BAB X Sterilisasi (Ratna Dewi)

18
TUGAS INDIVIDU MIKROBIOLOGI INDUSTRI STERILISASI OLEH : EKA PUSPITA SARI H411 06 048 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Transcript of BAB X Sterilisasi (Ratna Dewi)

TUGAS INDIVIDU

MIKROBIOLOGI INDUSTRI

STERILISASIOLEH :

EKA PUSPITA SARI

H411 06 048

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2009

BAB X

STERILISASI

10.1 Pendahuluan

Produk fermentasi dihasilkan dari kultur suatu mikrorganisme tertentu atau beberapa

mikroorganisme dalam medium nutrien. Bila fermentasi tersebut di masuki oleh mikroorganisme

asing, maka akibat-akibat berikut mungkin terjadi.

(1). Medium harus menunjang pertumbuhan baik mikroorganisme produktif maupun

kontaminan, sehingga produktivitas fermentasi akan menurun.

(2). Bila fermentasi merupakan sistem kontinu, maka kontaminasi dapat tumbuh melebihi

mikroorganisme produktif dan mungkin akan menggantikan mikroorganisme produktif

dalam system fermentasi

(3). Organisme asing mungkin saja mengkontaminasi produk akhir, misalnya pada produksi

protein sel tunggal, sel asing akan merupakan kontaminan pada produk akhir.

(4). Kontaminan mungkin menghasilkan senyawa yang menyebabkan proses ekstraksi produk

akhir agak sukar.

(5). Kontaminan dapat mendegradasi produk yang diinginkan. Hal ini sering terjadi pada

fermentasi antibiotika yang di kontaminasi oleh bakteri. Kontaminan tentu suatu

mikroorganisme yang tahan inhibisi dari antibiotika, dan pendegradasian antibiotika adalah

mekanisme pertambahan yang umum. Contohnya degradasi antibiotika β-laktam oleh bakteri

penghasil β-laktamase.

(6). Kontaminasi fermentasi bakteri oleh “Phage” dapat menyebababkan lysis pada kultur

tersebut

Penghindaran kontaminasi dapat dicegah atau dikurangi dengan cara :

(1). Menggunakan inokulum murni untuk memulai fermentasi

(2). Mensterilisasikan medium yang akan digunakan

(3). Mensterilisasikan bejana fermentasi

(4). Mensterilisasikan semua bahan yang akan ditambahkan ke dalam fermentor selama operasi

berlangsung

(5). Mempertahankan kondisi aseptic selama fermentasi

Sejauh mana prosedur diatas dipakai dalam suatu proses fermentasi ditentukan oleh

kemungkinan terjadinya kontaminasi dan sifat dari akibat-akibat yang ditimb ulkan. Beberapa

proses fermentasi mempunyai sifat “terlindungi”, yaitu medium hanya dapat digunakan oleh

mikroorganisme tertentu saja, atau pertumbuhan mikroorganisme hanya dapat terjadi pada

kondisi pertumbuhan selektif, seperti misalnya diperlukan pH yang rendah. Fermentasi air

termasuk dalam kategori ini, karena resin hop cenderung menghambat pertumbuhan kebanyakan

mikroorganisme dan pertumbuhan ragi bir cenderung untuk menurunkan pH medium. Sehingga,

medium unrtuk pembuatan bir (‘wort”) cukup di didihkan, tanpa perlu di sterilkan.

Walaupun demikian, sebagian besar fermentasi tidaklah “terl;indungi” dan bila

terkontaminasi akan menyebabkan hal-hal yang telah disebutkan diatas. Cara-cara untuk

menghindarkan kontaminasi akan didiskusikan lebih rincipada bagian berikut.

10.2 Sterilisasi medium

Kukus (stream) paling umum digunakan untuk menyeterilisasi medium fermentasi.

