BABII
-
Upload
muhamad-ikbal-ibank -
Category
Documents
-
view
25 -
download
1
Transcript of BABII
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Metabolisme Fe pada tubuh manusia
Zat besi terdapat dalam tubuh kita kira-kira 40-50 mg/kgBB. Jumlah besi
yang diperlukan tiap hari untuk mengkompensasi kehilangan besi dari tubuh dan
untuk pertumbuhan bervariasi menurut usia dan jenis kelamin; paling tinggi pada
masa kehamilan, remaja dan wanita saat menstruasi Oleh karena itu kelompok
ini sangat mungkin mengalami defisiensi besi pada keadaan tertentu1,2
Di dalam tubuh manusia besi terbagi menjadi 3 bagian yaitu senyawa besi
fungsional, besi cadangan dan besi transport. Besi fungsional yaitu besi yang
membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh terdiri dari hemoglobin,
mioglobin dan berbagai jenis enzim. Bagian kedua yaitu transportasi yaitu
transferin, besi yang berikatan dengan protein tertentu untuk mengangkut besi
dari satu bagian ke bagian lainnya. Bagian ketiga adalah besi cadangan yaitu
feritin dan hemosiderin, senyawa besi ini dipersiapkan apabila masukan diet besi
berkurang. Agar dapat berfungsi bagi tubuh manusia besi membutuhkan protein
transferin, reseptor transferin dan feritin yang berperan sebagai penyedia dan
penyimpanan besi dalam tubuh dan iron regulatory proteins (IRPs) untuk
mengatur suplai besi.3
Transferin merupakan protein pembawa yang mengangkut besi plasma
dan cairan ekstraseluler untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Reseptor transferin
adalah suatu glikoprotein yang terletak pada membransel, berperan mengikat
transferin-kompleks besi dan selanjutnya diinternalisasi ke dalam vesikel untuk
melepaskan besi ke intraseluler. Kompleks transferin-reseptor transferin
4
selanjutnya kembali ke dinding sel, dan apotransferin dibebaskan ke dalam
plasma. Feritin sebagai protein penyimpan besi yang bersifat nontoksik akan
dimobilisasi saat dibutuhkan. Iron regulatory proteins (IRP-1 dan IRP-2 yang
dikenal sebagai iron responsive element-binding proteins [IRE-BPs], iron
regulatory factors [IRFs], ferritin-repressor proteins [FRPs] dan p90)
merupakan messenger ribonucleic acid (mRNA) yang mengkoordinasikan
ekspresi intraseluler dari reseptor transferin, feritin dan protein penting lainnya
yang berperan dalam metabolisme besi, seperti terlihat pada gambar 1.3,4
Gambar 1 Struktur Protein Transport
Bagian A adalah struktur apotransferin. Secara skematik struktur
apotransferin terdiri atas cincin polipeptid yang terbagi dalam dua lobus, masing-
masing berbentuk elips dan mengandung single iron-binding site yang
ditampilkan dengan sebuah tanda titik. Setiap lobus disusun dengan dua domain
yang berbeda, diberi label I dan II. Selain itu dikenal juga adanya dua lobus yaitu
lobus N-terminal dan C-terminal. Bagian B adalah reseptor transferin. Skema di
5
atas menampilkan reseptor transferin di atas permukaan sel. Transferin reseptor
merupakan dimer glikoprotein transmembran terdiri atas dua subunit yang
identik dihubungkan dengan ikatan disulfide. Transferin reseptor bersifat
ampipatik dengan ekor sitoplasmik hidrofilik yang kecil dan domain
ekstraseluler hidropilik yang luas. Reseptor dapat mengikat dua molekul
transferin.3,4
Ambilan besi sel melalui transferin-transferin reseptor terjadi melalui
proses endositosis. Jalur utama peran transferin, reseptor transferin dan feritin
dalam penyimpanan dan penyediaan besi seluler ditunjukan secara sistematis
pada gambar 2 .
Gambar 2 Suplai besi seluler dan penyimpanan
Gambar 2 diatas menunjukan distribusi besi ke sel secara skematik yang
dimulai dengan terikatnya satu atau dua molekul transferin mono atau diferik
6
pada reseptor transferin dan proses ini tergantung dari energi dan suhu serta
selesai dalam kurun waktu 2-3 menit. Pada pH plasma netral, kompleks
transferin-besi jauh lebih stabil dengan mengikatkan transferin pada reseptor
transferin baik untuk transferin monoferik maupun diferik. Efisiensi dari
distribusi besi ke sel tergantung pada jumlah transferin plasma mono dan diferik
yang ada. Pada keadaan erytropoesis normal dan saturasi transferin normal yaitu
sekitar 33%, afinitas tertinggi dari reseptor untuk transferin diferik menghasilkan
aliran besi yang banyak ke sel, dengan dilengkapi empat atom besi pada tiap
siklusnya. Saat saturasi tranferin sekitar 19%, besi dalam jumlah sama
dihantarkan melalui transferin mono atau diferik, sementara pada saturasi yang
rendah, kebanyakan besi dihantarkan dari bentuk monoferik3
Reseptor transferin memainkan peran penting dalam pelepasan besi dari
kedua transferrin pada saat endosom berada dalam pH asam (Beutlerat al, 2000).
Pada saat pH 5,6, besi akan terlepas dari sisi N-terminal transferin. Hal ini
berbeda dengan yang terjadi pada sel eritroid, dimana besi telepas dari kedua sisi
transferin dalam waktu 2-3 menit. Tampaknya interaksi antara reseptor transferin
dengan transferin mempengaruhi pelepasan besi. Pada pH 5,6, besi dilepaskan
dari transferrin monoferik dan bentuk N-terminal (FeNTf) 3 kali lebih cepat
daripada C-terminal (FeCTf). Ikatan dengan reseptor transferin sedikit
mempengaruhi pelepasan FeN Tf namun terjadi peningkatan pada sisi C-
terminal. Ikatan reseptor transferin pada pH 5,6 mengubah kedua sisi transferin
yang mengikat besi dimana besi pada lobus N-terminal bersifat stabil, tidak pada
sisi C-terminal. Reseptor transferin yang terikat transferin dalam endosomal
mempengaruhi jumlah besi yang dilepaskan dari transferin dalamsel eritroid,
selain itu juga meminimalkan perbedaan antara sisi C-terminal dan N-terminal3.
