BAB_I1111

36
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perdebatan tentang sejauh mana perusahaan harus mempertimbangkan faktor sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan perusahaan masih terus berkembang. Perbedaan pendapat tentang pentingnya pelaksanaan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility - CSR) sebagai salah satu aktivitas perusahaan muncul berkaitan dengan pemahaman suatu perusahaan mengenai manfaat CSR bagi perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan didirikan untuk memperoleh laba yang digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan secara terus menerus dan berkembang (survival and growth). Menurut Schnietz (2005) menyatakan bahwa para manajer harus membuat keputusan yang memaksimalkan kekayaan pemegang saham perusahaan mereka. Apabila kegiatan tanggung jawab sosial tidak konsisten dengan tujuan ekonomi, logika ekonomi tradisional menunjukkan bahwa CSR harus dihindari. Pelaksanaan CSR dapat dijalankan apabila alokasi sumber daya perusahaan yang dilakukan untuk program CSR memberikan kontribusi bagi optimalisasi laba perusahaan yang sama dengan aktivitas alokasi sumber daya perusahaan untuk kegiatan lainnya. Beberapa alasan mengapa kalangan pelaku usaha menolak pelaksanaan CSR dijadikan sebagai kewajiban perseroan adalah : pertama, bahwa praktik CSR di

description

ddddd

Transcript of BAB_I1111

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Perdebatan tentang sejauh mana perusahaan harus mempertimbangkan

    faktor sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan perusahaan masih

    terus berkembang. Perbedaan pendapat tentang pentingnya pelaksanaan tanggung

    jawab sosial (corporate social responsibility - CSR) sebagai salah satu aktivitas

    perusahaan muncul berkaitan dengan pemahaman suatu perusahaan mengenai

    manfaat CSR bagi perusahaan yang bersangkutan.

    Perusahaan didirikan untuk memperoleh laba yang digunakan untuk

    menjaga kelangsungan hidup perusahaan secara terus menerus dan berkembang

    (survival and growth). Menurut Schnietz (2005) menyatakan bahwa para manajer

    harus membuat keputusan yang memaksimalkan kekayaan pemegang saham

    perusahaan mereka. Apabila kegiatan tanggung jawab sosial tidak konsisten

    dengan tujuan ekonomi, logika ekonomi tradisional menunjukkan bahwa CSR

    harus dihindari. Pelaksanaan CSR dapat dijalankan apabila alokasi sumber daya

    perusahaan yang dilakukan untuk program CSR memberikan kontribusi bagi

    optimalisasi laba perusahaan yang sama dengan aktivitas alokasi sumber daya

    perusahaan untuk kegiatan lainnya.

    Beberapa alasan mengapa kalangan pelaku usaha menolak pelaksanaan CSR

    dijadikan sebagai kewajiban perseroan adalah : pertama, bahwa praktik CSR di

  • 2

    dunia umumnya bersifat sukarela sehingga menjadi tidak lazim pada saat di

    Indonesia menjadikannya sebagai kewajiban perseroan. Alasan kedua, menjadikan

    CSR sebagai kewajiban perseroan akan membebani perseroan dan mengurangi

    laba perseroan untuk pemilik atau pemegang saham, yang tentunya akan

    mengurangi deviden yang seharusnya diterima. Ketiga, dapat mengganggu iklim

    investasi di Indonesia dan dapat menyebabkan para investor asing menarik

    investasinya di Indonesia (Lako, 2011). Alasan lain yaitu bahwa perseroan telah

    dibebani dengan besarnya pajak yang seharusnya pajak tersebut dialokasikan

    salah satunya untuk kegiatan CSR bagi masyarakat (Solihin, 2011).

    Hal tersebut berbeda sudut pandang dari yang dikemukakan oleh Freeman,

    et al. (2004) yang menyatakan bahwa korporasi saat ini dipandang bukan lagi

    merupakan entitas independen yang hanya bertanggung jawab terhadap pemegang

    saham namun mereka juga memiliki tanggung jawab yang lebih luas, masyarakat

    turut membentuk hukum dan undang-undang yang mengatur perilaku bisnis

    perusahaan, serta masyarakatlah yang mendukung keberadaan perusahaan dengan

    menjadi pembeli barang dan jasa yang dihasilkan.

    Gambaran fenomena kegagalan CSR yang muncul di Indonesia antara lain

    kasus PT Newmont Minahasa Raya, kasus Lumpur panas Sidoarjo, kasus

    perusahaan tambang minyak dan gas bumi, Unicoal (perusahaan Amerika

    Serikat), kasus PT Kelian Equatorial Mining pada komunitas Dayak, kasus suku

    Dayak dengan perusahaan tambang emas milik Australia (Aurora Gold), kasus

    pencemaran air raksa yang mengancam kehidupan 1,8juta jiwa penduduk

  • 3

    Kalimantan Tengah yang merupakan kasus suku Dayak dengan Minamata, kasus

    kerusakan lingkungan di lokasi penambangan timah inkonvensional di pantai

    Pulau Bangka-Belitung, dan konflik antara PT Freeport Indonesia dengan rakyat

    Papua (Anatan, 2010).

    Namun demikian banyak juga perusahaan-perusahaan di Indonesia yang

    sukses dalam menjalankan CSR. Fenomena keberhasilan CSR antara lain

    dilakukan oleh PT. Djarum dengan program beasiswa bagi para mahaiswa

    berprestasi. PT. Indocement Tunggal Prakasa, Tbk. adalah salah satu contoh

    perusahaan yang sangat peduli pada kelestarian lingkungan hidup melakukan

    kegiatan Program Clean Development Mechanism (CDM). Program Mitra

    Produksi Sampoerna (MPS) merupakan program kemitraan yang dilakukan

    dengan perusahaan kecil dan menengah, koperasi, dan pondok pesantren untuk

    menjadi mitra produksi perusahaan (Anatan, 2010 dan Tjahyono, 2011).

    Kesadaran perusahaan untuk melaksanakan CSR semakin meningkat, hal ini

    diungkapkan La Tofi Ketua Umum Forum CSR Kesejahteraan Sosial (2013),

    yang menyatakan bahwa banyak perusahaan di Indonesia telah mengintegrasikan

    CSR sebagai bagian dari strategi bisnisnya. Perusahaan yang menginginkan

    usahanya berkembang, maka CSR juga harus dikembangkan. Sementara itu pada

    kesempatan yang sama Direktur Sustainable Natural Resource Management CSR

    Indonesia, Wahyu Aris Darmono, juga menyebutkan bahwa peningkatan

    pelaksanaan CSR di tahun 2013 adalah akibat kesadaran para pemimpin

    perusahaan terhadap perubahan iklim yang semakin meningkat. Tujuannya adalah

  • 4

    untuk membawa perusahaannya menjadi green company dan akan meningkatkan

    prospek bisnis perusahaan. (www.tribunnews.com)

    Kesadaran perusahaan terhadap pentingnya CSR juga ditunjukkan dengan

    tren global yang terjadi saat ini yaitu dengan memasukkan pertimbangan

    perusahaan yang melaksanakan CSR dalam aktivitas pasar modal. Masuknya

    aktivitas CSR dalam pasar modal ditandai dengan lahirnya Indeks SRI-KEHATI.

