledakan, api, dan ledakan pipa bertekanan.
c. Memerlukan evakuasi pekerja tambang atau tindakan darurat lainnya.
d. Membahayakan orang-orang di tambang.
2. Kecelakaan tambang adalah kecelakaan kerja yang sesuai dengan Kepmen PE.
Nomor 555K/26/MPE/1955, Pasal 39, kriteria kecelakaan tambang harus
memenuhi persyaratan :
Kecelakaan benar terjadi;
Kecelakaan mengakibatkan cidera pekerja tambang atau seseorang yang
diizinkan oleh kepala teknik tambang;
Kecelakaan terjadi akibat kegiatan pertambangan;
Kecelakaan terjadi dalam wilayah pertambangan (KP/KK/PKP2B);
Kecelakaan terjadi pada jam kerja.
Pada lokasi pertambangan dimana kecelakaan atau kejadian berbahaya terjadi,
penanggung jawab operasi penambangan harus memastikan bahwa:
1. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengevakuasi dan
merawat pekerja tambang yang cidera dan mengambil tindakan segera untuk
mencegah bahaya lanjutan yang timbul akibat kejadian tersebut.
30
2. Melakukan penyelidikan terhadap penyebab kecelakaan tambang atau
kejadian berbahaya dan mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari
kejadian yang sama di masa yang akan datang.
3. Hasil penyelidikan dicatat dalam sebuah buku tambang yang disediakan
khusus dan memberitahukannya kepada pihak yang berwenang.
3. Jenis kecelakaan tambang
Jenis kecelakaan tambang yang biasa terjadi antara lain :
1. Terjatuh
2. Terpukul
3. Terpeleset
4. Terbentur
5. Terkena listrik
6. Terjepit
7. Keracunan gas
8. Terkena ledakan
9. Tertimbun
10. Tergilas
11. Kejatuhan benda
12. Terkena panas
4. Kerugian akibat kecelakaan tambang
Sebagaimana kita ketahui bahwa kecelakaan mengakibatkan kerugian antara lain:
a. penderitaan korban dan keluarganya;
b. kehilangan tenaga dan waktu kerja;
c. kerusakan peralatan berkurang;
d. kerugian material dan kerusakan lingkungan kerja;
e. terganggunya produksi;
f. kerugian biaya/ongkos kecelakaan;
g. dampak psikologis;
h. biaya perbaikan peralatan dan pengobatan korban.
Dari keterangan di atas menunjukkan bahwa kecelakaan tambang mengakibatkan
kerugian produksi dan biaya. Dimana kecelakaan mengakibatkan proses produksi
berjalan dengan tidak aman, tidak efisien, dan terganggu.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Manfred Walle and Norman Jennings, Safety & health in small-scale surface mines, International Labour Office, Geneva, 2001.
2. Kartono Muhamad, Pertolongan Pertama, Gramedia, Jakarta, 1991.
3. Sudarmaji, Keselamatan Kesehatan Kerja Pertambangan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, 2003.
4. Thaib,Arifin, Keselamatan Kerja, PT Tambang Batubara Bukit Asam, Unit Pertambangan Ombilin, Sawahlunto,1993
5. ....…….,Peraturan Perundang-Undangan K3 Pertambangan Umum, Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, 2003.
6. ....……., Himpunan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, CV. Pancha Bhakti, Jakarta, 1999.
7. ....……., Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555K/26/MPE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja” Pertambangan Umum, Direktorat Teknik Pertambangan Umum, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Jakarta, 1995
8. Sudarmaji, Penyelidikan Kecelakaan Tambang, Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, 2003
9. Thaib, Arifin, Kecelakaan Tambang, Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, 2003.
32