Sebelum membahas teknik-teknik yang digunakan untuk sterilisasi uap suatu medium kultur,

akan di bahas terlebih dahulu kinetika sterilisasi. Penghancuran mikroorganisme dengan uap

panas dapat dinyatakan seperti reaksi kimia orde pertama sebagai berikut :

-dNdt

= k N (10.1)

dengan N : Jumlah mikroorganisme yang hidup (‘ viable’)

t : waktu proses sterilisasi

k : konstanta kecepatan reaksi atau kecepatan kematian spesifik

Integrasi persamaan (1), akan mendapatkan :

-NtNo

= e -kt (10.2)

Dengan No : Jumlah mikroorganisme yang hidup sebelum proses sterilisasi.

Nt : Jumlah mikroorganisme yang hidup setelah sterilisasi selama t

Dengan mengambil; logaritma, persamaan (2) menjadi :

- ln NtNo

= - kt (10.3)

Persamaan 1 dan 2 diilustrasikan pada Gambar 1, terlihat bahwa jumlah mikroorganisme hidup

(‘viable organisms”) menurut secara eksponensial terhadap waktu proses sterilisasi. Plot antara

ln (Nt/No) terhadap t memberikan garis lurus dengan slopenya sebagai –k. Pernyataan kinetika

seperti ini memperlihatkan bahwa waktu yang tak-hingga diperlukan untuk mengurangi populasi

mikroorganisme hidup hingga nol..

KURVA

Hubungan yang di perlihatkan pada gambar 1 hanya akan teramati pada sterilisasi kultur

murni dengan kondisi sterilisasi ideal. Nilai K bukan saja bergantung pada spesies, tetapi

bergantung pula pada bentuk fisiologis dari sel,

Penyimpangan dari penurunan eksponensial pada awal pemanasan (gambar 10.2.a) dapat

dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 10.3.a dan 10.3.c mengilustrasikan hasil tipikal dari sterilisasi kultur campuran

(‘wixed culture’) yang terdiri dari dua spesies yang mempunyai sensitivitas panas berbeda. Pada

gambar 10.3.a, populasi di dominasi oleh mikroorganisme kurang tahan (less-resistant) sehingga

peneurunan awal adalah di sebabkan oleh rusaknya populasi sel tak -stabil dan kemudian

dilanjutkan dengan penurunan yang kurang tajam sebagai akibat perusakan populasi sel yang

lebih stabil. Gambar 10.3.b Memperlihatkan situasi sebaliknya dengan mikroorganisme lebih

tahan (More-resistant) mendominasi populasi, sehingga penurunan jumlah mikroorganisme

kurang tahan tidak tampak dalam kultur keseluruhan.

KURVA

Seperti halnya reaksi orde-pertama, kecepatan reaksi bertambah dengan naiknya

temperatur sebagai akibat kenaikan konstanta kecepatan reaksi atau kecepatan kematian spesifik.

Jadi , kecepatan –reaksi konstant hanya terjadi pada kondisi temperatur konstan. Hubungan

antara temperatur dan konstanta kecepatan reaksi dinyatakan oleh Arhenius dalam persamaan

d ln kdt

= ERT 2

(10.4)

Dengan E : energy aktifasi

R : konstanta gas

T : temperature absolur

Integrasi persamaan 4 :

K = A e-E/RT

atau

ln k = ln A - ERT

(10.4)

dengan A : konstanta Arrhenius.

Dari pesamaan (10.6) dapat dilihat bahwa kurva antara ln k dan 1/T akan memberikan

hubungan garis lurus. Kurva seperti itu dikenal dengan nama plot Arhenius dan dapat digunakan

untuk menghitung energi aktivasi dan meramalkan kecepatan reaksi pada temperatur tertentu.

Menggabungkan persamaan (3) dan (5) akan memberikan persamaan berikut untuk sterilisasi

pemanasan dari kultur murni pada temperatur konstan.

ln NoNt

= A.t. e e-E/RT (10.7)

Deindoerfer dan Humphrey (1959) menggunakan ln No/Nt sebagai kriteria desain untuk

sterilisasi yang dikenal pula sebagai faktor Del, factor Nabla atau dinyatakan denngan symbol

Jadi, faktor Del ini adalah ukuran pengurangan fraksional dari mikroorganisme hidup sebagai

akibat proses sterilisasi.

