BAB V PEMBAHASAN -...

77
349 BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini, temuan bab IV akan didiskusikan dan dianalisis secara lintas situs. Analisis lintas situs ini dilakukan untuk mengkonstruksikan konsep yang didasarkan pada informasi empiris. Rekonstruksi konsep disusun menjadi proposisi-proposisi sebagai temuan teoritikal substantif atau praktis. 1 Pada bagian ini akan diuraikan secara berurutan mengenai: (1) Keberadaan public relations yang natural dan tradisional, (2) Komunikasi public information menuju two way asymmetric, (3) Proses Membangun Citra melalui Khidmah, (4) Proses Public Relations yang Natural-Personal Influence.. A. Keberadaan Public Relations yang Natural Masyarakat memiliki peranan yang sangat penting terhadap keberadaan, kelangsungan bahkan kemajuan lembaga pendidikan baik yang umum maupun yang Islam. Setidaknya salah satu parameter penentu nasib lembaga pendidikan adalah masyarakat. Bila terdapat lembaga pendidikan mengalami kemajuan, salah satu penentunya karena keterlibatan yang maksimal dari masyarakat. Begitu pula sebaliknya, bila terdapat lembaga pendidikan yang memprihatinkan, salah satu penyebabnya karena masyarakat enggan mendukungnya, meskipun sikap masyarakat ini menjadi akibat dari 1 B.G Glasser & A.L. Strauss, The Discovery of Grounded Theory Strategies for Research, (Chicago: Aldine Publishing Company, 1974), hlm. 151

Transcript of BAB V PEMBAHASAN -...

Page 1: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

349

BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini, temuan bab IV akan didiskusikan dan dianalisis secara lintas

situs. Analisis lintas situs ini dilakukan untuk mengkonstruksikan konsep yang

didasarkan pada informasi empiris. Rekonstruksi konsep disusun menjadi

proposisi-proposisi sebagai temuan teoritikal substantif atau praktis.1 Pada bagian

ini akan diuraikan secara berurutan mengenai: (1) Keberadaan public relations

yang natural dan tradisional, (2) Komunikasi public information menuju two

way asymmetric, (3) Proses Membangun Citra melalui Khidmah, (4) Proses

Public Relations yang Natural-Personal Influence..

A. Keberadaan Public Relations yang Natural

Masyarakat memiliki peranan yang sangat penting terhadap

keberadaan, kelangsungan bahkan kemajuan lembaga pendidikan baik yang

umum maupun yang Islam. Setidaknya salah satu parameter penentu nasib

lembaga pendidikan adalah masyarakat. Bila terdapat lembaga pendidikan

mengalami kemajuan, salah satu penentunya karena keterlibatan yang

maksimal dari masyarakat. Begitu pula sebaliknya, bila terdapat lembaga

pendidikan yang memprihatinkan, salah satu penyebabnya karena masyarakat

enggan mendukungnya, meskipun sikap masyarakat ini menjadi akibat dari

1 B.G Glasser & A.L. Strauss, The Discovery of Grounded Theory Strategies for Research,

(Chicago: Aldine Publishing Company, 1974), hlm. 151

Page 2: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

350

penyebab lainnya baik bersifat internal maupun eksternal dari lembaga

pendidikan itu sendiri.

Maka dari itu, pondok pesantren juga merupakan salah satu lembaga

pendidikan Islam, keberadaan dan kemajuannya juga ditentukan oleh sikap

dan peran masyarakat, sehingga merupakan suatu keharusan yang sifatnya

’ainiyah, sebuah pondok pesantren menjalin hubungan dengan masyarakat.

Hubungan pondok pesantren dengan masyarakat atau dalam bahasa lainnya

public relations merupakan komponen penyempurna2 dalam manajemen

pondok pesantren.

Berdasarkan data yang telah dipaparkan pada Bab IV, ditemukan

bahwa public relations di pondok pesantren salafiyah (pondok pesantren

Lirboyo dan pondok pesantren Sidogiri) secara formal memang tidak

ditemukan. Adanya adalah seksi penerangan di ponpes salafiyah Lirboyo

Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

seksi ini lebih berfungsi pada pengelolaan informasi dan kebutuhan-

kebutuhan yang berhubungan dengan masalah internal pondok pesantren, dan

belum menyentuh pada aspek bagaimana menjalin hubungan dengan

masyarakat eksternal, sehingga keberadaan public relations yang merupakan

corong utama penyampai informasi dan menjalin komunikasi yang

2 Komponen penyempurna adalah komponen yang keberadaannya tidak mutlak harus ada

seperti komponen dasar pendidikan Islam (personalia, kesiswaan, kurikulum, keuangan, sarana

prasarana), namun komponen penyempurna ini melengkapi komponen-komponen dasar untuk

mencapai kemajuan suatu lembaga pendidikan. Komponen-komponen ini harus mendapatkan

perhatian manajerial bila suatu lembaga pendidikan Islam menginginkan kemajuan yang

signifikan. Diantara komponen penyempurna adalah hubungan lembaga dengan masyarakat,

layanan, mutu, perubahan dan konflik. Lihat Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam:

Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 182-183

Page 3: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

351

berkesinambungan untuk mencapai saling pengertian antara ponpes dengan

masyarakat luas3, secara legal formal tidak ditemukan. Namun demikian,

fungsi public relations tersebut telah dilaksanakan oleh elemen pondok

pesantren, baik santri, alumni, maupun kiai sebuah pondok pesantren. Semua

elemen pondok pesantren, baik Lirboyo maupun Sidogiri berusaha untuk

menjalin hubungan baik internal yang berupa hubungan dengan sesama

elemen pondok pesantren baik internal maupun eksternal yang berupa

hubungan dengan masyarakat luas. Hal ini sesuai dengan teori yang dikutip

oleh Onong, dalam public relations harus ada dua aspek yaitu; pertama,

sasaran public relations adalah internal public dan external public. Internal

public adalah orang-orang yang berada atau tercakup oleh organisasi,

sedangkan external public adalah orang-orang yang berada di luar organisasi

yang ada hubungannya dan yang diharapkan ada hubungannya; kedua,

kegiatan public relations adalah komunikasi dua arah timbal-balik (reciprocal

two way traffic communication), ini berarti bahwa dalam penyampaian

informasi, baik yang mengarah ke internal public maupun yang mengarah ke

external public terjadi umpan balik.4

Dalam konteks penelitian ini, kedua pondok pesantren sama-sama

menjalin hubungan dengan masyarakat, walaupun secara struktural tidak

terdapat seksi khusus yang menangani public relations pondok pesantren

secara langsung. Namun, karena seluruh elemen pondok pesantren

3 Yang dimaksud dengan Public relations adalah suatu lembaga formal yang berfungsi

melakukan usaha berencana dan berkesinambungan untuk membina serta memelihara i‟tikad baik

ataupun pengertian bersama antara organisasi dengan masyarakatnya. Lihat Bertrand R. Canfield,

