BAB VI
description
Transcript of BAB VI
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan selama bulan November 2014 di laboratorium Prodia Kedoya
dengan jumlah sampel adalah 80. Analisis data yang digunakan adalah Chi-square. Penelitian
mengenai pengaruh kadar LDL serum terhadap agregasi trombosit didapatkan Odds ratio
sebesar 3,484 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada subjek dengan kadar LDL tinggi
memiliki risiko mengalami hiperagregasi trombosit sebesar 3,484 kali dibandingkan dengan
yang tidak dengan nilai p adalah 0,015 (<0,05) artinya terdapat pengaruh antara kedua
variabel.
Disebutkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Siegel-Axel, disamping pengaturan
klasiknya dalam proses trombosis, trombosit juga berkontribusi dalam terjadinya disfungsi
endotel, inisiasi pembentukan plak ateroma dan memodulasi berbagai respons inflamasi.
Peningkatan kadar LDL dalam darah secara terus-menerus memaksa timbulnya aktivasi
proaterogenik sehingga dapat terjadi hiperagregasi trombosit. Trombosit pada pasien
hiperkolesterolemia menunjukkan hiperagregasi in vitro dan aktivitasnya meningkat pada in
vivo. Pada hiperlipidemia, trombosit yang bersirkulasi menjadi aktif disertai dengan
peningkatan agregasi trombosit dan pembentukan agregat trombosit-leukosit.(14)
LDL dapat mengalami oksidasi oleh beberapa hal yaitu ion logam, lipoksigenase,
myeloperoksidase dan reactive nitrogen species menjadi bentuk oxidized LDL.(11) Menurut
Weidtmann, oxidized LDL akan menginduksi agregasi trombosit melalui aktivasi
phospolipase A2. Didukung oleh penelitian Allison yang menyebutkan bahwa peningkatan
kadar lipoprotein-phospolipase A2 diatas rata-rata pada pasien dengan kadar LDL 142,6
mg/dl, hal ini berarti bahwa seorang dengan kadar LDL tinggi mempunyai kecenderungan
untuk mengalami hiperagregasi trombosit.(16,17) Akan tetapi ada perbedaan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Shaddinger et al yaitu bahwa dalam penelitiannya tidak ada perubahan
agregasi trombosit walaupun telah diberikan rilapladib (selective lipoprotein-PLA2
inhibitor).(18)
Lp-PLA2 mulanya dideskripsikan sebagai platelet-activating factor (PAF)
acetylhydrolase (PAF-AH) karena kemampuannya utuk menghidrolisa PAF menjadi lyso-
PAF yang inaktif, oleh karena itu diduga dengan penghambatan Lp-PLA2 akan meningkatkan
PAF. Berdasarkan pengaturannya dalam fungsi trombosit, akumulasi PAF secara teoritis akan
meningkatkan agregasi trombosit, yang berkontribusi memperparah kejadian trombotik.
Walaupun terdapat perbedaan tapi hasil penelitian ini menyebutkan dua hal, pertama bahwa
PAF bukanlah faktor predominan yang sebabkan agregasi trombosit dan Lp-PLA2 juga bukan
mekanisme utama yang terlibat dalam penginaktifan PAF secara in vivo serta
didemonstrasikan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pemberian rilapladib dan
placebo.(18)
Penelitian oleh Rashid pada 60 perempuan yang memakai kontrasepsi hormonal
menghasilkan korelasi positif antara hiperfungsi trombosit dan peningkatan kadar lipid
serum. Secara statistik korelasi antara lipid serum seperti trigliserida, HDL dan LDL dengan
hiperaktivitas trombosit memberikan nilai yang signifikan (p<0,05). Peningkatan aktivitas
trombosit pada umumnya terlihat pada 90% pengguna pil kontrasepsi oral (p<0,001) karena
efek langsung estrogen dibanding dengan subjek dengan preparat injeksi yang mengalami
peningkatan aktivitas trombosit sebesar 80% (p<0,05). Serta didapatkan nilai r = +0.367,
berarti aktivitas trombosit akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan kadar LDL
serum.(31)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gupta, yang membandingkan agregasi trombosit
pada kelompok IHD dengan hiperlipidemia, IHD tanpa hiperlipidemia, hiperlipidemia dan
normal menunjukkan hasil berturut-turut adalah 69.30±12.42%, 57.83±7.11%, 51.15±2.68%,
37.80±6.20%. Hasil tersebut mendemonstrasikan bahwa trombosit pada kelompok dengan
IHD dan hiperlipidemia lebih sensitif dibandingkan dengan kelompok normal in vitro.(15)
Kelainan yang pertama dan penting dalam patogenensis tromboembolisme adalah
peningkatan agregasi trombosit. Trombosis pembuluh darah kecil pada organ vital seperti
otak dan jantung akan memberikan komplikasi iskemik yang fatal. (31) Pasien stroke infark
akut dengan hiperagregasi trombosit akan memberikan risiko relatif sebesar 2,15 kali
terjadinya keluaran buruk dibanding pasien tanpa hiperagregasi trombosit. Sementara faktor
prognostik lain yaitu riwayat penyakit jantung memiliki risiko relatif 1,78 untuk terjadinya
keluaran buruk pada stroke infark akut.(30)
Pada penelitian ini didapatkan hasil dari 40 subjek yang memiliki kadar LDL tinggi,
terdapat 17 subjek (42,5%) yang mengalami kejadian hiperagregsi trombosit dan 23 subjek
(57,5%) yang tidak mengalami kejadian hiperagregasi trombosit. Seharusnya berdasarkan
teori jika seorang dengan kadar LDL tinggi maka akan lebih mudah mengalami agregasi
trombosit, tapi pada penelitian ini tidak demikian. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal
yang tidak dapat diketahui dari data penelitian, misalnya jika subjek mengkonsumsi obat-
obatan berupa antibiotik (penisilin dan sefalosporin), fibrinolitik (streptokinase dan
reteplase), anti diabetik (golongan glimepirid, glicazide, glibenclamide) yang diketahui dapat
mengganggu agregasi trombosit.(26,34)
Selain itu terdapat tujuh subjek (17,5%) yang mengalami hiperagregasi trombosit
walaupun kadar LDLnya normal/rendah. Hal ini dapat terjadi pada beberapa hal misalkan
subjek tersebut memiliki kelainan berupa familial hiperkolesterolemia, yang dikatakan bahwa
trombosit pada familial hiperkolesterolemia lebih hipersensitif untuk mengalami agregasi. (15)
Subjek dengan diabetes mellitus tipe 2 menunjukkan peningkatan adhesi dan agregasi
spontan sama halnya dengan agregasi bila trombosit terekspose matriks ekstraselular,
produksi Nitric Oxide (NO) dan prostacyclin yang berfungsi sebagai penghambat interaksi
trombosit dan endotel juga sedikit pada subjek diabetik.(35,36)
Pada penelitian ini yang menggunakan desain cross-sectional mempunyai
keterbatasan karena kurang dapat menggambarkan proses perkembangan suatu keadaan
patologis tertentu dengan tepat karena penelitian hanya dilakukan dalam satu waktu.
Pengumpulan data penelitian bersifat sekunder yakni berupa rekam medis sehingga tidak
menggambarkan faktor risiko ataupun keadaan penyakit lain serta tidak bisa mereduksi
secara statisktik faktor-faktor tersebut yang mungkin sebenarnya juga berpengaruh terhadap
hasil penelitian.