bab3

18
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Dispepsia Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (buruk) dan  peptein (pencernaan). Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 1980-an, yang menggambar keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrum, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, termasuk juga didalamnya penyakit yang mengenai lambung atau yang dikenal sebagai penyakit maag (Djojodiningrat, 2006) 2.2. Klasifikasi Dispepsia Pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas dua y aitu: 1. Dispep sia organ ik, bila telah dik etahu i adanya kel ainan org anik sebag ai penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdap at kelainan yang nyata terhad ap orga n tubuh mi salnya tu kak (ulku s peptik um), g astriti s, stomach cancer, Gastro-Esophageal reflux disease, hiperacidity. 2. Dispep sia no n org anik, a tau di speps ia fung sional , atau d ispeps ia no n ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabny a. Dispepsi fung sional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan) (Mansjoer, 2000).

description

bab3

Transcript of bab3

Page 1: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 1/18

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Dispepsia

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (buruk) dan  peptein

(pencernaan). Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun

1980-an, yang menggambar keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang

terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrum, mual, muntah,

kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas

yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau

didasari oleh berbagai penyakit, termasuk juga didalamnya penyakit yang

mengenai lambung atau yang dikenal sebagai penyakit maag

(Djojodiningrat, 2006)

2.2. Klasifikasi Dispepsia

Pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas dua yaitu:

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata

terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkus peptikum), gastritis,

stomach cancer, Gastro-Esophageal reflux disease, hiperacidity.

2. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non

ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa

disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan

klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran

pencernaan) (Mansjoer, 2000).

Page 2: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 2/18

7

Jenis-jenis dispepsia organik yaitu

a. Tukak Pada Saluran Cerna Atas

Tukak dapat ditemukan pada saluran cerna bagian atas yaitu pada

mukosa, submukosa dan lapisan muskularis, pada distal esophagus,

lambung dan duodenum. Keluhan yang sering terjadi adalah nyeri

epigastrum. Nyeri yang dirasakan yaitu nyeri tajam dan menyayat atau

tertekan, penuh atau terasa perih seperti orang lapar. Nyeri epigastrum

terjadi 30 menit sesudah makan dan dapat menjalar ke punggung. Nyeri

dapat berkurang atau hilang sementara sesudah makan atau setelah minum

antasida. Gejala lain seperti mual, muntah, kembung, bersendawa dan

kurang nafsu makan (Hadi S, 2002).

b. Gastritis

Gastritis adalah peradangan/inflamasi pada lapisan mukosa dan

submukosa lambung. Penyebabnya oleh makanan atau obat-obatan yang

mengiritasi mukosa lambung dan adanya pengeluaran asam lambung yang

berlebihan. Gejala yang timbul seperti mual, muntah, nyeri epigastrum,

nafsu makan menurun dan kadang terjadi perdarahan (Sutanto, 2007).

c. Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD)Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD) adalah kelainan yang

menyebabkan cairan lambung mengalami refluks (mengalir balik) ke

kerongkongan dan menimbulkan gejala khas berupa rasa panas terbakar di

dada (hearthburn), kadang disertai rasa nyeri serta gejala lain seperti rasa

panas dan pahit di lidah, serta kesulitan menelan. Belum ada tes standar

untuk mendiagnosa GERD, kejadiannya diperkirakan dari gejala-gejala

penyakit lain atau dari ditemukannya radang pada esofagus seperti

esofagitis (Berdanier, 2008).

d. Karsinoma

Karsinoma pada saluran pencernaan (esofagus, lambung, pankreas,

kolon) sering menimbulkan dispepsia. Keluhan utama yaitu rasa nyeri di

Page 3: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 3/18

8

perut, bertambah dengan nafsu makan turun, timbul anoreksia yang

menyebabkan berat badan turun (Hadi S, 2002).

e. Pankreatitis

Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah rasa nyeri hebat di

epigastrum. Nyeri timbul mendadak dan terus menerus, seperti ditusuk-

tusuk dan terbakar. Rasa nyeri dimulai dari epigastrum kemudian menjalar

ke punggung. Perasaan nyeri menjalar ke seluruh perut dan terasa tegang

beberapa jam kemudian. Perut yang tegang menyebabkan mual dan

kadang-kadang muntah.

