Bab2_sejarah

download Bab2_sejarah

of 36

Transcript of Bab2_sejarah

Diffusion of InnovationsRogers, Everrett M. (1983) New York: Free Press. (3rd ed.)

Bab 2 SEJARAH PENELITIAN DIFUSIDiterjemah oleh Abdillah Hanafi

Bab 2 SEJARAH PENELITIAN DIFUSISungguh ironis, penelitian difusi dan berbagai tradisi penelitian dilakukan sendiri-sendiri. Sungguh, para peneliti dari berbagai tradisi yang saya tanya hampir tidak mengetahui keberadaan satu sama lain. Elihu Katz et al (1963) "TRADITIONS OF RESEARCH ON DIFFUSION OF INNOVATIONS" Penelitian difusi inovasi sedang berkembang sebagai suatu kumpulan konsep dan generalisast yang tunggal dan terpadu, walaupun penelitian-penelitian itu ddakukan para peneliti dari berbagai disiplin ilmu. Evertt M Rogers & F. Floyd Shoemaker (1971, p.47) "COMMUNICATION OF INNOVATIONS: A Cross Cultural Approach." Penelitian difusi inovasi bermula dalam daerah-daerah kantong intelektual yang masing-masing berdiri sendiri. Itu terjadi pada beberapa dasawarsa pertama pertumbuhannya. Masing-masing kelompok peneliti difusi mengkaji satu jenis inovasi; misalnya para ahli sosiologi pedesaan menyelidiki inovasi-inovasi pertanian sedangkan para penelifi pendidikan mengkaji penyebaran ide-ide pengajaran di kalangan personel sekolah. Meskipun pendekatan terhadap penelitian difusi ini berbeda, masing-masing "perguruan bayangan (invisible college)" memperoleh temuan-temuan yang sungguh sama; misalnya, bahwa penyebaran suatu inovasi mengikuti kurva bentuk S dan bahwa para inovator lebih tinggi status sosial ekonominya daripada pengadopsi lebih akhir. Motivasi pokok saya menulls buku pertama dengan judul "Diffusion of Innovations" (Rogers, 1962), adalah untuk menunjukkan kelemahan penelitian difusi inovasi, dan mengusulkan adanya perhatian yang lebih besar lagi di antara tradisi-tradisi penelitian difusi. Tradisi penelitian adalah serangkaian penyelidikan mengenai topik yang sama, dan studi yang berikutnya dipengaruhi cleh kajian-kajian yang sebelumnya. Intinya, masing-masing tradisi merupakan suatu "perguruan bayangan" para peneliti (atau setidak-tidaknya suatu "departemen" dari perguruan macam itu), suatu jaringan para ahli yang terpisah tempatnya tetapi berhubungan erat dengan saling tukar-penemuan penelitian dan informasi ilmiah lainnya. Tetapi pada pertengahan tahun 1960an sedikit demi sedikit mulai terjadi pembongkaran tembok-tembok pembatas yang tadinya tak-tertembus di antara tradisi-tradisi penelitian difusi. Bukti kecenderungan ini diberikan oleh Rogers dan Shoemaker (1971:46-47), yang menghitung indeks kutipan-kutipan silang-tradisi untuk setiap publikasi difusi yang ada sejak tahun 1968; indeks ini berupa jumlah tradisi penelitian yang dikutip dalam catatan-kaki dan daftar kepustakaan masing-masing publikasi difusi empirik. Rerata skor indeks (per-

publikasi difusi) berkisar di sekitar 1,0 selama tahun 1940an, 1950an dan awal 1960an. Tetapi antara tahun 1965 dan 1968, skor rata-ratanya mendadak lipat dua. Jelas di sini ada kecenderungan ke arah pembongkaran "tabir kertas" di antara tradisi-tradisi penelitian difusi. Kecenderungan ke arah pandangan yang lebih menyatu dan antar disipliner dalam penelitian difusi terus berlangsung sampai sekarang; setiap ahli difusi betul-betul menyadari paralelnya metodologi dan penemuan-penemuan dalam tradisi-tradisi yang lain. Semua tradisi penelitian difusi sekarang telah bergabungsecara intelektualke arah satu perguruan bayangan, walaupun kajian-kajian difusi tetap dilakukan oleh para ahli beberapa disiplin ilmu yang berbeda. Tetapi gabungan pendekatan-pendekatan difusi ini belum merupakan keberkahan. Kenyatannya, kajian-kajian difusi telah mulai menampakkan semacam sedikit kesamaan, karena mereka mengejar sejumlah kecil isu penelitian dengan pendekatan-pendekatan yang agak stereotip. Agaknya sempitnya pandangan para ahli difusi pada tahuntahun pertama telah diganti akhir-akhir ini dengan standardisasi yang tidak penting dan tidak sehat dalam penelitan difusi. Seorang pengamat yang jeli akan heran apakah pendekatan-pendekatan penelitian yang terpisah dan beragam di masa lalu mungkin merupakan pendekatan intelektual yang lebih kaya daripada tahun-tahun sekarang di mana kesamaan-kesamaan diketahui dengan baik. Tema pokok bab ini adalah cerita tentang penggabungan tradisi-tradisi penelitian difusi saat ini, dan akibat baik dan buruknya konvergensi intelektual ini. Pada bab ini kita akan cari jawaban pertanyaan seperti: dari mana penelitian difusi itu berasal? Bagaimana dan mengapa ia tumbuh menjadi dikenal luas oteh para ahli, dan banyak digunakan dan diterapkan oleh pembuat kebijakan? Bagaimana penerimaan model difusi yang klasik membatasi keaslian dan ketepatan karya para peneliti difusi? Kami kira bab ini penting sebab seseorang yang ingin mempelajari dan memahami penelitian difusi haruslah mengetahui sejarah perkembangannya sampai keadaan seperti sekarang ini. Saya telah bergelut dengan penelitian difusi sejak tahun 1954, maka sekitar 28 tahun sejarah yang dipaparkan di sini saya ketahui secara pribadi. Saya menganggap diri saya adalah seorang partisipan sejarah penelitian difusi yang loyal dan simpatik tetapi kritis. Hal ini hendaknya dipegang selarria membaca lembar-lembar berikut ini.

AWAL PENELITIAN DIFUSI DI EROPAMasalah-masalah yang behubungan dengan difusi inovasi telah diketahui sejak lama, dan karena itu tidaklah mengherankan jika akar, membicarakan peneltian difusi kembali pada perkembangan awal ilmu sosial di Eropa. Gabriel Tarde dan Hukum Imitasi Gabriel Tarde, salah seorang nenek moyang sosiologi dan psikologi sosial, adalah seorang hakim Perancis di sekitar pergantian abad (IX-XX) yang mengamati secara cermat kecenderungan yang terjadi di masyarakatnya yang tercermin pada kasus-kasus hukum yang masuk ke peradilan. Tarde mengamati rampatan-rampatan tertentu difusi inovasi yang ia sebut "hukum peniruan", dan ini menjadi judul bukunya yang berpengaruh, yang diterbitkan pada tahun

1903. Maksud observasi akademisnya, kata Tarde, adalah "mengetahui mengapa jika ada 100 inovasi yang berbeda dibuat pada waktu yang bersamaaninovasi dalam bentuk kata-kata, gagasan, mitologi, atau proses industri, dsb.sepuluh di antaranya menyebar sedangkan sembilan puluh lainnya dilupakan". Tak diragukan Gabriel Tarde adalah seorang intelektual yang maju dalam pemikiran mengenai difusi pada masanya. Walaupun ia menggunakan konsep yang agak berbeda dari yang digunakan dalam buku ini (misalnya, apa yang disebut "imitasi/peniruan" oleh Tarde sekarang disebut "adopsi inovasi"), perintis sosiologi ini telah melemparkan beberapa isu penelitian penting yang dkejar-kejar oleh para ahli difusi pada dasawarsa-dasawarsa berikutnya, dengan menggunakan pendekatan yang lebih kuantitatif. Misalnya, seperti telah dikutip di atas, Tarde mendefinisikan pengadopsian atau penolakan inovasi sebagai suatu masalah penelitian yang penting sebab dia mengamati bahwa kecepatan adopsi suatu gagasan baru biasanya mengikuti suatu kurva berbentuk S berdasarkan urutan waktunya. Pertama kali, hanya sedikit orang mengadopsi suatu gagasan baru, kemudian kecepatan adopsi melonjak begitu jumlah orang yang menerima inovasi bertambah, dan akhirnya kecepatan adopsi menyusut. Cercliknya, Tarde mengetahui bahwa "tinggal landas" dalam kurva S adopsi mulal terjadi ketika para pemuka pendapat dalam suatu sistem sosial menggunakan gagasan baru itu. Maka pemikiran jaringan difusi tercakup dalam penjelasan Tarde tentang kurva-S, walaupun ia tidak menggunakan konsep-konsep seperti yang digunakan sekarang misalnya, jaringan (network, homofili, dan heterofili. Misalnya Tarde (1969:29-30) mengamati bahwa inovasi pertama kali diadopsi oleh orang-orang yang secara sosial paling dekat dengan sumber gagasan baru itu, dan bahwa inovasi itu kemudian menyebar sedikit demi sedikit dari orang yang statusnya lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Lebih lanjut Tarde (1969: 27) mengemukakan sebagai salah satu "hukum imitasi"nya yang paling pokok, bahwa semakin inovasi itu serupa dengan gagasan-gagasan yang telah diterima semakin besar kemungkinannya diterima/diadopsi (kami bahas pada Bab 1 bahwa kompatibilitas suatu inovasi berhubungan kecepatan adopsinya). Bagi Gabriel Tarde, difusi inovasi merupakan penjelasan pokok perubahan tingkah laku: "invensi dan imitasi adalah tindakan sosial yang elementer" (Tarde, 1969:178). Karena itu Tarde adalah salah seorang tokoh bidang difusi inovasi di Eropa. Namun pandangannya yang kreatif tidak segera diikuti dengan kajian-kajian empirik tentang difusi, sampai lebih kurang 40 tahun. Barangkali para ahli ilmu sosial di jaman Tarde kekurangan peralatan metodologis untuk melakukan kajian-kajian difusi; mungkin juga tidak terpikir oleh mereka untuk menindak lanjuti. Bagaimanapun juga, pendekatan yang disarankan terhadap penelitian difusi tinggal terbengkelai beberapa dekade, sampai suatu "perguruan bayangan" (invisible college) para sarjana Amerika bergabung di seputar hukum imitasinya Tarde . Para Ahli Difusi Inggris dan Jerman-Austria Akar yang lain sejarah penelitian difusi adalah sekelompok ahli antropologi yang berkembang di Inggris dan Jerman-Austria segera setelah masa Gabriel Tarde (walaupun mereka tidak dipengaruhi tulisan Tarde). Para ahli antropologi ini disebut "difusionis Inggris" dan "difusionis Jerman-Austria". Pandangan masing-wasing kelompok sama. Difusionisme adalah pandangan

dalam anthropologi yang menjelaskan perubahan dalam suatu masyarakat tertentu sebagai akibat pengenalan inovasi dari masyarakat lain. Para difusionis mengklaim bawa semua inovasi menyebar dari salah satu sumber asli, yang tentu saja menentang adanya invensi paralel (sekarang kita tahu bahwa invensi inovasi/gagasan balu telah sering terjadi dalam sejarah). Pandangan difusionisme itu sekarang banyak diikui, karena mereka mengklaim bahwa semua perubahan sosial dapat dijelaskan hanya dengan difusi saja. Pandangan yang sekarang dominan adalah bahwa perubahan sosial itu, disebabkan baik oleh invensi (proses penciptaan gagasan baru) dan difusi, yang biasanya berlangsung berurutan. Kalau kita mau restropeksi, kita mekhat bahwa sumbangan pokok para difusionis Eropa adalah peringatan mereka akan pentingnya difusi agar diperhatikan para ahli ilmu sosial (Kroeber, 1937:137-142). Para difusionis mungkin punya pengaruh lebih besar lagi bila mereka tidak berlebih-lebihan dalam mengemukakan pandangan mereka. Para sarjana yang memetik karya para difusionis Eropa secara langsung adalah para ahli anthropologi, terutama mereka yang di Amerika Serikat pada awal tahun 1920an millai menyelidiki difusi inovasi. MUNCULNYA TRADISI PENELITI DIFUSI Para peneliti difusi anthropologis merupakan yang tertua dari sembilan tradisi penelitian inovasi. Pada bagian-bagian berikutnya dari bab ini akan kami jejaki asal-usul intelektual kesembilan tradisi ini, karena mereka akan membantu kita memahami sejarah penelitian difusi. Masing-masing tradisi penelitian terdiri dari suatu disiplin akademik (misalnya anthropologi, marketing, geografi) atau subdisiplin (misalnya Sosiologi Awal, Sosiologi Pedesaan, dan Sosiologi Kesehatan). Ma sing-masing tradisi biasanya terkonsentrasi pada penyelidikan satu jenis inovasi; misalnya, para ahli sosiologi pedesaan telah terspesialisasi pada inovasi-inovasi pertanian. Tabel 2-1 menunjukkan jenis-jenis inovasi utama yang dikaji oleh masing-masing tradisi, metode pengumpulan data dan analisisnya, unit analisis dan jenis penemuannya. Ringkasan dan pembandingan kesembilan tradisi penelitian difusi ini dilengkapi dengan uralan deskriptif dari masing-masing tradisi berikut ini. Paradigma Difusi dan Perguruan Bayangan Setiap kancah penelitian ilmiah tertentu dimulai dengan suatu terobosan utama atau rekonseptualisasi, yang disebut "paradigma revolusioner" oleh Kuhn (1970), dan memberi suatu cara baru melihat beberapa gejala. ParadigmaJumlah yang pasti tradisi penelitian difusi utama tentu saja agak sembarangan; kami memilih 9 ini karena mereka relatif menunjukan jumlah publikasi penelitian difusi empirik (kecuali tradisi Sosiologi Awal, yang dimasukkan karena pengaruhnya yang besar terhadap tradisi-tradisi yang berkembang lebih akhir). Kesembilan tradisi itu menyaikan sebartyak 2.585 dari 3.085 publikasi yang ada pada Ahir tahun 1981, alau 84% dari keseluruhan laporan difusi yang ada.