7
Setelah dilepaskan besi harus ditransportasikan melewati membran
endosomal. Pergerakan besi keluar endosom dan absorpsinya di usus diperantai
oleh Nramp 2 (Natural resistance-assosiated macrophage protein 2) yaitu protein
pengangkut besi transmembrane (Beutler at al, 2000; Hoffman, 2000).
Keasaman dalam endosom meningkatkan afinitas apotransferrin terhadap
reseptor transferin sehingga menghasilkan kompleks apotransferinreseptor
transferin dan selanjutnya di hantarkan ke permukaan sel endosom. Paparan
dengan pH plasma menyebabkan apotransferin kehilangan afinitasnya terhadap
reseptor transferin sehingga terlepas dari membran endosom. Hal ini
memungkinkan apotransferin dan reseptor transferin bisa digunakan kembali3.
Di dalam sel, IRP-1 dan IRP-2 tersedia untuk mengatur penyimpanan dan
ambilan besi melalui pengontrolan translasi untuk sintesis reseptor transferin dan
feritin. Sintesis reseptor transferin disesuaikan dengan jumlah citoplasmic
transferin reseptor mRNA. Regio 3’ yang tidak ditranslasikan (3’ UTR) dari
reseptor transferin mRNA mengandung 5 IRE. Ikatan IRP dengan IRE pada 3’
UTR memperlambat degradasi dan meningkatkan konsentrasi cytoplasmic
transferrin receptor mRNA serta jumlah sintesis reseptor transferin. Dengan
meningkatnya jumlah reseptor sel, ambilan besi meningkat. Sintesis ferritin
dikontrol (tanpa mengubah jumlah ferritin yang ada) dengan menekan translasi
ferritin mRNA. Regio 5’ yang tidak ditranslasikan (5’ UTR) dari ferritin mRNA
mengandung IRE tunggal. Ikatan antara IRP-IRE menghentikan translasi ferritin
mRNA sehingga sedikit ferritin yang diproduksi dan sekuester besi dikurangi.
Pengaturan besi intrasel dilakukan oleh IRP sehingga menghasilkan efek yang
berlawanan terhadap sintesis reseptor transferin dan ferritin. Penurunan besi
intraseluler menyebabkan peningkatan proporsi tingginya afinitas IRP.
8
Peningkatan IRP-IRE meningkatkan produksi reseptor transferin tapi
menurunkan feritin. Meningkatnya besi intrasel menyebabkan terangkainya 4Fe-
4S dengan kehilangan aktivitas binding IRP-1 dan untuk IRP-2 akan
menyebabkan proteolisis yang spesifik. Sedikit IRP yang terikat IRE akan
menurunkan produksi reseptor transferin dan meningkatkan produksi ferritin.
Keseimbangan dan efek berlawanan ini mengubah ambilan besi dan
penyimpanannya oleh IRP dalam rangka mempertahankan homeostasis besi
intraseluler tetap konstan dan dapat berrespon pada oksidatif stres serta
inflamasi. IRP juga terikat pada Functional IRE pada 5’UTR dari mRNA yang
ada pada sintesis erytroidspecifik- d-amino levolinic acid (eALAS)
danmitokondrial aconitase serta menghambat sintesisnya dibawah kondisi
kekurangan besi, berkaitan dengan penggunaan besi dan energi sel untuk
mengatur homeostasis besi3.
2. Keseimbangan Fe dalam tubuh manusia
Konsentrasi besi tubuh normal adalah 40- 50 mg Fe/Kg BB dimana laki-
laki lebih besar dari perempuan. Kebanyakan besi yang ada berupa senyawa
dengan berikatan pada protein tertentu, bukan dalam bentuk logam bebas. Besi
ditransport dalam bentuk ikatan dengan transferin plasma dan transferin cairan
ekstrasel. Jumlah besi sekitar 5-6 mg Fe/Kg pada wanita, 10-12 mg Fe/Kg pada
laki-laki disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin, dalam hepatosit,
makrofag dihati, sumsum tulang, limpa dan otot sebagai persiapan saat
kehilangan darah3
Besi diet yang diserap usus kemudian diikat oleh transferin plasma. Pada
laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg, jumlah besi-transferin dalam plasma
sekitar 3 mg, meskipun besi harian yang ditransport melalui cara ini lebih dari 30
mg. Sebagian besar besi ± 24 mg/hari berada di prekursor erythroid sumsum
9
tulang, dan sebagian besar dari jumlah ini yaitu sekitar 17 mg/hari menjadi
hemoglobin di dalam erithrosit disirkulasi yang nantinya akan dikatabollisme
oleh makrofag dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Besi kemudian dilepaskan
dari hemoglobin dan kembali ke transferin plasma. Beberapa dari besi dalam
erythroid sumsum tulang sekitar 7 mg Fe/hari dikatabolisme langsung oleh
makrofag karena fagositosis pada prekursor erythroid yang terganggu atau
perpindahan dari feritin erytrosit menyebabkan makrofag mengembalikan besi ke
transferin plasma ± 22 mg Fe/hari. Besi dalam erytron yang mengalami
pergantian berasal dari beberapa besi yang baru diabsorpsi dari GI tract dan dari
fraksi minor sekitar 2 mg Fe/hari besi Hb yang masuk ke plasma melalui
enukleasi normoblas atau hemolisis intravaskuler. Selanjutnya akan terikat
dengan haptoglobin/ hemopexin dan dihantarkan ke hepatosit4,5,6.