Rasa nyeri di perut bagian atas juga terjadi pada penderita

pankreatitis kronik. Nyeri yang timbul seperti ditusuk-tusuk, menjalar ke

punggung, mual dan muntah hilang dan timbul. Pada pankreatitis kronik 

tidak ada keluhan rasa pedih, melainkan disertai tanda-tanda diabetes

melitus atau keluhan steatorrrhoe (Hadi, 2002).

f. Dispepsia pada Sindrom Malabsorbs

Malabsorpsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan proses

absorbsi dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi. Penderita

ini mengalami keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus,

kembung dan timbulnya diare berlendir (Sudoyo, 2009).

g. Gangguan Metabolisme

 Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang

hebat sehingga muncul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,

mual dan muntah. Definisi gastroparesis yaitu ketidakmampuan lambung

untuk mengosongkan ruangan. Ini terjadi bila makanan berbentuk padat

tertahan di lambung. Gangguan metabolik lain seperti hipertiroid yang

menimbulkan nyeri perut dan vomitus (Hadi, 2002).

h. Dispepsia akibat Infeksi bakteri Helicobacter pylori

Penemuan bakteri ini dilakukan oleh dua dokter peraih Nobel dari

Australia, Barry Marshall dan Robin Warre yang menemukan adanya

bakteri yang bisa hidup dalam lambung manusia. Penemuan ini mengubah

cara pandang ahli dalam mengobati penyakit lambung. Penemuan ini

Page 4: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 4/18

9

membuktikan bahwa infeksi yang disebabkan oleh  Helicobacter pylori

pada lambung dapat menyebabkan peradangan mukosa lambung yang

disebut gastritis. Proses ini berlanjut sampai terjadi ulkus atau tukak 

bahkan dapat menjadi kanker (Rani, 2007).

Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang terjadi pada kondisi perut

bagian atas seperti rasa tidak nyaman, mual, muntah, rasa penuh setelah

makan yang menunjukkan perubahan sensitivitas syaraf di sekeliling abdomen

dan kontraksi otot yang tidak terkoordinasi di dalam perut. Penyebab ini

secara umum tidak sama walaupun beberapa kasus berhubungan dengan

stress, kecemasan, infeksi, obat-obatan dan ada beberapa berhubungan dengan

IBS (irritable bowel syndrome)(Desai, 2012).

Kriteria Rome III menetapkan dispepsia fungsional dibagi menjadi 2

kelompok yaitu

1. Postprandial distress syndrom

Gejala yang dirasakan pada tahap ini yaitu

a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi setelah makan

dengan porsi biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu.

b. Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu menghabiskan

porsi makan biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu.

Kriteria penunjang sindrom dispepsia jenis ini adalah adanya rasa kembung

di daerah perut bagian atas atau mual setelah makan atau bersendawa yang

berlebihan dan dapat timbul bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrum.

2. Epigastric pain syndrome

Gejala yang dirasakan pada tahap ini yaitu

a. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epigastrum

dengan tingkat keparahan moderat/sedang, paling sedikit terjadi sekali

dalam seminggu

b. Nyeri timbul berulang

c. Tidak menjalar atau terlokalisai di daerah perut atau dada selain daerah

perut bagian atas/epigastrum

Page 5: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 5/18

10

d. Tidak berkurang dengan BAB atau buang angin

e. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan

kandung empedu dan sfinger oddi.

Kriteria penunjang sindrom dispepsia jenis ini adalah

a. Nyeri epigastrum dapat berupa rasa terbakar, tetapi tanpa

menjalar ke daerah retrosternal

b. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan,

tetapi mungkin timbul saat puasa

c. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distress setelah

makan (Abdulah dan Gunawan, 2012).