adalah pendekatan ilmiah terhadap beberapa gejala yang memberi model masalah dan pemecahannya bagi suatu komunitas sarjana. Pengenalan suatu paradigma biasanya membangkitkan kegairahan banyak usaha intelektual seperti mengijinkan para ihuwan muda tertarik pada bidang ilmu itu, apakah untuk memajukan konseptualisasi baru itu dengan penelitian mereka atau menyangkal aspek-aspek tertentu darinya. Sedikit demi sedikit, suatu konsensus mengenai bidang itu berkembang, dan barangkah setelah beberapa generasi sarjana akademik, perguruan bayangan (suatu jaringan informal para penelitian yang membentuk di seputar paradigma intelektual untuk mengkaji suatu topik yang 'sama') turun menjadi minat ilmiah begitu penemuan-penemuan yang lebih kecil dari suatu hal yang menakjubkan muncul. (Kami mencontohkan perguruan bayangan para ahli Sosiologi Pedesaan yang mengkaji difusi pada akhir bab ini, dalam gambar 2-2). Ini merupakan tahaptahap yang biasa terjadi dalam pertumbuhan ilmu pengetahuan, kata Kuhn (1970). Proses penelitian adalah satu-satunya kegiatan sosial di mana keputusan-keputusan penting dipengaruhi oleh suatu jaringan ilmuwan, yang terorganisasi di seputar gagasan penelitian yang penting.

TABEL 2-1. PERBANDINGAN SEMBILAN TRADISI PENELITIAN DIFUSITRADISI PENELITIAN DIFUSI Anthropolog i JML PUBLIKASI 134 INOVASI YG DIKAJI Ide-icle teknologis (kapak baja, roda, masak air) Pemerintah an kota, perangko, radio Terutama ide-ide pertanian (pembasmi rumput liar, bibit unggul, pupuk kimia) Inovasi dalam pembelajar an (TK, matematik a modern, pengajaran berprogram , METODE PENGUMPULAN & ANALISIS DATA Pengamatan partisipan dan non partisipan, studi - kasus data dari sumber sekunder dan analisis statistik Wawancara, survai dan analisis statistik UNIT ANAL ISIS Suku atau petani desa JENIS TEMUA.N

Konsekuensi inovasi; keberhasilan relatif agen pembaru

Sosiologi Awal

10

Masyarak at atau individu Individu petani di pedesaan

Distribusi pengguna berbentuk-S; karakteristik kategori pengguna Distribusi pengguna berbentuk-S; karakteristik kategori pengguna ; sifat inovasi dan kecepatan adopsinya; saluran komunikasi pd tahaptahap kpts inovasi; sifat pemuka pendapat Distribusi pengguna berbentuk-S; karakteristik kategori pengguna ;

Sosiologi Pedesaan

791

Pendidikan

336

Kuesener pos, wawancara survai, dan analisis statistik

Sistem sekolah, guru, administr ator

pengajaran tim) Kesehatan masyarakat & Sosiologi Kesehatan 226 Ide-ide medik (obat, vaksinasi, KB, CAT) Peristiwa baru, inovasi tektnologis Wawancara survai, dan analisis statistik Individu, organisasi Kepemimpinan pendapat dalam difusi, karakteristik kategori pengguna ; saluran komunikasi pd tahaptahap kpts inovasi; Kepemimpinan pendapat dalam difusi; karakteristik kategori pengguna ; saluran komunikasi pd tahapan keputusan inovasi; Jaringan difusi. Kepemimpinanpendapat dalam difusi; karakteristik kategori pengguna

Komunikasi

372

Wawancara survei, dan analisis statistik

Individu, organisasi

Marketing

304

Produk baru (merk baru, telpon tekan, mode baju) Inovasi teknologis Berbagai macam ide baru

Wawancara survei, dan analisis statistik., eksperimen kancah Catatan sekunder dan analisis statistik Wawancara survei, analisis statistik

Pelanggan perseoran gan

Geografi

130

Individu dan organisasi Perseoran gan

Peranan jarak dan ruang dalam difusi karakteristik katcgori pengguna , dll

Tradisi lain

500

Seperti dinyatakan Abraham Kaplan (1964:28) dalam bukunya yang penting tetang metode penelitian, 'Berikan palu kepada seorang anak kecil, dia akan memukul apa saja yang menurutnya perlu dipukul". Kebanyakan ilmuwan di setiap bidang ilmu mirip dengan anak-kecilnya Kaplan; dalam menentukan masalah penelitian mana yang dikaji dan bagaimana caranya, mereka menghadapi ketidak-pastian. Dalam tingkahlakunya paralel dengan calon pengguna suatu inovasi, para ilmuwan me-nyandarkan diri pada pengalaman subyektif rekan-rekan mereka. Perguruan bayangan yang berpusat pada suatu paradigma intelektual memberi para ilmuwan khas itu. informasi yang dia perlukan untuk mengurangi ketidakpastian proses penelitian itu. Dari banyak altematif arah yang mungkin dikejar suatu obyek penelitian, suatu paradigma mengarahkan peneliti ke arah suatu pendekatan umum. Jadi paradigma, dan perguruan bayangan yang mengikutinya, memberi peneliti suatu sumber keamanan dan kemantapan dalam dunia penelitian yang tidak pasti. Penelitian mengenai difusi inovasi mengikuti tahap-tahap jatuh bangun ini (Crane, 1972), walaupun tahap akhir kematiannya rupanya belum segera mulai. Kajian difusi jagung hibrida oleh Ryan dan Gross (1943), yang diuraikan pada bab 1, mengemukakan suatu pendekatan baru pengkajian difusi yang segera diikuti oleh banyaknya jumlah sarjana. Dalam sepuluh tahun (1953), lebih dari 146 penelitian diselesaikan; selama sepuluh tahn berikutnya (1963), 647 lagi; dan pada 1973, 1.417 lagi. Pada 1981 ada lebih dari 3.085 publikasi tentang difusi inovasi, yang terdirl dari sekitar 2.297 laporan penelitian

empirik dan 788 lainnya tulisan (Gambar 2-1). Jadi kita melihat bahwa jumlah kegiatan ilmlah yang tercakup dalam penelitian difusi inovasi telah meningkat sangat tajam sejak paradigma yang revolusioner muncul sekitar 40 tahun yang Ialu, seperti yang diramal oleh teori pertumbuhan sainnya Kuhn (1970)

'41 '43 '45 '47 '49 '51 '53 '55 '57 '59 '61 '63 '65 '67 '69 '71 73 '75 '77 '79

Gambar 2-1 Jumlah Kumulatif Publikasi Difusi Dari Tahun ke Tahun Bidang kajian penilitian difusi inovasi tinggal landas setelah perumusan paradigma difusi oleh Ryan dan Gross (1943). Pada setiap periode dua tahuan, jumlah publikasi difusi telah meningkat nyata. Kami juga menunjukkan di sini jumlah publikasi peneliflan difusi di negara sedang berkembang dibanding dengan di negara maju; di negara yang pertama mencapai sekitar 30% (balok yang pendek) dari keseluruhan jumlah publikasi sekarang, sedangkan di negara staunya lagi 70% (balok yang tinggi).

Penelitian difusi merupakan tipe penelitian komunikasi yang khas (seperti telah kami uraikan pada Bab 1), tetapi ini dimulai di luar bidang akademik komunikasi. Sebagian besar ini adalah perkara waktu, seperti misainya, kajian jagung hibrida Ryan dan Gross (1943) mendahutui berdirinya pusat atau departemen komunikasi di universitas sepuluh tahun kemudian. Pendekatan penelitian difusi diangkat dari berbagai bidang ilmu: pendidikan, antropologi, sosilogi kesehatan, pemasaran, geografi, dan sosiologi pedesaan. Masing-masing disiplin ini melakukan penelitian difusi dengan caranya sendiri yang khas, dan dalam jangka waktu tertentu tanpa banyak salingtukar dengan tradisi-tradisi penelitian difusi yang lain, setidak-tidaknya sampai awal tahun 1960an ketika batas-batas antar tradisi itu mulai runtuh. Tetapi sebelum kami memerikan pemaduan intelektual ini pada tahun 1960an, kita harus kembah ke awal tradisi penelitian antropologi tentang difusi, pada tahun 1920an. Tradisi Penelitian Anthropologi Tradisi anthropologi tidak saja yang tertua di antara sembilan tradisi yang dibahas dalam buku ini, melainkan ia juga. yang paling berbeda pendekatan metodologisnya dalam kajian difusi. Semacam suatu aturan, kebanyakan ahli anthropologi diajar oleh seniomya untuk tidak percaya pada angka-angka sebagai suatu. dasar pemerian dan penganalisisan perilakusosial. Pendekatan keuantitatif, yang terutama didasarkan pada pengetahuan ilmuwan sosial "sedikit tahu tentang banyak hal", adalah haram bagi ahli

anthropologi yang sangat kuat berpegang pada "tahu banyak mengenai sedikit hal". Pandangan ini berarti bahwa ahli anthropologi yang mengkaji difusi biasanya cenderung menghindarkan penggunaan alat-alat seperti wawancara pribadi, survai sampel acak, dan analisis data dengan komputer. Sebetul-nyalah, "pengocokan angka" dengan menggunakan komputer itu dibenci oleh sebagian besar ahli anthropologi. Para ahli anthropologi cenderung menggali data lebih langsung dari responden mereka, dengan cara pengamatan partisipan, suatu komitmen oleh peneliti untuk mengadopsi pandangan responden dengan mempertukarkan pengalaman keseharian mereka. Untuk dapat menyatu dengan respondennya, seorang ahli anthropologi sering harus hidup di antara mereka, berusaha berempati pada peranan mereka. Jelas, pendekatan yang masuk-total seperti itu menuntut betul-betul kesabaran peneliti kancah anthropologis, yang mungkin harus menunggu lama sehingga ia dapat mengobservasi partisipan tidak saja memerlukan waktu yang lama untuk menggah data (ahli anthropologi biasanya sering tinggal bersama respondennya selama beberapa tahun), ini juga berarti bahwa para ahli anthropologi terbatas pada pengkajian sistem sosial yang kecil, biasanya satu desa. Kebanyakan peneliti anthropo-logis bekerja sendirian, dan karena itu si peneriti terbatas mengenai apa yang dapat ia amati dalam setting yang terbatas pula. Hasil penyelidikan seperti itu memberi pandangan yang bermanfaat mengenai rincian mikroskopik difusi dan adopsi. Tetapi orang tidak yakin babwa hasil-hasil kajian difusi oleh ahli anthropologi itu dapat dirampatkan, misalnya, seberapa jauh administrator kesehatan masyarakat di Peru dapat menerapkan penemuan Wellin (1955) tentang kegagalan kampanye air masak di Los Molinos (ilustrasi pada Bab 1) pada desa-desa Peru lainnya. Apakah Los Molinos punya ciri-ciri khusus yang mempengaruhi pengadopsian dan penolakan inovasi masak air? Apakah masalah yang sama juga terjadi di desa Peru lainnya? Kita tidak tahu. Betapapun ada beberapa keuntungan khusus penelitian anthropologis tentang difusi. Untuk satu hal, jika ahli anthropologi itu berhasi dalam usahanya berempati dengan responden kajian, cerita difusi berikutnya akan menceritakan kisah dari pandangan responden, menyampaikan persepsi mereka tentang inovasi danlembaga pembaru dengan suatu pemahaman yang mendalam (in-depth) yang jarang diperoleh ilmuwan sosial lainnya. Pandangan ini membantu para ahli anthropologi mengatasi bias pro-inovasi kebanyakan pengkaji difusi lainnya. Jika ada apa-apa, para ahli anthropologi kadang-kadang menunjukkan kecenderungan antiinovasi. Dengan menyatu-total ke dalam sistem responden, ahli anthropologi memperoleh pandangan yang menyeluruh tentang gaya hidup, pandangannya, dan hubugan sosial responden. Kapasitas ahli anthropologi untuk memhami kebudayaan total orang-orang yang dikaji, digabung dengan penggalian data yang mereka lakukan cukup lama, memberi para sarjana difusi anthropologis dengan suatu cara yang unik dalam memahami konsekuensi inovasi. Tidaklah kebetulan bahwa banyak penelitian yang digambarkan pada Bab 11 adalah dilakukan oleh para anthropologiwan. Sumbangan mereka lainnya yang bermanfaat bagi pemahaman kita tentang konsekuensi (dampak penyebaran inovasi), sebagian besar penelitian anthropologis juga telah dilakukan mengenai hubungan suatu kompatibilitas inovasi dengan nilai-nilai budaya, terhadap kecepatan adopsi inovasi. Para ahli anthropologi menunjukkan bahwa para perencana dan petugas yang bertanggung jawab dalam program pembangunan gagal memperhitungkan

