bagian-8-tl3104
-
Upload
nafian-awaludin -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of bagian-8-tl3104
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
1/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-1
BAGIAN 8
PENGOLAHAN SAMPAH
Bagian ini menjelaskan beragam jenis pengolahan sampah secara umum. Penjelasan lanjut
lebih diarahkan pada pengenalan teknologi pengomposan dan insinerasi, dua teknologi yang
paling banyak digunakan.
8.1 Pengolahan Sampah Secara Umum
Seperti dibahas pada Bagian sebelumnya, sistem
operasional pengelolaan sampah mencakup jugasub-sistem pemerosesan dan pengolahansampah, yang perlu dikembangkan secarabertahap dengan mempertimbangkanpemerosesan yang bertumpu pada pemanfaatankembali, baik secara langsung, sebagai bahanbaku maupun sebagai sumber enersi, sehinggatercipta keseimbangan dan keselarasan antar sub-
sistem, baik dalam pengoperasian maupunpembiayaannya. Untuk memperoleh “economiesof scale” dari sinkronisasi sub-sistem yang lain,maka dalam perencanaan dan implementasinya,berbagai upaya terkait dengan upayameningkatkan efektivitas dan efisiensi dalampembiayaan dan operasionalnya harus menjadiprioritas utama.
Sebagaimana dibahas, pola pengelolaanpersampahan yang selama ini dilaksanakan diIndonesia, hendaknya dikembangkan denganmemasukkan pilihan pemerosesan danpengolahan untuk menjadikan sampah sebagaisumber daya yang dapat dimanfaatkan, baik di
tingkat kawasan maupun di TPA sebaimanaterlihat dalam Gambar 8.1, sehingga sampah yang
akan diurug ke dalam tanah diminimalkan.
Paradigma baru yang ditopang oleh sumber dayamanusia, peran serta masyarakat, visikewirausahaan, kemampuan manajemenoperasional, modal investasi, dan dipacu olehperkembangan teknologi telah mengubah polapandang banyak pihak terhadap sampah. Dengan
melihat karakteristik dan komposisinya, sampahberpotensi memberikan nilai ekonomi misalnyabila diolah menjadi bahan kompos dan bahan daurulang. Namun potensi nilai ekonomi ini hendaknya
harus dilihat secara proporsional dan lebihmengedepankan prinsip agar sistem yang dipilihdapat berkesinambungan. Dilihat dari komposisisampah, maka sebagian besar sampah kota di
Indonesia adalah tergolong sampah hayati, atausecara umum dikenal sebagai sampah organik.Sampah yang tergolong hayati ini untuk kota-kotabesar bisa mencapai 70 % dari total sampah, dansekitar 28 % adalah sampah non-hayati yangmenjadi obyek aktivitas pemulung yang cukuppotensial, mulai dari sumber sampah sampai keTPA. Sisanya, sekitar 2%, tergolong lain-lain
seperti B3 yang perlu dikelola tersendiri. Jenissampah dengan persentase organik yang tinggisangat cocok diolah menjadi kompos, sumbergasbio, dan sejenisnya. Sedang komponenanorganik mempunyai potensi sebagai bahan daur
ulang yang juga cukup potensial seperti plastik,kertas, logam/kaleng, kaca, karet. Berdasarkankenyataan tersebut, akan lebih baik bila
pengurangan jumlah sampah dilakukan melaluiproses pengolahan sampah yang terpadu. Polapengelolaan sampah terpadu secara konseptualdapat digambarkan seperti skema pada gambar8.2 berikut.
Pembangunan sistem persampahan yang lengkapdan dikelola secara terpadu, selain memerlukan
modal investasi awal yang cukup besar, jugamemerlukan kemampuan manajemen operasionalyang baik. Untuk mewujudkan maksud tersebutdapat dijalin hubungan kerjasama antar daerahdan atau bermitra usaha dengan sektor swastayang potensial dan berpengalaman. Kerjasamakemitraan dapat mempercepat proses penyediaan
sarana dan prasarana dengan cakupan pelayananyang lebih luas dan peningkatan dalam mutupelayanannya. Sistem pengelolaan yangdikembangkan harus sensistif dan akomodatifterhadap aspek komposisi dan karakteristiksampah dan kecenderungan perubahannya dimasa mendatang. Sistern pengelolaan sampahharus disesuaikan dengan pergeseran nilai
sampah (waste shifting values) yang selama inidianggap sebagai bahan buangan yang tidakbermanfaat, bergeser nilainya menjadi bahan-bahan bernilai bila diolah menjadi kompos danbahan daur ulang dan daur pakai.
Teknik-teknik pemerosesan dan pengolahansampah yang secara luas diterapkan di lapangan,
khususnya di negara industri antara lain adalah:! Pemilahan sampah, baik secara manual
maupun secara mekanis berdasarkan jenisnya
! Pemadatan sampah (baling )! Pemotongan sampah
! Pengomposan sampah baik dengan cara
konvensional maupun dengan rekayasa
! Pemerosesan sampah sebagai sumber gas-bo
! Pembakaran dalam Insinerator, denganpilihan pemanfaatan enersi panas
Melihat komposisi sampah di Indonesia yangsebagian besar adalah sisa-sisa makanan,khususnya sampah dapur, maka sampah jenis iniakan cepat membusuk, atau terdegradasi oleh
mikroorganisme yang berlimpah di alam ini. Carainilah yang sebetulnya dikembangkan olehmanusia dalam bentuk pengomposan atau
biogasifikasi. Di Indonesia, dengan kondisikelembaban dan temperatur udara yang relatiftinggi, maka kecepatan mikroorganisme dalam
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
2/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-2
‘memakan’ sampah yang bersifat hayati ini akanlebih cepat pula. Pengomposan merupakan salahsatu teknik pengolahan limbah organik (hayati)yang mudah membusuk. Kompos dapat disebutberkualitas baik bila mempunyai karakteristik
sebagai humus dan bebas dari bakteri patogenserta tidak berbau yang tidak enak. Sampah yang
telah membusuk di sebuah timbunan sampahmisalnya di landfill sebetulnya adalah komposanaerob yang dapat dimanfaatkan pada pascaoperasi. Alasan utama utama kegagalanpengomposan selama ini adalah pemasaran [9].
Aktivitas daur-ulang sampah dapat dimulai darirumah-rumah, misalnya penggunaan komposterindividual. Cara ini diperkenalkan dan telah diujicoba oleh LitBangPermukiman PU beberapatahun yang lalu. Dengan volume kontainer sekitar60 Liter, ternyata sampah dapur khususnya sisa-sisa makanan, akan dapat ditahan di alat inikarena terjadi pengurangan volume sampah akibat
pembusukan. Tipikal alat ini dapat menerimasampah dari sebuah keluarga selama lebih dari 6bulan sebelum penuh. Setelah penuh, yangdihasilkan adalah kompos yang perlu penangananlebih lanjut. Sampah juga merupakan sumberbiomas sebagai pakan ternak atau sebagai pakancacing. Khusus untuk pakan cacing, jenis sampahyang cocok adalah sampah hayati, khususnya
sampah yang berasal dari dapur. Dalam skalakota, dimana sistem pengumpulan danpengangkutan sampah masih tercampur, makaupaya ini sulit untuk tercapai baik. Dari upaya iniakan dihasilkan vermi-kompos yang berasal daricasting-nya serta bioamassa cacing yang kayaakan protein untuk makanan ternak sertakegunaan lain [9].
Sampah yang terbuang, sebetulnya menyimpanenersi yang dapat dimanfaatkan. Pemanfaatanenersi sampah dapat dilakukan dengan cara:a. menangkap gasbio hasil proses degradasi
secara anaerobik pada sebuah reaktor(digestor )
b. menangkap gas bio yang terbentuk darisebuah landfill
c. menangkap panas yang keluar akibatpembakaran, misalnya melalui insinerasi.
