Bahan Ajar K3

45
BAB I RUANG LINGKUP PENGELOLAAN K3 BAGI PERTAMBANGAN SKALA KECIL A. Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Peraturan K3 di Indonesia mulai diterapkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada tahun 1847. Karena mulai dipakainya mesin-mesin uap untuk keperluan industri di Indonesia. Gagasan yang timbul pada waktu itu bukannya ditujukan untuk melindungi tenaga kerja, tetapi untuk pengawasan terhadap pemakaian ketel uap. Sebab itu pada tanggal 28 Pebruari 1852 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan tentang Penjagaan Keselamatan Kerja pada pemakaian pesawat uap. Pekerjaan di bidang Pertambangan mempunyai resiko kecelakaan yang tinggi, karena kondisi dan metode kerja yang spesifik dan berbeda dengan industri lainnya. Oleh sebab itu Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan pelaksanaan teknis dalam bidang K3 yang diatur dalam Mijn Politie Reglement (MPR) LN tahun 1930 Nomor 341. Dalam MPR. LN. 1930 No. 341 tersebut ditetapkan bahwa K3 dilakukan oleh Inspektur Tambang. Selain ketentuan di atas, bahwa berdasarkan pasal 69 Undang- Undang No.4 Tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa pemerintah berhak melakukan pembinaan 1

Transcript of Bahan Ajar K3

Page 1: Bahan Ajar K3

BAB I

RUANG LINGKUP PENGELOLAAN K3 BAGI PERTAMBANGAN SKALA KECIL

A. Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Peraturan K3 di Indonesia mulai diterapkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda

pada tahun 1847. Karena mulai dipakainya mesin-mesin uap untuk keperluan industri

di Indonesia. Gagasan yang timbul pada waktu itu bukannya ditujukan untuk

melindungi tenaga kerja, tetapi untuk pengawasan terhadap pemakaian ketel uap.

Sebab itu pada tanggal 28 Pebruari 1852 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan

peraturan tentang Penjagaan Keselamatan Kerja pada pemakaian pesawat uap.

Pekerjaan di bidang Pertambangan mempunyai resiko kecelakaan yang tinggi,

karena kondisi dan metode kerja yang spesifik dan berbeda dengan industri lainnya.

Oleh sebab itu Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan pelaksanaan

teknis dalam bidang K3 yang diatur dalam Mijn Politie Reglement (MPR) LN tahun

1930 Nomor 341. Dalam MPR. LN. 1930 No. 341 tersebut ditetapkan bahwa K3

dilakukan oleh Inspektur Tambang.

Selain ketentuan di atas, bahwa berdasarkan pasal 69 Undang-Undang No.4 Tahun

2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa pemerintah

berhak melakukan pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan

kesehatan kerja kepada pemegang IPR. Pasal 70 menyebutkan tentang Kewajiban

pemegang IPR untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dl bidang

keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan

memenuhi standar yang berlaku. Dalam pembinaan ini pemerintah kabupaten/kota

bertanggung jawab terhadap pengamanan teknis pada usaha pertambangan rakyat

tersebut.

Pada tanggal 12 Januari 1970 Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-undang

No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang secara nasional wewenangnya

berada di bawah Departemen Tenaga Kerja. Karena Departemen Tenaga Kerja

belum mempunyai personil dan peralatan yang khusus untuk menyelenggarakan

1

Page 2: Bahan Ajar K3

pengaturan dan pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan, sedangkan

kegiatan pertambangan sendiri memiliki karakteristik pengusahaan dan potensi

bahaya kecelakaan yang tinggi serta pertimbangan di Departemen Pertambangan

telah memiliki personil dan peralatan khusus untuk melakukan pengawasan

keselamatan kerja, maka wewenang Pengawasan Keselamatan Kerja Pertambangan

didelegasikan dari Menteri Tenaga Kerja kepada Menteri Pertambangan, sesuai

dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1973 tentang Pengaturan dan

Pengawasan Keselamatan Kerja di bidang Pertambangan LN 1973 No. 25.

Pedoman teknis pelaksanaan pengaturan dan pengawasan K3 sebelumnya

mengacu kepada MPR LN tahun 1930 No. 341. Seiring dengan perkembangan

teknologi dan intensitas kegiatan pertambangan yang semakin tinggi, sedangkan

pedoman teknis dan petunjuk pelaksanaan dengan MPR LN. 1930 No. 341 tersebut

tidak lagi bisa mengakomodasi perkembangan dan kemajuan baik teknologi

pertambangan maupun peralatan yang digunakan dan risiko bahaya yang

ditimbulkan, maka pada tanggal 23 Mei 1995 diterbitkan Keputusan Menteri

Pertambangan dan Energi No. 555 K/26/MPE/1995 tentang K3 Pertambangan

Umum. Peraturan ini menjadi pedoman teknis pengelolaan K3 di bidang

pertambangan umum.

B. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sesuai dengan Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,

pengertian K3 adalah sebagai berikut:

Secara filosofi:

Upaya dan pemikiran dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani

ataupun rohaniah manusia pada umumnya dan tenaga pada khususnya serta

hasil karya dan budaya yang dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur

berdasarkan pancasila

Secara keilmuan:

Didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi pencegahan kecelakaan

kerja dan penyakit akibat kerja. Keselamatan kerja juga didefinisikan sebagai

2

Page 3: Bahan Ajar K3

bekas dari bahaya. Sehingga secara praktis K3 merupakan upaya perlindungan

terhadap tenaga kerja.

Karyawan dapat menderita sakit akibat kerja ataupun akibat lingkungan kerja. Faktor-

faktor yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat dibagi menjadi dua

faktor utama, yaitu:

1. Gangguan kesehatan umum/penyakit umum

Faktor penyebab gangguan kesehatan ini, misalnya karena Infeksi dan infeksi

saluran pencernaan, parasit, dan tuberculosa. Masalah yang terkait dengan

gangguan kesehatan/penyakit ini umumnya adalah sosial ekonomi, higiene,

sanitasi, dan gizi.

2. Gangguan kesehatan karena faktor pekerjaan dan lingkungan kerja (Occupational

Desease)

Penyakit atau akibat yang timbul karena faktor pekerjaan dan lingkungan kerja

disebut penyakit akibat kerja atau penyakit jabatan (occupational desease).

Penyebab gangguan kesehatan dan keselamatan yang disebabkan faktor

pekerjaan dan lingkungan kerja, secara garis besar dapat dibagi dalam lima

golongan, yaitu:

a. Golongan fisik;

Mengganggu kenikmatan dan konsentrasi kerja hingga menyebabkan

gangguan pendengaran, penglihatan, dan lain-Iain yang disebabkan karena

gangguan fisik seperti gaduh, suhu, radiasi sinar radioaktif, ultraviolet dan

sinar infra merah, getaran, dan penerangan yang kurang.

b. Golongan kimia;

Contohnya bahan kimia dengan berbagai bentuk fisiknya yang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan berupa:

Gas, uap, dan sebagainya, misal: karbon monoksida (CO), hidrogen

sulfida (H2S), asam sianida (HCN), dan oksida belerang (SOx).

