bab1

download bab1

If you can't read please download the document

Transcript of bab1

http://sendrooms.blogspot.com/2011/06/hubungan-antara-pemberian-asidan.htmlBAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Anak merupakan sumber daya manusia yang penting sebagai penerus generasi yang akan datang. Masa anak terutama 0 5 tahun yang disebut sebagai anak balita merupakan salah satu masa rumit, kritis, penting, dan penuh risiko karena pada masa 5 tahun pertama kehidupan dibentuk dasardasar kepribadian, kemampuan fisik, organik, intelektual, proses berfikir, perkembangan keterampilan bahasa dan bicara, bertingkah laku sosial atau bersosialisasi (Ismail, 2004). Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik bayi pada awal usia kehidupannya. Hal ini tidak hanya karena ASI eksklusif mengandung zat gizi tetapi ASI juga mengandung zat imunologik yang melindungi bayi dari infeksi. Praktik menyusui di Negara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5 juta bayi pertahun. Atas dasar tersebut WHO merekomendasikan untuk hanya memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 4-6 bulan. Stiven Allen (dalam siaran pers UNICEF, 2004) mengatakan bahwa ASI bukanlah sekedar makanan tetapi penyelamat kehidupan. Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi Indonesia dan 1,3 juta bayi di seluruh dunia dapat diselamatkan dengan1pemberian ASI eksklusif pada tahun 1999. ASI mengandung semua nutrisi yang diperlukan bayi untuk bertahan hidup pada 6 bulan pertama mulai dari hormon, antibodi, faktor kekebalan sampai anti oksidan. Anak-anak yang tidak diberi ASI eksklusif akan cepat terjangkit penyakit seperti Kanker, Jantung, Hipertensi, Diabetes setelah dewasa. Kemungkinan anak akan menderita kekurangan gizi dan obesitas lebih besar (SDKI, 2007). Semakin banyak bayi mendapat ASI, maka dalam perkembangan kelak anak akan lebih sehat, lebih cerdas, lebih stabil emosinya, lebih peka sifat sosial dan lebih kuat sifat spiritualnya (BKKBN, 2006). Selama ini alat pemantauan pemberian ASI dirasa belum ada sehingga cakupanpemberiaannya masih sangat rendah. Untuk tahun 2003 cakupan ASI eksklusif baru mencapai 17,60%, masih sangat rendah bila dibandingkan dengan target yang diharapkan yaitu 80% bayi yang mendapat ASI eksklusif. Tindakan nyata yang sudah dilakukan oleh tenaga kesehatan berupa penyampaian informasi kepada semua ibu yang baru melakukan untuk memberikan ASI eksklusif. Ada sejumlah kendala mengapa ASI eksklusif tidak sampai ke bayi, diantaranya karena bayi langsung dimandikan setelah lahir, langsung diberi susu formula, dan ditempatkan terpisah dari ibu saat dirumah sakit. Pemberian ASI menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) mampu meningkatkan intelektualitas sumber daya manusia (Anonim, 2004) UNICEF menyebutkan bukti ilmiah terbaru yang dikeluarkan oleh Jurnal Paediatrics pada tahun 2006, terungkap data bahwa bayi yang diberi susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama3kelahirannya. Peluang itu 25 kali lebih tinggi dari bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif. Banyaknya kasus kurang gizi pada anak-anak berusia di bawah 2 tahun yang sempat melanda beberapa wilayah Indonesia dapat diminimalisir melalui pemberian ASI secara eksklusif. Oleh sebab itu sewajarnya ASI Eksklusif dijadikan sebagai prioritas program di negara berkembang ini (Anonim, 2006). Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI, cara menyusui dengan benar, serta pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu formula, merupakan faktor penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang tua di dalam memberikan ASI Eksklusif. Gencarnya promosi susu formula di duga menjadi penyebab menurunnya jumlah bayi yang mendapat Air Susu Ibu. Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia tahun 1997 dan 2003, angka pemberian ASI Eksklusif turun dari 49% menjadi 39%, sedangakan penggunaan susu botol naik menjadi 3 kali lipat (Anonim, 2006). Banyak pihak mengakui, bahwa ASI merupakan cairan hidup dan paling tepat untuk bayi dalam kehidupannya. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan kode etik yang mengatur agar bayi wajib diberi ASI eksklusif sampai usia minimal 6 bulan. Organisasi Kesehatan Dunia menyarankan agar pemberian ASI diberikan kepada bayi sampai usia 2 tahun dengan dilengkapi makanan tambahan. Pemerintah Indonesia jugamengeluarkan keputusan baru Menkes sebagai penerapan kode etik WHO. Dalam keputusan ini dicantumkan soal pemberian ASI eksklusif Permenkes Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 (Anonim, 2004).Sejak dahulu, masalah perkembangan anak telah mendapat banyak perhatian. Pada saat ini bebagai metode deteksi dini untuk mengetahui gangguan perkembangan anak telah dibuat. Demikian pula dengan skrining untuk mengetahui penyakit-penyakit yang potensial dapat mengakibatkan gangguan perkembangan anak karena deteksi dini kelainan perkembangan anak sangat berguna, agar diagnosis maupun pemulihannya dapat dilakukan lebih awal, sehingga tumbuh kembang anak