nilai-nilai budaya pengguna terhadap inovasi. Akibatnya, program difusi seringkah gagal, atau setidak-tidaknya terjadi konsekuensi yang tidak diharapkan. Dibandingkan dengan tradisi penelitian lainnya, anthropologi lebih menaruh perhatian pada pengahhan inovasi-inovasi teknologis dari masyarakat satu ke yang lain (dibandingkan dengan difusi satu media baru ke dalam suatu masyarakat atau sistem). Penekanan pada difusi silang budaya ini konsisten dengan minat para anthropolog dalam konsep budaya, sebagai salah satu peralatan intelektual faforit mereka. Ilustrasi awal jenis penyelidikan ini adalah yang dikemukakan Wissler (1923: 111-112) yakni kajiannya mengenai difusi kuda-tunggang dari penjelajah Spanyol kepada suku-suku Indian Amerika. Kajian difusi silang budaya yang lebih kontemporer dalam dalam tradisi difusi anthropologis adalah penelitian yang mengevaluasi keefektifan program-program pembangunan di mana teknologi-teknologi Barat diperkenalkan di negara-negara sedang berkembang di Amerika Latin, Afrika dan Asia. Para anthropolog telah mempengaruhi kedelapan tradisi penelitian difusi lainnya, terutama sosiologi pedesaan dan sosiologi awal. Tradisi-tradisi yang lain memang jarang menggunakan pengamatan partisipan sebagai metode pengumpulan data, namun mereka telah menggeret bagian-bagian teoritik tertentu yang telah dipelopori/dirintis sarjana difusi anthropologis ke arah penelitian kuantitatif. Sosiologi Awal (Earlly Sociology) Tradisi intelektual yang kami sebut "sosiologi awal" mengikuti jejak ahli sosiologi Perancis, Gabriel Tarde, tetapi kebanyakan terbitan penelitian dalam tradisi ini muncul dari tahun 1920 sampai 1940an (hampir bersamaan dengan tradisi difusi anthropologi). Pentingnya tradisi sosiologi awal tidak terletak pada jumlah penelitiannya (karena hanya ada sepuluh terbitan) atau pada kecanggihan metode penelitiannya, melainkan pada besarnya pengaruh ahli sosiologi awal terhadap para peneliti difusi yang belakangan. Kebanyakan ahli sosiologi awal menjejaki difusi inovasi tunggal pada suatu bidang geografis, misaInya suatu kabupaten atau propinsi. Minat yang mendorong para ahli sosiologi awal terutama adalah pada difusi inovasi yang menghasilkan perubahan sosial. Kecuali Bower (1937; 1938) yang mengkaji difusi radio amatir, para ahli sosiologi tidak memberi tekanan pada proses di mana para pemuka pendapat mempengaruhi anggota sistem lainnya untuk mengadopsi atau menolak inovasi. Penyelidikan Bower barangkali merupakan kajian pertama pada tradisi sosiologi awal yang menggunakan data primer dari responden, di samping data sekunder yang diperoleh dari catatan pemerintah. Dia menghubungi sampel 312 operator radio amatir di Amerika Serikat dengan kuesener pos untuk menentukan pengaruh-pengaruh yang membawa mereka pada pengadopsian radio itu. Bowers (1938) merupakan peneliti pertama yang menemukan bahwa saluran antar pribadi lebih penting daripada media massa bagi pengguna yang lebih lambat. Jumlah operator radio amatir di Amerika Serikat telah meningkat tajam dari sekitar 3.000 pada tahiun 1914 menjadi 46.000 pada 1935, dan Bowers memastikan bahwa distribusi pengguna ini mengikuti kurva

normal berbentuk S bila jumlah pengguna itu diplot per tahun. Bowers juga menghubungkan faktor-faktor ekologi seperti luasnya kota dan daerah di AS dengan kecepatan adopsi radio amatir. Seperti ahh lain dalam tradisi sosiologi awal, Bowers juga mengkorelasikan faktor-faktor ekologis dengan keinovatifan. Kesepuluh kajian dalam tradisi difusi sosiologi awal berbeda dengan tradisi anthropologi karena mereka menggunakan analisis data kuantitatif, suatu pendekatan metodologis yang diikuti oleh tradisi-tradisi penelitian lainnya. Tapi paradigma intelektual yang menyebabkan menyebamya penelitian difusi inovasi masih belum terjadi. Pencipban paradigma ini terjadi pada tradisi sosiologi pedesaan. Sosiologi Pedesaan Tradisi penelitian yang dapat mengklaim penyumbang terbesar pembentukan awal paradigma intelektual penelitian difusi, dan telah menghasilkan paling banyak kajian difusi dalam jangka waktu terlama, adalah sosiologi pedesaan. Dominasi bidang difusi oleh sosiologi pedesaan ditandai dengan persentase kajian difusi yang dilakukan oleh para ahli sosiologi pedesaan, telah menurun sejak 20 tahun terakhir ini karena penelitian difusi lainnya telah tumbuh begitu cepat. Sampai dengan 1964, 423 dari 950 publikasi (45%) adalah dari tradisi sosiologi pedesaan. Dari 1965 sampai 1969, hanya 225 (26%) dari 849 publikasi difusi adalah pada tradisi sosiologi pedesaan, dan persentase ini terus menurun menjadi 14% (100 dari 708 publikasi difusi) dari tahun 1970-1974. Akhirnya sejak tahun 1974 sampai sekarang hanya 8% (45 dari 578 publikasi) dari semua kajian difusi adalah tradisi sosiologi pedesaan. 5,-karang sosiologi pedesaan tidak lagi menjadi pusat perhatian bidang penelitian difusi; tradisi ini telah memudar baik peranan relatif maupun absolutnya dalam lapangan difusi. Tetapi 791 (26%) dari 3.085 publikasi difusi yang ada pada tahun 1981 dilakukan oleh ahli sosiologi pedesaan. Tabel 2-2 menunjukkan bahwa sosiologi pedesaan tetap nomor satu dalam percaturan kajian difusi. Barangkali ini pertanda baik bahwa penelitian difusi menjadi lebih multidisipliner.

Tabel 2-2. TRADISI UTAMA PENELITIAN DIFUSITradisi Penelitian Difusi Sosiologi pedesaan3 Jum. Publ. 791 %1 26 %2 37 Kecenderungan Sejarah pada Tradisi ini Tradisi ini dominan sampai sekitar 1964, banyak penclitian yang dilakukan sampai sekitar 1972, tetapi relatif sedikit penelitian yang dilakukan setelah itu, khususnya di negara sedang berkembang

Prosentase dari semita pubhkasi pad tradisi ini Prosentase dari semua pubkkasi pada tradisi ini yang dilakukan di neggara sedang berkembang 3 Tradisi sosilogi pedesaan mencakup 147 publikasi (19% dari keseluruhan) dilakukan oleh para sarjana penyuluhan, yang pekerjaannya sangat berkaitan erat.1 2

Komunikasi Pendidikan

372 336

12 11

55 6

Pemasaran4 Sosiologi umum5 Kesehatan masyarakat dan sosologi kesehatan Antropologi GeogTafi

304 282 226

10 9 7

2 22 47

134 130

4 4

60 16

Sosfiogi awal Tradisi lain6. JUMLAH

10 5W 3085

-1 17 100

Tradisi ini terdapat pada awal tahun 1960an; terutama di negara sedang berkembang Sebagian besar terdiri darikarya Dr. Paul Mort dan mahasiswanya sampai tahun 1960an, ketika tradisi ini berkembang pesat, dan kemudian menyusun lagi pada pertengahan tahun 1970an Tradisi penelitian besar setelah tahun 1960an di AS Beberapa publikasi diselesaikan pada 1950an, dan tradisi ini tumbuh lamban pada 1960 dan 1970an Tradisi ini betul-betLd ada pada tahun 1960an, baik di negara sedang ber kembang maupun di AS, khususnya dengan kajian-kajian inovasi KB Tradisi perintis dengan publikasi yang jumlah cukupan setiap tahunnya Setelah pendekatan simulasi difusi yang kreatif dari Dr. Torsten Hager strand pada awal 1950an, tradisi ini mulai tumbuh di AS setelah pertengahan tahun 1960an. Perintis penelitian yang membawa pada paradigma difutsi, dilakukan sebelum 1940an

30

Sosiologi pedesaan merupakan sub-bidang sosiologi yang memusatkan perhatian pada masalah-masalah sosial kehidupan pedesaan. Kebanyakan ahli sosiologi pedesaan dipekerjakan oleh fakultas pertanian. Fakultas-fakultas pertanian punya tiga fungsi utama: (1) mengajar mahasiswa, (2) melakukan penelitian mengenai masalah-malasah pertanian untuk membantu petani dan bisnis pertanian, dan (3) memberi layanan penyuluhan untuk menyebar inovasi-inovasi pertanian (yang dihasilkan penelitian) kepada para calon pengguna, terutama petani. Perguruan-perguruan pertanian negeri dan sub-unit penelitian dan penyuluhannya, pusat eksperimen pertanian negara, dan layanan penyuluhan pertanian negara. didonimasi oleh para administrator dan ilmuwan yang spesialisasinya dalam bidang produksi pertanian (misalnya peningkatan panenan, produksi susu, petemakan sapi, dan produksi hortikultura). Dalam organisasi seperti itu, di mana nilai paling penting adalah meningkatkan produksi pertanian, kebanyakan kegiatan ahli sosiologi pertanian dianggap agak berlebihan oleh para ahli pertanian yang melaksanakan perguruan tinggi pertanian negara.Tradisi ini mencakup terbitan oleh para sarjana yang bernaung di bawah bussiness school, yang mungidn tidak semuanya mengikuti pendekatan pernasaran secara kaku 5 Tradisi ini agak merupakan kategori "sisa" yakni terdiri dari terbitan-terbitan oleh para sosiologiwan, soiologi pedesaan, atau sosiologi kesehatan 6 Termasuk ekonomi urnurn, ilmu politik, ekonorni pertanian, psikologi, statistik, Teknik industri, dan lain-lain4