Ide lain yang telah diterapkan di beberapa negaraindustri seperti Jepang adalah membuat ‘pelet’
sampah sebagai bahan bakar. Biasanya produk inidigabungkan dengan insinerasi waste-to-energy yang enersinya dimanfaatkan. Pemanfaatanpanas dari insinerator dapat dipertimbangkan bila
karakteristik dan jumlah sampah yang akandibakar mencukupi [4]. Penelitian lain khususnyadi negara industri seperti Amerika Serikat adalahmencoba membuat alkohol dari sampah organikini.
Salah satu jenis pengolah sampah yang seringdigunakan sebagai alternatif penanganan sampah
adalah insinerator. Khusus untuk sampah kota,sebuah insinerator akan dianggap layak bila
selama pembakarannya tidak dibutuhkan subsidienersi dari luar. Jadi sampah tersebut harusterbakar dengan sendirinya. Sejenis sampah akan
disebut layak untuk insinerator, bila mempunyainilai kalor sebesar paling tidak 1200 kcal/kg-kering. Untuk sampah kota di Indonesia, angka iniumumnya merupakan ambang tertinggi.Disamping itu, sampah kota di Indonesia dikenal
mempunyai kadar air yang tinggi (sekitar 60 %),sehingga akan mempersulit untuk terbakar sendiri.
Hambatan utama penggunaan insinerator adalahkekhawatiran akan pencemaran udara. Insinerasimodular juga sering disebut-sebut sebagaialternatif dalam mengurangi massa sampah yangakan diuangkut ke TPA. Beberapa Dinas
Kebersihan di Indonesia juga mempunyai minatyang serius dengan pembakaran sampah ditingkat kawasan sebelum sampah diangkut keTPA. Persoalan yang timbul adalah bagaimanamencari lokasi yang cocok, dan yang palingpenting adalah bagaimana mengurangi dampaknegatif dari pencemaran udara, termasuk adanyaasap, bau pembakaran, dsb. Dari sekian banyak
jenis pencemaran udara yang mungkin timbul,maka tampaknya yang paling dikhawatirkanadalah munculnya Dioxin, yang dapatdiminimalkan bila bahan plastik tidak ikut terbakardi insinerator ini [9]. Tabel 8.1 merupakangambaran umum tentang beberapa pengolahan.
8.2 Pengomposan (Composting) [4, 33, 50, 71]
Proses pengomposan (composting) adalah prosesdekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganismeterhadap bahan organik yang biodegradable, ataudikenal pula sebagai biomas. Pengomposan dapat
dipercepat dengan mengatur faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga berada dalam kondisiyang optimum untuk proses pengomposan.Secara umum, tujuan pengomposan adalah:a. Mengubah bahan organik yang biodegradable
menjadi bahan yang secara biologi bersifatstabil
b. Bila prosesnya pembuatannya secara aerob,
maka proses ini akan membunuh bakteripatogen, telur serangga, dan mikroorganismelain yang tidak tahan pada temperatur di atastemperatur normal
c. Memanfaatkan nutrien dalam buangan secaramaksimal sepertri nitrogen, phospor, potasium
d. Menghasilkan produk yang dapat digunakan
untuk memperbaiki sifat tanah
Beberapa manfaat kompos dalam memperbaikisifat tanah adalah:! Memperkaya bahan makanan untuk tanaman! Memperbesar daya ikat tanah berpasir! Memperbaiki struktur tanah berlempung! Mempertinggi kemampuan menyimpan air! Memperbaiki drainase dan porositas tanah! Menjaga suhu tanah agar stabil
! Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zathara
! Dapat meningkatkan pengaruh pupuk buatanKompos kurang tepat bila disebut sebagai pupuk,walaupun dikenal pula sebagai pupuk organik,karena zat hara yang dikandungnya akantergantung pada karakteristik bahan baku yang
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
3/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-3
digunakan. Oleh karena sampah kotakarakteristiknya sangat heterogen dan fluktuatiifmaka kualitasnya akan mengikuti karakteristik
sampah yang digunakan sebagai bahan kompossetiap saat.
Tabel 8.1: Kelebihan dan Kelemahan Alternatif Sistem Pengolahan Sampah yang Dapat Diterapkan [48]
Jenis Pengolahan Kelebihan Kelemahan Catatan
Composting (Pengomposan):
1. High Rate (modern)
- Proses pengomposan lebih
cepat.- Volume sampah yang
terbuang berkurang.
2. Windrow Composting (sederhana)
- Tidak memerlukan banyakperalatan.
- Sesuai untuk sampah yangbanyak mengandung unsurorganik.
- Volume sampah yangterbuang berkurang.
- Biaya investasi lebih murah.
- Memerlukan peralatan lebih
banyak dan kompleks.- Biaya investasi mahal.
- Perlu perawatan yang baik dankontinu.
- Proses pengomposan lebihlama.
- Memerlukan tenaga lebihbanyak.
- Harga kompos yang
dihasilkan lebih mahaldaripada pupuk kimia.
- Biaya operasi lebih tinggidari harga jual.
Baling (Pemadatan)
- Volume sampah yangterbuang dapat dikurangi.
- Praktis/efisien dalampengangkutan ke TPA.
- Biaya investasi, operasi, danpemeliharaan relatif mahal.
- Dianjurkan bila jarak kepembuangan akhir lebihdari 25 km.
Incinerator
(Pembakaran)
- Untuk kapasitas besar hasil
sampingan dari pembakarandapat dimanfaatkan antaralain untuk pembangkit tenagalistrik.
- Volume sampah menjadisangat berkurang.
- Hygienis.
- Biaya investasi dan operasi
mahal.- Dapat menimbulkan polusi
udara.
Ada 2 (dua) tipe :
- Sistem pembakaranberkesinambungan untukkapasitas besar (>100ton/hari).
- Sistem pembakaranterputus untuk kapasitaskecil (
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
4/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-4
(sampah) secara biologis, di bawah kontrol kondisiproses yang berlangsung. Dalam produk akhir,materi organik belumlah dapat dikatakan stabil,namun dapat disebut stabil secara biologis.
Karena pertimbangan di atas, maka biasanyaproses pengomposan dilakukan secara aerob.
Secara umum, transformasi umum buangan aerobdapat dijelaskan sebagai berikut [4]:
Input: Materi organik + O2 + nutrisi + bakteri
Materi organik belum terdegradasi + biomass sel
bakteri + CO2 + H2O + NH3 + ........ + panas
Bila materi organik adalah CaHbOcNd, dan bila selbiomas bakteri diabaikan, dan bila materi orgnanikbelum terdegradasi adalah CwHxOyNz , makakonsumsi reaksi yang terjadi adalah [4]:
CaHbOcNd + 0,5 (ny + 2s + r –c) O2 ! nCwHxOyNz
+ sCO2 + rH2O + (d-nx) NH !
3 .............. (8.1)
Dengan: r = 0,5 [b – nx – 3(d – nx)]s = a - nw
Bila terjadi reaksi sempurna, maka [4]:
CaHbOcNd +4
324 d cba !!+O2 ! aCO2+ (b - 3d)/2
+ H2O + dNH !