Cairan yang dapat menyebabkan iritasi, maupun kerusakan kulit, seperti:

soda kostik, asam sulfat, asam cuka, dan berbagai insektisida lainnya.

3

Page 4: Bahan Ajar K3

c. Golongan psikologik (psychology);

Beberapa kondisi dan suasana kerja yang dapat menimbulkan stress mental

di kalangan tenaga kerja karena pekerjaan yang tidak sesuai keinginan

motivasi bakat dan pendidikan, hubungan kerja yang kurang harmonis,

monoton, work turn over, dan penghasilan yang kurang.

d. Golongan fisiologik (physiology);

Disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya keserasian antara alat-alat

kerja, atau kondisi kerja dengan kondisi tenaga kerja, misalnya kursi yang

terlalu tinggi, sikap badan yang kurang baik waktu bekerja (dinamis atau

statis), dsb.

e. Penyebab biologik (biology)

Penyebab berasal dari penyakit atau bagian-bagian dari binatang atau

tumbuhtumbuhan yang menimbulkan gangguan/menular pada tenaga kerja,

misalnya anthrax, dan alergi serta penyakit kulit disebabkan oleh getah

tumbuhan, kutu ternak, dll.

Usaha pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan penyakit akibat kerja

Untuk mencapai tujuan dalam usaha pencegahan dan pengendalian penyakit akibat

kerja, sangat diperlukan saling pengertian dan itikad baik yang terjalin antara

manajemen perusahaan dengan para tenaga kerja sendiri. Tugas dari pemerintah

sendiri meliputi pembinaan, bantuan teknis, bimbingan, dan pengawasan.

Pada prinsipnya usaha pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan penyakit

akibat kerja ini terdiri dari dua hal utama, yaitu:

1. pencegahan dan perlindungan terhadap perorangan atau tenaga kerja;

2. pencegahan dan pengendalian secara teknik (engineering control).

a. Pencegahan dan perlindungan perorangan / tenaga kerja

Langkah-langkah dalam pencegahan dan perlindungan terhadap perorangan

atau tenaga kerja, terdiri dari:

1) Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, yaitu:

• sebelum bekerja (pre-employment health examination);

4

Page 5: Bahan Ajar K3

• secara berkala (periodik health examination);

• secara khusus (pemeriksaan kesehatan sewaktu terjadi kasus).

2) Penerangan dan latihan sebelum kerja;

Tenaga kerja baru sebelum mulai bekerja atau melakukan kegiatan,

terlebih dahulu harus diberikan penjelasan dan pelatihan tentang kondisi

dan Iingkungan kerja, antara lain tentang:

a) kemungkinan bahaya, gangguan kesehatan, dan ancaman

keselamatan yang mungkin timbul pada tempat kerja berasal dari alat-

alat kerja, instalasi, dan bahan baku kerja yang akan dipergunakan;

b) prosedur dan metoda kerja yang sesuai dengan keselamatan kerja

dan hiperkes;

c) Peraturan-peraturan dan undang-undang yang harus ditaati;

d) cara pencegahan dan penanggulangan;

e) latihan/keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan.

3) Pendidikan Kesehatan Kerja;

Mengenai kebersihan perorangan, pertolongan pertama pada kecelakaan,

makanan yang bergizi; dan keluarga sejahtera dan berencana, dsb.

4) Alat perlindungan perorangan;

Merupakan kewajiban perusahaan untuk menyediakan alat pelindung diri

yang sesuai dengan jenis pekerjaan dan kondisi kerja serta sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku. Sebagai contoh adalah: pelindung

kepala (helm), safety shoes, masker, pelindung telinga, dsb.

5) Usaha pemeliharaan kesejahteraan;

Usaha-usaha pemeliharaan kesejahteraan pekerja, antara lain melalui

koperasi, rekreasi, olah raga, dan juga kantin perusahaan.

b. Pencegahan dan pengendalian secara teknik (engineering control)

Untuk mencegah dan mengendalikan pengaruh negatif akibat kondisi dan

lingkungan kerja, dilakukan penanganan terhadap tempat kerja, alat kerja

instalasi, dan proses kerja dengan memodifikasi dan memasang kelengkapan

5

Page 6: Bahan Ajar K3

secara benar, sumber-sumber bahaya akan dapat dikendalikan sehingga sesuai

dengan syarat-syarat keselamatan kerja, hiperkes, dan memenuhi NAB (Nilai

Ambang Batas). Dengan. Pengendalian tersebut antara lain:

1) Pengendalian aliran udara di tempat kerja (ventilation system)

a) Ventilasi Umum

Dimana ruang kerja dibuat sedemikian rupa sehingga udara bersih

dapat di alirkan kedalam ruangan secara optimal, sehingga tenaga kerja

mendapat oksigen yang cukup.

b) Ventilasi keluar setempat (local exhaust system)

Bila dalam ruang kerja diperkirakan ada gas, uap atau debu-debu dan

lain-lain yang berbahaya dapat dibuang keluar, sehingga tidak

membahayakan tenaga kerja yang ada didalam ruangan.

2) Isolasi (isolation)

Alat instalasi dan proses kerja yang dapat merupakan sumber gangguan

dipisahkan atau diisolir seperti

a. Mesin-mesin diesel dengan membuat ruang kontrol

b. Proses pekerjaan yang menggunakan bahan yang mudah terbakar atau

meledak, dan bahan berbahaya lainnya.

3) Substitusi

Pada cara ini, bahan kimia atau alat-alat yang berbahaya diganti dengan

bahan lain atau alat lain sehingga tidak berbahaya lagi dengan syarat tidak

mengurangi mutu/ kualitas maupun kuantitas hasil produksi. Contohnya

larutan arsenic untuk pengawet kayu diganti dengan penta chlor phenol.

Hal yang perlu diperhatikan dalam usaha-usaha pencegahan, pengendalian dan

penanggulangan gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja

adalah adanya saling pengertian dan kerja sama, khususnya antara tenaga

kerja dan pimpinan perusahaan disertai rasa memiliki (sense of belongings) dan

bertanggung jawab (sense of responsibility). Diharapkan dengan pelaksanaan

secara efektif dan efisien tujuan dari hyperkes ke arah peningkatan Produktivitas

dapat terwujud.

6

Page 7: Bahan Ajar K3

C. Tujuan K3

Tujuan K3 pada dasarnya dalam undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang

keselamatan kerja dan merupakan suatu tujuan yang hendak dicapai, yaitu:

1. Tujuan umum

a. Melindungi tenaga kerja di tempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan

kesehatannya sehingga dapat terwujud peningkatan produksi dan

produktivitas kerja.

b. Melindungi setiap orang lain yang berada di tempat kerja agar selalu dalam

keadaan selamat dan sehat.

c. Melindungi bahan dan peralatan produksi agar dapat dicapai secara aman

dan efisien.