Kecuali penelitian difusi, ia dapat memberi bimbingan yang bermanfaat kepada para peneriti pertanian mengenai bagaimana menjadikan karya-karya ilmiah itu bermanfaat bagi para petani. Dan penelitian difusi sangat dihargai oleh para penyuluh, yang bergantung pada model difusi sebagai teori utama yang membimbing usaha mereka mengalihkan teknologi baru pertanian kepada petani (Rogers et al, 1982a). Maka penelitian difusi sangat cocok dengan nilai utama produksi pertanian yang mendominasi perguruan tinggi pertanian. Penelitian lainnya oleh para ahli sosiologi pedesaan mengenai masalah-masalah sosial yang penting seperti meningkatnya angka kejahatan di pedesaan, menurunnya populasi petani karena perpindahan ke kota, dan masalah-masalah kesehatan pedesaan, tidak begitu dihargai oleh para ahli biologi pertanian yang memegang perguruan tinggi pertanian negeri. Di bawah kondisi keorganisasian seperti itu, tidaklah mengherankan bila difusi inovasi pertanian menjadi topik penelitian yang populer di kalangan para ahli sosiologi pedesaan. Kajian Jagung Hibrida Walaupun beberapa kajian difusi telah dilakukan selama tahun 1920an dan 1930an, penyelidikan Ryan dan Gross (1943) mengenai penyebaran jagung hibrida mempengaruhi metodologi, kerangka teoritik, dan interpretasi para pengkaji yang datang belakangan dalam tradisi sosiologi pedesaan, melebihi kajian lain manapun. Dr. Bryce Ryan adalah seorang profesor sosiologi pedesaan di Iowa State University. Pada 1941 ia meyakinkan Stasiun Percobaan Pertanian (bagian penelitian fakultas pertanian) untuk mendanai penelitian yang diusulkan mengenai penyebaran bibit hibrida di kalangan petani Iowa. Inovasi ini merupakan salah satu cerita keberhasilan bagi universitas negeri Iowa. Pengembangan bibit hibrida dihasilkan dari 20 tahun penelitian genetik oleh para ilmuwan pertanian di Ames; akhirnya, pada 1932 bibit hibrida itu dapat diperoleh para petani Iowa, dipromosikan oleh Dinas Penyuluhan Pertanian Iowa dan perusahaan bibit komersial yang memasarkan bibit unggul itu. Seperti dikemukakan pada Bab 1, keunggulan bibit baru itu terutama meningkatkan hasil panenan petani sekitar 20%, lebih tahan kekeringan daripada bibit biasa, dan lebih cocok dipanen dengan alat pemetik mekanis. Jagung merupakan tanaman pokok di Iowa pada tahun 1930an; para pejabat pemerintah menyebut Iowa sebagai "kota Jagung". Dalam kondisi seperti itu tidak mengherankan jika bibit hibrida diadopsi dengan cepat. Pada 1941, kira-kira tiga belas tahun setelah pemasarannya yang pertama, inovasi itu diadopsi oleh hampir 100 persen petani. Barangkali para administrator di Stasiun Percobaan Pertanian Iowa menyeponsori kajian difusi Prof. Ryan karena mereka ingin tahu lebih banyak kasus keberhasilan difusi ini untuk dijadikan pelajaran yang akan diterapkan untuk penyebaran inovasi-inovasi pertanian di masa mendatang. Para administrator ini mungkin juga telah pusing dan frustrasi kenapa inovasi yang jelas-jelas sangat bermanraat seperti jagung hibrida itu tidak diadopsi lebih cepat. Mereka heran, misalnya mengapa beberapa petani sampai menugngu 13 tahun untuk mengadopsi, padahal selama itu para tetangga di sekitarnya telah menggunakan bibit baruitu dengan berhasil. Pada musim panas 1941, Neal Gross, seorang mahasiswa pasca sarjana pedesaan, ditarik oleh Prof Ryan sebagai asisten peneliti dalam proyek penelitian difusi jagung hibrida itu. Mereka memihh dua komunitas kedl Iowa,

terletak di sebelah barat Ames, dan mengadakan wawancara pribadi dengan 259 petani yang tinggal di dua desa itu. Dengan menggunakan kuesener terstruktur, Neal Gross, yang melakukan sebagian pengumpulan data, mewawancarai masing-masing responden mengenai kapan mereka memutuskan mengadopsi jagung hibrida (tahun pengadopsian menjadi variabel dependen utama dalam menganalisis data), saluran komunikasi yang telah dia pergunakan pada setiap tahap proses bibit hibrida setiap tahun. Di samping data-data ingatan itu, ahli sosiologi pedesaan itu juga menanya setiap responden megenai pendidikan formainya, usia, luas ladang, pendapatan, perjalanannya ke luar desa, bacaannya, dan variabel-variabel lainnya yang nantinya dikorelasikan dengan keinovatifan (yang diukur dengan tahun pengadopsian jagung hibrida). Ketika semua data telah terkumpul, Ryan dan Gross mengolah jawaban petani ke dalam bentuk kode (yakni angka-angka). Peneliti difusi ini menganalisis data itu dengan tabulasi tangan dan mesin hitung 'penggunaan komputer untuk menganalisis data bellum ada pada waktu itu). Dalam waku satu tahun, Neal Gross (1942) menyelesaikan tesis masternya mengenai difusi jagung hibrida, dan tak lama kemudian Ryan dan Gross (1943) menerbitkan artikel mengenai kajian itu dalam jurnal Rural Sociology (artikel ini merupakan tuhsan yang paIing banyak dikutip, walaupun ada beberapa tulisan lain). Kami menguraikan temuan-temuan pokok kaijan jagung hibrida ini pada Bab 1, dan di sini fidak perlu ditilang lagi. Kajian difusi klasik ini menggiring para sarjana difusi berikutnya ke arah pencarian jawab atas pertanyaan-pertanyaan peneritian tertentu seperti: variabel apakah yang berhubungan dengan keinovatifan? Apakah kecepatan adopsi inovasi itu, dan faktor-faktor apakah yang menjelaskan kecepatan adopsi? Apakah peran yang dimainkan oleh saluran komunikasi yang berbeda pada berbagai tahapan proses keputusan inovasi? Arah penelitian ini terus mendorong hampir semua penelitian difusi sejak tahun 1943. Pengaruh intelektual kajian jagung hibrida meluas keluar Iowa, di luar kajian inovasi-inovasi pertanian, dan bahkan di luar tradisi penelitian difusi sosiologi pedesaan. Paradigma penelltian yang diciptakan oleh penyelidikan Ryan dan Gross menjadi pola akademik yang ditiru, pertama-tama oleh para ahli sosiologi pedesaan dan penelitian-penelitian difusi pertanian mereka, dan kemudian oteh hampir semua tradisi penelitian difusi (apakah mereka mengetahui atau tidak). Kajian jagung hibrida telah meninggalkan cap yang tak terhapus pada bidang penelitian difusi sampai sekarang. Pengaruhnya yang berkepanjangan tidaklah sepenuhnya menguntungkan, kalau kita bicara secara intelektual. Pengopian keterIaluan terhadap paradigma difusi klasik oleh para peneliti baru (yang datang belakangan), membawa ketidak-tepatan metodologis dan arah teoritik yang salah. Kritikan seperti ini, terhadap dominasi paradigma klasik, dibahas lebih jauh pada Bab 11. Kami berpendapat bahwa terlau membesar-besarkan keuntungan relatif jagung hibrida (daripada jagung biasa) mungkin ditunjang oleh baik kecondongan pro-inovasi kajian-kajian difusi berikutnya dan kurangnya penelitian yang menaruh perhatian pada konsekuensi-konsekuensi inovasi teknologis. Karena efek jagung hibrida begitu jelas manfaatnya, mudah diduga bahwa konsekuensi inovasi-inovasi lainnya juga positif. Di samping menyusun paadigma difusi secara teoritik, kajian jagung hibridanya Ryan dan Gross juga membentuk suatu metodologi prototipikal untuk metakukan penyelidikan difusi: wawancara survei sekati- tembak (one-shot

dengan para pemakai inovasi, yang diminta mengingat perilaku dan keputusan mereka berkenaan dengan inovasi. Jadi rancangan khas penelitian untuk megkaji difusi dibangun pada 1941. Ini masih berjalan, dengan sedikit modifikasi, sampai saat ini. Metodologi pengganti tidak dibuat para sarhana difusi menunjukkan kelemahan dalam bidang ini saat ini. Perguruan Bayangan Penelifi Difusi Sosiologi Pedesaan Terbentuk Selama tahun 1950an, terjadi ledakan jumlah kajian difusi oleh para ahli sosiologi pedesaan. Para perintis penting dalam tradisi ini adalah (1) Dr. Eugene A Wilkening, yang pindah ke Universitas Wisconsin pada awal tahun 1950an setelah beberapa tahun mengadakan kajian difusi yang sangat bagus di North Carolina, dan (2) Drs. Herbert F. Lionberger dari Universitas Missoury. Pusat kajian dan latihan difusi pertanian yang ketiga ada di Universitas Negeri Iowa di mana Prof. George M. Beal dan Joe M. Bohlen memajukan kajian-1-zajian difusi yang diluncurkan oleh Ryan dan Gross. Para doktor baru di bidang sosiologi pertanian dicetak di Madison, Kolombia, dan Ames pada 1950an, kemudian menjadi profesor-profesor sosiologi pedesaan di universitas-universitas pertanian negeri lainnya di mana selanjutnya mereka membangun program-pro-gram penclitian difusi. Sebetulnyalah, saya adalah salah satu di antara para misionaris penelitian difusi itu. Crane (1978:188) mengkaji perguruan bayangan para peneliti difusi di bidang tradisi sosiologi pedesaan pada pertengahan 1960an, dan me-nyimpulkan bahwa ada jaringan saling-terpaut yang erat di kalangan para sarjana yang bertukar kerangka metodologis-teoritis umum. Jaring-an itu didominasi dua klik besar7, salah satunya terdiri dari 27 sarjana dan yang lainnya 32 peneliti; masing-masing memusatkan perhatiannya pada pembimbingan sarjana difusi yang matarantai jaringannya menjangkau pada para mahasiswa calon doktor baru. Klik-klik kecil yang terdiri dari 17, 13, atau 11 sarjana itu berhubungan erat dengan dua klik besar tadi (gambar 2-2). Struktur komunikasi jaringan para peneliti difusi sosiologi pedesaan memberikan konsensus dan pertalian hubungan dalam bidang ini; ini berarti bahwa para sarjana ini bertukar kerangka umum dalam pengkajian difusi, dan mereka tetap mengikuti penemuan-penemuan penelitian satu sama lain. Ini membantu bidang sosiologi pedesaan maju ke depan ke arah tujuan-tujuan penelitian-nya. Ada sifat kumulatif ke arah penelitian ini, karena masing-masing kajian berusaha menyempumakan karya sebelumnya. Sayangnya, ini juga berarti bahwa penyimpangan yang radikal dari paradigma difusi secara implisit mengecilkan hati. Beberapa realitas difusi diabaikan, karena ia bukan bagian dari paradigma difusi yang sudah mapan. Faktor penting lainnya pada perkembangan tradisi penelitian difusi sosiologi pedesaan pada tahun 1950an-1960an, di samping saling keterkaitan perguruan bayangan para sarjana, adalah adanya dana penelitian. Selama periode ini, statsiun percobaan pertanian negara, bersama dengan Departemen Pertanian AS yang membiayai sebagian penelitian pertanian, menghasilkan sangat berlimpah-ruah inovasi pertanian: penyemprot bibit, pupuk kimia, jenis-jenis tanaman baru, makanan kimia untuk ternak, dan mesin-mesin pertanian baru. Hasilnya adalah suatu "revolusi pertanian" di mana jumlahKlik adalah suatu subsistem yang unsur-unsurnya bersitindak satu sama lain relatif lebih sering daripada anggota sistem komunikasi lainnya7

orang yang disokong makanan dan pakaian oleh rerata petani Amerika meningkat tajam dari 14 pada 1950an, menjadi 26 pada 1960an, dan menjadi 47 pada tahun 1970an. Peningkatan yang cepat produktifitas pertanian ini tidak hanya karena adanya inovasi-inovasi pertanian, tetapi juga penyebaran inovasi itu secara efektif di kalangan para inovasi Amerika. Dalam keadaan begitu itulah para ahli sosiologi pedesaan datang. kajian-kajian difusi mereka menunjukkan para penyuluh pertanian tentang bagaimana mengkomunikasikan ide-ide teknologis baru itu kepada para petani, dan dengan demikian menunjukkan bagaimana mempercepat pioses difusi. Kita patut berterimakasih kepada Ryan dan Gross (1943), karena para ahli sosiologi pedesaan punya suatu paradigma yang tepat untuk pedoman kajian difusi mereka. Juga kepada revolusi pertanian tahun 1950an, para sarjana difusi ini telah berada pada tempat yang tepat (fakultas pertanian universitas negeri) pada saat yang tepat. Hasilnya adalah perkembang-biakan kajian difusi oleh tradisi sosiologi pedesaan: 185 pada 1960, 648 pada 1970, dan 741 pada 1981. Penelitian difusi sosilogi pedesaan di negara sedang berkembang Pada tahun 1960an para ahli sosiologi pedesaan Amerika memasuki dunia internasional. Dasawarsa ini ditandai dengan usaha berskala besar untuk mengekspor universitas, bantuan layanan penyuluhan pertanian ke negara-negara sedang berkembang di Amerika Latin, Afrika dan Asia. Dengan pandanaan dari USAID dan lembaga bantuan swasta, universitas-universitas pertanian AS membentuk kampus-kampus di seberang lautan di mana para dosen Amerika mengajar, melakukan penelitian pertanian, dan menasehati dinas-dinas penyuluhan dan programprogram pembangunan lainnya (Rogers dll, 1982a). Para ahli sosiologi pedesaan menjadi bagian dari operasi seberang lautan ini, dan mereka (bekerjsama dengan mahasiswa doktoral negara-negara sedang berkembang yang mereka latih) melancarkan kajian-kajian difusi difusi di pedesaan petani. Pembangunan pertanian merupakan tujuan utama aktifitas internasional ini, maka wajar jika topik difusi inovasi pertanian harus dicari. Di samping itu, sosiologi pedesaan juga melakukan penyelidikan difusi inovasi-inovasi kesehatan, nutrisi dan keluarga berencana kepada penduduk desa. Awal tahun 1960an -nenandai awal tinggal landas jumlah kajian difusi di negara-negara sedang berkembang (gambar 2-1). Perintis petualangap dalam bidang ini adalah Syed A. Rahim (1961) di Bangladesh, dan Paul J. Deutchmann dan Orlando Fals Borda (1962b) di Kolombia. Kajian mereka menunjukkan bahwa ide-ide baru menyebar di kalangan petani di pedesaan dalam pola yang umumnya sama dengan difusi dalam setting yang penuh-media seperti AS dan Eropa. Proses difusi, dan konsep serta model yang digunakan untuk menganalisisnya, agaknya sah secara silang budaya, setidak-tidaknya dalam arti bahwa hasil-hasilnya yang sebanding ditemukan dalam setting baru (negara sedang berkembang) itu. Namun demikiann, dalam tahun-tahun terakhir ini, dapat diterapkannya paradigma difusi yang diekspor AS ke negara-negara sedang berkembang itu mulai dipertanyakan. Ada alasan-alasan yang mendorong cepatnya pertumbuhan kajian difusi di negara-negara sedang berkembang pada tahun 1960an. Teknologi. dianggap merupakan kunci pembangunan, setidak-tidaknya dalam konsepsi pembangunan pada waktu itu, sehingga penyelidikan difusi inovasi teknologis level mikro