    Indeks SRI KEHATI dibentuk oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia

    (KEHATI) bekerjasama dengan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mengacu

    pada tata cara Sustainable and Responsible Investment (SRI), sehingga diberi

    nama Indeks SRI-KEHATI. Presiden Direktur BEI Ito Warsito (2011)

    mengatakan bahwa Saham-saham yang masuk dalam indeks SRI-KEHATI

    mewakili 52% dari kapitalisasi pasar di BEI, dan likuiditasnya mencapai 48% dari

    perdagangan di BEI. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang

    menerapkan aktivitas CSR di respon positif oleh pasar. Investor cenderung

    menanamkan modal kepada perusahaan yang melakukan kegiatan CSR.

    Alasannya adalah perusahaan yang mengedepankan aspek sustainablity tentu akan

    menerjemahkan prinsip sustainablity ke dalam strategi dan operasi perusahaan.

    (www.infobanknews.com)

    Perdebatan antara kelompok yang mendukung dan menentang pelaksanaan

    CSR juga dapat dilihat dari beberapa teori yang mendasari penting atau tidaknya

    pelaksanaan CSR bagi perusahaan yang merupakan teori gap dalam penelitian ini.

    Teori yang menolak dilaksanakannya CSR adalah stockholder theory. Asumsi

  • 5

    sederhana dalam teori ini adalah bahwa perusahaan memainkan peran ekonomi

    murni. Mereka dimiliki dan dikendalikan oleh "homo economicus" dan dikelola

    dengan maksud untuk memperoleh keuntungan, dan prosedur ini hanya dibatasi

    oleh kebutuhan untuk bertindak sesuai dengan hukum. Pendukung yang paling

    terkenal dari pandangan ini adalah Friedman (1970). Menurut teori ini, CSR dapat

    merugikan kebebasan masyarakat dan mengurangi kebebasan ekonomi.

    Pendekatan neoklasik murni tidak memperbolehkan adanya pengeluaran yang

    disengaja, sewenang-wenang, dan pengeluaran untuk tanggung jawab sosial, yang

    dianggap dapat mengurangi bukannya meningkatkan laba kotor, sehingga dapat

    merugikan pemegang saham lainnya (McWilliams dan Siegel, 2001).

    Salah satu teori yang mendasari lahirnya CSR adalah stakeholder theory.

    Menurut Freeman (2004), stakeholder theory adalah sebagai kumpulan kebijakan

    dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan

    ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia

    usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan (sustainable

    development). Menurut teori ini, keberhasilan organisasi terutama tergantung pada

    seberapa baik manajer memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok utama,

    yang meliputi pelanggan, karyawan, pemasok, pemodal, dan organisasi

    masyarakat lainnya (Robins, 2008).

    Stakeholder Theory menjadi dasar dari banyak penelitian tentang CSR.

    Penelitian ini menggunakan teori agensi (agency theory) untuk dapat memberikan

    kontribusi terhadap perkembangan CSR dan melihat CSR dari perspektif yang

  • 6

    berbeda. Penelitian ini tidak menggunakan teori stakeholder karena teori ini

    dianggap bertentangan dengan agency theory. Menurut Shankman (1999),

    stakeholder theory dan agency theory memiliki asumsi dan proses yang saling

    berlawanan, sehingga yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah agency

    theory.

    Agency Theory dikembangkan oleh Jensen & Meckling (1976), yang

    menyatakan bahwa antara pemilik dan manajemen mempunyai kepentingan yang

    berbeda. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak

    yang memberi wewenang (principal), yaitu pemilik dengan pihak yang menerima

    wewenang (agent), yaitu manajer. Hubungan kerja tersebut didasari bahwa

    masing-masing pihak berusaha untuk memperbesar keuntungan dirinya sendiri.

    Menurut Cheng et al. (2011), keterlibatan stakeholder yang ditingkatkan melalui

    CSR akan mengurangi asimetri informasi karena transparansi ditingkatkan

    melalui pelaporan non keuangan. Asimetri informasi dapat terjadi dalam

    hubungan antara principal dan agent, karena dalam teori agensi, agent dianggap

    memiliki informasi yang lebih lengkap dibandingkan dengan principal, sehingga

    asimetri informasi merupakan salah satu agency problem, yang dapat diatasi

    melalui CSR.

    Pelaksanaan CSR di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor

    40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan: bahwa Perseroan

    yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan

    sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan

  • 7

    lingkungan (TJSL). Kemudian untuk melaksanakan undang-undang tersebut,

    dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung

    Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroraan Terbatas, yang berisikan mewajibkan

    seluruh perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha dibidang atau berkaitan

    dengan sumber daya alam untuk menyelenggarakan program CSR, dan

    mengharuskan perusahaan memasukan program CSR dalam rencana kerja

    tahunan perusahaan. Kegiatan dalam memenuhi kewajiban tanggung jawab sosial

    dan lingkungan tersebut harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya

    Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

    Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 mengatur mengenai tanggung

    jawab sosial dan lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi

    berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang

    bermanfaat bagi komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya maupun

    Perseroan itu sendiri dalam rangka terjalinnya hubungan Perseroan yang serasi,

    seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat

    setempat. Kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan

    Peraturan Pemerintah (PP) nomor 47 tahun 2012 adalah belum jelas mengenai

    berapa persen dana yang harus digulirkan untuk CSR, belum juga diatur siapa

    pihak yang berwenang untuk memungut dana CSR serta pihak yang melakukan

    pengawasan terhadap praktik CSR. Kelemahan-kelemahan inilah yang dapat

    mengakibatkan praktek-praktek yang pada akhirnya dapat merugikan perusahaan

    dan masyarakat.

  • 8

    Kelemahan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 juga diungkapkan

    oleh Lako (2011) yang menyatakan bahwa kelemahan undang-undang ini antara

    lain adalah ditunjukkan pada ayat (1) yang mewajibkan pelaksanaan CSR hanya

    bagi perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan usahanya berkaitan dengan

    sumber daya alam, sehingga undang-undang ini terkesan diskriminarif. Selain itu

    juga dinyatakan bahwa CSR diperuntukkan hanya bagi masyarakat dan

    lingkungan di sekitar perusahaan beroperasi. Ayat (2) dalam undang-undang

    tersebut juga memiliki kelemahan yaitu alokasi CSR dianggarkan dan

    diperhitungkan dari biaya perusahaan. CSR akan menjadi beban periodik bagi

    perusahaan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dalam penelitian ini juga akan

    dilakukan pengujian berkaitan dengan bagaimana Undang-Undang Nomor 40

    Tahun 2007 dapat mempengaruhi pelaksanaan CSR yang berdampak pada nilai

    perusahaan.

    Pelaksanaan CSR pada perusahaaan juga ditandai dengan adanya standar

    dan petunjuk pelaksanaan CSR yang berlaku secara International. Sejak tanggal 1

    November 2010 telah resmi diterbitkan Standar Internasional ISO 26000 tentang

    petunjuk pelaksanaan (guidence) corporate social responsibility, yang merupakan

    standard pertama di dunia di bidang tanggung jawab sosial. Guidance on social

    responsibility ini menjadi rujukan bagi perusahaan-perusahaan di dalam

    menjalankan kegiatan bisnisnya secara bertanggung jawab. Standard ISO 26000

    akan menjadi landasan perspektif tentang konsep dan aplikasi dari social

    responsibility (SR), berbagai isu yang perlu dikaji dalam rangka operasionalisasi

  • 9

    bisnis yang bertanggung jawab dan berbagai best practices dalam rangka

    penerapan standar social responsibility yang dilaksanakan oleh perusahaan (Jalal,

    2011).