2. Tujuan khusus

Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertujuan:

a. Mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit di tempat kerja. Sehingga proses

produksinya berjalan lancar.

b. Mengamankan tempat kerja, peralatan, bahaya, proses dan lingkungan kerja

sehingga setiap sumber produksi dapat digunakan secara efektif dan efisien.

c. Menciptakan lingkungan kerja dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat, dan

kesesuaian antara pekerjaan dengan manusia atau antara manusia dengan

pekerjaan.

D. Manfaat Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja sangat penting diperhatikan dan dilaksanakan karena

manfaatnya, antara lain:

1. Menyelamatkan karyawan dari:

a. penderitaan sakit atau dan cacat;

b. kehilangan waktu yang berharga;

c, kehilangan nafkah/pemasukan uang.

2. Menyelamatkan keluarga dari:

a. kesediaan/kesusahan;

b. kehilangan nafkah/pemasukan uang;

7

Page 8: Bahan Ajar K3

c. masa depan yang tidak menentu.

3. Menyelamatkan perusahaan dari:

a. kehilangan tenaga kerja;

b. pengeluaran biaya akibat kecelakaan;

c. melatih/mengganti pegawai;

d. kehilangan waktu karena terhentinya kegiatan;

4. menurunnya produksi.

E. Syarat-syarat Keselamatan Kerja

Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Pasal 3 telah ditetapkan syarat-syarat

keselamatan kerja, antara lain:

a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran

atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e. memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. memberi alat-alat perlindungan diri kepada para pekerja;

g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,

kelembaban debu, kotoran, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau

radiasi suara dan getaran;

h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik

maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan;

i. memperoleh penerangan yang cukup sesuai;

j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;

k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan

proses kerjanya;

n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman

atau barang;

8

Page 9: Bahan Ajar K3

o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan

penyimpanan barang;

q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Bekerja di sebuah tambang seringkali harus dilakukan dalam sebuah lingkungan

yang bermusuhan dan berbahaya. Namun hal ini bisa dijadikan aman dan produktif

melalui upaya secara terus menerus. Upaya tersebut tidak akan berhasil kecuali

semua pekerja mempunyai keahlian tertentu dan pengetahuan yang baik tentang

kemungkinan bahaya dan risiko.

Karena itulah sangat penting memiliki orang yang kompeten dan berpengalaman

serta selalu ada di lokasi kerja tambang (site) guna mengawasi dan mengontrol

operasi penambangan dan melakukan inspeksi secara terus menerus.

Supervisor harus segera menugaskan semua orang yang bekerja dalam area operasi

tambang untuk bertanggung jawab terhadap keselamatan, kesehatan, dan

kesejahteraan semua orang yang bertugas.

Setiap pekerja baru harus menerima instruksi, panduan, dan pengawasan, dalam

pekerjaan mereka masing-masing dari supervisor dan mendapatkan pelatihan kerja

yang mencukupi sebelum mulai bekerja. Instruksi ini haruslah meliputi:

1. Pengantar lingkungan kerja

2. Aspek kesehatan dan kesehatan tugas pekerjaan

3. Pengenalan bahaya dan pencegahannya

4. Bahaya yang berkaitan dengan bahan peledak

5. Kontrol atas kestabilan tanah dan pekerjaan pada daerah ketinggian (high wall)

6. Bahaya permesinan dan perlengkapannya

7. Pengetahuan dasar pertolongan pertama (P3K)

9

Page 10: Bahan Ajar K3

F. Prinsip-prinsip Keselamatan Kerja

Prinsip-prinsip keselamatan kerja yaitu:

1. Kecelakaan dapat terjadi karena ada penyebabnya.

2. Penyebab kecelakaan adalah:

a. Perbuatan membahayakan yang dilakukan oleh manusia (unsafe act)

dan atau;

b. Kondisi tidak aman (unsafe condition).

3. Kecelakaan dapat dicegah dengan mencegah/menghilangkan penyebab

kecelakaan.

4. Setiap pekerjaan dapat dilaksanakan dengan aman dan selamat dengan

mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

- Mengenal dan memahami pekerjaan yang akan dilakukan;

- Mengetahui bahaya yang bisa timbul dari pekerjaan yang akan dilakukan.

G. Penyebab Kecelakaan

Pada setiap kegiatan kerja di pertambangan, terdapat 5 faktor yang saling

berinteraksi dan mempunyai resiko yang bisa menjadi sumber penyebab kecelakaan

maupun penyakit akibat kerja. Sumber penyebab kecelakaan tesebut adalah:

1. Manusia (pekerja, pengawas, dan pimpinan)

Apabila kurang kontrol dan kurang peduli terhadap K3, bisa melakukan tindakan

tidak aman (unsafe act).

2. Peralatan

Apabila digunakan peralatan yang tidak sesuai, tidak benar dan tidak aman akan

menyebabkan kondisi tidak aman (unsafe condition).

3. Metode Kerja

Apabila metode kerja atau tata cara kerja yang tidak sesuai, tidak benar, atau

tidak aman akan menyebabkan kondisi tidak aman (unsafe condition).

4. Material

Material bisa mengakibatkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat seperti

material yang panas, tajam, berat, beracun, dan bisa mengakibatkan kondisi

tidak aman (unsafe condition).

10

Page 11: Bahan Ajar K3

5. Lingkungan

Lingkungan bisa mengakibatkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja atau

menyebabkan kondisi tidak aman (unsafe condition), seperti panas, kering,

berdebu, gelap, dan licin dan sebagainya.

Pada Gambar di bawah ini, Heinrich dan Du Pont menyimpulkan penyebab

kecelakaan sebagai berikut:

Tabel 1.1

Penyebab Kecelakaan Kerja

FAKTORPENYEBAB

KECELAKAANHEINRICH

DU PONT

1. Manusia Unsafe Act 88 % 96 %

2. Peralatan3. Metoda4. Material 5. Lingkungan

Unsafe Condition 10 % -

6. Lain-lain 2 % 4 %

Total 100 % 100 %

Kegiatan penambangan akan menimbulkan risiko pada pekerja yang disebabkan oleh

5 faktor tersebut di atas yang apabila dikelola dengan baik maka tujuan Keselamatan

dan Kesehatan Kerja akan tercapai dan pada akhirnya akan meningkatkan

produktivitas.

H. Tindakan pencegahan bahaya

Setiap pekerja tambang selama bekerja seharusnya:

1. Bersikap peduli terhadap keselamatan dan kesehatan dirinya dan orang lain

yang diakibatkan oleh tindakan atau kelalaian mereka.

2. Tunduk terhadap instruksi yang diberikan bagi keselamatan dan kesehatan

dirinya dan orang lain.

3. Segera melaporkan pada supervisor terhadap situasi apabila dianggap

berbahaya, dimana dia tidak dapat mengambil tindakan koreksi sendiri. Jika

langkah ini tidak dapat diambil, pekerja tambang harus segera memperingatkan

semua pekerja yang terancam bahaya.