punya arti penting bagi para perencaana dan petugas-petugas pemerintah di negara-negara sedang berkembang. Hasil-hasil penelitian ini, dan kerangka umum difusi, memberikan baik pendekatan teoritik perencanaan program-program pembangunan maupun prosedur evaluasi untuk mengukur keberhasilan kegiatan-kegiatan pembangunan. Hightower (1972) mengatakan ketidak-bertanggung-jawaban teknologis itu merupakan bagian dari kegagalan fakkultas pertanian di AS. Ana-lisis yang kritis ini menunjukkan bahwa hampir semua sumber profesional perguruan-tinggi pertanian yang didukung secara luas memasuki (1) ilmu pengetahuan biologi untuk mengembangkan inovasi, dan (2) kegiatan layanan penyuluhan pertanian untuk menyebarkan ide-ide baru itu kepada para petani. Penekanan yang berlebihan pada teknologi produksi pertanian ini berarti bahwa penelitian ilmu sosial mengenai konsekuensi inovasi sangat kurang. Kritikan Hightower menonjok para ahli sosiologi pedesaan sangat keras; mereka telah mengkaj! difusi inovasi selama lebih dari 20 tahun, dalam rangka mempercepat tingkat adopsi, tanpa mengkaji konsekuensi-konekuensi teknologi dan apa yang dapat dilakukan terhadap masalah-masalah sosial yang bersumber dari revolusi pertanian di AS.Terisolasi 39 orang 8 klik 2 orangan 4 klik 3 orangan 2 klik 4 orangan 1 klik 5 orangan 2 klik 6 orangan 1 klik 9 orangan

GAMBAR 2-2. Struktur jaringan komunikasi sosiologiwan pedesaan yang mengkaji difusi pada tahun 1967an, berdasarkan kerjasama mereka Perguruan bayangan ahli-ahli sosiologi pedesaan yang mengkaji difusi relatif saling berhubungan pada tahun 1967 ketika Crane mengumpulkan data jaringan ini melalui kuesener pos dari 221 sarjana dalam tradisi penelitian ini Klik-klik yang diperlihatkan pada gambar itu diidentifikasi dengan suatu program komputer analisis jaringan sehingga setiap klik -mencakup individu-dividu yang erinterksi lebih sering satu sama lain. Untuk sederhananya, kami tidak menunjukkan (paparkan pada gambar itu) matarantai setiap klik juga tidak kami tunjukkan orang yang terisolasi dalam sosiogram itu- Kerjasama

langsung antara suatu pasanqan klik tampak dalam bentuk garis penuh, sedangkan garis-garis putus menunjukkan kerjasama tidak langsung (menunjukkan bahwa sefiap anggota Uk terkait dengan seseorang pada klik lain melalui perantara). Dua klik terbesar, beranggotakan 27 dan 32 peneliti, berhubungan dengan keseluruhan perguruan bayangan (invisible colleges); bila keduanya in! dihilangkan, jaringan itu akan bubar. Empat klik terbesar mencakup kedelapan "produser besar" (masing-masing punya 10 atau lebih publikasi difusi); kebanyakan anggota klik itu adalah kolaborator atau mahasiswa mereka. Kedelapan produser besar itu selalu berkomunikasi satu sama lain mengenai penelitian. Begitu juga pada perguruan bayangan lainnya yang dikaji, ilmuwan yang paling produktif adalah para pemimpin klik, dan kontak mereka satu sama lain menghubungkan klik-klik itu dalam satu jaringan. Namun demikian, 101 dari 221 peneliti adalah tersendiri atau anggota klik yang tidak terkait dalam jaringan. Sedikit dari 101 orang itu yang sarjana produktif; kebanyakan hanya menyelesaikan (mengadakan penelitian untuk) master atau doktornya saja, dan tidak punya tulisan lainnya yang diterbitkan. Beberapa di antaranya tidak tinggal di AS, karena telah kembali ke negerinya sendiri setelah menamatkan studinya.

Sementara sejumiah kajian difusi yang bermanfaat terus dilakukan dalam tradisi Sosiologi Pedesaan saat ini, perhatian sekarang lebih banyak dicurahkan pada penelitian konsekuensi teknologi pertanian (beberapa dari penelitian ini dibahas pada bab 11). Lebih lanjut, beberapa ahli sosiologi pedesaan telah lebih banyak mempertanyakan penekanan yang diletakkan pada teknologi produksi pertanian oleh fakultas pertanian di AS dengan imbalan penggusuran banyak keluarga tani dari bidang-pertanian, beberapa sosiolog pertanian ragu apakah perguruan pertanian betul-betul membantu para petani AS. Ini merupakan peranan yang sangat berbeda dengan yang dimainkan oleh tradisi sosiologi pedesaan sebelum tahun 1970an. Dan ini merupakan salah satu alsan mengapa minat para sosiolog pedesaan dalam kajian difusi agak memudar pada tahun-tahun terakhir ini. PENDIDIKAN Walaupun pendidikan merupakan tradisi penelitian difusi yang penting dalam arti jumlah kajian yang telah dilakukan, ia kurang penting dalam arti sumbangannya terhadap pemahaman teoritik difusi inovasi. Tetapi ada sumbangan potensial yang menarik yang diberikan oleh tradisi penelitian pendidikan dalam pengadopsian inovasi kependidikan. Tidak seperti para petani AS, yang terutama melakukan keputusan-inovasi opsional, kebanyakan guru dan administrator sekolah terlibat dalam keputusan inovasi kolektif dan/atau otoritas. Para guru memang bekerja dalam organisasi, tidak seperti petani.

Publikasi difusi pendidikan berjumlah 23 buah pada tahun 1961 (5% dari semua karya difusi), 71 pada tahun 1968 (6%) dan 336 pada 1981 (11% dari semua publikasi difusi). Pendidikan menempati urutan ketiga dari 9 tradisi difusi dalam hal jumlah publikasi (lihat Tabel 2-2)

Kajian- kajian pendidikan Guru Mayoritas kajian-kajian difusi-kependidikan-permulaan (early educational diffusion studies) dilakukan pada satu lembaga, yaitu Columbia University's Teacher College, dan di bawah pimpinan satu orang, Dr. Paul Mort. Tradisi ini berakar dari penelitian pada tahun 1920an dan 1930an yang dilakukan Mort dan kawan-kawannya mengenai kendali lokal atas keputusan keuangan sekolah (sebagai kebalikan dari pengaruh federal atau negara bagian atas keputusan ini), dan mengenai apakah kendali lokal ini menyebabkan keinovatifan sekolah. Pendeknya, kajian-kajian difusi pendidikan Universitas Colombia bermaksud menunjukkan bahwa kendali lokal berhubungan dengan keinovatif dan sekolah, yang dianggap merupakan karakteristik sekolah yang diharapkan. Data kajian ini seringkali diperoleb melalui kuesener pos kepada para penilik sekolah atau kepala sekolah. Unit analisisnya adalah sistem sekolah pada hampir semua penelitian. Kajian-kajian difusi universitas Colombia menemukan bahwa penduga terbaik keinovatifan sekolah adalah penyelidikan persiswa. Faktor kesehatan hampir merupakan prasyarat penting bagi keinovatifan di kalangan sekolah negeri. Stereotip orang mengenai sekolah pinggiran kota yang kaya di AS sebagai sangat inovatif, dikukuhkan oleh kajiankajian pendidikan guru terdahulu. Lebih lanjut, Dr. Mort dan para peneliti rekan-rekannya menemukan bahwa diperlukan waktu yang cukup meluasnya pengadopsian ide-ide baru kependidikan: rata-rata sekolah Amerika terlambat 25 tahun dari praktik terbaik (Mort, 1953:1992). Tentu saja ada rentangan yang lebar dalam kecepatan adopsi inovasi-inovasi kependidikan. Misalnya, taman kanak-kanak memerlukan lebih kurang 50 tahun untuk mencapai pengadopsian oleh semua sekolah AS (Mort, 1953). Tetapi kursus mengemudi hanya memerlukan 18 tahun (dari tahun 1935-1953) untuk mencapai pengadopsian secara luas (Allen, 1956), dan matematika modern hanya memerlukan waktu 5 tahun aari tahun 1958-1963 (Carlson, 1965). Kursus mengemudi dan matematika mo-dern dipromosikan dengan gencar oleh lembaga-lembaga pembaruan: perusahaan-perusahaan asuransi dan pabrik-pabrik mobil dalam kasus kursus megemudi, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Nasional dan Departemen Pendidikan AS mengenai matematika modern. Dengan diluncurkannya Sputnik padatahun 1958 timbullah ketidakpuasan masyarakat terhadap pendidikan Amerika dan pertanda awal peranan aktif pemerintah federal datam menyebark-an inovasiinovasi kependidikan. Keterlibatan pemerintah federal dan negara bagian akhir-akhir ini dalam difusi kependidikan telah agak nmegurangi tingkat kendali lokal yang semula telah ditunukkan oleh Mort sangat berguna. Kajian- kajian Difusi Kependidikan Belakangan Setelah Paul Mort meninggal pada 1959, Teachers College of Colombia University kehilangan monopolinya dalam difusi kependidikan. Kajian~kajianDukungan finansial untuk kajian-kajian ini sebagian besar berasal dari sekolah-sekolah negeri yang dikaji. Jumlah keseluruhan anggaran penelitian untuk penelitian difusi kependidikan Universitas Columbia lebih dari seperempat jta dolar pada tahun 1959. kebanyakan dukungan dana disumbang oleh iuran tahunan masing-masing sekolah yang dikaji; sekolah-sekolah ini diorganisasi oleh Mort ke dalam suatu asosiasi penelitian.

yang lebih akhir diarahkan pada (1) guru sebagai responden, bukan cuma kepala sekoiah/administrator, (2) difusi baik di persekolahan maupun di luar sekolah, dan (3) dilusi kependidikan di negara-negara sedang berken, bdng. Banyak kajian dalam tradisi pendidikan disponsori oleh Dep. Pendidikan AS, sebagai alat untuk mengevaluasi berbagai program difusi yang dilancarkan oleh lembaga-lembaga pemerintah. Banyak kajian difusi fainnya yang ditakukan oleh mahasiswa doktoral pendidikan untuk disertasi. Dua tokoh akademik dalam penelitian difusi ke-oendidikan adalah Dr. Ronald G. Havelock dari The American University dan Dr. Metthew B. Miles dari The Policy Research Institute di New York City. keduanya telah terlibat datam penelitian difusi lebih dari 15 tahun dan masing-masing telah banyak menulis atau menyunting buku (Miles, 1964; Havelock, 1969). Difusi Matematika Modern di Allegheny Barangkali penelitian difusi kependidikan terbaik adalah analisis Dr. Richard 0. Carlson tentang penyebaran matematika modern di kalangan para administrator sekolah di Pensylvania dan Virginia Barat. Dia mengkaji pola kepemimpoinan pendapat dalam jaringan difusi matematika modern di kalangan penilik sekolah, sifat-sifat inovasi, variabel-variabel yang berkorelasi dengan keinovatifan, dan konsekuensi satu inovasi: pengajaran berprogram. Tetapi kajian Carlson sangat menarik karena memberikan gambaran tentang jejaringan difusi dengan mana matematika modern menyebar dikalangan administrator di daerah Allegheny (daerah ini merupakan wilayah metropolitan Pittsburg). Carlson mengadakan wawancara pribadi dengan 39 penilik yang mengepalai sistem-sistem sekolah ini, masing-masing ditanya (1) tahun berapa mereka mengadopsi matematika modern, (2) peniliklkepala sekolah mana yang merupakan teman akrab mereka, dan (3) beberapa data lainnya. Matematika modern memasuki wilayah pendidikan daerah Allegheny melalui salah seorang kepala sekolah, yang mengadopsi pada 1958. Inovator ini sering bepergian keluar daerah Pittsburg, namun dalam sosiometrik ia adalah orang yang terisolasi dari jaringan setempat; tidak satupun dari ke-37 administrator yai g berbincang dengannya. Kurva berbentuk S tidak tinggal landas sampai 1959-1960, yakni saat suatu klik 6 kepala sekolah mengadopsi; di antara enam orang ini tiga di antaranya merupakan pemuka pendapat yang penting dalam sistem itu. Kecepatan adopsi kemudian mulai menanjak dengan cepat. Pada tahun 1958 hanya ada satu pengguna (si inovator), lima pada akhri 1959, 15 pada 1960, 27 pada 1961, 25 pada 1962, dan pada akhir 1963 ketiga puluh delapan kepala sekolah telah mengadopsinya. Dengan demikian matematika modern menyebar mencapai 100% adopsi dalam waktu 5 tahun. Inovator yang kosmopolit terlalu inovatif untuk bertindak sebagai model peran yang tepat bagi para kepala sekolah lainnya. Mereka tidak mengadopsi sampai para pemuka pendapat dalam klik enam-orang berkenan terhadap inovasi itu. Perhatian Carlson pada jaringan antarpribadi dalam difusi merupakan suatu langkah maju dari kajian Ryan dan Gross mengenai jagung hibrida, yang tidak berhasil menggali data sosisometrik. Dan kajian kepala sekolah itu mengingatkan pada salah satu, penyelidikan obat baru di kalangan para dokter, yang dilakukar, oleh tradisi sosiologi kedokteran, yang dibahas berikut ini.

