Backup

28
1 EVALUASI PRAKTIKUM MANAJEMEN FEEDLOT Manajemen Penggemukan Sapi Peranakan Ongole (PO) di Kelompok Tani Ternak (KTT) Sidodadi di Desa Cepoko, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang N2 Disusun oleh: M. Yusuf Eko S. 23010112130185 Arry Kurniawanto 23010112140150

description

Backup

Transcript of Backup

1

EVALUASI PRAKTIKUMMANAJEMEN FEEDLOT

Manajemen Penggemukan Sapi Peranakan Ongole (PO) di Kelompok Tani Ternak (KTT) Sidodadidi Desa Cepoko, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang

N2

Disusun oleh:

M. Yusuf Eko S. 23010112130185Arry Kurniawanto 23010112140150

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIANUNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG2015

2

EVALUASI PRAKTIKUM MANAJEMEN FEEDLOT

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSI1. Lokasi Peternakan

a. Alamat:

b. Kemudahan dijangkau

c. Ketinggian dari permukaan laut

d. Suhu- Siang- Malam

e. Kelembaban:- Siang- Malam

f. Jarak dengan pemukiman penduduk

: Dusun JetisTrawas, Desa Copoko, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang.

: mudah

: 345 mdpl

: 27o C: 22o C

: 70%: 80%

: 30 meter

a. Letak geografis yang sesuai untuk penggemukan sapi.

b. Prasarana mudah untuk di jangkau.

c. Daerah dengan ketinggian 345 m dari permukaan laut memiliki kelembaban dan suhu yang sesuai untuk ternak sapi

d. Suhu tersebut sudah bagus untuk usaha peternakan sapi.

e. Kelembaban tersebut sudah ideal untuk peternakan sapi potong.

f. Jarak peternakan terlalu dekat dengan pemukiman warga, sehingga dapat mengganggu

a. –

b. –

c. –

d. –

e. –

f. Sebaiknya lokasi peternakan berada jauh dari pemukiman masyarakat.

a. –

b. –

c. Keadaan ketinggian topografi mempengaruhi temperatur, curah hujan, kelembaban lingkungan, dan dapat mempengaruhi ketersediaan air disuatu lokasi dan kemudahan transportasi (Abidin, 2008).

d. Suhu udara ideal untuk peternakan berkisar antara 17oC-26oC, dengan curah hujan 245 mm/ tahun (Susilowati, 2007).

e. Kelembaban ideal bagi gternak potong adalah 60-80% (Abidin, 2006)

f. Lokasi untuk membangun kandang yang ideal adalah daerah yang letaknya cukup jauh dengan pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai

3

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSI

g. Jarak dengan tempat pembelian bakalan

: 29 kmkenyamanan warga sekitar.

e. Tempat pembelian bakalan cukup jauh

oleh kendaraan ( Anonim, 2013)

2. Identitas/Organisasi Peternakana. Nama Peternakan

b. Nama Ketua

c. Tahun berdirinya peternakan

d. Latar belakang berdirinya peternakan

: KTT Sidodadi

: Bapak Amin Suyitno

: 2009

: Berawal dari keinginan warga untuk mempunyai penghasilan tambahan di bidang peternakan, dan guna untuk memudahkan keperluan peternak, maka dibentuklah Kelompok Tani Ternak

a. Harapan warga agar peternakan dapat benar-benar terwujud keberhasilanya.

b.-

c. Sudah cukup lama sejak mulai didirikan

d. Bagus untuk meningkatkan perekonomian warga sekitar.

a. –

b. –

c. –

d. –

a. –

b. –

c. –

d. –

4

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSIe. Perijinan

f. Modal awal

g. Jumlah ternak awal

h. Jumlah ternak sekarang

e. Dari Pemerintah Kota Semarang

: Rp.500.000.000,-

: 50 ekor (gabungan antara sapi milik warga dan pemodal)

: 51 ekor

e. Dengan adanya ijin resmi maka peternakan mendapat perhatian dari dinas peternakan

f. Peternakan dapat kucuran dana yang cukup besar dari pemodal.

g. Ternak gabungan untuk memperbesar usaha peternakan.

h. -

e. Seharusnya saat mendirikan suatu usaha dilengkapi dengan perijinan resmi sehingga usaha tersebut sudah diakui secara hukum oleh pemerintah.

f. –

g. –

h.