Keseimbangan besi ditentukan oleh perbedaan antara asupan besi dan
keluaran besi dari tubuh. Jika persediaan besi tubuh menurun maka absorpsinya
meningkat, sebaliknya absorbsi akan meningkat jika persediaan besi tubuh
menurun. Besi yang diserap usus atau dikeluarkan setiap hari berkisar antara 1-2
mg. Besi heme dan nonheme diabsorpsi melalui brush border pada usus kecil
bagian atas. Absorpsi besi yang terkandung dalam diet, ditentukan oleh jumlah
dan bentuk besi, komposisi diet dan faktor gastro intestinal (GI tract). Besi heme
biasanya terkandung sedikit dalam diet namun absorpsinya sekitar 20-30%.
Kebanyakan besi yang terkandung dalam diet berupa besi non heme yaitu sekitar
90% dan absorpsinya dipengaruhi oleh keseimbangan antara inhibitor seperti
phytate, tanat, fosfat dan ditingkatkan oleh asam amino dan asam askorbat.
Biasanya kurang dari 5% besi non heme yang terabsorpsi. Ketersediaan besi juga
10
dipengaruhi oleh faktor gastrointestinal seperti sekresi gaster, gerakan usus dan
akibat dari operasi atau penyakit usus4,5,6
Gambar 3 Keseimbangan besi dalam tubuh6
Absorpsi besi diatur oleh sel mukosa usus kecil bagian proksimal. Regulasi
mokusal dari absorpsi besi mungkin terjadi melalui satu atau lebih langkah
berikut ini yaitu: (1) mukosa mengambil besi yang melewati vili dan membran,
(2) retensi besi dalam mukosa, (3) pemindahan besi dari sel mukosa ke plasma.
Secara umum mekanisme absorpsi besi melalui sel mukosa ini mampu
memenuhi kebutuhan cadangan besi dan tingkat eritropoesis dimana absorpsi
meningkat jika cadangan besi menurun dan aktivitas eritropoesis meningkat.
Sekitar 3,5mg Fe/hari diabsorpsi dari diet dengan bioavalaibilitas yang cukup
dan pada fase defisiensi besi5.
Besi diet yang berasal dari makanan diserap dalam usus. Proses absorbsi
besi dalam usus terdiri atas 3 fase yaitu fase luminal, fase mukosal dan fase
sistemik atau korporeal (Bakta, 2000). Pada fase luminal ikatan besi dari bahan
makanan dilepaskan atau dirubah menjadi bentuk terlarut dan terionisasi.
Kemudian besi dalam bentuk feri (Fe3+) direduksi menjadi bentuk fero (Fe2+)
sehingga siap diserap usus. Dalam proses ini getah lambung dan asam lambung
11
memegang peranan penting. Absorbsi paling baik terjadi pada duodenum dan
jejenum proksimal. Hal ini dihubungkan dengan jumlah reseptor pada
permukaan usus dan pH usus. Di dalam usus, besi akan dibedakan menjadi besi
non haem dan besi haem. Kedua jenis besi ini mempunyai sifat sangat berbeda.
Besi haem diserap secara langsung, tidak dipengaruhi oleh bahan penghambat
atau pemacu dan presentase absorbsinya besar yaitu 4 kali dari besi non haem.
Sedangkan absorbsi besi non haem sangat dipengaruhi oleh zat pengikat (ligand)
yang dapat menghambat ataupun memacu absorbsi.
Gambar 4 Penyerapan besi di saluran cerna5
Senyawa besi haem terdapat dalam daging, ikan dan hati. Besi haem ini
diserap secara utuh dan setelah berada dalam epitel usus (enterosit) akan
dilepaskan dari rantai porfirin oleh ensim haemoxygenase, kemudian ditransfer
ke dalam plasma atau disimpan dalam ferritin. Persentase besi yang diserap
sangat tinggi yaitu 10-25%. Penyerapan besi non haem sangat dipengaruhi oleh
12
adanya zat-zat yang mempertahankan besi tetap dalam keadaan terlarut. Bahan
ini disebut zat pemacu atau promoter atau enhancer. Sedangkan zat penghambat
atau inhibitor adalah zat yang membentuk kompleks yang mengalami presipitasi
sehingga besi sulit diserap. Bahan-bahan yang bekerja sebagai pemacu utama
ialah. daging, ikan dan hati, asam askorbat atau vitamin C3.
Beberapa bahan yang terdapat dalam daging yang dikenal sebagai meat
factor seperti asam amino, cysteine dan glutathion dapat meningkatkan absorbsi
besi melalui pembentukan soluble chelate yang mencegah polimerisasi dan
presipitasi besi. Asam askorbat merupakan bahan pemacu absorbsi yang sangat
kuat yang berfungsi sebagai reduktor yang dapat mengubah feri menjadi fero,
mempertahankan pH usus tetap rendah sehingga mencegah presipitasi feri dan
bersifat sebagai monomeric chelator yang membentuk iron-ascorbate chelate
yang lebih mudah diserap. Zat penghambat absorbsi besi sebagian besar terdapat
dalam makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Penghambat paling kuat
ialah senyawa polifenol seperti tanin dalam teh. Teh dapat menurunkan absorbsi
sampai 80 % sebagai akibat terbentukknya kompleks besi-tanat. Kopi juga
mengandung polipenol tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan
dengan teh. Bahan penghambat lain ialah phytate, bekatul, kalsium, posfat,
oksalat dan serat (fibre) yang dapat membentuk kompleks polemer besar3
Fase absorbsi yang ke dua adalah fase mukosal. Pada fase mukosal besi
diserap secara aktif melalui reseptor. Jika dosis terlalu besar besi akan masuk
secara difusi pasif. Dalam sel enterosit besi akan diikat oleh suatu karier protein
spesifik dan ditransfer melalui sel ke kapiler atau disimpan dalam bentuk feritin
dalam enterosit kemudian dibuang bersamaan dengan deskuamasi epitel usus.