11

Page 12: Bahan Ajar K3

4. Melaporkan setiap kecelakaan, cidera, atau kejadian berbahaya yang timbul

selama atau terkait pekerjaan.

Operator (pengusaha) tambang seharusnya:

1. Memberitahukan penguasa pertambangan sebelum memulai operasi

penambangan dan sebelum menghentikan atau meninggalkan kegiatan

pertambangan yang ada.

2. Menyediakan semua perlengkapan, peralatan, fasilitas, dan pendanaan guna

memastikan sejauh mana penerapan penambangan yang layak, baik dan benar,

dan sebuah standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja pertambangan yang

tepat.

3. Yakinkan bahwa setiap orang mengerti tanggung jawab keselamatan dan

kesehatan kerja mereka.

4. Menunjuk, tergantung kepada jumlah karyawan yang bekerja dan lingkungan

serta luas operasi penambangan, satu atau lebih orang-orang kompeten

(supervisor) mengawasi dan mengontrol operasi penambangan.

5. Mendorong tenaga kerja untuk secara aktif terlibat dalam keselamatan dan

kesehatan.

12

Page 13: Bahan Ajar K3

BAB II

PENGELOLAAN K3 PADA TAMBANG SKALA KECIL

A. Bahaya di Lingkungan Kerja

Untuk menjamin pekerjaan dapat dilaksanakan dengan aman dan selamat serta

terhindar dari kecelakaan dan penyakit diperlukan langkah-langkah antara lain:

1) mengenal dan memahami pekerjaan yang akan dilakukan;

2) mengetahui jenis bahaya yang bisa timbul dari bahaya yang akan dilakukan;

3) identifikasi terhadap bahaya; dan

4) pengendalian bahaya.

Faktor sumber bahaya bisa dikelompokkan menjadi:

1. Bahaya dari faktor manusia, meliputi sikap apatis, pemalas, kurang

pengetahuan, kurang terampil, dan kurang peduli K3.

2. Bahaya dari faktor lingkungan kerja (manusia, peralatan, metode kerja, material

dan lingkungan) dibagi menjadi tiga:

a. Bahaya yang tampak; meliputi mesin yang tak dilindungi pengaman, belt

yang tidak tertutup, peralatan yang tidak memenuhi persyaratan K3, tidak

tersedia peralatan K3 dan cara kerja yang tidak memperhatikan

petunjuk/peralatan K3.

b. Bahaya yang tersembunyi; meliputi kabel-kabel yang lecet, gas, debu,

racun, dan radioaktif.

c. Bahaya yang terlupakan; meliputi ventilasi ruangan yang kurang baik,

kurang terlatih, kurang terang.kurang lebar, dsb.

Bahaya di lingkungan kerja sebuah tambang, baik terbuka maupun bawah tanah,

meliputi kontaminasi udara (debu tambang dan asap), kebisingan, getaran, tekanan

panas, dan masalah ergonomis dapat menyebabkan risiko kesehatan terhadap

pekerja tambang yang akan terpapar dalam jangka panjang.

13

Page 14: Bahan Ajar K3

1. Debu

Kontaminan udara seperti debu tambang, terutama dihasilkan selama operasi

pengeboran, penggalian, pemuatan, peremukan batuan, atau ore, dan

peledakan. Seseorang yang terekspos debu secara berlebihan dalam periode

jangka panjang dapat mengakibatkan penyakit pernafasan permanen, seperti

silikosis. Butiran debu yang dapat menimbulkan penyakit dan ledakan adalah

yang berukuran <7-10 mikron. Debu dapat dikelompokan menjadi:

a. Debu Fibrogenetik, yaitu debu yang berbahaya terhadap system

pernapasan, antara lain debu silica, timah putih, bijih besi

b. Debu Karsinogen, yaitu debu yang menyebabkan penyakit kanker, antara

lain debu radon, arsen dan asbes

c. Debu Radioaktif, yaitu debu yang menyebabkan bahaya radiasi terhadap tubuh, antara lain deiu bijih uranium dan radium, thorium

d. Debu Eksplosif, yaitu debu yang dapat terbakar dan meledak pada kondisi

temperatur tertentu, antara lain debu magnesium, alumunium, batubara

dan bijih sulfida beberapa penyakit pneumoconiosis sebagai akibat

paparan debu antara lain :

a. Silicosis atau Silicotuberculosis , yang disebabkan oleh debu silica

b. Abestosis, yang disebabkan oleh debu asbes

c. Sideroses, yang disebabkan oleh debu bijih besi

d. Blacklung atau Antrhracosis, yang disebabkan oleh debu batubara

(bituminous atau antrasite).

Selama operasi penambangan, lepasnya debu di udara harus dicegah,

khususnya dalam zone yang stagnan. Debu seharusnya dikontrol atau ditekan

dengan cara:

Menggunakan teknik pengeboran cara basah

Menggunakan penyemprotan air selama penggalian, pemuatan, dan

peremukan.

Secara umum, kelembaban permuka kerja yang digali harus dipelihara untuk

mengurangi terlepasnya debu ke udara.

14

Page 15: Bahan Ajar K3

Gambar 1

Penggunaan air untuk menekan debu dan/atau memakai masker debu

2. Gas-gas berbahaya

Gas yang dihasilkan oleh operasi pertambangan banyak mengandung gas-gas

beracun yang apabila terhirup dapat menyebabkan gangguan kesehatan

serius. Gas-gas berbahaya tersebut meliputi:

a. Gas Karbon Monoksida (CO)

Gas ini bersifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak mudah

larut dalam air, dan beracun serta berbahaya. Bersifat sangat beracun dan

berpengaruh terhadap kesehatan karena dapat mengurangi kapasitas

angkut dan penyerapan oksigen ke dalam darah khususnya daya serap

terhadap Hb.

Sumber utama penghasil CO adalah kendaraan bermotor seperti mobil,

truk, bus dan sepeda motor karena pembakaran BBM yang tidak sempurna

atau terbentuk secara alamiah maupun sebagai hasil sampingan kegiatan

manusia. Bila seseorang menghirup CO pada kadar tinggi dan waktu

tertentu dapat menimbulkan pingsan, bahkan kematian.

b. Gas Nitrous, terutama Nitromonoksida (NO) dan Nitrodioksida (NO2). Kedua

gas tersebut dihasillkan dalam buangan diesel. Dengan kondisi tidak

berwarna dan tidak berbau. Efek N02 dapat dideteksi pada konsentrasi

sangat rendah, antara 0,015 - 0,02 yang merupakan Nilai Ambang Batas

maksimum yang diperbolehkan. Pada kondisi NAB. 0,02 - 0,07 merupakan

batas fatal point.

15

Page 16: Bahan Ajar K3

c. Gas Karbondioksida, merupakan produk utama dari paparan mesin diesel.