Public Relations: Principles, Cases, and Problems, R.D. Irwin, hlm. 389 4Effendy, Human Relations…, hlm. 110.

Page 4: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

352

melaksanakan hubungan tersebut yang pada hakekatnya merupakan fungsi

public relations, maka pondok pesantren berhasil menjalin hubungan yang

baik serta mendapat kepercayaan masyarakat.

Dari konteks penelitian yang ada, pondok pesantren Lirboyo berhasil

menjalankan fungsi public relations karena pondok pesantren Lirboyo

berhasil berdampingan dengan masyarakat dalam berbagai kegiatan.5 Di

samping itu, pondok pesantren mempunyai ciri khas salafiyah yang kuat dan

tidak terombang ambing oleh globalisasi, yang berupa tetap dan selalu

melakukan kajian kitab kuning. Dengan tetap berpijak dari kitab kuning ini,

santri tidak hanya disuruh membaca kitab dan mengaji saja, akan tetapi juga

menelaah masalah-masalah kontekstual yang terjadi di masyarakat. Dengan

menelaah kitab kuning dan mempelajarinya secara holistik, maka seorang

santri akan mempunyai wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas yang

akhirnya mampu berguna di masyarakat.

Terdapat dua ciri khas6 pondok pesantren Lirboyo yang

membedakan dengan pondok pesantren lain sehingga pondok pesantren

Lirboyo tetap mampu bertahan, yaitu 1) Pondok pesantren tetap

mempertahankan kitab kuning, dan 2) Pondok pesantren mempertahankan

5 Maftukhin mengakui bahwa Public relations kalau diartikan bagaimana menjalin

hubungan yang baik dengan public, yang meliputi masyarakat secara luas, unsur pemerintah

maupun ormas, sebetulnya yang paling sukses dan berhasil adalah justru pondok pesantren.

Walaupun pondok pesantren secara struktural mereka tidak mencanangkan bidang/seksi public

relations atau kehumasan, namun sebenarnya pondok pesantren justru telah menjalankan fungsi-

fungsi dari public relations itu sendiri dan dalam realitanya pondok pesantren selama ini mampu

berdampingan dengan unsur pemerintah, dan mendapat dukungan dari masyarakat. Wawancara

dengan Maftukhin, Alumni Ponpes Lirboyo, 18 Mei 2011 6 Ciri khas merupakan nilai dasar suatu lembaga pendidikan, Rokeach yang dikutip oleh

Danandjaya dalam Taliziduhu Ndraha mengemukakan bahwa : “ a value sistem is learned

organization rules to help one choose between alternatives, solve conflict, and make decision.

Lihat Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi. (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1997), hlm. 40

Page 5: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

353

kualitas pondok secara istiqamah dengan kitab kuning, namun menerima dan

merespon tantangan globalisasi yang berupa penggunaan komputer, internet

dan sebagainya. Santri yang berada di pondok pesantren semata-mata

memang diproses untuk matang secara keilmuannya dulu. Baru setelah lulus

dari madrasah mereka berkiprah sebagai mustahiq di Lirboyo ataupun di

masyarakat. Karena secara keilmuan sudah matang, maka masyarakat

memandang santri dari Lirboyo memiliki kualitas yang bagus, bisa

berinteraksi dengan masyarakat dan sebagai sosok yang memiliki wawasan

pengetahuan agama yang luas, sehingga masyarakat menaruh kepercayaan

pada Lirboyo dari hasil kualitas outputnya. Di samping itu, masyarakat

daerah Kabupaten Kediri dan sekitarnya sangat menganut dan mengikuti

fatwa yang dikeluarkan oleh Kiai Idris Marzuki yang merupakan pemimpin

pondok pesantren Lirboyo.

Di pondok pesantren Lirboyo santri dikader untuk mempelajari kitab

kuning secara holistik dan akan menjadi manusia yang berguna bagi

masyarakat. Jika suatu pondok pesantren mempunyai alumni yang berguna

dan mampu menerbitkan karya ilmiah, maka pondok pesantren tersebut

dengan sendirinya akan dipercayai oleh masyarakat sebagai lembaga

pendidikan yang berkualitas. Maka secara tidak langsung, pondok pesantren

Lirboyo tersebut telah mengadakan public relations, walaupun secara formal

tidak terdapat organisasi khusus yang menangani hal tersebut.

Di pondok pesantren Lirboyo peran public relations terbesar berada

di tangan seorang kiai. Kiai sebagai figur memerankan peran penting dalam

Page 6: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

354

melakukan fungsi public relations. Akan tetapi, yang perlu ditekankan disini

adalah public relations yang ada di pondok pesantren tersebut sifatnya adalah

natural atau tradisional, atau dalam bahasa yang lain yaitu berjalan secara

otomatis. Pondok pesantren Lirboyo tidak berusaha untuk selalu

mempublikasikan informasi, namun ketika ada orang datang dan bertanya

tentang pondok pesantren, maka pondok pesantren memberikan informasi.