    Masih banyaknya perdebatan pendapat tentang CSR, menunjukkan bahwa

    CSR saat ini masih menjadi masalah yang penting serta masih memiliki

    kemungkinan untuk berkembang di masa yang akan datang. Latar belakang di atas

    yang memotivasi peneliti mengangkat isu CSR sebagai fokus penelitian. CSR

    akan berkembang di masa datang terutama apabila memiliki kontribusi positif

    terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini ingin melihat lebih jauh kontribusi positif

    yang akan diberikan dengan pelaksanaan aktivitas CSR terhadap perusahaan yang

    ada di Indonesia. CSR tidak lagi hanya dipandang sebagai tanggung jawab moral

    perusahaan tapi CSR juga di nilai memiliki dampak yang lebih luas yaitu

    menciptakan pembangunan secara berkelanjutan (sustainable development) baik

    bagi perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan.

    Saat ini CSR menjadi tuntutan yang tak terelakkan bagi perusahaan-

    perusahaan di Indonesia. Perusahaan sadar bahwa keberhasilannya dalam

    mencapai tujuannya bukan hanya dipengaruhi oleh faktor internal saja melainkan

    juga faktor eksternal yang berada di sekelilingnya. Telah terjadi pergeseran

    paradigma yaitu perusahaan yang semula memosisikan diri sebagai pemberi

    donasi melalui kegiatan charity dan philanthropy, kini memosisikan eksternal

    perusahaan sebagai mitra yang turut andil dalam kelangsungan sebuah

    perusahaan.

  • 10

    Kegiatan CSR tidak lagi sebagai kegiatan tanggung jawab moral saja, tapi

    bagaimana kegiatan CSR merupakan strategi perusahaan dalam upaya membentuk

    reputasi dan citra perusahaan yang dapat memberikan implikasi positif yaitu pada

    peningkatan nilai perusahaan. Implikasi positif tersebut sesuai dengan impression

    management theory. Impression management theory merupakan suatu proses

    yang dilakukan perusahaan dalam usaha untuk mengontrol persepsi pihak lain

    terhadap perusahaan itu sendiri untuk dapat membentuk reputasi atau citra

    perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan (Alessandri,

    2001).

    Nilai perusahaan menurut Samuel (2000) adalah enterprise value (EV) atau

    dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan). Nilai perusahaan merupakan

    konsep penting bagi investor karena merupakan indikator bagi pasar dalam

    menilai perusahaan secara keseluruhan. Wahyudi (2006) menyebutkan bahwa

    nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli pada

    saat perusahaan tersebut dijual. Penelitian ini menggunakan firm value karena

    aktivitas corporate social responsibility dapat meningkatkan kepercayaan

    stakeholder atau bahkan menghancurkan kepercayan stakeholder yang tentunya

    akan berdampak pada kesejahteraan shareholder dalam hal ini adalah investor,

    dan nilai perusahaan menggambarkan bagaimana nilai pasar dibandingkan dengan

    kinerja internal perusahaan. Nilai perusahaan dapat digunakan investor untuk

    mengambil keputusan dalam investasinya.

  • 11

    Berbagai penelitian terdahulu mengenai pengaruh CSR terhadap nilai

    perusahaan (firm value) telah dilakukan antara lain oleh Brine, Metthew, Rebbeca,

    Hacket (2009) yang menguji pengaruh CSR terhadap kinerja keuangan. Hasil

    penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya hubungan

    statistik yang signifikan antara penerapan tanggung jawab sosial perusahaan dan

    kinerja keuangan. Hasil ini juga didukung dengan hasil penelitian dari Alison &

    Mackey (2007) dan Wang (2010) yang melaporkan bahwa CSR secara statistik

    tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja perusahaan.

    Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Schnietz (2005), yang meneliti

    mengenai pengaruh perusahaan yang memiliki reputasi baik dalam CSR dengan

    perusahaan yang memiliki reputasi tidak baik dalam CSR terhadap nilai keuangan

    perusahaan (financial value) pada saat terjadinya krisis. Hasil penelitian tersebut

    menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan perusahaan yang memiliki

    reputasi baik dalam CSR terhadap nilai keuangan perusahaan, sementara

    perusahaan yang memiliki reputasi tidak baik dalam CSR tidak memiliki

    pengaruh yang signifikan terhadap nilai keuangan perusahaan. Temuan ini

    didukung oleh penelitian dari Orlitzky, Schmidt & Rynes (2003) dan Hamman,

    Habisch & Pechlaner (2009) yang melaporkan ada pengaruh yang signifikan CSR

    terhadap peningkatan nilai perusahaan.

    Ketidakkonsistenan hasil penelitian-penelitian sebelumnya disebabkan

    karena penelitian-penelitian tersebut menguji pengaruh pelaksanaan corporate

    social responsibility secara langsung dalam memberikan dampak pada kinerja dan

  • 12

    nilai perusahaan. Menurut Solihin (2011) pelaksanaan CSR memberikan dampak

    jangka panjang pada peningkatan kinerja dan nilai perusahaan dari pembangunan

    berkelanjutan (sustainable development) yang akan memberikan efek positif

    jangka panjang pada perusahaan.

    Penelitian-penelitian mengenai pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan

    menunjukkan ketidakkonsistenan hasil bahwa CSR memiliki implikasi positif

    terhadap nilai perusahaan. Ketidakkonsistenan hasil penelitian tersebut seperti

    yang dikemukakan oleh Harjoto (2011) dikarenakan terdapat dua sudut pandang

    yang didasarkan dari agency theory dalam CSR. Sudut pandang yang pertama

    adalah berdasarkan the over-investment hypothesis, yang menyatakan bahwa bagi

    sebagian perusahaan CSR dilakukan oleh manajemen puncak dengan melakukan

    investasi yang berlebihan (over investment) untuk meningkatkan manfaat

    pribadinya yaitu hanya untuk memperoleh reputasi sosial yang tentunya dapat

    menurunkan nilai perusahaan. Sudut pandang yang kedua adalah berdasarkan the

    conict-resolution hypothesis yang menyatakan bahwa perusahaan menggunakan

    CSR sebagai kegiatan untuk mengurangi potensi konflik (agency problem) antara

    manajemen puncak dan berbagai pihak termasuk shareholder, yang akhirnya bisa

    meningkatkan nilai perusahaan.

    Dasar penelitian ini adalah untuk melihat secara terintegrasi implikasi dari

    CSR terhadap nilai perusahaan ditinjau dari agency theory. CSR ditinjau dari

    agency theory merupakan strategi perusahaan dalam conict-resolution terhadap

    agency problem. Menurut teori agensi CSR memiliki kemampuan sebagai upaya

  • 13

    dalam mengurangi asimetris informasi sehingga dapat mereduksi agency cost.

    CSR juga merupakan strategi perusahaan dalam mengekang perilaku oportunistik

    manajer, dengan pelaksanaan CSR maka membutuhkan pengalokasian dana yang

    akan memperkecil arus kas bebas bagi manajer sehingga self interest dari manajer

    menjadi berkurang. CSR juga merupakan strategi perusahaan untuk membentuk

    reputasi dan citra perusahaan sehingga memberikan kesan yang positif terhadap

    publik (impression management).