Gas ini tidak berbau dan tidak berwarna yang sering dapat menyesakkan

pernapasan. Pada konsentrasi tinggi yang dapat mengurangi kandungan

oksigen di udara. Kadar maksinuun yang diperbolehkan adalah 0,5 % dan

Nilai Ambang Batas untuk fatal point sebesar 18 %.

d. Gas Methane, merupakan gas yang flammable dengan spesific gravity

0,5545. Methane bisa meledak pada kondisi 5-10% dengan oksigen 12,1%.

Metana tidak beracun, tidak berwarna tetapi sangat menyesakkan pada

konsentrasi tinggi dengan oksigen rendah. Methane bisa terekspose pada

strata yang mengandung karbon, antara lain lapisan batubara.

3. Kebisingan

Terkena tingkat kebisingan secara berlebihan dalam jangka panjang atau

berulangkali akan menyebabkan kerusakan pendengaran. Sumber-sumber yang

potensial menimbulkan emisi kebisingan meliputi, kompresor, mesin

pengeboran, pick hammer atau peralatan mekanis lain yang digunakan pada

pertambangan.

Bila memungkinkan, sumber kebisingan tersebut harus disaring dengan sebuah

bahan akustik yang efektif menyerap, sehingga mengurangi emisi kebisingan

hingga tingkat yang ditoleransi. Menambah jarak antara sumber kebisingan dan

pendengar adalah metode yang sering digunakan mengontrol kebisingan.

Bila tindakan seperti mengontrol kebisingan tidak memungkinkan, peralatan

proteksi diri pendengaran yang nyaman dan praktis, seperti ear plug atau ear

muffs, harus dipakai oleh setiap orang yang terpapar tingkat kebisingan

melampaui 90 dbA. Kebisingan suara yang berlebihan dalam pekerjaan dapat

menyebabkan kerusakan pendengaran.

Tekanan suara pick hammer atau mesin pengeboran biasanya melampaui

tingkat yang dapat diterima, setiap orang yang bekerja dengan atau sekitar

peralatan tersebut harus selalu menggunakan pelindung telinga.

16

Page 17: Bahan Ajar K3

Gambar 2

Penggunaan perlindungan saat mendekati tingkat kebisingan yang berlebihan

4. Getaran

Pekerja yang mengoperasikan mesin-mesin menggunakan tangan, khususnya

pneumatic rock drills dan pick hammer, meskipun hanya satu jam sehari dapat

mengalami efek dari getaran pada tangan dan lengan mereka. Vibration White

Finger (VWF) atau dead finger terjadi saat jari-jari menjadi mati rasa. VWF

dapat menyebabkan ganggren (lumpuh layu).

Pencegahan dan pengawasan Vibration White Finger (VWF)

Cegah penggunaan peralatan dalam jangka waktu lama

Gunakan peralatan modern yang akan mengurangi tingkat getaran

Perbaiki atau mengganti peralatan yang sudah tua atau menggunakan

pegangan (handle) anti getaran yang pas.

Sangga peralatan yang berat, sehingga dapat menggunakan sebuah

pegangan yang ringan

Pelihara alat-alat yang bergetar untuk meminimalkan tingkat getarannya

5. Tekanan akibat panas

Pekerja seharusnya diinformasikan sifat tekanan panas dan pengaruhnya yang

merugikan, maupun tindakan pencegahannya. Mereka harus diajarkan bahwa

toleransi terhadap panas sangat tergantung kepada kecukupan minum air

(bukan hanya memuaskan haus belaka) dan diet makanan yang seimbang.

Pekerja seharusnya juga diajari tanda dan gejala penyakit akibat panas (seperti;

kepusingan, pingsan, sesak nafas, berdebar-debar, dan sangat kehausan).

17

Page 18: Bahan Ajar K3

Pekerja harus mudah mendapatkan air atau minuman lain yang sesuai guna

mempercepat pengembalian cairan tubuh. Minuman berkarbonasi dan minuman

yang mengandung kafein serta gula atau garam yang berkonsentrasi tinggi tidak

seharusnya ditawarkan.

Aman, air yang dapat diminum seharusnya diletakkan dekat dengan masing-

masing pekerja atau dibawakan kepada para pekerja setiap jam. Gelas yang

bersih harus disediakan dan tempat air seharusnya ditaruh di tempat yang teduh

atau didinginkan hingga suhu 15-20o C.

Modifikasi cara kerja dapat mengurangi kemungkinan tekanan akibat panas,

sebagai contoh dengan mengurangi beban kerja seseorang melalui persediaan

peralatan atau pembagian tugas, atau dengan penjadwalan istirahat yang tepat.

B. Ergonomi

Bahaya Ergonomi adalah suatu bahaya yang terjadi oleh karena adanya interaksi

antara seseorang/pekeria dengan lingkungan tempat kerjanya. Peralatan dan tempat

kerja yang tidak dirancang dengan baik (disesuaikan dengan manusia) termasuk

bahaya ergonomi. Banyak aspek dalam pekerjaan penambangan mempunyai risiko

cidera pada anggota badan atau tulang belakang bagian atas atau bawah, baik

karena terlibat dalam pekerjaan yang dilakukan secara manual atau karena sikap

badan yang canggung/kikuk.

Bahaya ergonomi dapat dibedakan menjadi:

1. Stres Fisik (Physical Stresses); ruang sempit dan terbatas, menarik,

mendorong, canggung/aneh (awkward) ATAU static postures, pekerjaan terlalu

keras (overexertion), repetitive motion, fatigue, excessive force, dan direct

pressure.

2. Stres kejiwaan/Mental (Psychological Stresses); seperti bosan (monoton), terlalu

berat (overload), dan perceptual confusion.

Karena itulah persyaratan dasar ergonomi harus dipertimbangkan, meliputi lay

out tempat kerja, desain peralatan dan perlengkapan, teknik-teknik dalam

pekerjaan, waktu kerja, dan pola istirahat.

18

Page 19: Bahan Ajar K3

Pola-pola pergerakan

Cegah posisi yang bengkok atau membelit

Lakukan pergerakan yang berirama namun cegah gerakan yang monoton

Pergerakan secara horisontal lebih mudah dikontrol dari pada vertikal

Cegah menjulurkan anggota badan bila tidak perlu

Coba untuk menjaga pergerakan secara simetris saat bekerja dengan

kedua tangan

Menggunakan tenaga

Gerakan dinamis lebih baik dari pada statis

Lakukan sebuah pergerakan dimana ada cukup tenaga untuk

melaksanakan sebuah tugas atau mendesain ulang tugas tersebut.

Untuk masing-masing sistem persendian, tulang, otot, dan tendon, ada

sebuah jangkauan pergerakan yang dapat dilakukan secara efisien.

Pekerjaan seharusnya dilakukan sesuai jangkauan pergerakan ini.

Beban yang dibawa di bagian depan badan harus lebih dekat ke badan.

C. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

Pekerja dan Supervisor harus sanggup melakukan tindakan secara cepat atas

insiden dan kecelakaan serta menyediakan pertolongan pertama dan perawatan

pada orang-orang yang cidera. Perusahaan tambang harus dipastikan layak,

melengkapi dan memelihara kotak pertolongan pertama pada kecelakaan yang

layak disediakan pada lokasi yang strategis dimana operasi penambangan

dilakukan. Kotak pertolongan pertama harus mudah dijangkau dan siap

digunakan setiap saat ketika bekerja.

Gambar 3

Pelatihan pertolongan pertama pada kecelakaan Ketersediaan peralatan untuk pertolongan pertama pada kecelakaan meliputi:

19

Page 20: Bahan Ajar K3

Sebuah tandu untuk transportasi orang yang tidak sanggup berjalan;

Sebuah selimut untuk orang yang sedang mengalami shock;

Pembalut secukupnya dan pakaian steril untuk membuka luka pada tungkai

dan lengan, dan badan serta kepala;

Membelat patah pada tungkai dan lengan;

Desinfektan;

Bahan untuk P3K lain yang mungkin diperlukan berkaitan dengan kondisi

kerja dan direkomendasikan oleh dokter yang kompeten.

D. Alat-Alat Pelindung Diri (APD)

APD tidak pernah menjadi kebijakan/alternatif solusi yang pertama atau kedua

di dalam pengendalian bahaya di tempat kerja. Bahaya harus dihilangkan

dengan pengendalian primer dan sekunder, sedangkan APD dipilih sebagai

suatu langkah terakhir dalam pengendalian bahaya. APD juga dimanfaatkan

untuk pengendalian bahaya jangka pendek (short-term exposure).

Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknik peralatan dan lingkungan

kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya

masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga diperlukan alat-alat

pelindung diri (personal protective devices).

Operator tambang harus menyediakan secara cuma-cuma, alat pelindung diri

(APD) yang harus dikenakan ketika bahaya tidak dapat dihilangkan, dan

memastikan kesiapsediaannya untuk dikenakan dan harus dirawat secara baik.

Untuk menciptakan kondisi kerja dan sikap kerja yang aman selamat dan sehat,

serta untuk meningkatkan K3 di tempat kerja masing-masing.

Alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan, antara lain:

1. Enak dipakai

2. Tidak, mengganggu kegiatan kerja

3. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap jenis bahaya.

Jenis-jenis APD menurut kebutuhannya dapat dilihat pada Tabel di bawah.

Tabel 2.1

20

Page 21: Bahan Ajar K3

Alat Pelindung Diri Menurut Keperluannya

Faktor BahayaBagian Tubuh yang

Perlu DilindungiAlat-Alat Pelindung Diri

(1) (2) (3)

Benda berat atau kekerasan

Kepala, betis, tangki, pergelangan kaki, dan jari kaki

Topi logam atau plastik, lapisan pelindung (decker) dari kain, kuli, logam dsb. Sepatu stellbox toe

Percikan Api atau Logam

KepalaMataMukaJari, tangan, lenganBetis, tungkaiMata kaki, kaki

Topi plastik berlapis asbes Googles,kacamataPenutup muka dari plastikSarung tangan asbesBerlengan panjangPerlindungan dari asbesSepatu Kulit

Gas, asap,fumes MataMuka Alat Pernapasan

Tubuh

Jari, tangan, lengan

GogglesPenutup mukaMembahayakan jiwa secara langsung; gas masker khusus dengan filter. Tidak membahayakan secara langsung; gas masker bermacam-macam jenis.Pakaian karet, plastik atau bahan lain yang tahan kimiawiSarung tangan plastik, karet berlengan panjang dan anggota-anggota badan itu diolesi dengan barrier cream pelindung dari plastik/karet Sepatu kulit atau plastik

Cairan dan bahan-bahan kimiawi

KepalaMataMuka Alat pernapasanJari, tangan, lenganTubuhBetis, tungkaiMata Kaki, kaki

Topi plastik/karetGoggles atau pelindung muka/topengPelindung muka dari plastik Respirator khusus tahan kimiawiSarung tangan plastik/karetPakaian plastik/karetPelindung khusus dari plastik/karetSepatu karet, plastik atau kayu

Panas Kepala

Lain-lain bagian

Topi asbes

Sarung tangan, pakaian, pelindung dari asbes atau bahan lain tanpa panas/apiSepatu dengan zool kayu atau bahan lain tanpa panas Googles dengan lensa tahan sinar infra red. Pariasi muka

Listrik KepalaJari, tangan, lengan

Tubuh, Betis, tungkai, mata kaki

Topi plastik, karetSarung tangan karet tahan arus listrik sampai 10.000 volt selama 3 menit Pelindung dari karet

21

Page 22: Bahan Ajar K3

Sinar silau Mata Googles, kacamata dengan filter khusus atau lensa Polaroid

Percikan api dan sinar silau pada pengelasan

Mata

Muka

TubuhKaki

Googles, topeng las, kacamata dengan filter khusus Penutup muka dengan kacamata filter khususJaket tahan api (asbes) atau kulit Sepatu kulit/safety shoes

Gas atau aerosol radio aktif Suara bising atau gaduh

Alat pernapasan Seluruh badanTelinga

Respirator khususPakaian khususTutup telinga atau sumber telinga

Alat-alat Deteksi/Tester

Terdapatnya gas-gas berbahaya seperti CO, CO2, NO, NO2, S2, SO2, H2S, atau

kekurangan oksigen di dalam udara di gua-gua, kawah gunung, ditambang dalam,

kegiatan-kegiatan lainnya adalah hal yang penting diketahui sebelum melakukan

pekerjaan. Sehingga bahaya-bahaya yang timbul dikarenakan gas tersebut dapat

dihindari, atau dengan perkataan lain mendeteksi gas-gas sebelum melaksanakan

pekerjaan mutlak dilakukan, sehingga kita mengetahui kadar maksimal (NAB) yang

diperbolehkan untuk bekerja di dalam tambang.

E. Keamanan Saat Bekerja

Dewasa ini bermacam-macam usaha telah dilakukan untuk mencegah terjadinya

kecelakaan kerja di perusahaan-perusahaan, industri, atau di tempat-tempat kerja.

Secara umum pola pencegahan kecelakaan dapat dilakukan melalui peraturan-

peraturan, standardisasi, pengawasan, penelitian teknik dan medis, penyusunan

statistik, pendidikan, training (latihan), sosialisasi/ persuasif yang kesemuanya sangat

tergantung dengan penerapannya di tempat kerja secara konsekuen.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan saat bekerja

antara lain:

1. Penempatan tanda peringatan dan rintangan (pembatas)

22

Page 23: Bahan Ajar K3

Sebuah tambang permukaan seringkali terdiri atas paritan yang dalam atau

lubang besar. Terdapat risiko besar dimana pekerja tambang atau anggota

masyarakat dapat terjatuh di dalamnya sehingga harus dikelilingi dengan garis

pengaman atau barikade pengamanan lainnya. Tanda peringatan yang sesuai

untuk melarang masuknya yang tidak berkepentingan dan jatuhnya korban yang

berikutnya harus dipasang.