Model public relations seperti ini sebagaimana pendapat Grunig and Hunt

adalah model public information. Jadi siapa yang berkepentingan dan ingin

mengetahui tentang seluk beluk pondok harus pro aktif untuk mencari

informasi itu dengan datang langsung ke pondok pesantren. Walaupun secara

tidak langsung, sebenarnya pondok pesantren Lirboyo juga melakukan

pemajangan informasi di website dan melakukan penerbitaan buku-buku

kajian sosial keagamaan yang diedarkan pada seluruh masyarakat, namun

informasi yang lengkap bisa didapat langsung ke pondok pesantren.7

Pada pondok pesantren Lirboyo memang tidak ada lembaga khusus

yang menangani public relations, karena semuanya dijalankan oleh kiai. Kiai

yang merupakan ikon di pondok tersebut, juga sekaligus berperan sebagai

publikator. Maka dari itu, keberadaan public relations di pondok pesantren

Lirboyo dapat dikatakan bersifat natural.

Sedangkan di pondok pesantren Sidogiri, Pondok pesantren tersebut

juga mengadakan dan menjalankan fungsi public relations, walaupun tidak

mengarah pada publikasi secara terang-terangan dan mempengaruhi orang

7 Pondok pesantren tidak bersifat press agency, karena pondok pesantren melakukan

publikasi secara terbatas. Lihat Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T.Heiman, Elizabeth L.Toth,

Public Relations Profesi dan Praktik…, hlm. 63

Page 7: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

355

lain. Namun sekali lagi yang perlu ditekankan bahwa tidak ada organisasi

struktural yang mengatur publikasi secara resmi. Bahkan publikasi yang

bersifat mempengaruhi tidak diperkenankan dan tidak boleh dilakukan. Akan

tetapi pondok pesantren salafiyah Sidogiri lebih memilih cara sosialisasi dari

pada publikasi. Istilah sosialisasi yang dipilih oleh ponpes Sidogiri

sebenarnya juga merupakan bagian dari publikasi. Hanya saja secara

pemaknaan sosialisasi lebih mengedepankan pada aspek berperan serta di

dalamnya atau istilah jawanya ikut “hambayu bagyo” sedangkan publikasi,

pihak publikator tidak ikut serta di dalamnya.

Cara sosialisasi yang merupakan strategi dari public relations di

pondok pesantren Sidogiri dilakukan dengan khidmah atau kiprah yang

fungsinya adalah untuk sosialisasi pondok pesantren tersebut. Khidmah atau

kiprah yang dimaksud di sini adalah berpartisipasi langsung secara aktif di

masyarakat, sehingga santri maupun alumni mampu membentuk komunitas-

komunitas belajar di tengah-tengah masyarakat. Hal ini sebagaimana

pernyataan Scholz yang mengemukakan bahwa tujuan public relations harus

mampu mendorong dan mempengaruhi persepsi masyarakat melalui

pelaksanaan tanggung jawab sosial berdasar komunikasi timbal balik yang

saling menguntungkan.8 Proses berkiprah langsung di masyarakat ini pada

hakekatnya merupakan jembatan antara lembaga (ponpes salafiyah) dengan

8 Sholz, Definisi Public Relations, diakses melalui www.gemaserasi.web.id tanggal 26

Desember 2011

Page 8: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

356

masyarakat (publik), dengan tujuan untuk mencapai mutual understanding9

atau saling pengertian.

Di samping itu, public relations yang ada di pondok pesantren

Sidogiri juga dilakukan dengan cara pendekatan ekonomi, yaitu dengan

adanya BMT, Kopontren, AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) “santri dan

Giriway”, PT Hasbi, PT Pustaka, Koperasi Agro, BPRS Ummu, kalender dan

pendekatan pendidikan, yaitu dengan menerbitkan bulletin baik yang dibagi

secara gratis maupun yang didistribusikan dengan mengganti ongkos cetak,

bahkan mendirikan panti asuhan.

Hal ini nampaknya sesuai dengan salah satu konsep public relations

yang dikemukakan oleh Ametambun, sebagaimana yang dikutip Daryanto,

yaitu konsep partnership, hubungan ini dapat diinterpretasikan sebagai

hubungan proses timbal balik. Dimana kebutuhan dan keinginan masyarakat

juga menjadi kebutuhan dan keinginan lembaga pendidikan.10

Maka terjadi

hubungan kerjasama antara pondok pesantren dengan masyarakat.

9 Pendapat Sukatendel yang menyatakan bahwa public relations pada intinya adalah good

image (citra baik), goodwill (itikad baik), mutual understanding (saling pengertian), mutual

confindece (saling mempercayai), mutual appreciation (saling menghargai), dan tolerance

(toleransi). Lihat Elvinaro Ardianto, Public Relations Suatu Pendekatan Praktis, Kiat

Menjadi Komunikator dalam Berhubungan dengan Publik dan Masyarakat, (Bandung: Pustaka

Bani Quraisy, 2004) 10

Menurut Amatembun, Konsep public relations terbagi menjadi lima bagian: Konsep

“menunggu”, yaitu lembaga pendidikan hanya menunggu dan mengharapkan perhatian dan

bantuan dari masyarakat; Konsep preventif kegiatan lembaga pendidikan hanya untuk mencegah

hal-hal yang tak diinginkan oleh masyarakat; Konsep tanda bahaya kegiatan-kegiatan hubungan

masyarakat terjadi apabila ada bahaya, misalnya kebakaran, sehingga lembaga pendidikan

memerlukan bantuan dengan masyarakat; Konsep pameran sebuah lembaga pendidikan hanya

memamerkan kegiatannya kepada masyarakat, tentu saja hal-hal yang dipamerkan hanya tertentu

yang telah diseleksi. Hal ini tidak mencerminkan keaslian dari keseluruhan program; Konsep

prestise kegiatan lembaga pendidikan hanya untuk menonjolkan karirnya. Biasanya hal ini

cenderung untuk mencari popularitas; Konsep partnership dan Konsep social leadership. Lihat M.

Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta,1998), hlm. 73

Page 9: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

357

Fungsi public relations ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Hadari Nawawi. Humas sekolah bertugas tidak semata-mata menjalin

hubungan tetapi memiliki kerangka yang jelas, yaitu dalam rangka mencapai

tujuan pendidikan. Hadari Nawawi menguraikan secara terinci beberapa tugas

humas, yaitu, pertama, memberikan informasi dan menyampaikan ide

(gagasan) kepada masyarakat atau pihak-pihak yang membutuhkannya.