e. Modal pembibitan untuk membeli pakan yang tidak dikeluarkan dalam jumlah besar pada awal pemeliharaan (Hadi dan Ilham, 2002).

f. –

g. –

3. Manajemen Perkandangana. Luas lahan

peternakan : 900 m2

: Terbuka

a. Lahan untuk kadang sudah cukup untuk jumlah ternak.

a. – a. Luas lahan menentukan volume produksi dan tingkat pendapatan peternak ( Saragih, 2004)

5

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSI

b. Jenis kandang

c. Jenis bangunan yang ada di perkandangan dan jaraknya

d. Model kandang

e. Konstruksi kandang:

- Kerangka- Atap- Dinding- Lantai

f. Jumlah kandang

: Terbuat dari kayu dan bambu

: Kandang komunal

: kayu: genting: kayu: semen

: 2 kandang

: Kandang kayu

b. Kandang terbuka sehingga sirkulasi udara bagus.

c. Kandang dibuat dari kayu bambu agar lebih ekonomis

d. Sesuai untuk peternakan dengan jumlah ternak yang cukup banyak.

e. Bahan yang digunakan sangat sederhana.

f. Jumlah kandang sudah mencukupi.

b. –

c. Perlu peremajaan atau perbaikan kandang bila ada modal untuk mengembangkan skala peternakan.

d. –

e. Kandang yang baik hendaknya disesuaiakan dengan kebutuhan dan kesehatan sapi.

f.

b. Pembangunan kandang harus memberikan kemudahan dalam perawatan sapi, mencegah sapi supaya tidak berkeliaran dan menjaga kebersihan lingkungan (Siregar, 2008)

c. Dalam memilih bahan kandang hendaknya dipilih yang banyak tersedia dan minimal tahan digunakan untuk jangka waktu 5-10 tahun  (Sukmawati et al.,  2010)

d. Pemeliharaan sistem kandang komunal adalah upaya memindahkan ternak beserta kandangnya oleh beberapa pemilik ternak dalam satu dusun ke suatu lokasi yang relatif jauh dari pemukiman untuk dikelola bersama-sama (Widiyaningrum, 2012).

e. Untuk memenuhi standar kegunaan, kandang harus terbuat dari bahan yang berkualitas, tahan lama dan tidak mudah rusak ( Soeprapto dan Abidin, 2006)

f. Setiap usaha sapi potong yang akan didirikan harus

6

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSI

g. Jenis dan luas masing-masing kandang

h. Kapasitas kandang

i. Peralatan kandang

j. Cara penempatan ternak dalam kandang

: 1. 4x6x6=144 m2

2. 4x6x17= 408 m2

Sekitar 150 ekor

: ember, cangkul, sapu

: sapi yang ditempatkan di kandang tidak pernah di pindah-pindah tempat.

g. Luas kandang sudah baik karena dapat memenuhi kebutuhn ternak seperti untuk pemeliharaan.

h. Kapasitas kandang mampu menampung sebanyak 150 ekor ternak 150. Hal ini sudah baik karena ternak yang dipelihara ada 51 ekor sapi.

i. Peralatan kadang sudah mencukupi

j. Hal ini bertujuan agar sapi tidak stres, dan bobot badanya cepat naik.

g. –

h. –

i. –

j. –

merencanakan jumlah kandang yang akan di bangun sesuai dengan jumlah dan jenis sapi yang akan di pelihara (Siregar, 2008)

g. Umumnya kebutuhan luas kandang sapi potong per ekor sekitar 1.5 x 2.5 meter, 1.5 x 2 meter atau 1.5 x 1.5 meter ( Sudarmono A. S, 2008)

i. Kandang yang baik harus mempunyai alat penunjang kebersihan dan dapat membantu kinerja pekerja kandang maupun dalam proses sanitasi pada kandang (Ali et al., 2012).

a. Pembangumam kandang harus memberikan kemudahan perawatan sapi, mencegah sapi supaya tidak berkeliaran, dan menjaga kebersihan lingkungan (Siregar, 2008)

4 Manajemen Pemeliharaana. Sistem

pemeliharaan : intensifa. Pemeliharaan intensif

cocok untuk usaha penggemukan sapi, untuk memaksimalkan

a. Perlu manajemen pemeliharaan yang terpadu, supaya dengan pasti kapan

a. –

7

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSI

b. Lama pemeliharaan : 8 bulan

PBBH.

b. Lama pemeliharaan terbilang cukup lama karena memang pakan yang diberikan hanya rumput lapangan.

ternaknya akan dijual.

b. Untuk hasil lebih optimal, perlu perawatan khusus pada tiap fase fisiologis ternak dengan memperhatikan efisien tidaknya perawatan yang akan dilakukan.