Susunan karier protein ini belum diketahui dengan pasti. Ada yang menduga
13
sebagai suatu transferin like protein. Pada fase sistemik (korporeal) besi yang
masuk ke plasma diikat oleh apotransferin menjadi transferin dan diedarkan ke
seluruh tubuh, terutama ke sel eritroblast dalam sumsum tulang. Semua sel
mempunyai reseptor transferin pada permukaannya. Transferin ditangkap oleh
reseptor ini dan kemudian melalui proses pinositosis (endositosis) masuk dalam
vesikel (endosome) dalam sel. Akibat penurunan pH, besi, transferin dan reseptor
akan terlepas dari ikatannya. Besi akan dipakai oleh sel sedangkan reseptor dan
transferin dikeluarkan dan dipakai ulang4,5
Besar kecilnya penyerapan besi oleh usus ditentukan oleh faktor
intraluminal dan faktor regulasi eksternal. Faktor intraluminal ditentukan oleh
jumlah besi dalam makanan, kualitas besi (besi haem atau non haem),
perbandingan jumlah pemacu dan penghambat dalam makanan. Faktor regulasi
luar ditentukan oleh cadangan besi tubuh dan kecepatan eritropoesis3
3. Overload Fe
Kelebihan zat besi didalam tubuh dikatakan bermakna apabila jumlah
total besi dalam tubuh melebihi 15 g, kondisi ini dikatakan sebagai
hemokromatosis dan ini dapat mengakibatkan kerusakan serius pada jaringan
tubuh termasuk sirosis hati, gagal jantung, diabetes, dan artitis. Terdapat 2 jenis
kelebihan besi, yaitu primary iron overload dan Secondary Iron Overload.
Primary Iron overload disebabkan kelainan genetik yang menciptakan ketidak
seimbangan dalam metabolisme besi. Secondary iron overload disebabkan oleh
faktor-faktor yang memotong homeostasis besi normal, seperti transfusi darah
berulang atau keracunan zat besi akut maupun kronis. Zat besi yang berlebihan
didalam tubuh dapat menjadi radikal bebas. Radikal bebas adalah atom kuat atau
molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih
elektron yang berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kesetabilan
14
atom atau molekul, radikal bebas akan berekasi dengan molekul disekitarnya
untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan terus berlangsung didalam
tubuh kita dan apabila tidak dihentikan dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit seperti kanker, penyakit jantung, katarak, penuaan dini dan penyakit
degeneratif lainnya.Haemoglobin dan mioglobin yang terpapar H2O2 akan
terdegradasi dan melepaskan ion-ion besi yang selanjutnya membentuk
hidroksil4.
4. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atau molekul yang memiliki satu
atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit paling luar, termasuk atom
hidrogen, logam-logam transisi dan molekul oksigen. Adanya elektron tidak
berpasangan ini menyebabkan radikal bebas dimana secara kimiawi menjadi
sangat aktif. Radikal bebas dapat bermuatan positif (kation), negatif (anion) atau
tidak bermuatan7.
Atom terdiri dari nukleus, proton dan elektron. Jumlah proton (bermuatan
positif) dalam nukleus menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif)
yang mengelilingi atom tersebut. Elektron berperan dalam reaksi kimia dan
merupakan bahan yang menggabungkan atom-atom untuk membuat suatu
molekul. Elektron mengelilingi atau mengorbit suatu atom dalam satu atau lebih
lapisan. Jika suatu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan
kedua akan penuh jika telah memiliki 8 elektron dan seterusnya. Gambaran
struktur terpenting sebuah atom dalam menentukan sifat kimianya adalah jumlah
elektron pada lapisan luarnya. Suatu bahan yang elektron lapisan luarnya penuh
tidak akan terjadi reaksi kimia. Karena atom-atom berusaha untuk mencapai
keadaan stabilitas maksimum, sebuah atom akan selalu mencoba untuk
melengkapi lapisan luarnya dengan cara8 ;
15
1. Menambah atau mengurangi elektron untuk mengisi maupun mengosongkan
lapisan luarnya
2. Membagi elektron-elektronnya dengan cara bergabung bersama atom yang
lain dalam rangka melengkapi lapisan luarnya.
Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara
membagi elektron-elektron bersama atom yang lain. Dengan membagi
elektron, atom-atom tersebut bergabung bersama dan mencapai kondisi
stabilitas maksimum untuk membentuk molekul. Radikal bebas sangat
reaktif, maka mempunyai spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat
bereaksi dengan berbagai molekul lain, seperti protein, lemak, karbohidrat
dan DNA. Radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk asli dalam
waktu lama dan akan segera berikatan dengan bahan sekitarnya dalam
rangka mendapatkan stabilitas kimia. Radikal bebas akan menyerang
molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektron, zat yang terambil
elektronnya akan menjadi radikal bebas juga sehingga akan memulai suatu
reaksi berantai yang akhirnya menyebabkan kerusakan sel tersebut8.
16
Gambar 5. Struktur kimia radika bebas8
Radikal bebas dapat terbentuk in-vivo dan in-vitro secara ;
1. Pemecahan suatu molekul normal secara hemolitik menjadi dua.
Proses ini jarang terjadi pada sistem biologi karena memerlukan
tenaga yang tinggi dari sinar ultraviolet, panas, dan radiasi ion.
2. Kehilangan satu elektron dari molekul normal
3. Penambahan elektron pada molekul normal
Pada radikal bebas elektron yang tidak berpasangan tidak mempengaruhi
muatan elektrik dari molekulnya, dapat bermuatan positif negatif, atau netral.