3 ........................ (8.2)
Bila proses berlangsung anaerob, misalnya dalamlandfilling yang berlangsung secara alamiah, makatransformasinya adalah :
CaHbOcNd ! nCwHxOyHz+mCH4+sCO2+(d-nz)NH3 + rH2O ...................................... (8.3)Dengan : s = a – nw – m
r = c – ny - 2s
Hal yang perlu diperhatikan dalam prosespengomposan, antara lain [4, 33]:
Bahan yang dikomposkan : apakah mudah teruraiatau sulit terurai, misalnya makin banyakkandungan kayu atau bahan yang mengandunglignin, maka akan makin sulit terurai
Mikroorganisme : mikroorganisme seperti bakteri,ragi, jamur yang sesuai dengan bahan yang akandiuraikan akan dapat menguraikan bahan organik
Ukuran bahan yang dikomposkan : bila ukuransampah makin kecil, akan makin luas permukaan,sehingga makin baik kontak antara bakteri danmateri organik, akibatnya akan makin cepat
proses pembusukan. Namun bila diameter terlalukecil, kondisi bisa menjadi anaerob karena ruanguntuk udara mengecil. Diameter yang baik adalahantara (25-75) mm.
Kadar air (lihat Tabel 8.3):! Timbunan kompos harus selalu lembab,
biasanya sekitar nilai 50-60%. Nilai optimum
adalah = 55%, kurang lebih selembab karetbusa yang diperas.
! Adanya panas yang terbentuk, menyebabkanair menguap, sehingga tumpukan menjadikering.
! Bila terlalu basah, maka pori-pori timbunanakan terisi air, dan oksdigen berkurang
sehingga proses menjadi anaerob. Biasanyapengadukan atau pembalikan kompos padaproses konvensional akan mengembalikankondisi dalam timbunan menjadi normalkembali.
! Timbunan akan berasap bila panas mulai
timbul. Pada saat itu bagian tengah tumpukandapat menjadi kering, dan prosespembusukan dapat terganggu.
! Untuk mengukur suhu secara mudah,tancapkan bambu ke tengah tumpukan. Bilabambu basah dan hangat, serta tidak berbaubusuk, maka proses pengomposan berjalandengan baik.
! Kadang-kadang diperlukan penambahan air
ke dalam timbunan setiap 4 – 5 hari sekali.Sebaliknya, untuk daerah yang mempunyaicurah hujan yang tinggi, maka timbunankompos harus dilindungi dari hujan, misalnyadiberi tutup plastik atau terpal.
Ketersediaan oksigen:
! Pada proses aerob selalu dibutuhkan adanyaoksigen. Pada proses konvensional, suplaioksigen dilakukan dengan pembalikantumpukan sampah. Pembalikanmenyebabkan distribusi sampah danmikroorganisme akan lebih merata. Secarapraktis, pembalikan biasanya dilakukan setiap5 hari sekali.
! Pada pengomposan tradisional, tersedianya
oksigen akan dipengaruhi tinggi tumpukan.Tinggi tumpukan sebaiknya 1,25 - 2 m.
! Pada proses mekanis, suplai oksigendilakukan secara mekanis, biasanya denganmenarik udara yang berada dalam kompos,sehingga udara dari luar yang kaya oksigenmenggantikan udara yang ditarik keluar yangkaya CO2. Untuk hasil yang optimum,
diperlukan udara yang mengandung lebih dari50% oksigen.
Kandungan karbon dan nitrogen (lihat Tabel 8.3):
! Karbon (C ) adalah komponen utama
penyusun bahan organik sebagai sumberenersi, terdapat dalam bahan organik yangakan dikomposkan seperti jerami, batang
tebu, sampah kota, daun-daunan dsb.! Nitrogen (N) adalah komponen utama yang
berasal dari protein, misalnya dalam kotoranhewan, dan dibutuhkan dalam pembentukansel bakteri.
! Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbondigunakan sebagai sumber energi bagipertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3
lainnya digunakan untuk pembentukan selbakteri. Perbandingan C dan N awal yang
baik dalam bahan yang dikomposkan adalah25-30 (satuan beratnkering), sedang C/N diakhir proses adalah 12 – 15. Pada rasio yang
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
5/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-5
lebih rendah, ammonia akan dihasilkan danaktivitas biologi akan terhambat, sedang padaratio yang lebih tinggi, nitrogen akan menjadivariabel pembatas.
! Harga C/N tanah adalah 10 – 12, sehingga
bahan-bahan yang mempunyai harga C/Nmendekati C/N tanah, dapat langsung
digunakan.! Waktu pengomposan dapat direduksi dengan
proses pencampuran dengan bagian yangsudah terdekomposisi sampai (1-2)% menurutberat. Buangan lumpur dapat jugaditambahkan dalam penyiapan sampah. Jika
lumpur ditambahkan, kadar air akhirmerupakan variabel pengontrol.
Kondisi asam basa (pH):! pH memegang peranan penting dalam
pengomposan. Pada awal pengomposan, pHakan turun sampai 5, kemudian pH akan naikdan stabil pada pH 7 - 8 sampai kompos
matang.! Bila pH terlalu rendah, perlu penambahan
kapur atau abu. Untuk meminimalkan
kehilangan nitrogen dalam bentuk gasammonia, pH tidak boleh melebihi 8,5.
Temperatur:! Suhu terbaik adalah 50º-55ºC, dan akan
mencapai (55-60)ºC pada periode aktif. Suhu
rendah, menyebabkan pengomposan akanlama. Suhu tinggi (60-70)ºC menyebabkan
pecahnya telur insek, dan matinya bakteri-bakteri patogen yang biasanya hidup padatemperatur mesofilik.
! Pada pengomposan tradisional, bilatumpukan terlalu tinggi, terjadi pemadatanbahan-bahan dan akan terjadi efek selimut.
Hal ini akan menaikkan temperatur menjadisangat tinggi, dan oksigen menjadi berkurang.
Tingkat dekomposisi: dapat diperkirakan melaluipengukuran penurunan suhu akhir, tingkatkapasitas panas, jumlah materi yang dapatdidekomposisi. Kenaikan potensial redoks,kebutuhan oksigen, pertumbuhan jamur, dsb
dapat digunakan juga sebagai indikator tingkatdekomposisi.
Tabel 8.3: Perbandingan C/N dan Kadar Air [4]
Jenis Bahan Harga C/N Kadar Air (%)
Kayu 200-400 75-90
Jerami padi 50-70 75-85
Kertas 50 55-65
Kotoran ternak 10-20 55-65
Sampah kota 30 50-60
Sistem Windrow merupakan teknologi yang relatif
paling sederhana setelah pengomposan melaluipenumpukan bahan kompos secara tradisional.Suplai oksigen dari udara bebas dimasukkan daribawah tumpukan, dengan melengkapi drainasepenyalur udara di bawahnya. Materi komposdibiarkan terdekomposisi secara alamiah dan olehkegiatan bakteri yang menghasilkan panas pada
tumpukan kompos. Panas terbentuk selainmembunuh bakteri patogen juga membantuproses perbaikan dan pengeringan secaraperlahan. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 2- 3 minggu untuk mencapai kompos setengahmatang, dan membutuhkan 3 - 4 bulan berikutnyauntuk menghasilkan kompos matang. Langkah
umum yang biasa digunakan adalah (lihat gambar8.3).
Contoh lain dari proses pengomposan sederhanadapat dilihat pada gambar berikut, yangdikembangkan oleh PPT ITB. Sejak awal tahun1980-an Pusat Studi Penelitian Lingkungan Hidup(PPLH) ITB memperkenalkan pengomposansederhana, bersamaan dengan dikembangkannya
Kawasan Industri Sampah. Pada pengomposanini, disamping penambahan air untuk menjagakelembaban, ditambahkan juga kapur , sekampadi dan diperkaya dengan pembubuhan ureadan NPK. Cara pengomposan ini kemudianditerapkan dibeberapa tempat, antara lain di
Kebun Binatang Ragunan. Langkah yangdigunakan seperti terlihat dalam Gambar 8.4.