Gambar 4

Pagar pada lubang; pemasangan papan peringatan

Kondisi tanah atau kondisi bahaya lainnya pada daerah pertambangan yang

menyebabkan bahaya terhadap orang, harus dikoreksi sebelum pekerjaan lain

atau perjalanan diijinkan di daerah yang terpengaruh bahaya tersebut. Hingga

pekerjaan koreksi selesai, sebuah tanda peringatan dilarang masuk harus

dipasang. Ketika ditinggakan tanpa pengawasan, sebuah perintang harus

dipasang guna mencegah masuknya mereka yang tidak berkepentingan.

Gambar 5

Pemisahan tanah yang tidak stabil hingga selesai diperbaiki

2. Jalur transportasi dan arti keamanan jalan masuk tambang

Pekerja tambang seringkali harus menggunakan medan yang sulit untuk

bepergian ke dan dari tempat kerja mereka dalam tambang (contoh: mendaki

23

Page 24: Bahan Ajar K3

atau berjalan sepanjang dinding jurang (pit) yang curam dan penggalian di

mana terdapat bahaya tergelincir atau jatuh, suatu longsoran material,

kejatuhan batu, dsb).

Untuk mengurangi bahaya-bahaya tersebut, stabilitas dinding pit, jenjang, atau

kemiringan dimana orang-orang dapat melakukan perjalanan secara normal ke

dan dari tempat kerja dimana ditugaskan, harus secara teratur diperiksa dan

dipelihara. Setiap tempat dimana seseorang bekerja harus disediakan jalan

yang layak.

Gambar 6

Jalan masuk melalui tanjakan yang curam menggunakan sebuah tangga yang aman

3. Pengupasan tanah penutup (overburden)

Kegiatan tambang terbuka biasanya dimulai dengan pemindahan tanah

penutup, biasanya tanah lepas (loose) atau batuan yang terdekomposisi.

Material ini tidak stabil dan mudah runtuh atau longsor, khususnya saat basah.

Oleh karena itu setiap penggalian tanah yang terberai tidak dilakukan dengan

cara undercutting atau dengan membentuk lereng yang curam. Kelerengan

24

Page 25: Bahan Ajar K3

tanah lepas atau batuan yang terdekomposisi harus dijaga pada sebuah sudut

(tidak lebih dari 45 derajat) guna memastikan kestabilannya.

Vegetasi, seperti semak-semak dan pepohonan harus dipindahkan dari

overburden sebelum pengupasan mencapai akar untuk mencegah bahaya

sehubungan tumbangnya pepohonan.

Untuk mencegah tanah lepas dari kelongsoran kembali ke dalam tambang:

Batas pit atau dinding yang terdiri atas tanah atau material yang tidak

terkonsolidasi yang dapat menimbulkan bahaya runtuhan material, harus

dikupas kembali paling tidak 3 meter dari puncak pit atau dinding quarry;

Semua material dari pengupasan overburden harus dipindahkan ke suatu

jarak yang aman dari tepi penggalian pada tambang dan membentuk

sebuah sudut dalam (angle of repose) yang aman (30-40 derajat dari arah

horisontal).

Gambar 7

Overburden dikupas kembali dan dipindahkan ke sebuah jarak yang aman dari tepi tempat kerja

4. Pekerjaan pada dinding dan jenjang

Jatuhnya batuan pada permuka kerja, runtuhnya permuka kerja, dan

kelongsoran adalah risiko utama dalam area produksi tambang terbuka. Hal

tersebut seringkali menjadi penyebab kecelakaan tambang yang serius. Desain

permuka kerja harus meminimalkan bahaya kelongsoran material.

25

Page 26: Bahan Ajar K3

Gambar 8

Sistem jenjang pada tambang terbuka

Pada dinding lereng atau jenjang, dimana pekerjaan dilakukan, secara teratur

harus dilakukan pemeriksaan retakan atau tanda-tanda tekanan atau bidang

lemah, khususnya sebelum memulai pekerjaan, sesudah peledakan, setelah

hujan lebat dan sebagai jaminan kondisi tanah.

Gambar 9

Penambangan dengan cara undercutting

Pada perlapisan alluvial yang terdiri atas pasir, tanah liat, kerikil, atau material

lepas lainnya, sebuah jenjang tunggal (single bench) untuk pekerjaan yang

dilakukan secara manual biasanya ketinggiannya tidak boleh melebihi 2,5

meter. Maksimum kemiringan lereng harus lebih kecil dari 45 derajat.

Saat pekerjaan pada material yang solid atau keras, tinggi single bench harus

tidak melebihi 6 meter bagi penambangan manual. Sudut kelerengan harus lebih

kecil dari 60 derajat dari arah horisontal.

26

Page 27: Bahan Ajar K3

Masing-masing lantai teras pada sistem multi jenjang, lebarnya harus cukup

bagi orang-orang untuk bekerja dan bepergian secara bebas dan aman. Lebar

jenjang yang direkomendasikan paling tidak 3 meter; hal ini akan memberikan

keamanan terhadap runtuhan batuan.

5. Scaling

Batuan lepas atau tanah di permuka kerja manapun dapat menimbulkan bahaya

bagi orang-orang. Batuan tersebut harus dijatuhkan atau disangga secara aman

sebelum pekerjaan atau perjalanan diijinkan dalam area tersebut. Jika mungkin,

scaling harus dilakukan dari bagian atas permuka kerja ke arah bawah. Semua

orang harus dipindahkan dari daerah bawah yang sedang dilakukan scaling.

Gambar 10

Amankan area sebelum melakukan scaling

Jika scaling dilakukan dari bawah muka kerja, batang penggalah (scaling bar)

harus mempunyai panjang dan desainnya bisa mengambil material lepas tanpa

menciderai orang yang melakukan pekerjaan tersebut.

6. Pekerjaan lain

Ketika dilakukan penggalian paritan atau pekerjaan yang serupa, muka atau sisi

dinding yang tingginya melebihi 1,5 meter harus disangga secara aman

(contohnya; pemasangan penopang) guna mencegah runtuhan atau lepasnya

material dinding kembali ke tempat penggalian.

Ketika penggalian menggunakan monitor (media air) untuk mengeluarkan

batuan atau tanah dari sebuah dinding vertikal, pastikan bahwa selang air dan

27

Page 28: Bahan Ajar K3

mulut pipa (nozzle) dipasang rapat. Buat secara baik di belakang dinding

sebuah sumur yang bersih dari reruntuhan batuan sehingga jatuh dan terbawa

hanyut ke pompa atau kolam.

Jika pekerjaan dilakukan secara manual pada permuka kerja yang

ketinggiannya 2,5 meter di atas tanah, pekerja harus menggunakan pakaian

keselamatan atau tali yang diikatkan ke sebuah jangkar pengaman pada puncak

muka kerja.