5 Manajemen Pemilihan Ternak Bakalana. Kriteria Pemilihan

ternak

b. Bangsa ternak

c. Asal ternak

: sehat, kaki besar, kekar, mata bersinar, badanya panjang.

: Sapi Peranakan Ongole (PO)

: Pasar Hewan Ambarawa

a. Kriteria pemilihan bakalan sudah benar, namun juga harus mempertimbangkan aspek lain, yaitu harga.

b. Sapi PO dipilih karena mempunya daya adaptasi yang baik dan masih dapat bertahan hidup walau kuailtas pakan tidak begitu baik.

c. Di Pasar Hewan Ambarawa banyak sekali ternak yang di jual, sehingga pembeli sapi bakalan lebih leluasa memilih

a. –

b. –

c. –

a. –

b. Sapi PO memiliki karakteristik pertumbuhan yang cepat serta memiliki kualitas daging yang baik dan umumnya dijadikan senagai sapi bakalan (Abidin, 2002)

c. e. Pemilihan bakalan yaitu ternak harus sehat, memiliki bobot 15-20 kg, dan berumur

8

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSI

d. Umur

e. Bobot badan awal

f. Harga ternak hidup

: 8 bulan

: 140 kg

: 10-11 juta

d. Pada umur 8 bulan dirasa sapi sudah tepat untuk digemukkan, karena ukuranya tidak terlalu kecil.

e. Bobot badan awal sapi bakalan sudah sesuai

f. Bakalan dengan harga 10 sampai 11 juta sudah termasuk harga yang normal.

d. Sebaiknya bobot awal sapi bakalan untuk usaha penggemukan di atas 150 kg.

e.

f. –

kurang dari satu tahun (Setiawan, 2011).

Berat awal sapi bakalan rata-rata 200 kg ( Setiawan, 2011)

f. –

6 Manajemen Pakana. Jenis pakan

b. Harga pakan

c. Asal pakan

: rumput lapangan

: -

: Lahan sendiri dan lahan petani sekitar

a. Manajemen pakan kurang baik karena hanya menggunakan hijauan sebagai pakan .

b. Tidak ada biaya pengeluaran untuk pakan, karena rumput didapat dari lahan sendiri dan lahan pertanian masyarakat sekitar.

c. Pakan dari hasil jerih payah mencari rumput sendiri.

a. –

b. –

c. Penggunaan ransum dibutuhkan untuk menutupi kekuragan PK.

a. Kebutuhan nutrisi pakan harus tercukupi untuk mendapatkan performa yang baik melalui rasio formulasi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang penting ( Krider dan Caroll, 1971)

b. –

c. –

9

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSId. Kandungan nutrisi

pakan:- PK- SK- Mineral- TDN

e. Ketersediaan pakan

f. Jumlah pemberian pakan

g. Cara pemberian

: 2,35%:3,6%:0,3%:56%

: selalu ada

:30 kg/hari untuk satu ekor

: Pakan diletakkan di tempat pakan.

d. .

e. Ketersediaan pakan sudah bagus karena selalu ada walaupun pada musim kemarau pakan agak sulit untuk dicari.

f. Pemberian pakan terlalu sedikit

g. Pakan diberikan pada waktu pagi, sore, dan malam hari

h. Pakan diberikan sebanyak 3 kali agar memenuhi kebutuhan sapi.

i. Tidak terdapat sisa pakan.

j. Pada pemberian air minum ditambahkan sedikit garam

d. Agar tidak kekurangan pakan pada saat musim kemarau dapat melakukan pengolahan hijauan seperti dikeringkan (hay) dan silase.

e. –

f. –

g. –

h. –

i. –

d. kemarau dapat dilakuakan dengan membuat hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi), dan awetan hijauan (silase) (Hanafi, 2008).

e. –

f. –

g. –

h. –

i. Pemberian air minum secara addlibitum pada domba yang digemukkan (air, 2006).