Disamping itu, pembuatan kompos denganmenggunakan cacing dapat pula diterapkan,dikenal sebagai Vermikultur . Cara ini adalahpenerapan vermikultur dengan skala yangmemadai untuk memproduksi volume cacing yangdiperlukan oleh petani untuk mampumengkonsumsi sekitar 3-5% kompos kasar
produksi TPA. Kompos adalah makanan yangideal bagi vermikultur sehingga tidak ada biayatambahan produksi yang diperlukan [45].
Di negara industri, pengomposan sampah kotasudah biasa dilaksanakan secara mekanis, dikenalsebagai pengomposan dipercepat (accelerated
composting ). Percepatan ini dilaksanakan padaproses pembuatan kompos setengah matang,yang pada pengomposan tradisional(konvensional) membutuhkan waktu sekitar 3minggu. Pada pengomposan ini, waktu yangdibutuhkan dipercepat sampai menjadi 1 minggu.Prinsip yang digunakan adalah bagaimana agarbahan baku kompos menjadi lebih baik, danbagaimana agar mikroorganisme pengurai
menjadi lebih aktif dalam menguraikan kompos.Beberapa catatan dalam pengomosan dipercepatadalah [51]:! Bahan yang akan dikomposkan disortir dari
logam, kaca, plastik dan bahan lain yangtidak dapat dikomposkan. Untuk pemisahan
bahan tersebut dapat digunakan alatpemisah mekanis atau manual.
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
6/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-6
! Proses pengomposan dilakukan dalamreaktor, dengan pasokan oksigen, dan airuntuk menjamin kondisi tetap aerob.
Disamping itu dilakukan pembalikan/ pengadukansecara mekanikal. Beberapa teknologi
menyalurkan uap panas hasil pengomposan padabagian sampah yang baru masuk. Pembibitan
mikroorganisme dilakukan dengan resirkulasi airlindi yang terbentuk.
Beberapa jenis reaktor pengomposan modernadalah:! Vertikal (menara) : diperkenalkan pada tahun
1939 di Amerika, dikenal dengan metodaEarp-Thomas. Sampah dimasukkan daribagian atar reaktor. Fermentasi terjadiselama transport material dari bagian atassampai ke dasar reaktor yang terdiri daribeberapa tahap. Metode sejenis adalah jenisTriga, dimana materi sampah dimasukkan
dari atas, dan sampah turun ke bawah karenaadanya putaran pada reaktor.
! Horisontal : cara yang paling dikenal adalahmetoda Dano. Metoda ini berasal dariDenmark (1933). Fermentasi dilakukan
dalam reaktor bertipe rotary kiln. Sampahdiputar secara perlahan dalam kiln. Dengan
pemutara ini, materi asing yang tidak bisadikomposkan akan terpisahkan di ujung akhirkiln.
! Metode Siloda adalah menggunakan alatyang secara sistematis dan berkalamemindahkan kompos ke sisi lain, sehingga
terjadi pengadukan secara sempurnaDengan sistem reaktor tersebut, maka variabelyang dapat mempertinggi kerja mikroorganismediatur secara sistematis dan menerus. Contoh-contoh pengomposan dipercepat dalam reaktordapat dilihat dalam Gambar 8.5 sampai 8.7berikut.
Gambar 8.4: Pengomposan dengan cetakan model PPLH ITB [53]
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
7/14
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
8/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-8
8.3 Insinerator [5, 36]
Insinerator Skala Kota
Teknologi insinerasi merupakan teknologi yangmengkonversi materi padat (dalam hal ini sampah)menjadi materi gas (gas buang), serta materipadatan yang sulit terbakar, yaitu abu (bottomash) dan debu (fly ash). Panas yang dihasilkan
dari proses insinerasi juga dapat dimanfaatkanuntuk mengkonversi suatu materi menjadi materilain dan energi, misalnya untuk pembangkitanlistrik dan air panas. Insinerasi adalah metodepengolahan sampah dengan cara membakarsampah pada suatu tungku pembakaran. Dibeberapa negara maju, teknologi insinerasi sudahditerapkan dengan kapasitas besar (skala kota).
Teknologi insinerator skala besar terusberkembang, khususnya dengan banyaknyapenolakan akan teknologi ini yang dianggap
bermasalah dalam sudut pencemaran udara.Salah satu kelebihan yang dikembangkan terusdalam teknologi terbaru dari insinerator ini adalah
pemanfaatan enersi, sehingga nama insinerator
cenderung berubah seperti waste-to-energy,thermal converter [53] . Gambar 8.8 dan 8.9berikut adalah skema insinerator.
Meskipun teknologi ini mampu melakukan reduksivolume sampah hingga 70%, namun teknologiinsinerasi membutuhkan biaya investasi, operasi,dan pemeliharaan yang cukup tinggi. Fasilitas
pembakaran sampah dianjurkan hanya digunakanuntuk memusnahkan/membakar sampah yangtidak bisa didaur ulang, ataupun tidak layak untukdiurug. Alat ini harus dilengkapi dengan sistempengendalian dan kontrol untuk memenuhibatas-batas emisi partikel dan gas-buangsehingga dipastikan asap yang keluar dari tempatpembakaran sampah merupakan asap/gas yang
sudah netral. Abu yang dihasilkan dari prosespembakaran bisa digunakan untuk bahanbangunan, dibuat bahan campuran kompos, atau
dibuang ke landfill . Sedangkan residu dari sampahyang tidak bisa dibakar seperti sisa logam bisadidaur ulang.
Unit Penerima(Ruang Bakar)
Air Pollution
Control(APC)Suplai
Buangan
Suplai udara Unit pemisah
Suplai air pendingin
Gambar 8.8: Proses Insinerasi
Gambar 8.9: Unit-unit pada Insinerator Skala Kota [5]
Debu Terbang
LIMBAH
Pemasok
Penerima
Tungku
Landfill
APCGas
Pemisah
Pengolah air
Tungku
Udara
Udara
Cerobong
BBM
BBM
Udara/gas
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
9/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-9
Insinerasi merupakan proses pengolahan buangandengan cara pembakaran pada temperatur yang
sangat tinggi (>800ºC) untuk mereduksi timbulanyang tergolong mudah terbakar (combustible),
yang sudah tidak dapat didaurulang lagi. Sasaraninsinerasi adalah untuk mereduksi massa danvolume buangan, membunuh bakteri dan virus danmeredukdi materi kimia toksik, serta memudahkanpenanganan limbah selanjutnya. Insinerasi dapatmengurangi volume buangan padat domestik
sampai 85-95 % dan pengurangan berat sampai70-80 %.
Proses insinerasi berlangsung melalui 3 (tiga)tahap, yaitu:! Mula-mula membuat air dalam sampah
menjadi uap air, hasilnya limbah menjadikering yang akan siap terbakar.
! Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu
pembakaran tidak sempurna, dimanatemperatur belum terlalu tinggi
! Fase berikutnya adalah pembakaransempurna.
Agar terjadi proses yang optimal maka adabeberapa aspek yang harus diperhatikan dalammenjalankan suatu insinerator, antara lain:
! Aspek keterbakaran: menyangkut nilai kalor,kadar air, dan kadar abu dari buangan padat,khususnya sampah.
! Aspek keamanan: menyangkut titik nyala,tekanan uap, deteksi logam berat, danoperasional insinerator.
! Aspek pencegahan pencemaran udara :menyangkut penanganan debu terbang, gastoksik, dan uap metalik.