KESEHATAN MASYARAKAT DAN SOSILOGI KEDOKTERAN Tradisi difusi ini mulai pada tahun 1950an, kira-kira bersamaan dengan Sosiologi Kedokteran mulai dikenal sebagal suatu bidang spesialisasi sosiologis . Inovasi-inovasi yang dikaji adalah (1) obat-obatan baru atau gagasan-gagasan kedokteran lainnya, yang penggunanya para dokter, atau (2) metode keluarga berencana dan inovasi kesehatan, yang penggunanya para klien atau pasien. Kalvan Obat-obatan Universitas Colombia Kajian klasik dalam tradisi ini dilakukan oleh tiga ahli sosiologi: Elihu Katz, Herbert Menzel dan James Coleman dari Universitas Colombia. Penyelidikan ini barangkali merupakan yang kedua setelah analisis Ryan dan Gross tentang jagung hibrida dalam sumbangannya terhadap paradigma difusi. Dampak terpenting kajian Colombia adalah mengarahkan kajian-kaJian difusi di masa mendatang kepada pengkajian jejaringan antarpribadi di mana evaluasi subyektif terhadap inovasi dipertukarkan di antara anggota sistem. Kajian obat-obatan ini membantu menjelaskan sifat jejaringan difusi, menunjukkan bahwa para pemuka pendapat berperan penting dalam tinggal-landas"nya kurva difusi bentuk-5. Departemen penelitian pasar Charles Pfizer and Co., suatu perusahaan besar farmasi di New York memberikan bantuan sebesar $40.000 kepada para sosiolog Columbia untuk proyek penAtian itu, yang dilakukan pada 1954. Suatu pilot studi penyebaran obat-obatan baru dilakukan di kalangan tigapuluh tiga dokter di kota New England (Menzel dan Katz, 1955). Penyelidikan yang sesungguhnya dilakukan, setelah teknik-metodologis diuji dalam pilot studi, di empat kota Illinois pada tahun 1954. Kajian obat-obatan menganalisis penyebaran suatu antiblotika baru yang telah muncul pada akhir 1953. Inovasi itu dirujuk oleh para peneliti Universitas Columbia dalam kebanyakan laporan mereka dengan nama samaran gammanym. Obat itu telah dicoba setidak-tidaknya sekali oleh 87 persen dokter Illinois, yang telah menggunakan dua obat "mujarab" lainnya yang masih serumpun dengan gammanym. Obat baru itu menggeser obat yang lama seperti jagung hibrida mengganti jagung biasa. Yang membeli obat-obatan itu lebih banyak para pasien daripada para dokter, walaupun yang membuat keputusan inovasi adalah dokter. Para sosiolog Universitas Columbia mewawancaral 125 dokter umum, intemis dan dokter anak-anak di empat kota Illinois. Ada 85 persen dokter yang berpraktek spesialis di mana 44 obat baru itu sangat penting" (Coleman dkk, 1957).Walaupun banyak peneliti difusi dalam tradisi kesehatan masyarakat dan sosiologi kesehatan tidak menamakan dirinya sebagai "ahli sosilogi kesehatan"; beberapa di antaranya berafiliasi dengan fakultas kedokteran dan yang lain dengan fakultas kesehatan. Data Illionis dilaporkan dalam Burt (a980), Menzel dkk (1959), Coleman dkk (1957, 1959, dan 1966), Katz (1956, 1957, dan 1961), Katz dkk (1963), dan Menzel (1957, 1959, dan 1960). Pembahasan kali ini hanya memaparkan data terutama dari empat kota di Illionois, bukan dari pilot studi di New England.

Keseratus duapuluh lima responden ini secara sosiometrik menunjuk 103 dokter laqi di bidang spesialisas lain yang mereka ini juga diwawancarai. Walaupun banyak penemuan dari kajian obat-obatan ini didasarkan pada sampel 125 ahli kesehatan itu, analisis sosiometrik jaringan difusi diperoleh dari jawaban sampel sebanyak 228 dokter, yang 64 persen aktif membuka praktek privat di keempat kota itu. (Coleman, 1957). Salah satu keistimewaan metodologis kajian obat-obatan ini adalah menggunakan ukuran obyektif waktu pengadopsian dari catatan tertulis pada resep yang diterima apotik. Kajian obat-obatan merupakan salah satu. dari penyelidikan difusi yang sangat jarang dilakukan di mana para peneliti tidak dipaksa untuk tergantung pada data-ingatan mengenai keinovatifan. Sebetulnya, ada kecenderungan bagi kebanyakan dokter yang melapor telah mengadopsi obat-obatan itu lebih awal daripada yang ditunjukkan oleh catatan resep mereka (Menzel, 1957), walaupun ini mungkin semata-mata karena hanya 10 persen sampel catatan resep yang diambil oleh para sarjana difusi. Para peneliti Universitas Columbia tidak mengetahui tradisi penelitian difusi lainnya pada saat data gammanym dikumpulkan. Para peneliti itu tidak merahasiakan kekagetan mereka atas penemuan kajian jagung hibrida. Katz (1961) menyatakan: "Kajian obat-obatan telah dilakukan .... tanpa sedikitpun tahu banyak kesamaannya dengan kajian yang telah dilakukan Ryan dan Gross hampir empatbelas tahun sebelumnya". Sesungguhnya, ada beberapa kesamaan yang kuat antara kajian jagung hibrida dengan kajian obat-obatan, walaupun ada perbedaan yang jauh antara petani dengan dokter. Misalnya, dokter yang inovatif lebih sering mengikuti pertemuan-pertemuan medis di luar kota dari pada para dokter yang lambat mengadopsi, mengingatkan kita pada salah seorang petani Iowa yang inovatif yang menunjukkan kekosmopolitannya dengan seringnya bepergian ke Des Moines (kajiankajian difusi yang belakangan juga melaporkan bahwa para inovator punya jaringan persahabatan yang jauh keluar dari sistemnya sendiri yang lokal). Seperti halnya petani Iowa yang inovatif yang punya sawah luas dan berpenghasilan besar, dokter yang inovatif juga melayani pasien-pasien yang kaya. Tapi penemuan terpenting dari kajian obat-obatan Universitas Columbia adalah yang berkenaan dengan jaringan difusi antarpribadi. Coleman dkk (1966) menemukan bahwa hampir semua pemuka pendapat, yakni para dokter yang mendapat pihhan sosiometrik tiga atau lebih dari temannya, telah mengadopsi gammanym pada bulan kedelapan (dari tujuh belas bulan masa difusi yang mereka kaji). Pada titik-saat ini, kurva difusi berbentuk S untuk para pengikut pemuka pendapat itu betul-betul tinggal landas. Dengan kata lain, salah satu alasan kurva bentuk S adalah bahwa begitu para pemuka pendapat dalam sistem itu mengadopsi, mereka menyampaikan penilaian subyektif mereka mengenai inovasi kepada teman-teman mereka yang jumiahnya banyak, dan ini mempengaruhi pertimbangan mereka untuk mengadopsi ide baru itu. Dengan demikian sistem sosial merupakan semacam sistem belajar kolektif di mana pengalaman-pengalaman pengguna inovasi yang lebih dulu, tersebar meIalui jejaringan antarpribadi, menentukan kecepatan adopsi para pengikut mereka. "Belajar sambil bekerja" semacam itu dalam suatu sistem sosial tentu saja bisa juga berakibat negatif: jika obat baru itu belum begitu

efektif dalam menyembuhkan para pasien dokter yang inovatif itu, mereka akan menyampaikan ketidakpuasan mereka terhadap obat baru itu kepada kerabatnya. Maka kurva difusi bentuk-S akan berjalan lambat. Atau mungkin berubah menjadi plateau (mendatar, tidak meninggi) dan menurun sebagal akibat meluasnya diskontinuansi. Perlu diketahui bahwa para dokter punya banyak sekali informasi mengenai obat-obatan baru. Gammanym telah menjalani uji kinik oleh perusahaan-perusahaan farmasi dan oleh fakultas kedokteran sebelum diperkenalkan kepada para dokter. Hasil penilaian ilmiah itu, dikomunikasikan dalam artikehartikel jurnal kedokteran kepada para ahli kesehatan yang menjadi sampel Coleman dkk (1966), dan oleh para detailmen. Pesan-pesan komunikasi ini menciptakan kesadaran dan pengetahuan mengenai inovasi itu di kalangan masyarakat kedokteran, tetapi penilaian-penilaian ilmiah macam itu tidak cukup mempengaruhi rerata dokder untuk mengadopsinya. Penilaian subyektif mengenai obat baru itu, berdasarkan pengalaman pribadi rekan-rekan dokter, merupakan kunci untuk meyakinkan dok-ter tertentu untuk mengadopsi penggunaan obat itu bagi pasiennya. Ketika teman sejawat berkata: "Lihat, dok, Saya menulis resep gammanym untuk pasien saya, dan obat itu menyembuhkan mereka lebih efektif daripada anti biotik lainnya", pesan macam iniah yang seringkali punya efek. Penemuan penting Coleman (1966) ini menggiring para sosiolog Universitas Columbia menyelidiki dengan siapa para dokter itu berbincang-bincang. Seorang dokter dapat berbincang dengan siapa saja di antara ratusan dokter yang ada dalam masyarakatnya, tetapi mengapa mereka memilih satu, dua, atau tiga dokter saja sebagai teman akrab? Suatu analisis jaringan berpasangan (diadic) mengungkapkan bahwa agama dan usia merupakan penentu penting ikatan persahabatan, di samping daerah asal dan fakultas asal. Tetapi alasan terpenting hubungan siapa-dengan-siapa dalam masyarakat dokter adalah afiliasi profesional, misalnya anggota rumah sakit atau khnik yang sama. Penemuan ini menunjukkan bahwa afiliasi keorganisasian para dokter medis memainkan peran penting dalam difusi inovasi kedokteran. Penyebaran Keluarga Berencapa (KB) di Negara Sedang Berkembang Sejak penyelidikan klasik mengenai difusi obat-obatan, banyak kajian lainnya yang dilakukan dalam kesehatan masyarakat dan tradisi sosiologi kedokteran. Hanya sedikit dari kajian itu yang berkenaan dengan penyebaran ide-ide medis baru kepada para dokter; kebanyakan adalah penyelidikan mengenai pengadopsian inovasi kesehatan atau kcluarga berencana oleh masyarakat. Pendorong penting internasionarisasi konsep difusi adalah timbuinya "survei-survei KAP' di negara-negara sedang berkembang selama tahun 1960an. Kapankajian KAP merupakan sampel survei pengetahuan, sikap dan tindakanTingkat adopsi kontrasepsi IUD mencapai plateau di India sebagai akibat rumor negatif tentang efek sampingan inovasi ini (Rogers, 1973:300) Jumlah publikasi difusi sosiologi kedokteran umum dan sosiologi kesehatan naik dari 36 pada 1961 (7% dari semua publikasi difusi) menjadi 76 pada 1968 (7%), dan 226 pada 1981 (7%); banyak studi akhir-akhir ini dalam tradisi ini berkenaan metode keluarga berencana di negara-negara sedang berkembang.