    Penelitian ini meneliti apakah CSR dapat memperkecil atau mengurangi

    biaya agensi (agency cost reduction) dalam hubungan antara principal dan agent

    yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian ini

    memasukkan agency cost sebagai variabel yang memediasi hubungan antara CSR

    dengan nilai perusahaan. Didasari dengan teori keagenan (agency theory) dengan

    menggunakan asumsi hipotesis yang dinyatakan oleh Harjoto (2011) yaitu the

    conict-resolution hypothesis yang menyatakan bahwa perusahaan menggunakan

    CSR sebagai kegiatan untuk mengurangi potensi konflik (agency problem) antara

    manajemen puncak dan berbagai pihak termasuk shareholder, yang akhirnya bisa

    meningkatkan nilai perusahaan.

    Konflik antara manajemen puncak dan berbagai pihak termasuk shareholder

    (agency problem) inilah yang menimbulkan adanya agency cost. Menurut

    Brigham (2004) agency cost adalah seluruh biaya-biaya yang digunakan untuk

    memonitoring manajer. Agency cost adalah biaya-biaya yang ditanggung para

    pemegang saham untuk mencegah atau meminimalkan masalah-masalah keagenan

  • 14

    dan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Menurut Jensen dan

    Meckling (1976) ada tiga kategori agency cost, yaitu (1) Pengeluran untuk

    memonitor aktivitas-aktivitas manajer (the monitoring expenditure by the

    principal), (2) pengeluran-pengeluran untuk menstruktur organisasi akan

    membatasi perilaku-perilaku manajer yang tidak diinginkan (the bonding cost)

    dan (3) residual cost, adalah opportunity cost yang timbul akibat kondisi manajer

    tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham.

    Jones & Thomas (1995) menyatakan bahwa dengan adanya kontrak antara

    stakeholder dan perusahaan yaitu ditandai dengan adanya CSR merupakan solusi

    yang dianggap lebih efisien untuk dapat menjalankan komitmen agen sesuai

    dengan keinginan prinsipal daripada mekanisme yang dirancang untuk

    mengekang oportunisme dari agen. Diasumsikan perusahaan yang memiliki

    kontrak dengan para pemangku kepentingan mereka (stakeholder) atas dasar

    saling percaya dan kerjasama akan mengalami penurunan biaya agensi.

    Keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder) langsung dapat membatasi

    kemungkinan jangka pendek perilaku oportunistik dari manager dengan

    mengurangi biaya kontrak secara keseluruhan (Ioannou & Serafeim, 2011). Hal

    tersebut yang menjadi dasar pada penelitian ini menggunakan agency cost

    reduction sebagai variabel yang memediasi pengaruh antara CSR terhadap nilai

    perusahaan..

    Penelitian mengenai pengaruh corporate social responsibility terhadap

    agency cost sepengetahuan dari peneliti masih relatif sedikit. Penelitian tersebut

  • 15

    antara lain yang telah dilakukan oleh Webb (2005). Penelitian tersebut berfokus

    pada penerapan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai metode alternatif untuk

    mengurangi masalah keagenan (agency problem) melalui pengurangan biaya

    agensi antara pemegang saham dan pemegang obligasi. Menggunakan teori

    keagenan, hubungan sebab akibat positif ditunjukkan antara leverage dan

    tanggung jawab sosial perusahaan serta biaya yang lebih rendah dari pembiayaan

    utang bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki reputasi yang baik dalam hal

    penerapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian tersebut juga didukung

    penelitian dari Cheng et al. (2011) yang meneliti kaitan antara agency cost dengan

    CSR adalah diharapkan dengan adanya CSR maka keterlibatan stakeholder

    ditingkatkan dan asimetri informasi dapat berkurang, sehingga dapat mengurangi

    agency cost.

    Wang (2010) melaporkan bahwa biaya agen memiliki hubungan terbalik

    dalam mempengaruhi arus operasi kas jangka pendek sehingga melemahkan nilai

    jangka panjang perusahaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa biaya agensi

    memiliki dampak negatif terhadap kinerja operasi, nilai perusahaan dan return

    saham. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Naiker et al. (2008),

    Xiao (2008) dan Uchida & Konari (2006) yang menyatakan adanya pengaruh

    agency cost pada kinerja dan nilai perusahaan.

    Penelitian ini menggunakan agency cost reduction sebagai variabel yang

    memediasi pengaruh antara CSR terhadap firm value. Peran agency cost reduction

    menjadi variabel mediasi inilah yang membedakan penelitian ini dengan

  • 16

    penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti secara langsung pengaruh CSR

    terhadap nilai perusahaan, dan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian

    ini menganalisis CSR sebagai strategi perusahaan dalam mengurangi konflik

    (conflict resolution). Dengan memasukkan agency cost reduction sebagai variabel

    yang mediasi hubungan antara CSR dengan firm value maka diharapkan hasil

    penelitian menjadi konsisten. Hal lain yang membedakan penelitian ini dengan

    penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian ini juga menambahkan

    variabel yang memoderasi hubungan antara CSR dengan agency cost reduction,

    yaitu kualitas tata kelola perusahaan (corporate governance) dan risiko pasar

    (market risk). Penelitian ini juga menguji pengaruh moderasi tata kelola

    perusahaan (corporate governance) dalam hubungan CSR dengan nilai

    perusahaan.

    Menurut Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002

    tentang Penerapan GCG pada BUMN menyatakan bahwa corporate governance

    adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk

    meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan

    nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan

    pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya berlandaskan peraturan perundangan

    dan nilai-nilai etika (Effendi, 2009).

    Menurut Aliojoto et al. (2003) menyatakan bahwa salah satu manfaat dari

    tata kelola perusahaan adalah untuk mengurangi agency cost. Tata kelola

    perusahaan yang baik (good corporate governance GCG) akan mengurangi

  • 17

    konflik antara prinsipal dan agen dengan adanya pengawasan sehingga

    mengurangi kemungkinan manajer untuk melakukan tindakan oportunistik.

    Corporate governance merupakan suatu bentuk monitoring dari principal kepada

    agent yang tentunya akan mengurangi agency cost yang muncul sebagai akibat

    dari adanya konflik kepentingan antara principal dan agent (Jensen & Meckling,

    1976).

    Penelitian Florackis & Ozkan (2004) meneliti mengenai pengaruh antara

    penerapan GCG terhadap agency cost dan menemukan hasil bahwa bagi

    perusahaan yang melakukan tata kelola yang baik ditunjukkan dengan adanya

    kepemilikan, komposisi dewan komisaris dan terbentuknya komite audit dan

    auditor eksternal secara signifikan dapat mengurangi besarnya biaya agensi bagi

    perusahaan yang bersangkutan. Penelitian tersebut didukung oleh Daren (2008),

    Ibrahim & Samad (2009) dan Gul et al. (2012) yang menyatakan bahwa corporate

    governance secara signifikan dapat menurunkan agency cost.