Terdapat 3 parameter utama dalam operasiinsinerator yang harus diperhatikan, yaitu 3-T(Temperature, Time dan Turbulence):! Temperature (Suhu): Berkaitan dengan
pasokan oksigen (melalui udara). Udara yangdipasok akan menaikkan temperature karenaproses oksidasi materi organik bersifat
eksotermis. Temperatur ideal untuk sampahkota tidak kurang dari 800
oC.
! Time (waktu): Berkaitan dengan lamanya fasagas yang harus terpapar dengan panas yang
telah ditentukan. Biasanya sekitar 2 detikpada fase gas, sehingga terjadi pembakaransempurna.
! Turbulensi : Limbah harus kontak sempurna
dengan oksigen. Insinerator besar diaturdengan kisi-kisi atau tungku yang dapatbergerak, sedang insinerator kecil (modular)tungkunya adalah statis.
Skema insinerator kapasitas besar untuk sampahkota umumnya terdiri atas bagian-bagian sebagaiberikut (lihat Gambar 8.9):! Unit Penerima: perlu untuk menjaga
kontinuitas suplai sampah.
! Sistem Feeding /Penyuplai: agar instalasiterus bekerja secara kontinu tanpa tenaga
manusia.
! Tungku pembakar: harus bisa mendorong danmembalik sampah.
! Suplai udara: agar tetap memasok udarasehingga sistem dapat terbakar. Pasokan
udara dari bawah adalah suplai utama. Udarasekunder perlu untuk membakar bagian-bagian gas yang tidak sempurna.
! Kebutuhan udara: tergantung dari jenis limbah! Pembubuhan air: mendinginkan residu/abu
dan gas yang akan keluar stack agar tidak
mencemari lingkungan.! Unit pemisah: memisahkan abu dari bahan
padat yang lain.! APC (Air Pollution Control): terdapat beragam
pencemaran yang akan muncul, khususnya:o Debu atau partikulato Air asamo Gas yang belum sempurna terbakar: CO
o Gas-gas hasil pembakaran seperti CO2,NOx , SOx,
o Dioxino PanasSetiap jenis pencemar, membutuhkan APCyang sesuai pula, sehingga bila seluruh jenispencemar ini ingin dihilangkan, maka akandibutuhkan serangkaian unit-unit APC yang
sesuai. Pada insinerator modular yang seringdigunakan di kota-kota di Indonesia, dapatdikatakan sarana ini belum dilengkapi unit
APC, paling tidak untuk mengurangi partikel-partikel debu yang keluar.
! Cerobong (stack ): semakin tinggi akansemakin baik, terutama untuk daerahsekitarnya, tetapi tidak berarti tidak mengotoriudara. Dengan cerobong yang tinggi maka
terjadi pendinginan-pengenceran.! Dinding insinerator harus tahan panas, dan
tidak menyalurkan panas keluar.
Nilai kalor sampah Indonesia mencapai 1.000 –2.000 kkal/kg-kering. Dapat dicapai prosesinsinerasi yang ekonomis bila sampah memilikinilai kalor paling tidak 2.000 kkal/kg-kering,
sehingga tidak dibutuhkan enersi tambahan dariluar. Kebutuhan oksigen dan nilai kalor yangdikandungnya dapat dihitung berdasarkan metodependekatan kadar unsur sampah, misalnya
dengan rumus kimia sampah Indonesia dengandominasi rata–rata kandungan sampah organiksekitar 60%, sampah plastik 17%, dan sampahkertas 16% adalah C351,42H2.368,63O1.099,65N13,603S.
Teknologi insinerasi mempunyai beberapasasaran, seperti diuraikan di bawah:
Mengurangi massa / volume! Insinerasi: proses oksidasi (dengan oksigen
atau udara) limbah combustible padatemperatur tinggi.
! Diperoleh: abu, gas, limbah sisa pembakarandan abu, dan diperoleh pula enersi panas
! Bila pembakaran sempurna: tambah sedikitlimbah tersisa dan gas yang belum sempurna
terbakar (seperti CO), akan tambah sedikit
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
10/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-10
! Panas yang tersedia dari pembakaran limbahsebelumnya akan berpengaruh terhadap
jumlah bahan bakar yang dipasok. Insineratoryang bekerja terus menerus akan menghematbahan bakar
Mendestruksi komponen berbahaya
! Insinerator tidak hanya untuk membakar
sampah kota. Sudah diterapkan untuk limbahnon-domestik, seperti dari industri (termasuklimbah B3), dari kegiatan medis (untuk limbahinfectious)
! Insinerator tidak hanya untuk membakar
limbah padat. Sudah digunakan untuk limbahnon-padat, seperti sludge dan limbah cairyang sulit terdegradasi..
! Insinerator merupakan sarana standar untukmenangani limbah medis dari rumah sakit.Sasaran utama : mendestruksi patogen yangberbahaya seperti kuman penyakit menular.
! Syarat utama : panas yang tinggi, biasanya
insinerator dioperasikan di atas 800o
C.Limbah tidak harus combustible, sehinggauntuk dibutuhkan subsidi bahan bakar dariluar
Pemanfaatan enersi panas: Insinerasi adalahidentik dengan combustion, yaitu dapatmenghasilkan enersi yang dapat dimanfaatkan.
Faktor penting yang harus diperhatikan adalahkuantitas dan kontinuitas limbah yang akandipasok. Kuantitas harus cukup untukmenghasilkan enersi secara kontinu agar suplaienersi tidak terputus.
Insinerator dapat dibagi berdasarkanperbedaan:a. Cara pengoperasian: batch atau kontinu
b. Tungku yang digunakan:! Statis (insinerator modular atau kecil,
seperti insinerator RS)! Mechanical stoker : biasanya untuk
sampah kota! Fluiduized bed : biasanya untuk limbah
homogen! Rotary kiln: untuk limbah industri (limbah
padat atau cair)! Multiple hearth: untuk limbah industric. Cara penyuplaian limbah: dikaitkan
dengan fasa limbah (padat, gas, sludge,
slurry )
Masing-masing jenis kemudian berkembang lagi,misalnya dalam insenarator modular dikenal
insinerator kamar-jamak, yang kemudian dibagilagi menjadi:! Multi chambre ! Multi chambre – Starved control-air
Insinerator Modular [1, 54]
Di Indonesia, penggunaan insinerator skala kota
baru dilaksanakan di Surabaya. Namun karenapermasalahan teknis yang sejak awal telah terjadi,
insinerator ini cendererung kurang berfungsi.Insinerator skala modular (skala kecil), banyakdicoba di beberapa kota di Indonesia, walaupun
ternyata mengalami beberapa permasalahan,seperti mahalnya biaya operasi, timbulnyapermasalahan lingkungan yang terlihat nyatasecara visual seperti asap dan bau. Beberapainformasi di bawah ini menjelaskan secara ringkas
tentang insinerator jenis modular dengan (LihatGambar 8.10) [1]:
Pemasokan limbah dapat dilakukan:! Secara manual: khususnya untuk insinerator
kecil! Secara mekanis/hidrolis: memperpanjang
waktu operasi
! Bila pemasokan limbah dilakukan secarakontinu tanpa mematikan dan mendinginkanruang pembakaran, akan dihemat bahanbakar dan kontinuitas operasi dapat dijamin.
Pengoperasian:! Pengoperasian secara batch dengan
pemasokan manual
! Pengoperasian secara batch dengan
pemasokan semi kontinu! Pengoperasian secara kontinu: untuk skala di
atas 40 ton/hari.! Pengeluarkan abu: bila abu dapat dikeluarkan
secara terus menerus, ruang pembakaranakan tetap tersedia untuk limbah yang baru.Pengeluaran abu dapat dilakukan:
! Secara manual! Secara mekanis: biasanya di atas 20 ton/hari
Insinerator yang paling sederhana adalah 1kamar. Selanjutnya dikenal insinerator kamar-
jamak dengan sasaran:! Menghemat bahan bakar
! Menghemat enersi untuk suplai udara
! Mempertahan temperatur
! Kontrol pencemaran udara
Kapasitas nominal tungku pembakaran:dinyatakan sebagai Kg/jam, Ton/hari atau m3/jamuntuk 8 jam kerja per shift. Kapasitas pembakaranbiasanya digunakan tidak lebih dari 75%.