Gambar 12

Saat tanah tanpa penyanggaan yang baik

Saat terowongan atau adit dibuat ke dalam permukaan tanah untuk keperluan

eksplorasi, penyaliran, atau tujuan lainnya, harus dilakukan penyanggaan

secara aman sehingga menjamin kondisi tanah.

Ketika adit bawah tanah memiliki panjang lebih dari 6 meter, pengaturan harus

dilakukan untuk memastikan cukupnya persediaan udara segar, baik melalui

ventilasi buatan atau alami.

Gambar 13

Penyanggaan dinding terowongan dan pemeriksaan udara dalam terowongan

28

Page 29: Bahan Ajar K3

Kurangnya ventilasi di lokasi kerja bawah tanah akan menyebabkan kekurangan

oksigen dan tingginya kandungan karbon dioksida. Jadi di dalam terowongan

tersebut secara teratur harus diperiksa konsentrasi O2 dan CO2. Tingkat

kandungan O2 tidak boleh kurang dari 19,5%; CO2 tidak boleh melampaui 0,5

7. Penyaliran tambang

Sebagian besar tambang skala kecil tidak didapati aliran masuk air bawah tanah

yang kuat, kecuali lokasinya dekat dan di bawah sebuah sungai. Namun

seringkali menghadapi masalah dengan air permukaan selama dan setelah

hujan yang sangat lebat. Air permukaan semacam itu mempunyai efek

mempengaruhi stabilitas lapisan pada pit, mengairi lereng, teras, dan bahkan

membanjiri tambang. Aliran lumpur yang berat dan kerusakan lereng seringkali

mengakibatkan air permukaan masuk ke tambang.

Saluran drainase harus dijauhkan dari pinggir tempat penggalian dan dibangun

guna meminimalkan semburan aliran air permukaan (runoff) memasuki pit.

Sejauh mungkin, tempat kerja penambangan diatur sehingga air dapat

dikeluarkan secara alami (contoh: ke dalam tempat kerja yang lebih rendah dan

sudah selesai dikerjakan).

Saluran air mengalirkan air turun melalui lereng ke titik pengumpulannya, bisa

menjadi sebuah cara yang paling efektif untuk melindungi lereng pada tambang

terbuka. Jika perlu, pompa air harus dipasang pada titik pengumpulan tersebut.

Gambar 14

Jaga agar air tetap di luar pit sejauh mungkin

29

Page 30: Bahan Ajar K3

F. Kejadian Berbahaya dan Kecelakaan Tambang

Pengertian kejadian berbahaya dan kecelakaan tambang adalah:

1. Kejadian berbahaya (Incident)

adalah semua kejadian yang tidak diharapkan pada kegiatan penambangan yang

potensial menyebabkan cidera atau penyakit saat bekerja. Insiden dapat

menurunkan efisiensi dari kegiatan produksi, seperti bench yang longsor, mesin

pengangkat roboh atau terbalik, gedung atau bangunan roboh, dsb.

Kejadian berbahaya adalah sebuah kejadian dimana:

a. Sangat mempengaruhi kegiatan penambangan, seperti tanah longsor,

runtuhnya permuka kerja, jatuhnya batu besar, masuknya air dalam

tambang, menyalakan atau meledakkan bahan peledak tanpa sengaja.

b. Menyebabkan kerusakan atau mengganggu operasi mesin atau peralatan

utama tambang, seperti; peledakan, api, dan ledakan pipa bertekanan.

c. Memerlukan evakuasi pekerja tambang atau tindakan darurat lainnya.

d. Membahayakan orang-orang di tambang.

2. Kecelakaan tambang adalah kecelakaan kerja yang sesuai dengan Kepmen PE.

Nomor 555K/26/MPE/1955, Pasal 39, kriteria kecelakaan tambang harus

memenuhi persyaratan :

Kecelakaan benar terjadi;

Kecelakaan mengakibatkan cidera pekerja tambang atau seseorang yang

diizinkan oleh kepala teknik tambang;

Kecelakaan terjadi akibat kegiatan pertambangan;

Kecelakaan terjadi dalam wilayah pertambangan (KP/KK/PKP2B);

Kecelakaan terjadi pada jam kerja.

Pada lokasi pertambangan dimana kecelakaan atau kejadian berbahaya terjadi,

penanggung jawab operasi penambangan harus memastikan bahwa:

1. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengevakuasi dan

merawat pekerja tambang yang cidera dan mengambil tindakan segera untuk

mencegah bahaya lanjutan yang timbul akibat kejadian tersebut.

30

Page 31: Bahan Ajar K3

2. Melakukan penyelidikan terhadap penyebab kecelakaan tambang atau

kejadian berbahaya dan mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari

kejadian yang sama di masa yang akan datang.

3. Hasil penyelidikan dicatat dalam sebuah buku tambang yang disediakan

khusus dan memberitahukannya kepada pihak yang berwenang.

3. Jenis kecelakaan tambang

Jenis kecelakaan tambang yang biasa terjadi antara lain :

1. Terjatuh

2. Terpukul

3. Terpeleset

4. Terbentur

5. Terkena listrik

6. Terjepit

7. Keracunan gas

8. Terkena ledakan

9. Tertimbun

10. Tergilas

11. Kejatuhan benda

12. Terkena panas

4. Kerugian akibat kecelakaan tambang

Sebagaimana kita ketahui bahwa kecelakaan mengakibatkan kerugian antara lain:

a. penderitaan korban dan keluarganya;

b. kehilangan tenaga dan waktu kerja;

c. kerusakan peralatan berkurang;

d. kerugian material dan kerusakan lingkungan kerja;

e. terganggunya produksi;

f. kerugian biaya/ongkos kecelakaan;

g. dampak psikologis;

h. biaya perbaikan peralatan dan pengobatan korban.

Dari keterangan di atas menunjukkan bahwa kecelakaan tambang mengakibatkan

kerugian produksi dan biaya. Dimana kecelakaan mengakibatkan proses produksi

berjalan dengan tidak aman, tidak efisien, dan terganggu.

31

Page 32: Bahan Ajar K3

DAFTAR PUSTAKA

1. Manfred Walle and Norman Jennings, Safety & health in small-scale surface mines, International Labour Office, Geneva, 2001.

2. Kartono Muhamad, Pertolongan Pertama, Gramedia, Jakarta, 1991.

3. Sudarmaji, Keselamatan Kesehatan Kerja Pertambangan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, 2003.

4. Thaib,Arifin, Keselamatan Kerja, PT Tambang Batubara Bukit Asam, Unit Pertambangan Ombilin, Sawahlunto,1993

5. ....…….,Peraturan Perundang-Undangan K3 Pertambangan Umum, Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, 2003.

6. ....……., Himpunan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, CV. Pancha Bhakti, Jakarta, 1999.

7. ....……., Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555K/26/MPE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja” Pertambangan Umum, Direktorat Teknik Pertambangan Umum, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Jakarta, 1995

8. Sudarmaji, Penyelidikan Kecelakaan Tambang, Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, 2003

9. Thaib, Arifin, Kecelakaan Tambang, Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, 2003.

32