    Seperti telah diungkapkan di atas, CSR dapat menjadi suatu aktivitas yang

    menyebabkan over-investment yaitu manajemen melaksanakan CSR dengan

    melakukan investasi yang berlebihan (over investment) untuk meningkatkan

    manfaat pribadinya yaitu semata-mata untuk mendapatkan reputasi yang baik

    (Harjoto, 2011). Dengan adanya tata kelola yang baik (good corporate

    governance) aktivitas manajer dimonitor oleh sistem tata kelola yang baik maka

    dapat mengarahkan CSR menjadi conict resolution yang menggunakan CSR

    sebagai kegiatan untuk mengurangi agency problem. Corporate governance juga

  • 18

    merupakan media dan kontrol sosial dan reputasi (Germanova, 2008). Aktivitas

    CSR yang dilakukan oleh perusahan juga merupakan salah satu upaya untuk

    menunjukkan bahwa perusahaan telah menjalankan tata kelola yang baik. CSR

    merefleksikan tentang bagaimana kepedulian perusahaan terhadap masyarakat dan

    lingkungan. CSR juga merupakan aktivitas yang digunakan untuk memenuhi

    regulasi dari tata kelola perusahaan. Menurut Castka et al. (2005) menyatakan

    bahwa pelaksanaan CSR dan corporate governance adalah untuk mengelola

    organisasi yang bermanfaat dalam jangka panjang karena CSR dan corporate

    governance memiliki tujuan untuk meningkatkan daya saing organisasi.

    Penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial yang mengkaitkan

    dengan corporate governance seperti penelitian yang dilakukan oleh Farook dan

    Lanis (2005) yang menemukan bahwa islamic governance (sebagai proksi

    corporate governance di bank Islam) terbukti berpengaruh positif secara

    signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Faktor-faktor corporate

    governance juga dikorelasikan dengan tingkat pengungkapan informasi CSR

    dalam laporan tahunan perusahaan. Ukuran dewan komisaris, ukuran komite

    audit, kualitas auditor eksternal, dan struktur kepemilikan berkorelasi positif

    dengan pengungkapan CSR (Vivo and Franch, 2009; Riyanto and Tolsema,

    2007). Menurut Hongxia dan Qi (2008) perusahaan dengan tingkat kepemilikan

    manajerial yang tinggi memiliki tingkat pengungkapan sukarela yang tinggi.

    Corporate Governance dalam penelitian ini yang dimaksud adalah kualitas

    dari tata kelola perusahaan. Kualitas tata kelola perusahaan menujukkan seberapa

  • 19

    baik mekanisme ataupun struktur tata kelola perusahaan berjalan. Kualitas tata

    kelola perusahaan (corporate governance ) dalam penelitian ini berbeda dari

    penelitian-penelitian sebelumnya yang memposisikan corporate governance

    sebagai independent variable. Penelitian ini menggunakan kualitas tata kelola

    perusahaan sebagai variabel yang memoderasi hubungan antara CSR dan agency

    cost reduction. Seperti yang telah diungkapkan diatas bahwa dalam penelitian ini

    CSR merupakan strategi perusahaan yang memilki kemampuan untuk menjadi

    resolution conflict yang dapat mereduksi agency cost. Menggunakan dasar

    monitoring effect theory maka tata kelola perusahaan merupakan mekanisme

    monitoring yang dapat memperkuat fungsi CSR menjadi resolution conflict yang

    dapat mereduksi agency cost, artinya bahwa semakin tinggi kualitas tata kelola

    perusahaan maka akan meningkatkan pengaruh CSR sebagai resolution conflict

    yang dapat mereduksi agency cost. Sebaliknya, pada saat kualitas tata kelola

    menurun sebagai mekanisme monitoring maka aktivitas CSR dapat berubah

    menjadi over investment karena aktivitas CSR digunakan oleh manajer hanya

    untuk memperoleh reputasi yang dapat mempertahankan posisinya. Artinya

    bahwa pada saat kualitas tata kelola perusahaan menurun maka akan

    memperlemah peran CSR sebagai resolution conflict yang dapat mereduksi

    agency cost.

    Penelitian ini menunjukkan bahwa peran kualitas tata kelola perusahaan

    tidak hanya sebagai variabel pemoderasi terhadap hubungan antara CSR dengan

    agency cost. Penelitian ini juga menguji peran moderasi kualitas tata kelola

  • 20

    perusahaan dalam hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan. Pengaruh CSR

    terhadap nilai perusahaan dapat dijelaskan dengan menggunakan impression

    management theory. Pelaksanaan CSR merupakan strategi perusahaan dalam

    menciptakan kesan (impression) yang dapat meningkatkan reputasi dan citra

    perusahaan sehingga dapat direspon positif oleh investor sehingga dapat

    meningkatkan nilai perusahaan.

    CSR sebagai strategi untuk meningkatkan nilai perusahaan dapat diperkuat

    dengan adanya kualitas tata kelola yang baik. Kualitas tata kelola perusahaan yang

    baik mampu membantu perusahaan dalam mempertahankan stabilitas keuangan

    dan menarik investor dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk

    berinvestasi (Haddad et al.,2009). Sebaliknya apabila perusahaan tidak memiliki

    kualitas tata kelola yang baik maka aktivitas CSR menjadi over invesment yang

    dapat menurunkan nilai perusahaan. Pedoman umum good corporate governance

    Indonesia menyatakan bahwa salah satu tujuan pelaksanaan corporate governance

    adalah mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan

    terhadap masyarakat (Effendi, 2009).

    Hasil penelitian Pizarro et al. (2006), dan Bjuggren et al. (2007)

    menunjukkan bahwa nilai perusahaan dapat meningkat apabila lembaga institusi

    mampu menjadi alat pemonitoran yang efektif. Penelitian sebelumnya yang

    meneliti corporate governance sebagai variabel pemoderasi terhadap hubungan

    CSR dengan firm value adalah penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008),

    Rustiarini (2010) dan Nurlela et al. (2008). Hasil penelitian tersebut menunjukkan

  • 21

    bahwa corporate governance sebagai variabel pemoderasi yang memperkuat

    hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan.

    Penelitian ini juga meneliti peran risiko pasar (market risk) dalam

    memoderasi hubungan antara CSR dengan agency cost reduction. Risiko pasar

    ialah risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi serta

    merupakan pasar secara keseluruhan. Risiko pasar termasuk ke dalam systematic

    risk. Systematic risk atau undiversifiable risk adalah faktor risiko yang

    mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Pergerakan harga saham tertentu akan

    dipengaruhi oleh pergerakan bursa saham secara keseluruhan. Systematic risk

    tidak dapat dikontrol oleh investor serta tidak dapat dimitigasi pula melalui

    diversifikasi (Kadan et al.,2012).

    Risiko pasar diukur dengan nilai beta dari sebuah perusahaan (Tandelilin,

    2001). Beta yaitu ukuran statistik yang mengukur dampak pergerakan pasar secara

    historis terhadap harga saham dengan meregresikan return saham terhadap return

    pasar, maka besaran beta dapat diperoleh. Risiko ini tidak dapat dihindari, namun

    pasar memberikan kompensasi yang lebih pula bagi investor yang bersedia untuk

    mengambil risiko ini (Horne, 2012).

    Risiko pasar memperbesar konflik antara manajer dan pemegang saham

    yang bertindak sebagai investor. Konflik ini terjadi karena dengan meningkatnya

    risiko pasar maka tuntutan dan tekanan dari prinsipal kepada agen semakin besar.

    Agen dituntut untuk meminimalkan biaya dan mempertahankan tingkat

    keuntungan dalam kondisi risiko pasar meningkat. Agen akan melakukan

  • 22

    tindakan-tindakan oportunistik untuk mempertahankan kepentingannya dengan

    melakukan hal-hal yang dapat merugikan perusahaan. Semakin besarnya konflik

    kepentingan antara manajer dan investor inilah yang dapat meningkatkan agency

    cost. Semakin besar market risk maka akan memperbesar agency cost.