Pasokan oksigen dilakukan dengan memasukkan
udara secara:! Manual: untuk insinerator sederhana! Blower: memasok udara dengan debit tetap
atau debit yang disesuaikan dengan
kebutuhan.
Limbah yang baru dimasukkan (dingin)membutuhkan pasokan api melalui burner
(pembakar bahan bakar). Bila limbahnyacombustible maka limbah selanjutnya berfungsisebagai bahan bakar. Jumlah burner , konsumsidan jenis bahan bakar, perlu diperhatikan dalammemilih incinerator. Tambah besar kapasitasinsinerator, tambah sedikit bahan bakar yangdibutuhkan per satuan limbah yang akan dibakar.
Dinding Isolasi panas berfungsi untuk menghematbahan bakar dan mempertahankan temperatur.
Dinding insinerator yang baik biasanya berlapis-lapis, yang terdiri dari:
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
11/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-11
! Lapis luar: baja tahan karat dengan ketebalantertentu (mis 6 mm), dicat dengan cat tahantemperatur tinggi
! Lapis tengah: isolator panas denganketebalan tertentu, dengan baha seperti
asbes, atau kalsium silikat dsb! Lapis dalam: langsung kontak dengan
temperatur tinggi, misalnya dari bahan batatahan api
Tinggi dan bahan cerobong: tambah tinggicerobong, udara panas yang keluar akan tambahterencerkan dan tersebar secara baik di
lingkungan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah:! Panel pengontrol dan petunjuk: digunakan
untuk mengetahui debit udara, temperatur,alat untuk mengontrol waktu operasi (timer),dsb.
! Bangunan pelindung: untuk melindungi dari
hujan dsb! Perlengkapan pengendali pencemaran udara:
biasanya dijual terpisah dari insinerator.Dikenal beberapa pengontrol, seperti:pengontrol partikulat (bag house, scruber ,dsb), pengontrol uap asam (scruber basa,dsb), pengontrol gas-gas spesifik, dsb.
Permasalahan Lingkungan [53]
Enersi panas yang dapat dikonversi menjadi listrik
dan recovery panas merupakan salah satukeunggulan yang ditawarkan dari insinerator jenisbaru. Enersi tersebut berasal dari panas dalamtungku, yang biasanya didinginkan dengan air,dan uap air yang terjadi dapat digunakan sebagaipenggerak turbin pembangkit listrik. Namun perlupemahaman bahwa: ! Produk panas yang nanti dikonversi menjadi
listrik, akan tergantung dari nilai kalorsampah itu sendiri. Nilai kalor sampahIndonesia biasanya sulit mencapai angka1200 Kcal/kg-kering, bandingkan dengansampah dimana teknologi insinerator ituberasal, yaitu paling tidak 2000-2500 kkal/kg-kering. Komponen sampah yang dikenalmempunyai nilai kalor tinggi adalah kertas
dan plastik. Dilemna yang muncul adalah, bilayang dikejar adalah nilai kalor tinggi, maka
upaya daur-ulang tidak mendukung teknologiini.
! Sampah Indonesia mengandung banyak sisamakanan (bisa mencapai 70%) yang dikenalmempunyai kadar air tinggi. Ditambah musimhujan, serta sistem pewadahan sampah yang
tidak tertutup, akan menambah tingginyakadar air. Secara logika, tambah tinggi kadarair, maka akan tambah banyak enersi yangdibutuhkan untuk memulai sampah ituterbakar.
! Proses termal menawarkan destruksi massalimbah secara cepat. Namun semua prosestermal tetap akan menghasilkan residu (
bagian non-combustible) yang tidak bisaterbakar pada temperatur operasi. Tambahtinggi panas, maka residu-nya akan tambah
sedikit. Residu ini berada dalam bentuk abu,debu dan residu lain. Abu biasanya dikenalmempunyai potensi sebagai bahanbangunan, karena mengandung silikat tinggi.Sampah Indonesia mengandung abu sampai
mencapai 30% berat. Debu atau partikulatakan merupakan salah satu permasalahan
pencemaran udara yang perlu diperhatikan,dan akan menjadi bahan yang perlu difikirkanpenanganannya. Biasanya jalan terakhiryang dilakukan adalah diurug
! Dalam proses termal, beberapa logam beratyang berada dalam sampah, akan teruapkan
seperti Zn dan Hg, yang tergantung dari titikuapnya. Merkuri (Hg) pada temperaturkamarpun akan menguap. Tambah tinggitemperatur, akan tambah banyak jenis logamberat yang akan menguap. Agak sulitmenangani jenis pencemar ini.
! Dioxin akan muncul sebagai proses antaradalam pembakaran material, bukan hanya
pada insinerator. Tambah tinggi temperatur,maka biasanya tambah sedikit bahan antaraini. Bila terjadi kegagalan dalammempertahankan panas, atau pada awaloperasi atau di akhir operasi, dimanatemperatur berada pada level yang rendah,maka masalah ini dapat muncul.
! Apapun teknologinya, maka dalam proses
oskidasi (pembakaran) akan dihasilkanproduk oksidasi, yang diantaranya berupagas-buang. Bila sistem tidak tercampursempurna dan pembakaran menjadi tidaksempurna, maka akan dihasilkan gas-gasyang belum terbakar sempurna.
! Bila material berbasis khlor terbakar, makaakan dihasilkan produk gas khlor, yangsangat berbahaya karena korosif maupun
karena toksik. Namun dengan adanya uap air,gas yang sangat reaktif ini dengan mudahakan menangkap uap air menjadi HCl. Ini
juga perlu diklarifikasi dalam teknologi yangditawarkan dalam air pollution control , gunamengurangi terjadinya hujan asam.
! Bila pemanasan dilakukan tanpa oksigen,maka proses ini dikenal sebagai pirolisis.
Modivikasi dari pirolisis adalah gasifikasi yangmemasukkan sedikit udara dalam proses.
Akan dihasilkan 3 jenis produk, yaitu (a) gashasil oksidasi tanpa oksigen seperti CH4 dan
H2 (b) C2H4 (ethyelene) dan tar dan (c) arangatau karbon. Seperti halnya insinerasi, makakarena yang digunakan sebagai bahanadalah sampah yang sangat heterogen, maka
akan dihasilkan by-product lain seperti gaspencemar, dioxin, residu yang belum dapatterurai. Proporsi produk yang dihasilkan (gas,cair atau padat) tergantung dari temperaturdan waktu pembakaran.
! Terdapat serangkaian upaya konversi enersidalam sistem insinerator penghasil panas,mulai dari combustor – boiler – steamgenerator sampai ke electric generator , yangtidak akan mampu mengkonversi enersi
secara mulus 100%. Bila sampah yangdigunakan adalah sejenis sampah di negaraindustri, maka enersi listrik sebesar 20
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
12/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-12
MW/1000 ton-kering sampah dapat dicapai.Dengan kondisi sampah Indonesia yangmempunyai nilai kalor hanya sekitar 1000kkal/kg-kering, apalagi bila kertas danplastiknya dikeluarkan untuk didaur-ulang,
serta kadar air yang cukup tinggi, makasebetulnya berdasarkan perhitungan yang
konvensional akan diperoleh paling sekitar 2,5MW per kg sampah-basah.