Sumber radikal bebas bisa berasal dari proses metabolisme dalam tubuh
(endogen) dan dapat berasal dari luar tubuh (eksogen). Dari dalam tubuh berasal
dari7,8 ;
17
1. Autoksidasi
Merupakan produk dari proses metabolisme aerobik. Molekul yang
mengalami autoksidasi berasal dari katekolamin, hemoglobin, mioglobin,
sitokrom C yang tereduksi dan thiol. Autoksidasi dari molekul diatas
menghasilkan reduksi dari oksigen diradikal dan pembentukan kelompok
reaktif oksigen. Superoksida merupakan bentukan awal radikal. Ion ferrous
(Fe II) juga dapat kehilangan elektronnya melalui oksigen untuk membuat
superoksida dan Fe III melalui proses autoksidasi.
2. Oksidasi Enzimatik
Beberapa jenis sistem enzim mampu menghasilkan radikal bebas dalam
jumlah yang cukup bermakna, meliputi xanthine oxidase (activated in
ischemiareperfusion), prostaglandin synthase, lipoxygenase, aldehyde
oxidase, dan amino acid oxidase. Enzim myeloperoxidase hasil aktifasi
netrofil, memanfaatkan hidrogen peroksida untuk oksidasi ion klorida
menjadi suatu oksidan yang kuat asam hipoklor
3. Respiratory burst
Merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan proses
dimana sel fagositik menggunakan oksigen dalam jumlah yang besar selama
fagositosis. Lebih kurang 70-90 % penggunaan oksigen tersebut dapat
diperhitungkan dalam produksi superoksida. Fagositik sel tersebut memiliki
sistem membran bound flavoprotein cytochrome-b-245 NADPH oxidase.
Enzim membran sel seperti NADPH-oxidase keluar dalam bentuk inaktif.
Paparan terhadap bakteri yang diselimuti imunoglobulin, kompleks imun,
komplemen 5a, atau leukotrien dapat mengaktifkan enzim NADPH-oxidase.
Aktifasi tersebut mengawali respiratory burst pada membran sel untuk
18
memproduksi superoksida. Kemudian H2O2 dibentuk dari superoksida
dengan cara dismutasi bersama generasi berikutnya dari OH dan HOCl oleh
bakteri7,8
Sumber-sumber dari luar (eksogen) radikal bebas diantarnya dari7,8
1. Obat-Obatan
Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas
dalam bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut
bereaksi bersama hiperoksia dapat mempercepat tingkat kerusakan.
Termasuk didalamnya antibiotika kelompok quinoid atau berikatan
logam untuk aktifitasnya (nitrofurantoin), obat kanker seperti
bleomycin, anthracyclines (adriamycin), dan methotrexate, yang
memiliki aktifitas pro-oksidan. Selain itu, radikal juga berasal dari
fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen aminosalisilat
dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam
askorbat dalam jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak.
2. Radiasi
Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar
gamma) dan radiasi partikel (partikel elektron, photon, neutron, alfa,
dan beta) menghasilkan radikal primer
dengan cara memindahkan energinya pada komponen seluler seperti
air. Radikal primer tersebut dapat mengalami reaksi sekunder bersama
oksigen yang terurai atau bersama cairan seluler.
19
3. Asap rokok
Oksidan dalam rokok mempunyai jumlah yang cukup untuk
memainkan peranan yang besar terjadinya kerusakan saluran napas.
Telah diketahui bahwa oksidan asap tembakau menghabiskan
antioksidan intraseluler dalam sel paru (in vivo) melalui mekanisme
yang dikaitkan terhadap tekanan oksidan. Diperkirakan bahwa tiap
hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat
besar, meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain
yang mungkin cukup berumur panjang dan bertahan hingga
menyebabkan kerusakan alveoli. Bahan lain seperti nitrit oksida,
radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada dalam fase
gas. Juga mengandung radikal lain yang relatif stabil dalam fase tar.
Contoh radikal dalam fase tar meliputi semiquinone moieties
dihasilkan dari bermacam-macam quinone dan hydroquinone.
Perdarahan kecil berulang merupakan penyebab yang sangat mungkin
dari desposisi besi dalam jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk
tersebut meyebabkan pembentukan radikal hidroksil yang mematikan
dari hidrogen peroksida. Juga ditemukan bahwa perokok mengalami
peningkatan netrofil dalam saluran napas bawah yang mempunyai
kontribusi pada peningkatan lebih lanjut konsentrasi radikal bebas.
Radikal bebas yang terdapat didalam tubuh manusia adalah radikal
derivat dari oksigen yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen
species / ROS ) termasuk didalamnya adalah triplet termasuk didalamnya adalah
triplet (3O2), tunggal (singlet/1O2), anion superoksida (O2.-), radikal hidroksil (-
20
OH), nitrit oksida (NO-), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorus (HOCl),
hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoxyl (LO-), dan radikal peroksil (LO-2).
Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-) yang berasal dari oksidasi
radikal molekul organik. Radikal yang mengandung hidrogen hasil dari
penyerangan atom H (H-). Bentuk lain adalah radikal yang mengandung sulfur
yang diproduksi pada oksidasi. glutation menghasilkan radikal thiyl (R-S-).
Radikal yang mengandung nitrogen juga ditemukan, misalnya radikal
fenyldiazine9.