Menyebarluaskan informasi dan gagasan-gagasan itu agar diketahui maksud

atau tujuannya serta kegiatan-kegiatannya. Kedua, membantu pimpinan

karena tidak dapat langsung memberikan informasi kepada masyarakat atau

pihak-pihak yang memerlukannya. Ketiga, membantu pimpinan

mempersiapkan bahan-bahan tentang permasalahan dan informasi yang akan

disampaikan atau yang menarik perhatian masyarakat pada saat tertentu.

Dengan demikian, pimpinan selalu siap dalam memberikan bahan-bahan

informasi yang up to date. Keempat, membantu pimpinan dalam

mengembangkan dalam rencana dan kegiatan-kegiatan lanjutan yang

berhubungan dengan pelayanan kepada mesyarakat (public service) sebagai

akibat dari komunikasi timbal balik dengan pihak luar untuk penyempurnaan

policy dan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi.11

Namun kadang-kadang, hubungan kedua pondok pesantren tersebut

dengan masyarakat merupakan pengejawantahan dari konsep social

leadership. Dimana pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan utama

bagi masyarakat, harus dapat diharapkan membina kepemimpinannya dengan

11

Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1981), 74.

Page 10: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

358

pihak yang erat hubungannya dengan problema-problema sosial.12

Hal

tersebut bisa dideteksi dengan adanya banyak kalangan masyarakat yang

membeli buku karya pondok pesantren Lirboyo yang berupa kumpulan hasil

bahtsu al-masail, buku-buku terbitan Pustaka Sidogiri Press, Bulletin,

majalah Sidogiri, dan lain sebagainya, yang juga banyak terdapat materi

keislaman, bahkan bersifat interaktif. Dilihat dari oplah yang mencapai

10.000 tiap bulannya, menunjukkan antusiasme masyarakat yang tinggi,

sehingga mereka rela berlangganan bulletin Sidogiri dengan tujuan untuk

mendapatkan pengetahuan dan tambahan materi keislaman.

Di samping itu, kedua pondok pesantren, baik Lirboyo maupun

Sidogiri, memiliki jaringan alumni yang kuat. Bahkan nama kedua pondok

pesantren tersebut bisa harum di tengah-tengah masyarakat karena alumni

kedua pondok pesantren tersebut menjadi orang yang berguna di masyarakat.

Hal ini nampaknya sesuai dengan salah satu hasil penelitian Layanan Riset

Pendidikan dan Asosiasi Nasional Kepala Pendidikan Dasar di Alexandria,

sebagaimana dikutip Burhanuddin, program pemanfaatan alumni. Di mana

alumni suatu lembaga pendidikan mampu berkiprah di masyarakat sehingga

membawa nama harum almamaternya.13

Public relations di kedua pondok pesantren tersebut juga dilaksanakan

secara by perform. Pondok pesantren Lirboyo dengan berbagai cabangnya

melaksanakan fungsi public relations dengan performance-nya masing-

12

Ibid. 13

Burhanuddin,dkk, Manajemen Pendidikan: Analisis Substantif dan Aplikasinya dalam

Institusi Pendidikan, (Malang: UNM,2003), hlm. 127-128

Page 11: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

359

masing.14

Perfomance yang ditunjukkan oleh figur seorang kiai di tengah-

tengah publik, disertai dengan sikap saling memuji diantara figur kiai, secara

tidak langsung memberikan pengertian, pemahaman, dan dukungan dari

masyarakat,15

dan hal ini termasuk dalam kategori komunikasi persuasif

untuk mempengaruhi persepsi masyarakat.16

Bahkan Cutlip menyatakan salah

satu generalisasi yang aman dalam public relations adalah reputasi publik

terhadap organisasi yang pada dasarnya banyak berasal dari perilaku pejabat

seniornya. Ketika pemimpin bertindak, berbicara, maka berlangsunglah

interpretasi dan gema yang diciptakan oleh fungsi public relations. Dengan

demikian fungsi public relations melekat dalam diri seorang pemimpin atau

manajer puncak.17

Gema yang diciptakan dan melekat dalam diri seorang pemimpin atau

manajer puncak (kiai) ini menginspirasi dan mengejewantah pada seluruh

14

Hal ini diakui Reza sebagaimana ungkapannya berikut ini: Ketika kami berinteraksi

kami memiliki style sesuai dengan karakter masing-masing sesuai dengan perform dan

komunitasnya. Contohnya saya berkecimpung di dunia akademik, kalau pagi di Tribakti saya

pakai performance akademisi, Gus Din dengan komunitasnya bela diri, maka perform-nya bela

diri. How to perform itu harus ada. Selanjutnya how to know. Inilah yang sifatnya hidden, yang

tidak bisa di desain. Artinya figure (baik kiai/gus) secara langsung maupun tidak langsung akan

menjadi personal branding dalam ponpes. Karena kiai diundang mengaji, maka membawa nama

lembaga. Perform sebetulnya langkah untuk membawa persuasi masyarakat yang kemudian masuk

ke image mereka. Selanjutnya mereka akan mengadopsi dan akhirnya bisa ambil bagian dan turut

serta, yang akhirnya how to integrate terwujud. Sedangkan bagi santri alat untuk how to perform

adalah apa yang telah di dapat di pondok. Saya kira tidak ada santri yang dengan gencarnya

mempengaruhi pihak lain untuk ikut serta ke pondok. Justru dengan perform, masyarakat akan

tertarik dengan sendirinya untuk mondok. Inilah yang dinamakan public relations yang melekat,

karena berangkat dari dalam person masing-masing. Selama ini kita terjebak pada suatu

pemahaman bahwa manajemen public relations ditangani oleh satu unit tertentu, namun yang

kalau di pondok, saya kira semua terlibat dalam fungsi public relations. Setiap santri, ustadz, kiai

pada dasarnya adalah alat public relations dengan cara how to perform tadi. Lihat Wawancara

dengan Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo, 14 Oktober 2011 15

Anthony Davis, Everything You Should Know About Public Relations, (Jakarta: PT. Elex