8.4 Waste-to-Energy di Negara Industri [74, 72]
Sistem Waste-to-energy (WTE) membakarsampah kota non-B3 untuk menghasilkan listrikdan/atau uap air, dan sekaligus mensteril danmengurangi volume sampah yang dibutuhkanuntuk landfill.
Data tahun 2007 [74] mengungkapkan bahwa diUSA sistem ini digunakan untuk memprosessekitar 95.000 ton sampah perhari atau 35 juta ton
per tahun, yang merupakan 17% dari total sampahyang dihasilkan, dan menghasilkan sekitar 2.500MW listrik. Di Eropa, fasilitas WTE memprosessekitar 56 juta ton per-tahun. Denmark
memproses lebih dari 80% sampahnya denganWTE, sedang di Jepang lebih dari 60%. WTEdianggap sebagai alternatif sumber enersiterbarukan, dan US-EPA menyimpulkan bahwaWTE dinilai menghasilkan listrik dengan dampaklingkungan terendah dibandingkan pembangkitlistrik dari sumber yang lain.
WTE saat ini bukan lagi sekedar membakar mix-
waste tanpa pemilahan, tetapi sistem WTE melalui
refused-derived-fuel (FDR), dimana sampahdipilah, dirajang, dan dibuat pelet (briket) bahanbakar. Di Jepang misalnya, mereka melarangsampah berbahan PVC, atau bahan plastikmengandung chloride lainnya masuk ke sistempembakaran. Sistem WTE yang sekarang banyakdigunakan dianggap perlu ditingkatkan, misalnya
dengan sistem pelelehan (melting) padatemperatur yang lebih tinggi yang memungkinkanabu direduksi menjadi elemen-elemenpembentuknya, yang selanjutnya dapat direcovery(lihat gasifikasi plasma). Reduksi panas yang akandiemisikan ke luar cerobong juga dirancangberlangsung secara sangat cepat, karenadianggap penurunan panas yang biasa akan
berpotensi kembali terbentuknya dioxin.
WTE bekerja layaknya pembangkit listrik biasa,yang membedakannnya adalah bahan bakarnyaadalah sampah, bukan solar, batu-bara atau gas.Prinsip WTE adalah sejalan dengan pembangkit
listrik tenaga batubara (coal fire power plant ),yaitu:
• Bahan bakar dibakar, menghasilkan panas• Panas terbentuk menguapkan air• Uap dengan tekanan tinggi memutar sudu
(blade) generator turbin untuk menghasilkanlistrik
• Listrik yang dihasilkan digunakan untuk
berbagai keperluan
Di USA, sejak tahun 2000 fasilitas WTE sudahdisesuaikan dengan standar pengendalianpencemaran dari Clean Air Act Section 129,dengan peralatan kontrol standar, yaitu:• Baghouse: bekerja layaknya vacuum cleaner
raksasa, dengan fabric filter bag yang
membersihkan udara dari asap dan logamberat
• Scrubber : menyemprotkan bubur kapur danair ke dalam uap panas, yang menetralkangas asam, dan meningkatkan penangkapanmerkuri pada udara yang ke luar
• Selective non-catalytic reduction:mengkonversi NOx, penyebab kabut asap
(smog ), menjadi nitrogen, denganmenyemprotkan ammonia atau urea ke dalamtungku panas
• Sistem carbon injection: menyemprotkankarbon aktif ke dalam exhaust gas untukmenjerab (sorbsi) merkuri, dan sekaligusmengontrol emisi organik lain seperti dioxin
• Abu hasil pembakatan, sekitar 10% volume,sesuai uji pelindian di USA leaching test aman
untuk digunakan kembali dan diurug, atausebagai bahan penutup landfill, karenamempunyai sifat seperti mortar yangmengeras bila telah dipakai. Sekitar 600.000ton abu dihasilkan sebagai bahan penutupharian, roadbed dan bahan bangunan.
• Sejumlah WTE dirancang/dioperasikansebagai co-generation, yang memanfaatkan
juga uap sebagai pemanas, sehingga sistemini dianggap lebih unggul dibandingkanpembangkit listrik tradisional.
Tabel 8.4 Produksi enersi di USA 2003 [74]
Bahan bakar Ribu MW-hours Persen
Bahan fosil 2.743.051 71
- Batubara 1.973.737 51
- Minyak 119.406 3
- Gas alam 649.908 17
Nuklir 763.733 21
Hydroelectric 275.806 7
Terbarukan 87.410 2
- Sampah kota 21.900 0,6
Lain-lain 13.185 ….
Total
3.883.185
100
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
13/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-13
Listrik yang dihasilkan dari WTE
Sistem WTE tergantung pada sumber enersiterbarukan, yaitusampah yang tidak dapat didaur-ulang atau yang non-B3. Sekitar 1 ton sampah
mempunyai nilai panas sekitar 0,5 ton batubara,sehingga paling banyak menghasilkan listrik
setara 0,5 ton batu-bara. US-EPA telahmengembangkan web-site Clean Energy untukinformasi perbandingan dampak beragam sumberenersi terhadap lingkungan, yaitu sumber gasalam, batu-bara, minyak, enersi nuklir, sampahkota, hydroelectricity , dan non-hydroelectricity-
renewable energy .
Secara tipikal, biasanya sampah dikirim ke landfillatau ke instalasi pengomposan setelah proses.Sebagai alternatif, sampah dikirim ke fasilitas WTEuntuk menghasilkan listrik. Sampah dianggapsampah sebagai sumber enersi terbarukan, yangterdiri dari sisa makanan, kertas, dan kayu,
termasuk bahan non-renewable yang berasal daribahan bakar fosil seperti plastik dan karet.Pada pembangkit listrik, sampah di-unloaded daritruk, dicacah, atau diproses agar memudahkanpenanganannya, lalu dipasok pada boiler untukmenghasilkan uap, yang dapat memutar turbinuap yang menghasilkan listrik.
Di USA instalasi pembangkit listrik diatur olehperaturan Federal dan Negara bagian, danberagam variasi dampak yang dapat ditimbulkan.Walaupun sampah termasuk sumber enersiterbarukan, tetapi kehadirannya banyakmenimbulkan kontroversi, karena emisi pencemaryang dihasilkan.
Perbandingan emisi pencemar udara
Membakar sampah akan menghasilkan NOx danSOx serta sejumlah pencemar seangin lain, sepertisenyawa merkuri dan dioxin. WTE sampah akan
menghasilkan CO2, sumber utama green-housegas (GHG). Terdapat 2 pendapat yang berbeda
dalam hal ini, yaitu:• Diabaikan karena dianggap bagian dari siklus
karbon bumi (earth’s natural carbon cycle)• Diperhitungkan, karena pembakaran sampah
juga menghasilkan CO2 yang dianggap bukanbagian dari earth’s atmosphere untuk jangka
panjang. Disamping itu, komponen sampah juga mengandung bahan yang berasal darisumber enersi fosil
Variasi komposisi sampah menaikkan perhatianterhadap pembakaran sampah kota, karena dapatmengandung batere, ban-bekas, dan bahan toksiklain yang terkandung dalam sampah kota. Olehkarenanya, sejumlah variasi teknologi pengendali
pencemaran udara ketat diterapkan pada WTEsampah kota di negara-negara Jepang, Eropa diUSA.
Emisi rata-rata di USA untuk pembakaran sampahkota adalah sekitar:• 2.988 lb/MWh: bila memasukkan CO2 dari
emisi kedua jenis sumber yang ada dalam
sampah, yaitu biomas dan bahan bakar fosil• 837 lb CO2 /MWh: bila CO2 dari emisi biomas
sampah diabaikan dalam perhitungan, karenabukan berasal dari bahan bakar fosil.