Produksi radikal bebas yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan
sel-sel jaringan dan enzim. Target utama radikal bebas adalah protein, asam
lemak tak jenuh dan lipoprotein serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari
ketiga molekul target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal
bebas adalah asam lemak tak jenuh. Berbagai kemungkinan dapat terjadi akibat
dari radikal bebas seperti gangguan fungsi sel, kerusakan struktur sel, molekul
termodifikasi yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun dan bahkan mutasi
akibat dari semua itu dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.Serangan
radikal bebas terhadap molekul disekelilingnya akan menyebabkan terjadinya
reaksi berantai yang kemudian menghasilkan senyawa radikal baru. Dampak
reaktivitasi senyawa radikal bebas bernacam-macam mulai dari kerusakan sel
atau jaringan, penyakit autoimun penyakit degeneratif hingga kanker. Senyawa
radikal bebas di dalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda pada
membran sel. Akibatnya dinding sel menjadi rapuh. Senyawa oksigen reaktif ini
juga mampu merusak bagian dalam pembuluh darah sehingga meningkatkan
pengendapan kolesterol dan menimbulkan aterosklerosis .Senyawa radikal bebas
ini juga berpotensi merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistem info
21
genetika, dan berlanjut pada pembentukan sel kanker. Jaringan lipi juga akan
dirusak oleh senyawa radikal bebas sehingga terbentuk peroksida yang memicu
munculnya penyakit degeneratif 10,11
Daya perusak radikal bebas dengan demikian jauh lebih besar
dibandingkan dengan oksidan biasa. Karena reaktifitasnya yang tinggi, radikal
bebas tak stabil dan berumur sangat pendek sehingga sulit dideteksi kecuali
dengan metoda-metoda khusus seperti pengukuran EPR (Electron Paramagnetic
Resonance ).Walaupun reaktifitas radikal bebas pada umumnya cukup tinggi
sehingga berumur pendek, namun ada beberapa jenis radikal bebas yang relatif
stabil10.
Oksidan yang terlibat dalam berbagai proses patologis sebagian besar
justru berasal dari proses-proses biologis alami. Dan melibatkan apa yang disebut
sebagai senyawa oksigen reaktif (reactive oxygen compounds ). Sebagian
diantaranya berbentuk radikal seperti radikal hidroksil (OH), radikal peroksil
(OOH), dan ion superoksida (O2-). Sebagian yang lain bukan radikal, seperti
singlet oksigen (‘O2), hidrogen peroksida (H2O2) dan ion hipoklorit (ClO-).
Senyawa oksigen reaktif, sesuai dengan namanya, berasal dari oksigen (O2),
senyawa yang diperlukan oleh semua organisme airobik termasuk manusia11
Senyawa oksigen reaktif yang berperan sebagai oksidan adalah : hidrogen
peroksida, (H2O2), ion superoksida (O2), radikal peroksil ( OOH), radikal
hidroksil (OH) dan singlet oksigen. Hidrogen peroksida terutama terbentuk
karena aktifitas enzim-enzim oksidase yang terdapat dalam retikulum
endoplasmik (mikrosom) dan peroksisom. Enzim-enzim tersebut mengkatalisis
reaksi11 :
RH2 + O2 R + H2O2
22
H2O2 merupakan merupakan oksidan yang kuat dan dapat mengoksidasi
berbagai senyawa yang terdapat di dalam sel, misalnya :glutation :
2 GSH + H2O2 GSSG + 2H2O
Daya rusak H2O2 bukan hanya karena senyawa tersebut merupakan
oksidan yang kuat, tetapi juga karena H2O2 dapat menghasilkan radikal hidroksil
bila H2O2 bereaksi dengan logam transisi (transitional metals ), Fe++ dan Cu+
Fe++ (Cu+) + H2O2 Fe+++ (Cu++) + OH + OH
(reaksi Fenton)
H2O2 juga dapat menghasilkan oksidan kuat yang lain, yaitu ion
hipoklorit (ClO) melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim mieloperoksidase
yang terdapat dalam sel-sel radang. Seperti granulosit, monosit dan makrofag :
H2O2 + Cl H2O + ClO
Ion hipoklorit dapat mengoksidasi berbagai senyawa :
R + ClO RO + Cl
Sedangkan Ion Superoksida (O2) terbentuk melalui beberapa cara,
antara lain11 :
1. Sebagai reaksi sampingan yang melibatkan Fe++ seperti misalnya :
Proses fosforilasi
Proses oksigenasi Hemoglobin
Proses hidroksilasi oleh enzim mono oksigenase (sitokrom P450 dan sitokrom
b4)
Ion Fe bebas
23
Reaksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
Fe++ + O2 Fe+++ + O2
2. Reaksi yang dikatalisis oleh NADH/NADPH oksidase yang terdapat dalam
mitokondria dan granulosit :
NADH(NADPH) + O2 NAD+(NADP+) + H+ + O2
3. Reaksi yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase, mirip dengan reaksi nomor 2
XH + H2O + 2 O2 XOH + 2 O2 + 2 H+
Xantin asam urat
Enzim xantin oksidase (XO) dalam keadaan normal tak terdapat dalam sel
mamalia.Enzim ini terbentuk dari enzim lain yaitu xantin dehidrogenase (XD)
yang mengkatalisis reaksi sebagai berikut :
XH + NAD+ + H2O XOH + NADH + H+ :
Xantin asam urat
Dalam keadaan iskemia atau hipoksemia, XD berubah menjadi XO melalui
proses proteolisis :
XD XO + peptida
Perubahan ini tak reversibel. Sebagai akibatnya, apabila kemudian
pasokan oksigen kembali normal, terbentuklah ion superoksida yang justru dapat
merusak jaringan ( jejas reperfusi, reperfusion injury). Ion superoksida sendiri
sebenarnya tak terlalu reaktif. Bentuk reaktifnya ialah radikal peroksida yang
terbentuk melalui reaksi sebagai berikut : O2 + H OOH (Radikal
peroksil)
24
Seperti halnya radikal lain, radikal inipun sangat reaktif dan akan membentuk
radikal baru serta H2O2 :
XH + OOH X + H2O2
Dari reaksi diatas kiranya jelas bahwa radikal peroksil jauh lebih berbahaya
dibandingkan dengan H2O2 .