j. –

10

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSIh. Frekuensi

pemberian

i. Sisa pakan

j. Jumlah pemberian air minum

k. Sisa air minum

: 3 kali

: -

: 35 liter

: -

k. Tidak air yang tersisa dari jumlah pemberian. j. –

7 Manajemen Pencegahan dan Pengobatan Penyakit:a. Jenis Penyakit

b. Gejala Penyakit

c. Penanganan

: Kembung

: Perut ternak menjadi besar

: Menghubungi dokter hewan/mantri

a. Gejala kembung ini ditandai oleh membesarnya perut ternak, dan apabila ditepuk akan menghasilkan suara “bung-bung”.b. Penyakit kembung ini jarang terjadi di KTT Sidodi, tapi peternak harus tau apa yang harus dilakukan.

c. Peternak biasanya tidak mau ambil resiko, sehingga lebih memilih

a. Peternak harusnya memberikan hijauan yang berumur tidak terlalu muda, karena hijauan muda mengandung kadar air yang masih tinggi

b. Peternak harus mengenali gejala-gejala penyakit seperti dalam hal ini contohnya kembung, agar segera dapat diatasi.

c. Peternak harus belajar mengenai penanganan penyakit.

a. Rumput muda memiliki gizi tinggidan disukai sapi namun dapat menyebabkan mencret atau kembung (Mariyono dan Krishna, 2009).

b. Kembung adalah gejala suatu penyakit metabolisme yang dicirikan oleh pembesaran rumen secara berlebihan akibat pembentukan gas atau busa selama proses fermentasi yang tidak normal di dalam rumen (Priyanto, 2001).c.-

11

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSIhewan terdekat. menghubungi dokter

hewan.

8 Manajemen Pengolahan Limbaha. Jenis limbah

b. Penanganan limbah

: padat dan cair

: Kotoran/feses ternak dijual ke petani

a. Limbah padat/feses dan limbah cair/urin ditampung di dekat kandang.

b. Kotoran ternak/feses dijual langsung karena lebih praktis.

a. Limbah cair yang berupa urin dan limbah padat berupa feses memang seharusnya diolah sehingga tidak menimbulkan polusi. Pengolahan limbah padat dapat dijadikan pupuk sedangkan limbah cair dapat diolah dengan fermentasi.

b. Kalau bisa ada penangan lebih lanjut, misalnya dibuat kompos, atau dimanfaatkan sebagai biogas.

a. –

b. Pengolahan limbah ternak yaitu pengolahan kotoran hewan feses dan urin menjadi biogas, pupuk cair, dan pupuk kandang (Abdullah et al, 2012). Limbah feses juga dapat digunakan untuk memupuk tanah (Ali et al, 2012).

9 Manajemen Tenaga Kerjaa. Asal tenaga kerja

b. Jenis kelamin,

: warga setempat yang ikut bergabung dengan KTT sidodadi.

: laki-laki, 30-50

a. Warga yang ikut menempatkan sapinya di KTT sidodadi harus mencari rumput untuk sapinya sendiri.

b. -

a. -

b.-

a. Demi mendapatkan tenaga kerja yang baik haruslah memiliki syarat-syarat seperti mengetahui kejujuran, memiliki keahlian, dan pekerja keras (Wibowo, 2008).

b. Beberapa faktor yang perlu

12

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSIumur, pendidikan

c. Tugas tenaga kerja

d. Jumlah tenaga kerja.

tahun, SD-SMP.

: mencari rumput dan merawat sapi

: 20 orang.

c. Di musim kemarau pekerja agak mengalami kesulitan dalam mencari rumput .

d. Jumlah tenaga kerja sudah cukup untuk mencari rumput setiap harinya.

c. Sebaiknya peternak menyiapkan pakan alternatif ketika musim kemarau, misalnya fermentasi jerami.

d.-

diperhatikan dalam proses seleksi tenaga kerja antara lain pendidikan, pengalaman, keterampilan, kondisi fisik dan jenis kelamin (Abidin, 2008).

c. Untuk menentukan jumlah tenaga kerja dibutuhkan data mengenai sasaran pekerjaan yang perlu dicapai secara total dan kemampuan karyawan mencapai sasaran (Istijanto, 2005).

d. Jumlah tenaga kerja harus disesuaikan dengan jenis kegiatan yang ada dalam usaha.