    Menurut Schoeck (2002) menyatakan bahwa penerapan manajemen risiko

    dapat menurunkan biaya keagenan (agency cost) dan meningkatkan firm value.

    Manajemen risiko perusahaan juga dapat dijadikan mekanisme pengawasan dalam

    menurunkan informasi asimetris dan berkontribusi untuk menghindari perilaku

    oportunis dari manajer. Gilson & Gordon (2011) menyatakan bahwa strategi

    manajemen risiko yang diterapkan terutama ditujukan untuk meningkatkan posisi

    manajemen perusahaan. Perusahaan fokus pada biaya agensi (agency cost) yang

    timbul dari konflik antara manajemen dan pemegang saham.

    Penelitian mengenai pengaruh risiko terhadap agency cost antara lain

    dilakukan oleh Fiori (2007). Penelitian tersebut menguji bagaimana struktur

    kepemilikan dapat mempengaruhi agency cost dan bagaimana peran risiko dalam

    peningkatan agency cost. Hasil penelitiannya menujukkan pengaruh yang negatif

    yaitu risiko perusahaan yang tinggi dapat menurunkan biaya agensi. Hal tersebut

    berlaku bagi perusahaan dengan pemilikan keluarga. Sebaliknya, bagi perusahaan

    yang bukan merupakan perusahaan keluarga, risiko memiliki pengaruh positif

    terhadap meningkatnya biaya agensi. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian

    yang dilakukan oleh Shah & Ullah (2010) dan Taleb (2012).

  • 23

    Kondisi risiko pasar yang tinggi dapat dijelaskan dengan menggunakan

    Catastrophe Theory. Catastrophe dapat diartikan sebagai kejadian yang tidak

    disangka-sangka sebelumnya contohnya kejatuhan harga saham mendadak, inflasi

    atau terjadinya revolusi. Kejadian tersebut tidak disangka-sangka karena semua

    perubahan yang mempengaruhi kejadian tidak berubah secara perlahan-lahan akan

    tetapi sebuah diskontinuitas, suatu lompatan radikal yang dapat menghancurkan

    segala keteraturan. Catastrophe theory menyatakan bahwa dampak dari perubahan

    yang nyaris tidak dapat dirasakan menghasilkan akibat merusak suatu sistem

    perusahaan. Risiko pasar yang tinggi dapat diartikan sebagai

    Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa penelitian ini meneliti

    CSR yang merupakan strategi perusahaan sebagai resolution conflict yang dapat

    mereduksi agency cost. Peran CSR sebagai resolution conflict tidak akan berjalan

    dan memiliki pengaruh terhadap penurunan agency cost apabila kondisi risiko

    pasar sedang meningkat. Informasi CSR tidak akan memiliki pengaruh pada

    berkurangnya asimetris informasi apabila risiko pasar tinggi. Risiko pasar yang

    tinggi misalkan karena adanya inflasi menyebabkan investor akan lebih

    dipengaruhi oleh laporan keuangan perusahaan dibandingkan dengan laporan non

    keuangan seperti CSR. Informasi keuangan pada saat risiko pasar tinggi

    digunakan oleh investor untuk melihat kemampuan perusahaan untuk bertahan

    ataupun keluar dari masalah tersebut sehingga dapat digunakan untuk

    pengambilan keputusan. Oleh karena itu pengaruh CSR sebagai resolution conflict

    yang dapat mereduksi agency cost akan diperlemah dengan kondisi risiko pasar

  • 24

    yang tinggi. Sebaliknya CSR sebagai resolution conflict dapat mereduksi agency

    cost apabila kondisi risiko pasar stabil. Oleh karena itu penelitian ini

    menggunakan risiko pasar (market risk) sebagai variabel moderating.

    Pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan dalam penelitian ini dikontrol oleh

    dua variabel yaitu tipe industri dan total hutang. Tipe industri digunakan sebagai

    variabel kontrol karena penelitian-penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tipe

    industri memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.

    Penelitian-penelitian tersebut antara lain yang telah dilakukan oleh Hackston &

    Milne (1996) dan Sembiring (2005). Hackston & Milne (1996) membagi

    perusahaan kedalam dua kategori tipe industri yaitu industri high profile dan

    industri low profile. Perusahaan high profile merupakan perusahaan yang

    mendapat sorotan dari masyarakat luas karena aktivitas operasinya berpotensi

    untuk berhubungan dengan masyarakat banyak.

    Variabel kontrol yang kedua adalah total hutang. Perusahaan yang sedang

    berkembang memerlukan modal yang berasal dari hutang maupun ekuitas. Jensen

    (1986) berpendapat bahwa dengan hutang, perusahaan mempunyai kewajiban

    melakukan pembayaran periodik atas bunga, hal ini bisa mengurangi keinginan

    manajer untuk menggunakan cash flow untuk kegiatan-kegiatan yang kurang

    optimal. Eksistensi hutang dapat memaksa manajer untuk menikmati keuntungan

    yang lebih sedikit dan menjadikan manager bekerja lebih efisien. Peningkatkan

    pendanaan dengan hutang akan menurunkan skala konflik antara pemegang saham

    dan manajemen. Penggunaan hutang dalam struktur modal akan mengurangi

  • 25

    deviden yang akan diberikan pada pemegang saham sehingga dapat menurunkan

    nilai perusahaan di mata investor sehingga dapat dikatakan besarnya hutang

    berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan (Mollah et al.,2000).

    Kebaruan dalam penelitian ini adalah meneliti secara terintegrasi karena

    mengintegrasikan variabel-variabel yang secara teoritis untuk meneliti apakah

    CSR dapat mereduksi munculnya agency cost yang pada akhirnya dapat

    meningkatkan nilai perusahaan dengan adanya kualitas tata kelola dari perusahan

    (corporate governance) dan risiko pasar (market risk). Berdasarkan pada latar

    belakang di atas maka perlu diteliti lebih mendalam mengenai peran agency cost

    reduction sebagai variabel mediasi dan kualitas tata kelola perusahaan dan risiko

    pasar sebagai variabel yang moderasi dalam hubungan antara CSR dengan nilai

    perusahaan.

    Penelitian ini perlu dilakukan karena pengungkapan CSR merupakan

    tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan,

    organisasi yang akuntabel semakin memaksa perusahaan untuk memberikan

    informasi mengenai aktivitas sosialnya. Penelitian ini menganggap CSR sebagai

    sebuah strategi perusahaan yang merupakan resolution conflict antara agent dan

    prinsipal. Aktivitas CSR diharapkan dapat mereduksi agency cost karena

    dianggap dapat mengekang perilaku oportunistik manajer dan apakah CSR

    sebagai strategi perusahaan tersebut mempunyai implikasi terhadap penciptaan

    nilai (value creation) perusahaan. Berdasarkan uraian diatas penelitian ini

    mengajukan judul sebagai berikut.Peran Agency Cost Reduction, Kualitas Tata

  • 26

    Kelola Perusahaan dan Risiko Pasar dalam Hubungan Corporate Social

    Responsibility dan Nilai Perusahaan.