Ion superoksida akan sangat berbahaya apabila terdapat bersamaan dengan H2O2
karena akan membentuk radikal hidroksil (OH) :
O2 + H2O2 O2 + OH + OH
(Reaksi Haber – Weiss)
Reaksi ini memerlukan ion Fe+++ atau Cu++ dan diperkirakan terjadi melalui dua
tahap, yaitu :
Fe+++ / Cu++ + O2 Fe++ / Cu+ + O2
Fe++ / Cu+ + H2O2 Fe+++ / Cu++ + OH + OH
Diantara senyawa-senyawa oksigen reaktif, radikal hidroksil adalah yang
paling reaktif, oleh karena itu paling berbahaya.. Namun radikal hidroksil bukan
merupakan produk primer proses biologik, tetapi berasal dari H2O2 dan O2 11.
5. Radikal bebas akibat Overload Fe
Toksisitas jaringan akibat kelebihan besi melalui jalur radikal bebas.
Besi memiliki kemampuan untuk menerima dan menyumbangkan elektron
sehingga terjadi peralihan dari Fe2+ menjadi FeFe3+ yang dikenal sebagai reaksi
redoks. Secara normal hal tersebut terjadi dan dibawa oleh suatu protein
25
transferin. Tetapi ketika protein transferin telah secara sempurna tersaturasi
maka Non-transferrin-bound iron (NTBI) akan ditemukan pada plasma yang
mana merupakan bentuk besi yang menyebabkan toksisitas. Kelebihan besi
berbahaya bagi tubuh kita karena besi yang berlebih akan beraksi dengan
hidrogen peroksidan dan atau superoksida menjadi menjadi radikal hidroksil
melalui Fenton-catalyzed Haber-Weiss reaction. Fenton didefinisikan sebagai
reaksi besi ferri dengan hidrogen peroksida reaksi ini diberi nama setelah H.H
Fenton (1894) orang yang pertama kali mengobservasi reksi oksidasi dari asam
tartaric dengan mencampurkan besi sulfat dengan asam hidrogen peroksida13
Radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling berbahaya karena
reaktifitasnya sangat tinggi. Radikal hidroksil dapat merusak tiga jenis senyawa
yang penting untuk mempertahankan integritas sel yaitu13,14 ;
a. Asam lemak, khususnya asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen
penting fosfolipid penyusun membrane sel.
b. DNA, yang merupakan perangkat genetik sel
c. Protein yang memegang berbagai peran penting seperti enzim, resptor,
antibodi dan pembentuk matriks serta sitoskeleton.
Komponen terpenting membran sel adalah fosfolipid, glikolipid dan
kolesterol. Dua komponen pertama mengandung asam lemak tak jenuh. Justru
asam lemak tak jenuh ini (asam-asam linoleat, linolenat dan arakidonat) sangat
rawan terhadap serangan-serangan radikal, terutama radikal hidroksil. Radikal
hidroksil dapat menimbulkan reaksi rantai yang dikenal dengan nama
peroksidasi lipid.13,14
26
Proses peroksidasi lipid adalah proses yang terdiri dari tiga tahapan ; (1) insiasi
(2) propagasi dan (3)terminasi. Tahapan insiasi dari lipid peroksidasi dapat
dilihat dari reaksi dibawah ini13,14 ;
L-H+Xo Lo+XH
Dimana L-H dianalogikan lipid dan Xo sebagai spesies oksidasi yang
sangat kuat seperti radikal hidroksil atau ferryl dan spesies perferryl . pada
reaksi tersebut ikatan atom hidrogen yang lemah (L-H) ditangkap elektronnya
oleh Xo kemudian dikonversikan dari lipid menjadi Lipid radikal (Lo). Pada
fase propagasi peroksidasi lipid, Lo cepat bereaksi dengan O2 untuk membentuk
lipid peroxyl radical (LOOo) kemudian LOOo mengambil inti dari atom
hidrogen dari lipid yang lain untuk membentuk lipid hydroperoxide (LOOH)
dan Lo baru, uraian reaksi kimianya dibawah ini15 ;
Lo+ O2 LOOo (2)
LOOo+ L-H Lo + LOOH (3)
Reaksi (2) dan reaksi (3) terdiri dari siklus propogasi peroksidasi lipid skema
reaksi bisa dilihat pada gambar dibawah ini ;
27
Gambar 6. Skema siklus peroksidasi lipid yang berada didalam kotak mempersentasikan dari
siklus propagasi dari peroksidasi lipid jika O2 yang cukup dan lipid yang tersedia siklus diatas
akan terus berlanjut menghasilkan keberlangsungan siklus lipid peroksidase. Tahap terminasi
dari lipid peroksidase terjadi ketika spesies radikal lipid diproduksi ketika tahap insiasi dan
propagasi berekasi satu sama lain membentuk produk non radikal13.
Akibat akhir dari rantai reaksi ini adalah terputusnya rantai asam lemak
menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksis terhadap sel, antara lain berbagai
macam aldehida, seperti malondialdehida, 9-hidroksi-nonenal serta bermacam-
macam hidrokarbon seperti etana (C2H6) dan pentana (C5H12). Dapat pula terjadi
ikatan silang (cross-linking) antara dua rantai asam lemak atau antara asam
lemak dan rantai peptida (protein) yang timbul karena reaksi dua radikal :
R1 + R2 R1R2
Semuanya itu menyebabkan kerusakan kerusakan parah membran sel sehingga
membahayakan kehidupan sel15.