2.3. Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak 

 jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan

stress, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,

kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat

gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi demikian dapat

mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang

terjadinya kondisi asam lambung, sehingga rangsangan di medula oblongata

membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan

maupun cairan (Anonim, 2010).

Lambung mempunyai fungsi yaitu fungsi motorik dan fungsi

pencernaan dan sekresi. Fungsi motorik lambung dibagi menjadi

a. Fungsi menampung

Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi

sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan

peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif 

otot polos diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin.

b. Fungsi mencampur

Page 6: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 6/18

11

Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan

mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang

mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama

listrik intrinsik dasar.

c. Fungsi pengosongan lambung

Diatur oleh pembukaan sfinger pilorus yang dipengaruhi oleh

viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta

oleh emosi, obat-obatan dan olah raga. Pengosongan lambung diatur

oleh faktor saraf dan hormonal seperti kolesistokinin.

Fungsi pencernaan dan sekresi antara lain

a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL, pencernaan karbohidrat dan

lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya.

b. Sintesa dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,

peregangan antrum, alkalinisasi antrum dan rangsangan vagus.

c. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus

halus bagian distal

d. Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta

berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut

e. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, berperan sebagai

barier dari asam lumen dan pepsin (Price dan Wilson, 2006)

Asam klorida (HCL) di dalam lambung mempunyai fungsi sebagai berikut

a. Menggiatkan enzim-enzim pepsinogen yang dihasilkan getah lambung

menjadi pepsin yang berfungsi memecah protein menjadi pepton

b. Sebagai desinfektan atau pembunuh kuman (bibit penyakit) yang masuk 

lambung.

c. Membantu dalam membuka dan menutup klep yang terdapat diantara

 pilorus dan duodenum.

d. Merangsang pengeluaran (sekresi) getah usus.

Page 7: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 7/18

12

Getah lambung yang dimaksud diatas (gastric juice) sekresinya

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor psikis dan hormonal.

a. Faktor psikis

Faktor ini sama dengan yang mempengaruhi kerja glandula saliva

(kelenjar ludah) yaitu reflek pikir, melihat atau mencium makanan yang dapat

merangsang keluarnya getah lambung.

b. Faktor hormonal

Ada dua tahapan yaitu

1. Tahapan gastrium, berdasarkan pada timbulnya rangsangan setelah

makanan masuk ke lambung, hormon gastrin terproduksi yang berfungsi

merangsang keluarnya getah lambung.

2. Tahapan intestinal berdasarkan timbulnya rangsangan chyme memasuki

mukosa duodenal akan mengeluarkan sekresi hormon ini berfungsi

merangsang keluarnya getah pankreatik dan empedu. Bila terdapat lemak 

dalam makanan yang masuk ke usus maka akan keluar hormon

enterogaster yang berfungsi menghambat keluarnya cairan lambung

(HCL). Selain untuk dapat menghambat berlangsungnya motilitas Gastro

 Intestinal Tract  dengan demikian makanan yang telah tercerna akantertahan lebih lama dalam lambung dan usus (Kartasapoetra dan Marsetyo,

2005).

Gejala yang ditimbulkan oleh dispepsia antara lain berupa mual, muntah,

anoreksia dan diare. Mual merupakan sensasi subjektif yang tidak 

menyenangkan dan sering mendahului muntah. Terjadinya muntah diawali

dengan berjalannya impuls-impuls aferen ke pusat muntah sebagai aferen vagus

dan simpatis. Impuls aferen ini berasal dari lambung atau duodenum yang

muncul sebagai respon terhadap stimulasi kimiawi oleh emetik (bahan penyebab

muntah). Apabila refleks muntah terjadi pada pusat muntah, terjadi melalui

aktifitas beberapa syaraf kranialis ke wajah dan kerongkongan serta neuron

motorik spinalis ke otot abdomen dan diaframa. Gejala-gejala yang dapat terjadi

sebelum muntah adalah mual, takikardi dan berkeringat (Corwin, 2009).