    1.2. Perumusan Masalah

    Berdasarkan penjelasan pada latar belakang penelitian di atas maka masalah

    penelitian (problem statement) yang dapat dikemukakan adalah masih terdapat

    perbedaan pandangan mengenai pentingnya corporate social responsibility

    (CSR). Pihak yang mendukung CSR melihat bahwa perusahaan memiliki

    kewajiban untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam

    arti luas. Alasannya adalah masyarakat secara luas turut membentuk hukum dan

    undang-undang yang mengatur perilaku bisnis perusahaan serta masyarakatlah

    yang mendukung keberadaan perusahaan dengan menjadi pembeli barang dan jasa

    yang dihasilkan (Solihin, 2011).

    Pendapat kelompok yang menentang CSR melihat bahwa CSR lebih untuk

    meningkatkan reputasi perusahaan di mata publik yang mengakibatkan

    ketidakjelasan pencapaian tujuan utama perusahaan yakni produktivitas secara

    ekonomi (economic productivity). Berbagai pelaksanaan CSR juga dipandang

    merupakan beban biaya yang harus ditanggung perusahaan yang dapat

    mengganggu profitabilitas perusahaan Robbins & Coulter (2003).

    Untuk dapat mengatasi perbedaan pendapat mengenai CSR tersebut dalam

    penelitian ini CSR tidak hanya dipandang hanya pada pemenuhan tanggung jawab

    moral perusahaan terhadap stakeholders tapi juga bagaimana CSR dapat

  • 27

    memberikan kontribusi positif kepada perusahaan. Fungsi CSR sebagai conflict

    resolution akan menyebabkan asimetri informasi berkurang yang dapat

    menurunkan biaya agensi (agency cost reduction) yang pada akhirnya CSR juga

    dapat meningkatkan nilai perusahaan. Kontribusi positif ini pada akhirnya akan

    memberikan maksimalisasi laba bagi pihak shareholder. Karena itu, diharapkan

    dengan hasil penelitian ini dapat menyelesaikan masalah pertentangan mengenai

    pentinganya CSR bagi perusahaan.

    Pengungkapan CSR dianggap memiliki signal positif bagi perusahaan yang

    dapat meningkatkan nilai perusahaan. Sesuai dengan impression management

    theory yaitu CSR merupakan strategi perusahaan yang digunakan untuk

    meningkatkan reputasi dan citra perusahaan sehingga merupakan suatu penciptaan

    nilai (value creation) yang dapat direspon positif oleh investor sehingga dapat

    meningkatkan nilai perusahaan. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

    Orlitzky et al. (2003), Schnietz (2005), Habisch & Pechlaner (2009) dan Poddi &

    Vergalli (2009) melaporkan bahwa CSR memiliki pengaruh signifikan positif

    terhadap firm value. Hasil penelitian tersebut tidak konsisten dengan penelitian

    yang dilakukan oleh Mackey (2007) dan Brine et al. (2009) yang melaporkan

    bahwa CSR tidak secara signifikan mempengaruhi nilai perusahaan.

    Ketidakkonsistenan hasil (research gap) inilah yang mendasari penelitian

    ini untuk meneliti pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan tidak secara langsung

    namun dimediasi oleh agency cost reduction. Agency cost reduction sebagai

    variabel mediasi didasari dengan agency theory yang menjelaskan hubungan

  • 28

    kontraktual antara principals dan agents. Hubungan keagenan menunjukkan

    manajer sebagai pihak yang memiliki akses langsung terhadap informasi

    perusahaan, memiliki asimetris informasi terhadap pihak prinsipal maupun

    eksternal perusahaan, seperti kreditor dan investor, hal ini menimbulkan apa yang

    disebut sebagai agency costs. Webb (2005) dalam hasil penelitiannya menyatakan

    bahwa perusahaan dengan tingkat CSR yang tinggi memiliki lebih banyak insentif

    untuk mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan agent, dan

    memiliki agency cost lebih rendah karena CSR memiliki kekuatan untuk

    mengurangi terjadinya asimetri informasi yang merupakan salah satu sumber

    munculnya agency cost. Dinyatakan pula bahwa tanggung jawab sosial perusahaan

    memiliki efek yang kuat pada agency cost dibandingkan dengan kinerja perusahaan.

    Pengaruh CSR dalam usahanya untuk mereduksi biaya keagenan (agency

    cost reduction) berkaitan dengan peran CSR sebagai strategi perusahaan dalam

    resolution conflict. Penelitian ini meneliti peran tata kelola perusahaan sebagai

    mekanisme monitoring yang memperkuat CSR sebagai strategi perusahaan dalam

    resolution conflict yang dapat mereduksi agency cost artinya bahwa semakin

    tinggi kualitas tata kelola perusahaan maka akan meningkatkan pengaruh CSR

    sebagai resolution conflict yang dapat mereduksi agency cost. Pada saat kualitas

    tata kelola menurun sebagai mekanisme monitoring maka aktivitas CSR dapat

    berubah menjadi over investment karena aktivitas CSR digunakan oleh manajer

    hanya untuk memperoleh reputasi yang dapat mempertahankan posisinya. Artinya

    bahwa pada saat kualitas tata kelola perusahaan menurun maka akan

  • 29

    memperlemah peran CSR sebagai resolution conflict yang dapat mereduksi

    agency cost.

    Penelitian ini juga menguji peran moderasi kualitas tata kelola perusahaan

    dalam hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan. Pelaksanaan CSR

    merupakan strategi perusahaan dalam menciptakan kesan (impression) yang dapat

    meningkatkan reputasi dan citra perusahaan sehingga dapat direspon positif oleh

    investor sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. CSR sebagai strategi

    untuk meningkatkan nilai perusahaan dapat diperkuat dengan adanya kualitas tata

    kelola yang baik. Kualitas tata kelola perusahaan yang baik mampu mengarahkan

    aktivitas CSR untuk tidak menjadi over invesment sehingga dapat menurunkan

    nilai perusahaan.

    Hubungan CSR dengan agency cost reduction dalam penelitian ini juga

    dapat dimoderasi dengan risiko pasar (market risk). Pelaksanaan CSR sebagai

    strategi perusahaan dalam mengurangi agency cost dengan menurunnya asimetri

    informasi akan menjadi lemah pada saat kondisi risiko pasar tinggi. Saat risiko

    pasar tinggi yang menjadi perhatian investor adalah informasi keuangan

    perusahaan yang dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghadapi

    risiko pasar yang tinggi dibandingkan dengan informasi non keuangan termasuk

    informasi sosial.

    Berdasarkan uraian di atas maka masalah penelitian (research problem)

    yang diajukan adalah bagaimana peran CSR dalam memberikan implikasi positif

    pada peningkatan nilai perusahaan dan bagaimana peran CSR sebagai strategi

  • 30

    perusahaan yang berfungsi sebagai conflict resolution dan impression

    management dapat mereduksi agency cost yang pada akhirnya dapat

    meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian ini mencoba untuk menginvestigasi

    mengenai suatu bentuk model penyelesaian dan bukti empiris baru berkaitan

    dengan penurunan agency cost yang muncul karena adanya peran corporate social

    responsibility sebagai strategi perusahaan yang memungkinkan peningkatan nilai

    perusahaan.

    Terhadap permasalahan yang muncul di atas, maka pertanyaan-pertanyaan

    (problem questions) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan ?

    2. Bagaimana pengaruh CSR terhadap agency cost reduction ?

    3. Bagaimana pengaruh agency cost reduction terhadap nilai perusahaan?

    4. Apakah agency cost reduction memediasi hubungan antara CSR dengan

    nilai perusahaan?