Media Komputindo, 2005) 16

Marston, Modern Public Relation, (1979 17

Scott M. Cutlip, dkk, Effective Public Relations: Merancang dan Melaksanakan

Kegiatan Kehumasan dengan Sukses, (Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, 2005), Cet. VIII,

p.50

Page 12: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

360

elemen yang ada di pondok pesantren, sehingga semuanya menjadi

menjalankan tugas sebagai public relations baik di internal pondok maupun

eksternal pondok. Hal ini sebagaimana pendapat Smith yang menyatakan

bahwa you are as public relations on your self. Pernyataan Smith tersebut

diaplikasikan oleh kiai, santri maupun alumni dengan cara menunjukkan

performance-nya di masyarakat. Demikian pula di pondok pesantren Sidogiri

juga melaksanakan fungsi public relations by perform dengan kiai sebagai

figur utamanya. Baik masyarakat sekitar maupun pemerintah daerah,

semuanya tunduk dan patuh dengan fatwa yang dikeluarkan oleh kiai pondok

pesantren Sidogiri tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dikemukakan oleh Farchan dan Syariffudin, yang menyatakan bahwa di

pesantren, tugas seorang kiai menjadi multifungsi: sebagai guru, muballigh,

dan manajer sekaligus.18

Sebagai guru, kiai menekankan pada kegiatan

mendidik para santri dan masyarakat sekitar agar memiliki kepribadian

Muslim yang utama; Sebagai muballigh, kiai berupaya menyampaikan ajaran

Islam kepada siapapun yang ditemui berdasarkan prinsip memerintahkan

yang baik dan mencegah yang munkar (amar ma'rûf nahi munkar). Dan

sebagai manajer, kiai berperan dalam hal pengendalian bawahannya. Di

dalam pesantren, top manajer dipegang oleh kiai. Maka dari itu, kiai

memegang otoritas penuh terhadap maju mundurnya juga berkembangnya

pesantren.

18

Farchan dan Syarifuddin, Titik Tengkar…, hlm. 68-69

Page 13: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

361

Dari tiga fungsi tersebut, fungsi sebagai muballigh itulah yang

mempengaruhi performance-nya termasuk penampilan ketika me-manage

pesantren sehingga ditemukan kenyataan pola-pola manajerial serba mono

dan serba tidak formal. Menurut tradisinya, kegiatan dakwah tidak didasari

perencanaan dengan matang, pengorganisasian yang mapan maupun

pengawasan yang ketat. Dengan pengertian lain, kegiatan dakwah bi al-lisân

biasanya dipraktekkan ala kadarnya dan sesuai dengan situasi dan kondisi

yang terjadi pada saat itu.

Di pondok pesantren Lirboyo dan Sidogiri kiai dianggap sebagai

sesepuh yang dianut dan ditaati fatwa-fatwanya. Maka secara tidak langsung

kiai berperan sebagai agent of culture disamping perannya sebagai publikator

secara tidak langsung, karena sebagian besar masyarakat mengenal pondok

pesantren tertentu melalui kebesaran kiainya. Disamping itu, kiai juga biasa

berperan sebagai mediator masyarakat bahkan sebagai problem solver

masyarakat. Hal tersebut menunjukkan kiprah kiai tidak hanya di pondok

pesantren saja, namun juga di tengah-tengah masyarakat. Fungsi dan peran

kiai di masyarakat tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Nur Syam yang

menyebutkan beberapa fungsi kiai, antara lain: Pertama, sebagai agen

budaya, kiai memerankan diri sebagai penyaring budaya yang datang ke

masyarakat; Kedua, kiai sebagai mediator, yaitu menjadi penghubung antara

kepentingan berbagai segmen masyarakat, terutama kelompok elit dengan

masyarakat; Ketiga, sebagai makelar budaya dan mediator, kiai menjadi

penyaring budaya sekaligus sebagai penghubung berbagai kepentingan

Page 14: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

362

masyarakat.19

Hal ini juga sesuai dengan kesimpulan dalam penelitiannya

Sindu Galba mengenai komunikasi di pondok pesantren, bahwa "Kiai

merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren."20

Oleh

karena itu, kiailah dan bukan pribadi lain, yang mewarnai pesantren selama

ini.

Jadi kiai di sini juga sebagai public figur yang hal itu bisa disebut

dengan public relations personal. Kenyataan ini memang sulit untuk dilihat

dan diamati dalam waktu yang singkat, namun harus disadari dan

diidentifikasi dalam waktu yang cukup lama. Public relations personal di

ponpes salafiyah lebih didominasi oleh figur kiai sebagai top manajer. Di

kedua ponpes salafiyah ini ditemukan, bahwa fungsi public relations

dijalankan oleh semua elemen yang ada di ponpes dengan tetap berpusat pada

seorang kiai. Hal ini berdasar temuan data di lapangan, bahwa di pondok

pesantren salafiyah Lirboyo, semua kebijakan yang berkenaan dengan pondok

kiailah sebagai pengetok palu. Demikian pula di pondok pesantren salafiyah

Sidogiri, semua kegiatan yang berkaitan dengan pondok, mulai dari

perencanaan, seperti perencanaan membuka saluran produksi ekonomi bidang

warung tegal misalnya, setelah segala sesuatunya di-godog secara matang,

manajemennya sudah diatur sedemikian rupa, namun ketika diajukan ke kiai,

ternyata kebijakan kiai tidak diperkenankan dengan pertimbangan maslahah

dan mudlaratnya. Hal ini menunjukkan bahwa kiai-lah sebagai pengetok palu

19

Nur Syam, "Kepemimpinan dalam Pengembangan Pondok pesantren", dalam A. Halim

et.al (eds), Manajemen Pesantren, ( Yokyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm. 79-80 20

Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, Ed. Riri Manan, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1995), hlm. 62

Page 15: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

363

kebijakan. Hanya saja, bedanya adalah kalau di pondok pesantren Lirboyo,

Kiai sebagai center langsung public relations, akan tetapi di pondok

pesantren Sidogiri, kiai berfungsi sebagai figur yang di-center-kan, dan

pelaksanaannya dilakukan oleh bidang-bidang manajerial yang telah tertata

dengan rapi.