10 Manajemen Pemasarana. Bentuk produk

yang dipasarkan

b. Tempat pemasaran

: ternak hidup

: pasar hewan atau belantik datang langsung di peternakan

a. Penjualan ternak dalam produk ternak hidup sudak baik karena peternakan ini menjual ternaknya untuk acara-acara tertentu seperti idul adha.

b. Tempat pemasaran di pasar hewan sudah baik karena disana banyak pembeli datang yang ingin membeli ternak serta lokasi

a. –

b. –

a. Penjualan ternak dapat diatur apabila harga sapi sedang naik, dan setiap peternak yang akan melakukan penjualan sapi hendaknya memonitor harga sapi di pasaran ( Siregar 2008)

b. Jarak yang dekat antara kandang dengan pasar akan mengurangi faktor penyusutan bobot badan selama perjalanan karena mengalami cekaman (stress) (Purbowati, 2009).

13

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSI

c. Cara pemasaran

d. Kesulitan pemasaran

e. Alat pemasaran

: melalui belantik atau pedagang

: -

: mobil truk

pemasaran yang dekat sehingga tidak berpengaru terhadap ternak.

c. Tempat pemasaran sudah baik karena tergolong dekat dengan kandang sehingga dapat mengurangi faktor penyusutan bobot badan selama perjalanan karena mengalami cekaman (stress).

d. Tidak ditemui kesulitan saat pemasaran karena dijual ke pasar hewan atau terkadang pembeli sendiri yang datang ke lokasi peternakan.

e. Pemasaran produk dengan menggunakan mobil truk sudah baik karena lebih efisien dalam pengangkutan hewan.

c. –

d. –

e. Mobil truk yang digunakan harus dalam kondisi baik agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama dalam perjalanan.

c. –

d. –

e. Pemasaran merupakan penentu keberhasilan usaha penggemukan domba, transportasi dari lokasi peternakan ke daerah pemasaran hendaknya baik terkait dengan faktor jarak dan infrastruktur untuk mendukung kelancaran haasil panen ke pasar. Jarak yang dekat antara kandang dengan pasar akan mengurangi faktor

14

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSI

f. Waktu pemasaran

g. Harga jual

: ketika mendekati hari raya idul adha

: antara 14-17 juta per ekornya

f. Alat transportasi yang digunakan berupa mobil truk sudah baik.

g. Harga pada hari-hari biasa dapat meningkat hingga 25% saat idul adha dari harga di hari biasa. Hal ini sudah baik karena peternak dapat mendapatkan untung yang berkali lipat saat idul adha.

f. –

g. –

penyusutan bobot badan selama perjalanan karena mengalami cekaman (stress) (Purbowati, 2009). Transportasi sangat penting dalam suatu usaha peternakan untuk memudahkan pemasaran dalam jumlah yang besar, penyediaan bakalan dan bibit ternak, serta pakan yang bagus (Chambers and Grandin, 2001).

f. –

g. –

11 Analisis Usahaa. Laba

b. B/C

: Rp 297.750.000 per periode produksi/ 8 bulan

: 0,50

a. Laba yang diperoleh per periode sudah bagus, sehingga peternakan ini tidak rugi.

b. Nilai B/C yang diperoleh sebesar 0,50 menunjukkan usaha yang

a. –

b. –

a. Laba merupakan hasil pengurangan antara biaya produksi dan penerimaan (Pakage, 2008).

b. Semakin tinggi nilai B/C maka usaha yang dijalani semakin efisien(Soekartawi,

15

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSI

c. BEP unit dan harga- Unit- Harga

d. ROI

: 51: Rp 93.680.000,-

: 40,47 %

dijalani sudah efisien karena untuk setiap Rp 100,- yang dikeluarkan dalam awal kegiatan usaha peternakan akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 0,50,-

c. Nilai BEP unit sebesar 34 dan BEP harga sebesar Rp.11.662.353 mengindikasikan bahwa usaha tersebut sudah menguntungkan.

d. -

c. –

d.-

2003).

c. BEP diatas nilai nol menunjukkan usaha tersebut menguntungkan (Misniwati, 2004).

d. Return on Investment (ROI) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan agar menghasilkan keuntungan (Sonia et al, 2014).

12 Evaluasi Usahaa. Frekuensi

pemantauan usaha

: setiap hari

a. Usaha peternakan masih dilakukan dengan cara tradisional seperti pemberian pakan, dan pengelolaannya.

a.- a. –

16

No KEADAAN EVALUASI SOLUSI REFERENSIb. Kendala

c. Tindakan yang dilakukan bila rugi

: kesulitan mencari hijauan ketika musim kemarau tiba.