Page 8: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 8/18

13

2.4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Dispepsia

Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang

bersifat organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain

karena terjadinya gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna,

seperti pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang

bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis dan faktor intoleran

terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Abdulah dan Gunawan,

2012).

Faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia adalah :

1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan

bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).

2. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah

(mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).

3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat

lambung terasa penuh atau bersendawa terus.

4. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya

dispepsia, seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink ), kopi.

Minuman jenis ini dapat mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.

5. Obat penghilang nyeri seperti  Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs

(NSAID) misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven (Rani, 2007).

6. Pola makan

Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila

tidak sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Tuntutan

pekerjaan yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan

kantor yang jauh dan persaingan yang tinggi sering menjadi alasan para

profesional untuk menunda makan (Rani, 2007).

Page 9: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 9/18

14

1. Faktor stres

Faktor stres erat kaitannya dengan reaksi tubuh yang merugikan

kesehatan. Pada waktu stres akan menyebabkan otak mengaktifkan

sistem hormon untuk memicu sekresinya. Proses ini memicu terjadinya

penyakit  psychosomatik  dengan gejala dispepsia seperti mual, muntah,

diare, pusing, nyeri otot dan sendi (Irawan, 2007).

2.5. Pola Konsumsi Makan

Pola konsumsi makan seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor,

diantaranya : sosial, ekonomi lingkungan budaya seperti kebiasaan,

kepercayaan, tahayul, adat, yang akan jumlah gizi yang akan menentukan

keadaan gizi seseorang. Kebutuhan seseorang akan jumlah gizi yang

berkualitas tergantung pada usia, jenis kelamin dan jenis kegiatan sehari-

hari (Irianto dan Waluyo, 2007).

Kebutuhan gizi pada usia dewasa berubah sesuai kelompok usia

tersebut. Usia dewasa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 19-29 tahun, 30-

49 tahun dan 50-64 tahun. Usia 19-49 tahun disebut dewasa muda,

sedangkan usia 50-64 tahun disebut dewasa setengah tua. Memilih makanan

secara bijak selama usia dewasa, dapat menunjang kemampuan seseorang

dalam menjaga kesehatan fisik, emosional, mental dan mencegah penyakit.

Contoh gaya hidup sehat adalah mengonsumsi makanan seimbang, minum

air putih, berolahraga secara teratur, tidak merokok, cukup tidur,

bersosialisasi, selalu optimis dan belajar seumur hidup(life long learning)

(Soetardjo S., 2011).

Pertumbuhan yang pesat, perubahan psikologis yang dramatis serta

peningkatan aktivitas yang menjadi karakteristik pada usia produktif,

menyebabkan peningkatan kebutuhan zat gizi. Terpenuhi atau tidak 

kebutuhan zat gizi akan mempengaruhi status gizi (Irianto dan Waluyo,

2007).

Page 10: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 10/18

15

Pada penelitian The HEROES-DIP Brazil dengan 850 sampel pekerja,

usia kejadian dispepsia antara 18-82 tahun dengan 70 % adalah usia diatas

40 tahun dan banyak terjadi pada kelompok wanita (73,9%). Lebih lanjut

dikatakan mereka yang mempunyai gaya hidup seperti merokok, konsumsi

alkohol, peminum kopi mempunyai prevalensi yang lebih tinggi (Sanders,

2011).

Kebiasaan hidup yang dianjurkan pada dispepsia adalah pola makan

yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan

dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengonsumsi makanan

yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol dan pantang rokok, bila minum

obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara

wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung (Anonim, 2010).

2.6. Makanan yang Mengakibatkan Dispepsia

Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai

dalam praktis sehari-hari. Kebiasaan makan memiliki peran terhadap faktor

resiko timbulnya dispepsia (Priantika, 2013)

Kebiasaan yang menyebabkan dispepsia adalah merokok, konsumsi

kafein (kopi), alkohol, atau minuman berkarbonasi. Kelompok yang sensitif 

atau alergi terhadap bahan makanan tertentu, bila mengonsumsi makanan

 jenis tersebut bisa menyebabkan gangguan pada saluran cerna (Abdullah

dan Gunawan, 2012).