Dalam struktur organisasi seksi public relations atau kehumasan tidak

masuk dalam struktur organisasi tersendiri, namun dalam menjalankan

fungsinya, semua bidang atau seksi yang ada di kedua ponpes salafiyah

tersebut menjalankan fungsi manajemen public relations. Hal ini tercermin

ketika setiap seksi melakukan suatu agenda program kerja, sebelumnya

mereka mengadakan perencanaan dulu yang dilakukan di awal pergantian

tahun ajaran baru (bulan syawal), mengorganisasikan program kerjanya dan

melaksanakannya. Di saat setiap bidang atau seksi melaksanakan program

kerja masing-masing, mereka akan bersentuhan dengan masyarakat luas

melalui kiprah atau action. Sedangkan fungsi controlling yang paling utama

adalah terletak di top manajer, yaitu figur kiai.

Ketika public relations dimaknai sebagai fungsi manajemen yang

membentuk dan memelihara hubungan yang saling menguntungkan antara

organisasi dan masyarakat,21

dilakukan dengan cara bagaimana

menginformasikan kepada khalayak, dilanjutkan dengan bagaimana

mempengaruhi dan selanjutnya mengintegrasikannya, maka yang ditemukan

di ponpes salafiyah justru adalah bagaimana mengintegrasikannya dulu di

21

Scott M. Cutlip, dkk, Effective..., hlm. 5

Page 16: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

364

dalam lembaga, melalui how to integrate, yang dimulai di lingkungan ponpes

itu sendiri (ibda’ binafsih), baru kemudian dilanjutkan dengan how to inform,

yaitu bagaimana menyampaikan semua apa yang dikaji, meliputi pengetahuan

agama, wawasan secara umum, cara bersosialisasi dan berinteraksi dengan

masyarakat, menyampaikan segala informasi yang ada di ponpes. Ketika

tahapan ini berlangsung how to perform, yang diawali dari perform figur kiai

yang memberikan uswatun khasanah kepada para santrinya, baik dalam

berperilaku sehari-hari maupun ketika kiai berinteraksi dengan pihak luar,

baru dilakukan oleh figur-figur yang ada di ponpes salafiyah, baru selanjutnya

mengarah pada how to persuade. How to persuade ini dijalankan oleh kedua

ponpes salafiyah tanpa ada unsur pemaksaan apalagi kekerasan. Cara yang

dilakukan adalah dengan bi al-hikmah, sebagaimana al-Qur‟an surat an-

Nahl/16: 125 sebagai berikut:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah22

dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

(Q.S.al-Nahl/16:125)

22

Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak

dengan yang bathil

Page 17: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

365

Ketika tahapan how to persuade telah dijalankan, maka tidak selesai

sampai pada mampu mempengaruhi masyarakat, namun semua elemen yang

ada di ponpes akan kembali pada jiwa “santri”nya, karena adanya hubungan

emosional yang tinggi dengan figur kiai, sehingga mereka kembali lagi

menjadi how to integrate. Maka dari itu, public relations yang ada di pondok

pesantren ini dapat dikatakan natural public relations, karena walaupun tanpa

adanya komando yang tegas untuk melakukan public relations namun setiap

aktivitas yang dilakukan pondok pesantren berdampak pada aspek public

relations. Hal ini berjalan secara alamiah dengan tendensi aspek moral bagi

pelaku aktivitas tersebut.

Keberadaan public relations yang natural atau tradisional inilah yang

membedakan dengan public relations secara umum, dimana konsep public

relations secara umum mengarah pada tiga mekanisme yaitu: how to inform

how to persuade how to integrate, sedangkan di pondok pesantren

salafiyah mengarah pada empat mekanisme yaitu: how to inform how to

perform how to persuade how to integrate, dan bersifat circle. Justru

how to perform merupakan kunci pokok dari public relations. Karena

masyarakat akan menilai dan mempercayai dan bisa menerima sesuatu hal

manakala ada realita atau ada implementasi langsung di lapangan bukan

hanya sekadar adanya informasi semata. Langkah yang ditempuh ponpes

salafiyah ini, dengan mengutamakan how to perform merupakan

penyempurnaan teori Eduard L. Bernays dan pengembangan salah satu teori

Page 18: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

366

yang dibangun oleh James Grunig dan Todd Hunt,23

pada model yang ketiga.

Pengembangan teori Grunig ini dikemukakan oleh mahasiswa lulusan

University of Maryland yang kembali ke negara asalnya, India, Yunani, dan

Taiwan untuk menguji apakah praktisi public relations di negara mereka

menggunakan empat model asli public relations atau tidak. Teori ini adalah

teori Model pengaruh personal yang menggambarkan praktik public

relations, di mana praktisinya berusaha membangun hubungan personal

dengan tokoh-tokoh kunci “sebagai orang yang dapat dimintai bantuannya”

Kedua pondok pesantren tersebut membangun public relations

dengan kiai sebagai tokoh kunci, yang sifatnya kharismatik. Jadi kiai dengan

personalisasi dan performance-nya mampu menjadi tokoh kunci yang

menjadikan masyarakat menaruh hormat kepada pondok pesantren dimana

kiai tersebut tinggal. Hal tersebut dapat dimisalkan ketika sebuah pondok

pesantren tersebut kiainya telah meninggal dunia dan generasi penerusnya

tidak semasyhur atau sekharismatik kiai asalnya, maka yang terjadi adalah

pondok pesantren tersebut akan ditinggalkan santri-santrinya. Jadi kharisma

kiai merupakan kunci dari public relations yang ada di pondok pesantren

salafiyah. Walaupun nanti dalam perkembangannya ada pondok pesantren

yang mengandalkan performa secara murni dan ada yang tidak sepenuhnya

23

Model asymetris dua arah: memandang public relations sebagai kerja persuasi ilmiahlm.