(Knowledge, Attitude, Practice) inovasi KB. KAP merupakan variabel bergantung yang logis dalam evaluasi kampanye komunikasi KB, dan karena program-program KB nasional muncul setelah tahun 1960an di kebanyakan negara sedang berkembang untuk mengatasi masalah kependudukan, penelitian-penelitian difusi jenis KAP menjamur di mana-mana. Lebih dari 500 survei KAP dilakukan di 72 negara pada tahun 1972 (Rogers, 1973:377) . Kecuali eskperimen di Taichung, taiwan (Fredmandan Takeshita, 1969) sumbangan intelektual survai-survei KAP ini ringkasnya adalah "memberi pemahaman ilmiah tentang perubahan tingkah laku manusia" (Rogers, 1973:378). Walaupun model difusi pada survei-survei itu belum maju, kajian-kajian KAP telah bermanfaat karena menunjukkan bahwa kebanyakan orangtua di negara sedang berkembang menginginkan lebih sedikit anak daripada yang sudah mereka punya (lahirkan), dan bahwa mayoritas masyarakat menginginkan program KB pemerintah. Bahkan kritik paling tajam tentang kajian-kajian KAP, Prof. Philip H. Hauser (1967) menyatakan bahwa: "hasil-hasil survei KAP, salah atau tidak, telah membantu mempengaruhi para perdana menteri, parlemen, dan penducluk pada umumnya untuk bergerak ke arah yang diinginkan dan telah memberi pembenaran anggaran dan program bagi para administrator program KW. Maka, survei-survei KAP juga punya dampak penting pada para pembuat kebijaksanan di negara-negara sedang berkembang, pada mulanya menunjukkan bahwa program KB itu fisibel dan kemudian memberi suatu jalan untuk mengevaluasi keefektifan program itu. Secara ilmiah, kajian-kajian KB itu umumnya mengecewakan, walaupun beberapa modifikasi dalam model difusi klasik telah dirumuskan: pemberian insentif untuk meningkatkan penyebaran dan pengadopsian alat kontrasepsi, dan menggunakan berbagai strategi komunikasi untuk membantu mengatasi tabu alami mengenai KB. Modifikasi-modifikasi dalam model difusi klasik seperti itu mulai muncul ketika program-prorgram KB di negara-negara sedang berkembang menemukan model klasik yang diinginkan (Rogers, 1973). Eksperimen Kancah Taichung KaJian difusi KB memberi suatu dorongan rancangan penelitian eksperi-nen kancah, begitu lebih selusin eksperimen di berbagai negara mengikuti studi Taichung di Taiwan (Rogers dan Agarmala, 1975). Eksperimen kancah ini, yang dilakukan oleh Barelson an Freedman (1964), merupakan salah satu dari kajiankajian KAP yang paling awal dan paling penting. Tidak seperti survei KAP, studi Taichung adalah eksperimen kancah, yakni suatu eksperimen yang dilakukan di dunia nyata, bukan di laboratorium. Dalam suatu eksperimen

Banyak dari kajian sementara (cepat hilang) ini tidak dapat di peroleh dan karena itu tidak kamimasukkan dalam hitungan 226 publikasi dalam tradisi kesehatan masyarakat dan sosiologi kesehatan sampai tahun 1981. Terutama karena kurang baiknya cara perancangan dan pelaksancian kajian KAP. Misalnya, variabel bebas yang dihubungkan dengan K, A don P biasanya variabel-variabel demografik seperti usia, besar keluarga, pendidikan formal, dsb. Lni seakan-akan para peneliti yang melakukan survei KAP tidak mengetahui bahwa difusi adalah tipe khusus proses komunikasi, sehingga terpaan media massa dan jaringan antarpribadi fidak banyak diperhatikan daiam survei KAP (Rogers, 1973:379-389).

kancah, data dikumpulkan dari suatu sampel responden pada dua waktu dengan cara suatu survei latar belakang (benchmark) dan survei tindak lanjut. Begitu selesai survei latarbelakang, suatu perlakukan (treatmen) dikenakan pada sampel. Effek perlakuan ini dapat ditentukan dengan mengukur perubahan dalam beberapa variabel (misalnya pengadopsian inovasi) antara survei latar belakang dan suveri tindaklanjut. Salah satu keuntungan rancangan eksperimen kancah adalah memungkinkan peneliti menentukan urutan waktu variabel bebasnya (perlakuan) atas variabel bergantung. Dengan demikian, eksperimen kancah merupakan rancangan yang ideal untuk mengevaluasi suatu program difusi. Kajian Barelson dan Freedman di Taiwan adalah salah satu eksperimen terbaik, dan terbesar: "Usaha ini ... merupakan salah satu eksperimen ilmu sosial yang paling luas dan terinci yang pernah dilakukan dalam suatu setting alami" (Barelson dan Freedman, 1964).. Peneritian itu menggunakan empat intervensi komunikasi yang berbeda pada hampir 2.400 Rukun Tetangga (masing-masing terdiri dari 20 sampai 30 keluarga) di Taichung, Taiwan: (1) rapat RT berkenaan dengaan KB, (2) rapat RT ditambah informasi mengenai KB yang diposkan ke calon akseptor, (3) rapat RT ditambah kunjungan ke rumah calon akseptor oleh PLEB yang berusaha mempengaruhi ibu-ibu untuk mengikuti KB, dan (4) rapat RT, ditambah kunjungan pribadi ke suami isteri pada keluarga calon akseptor oleh PLKB. Di samping itu poster-poster KB disebar ke 2.400 RT itu. Hasil eksperimen itu sungguh luar biasa: 40% dari 10.000 wanita yang dipilih sebagai audien mengadopsi beberapa bentuk KB. Tngkat kehamilan segera menurun sekitar 20%. Tujuh puluh delapan persen kontrasepsi yang diadopsi ialah IUD, metode KB yang diutamakan promosinya dalam eksperimen itu. Kajian Taichung menunjukan bahwa kunjungan rumah oleh para agen pembaru (PM) merupakan kunci keberhasilan program keluarga berencana. Komunikasi media massa (yakni poster) menciptakan pengetahuan-kesadaran, tetapi komunikasi antarpribadi lebih langsung membawa orang pada pengadopsian alat kontrasepsi. Para peneliti Taichung takjub menemukan bahwa banyak difusi interpersonal yang terjadi antara ke-2400 RT sasaran mereka dengan RT-RT lainnya di kota itu (yang dianggap sebagai kelompok kontrol dalam penelitian itu). Difusi tak berencana ini merusak rancangan penelitian eksperimen mereka yang sudah rapi, tetapi barangkali ini telah menjadi temuan mereka yang terpenting. Lagi, kita mehhat bahwa jaringan antarpribadi di kalangan para kerabat/teman dekat memberi daya pada proses difusi. Hasil luar biasa dari eksperimen difusi di Taiwan memberi optimisme di kalangan para petugas pembangunan yang bertanggung jawab pada program keluarga berencana nasional di banyak negara sedang berkembang. Dalam beberapa tahun setelah kajian Berelson dan Freedman, tidaklah mungkin menyamai keberhasilan yang dicapai di Taiwan itu. Karena itu barangkali eksperimen Taiwan membawa pada suatu gairah yang tidak realistik mengenai difusi keluarga berencana, suatu optimisme yang dilemparkan selama akhir 1960an dan 1970an ketika banyak negara melancarkan program KB. SebetuInya, pengalaman dalam program ini sampai saat itu menunjukkan bahwa kontrasepsi merupakan salah satu jenis inovasi yang paling sulit disebarkan (Rogers, 1973) karena alasan-alasan seperti yang nanti dikemukakan pada Bab 6. Tetapi hal umum yang bisa dipetik dari kajian KB di Taichung ialah bahwa para peneliti difusi tidak perlu hanya terbatas melakukan "one-shot

survey" terhadap para pengguna suatu inovasi, di mana. pengumpulan data dilakukan segera setelah ide baru itu disebarkan. Suatu rancangan eksperimen kancah memungkinkan seorang penelifi difusi dapat menyusun teori difusi dalam rangka merencanakan satu atau lebih intervensi komunikasi yang nantinya dapat dievaluasi dengan menganalisis data dari survey sebelum dan sesudah intervensi. Hasil~hasil eksperimen kancah difusi dapat membawa baik pada perluasan pemahaman kita mengenai perilaku difusi maupun untuk membantu para pembuat kebijakan meningkatkan keefektifan program-program difusi. KOMUNIKASI Tradisi penelitian difusi dalam disiplin imu. komunikasi menduduki peringkat kedua (setelah tradisi sosiologi pedesaan) pada tahun 1968, dengan jumlah publikasi difusi sebanyak 87 buah (8% dari keseluruhan). Pada saat saya menyusun buku "Diffusion of Innovation" edisi pertama, 1962, hanya ada lima publikasi difusi (satu persen dari keseluruhan), dan saya tidak menganggap komunikasi sebagai suatu tradisi penelitian difusi. Pertumbuhan tradisi komunikasi yang cepat yang ditunjukkan dalam keadaannya pada tahun 1981: 372 publikasi difusi, berarti 12% dari seua publikasi yang ada, dan menempati peringkat kedua di antara tradisi-tradisi penelitian difusi. Penelitian difusi telah mulai ada sebelum bidang akademik penelitian komunikasi lahir. Perhatian terhadap komunikasi manusia sebagai bidang limu pengetahuan belum mendapat penghargaan sepenuhnya sampai diterbitkannya buku "The Matematical Theory of communication", karya Claude E. Shanon dan Warren Weaver (1949); kedua sarjana ini mengidentifikasi konsep pokok informasi dan mengemukakan suatu model komunikasi yang sederhana. Kemuudian penelitian komunikasi mulai tumbuh, terutama di sekitar kajian tentang effek komunikasi massa. Pada mulanya para ilmuwan dari ilmu pohtik, sosiologi dan psikologi sosial dan bidang-bidang ilmu sosial lainnya tertarik pada penelitian komunikasi. Kemudian, jurusan-jurusan komunkasi didirikan pada ba-nyak universitas, dan mulai menghasilkan para doktor komuniksi. Para sarjana baru ini seringkali ditugasi sebagal profesor di jurusan komunikasi terapan (misalnya jurnalisme dan periklanan), dan mereka membantu. memberi tekanan pada teori dan penelitian komunikasi ke dalam kurikulum yang ada. Jurusan-jurusan persurat-kabaran, pendidikan audio visual, periklanan, dan siaran radio/televisi tentu saja sudah lama ada. Jurusan-jurusan ini terutama mengajarkan keterampilan komunikasi terapan kepada para calon sarjana; mereka terutama berurusan dengan mencetak komunikator-komunikator profesional. Para profesor dalam lingkungan akademik ini menyadari bahwa latihan yang mereka berikan akan lebih bermanfaat dan akan lebih dihargai secara akademik apabila didasarkan pada hasil-hasil penelitian dan teori komunikasi. Maka mereka menghimpun doktor-doktor baru dalam penelitian komunikasi. Salah satu dari awal perhatian para peneliti komunikasi adalah penyebaran berita-berita yang dibawa oleh media massa. Banyak kajian semacam itu yang telah dilakukan, berkenaan dengan berita-berita headline

seperti peluncuran Sputnik Rusia, pembunuhan Presiden Kennedy , dan bencana-bencana alam. Berita-berita itu menyebar dalam cara yang umumnya sama dengan inovasi-inovasi teknologis. Penyebaran orang-orang yang tahu berita mengikuti bentuk kurva-S, saluran interpersonal dan media massa memainkan perannan penting, dan sebagainya. Salah satu perbedaannya dari difusi inovasi lainnya adalah bahwa berita itu menyebar lebih cepat; misalnya, 68% orang dewasa AS mengetahui peristiwa Dallas (pembunuhan Kennedy) dalam tigapuluh menit dari peristiwa penembakan yang menewaskan sang presiden. Begitu cepat, hampir setiap orang mengetahui peristiwa tersebut. Pada awal 1960, para peneliti komunikasi juga mulai menyelidiki pengalihan gagasan-gagasan teknologis, terutama pertanian, kesehatan, kependidikan, dan inovasi-inovassi KB di negara-negara sedang berkembang. Kajian Paul J. Deutschmann tentang difusi inovasi-inovasi di suatu. desa Kolombia merupakan suatu penunjuk dan mengarahkan perhatian para peneliti komunikasi pada khalayak petani pada tahun 1960an. Selama tahun 1970an para sarjana komunikasi mulai menyelidiki penyebaran inovasi-inovasi teknologis di Amerika Serikat, dan kadang-kadang pada masyarakat atau organisasi sebagai unit pengguna . Salah satu keuntungan khusus tradisi penelitian komunikasi adalah bahwa ia dapat menganalisis segala jenis inovasi. Tidak ada batasan, misainya tradisi pendidikan hanya memusatkan perhatian pada inovasi-inovasi kependidikan. Ketiadaan orientasi isi-pesan ini barangkah memungkinkan para peneliti komunikasi beronsentrasi pada proses difusi. Lebih lanjut, tradisi komunikasi punya suatu alat yang tepat yang berupa, konsep dan metode (misalnya kredibibitas, analisis jaringan, dan perbedaan semantik) untuk mengkaji difusi. SebetuInya, cara antusiastik di mana para ilmuwan komunikasi telah lakukan pada penelitian difusi membuat orang heran kenapa mereka tidak melakukannya lebih awal. Latar belakang penelitian komunikasi yang multi-disiplinerr membantu tradisi ini mengintegrasikan karya berbagai tradisi penelitian difusi lainnya. MARKETING Tradisi difusi lainnya yang menonjol pada tahun 1960an dan terutama pada 1970an, adalah marketing. Para manajer pemasaran perusahaan di Amerika Serikat telah lama berurusaan dengan bagaimana melemparkan produk-produk baru dengan cara yang paling efisien. Minat mereka terhadap topik ini disulut oleh pelemparan banyak sekali produk-produk konsumen baru secara teratur, banyak yang gagal. Misainya, diperkirakan hanya satu dari 540 produk baru yang berhasil dipasarkan dengan baik (Marrting, 1964: 9). Hanya 8% dari hampir 6.000 barang baru yang dikeluarkan setiap tahunnya yang punya harapan bertahan walau hanya untuk satu tahun saja (Conner, 1964). Karena itu perusahaan-perusahaan komersial sangat berkepentingan dengan penyebaran produk-pro-duk baru, dan tak diragukan lagi banyak penelitian