Pola konsumsi makan yang menyebabkan dispepsia adalah

a. Frekuensi makan

Menurut Susanti dkk. (2011) kejadian dispepsia dipengaruhi oleh

keteraturan dan frekuensi makan. Orang yang memiliki pola makan yang

tidak teratur mudah terserang dispepsia. Frekuensi makan merupakan

faktor yang berhubungan dengan pengisian dan pengosongan lambung.

Page 11: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 11/18

16

Menurut Oktaviani (2009) kasus gastritis (dispepsia) diawali

dengan pola makan yang tidak teratur sehingga asam lambung

meningkat, produksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkan gesekan

pada dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul nyeri epigastrum.

Keadaan ini secara perlahan menimbulkan perdarahan. Perut yang

kosong atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan

mukosa lambung, berakibat rasa nyeri.

b. Makan makanan berisiko

Makanan yang berisiko yang dimaksud adalah makanan yang

terbukti ada pengaruhnya terhadap dispepsia yaitu makanan pedas,

makanan asam, makanan bergaram tinggi. Frekuensi makan makanan

berisiko berhubungan signifikan dengan kejadian dispepsia. Semakin

sering mengkonsumsi makanan tersebut semakin berisiko terkena

dispepsia (Anggita, 2012).

Konsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang

sistem pencernaan, terutama lambung dan usus yang berkontraksi.

Keadaan ini menimbulkan rasa panas dan nyeri ulu hati yang disertai

mual dan muntah (Oktaviani, 2009). Bila kebiasaan mengkonsumsi lebihdari satu kali dalam seminggu selama minimal enam bulan dibiarkan

berlangsung lama dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut

gastritis. Selain itu, bubuk cabai atau chilli powder dapat menyebabkan

kehilangan sel epitel pada lapisan mukosa (Berdanier, 2008).

Makanan dengan rasa asin yang berlebihan baik dalam segi rasa

maupun frekuensi terbukti signinifikan dalam kasus pra kanker lambung.

Peningkatan makanan asin dan makanan yang diasap secara berkaitan

terbukti signifikan dalam perkembangan kanker lambung.

Mengkonsumsi makanan asin dapat meningkatkan risiko terinfeksi

bakteri H. Pylori yaitu bakteri penyebab gastritis (Corwin, 2009).

Page 12: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 12/18

17

Makanan yang berminyak dan berlemak juga dapat menimbulkan

gejala dispepsia. Makanan ini berada di lambung lebih lama dari jenis

makanan lainnya. Makanan tersebut lambat dicerna dan menimbulkan

tekanan di lambung. Proses pencernaan ini membuat katup antara

lambung dan kerongkongan (Lower Esophageal Sphincter/LES)

melemah sehingga asam lambung dan gas akan naik ke kerongkongan

(Berdanier, 2008).

Makanan asam termasuk makanan yang berisiko penyebab

dispepsia. Makanan asam dapat memperlambat pengosongan lambung.

Sebelum masuk duodenum, kimus yang bersifat asam akan dinetralisir

oleh Natrium Bikarbonat (NaHCO3). Bila proses belum selesai, kimus

asam akan berada di dalam lambung, sehingga akan mengiritasi lapisan

mukosa lambung dan menimbulkan serangan gastritis.

Diet rendah serat dianjurkan untuk mengurangi keluhan perut

kembung. Tetapi serat yang tidak larut dalam air dapat menyebabkan

kembung tanpa adanya peningkatan jumlah gas. Kembung ini disebabkan

oleh melambatnya aliran gas ke usus kecil akibat serat (Mansjoer, 2000).