Model ini menerapkan metode riset ilmu sosial untuk meningkatkan efektivitas persuasi dari pesan

yang disampaikan, Praktisi public relations dengan model ini menggunakan survei, wawancara,

dan fokus group untuk mengukur serta menilai publik sehingga mereka bisa merancang program

public relations yang bisa memperoleh dukungan dari publik kunci. Walaupun timbal balik

[feedback] dari semua itu dipertimbangkan ke dalam proses pembuatan program, namun

organisasi dengan model ini masih lebih tertarik mengenai bagaimana publik menyesuaikan diri

dengan mereka ketimbang sebaliknya, organisasi yang menyesuaikan dengan kepentingan public.

Page 19: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

367

mengandalkan performa, namun juga tidak bisa melepaskan faktor performa

tersebut.

Fenomena ini berbeda dengan pondok pesantren khalafi, dimana

kebesaran pondok pesantren tidak semata-mata terpusat pada figur kiai yang

kharismatik, melainkan karena kebesaran lembaga dan sistem pondok

pesantren tersebut. Hal inilah yang menjadikan pondok pesantren khalafi

lebih mampu bertahan daripada pondok pesantren salafi. Bukti nyata adalah

orang mengenal pondok pesantren salafi dari figur kiai, contohnya pondok

Lirboyo yang dikenal pertama adalah Kiai Idris Marzuki, pondok Sidogiri

yang dikenal pertama adalah Kiai Nawawi, pondok Langitan, yang diketahui

orang pertama kali adalah Kiai Abdullah Faqih.

Hal ini berbeda dengan pondok modern Gontor, maka yang dikenal

orang pertama kali adalah bahasa Arab dan Inggris, bukan pada figur

Kiainya. Hal positif yang bisa dipetik dari pondok pesantren khalafi adalah

ketika sistem dan manajemennya telah berjalan baik, maka pondok pesantren

khalafi akan lebih mampu bertahan karena pengaruh kharisma kiai bukanlah

satu-satunya hal yang menjadi faktor penentu keberlangsungan pondok

pesantren tersebut, yang mana dalam hal ini berbeda dengan pondok

pesantren salafi. Ketika pondok pesantren salafi kehilangan figur kiai, maka

ketahanan pondok pesantren bisa melemah. Hal ini disebabkan karena

masyarakat yang paternalistik merasa telah kehilangan figur yang senantiasa

dituakan (dianggap orang tua atau sesepuh) karena kedalaman ilmunya

Page 20: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

368

sekaligus kehilangan figur yang harus dihormati dan dijadikan

panutan/pemimpin.

B. Komunikasi Public Information menuju Two Way Asymmetric

Komunikasi menjadi penanda eksistensi individu dalam membangun

relasi dengan sesamanya, baik sebagai warga masyarakat maupun untuk

berbagai kepentingan lainnya. Lewat komunikasi, antar manusia saling

berinteraksi demi tujuan-tujuan tertentu. Ada yang tujuannya bertukar

informasi, tukar pengalaman, berbagai pengetahuan dan berbagai tujuan

lainnya.

Dalam dunia pendidikan Islam, komunikasi antara pihak pondok

pesantren dengan masyarakat sangat penting artinya. Relasi kedua belah

pihak ini seyogyanya dibangun dengan inisiatif dari pihak pondok pesantren.

Bukan berarti masyarakat tidak bisa memulai lebih dahulu, tetapi inisiatif dari

pihak pondok pesantren membuka kemungkinan bagi lahirnya proses

komunikasi yang lebih efektif, terstruktur dan membawa hasil yang lebih

optimal. Oleh karena itu, pihak pondok pesantren seyogyanya

mempertimbangkan secara cermat proses dan mekanismenya. Pola semacam

ini berarti pondok pesantren menjadi komunikator dan masyarakat sebagai

komunikan, walaupun di saat yang lain, posisi ini bisa berganti di mana

masyarakat sebagai komunikator dan ponpes sebagai komunikan.

Komunikasi di sebuah pondok pesantren terbagi menjadi 2 macam,

yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal

Page 21: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

369

dipegang oleh majelis pengasuh atau Kiai dengan santri, pengelola dan

mustahiq. Komunikasi internal di ponpes salafiyah Lirboyo ditemukan bahwa

terdapat komunikasi yang sifatnya humanis antara sesama santri karena

mereka tinggal satu asrama dan sekolah di madrasah bersama-sama.

Komunikasi santri berlanjut dengan pengurus kamar, pengelola maupun

mustahiq-nya dengan interaksi komunikasi yang memperhatikan adab dan

bersikap tawadlu. Ketika komunikasi bisa diselesaikan dengan komunitas

kamar, tidak akan diteruskan ke pengelola maupun mustahiq, apalagi ke

tingkat kiai, namun jika suatu informasi ataupun permasalahan belum selesai

di tingkat pengurus maupun mustahiq, maka informasi akan diselesaikan di

tingkat musyawarah yang disebut dengan Badan Pembina Kesejahteraan

Pondok Pesantren Lirboyo BPK-P2L di ponpes salafiyah Lirboyo dan sidang

musyawarah keluarga di ponpes salafiyah Sidogiri.

Sedangkan cara komunikasi kiai dengan santri dan pengelola yang

ada di ponpes adalah melalui perilaku yang ditunjukkan oleh figur kiai,

dimana segala tingkah laku, cara kiai menyampaikan materi pengajian, cara

memberikan nasehat, cara memberikan petunjuk, cara kiai menghadapi orang

lain, menghadapi tamu dari berbagai kalangan, pada hakekatnya itu adalah

pembelajaran kepada santri yang diberikan oleh kiai yang merupakan

uswatun hasanah. Cara yang dilakukan figur kiai ini sesuai dengan teori

spiral keheningan,24

yang menyatakan bahwa cara mempengaruhi opini

24

Komunikasi spiral keheningan di awali dengan memberikan pesan persuasif, yang

akhirnya menentukan proses sosial kultur kelompok. Dari proses sosial kultur kelompok akan

membentuk dan mengganti definisi perilaku yang disetujui secara sosial untuk anggota kelompok,

yang akhirnya mencapai perubahan arah perilaku lahiriyap. Cara inilah yang dilakukan oleh figur

Page 22: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

370

publik adalah melalui pesan persuasif, yaitu melalui perilaku kiai yang

akhirnya membentuk proses sosial dalam kultur masyarakat tersebut. Model

komunikasi persuasif sebagaimana teori agenda setting ini juga dilakukan

oleh figur kiai ketika berkomunikasi dengan masyarakat luas atau komunikasi

eksternal. Komunikasi seperti ini juga berjalan di ponpes salafiyah Sidogiri.