Analisis Greenberg tentang difusi berita peristiwa Dallas merupakan pendekatan yang agaknya tipikal dipergunakan dalam kaiian difusi berita. Barangkali kajian difusi berita yang paling penting adalah yang dilakukan Deutschmann dan Dabielson (1960); kaijan itu membentluk po!a kajian-kajian difusi berita lainnya yang selanjutnya.

macam itu yang telah dilakukan. Sebagian besar laporan penelitian macam ini hanya dapat ditemui pada lad rahasia perusahaan yang menyeponsori. Sayangnya, pendanaan kajian difusi marketing itu kebanyakan oleh sumber-sumber privat, yang ingin menggunakan hasil-hasilnya untuk memperoleh keuntungan dalam persaingan usaha. Hal ini menyeabkan terbatasnya/ter-tutupnya jalan untuk mendapatkan pelajaran intalektual dari kajian dalam tradisi ini. Namun demikian, literatur penelitian dalam tradisi marketing yang ada sekarang sangat mengagumkan. Pada 1961, hanya ada sedikit kajian difusi marketing dan saya tidak menganggap adanya tradisi marketing ini (Rogers, 1962), walaupun saya menemukan ada publikasi difusi marketing sebanyak 64 buah atau 5,9 % dari keseluruhan publikasi difusi (Rogers dan Shoemaker, . 1971). Pada 1981 ada 304 buah publikasi marketing, atau 10% dari keseluruhan, dan marketing menempati urutan keempat dalam sumbangannya terhadap penelitian difusi (Tabel 2-2). Tabulasi kami ini diselesaikan oleh Glazer dan Montgomery (1980) yang diangkat dari penyelidikan kepustakaan yang komprehensif pada duapuluh lima jurnal ekonomi, marketing dan manajemen umum dari tahun 1960 sampai 1979. Mereka menemukan 407 artikel dan 81 buku, atau 488 publikasi, yang berkenaan dengan difusi inovasi. Kepustakaan ini menitikberatkan pada pengujian pasar produk-produk baru, dan kajian tentang bagaimana atribut-atribut inovasi mempengaruhi pembeliannya. Jelas, pendekatan difusi telah populer dalam bidang marketing Marketing punya suatu kesan buruk dalam beberapa lingkungan akademik karena istilah marketing ditafsirkan secara sempit sebagai sinonim dari pemanipulasian perilaku-beli untuk keuntungan komersial (Rogers dan Leonard-Barton, 1978). Para ahli marketing tidak menyangkal bahwa beberapa uasaha marketing dilakukan untuk mencoba menjual produk kepada orang yang sebetulnya tidak memerlukan. Tetapi mereka membantah bahwa sebagian besar kegiatan marketing, bila saangat berhasil, pasti mematikan kebutuhan konsumen dan keinginan mereka dengan produk-produk dan layanan-layanan komersial. SebetuInya, para peneliti marketing menyatakan bahwa mereka memberi suatu sumbangan yang bermanfaat kepada masyarakat dengan membantu mengenali kebutuhan konsumen, dan dengan memenuhi kebutuhan itu dengan membuat produk-produk komersial itu tersedia. Pendekatan marketing dapat juga diterapkan pada penjualan produk-produk nonkomersial, yang disebut "social marketing (Koller dan Zaltman, 1971). Dalam hal ini tuJuannya adalah menyebarkan gagasan-gagasan yang ber-inanfaat tanpa menjual produk komersial. Social marketing didengungkan kira-kira tigapuluh tahun yang Ialu dengan pertanyaan retorik "Mengapa anda tak dapat menjual persaudaraan sebagaimana anda menjual sabun?" (Wiebe, 1952). Pada dua dekade yang Ialu, pendekatan social marketing telah diterapkan pada hal-hal seperti perlindungan energi, anti rokok, keluarga berecana, dan penigkatan nutrisi. Seringkali kapanye social marketing berusaha mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu yang tak mengenakan. N5sainya, beberapa survei belakangan ini menunjukkan bahwa 9 dari 10 perokok AS mengatakan mereka akan berhenti, 57% di antaranya berharap akan tetap merokok sapai kma tahun lagi. Begitu juga, banyak orang yang kegemukan ingin mengurangi berat badan mereka dengan melakukan lebih banyak olah raga dan mengurangi makan, tetapi mereka tidak melakukannya. Dengan demikian penerapan social marketing yang menting adalah mengubah

tingkah laku ke arah yang diinginkan oleh orang-orang yang terlibat, tetapi agaknya dihalangi oleh keengganan. Penilaian pengalaman dekade yang lalu terhadap social marketing oleh Fox dan Kotler (1980) menyimpulkan bahwa "kebanyakan masalah social marketing lebih berat dibanding dengan masalah comercial marketing. Salah satu keberhasilan social marketing terbesar adalah program-program KB pemerintah dalam menyebarkan pil KB dan kondom di India, Kenya, Sri Langka, Thailand, Bangladesh, dan Meksiko (Rogers, 19730. Misalnya kampanye kondom di india pada awal tahun 1970an melibatkan pemberian nama produk itu dengan Nirodh (dari bahasa sansekerta yang artinya "perhndungan"); tadinya ondo dikenal engan sebutan "Frence Letteer" atau L yang merupakan istilah yang agak tabu. Setelah mengujicobakan kampanye Nirodh di suatu masaraka kecil dekat New Delhi, pemasaran sosialnya diperluas sehingga meliputi seperenam wilayah India, dan kemudian dengan langkah hati-hati ke seluruh penjuru negeri. Kampanye perikianan secara besar-besaran membantu pelemparan Nirodh ke masyarakat, dan kondom-kondom dijual oleh ribuan warung kopi dan rombong rokok pada setiap sudut jalan. Pemerintah India menyubsidi produk itu sehingga satu kondom harganya hanya dua sen. Penelitian pasar dilakukan pada stiap langkah kampanye Nirodh ui-ituk memberi umpan balik bagi keputusan perencana kampanye: pemilihan nama Nirodh di antara berbagai altematif nama lainnya, bentuk distribusi bagaimana yang paling menjangkau dan dapat diterima penduduk India mengenai pengunaan kondom. Jadi, kampanye.,Yirodh menunjukkan bagaimana keungulan marketing, sebatai suatu strategi difusi, dipergunakan dalam kegiatan social marketing ini. Tradisi penelitian difusi marketing punya kentungan tertentu dan beberapa kelemahan dibanding dengan tradisi penelitian lainnya. Karena para sarjana marketing biasanya melakukan kajin difusi dengan dukungan sponsor, atau setidak-tidaknya kolaborasi dengan pabrik-pabrik suatu produk baru, para peneliti dapat melakukan penelitian eksperimen kancah (suaatu jenis rancangan penelitian difusi yang ampuh, seperti kita bahas sebelumnya). Di luar marketing, para saarjana difusi jarang dalam fungsi mengontrol strategi-startegi inttervensi dengan mana suatu inovasi diperkenalkan, sehingga dengan demikan tidak mungkin melakukaan eksperimen kancah. Sesunguhriyalah, bcberapa eksperimenk-anrah tentang difusi telah dilakukan oleh para sarjana marketing (Misalnya Amdt, 1976b, dan 1971). Tetapi terialu dekat jarak dengan suber inovasi dalam penelitian difusi dapat juga membawa pada masalah-masafah intelektual dan etik. Misalnya, masalah masalah dan kebutuhan difusi para pemasar biasanya lebih diprioritaskan daripada masalah dan kebutuhan konsumen. Sebaliknya para konsumen mungkin ingin mengetahui bagaimana mengisolasi (memagari) dirinya dari pengaruh-pengaruh macam itu, atau secara umum bagaimana mereka dapat mengevaluasi produk-produk baru (Rogers dan Leonard-Barton, 1978). Prasangka (bias) sumber dalam banyak kajian difusi bisa membawa pada penelitian yang sangat terapan, sehingga walaupun metodologinya canggih, penelitian itu hanya berkenaan dengan masalah-masalah difusi yang remeh-temeh. Akibatnya, kita mungkin banyak tahu tentang kesukaan konsumen terhadap bau deodoran dan rasa bir daripada mengenai keamanan produk, atau mengenai bagaimana memajukaan teori difusi dengan sebaik-baiknya.

GEOGRAFI Walaupun masih ada satu lagi di antara sembilan tradisi utama penelitian difusi yang dipaparkan dalam buku ini, tradisi geografi telah cukup meluas pada tahun-tahun belakangan ini, dan keunikannya adalah ia menitik beratkan pada jarak ruang sebagai suatu faktoryang mempengaruhi difusi inovasi. Pada 1961 hanya ada 3 publikasi difusi dalam bidang geografi, semuanya ditulis oleh Dr. Torsten Hagerstand dari Universitas Lund di Swedia (Rogers, 1962). Pada 1968, hanya ada 7 publikasi dalam tradisi ini (0,6% dari keseluruhan), dengan 4 buah kajian dilakkan di AS (Rogers dan Shoemaker, 1971). Pada 1981 ada 130 publikasi difusi ditulis oleh para ahh geografi, atau 4% dari total. Stereotip seseorang tentang bidang geografi adalah menganggap bahwa peta merupakan salah satu peralatan favorit para geografer. Jarak ruang merupakan variabel penting bagi geografer, dan mereka meng-khususkan diri dalam penyelidikan bagaimana jarak ruang mempenga-uhi semua aspek keberadaan manusia. Profesor Hagerstand (1952, 1953) mempelopori suatu pendekatan slmulasi dalam penyelidikan bagaimana jarak mempengaruhi difusi. Pertama, Hagerstand membuat suatu model matematik proses difusi karena secara teoritik seharusnya proses itu terjadi dalam jangka waktu dan jarak ruang. Misalnya, model Hagerstand menyebutkan salah satu unsur-unsumya, "pengaruh lingkungan tempat tinggal, yang menunjukan kecenderungan bahwa suatu inovasi menyebar dari seorang pengguna kepada yang lain (pada unit waktu berikutnya) yang dekat tempat tinggaInya, bukannya yang jauh. Pengaruh hngkungan tempat tinggal ini dimasukan ke dalam model difusi komputemya Hagerstand dengan cara kemungkinan matematis (pengadopsian) yang semakin menyusut dengan semakin jauhnya jarak dari pengguna pertama. Hagerstand kemudian memasukkan peta pedesaan Swedia ke dalam komputernya, dan, mulai dengan lokasi pengguna pertama suatu inovasi pertanian, dia menyimulasikan proses difusi. Kemudian dia membandingkan hasil simulasi difusi itd dengan data kecepatan adopsi nyata dan penyebaran inovasi pertanian itu secara geografis. Pendekaan penelitian dsar simulasi difusi merupakan suatu usaha untuk meniru realita difusi. Jika proses yang disimulasikan tidak cocok dengan data sesungguhnya, maka peneliti harus menyesuaikan model difusi teoritiknya dan mencoba lagi. Hagerstand tetap merupakan pemuka pendekatan simulasi. difusi, dan lebih dari sepuluh tahun berikutnya hanya sedkit peneliti lain yang mengambil pendekatannya yang baru dan menarik ini. Tidak sampai pertengahan tahun 1960an sekelompok geografer kuantitatif di AS mulai menggunakan pendekatan simulasi dan mengembangkannya dalam serangkaian kajian