    5. Apakah kualitas tata kelola perusahaan memoderasi hubungan antara CSR

    dengan agency cost reduction?

    6. Apakah kualitas tata kelola perusahaan memoderasi hubungan antara CSR

    dengan firm value?

    7. Apakah risiko pasar memoderasi hubungan antara CSR dengan agency cost

    reduction ?

  • 31

    8. Apakah ada perbedaan yang signifikan pengaruh CSR terhadap nilai

    perusahaan sebelum dan setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40

    Tahun 2007?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban

    mengenai peran corporate social responsibility yang dapat mereduksi agency cost

    dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan khusus dalam penelitian ini

    adalah sebagai berikut :

    1. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris pengaruh antara CSR

    terhadap nilai perusahaan.

    2. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris CSR terhadap agency

    cost reduction.

    3. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris pengaruh agency cost

    reduction terhadap nilai perusahaan.

    4. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris pengaruh agency cost

    reduction dalam memediasi hubungan antara CSR dengan nilai

    perusahaan.

    5. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris pengaruh kualitas tata

    kelola perusahaan dalam memoderasi hubungan antara CSR dengan

    agency cost reduction.

  • 32

    6. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris pengaruh kualitas tata

    kelola perusahaan dalam memoderasi hubungan antara CSR dengan nilai

    perusahaan.

    7. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris pengaruh risiko pasar

    dalam memoderasi hubungan antara CSR dengan agency cost reduction.

    8. Untuk meneliti perbedaan pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan

    sebelum dan setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun

    2007.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan

    tujuan yang ingin dicapai, maka diharapkan peneliti ini dapat memberikan

    manfaat sebagai berikut:

    a. Manfaat Teoritis

    Secara teoritis diharapakan dapat menambah informasi atau wawasan yang

    lebih konkrit bagi lembaga legislatif, pemerintah, para praktisi ekonomi, dan

    khususnya para pengusaha mengenai manfaat CSR yang dapat mereduksi

    agency cost yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan

    adanya monitoring yang baik (tata kelola perusahaan) dan risiko pasar yang

    rendah dari perusahaan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan

    sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan ekonomi

    pada umumnya dan khususnya yang berkaitan dengan pengkajian akuntansi.

  • 33

    b. Manfaat Praktis

    1. Manfaat bagi perusahaan adalah sebagai berikut :

    - Memberikan bukti bahwa CSR akan mendongkrak citra perusahaan,

    yang dalam rentang waktu panjang akan meningkatkan reputasi

    perusahaan. Kedua, pelaksanaan CSR juga dapat meningkatkan

    keterlibatan dan kebanggaan serta peningkatan loyalitas karyawan.

    Karyawan akan merasa bangga dan loyal bekerja pada perusahaan

    yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan

    upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan

    kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Ketiga, CSR

    yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan

    mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholders.

    Keempat, meningkatnya profitabilitas perusahaan, konsumen akan

    lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan

    yang konsisten menjalankan tanggungjawab sosialnya sehingga

    memiliki reputasi yang baik. Manfaat tersebut perlu diperhatikan

    guna mendorong perusahaan agar lebih giat lagi menjalankan

    tanggungjawab sosialnya.

    - CSR dapat mengurangi terjadinya agency cost yang pada akhirnya

    meningkatkan nilai perusahaan dengan adanya monitoring yaitu tata

    kelola perusahaan dan risiko pasar, mengurangi risiko yang mungkin

    dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan

  • 34

    sendiri dan umumnya tata kelola perusahaan dapat meningkatkan

    kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya yang berdampak

    terhadap kinerjanya.

    2. Bagi Investor, bagaimana meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan

    dengan melihat CSR sehingga dapat mengambil keputusan investasi

    yang tepat.

    1.5. Originalitas Penelitian

    Originalitas dalam penelitian ini adalah upaya untuk meneliti CSR dari

    perspektif yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini ingin

    meneliti bagaimana CSR sebagai strategi perusahaan memiliki kemampuan dalam

    menyelesaikan konflik (conflict resolution) sehingga dapat mereduksi biaya

    agensi (agency cost reduction) dan pada akhirnya mampu meningkatkan nilai

    perusahaan. Untuk itu penelitian ini mengembangkan model empiris pengaruh

    CSR terhadap nilai perusahaan dengan memasukkan agency cost reduction

    sebagai variabel mediasi. Selanjutnya penelitian ini menggunakan tata kelola

    perusahaan dan risiko pasar sebagai variabel yang memoderasi pengaruh antara

    CSR dengan agency cost reduction. Kualitas tata kelola perusahaan (Corporate

    governance) juga digunakan sebagai variabel yang memperkuat pengaruh antara

    CSR dengan nilai perusahaan.

    Terdapat beberapa hal yang menjadi originalitas dalam penelitian ini yaitu terletak

    pada :

  • 35

    1. Penelitian ini meneliti mengenai peran agency cost reduction sebagai mediasi

    hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan. Dasar pemikiran agency cost

    reduction sebagai variabel mediasi dalam hubungan antara CSR terhadap nilai

    perusahaan adalah dengan mengembangkan model penyelesaian permasalahan

    keagenan yaitu CSR dianggap conflict resolution yang dapat mengurangi

    terjadinya asimetris informasi, dan fungsi CSR sebagai imppression

    management yang dapat membentuk reputasi dan citra perusahaan yang

    akhirnya dapat mengurangi agency cost sehingga pada akhirnya dapat

    meningkatkan nilai perusahaan.

    2. Penelitian ini juga meneliti peran kualitas tata kelola perusahaan dalam

    memoderasi hubungan antara CSR dengan agency cost reduction. Dasar

    pemikiran bahwa kualitas tata kelola perusahaan menjadi variabel moderating

    yang memperkuat pengaruh CSR dengan agency cost reduction dalam

    penelitian ini adalah bahwa corporate governance adalah suatu bentuk

    mekanisme monitoring dan pengendalian internal yang dapat membatasi

    perilaku oportunis agent untuk tetap taat pada aturan, sehingga dalam

    melakukan CSR tidak menyimpang dari tujuan perusahaan yang pada akhirnya

    dapat mengurangi agency cost.

    3. Risiko pasar (market risk) dalam penelitian ini juga dijadikan variabel yang

    memoderasi pengaruh CSR dengan agency cost reduction. Dasar pemikirannya

    adalah bahwa salah satu tujuan dari CSR adalah diperolehnya reputasi

    perusahaan, sedangkan reputasi merupakan sesuatu yang bersifat uncontrolable

  • 36

    yang mengandung risiko. Semakin besar risiko pasar (market risk) dapat

    memperlemah pengaruh CSR terhadap agency cost reduction. Diasumsikan

    bahwa perusahaan yang memiliki risiko pasar yang tinggi akan

    mengalokasikan dananya untuk menjaga reputasi perusahaan sehingga akan

    terjadi over invesment.

    4. Selain dasar pemikiran di atas yang menjadikan model penelitian menjadi

    alasan originalitas dalam penelitian ini, alat ukur variabel atau proksi dalam

    penelitian ini yaitu pada variabel CSR juga merupakan originalitas penelitian.

    Dalam penelitian ini CSR diukur dengan menggunakan indeks yang ada dalam

    ketentuan ISO 26000 yang merupakan standar internasional dalam CSR.

    Berdasarkan penelusuran dari peneliti, proksi ini masih sangat jarang

    digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya untuk mengukur CSR.