• 0,8 lbSO2/MWh• 5,4 lb NOx/MWh
Tabel 8.5 Perbandingan emisi udara [72]
CO2 SO2 NOx Bahan bakar
lb/MWh
Sampah kota 837 0,8 5,4
Batubara 2.249 13 6
Minyak 1.672 12 4
Gas alam 1.135 0,1 1,7
8.5 Pirolisa dan Gasifikasi
Di luar proses pembakaran sampah denganinsinerator, maka proses lain yang banyak
digunakan dalam konversi biomas secara termaladalah pirolisis dan gasifikasi, yaitu proses
destruksi menggunakan panas tanpa kehadiranoksigen, atau sedikit oksigen. Proses ini bertujuanmengkonversi biomas padat menjadi gas, cair (tar)dan padat (arang):• Pirolisis: berlangsung tanpa kehadiran
oksigen sama-sekali, menggunakan sumberenersi dari luar untuk menggerakan reaksipirolisa yang bersifat endotermis
• Gasifikasi bersifat self sustaining ,menggunakan udara atau oksigen yangterbatas untuk pembakaran sebagian daribiomas
Sebagian besar meteri organik secara termal tidakstabil, sehingga dapat dipanaskan tanpakehadiran oksigen dan akan menghasilkan gas,
liquid, padat. Produk yang dihasilkan adalahtergantung pada panas yang berlangsung dalam
reactor (lihat Tabel 8.6), yaitu:• Gas/uap: mengandung hidrogen, metan, CO
CO2, dan beraneka ragam gas, yang
tergantung dari karakteristik biomasnya
• Bagian cair: mengandung tar atau oil stream yang mengandung asam asetat, aseton,metanol, dan hidrokarbon kompleks, yangdapat digunakan sebagai bahan bakar
• Arang (char) yang berupa karbon murni,disertai materi-materi solid lain dari biomasasal.
-
8/18/2019 bagian-8-tl3104
14/14
Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104 Versi-2008-8/10
Enri Damanhuri – Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB 8-14
Tabel 8.6: Contoh pengaruh panas terhadap % produk gasifikasi
(%) H2 CH4 CO CO2 C2H4 C2H6
480°C 5,56 12,43 33,50 44,77 0,45 3,03
920°C 32,48 10,45 35,25 18,31 2,43 1,07
(%)
Gas
Asam-asam dan tar
Karbon
480°F 12,33 61,08 21,71
920°F 24,36 58,70 17,76
8.6 Proses Termal dengan Gasifikasi Plasma
Filosofi Zero-Waste (Tanpa-Limbah), yaitu daur-ulang seluruh bahan kembali ke alam atau ke
pasar sebagai unsur ekonomi, dengan penekananpada perlindungan kesehatan manusia dan alam,tampaknya mendekati produk yang dihasilkanmelalui proses gasifikasi plasma.
Teknologi plasma merupakan teknologi yang telahmapan. Industri baja sejak lama menggunakanteknologi ini untuk melelehkan baja. Plasma
adalah gas yang terionisasi dalam udara super-panas. Sebuah busur (torch) plasma memanaskanudara secara reguler. Temperatur di dalam busursampai mencapai 14.000
oC. Akibatnya,
temperatur di luar yang berkontak dengan bahanyang akan didestruksi akan mempunyaitemperatur sampai 4.400
oC. Sumber enersi dari
busur adalah listrik. Udara super panas ini akan
secara termal mendegradasi material yang kontakdengannya. Gasifikasi plasma menggunakansumber panas dari luar untuk menggasifikasimaterial. Temperatur yang sangat tinggi tersebut
kemudian perlu diturunkan sampai 300oC ataukurang sesuai dengan standar yang berlaku.Dengan demikian akan terjadi penurunan sensibleheat , yang akan menghasilkan uap bertekanan
tinggi yang kemudian dapat diumpankan padaturbin uap untuk menghasilkan enersi listrik.
Sampah diumpankan ke transformer termal yangdikenal sebagai reaktor atau plasma gasifier.Busur (torches) plasma yang terletak di dasarreaktor akan menghasilkan panas, dengan suhuberkisar antara 2.750 - 4.400
oC (5.000 –
8.000oF), bandingkan dengan WTE modern yang
baik, yang hanya bekerja dengan temperatur
paling tinggi 1.200o
C. Karena prosesnya destruksitotal secara termal, maka tidak dibutuhkanpemilahan atau pre-treatment sampah terlebihdahulu, kecuali pemotongan untukmenyesuaiakan dengan kebutuhan reactor, sepertikulkas, AC dsb. Barang-barang elektrik-elektroniktersebut merupakan hal yang biasa dijumpai
dalam rantai pengelolaan sampah di negara maju,walaupun mereka sudah menerapkan upaya daur-ulang dengan teknologi canggih. Freon pada ACharus dikeluarkan terlebih dahulu. Limbah medicalbiasanya diolah terpisah dari sampah.
Teknologi ini dapat memproses segala jenisbahan, tidak membutuhkan pemilahan dan tidak
terpengaruh oleh kadar air bahan yangdimasukkan. Temperatur tinggi dari busur plasma,akan melelehkan seluruh bahan anorganik yangada. Tanah kaca dsb akan leleh menjadi unsur-
unsur membentuk vitrified (molten) glass. Unsur-unsur logam juga leleh dan membentuk unsure-unsur logam, yang dapat dipisahkan dari residuberbentuk gelas. Hampir seluruh karbon yangterkandung dari material yang diolah akandikonversi menjadi bahan bakar gas. Produk tardan arang tidak terjadi, karena semuanyadikonversi menjadi gas. Tidak terbentuk furan atau
dioxin. Sebagian besar partikulat dikembalikankembali ke proses, sehingga dapat bergabungmenjadi vitrified glass. Praktis tidak ada abuseperti dalam proses insinerasi/WTE, sehinggatidak butuh lagi landfill, kecuali untuk bahan dasaryang belum mempunyai nilai ekonomi. Gas keluardari cerobong juga akan menjadi bersih karenatidak dihasilkan partikulat atau fly ash. Gas buang
yang dihasilkan lebih bersih dibanding prosesgasifikasi biasa, dan hanya mengandung sangatsedikit elemen-elemen dalam partikulat. Elemen-elemen pencemar udara yang masih tersisa
seperti HCl, sulfur tetap perlu ditanganisebagaimana layaknya seperti dalam prosesWTE.
Perbedaan dasar teknologi gasifikasi plasmadengan gasifikasi biasa adalah pada temperaturyang digunakan untuk mendestruksi material.Gasifikasi biasa bekerja pada rentang temperatur370 – 815
oC. Gasifikasi merupakan partial
combustor dimana hanya sebagian karbon yangdi-”bakar” untuk mendukung reaksi, karenatemperatur rendah tidak akan dapat menguraikanseluruhnya. Produk yang dihasilkan tidak sebersih
gasifikasi plasma. Permasalahan utama gasifikasi
adalah timbulnya tar yang sulit dikeluarkan darireaktor. Adanya arang sebagai residumembutuhkan landfill. Selain itu, sampah haruscukup kering, berukuran yang relatif homogen.
Seperti halnya pirolisis dan gasifikasi,material organic tidak terbakar seperti di
WTE, tetapi langsung ditransformasi menjadigas sebagai CO, H2, nitrogen dan uap air,yang sebagian masih mengandung enersi.Gas ini merupakan sumber enersi lain, selainpanas yang dihasilkan. Bila mengadungkomponen khlor, maka elemen ini dengancepat akan bereaksi dengan H+ membentukHCl.