28
Oksidan dapat merusak protein karena dapat mengadakan reaksi dengan
asam-asam amino yang menyusun protein tersebut. Diantara asm-asam amino
penyusun protein yang paling rawan adalah sistein. Sistein mengandung
gugusan sulfidril (SH) dan justru gugusan inilah yang paling peka terhadap
serangan radikal bebas seperti radikal hidroksil15 :
RSH + OH RS + H2O
RS + RS RSSR
Pembentukan ikatan disulfida (-S-S-) menimbulkan ikatan intra atau antar
molekul protein tersebut kehilangan fungsi biologisnya (misalnya enzim
kehilangan aktivitasnya)13,14,15
Radikal bebas dapat menimbulkan berbagai perubahan pada DNA yang
antara lain .berupa : hidroksilasi basa timin dan sitosin, pembukaan inti purin
dan pirimidin serta terputusnya rantai fosfodiester DNA.Bila kerusakan tak
terlalu parah, maka masih bisa diperbaiki oleh sistem perbaikan DNA (DNA
repair system ). Namun apabila kerusakan terlalu parah, misalnya rantai DNA
terputus-putus diberbagai tempat, maka kerusakan tersebut tak dapat diperbaiki
dan replikasi sel akan terganggu.. Susahnya, perbaikan DNA ini sering justru
menimbulkan mutasi, karena dalam memperbaiki DNA tersebut sistem
perbaikan DNA cenderung membuat kesalahan (error prone ), dan apabila
mutasi ini mengenai gen-gen tertentu yang disebut onkogen, maka mutasi
tersebut dapat menimbulkan kanker7.
Study in vitro menggambarkan bagaimana radikal bebas dapat
menyebabkan kanker melalui kerusakan DNA, protein struktural dan modifikasi
fungsional. Mekanisme yang dipercaya terjadinya kerusakan dikarenakan DNA
29
diakibatkan oleh karena hidrogen peroksida (H2O2) dan kehadiran dari aktivator
peroksidase yaitu Fe2(SO4) menginduksi pemecahan kromosom dan juga adanya
perubahan struktur protein16
Radikal bebas yang diakibatkan oleh karena kelebihan besi juga dapat
menyebabkan gangguan pada jantung yaitu cardiomiopati. Berdasarkan
percobaan in vitro pada neonatal rat ventricular myocytes (NRVMs). diketahui
bahwa NTBI memiliki kemampuan untuk ditangkap sebanyak 300 kali lipat
dibandingkan dengan protein transferin yang terikat besi. Tsusima et al
menunjukan bahwa penyerapan besi tergantung pada potensial membran dan
mengindikasikan bahwa besi dapat masuk melalalui voltage-gated channels. Besi
dapat masuk karena berkompetisi dengan ion calcium17.
Pada keadaan kelebihan besi yang kronis akan terjadi toksisitas
tergantung dari kelebihan dosis besi yang bersangkutan. Radikal hidroksil
merupakan radikal bebas yang paling toxsik, Radikal hidroksil merupakan hasil
dari reaksi katalis fenton. Radikal hidroksil diketahui merusak membaran lipid
dari sel yang dinamakan dengan lipid peroksidasi atau lipoperoksidasi. Reaksi
tersebut akan terjadi terus menerus jika adanya lipid dan besi, raksi ini bukan
hanya terjadi dibagian membran sel fosfolipid tapi juga organel dari seluruh sel,
Link et al menerangkan bahwa pada lipid peroksidasi tidak hanya terjadi
pengurangan dari asam lemak jenuh ganda (PUFAs) tetapi juga terjadi
peningkatan produk dari peroksidasi seluler khususnya toksik aldehyda. Produk
dari aldehida seperti malondialdehid dan 4-hydroxynonenal dapat membentuk
link kovalen ke protein yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi protein
seluler17.
30
Efek terhadap jantung akibat besi yang menginduksi lipid peroksidasi
terbagi dalam 2 bagian. Pertama perubahan dari membrane yang mengandung
komponen lipid dan metabolitenya kedua perubahan dari protein embeding
saluran ion protein reseptor dan kerusakan membaran protein lainnya. Secara
normal influks dari Ca2+ adalah akibat adanya Ca yang dikeluarkan oleh
sarcoplasmic reticulum (SR) sehingga menyebabkan kontraksi dari miokardium.
Pada keadaan kelebihan besi (Fe2+) dimana Fe2+ secara langsung dapat
menginhibisi dari keluarnya Ca2+ yang berakhir dengan gangguan kontraktilitas.
Radikal hidroksil juga dapat secara langsung menurunkan akitivitas dari cardiac
SR Ca2+ ATPase. Pada kelebihan Fe apabila terus menerus terpapar oleh radikal
hidroksil akibat dari kelebihan besi dapat merubah struktur, fungsi serta jumlah
mitokondria sel didalamnya dan penurunan element miofibril. Disfungsi
mitokondria akibat dari penurunan sintesis phosfolipid pada semua membrane sel
termasuk mitokondriannya sendiri. Kehancuran membran sarcoplasmic reticulum
akibat peroksidasi lipid bersama dengan gangguan sintesis phospolipid
mengakibatkan kebocoran kalsium ke dalam sitoplasma17.
Radikal bebas akibat kelebihan Fe yang telah membentuk radikal
hidroksil juga dapat menyebabkan diabetes melitus. Penelitian yang
menerangkan bagaimana mekanisme radikal bebas menyebabkan diabetes
masih sedikit. Bagaimana kelebihan besi menginduksi diabetes masih belum
jelas namun dipercayai ada 3 kunci bagaimana kelebihan besi dapat
menyebabkan diabetes 1) insulin defisiensi 2) resistensi insulin 3) disfungsi
hepatik12,18.
Penelitian terhadap tikus hemochromatosis , menunjukan bahwa
kelebihan besi yang menjadi radikal bebas memicu apoptosis sel β pankreas
31
dengan cara terlebih dahulu merusak mitokondria sel pankreas tersebut dan
menurunkan penyerapan glukosa di dalam sel otot.
Gambar 7 Mekanisme besi menyebabkan diabetes12
Dengan demikian besi memainkan peran penting dalam mekanisme
insulin dan metabolisme glukosa, tetapi hanya sedikit peneliti yang mencoba
menjelaskan patofisiologi hal tersebut.