Diit tinggi serat dan gas tidak dianjurkan dalam gangguan lambung.Makanan yang mengandung serat tinggi dan gas seperti : daun singkong,

kacang panjang, kol, lobak, sawi, asparagus, jambu biji, nanas,

kedondong, durian, nangka (Almatsier, 2005).

c. Minum minuman berisiko

Menurut Yunita (2010), frekuensi minum minuman iritatif seperti

kopi, bersoda(soft drink) dan alkohol berpengaruh signifikan terhadap

kejadian dispepsia. Beberapa jenis minuman atau zat tertentu yang

terkandung pada minuman ternyata memiliki hubungan terhadap kejadian

dispepsia.

Zat yang terkandung dalam kopi adalah kafein yang merupakan zat

sekrettagogue. Zat ini merupakan salah satu penyebab antrum mukosa

lambung menyekresikan hormon gastrin. Kafein dapat menstimulasi

Page 13: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 13/18

18

produksi pepsin yang bersifat asam yang menyebabkan iritasi dan erosi

mukosa lambung. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung

mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari fundus

lambung (Ganong, 2008).

Minuman bersoda merupakan minuman mengandung gas. Gas

yang berlebihan dalam lambung dapat memperberat kerja lambung.

Minuman bersoda atau berkarbonasi akan melenturkan katup LES

( Lower Esophangeal Sphincter ) yaitu katup antara lambung dan

tenggorokan sehingga menyebabkan reflux atau berbaliknya asam

lambung ke kerongkongan. Oleh karena itu orang memiliki gangguan

pencernaan dianjurkan tidak mengkonsumsinya. Disamping itu,

minuman bersoda juga memiliki pH antara 3-4 yang berarti bersifat asam

sehingga akan meningkatkan dampak buruk bagi lambung (Berdanier,

2008).

Minum susu terlalu banyak tidak dianjurkan bila ada gejala

intoleransi laktosa.  Lactose intolerance disebabkan oleh kurangnya

enzim lactase yang dibutuhkan tubuh untuk mencerna laktosa (gula

susu). Laktosa yang tidak tercerna akan bertahan di usus dan mengalami

fermentasi sehingga dapat menimbulkan rasa kembung (Berdanier,

2008).

d. Waktu makan

Hasil penelitian oleh Anisa (2009) jeda antara jadwal makan yang

lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan sindroma dispepsia.

Pada penelitian ini juga ditemukan perbedaan antara pola makan dan

pengaruhnya terhadap gejala gastrointestinal pada remaja putri.

Penyebab asam lambung tinggi diantaranya adalah aktivitas padat

sehingga terlambat makan. Secara alami lambung akan memproduksi

asam lambung setiap saat dalam jumlah kecil. Setelah 4-6 jam sesudah

makan kadar glukosa dalam darah telah banyak diserap dan terpakai

sehingga tubuh akan merasakan lapar dan saat itu jumlah asam akan

meningkat (Ganong, 2008).

Page 14: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 14/18

19

Pembagian waktu makan yang baik dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Pembagian Waktu Makan

Waktu Jam Makan

Makan pagi Pukul 07.00

Snack pagi Pukul 10.00

Makan siang Pukul 13.00

Snack sore Pukul 16.00

Makan malam Pukul 19.00

Sumber : Penuntun Diet Tahun 2005

2.7. Manajemen Diet Penderita Dispepsia

Diit pada penyakit dispepsia diberikan untuk penyakit yang

berhubungan dengan saluran cerna. Gangguan pada saluran cerna umumnya

berupa sindroma dispepsia yaitu kumpulan gejala yang terdiri dari mual,

muntah, nyeri epigastrum, kembung, nafsu makan berkurang dan rasa cepat

kenyang.

Tujuan diet adalah untuk memberikan makanan dan cairan

secukupnya yang tidak memberatkan lambung serta mencegah dan

menetralkan sekresi asam lambung yang berlebihan.

Syarat diet penyakit dispepsia (diet lambung) adalah :

a. Mudah cerna, porsi kecil dan sering diberikan

b. Energi dan protein cukup, sesuai kemampuan pasien untuk 

menerimanya

c. Lemak rendah, yaitu 10-15 % dari kebutuhan energi total yang

ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai kebutuhan

d. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara

bertahap

e. Cairan cukup, terutama bila ada muntah

Page 15: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 15/18

20

f. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara

termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima

perorangan)

g. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak 

dianjurkan minum susu terlalu banyak.

h. Makan secara perlahan di lingkungan yang tenang.

i. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja 24-48 jam untuk 

memberi istirahat pada lambung (Almatsier, 2004).