Sehingga :

= ln NoNt

(10.8)

Tetapi ln NoNt

= k t

Dan k t = A.t.e –E/RT

Maka = A.t e –E/RT

Dengan menyatukan kembali, persamaan 8 menjadi :

ln t =ERT

+ ln (❑A ) (10.9)

Pengaluran ln t terhadap (l/t) akan memberikan garis lurus dengan slope tergantung pada

energy aktivasi (Gambar 10.4).

Dari gambar 10.4 dapat disimpulkan bahwa tingkat sterilisasi ( ) yang sama, bisa

diperoleh dengan jangkaun waktu dan temperature yang luas dengan kata lain, suatu tingkat

sterilisasdi dapat dihasilkan dari penangan temperature tinggi dal;am wakktiu singkat atau

temperature rendah dalam waktu lama.

Sementara itu medium fermentasi bukanlah campuran komponen yang tak rekasi (inert),

reaksi dapat terjadi dalam medium selama proses fermentasi. Gambar 10.5 memperlihatkan

pengaruh dari waktu sterilisasi terhadap perolehan produk selama fermentasi. Kenaikan awal

dalam perolehan (yield) dikarenakan beberapa komponen mediun lebih tersedia bagi

mikroorganisme proses akibat ‘ cooking effect’ dari periode sterilisasi singkat (Richards, 1968).

Dua reaksi dasar yang berperan terhadap kehilangan Nutrient selama sterilisasi adalah

seperti berikut lni :

l. Interaksi antara komponen nutrien dari medium.

Hal yang paling umum terjadi selama sterilisasi adalah reaksi pencoklatan (browning ) tipe-

MaiIlard yang menyebabkan kehilangan nutrien. Reaksi-reaksi ini umumnya disebabkan oleh

reaksi dari grup karbonil dengan grup amino yang berasal dari asan amino dan protein. Bila

reaksi pencoklatan terjadi, maka diperlukan pemisahan komponen karbohidrat dari medium

lainnya selama sterilisasi dan mencampurkannya kembali setelah kedua medium tersebut

menjadi dingin.

2 . Degradasi komponen yang tidak tahan -panas seperti vitamin dan asam amino.

Reaksi-reaksi tipe ini dapat dikurangi dengan nengatur temperatur dan waktu sterilisasi

seperti telah dibicarakan di atas.

Gambar 10.5. Pengaruh waktu sterilisasi terhadap perolehan (Richard, 1968)

Gambar 10.6. Pengaruh energy aktivasi terhadap penghancuran spora dan nutrien

Gambar (10.6) adalah kurva Arrhenius untuk dua reaksi dengan yang satu memiliki energy

aktivasi yang lebih rendah daripada yang lain. Pemakaian sterilisasi kontinu belumlah

menjadi hal yang umum di industri fermentasi. Keuntungan dan kerugian dari sistem sterilisasi

Kontinu dijelaskan di bawah ini:

Keuntungan penggunaan sterilisasi kontinu dibandingkan terhadap sterilisasi 'batch' :

1. Lebih unggul dalam pemeliharaan kualitas medium

2. Mudah untuk 'scale up'

3. Lebih mudah pengontrolan secara otomatis

4. Pengurangan pemakaian uap panas secara tiba-tiba

5 . Pengurangan waktu siklus sterilisasi

6. Dalam haI tertentu korosi dalan fermenter dapat dikurangi

Keuntungan sterilisasi batch dibandingkan sterilisasi kontinu:

1. Peralatan lebih murah harganya

2. Resiko kontaminasi lebih rendah

3. Pengendalian lebih mudah

4.Pemakaian media yang mengandung senyawa padat yang tinggi lebih dimungkinkan