: ternak akan dijual untuk menutup kerugian

b. Kendala yang dijumpai pada peternakan yaitu pada saat musim kemarau hijauan agak sulit untuk dicari sehingga perlu usaha yang lebih keras untuk mendapatkan hijauan.

c. Ternak segera dijual

b. Peternakan harus mempunyai pakan alternatif sebagai pakan tambahan selama musim kemarau, misalnya hay (jerami kering)

c.-

b. Jalan alternatif untuk mencegah kekurangan pakan saat musim kemarau dapat dilakukan dengan membuat hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi), dan awetan hijauan (silase) (Hanafi, 2008).

c.-

17

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A., M. Aminawar, A. H. Hoddi, dan H. M. Ali, J. A. Syamsu. 2012. Identifikasi kapasitas peternak dalam adopsi teknologi pegembangan sapi potong yang terintegrasi dengan padi.

Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta

Abidin, Z., 2002, Penggemukan sapi potong, PT Agro Media Pustaka, Jakarta

Chambers P. G. dan T. Grandin. 2001. Guidelines for Humane Handling, Transport and Slaughter of Livestock, Chapter 6. Food and Agriculture Organization of the United Nations Regional Office for Asia and the Pacific. RAP Publication.

Hadi, P. U. dan N. Ilham. 2002. Problem dan Prospek Pengembangan Usaha Pembibitan Sapi Potong di Indonesia. Jurnal Litbang, Vol. 21 (4): 1-9.

Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. USU Repository. Universitas Sumatera Utara, Medan.

.

Istijanto, M. M. 2005. Riset Sumber Daya Manusia: Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-Dimensi Kerja Karyawan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Misniwati, A. 2004. Analisa usaha penggemukkan kambing potong ditinjau dari sosial-ekonomi. Lokakarya Nasional Kambing Potong, Sumatra Utara.

Mulyono, S dan B. Sarwono. 2005. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Pakage, S. 2008. Analisis Pendapatan Peternak Kambing di Kota Malang (Income Analyzing Of Goat Farmer at Malang). Jurnal Ilmu PeternakanVol. 3 (2)Hal: 51 – 57.

Rohani, H. Hoddi, M. B. Rombe, dan M. Ridwan. 2011. Pengelolaan Usaha Peternakan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Saragih, B. 2004. Pertanian Mandiri. Pandangan Strategis para Pakar untuk Kemajuan Pertanian di Indonesia. Penebar Swadaya.Jakarta.Sarwono B. 2012. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya,Jakarta.

.

18

Siregar, B. S. 2008. Penggemukan Sapi. Edisi revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Siregar, S.B., 2008. Penggemukan Sapi. Cetakan ke 16. Penebar Swadaya. Jakarta.Soekartawi. 2003. Agrisbisnis Teori Dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soeprapto, H. dan Z. Abidin. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sonia, B.R., Zahroh Z., dan D.F. Azizah. 2014. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 9(1).Hal.1-9.

Sudarmono. A. S., 2008. Sapi Potong.Penebar Swadaya. Jakarta.

Sukmawati. 2010. Perkandangan Sapi Potong.  Pusat  Penelitian  dan  Pengembangan  Peternakan. Badan  Penelitian  an  Pengembangan  Pertanian. Departemen Pertanian.

Susilowati, I. 2007. Analisis Profitabilitas pada Usaha Peternakan Sapi Perah di desa Baturejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. (Skripsi).

Wibowo, S. 2008. Petunjuk Mendirikan Perusahaan Kecil. Penebar Swadaya, Jakarta.

Widiyaningrum, P. 2012. Motivasi Keikutsertaan Peternak Sapi Potong Pada Sistem Kandang Komunal (Studi Kasus di Kabupaten Bantul Yogyakarta). Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Semarang, Semarang.

Mariyono dan N.H. Krishna. 2009. Pemanfaatan dan keterbatasan hasil ikutan pertanian serta strategi pemberian pakan berbasis limbah pertanian untuk sapi potong. Wartazoa Vol. 19 No. 1.

Priyanto,L. 2001. Studi Kasus Pemberian Probiotik "S" Terhadap Kasus Kemhung Pada Sapi Fh Di Peternakan Metasari Farm Cimande Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.