2.8. Hubungan Kebiasaan Makan, Jadwal Makan, Makanan

Minuman Berisiko dengan Kekambuhan Dispepsia

Frekuensi kekambuhan dispepsia adalah terjadinya kembali serangan

dispepsia dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama biasanya kekambuhan

lebih dari 2 kali sama dengan diagnosa pasti dispepsia dari kunjungan

pertama sampai kunjungan berikutnya. Kekambuhan sendiri adalah

kembalinya suatu penyakit setelah nampak mereda. Kekambuhan

menunjukkan kembalinya gejala-gejala penyakit sebelumnya cukup parah dan

mengganggu aktifitas sehari-hari dan memerlukan rawat inap dan rawat jalan

yang tidak terjadwal. Penyebab kekambuhan yaitu tidak teratur minum obat,

dosis obat tidak sesuai, tidak ada dukungan keluarga dan adanya masalah

yang tidak teratasi (Dorland, 2002).

Penyebab kambuhnya dispepsia dapat dipicu pola konsumsi makan,

diantaranya konsumsi alkohol yang terlalu banyak, rokok, kafein, kopi/teh,

minuman berkarbonasi, makanan berbumbu tajam, makanan tinggi garam,

berlemak dan berminyak (Berdanier, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Septy Priantika (2013)

pada mahasiswa Fakultas kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Jambi

membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan makan dengan

sindroma dispepsia (p<0,005). Sebanyak 62,65 % mahasiswa memiliki

kebiasaan makan

Page 16: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 16/18

21

buruk, sebanyak 49,4% mahasiswa mengalami positif dispepsia dan jenis

gejala yang paling banyak dialami yaitu keluhan cepat kenyang dengan

 jumlah 30,1 %.

Hasil penelitian Susilawati (2013) membuktikan terdapat hubungan

positif antara pola makan yang tidak teratur dengan kejadian sindroma

dispepsia siswa Madrasah Aliyah Manado. Kesimpulan dari hasil penelitian

yaitu frekuensi makan pada remaja adalah makan 2 kali dalam sehari, jenis

makanan yang paling banyak dikonsumsi adalah makanan pedas, dan gejala

yang paling banyak dikeluhkan adalah nyeri epigastrum.

2.9.Kerangka Teori

Pola konsumsi makan

Faktor psikologi (stres)

Faktor intoleran : obat dan

 jenis makanan tertentu

(alkohol, kafein)

Penyakit gangguan

pencernaan : gastritis,

ulkus peptikum, stomach

cancer, gastro-esophangeal

reflux disease, hiperacidity

dll

DISPEPSIA

Page 17: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 17/18

22

Variabel terikat

2.10. Kerangka Konsep

Variabel bebas

Variabel pengganggu

Variabel penelitian

Variabel yang diteliti

2.11.Hipotesa

1. Ada hubungan antara kebiasaan makan dengan frekuensi kekambuhan

dispepsia di poli rawat jalan RSUD Kabupaten Kudus.

2. Ada hubungan antara jadwal makan dengan frekuensi kekambuhan

dispepsia di poli rawat jalan RSUD Kabupaten Kudus.

3. Ada hubungan antara makanan minuman berisiko dengan frekuensi

kekambuhan dispepsia di poli rawat jalan RSUD Kabupaten Kudus.

Kebiasaan Makan

Jadwal Makan

Makanan Minuman

Berisiko

Frekuensi kekambuhan

dispepsia

Kepatuhan minum obat

Tingkat keparahan penyakit

Page 18: bab3

7/21/2019 bab3

http://slidepdf.com/reader/full/bab35695d2d91a28ab9b029bee26 18/18

23