dapat berlangsung seoptimal mungkin (Soetjiningsih, 1998). Gangguan perkembangan masa anak adalah berbagai jenis masalah perkembangan potensial yang terjadi pada masa yaitu usia anak 0 12 tahun. Pada dasarnya, tiap-tiap tahap perkembangan memiliki potensi gangguan perkembangan berbeda-beda, tergantung pada tugas perkembangan yang diemban masing-masing usia (Anonim, 2007). Gerakan (motorik) kasar adalah semua gerakan yang mungkin dilakukan oleh seluruh tubuh. Perkembangan motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerakan tubuh dan perkembangan tersebut erat kaitannya dengan perkembangan motorik di pusat. Tes yang umum digunakan untuk memantau perkembangan motorik adalah tes Denver. Tes ini membagi perkembangan anak menjadi empat yaitu perkembangan personal sosial, perkembangan bahasa, serta perkembangan motorik kasar dan motorik halus adaktif. Pada Posyandu Gendis I yang ada di wilayah Jogonalan Klaten terdapat sekitar 40 anak yang berusia 6 bulan sampai 2 tahun. Alasan peneliti5melakukan penelitian ini karena ASI sangat penting dan mencukupi semua kebutuhan bayi. Bayi yang tidak mendapatkan ASI akan mudah terkena infeksi. Jika sekarang banyak balita mengalami gizi buruk atau busung lapar, karena anak itu tidak mendapatkan ASI. Untuk masalah motorik pada keadaan kurang energi dan protein (KEP), anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif, dan tidak mampu berkonsentrasi. Akibatnya, anak dalam melakukan kegiatan eksplorasi lingkungan fisik disekitarnya, hanya mampu sebentar saja, dibandingkan dengan anak yang gizinya baik, yang mampu melakukannya dalam waktu yang lebih lama. Selain itu di Posyandu Gendis I terdapat anak yang tidak diberi ASI namun perkembangannya mengalami sedikit keterlambatan dibandingkan dengan anak yang mendapatkan ASI.B. Rumusan Masalah Dari latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dibuat perumusan masalah yaitu Adakah hubungan antara pemberian ASI dan perkembangan motorik kasar pada anak usia 6 bulan sampai 2 tahun di Posyandu Gendis I wilayah Plawikan, Jogonalan, Klaten.C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI dan perkembangan motorik kasar pada anak usia 6 bulan sampai 2 tahun di Posyandu Gendis I wilayah Plawikan, Jogonalan, Klaten.2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui pemberian ASI pada balita usia 6 bulan sampai 2 tahun. b. Untuk mengetahui perkembangan motorik kasar pada balita usia 6 bulan sampai 2 tahun. c. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI denganperkembangan motorik kasar pada balita usia 6 bulan sampai 2 tahun.D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis a) Bagi masyarakat Untuk menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pemberian ASI dan perkembangan motorik kasar pada balita. b) Bagi Bidan Praktik Swasta Sebagai acuan untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan pada masyarakat umumnya dan balita 6 bulan sampai 2 tahun khususnya c) Bagi peneliti Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat Karya Tulis Ilmiah dan sebagai penerapan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama kuliah khususnya program DIII kebidanan Universitas Respati Yogyakarta. 2. Manfaat teoritis a. Bagi institusi pendidikan7Dapat digunakan sebagai referensi untuk menambah wawasan dan informasi pada penelitian yang lain. b. Bagi institusi pelayanan Untuk memberikan informasi tentang betapa pentingnya pemberian ASI dan pemantauan perkembangan motorik kasar pada balita usia 6 bulan sampai 2 tahunE. Keaslian Penelitian 1. Sumiyatun (2007) dengan judul: Hubungan antara pemberian ASI eklusif terhadap tingkat perkembangan bayi 6-12 bulan di Desa Pabelan Kecamatan Kartasura. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara pemberian ASI eklusif terhadap tingkat perkembangan bayi 6-12 bulan di Desa Pabelan Kecamatan Kartasura, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian Sumiyatun adalah pola pemberian ASI Eksklusif dan non Eksklusif, sedangkan yang menjadi variabel terikatnya yaitu tingkat perkembangan bayi 6-12 bulan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Warliana (2003) dengan judul Hubungan Pemberian ASI dengan Perkembangan Motorik di Kecamatan Karawang Barat Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat. Hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan anak yang tidak mendapatkan ASI kemungkinan mempunyai risiko terjadi dugaan keterlambatanperkembangan motorik sebesar 7,99 kali dibandingkan anak yang mendapatkan ASI penuh. Faktor risiko lain yang berperan meningkatkan risiko terjadinya dugaan keterlambatan perkembangan motorik adalahstimulasi perkembangan motorik yang tidak teratur. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Warliana (2003) dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terletak pada variabel bebas yaitu pada penelitian yang dilakukan Warliana (2003) yaitu Pemberian ASI, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan sekarang variabel bebasnya yaitu Lama Pemberian ASI pada Anak Usia 6 Bulan Sampai 2 Tahun.