Hal itu penulis istilahkan dengan komunikasi yang bersifat

horisontal prosedural. Komunikasi horisontal prosedural maksudnya

komunikasi intern di ponpes yang diterapkan, berjalan secara runtut

sistematis, mulai dari komunikasi antar santri, baru kemudian dilanjutkan ke

mustahiq dan pengelola, setelah itu diteruskan ke rapat-rapat. Namun dalam

hal ini bukan berarti aliran komunikasi yang dijalankan dari atas ke bawah

atau sebaliknya dari bawah ke atas, melainkan antara komunikan dengan

komunikator mempunyai kedudukan yang sama. Hanya saja memang

penyampaian komunikasinya tetap dalam adab yang baik. Jadi aspirasi santri,

pengelola dan mustahiq diperhitungkan sebagai masukan untuk mengambil

keputusan (decision making).

Sedangkan di pondok pesantren Sidogiri, komunikasi internal yang

dijalankan, sifatnya sudah terstruktur rapi bahkan memakai sistem

manajemen modern.25

Masyayikh atau Kiai bukan semata-mata orang yang

kiai dalam memberikan pembelajaran kepada santri dan masyarakat luas. Lihat Scott M. Cutlip &

Allen Center, Effective Public Rrelation: Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Kehumasan

dengan sukses, (New Jersey: Prentice Hall, Inc, 2000), edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Indeks Kel

Gramedia, 2005, hlm. 208-209. Lihat pula Melvin L. De Fleur & Sandra J. Ball Rokeach, Theories

of Mass Communication, ed. 4, (New York: Longman, 1982), hlm. 225. Lihat pula Morisaan,

Manajemen Public Relation: Strategi Menjadi Humas Profesional, (Jakarta: Kencana, 2008) ed. I,

cet. I, p.72-73 25

Lihat dokumentasi Tamasya Laporan Tahunan Pengurus Pondok Pesantren Sidogiri

tahun 1431-1432 P. Observasi tanggal 23 September 2011

Page 23: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

371

membuat kebijakan, namun mereka memposisikan sebagai figur yang melihat

sekaligus mengendalikan, mau dibawa kemana pondok pesantren ini, dengan

tetap memegang prinsip ahlussunnah waljamaah.26

Komunikasi internal di

pondok pesantren Sidogiri dilaksanakan dua arah tidak simetris dan

prosedural. Hubungan santri dengan santri bersifat lebih terbuka namun

hubungan santri dengan ustadz dan kiai tidaklah demikian adanya. Tidak serta

merta santri berkomunikasi langsung dengan ustadz apalagi kiai. Demikian

pula ustadz dengan kiai. Komunikasi dengan ustadz dan kiai akan

berlangsung manakala terjadi hal-hal yang urgent, sehingga komunikasi

bersifat berlapis. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Schramm bahwa

komunikasi membutuhkan proses komunikasi dua arah (two-way-process) di

mana pengirim dan penerima pesan berkomunikasi, namun terdapat konteks

kerangka acuan (frame of reference) sebagai gangguan yang berupa hubungan

dan situasi sosial. Dengan demikian, komunikasi adalah proses timbal balik

pertukaran tanda untuk memberitahukan, memerintahkan atau membujuk

berdasarkan makna dan kondisi bersama melalui hubungan komunikator dan

konteks sosial.27

Dilihat dari unsur-unsurnya, komunikasi internal di kedua ponpes

salafiyah tersebut terdapat sumber komunikasi, yaitu santri, pengurus, ustadz

26

Masyayikh ditempatkan sebagai figur yang sangat mengerti tentang kendali ponpes akan

dibawa kemana, yang sesuai dengan prinsip Sidogiri. Ada mekanisme: ada perencanaan, ada

proses dan ada evaluasinya. Seluruh program ada manajemennya. Suatu kegiatan tidak serta merta

ada, dan tidak ada satu pun program tanpa persetujuan dewan masyayik, dan kalau sudah pada

langkah operasional dewan masyayikh menyerahkan sepenuhnya kepada pengelola/pengurus.

Sehingga di sini peran figur ini sangatlah kuat, dari sisi manajemen juga kuat. Manajemen dibuat

sebagai tindak lanjut dari keinginan figur/dewan masyayik. Inilah yang membedakan dengan

lembaga pemerintahan. Wawancara dengan Saifulloh Naji, Sekretaris Umum PP Sidogiri, 16

September 2011 27

Ibid., hlm. 42-43

Page 24: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

372

maupun kiai; ada unsur pesan atau sinyal yang disampaikan; ada salurannya

baik secara lesan maupun tulisan melalui majalah, buletin maupun mading;

dan ada penerima pesan atau informasi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Shanon-Weaver,28

bahwa dalam komunikasi harus memiliki 4 unsur yaitu

sumber pesan saluran penerima pesan. Namun yang membedakan di

kedua pondok pesantren salafiyah ini adalah dalam hal saluran komunikasi.

Saluran komunikasi di pondok pesantren terdapat gangguan konteks situasi

sosial, dimana secara sosio kultur telah membudaya perilaku yang

menjunjung nilai sopan santun yang tinggi, dan sangat mempertimbangkan

strata sosial maupun geneologis. Hal inilah yang menurut Schramm dikatakan

bahwa komunikasi tidaklah sesederhana sebagaimana yang dikemukakan

model komunikasi Shannon dan Weaver. Walaupun konsep komunikasi

membutuhkan proses komunikasi dua arah (two-way-process) di mana

pengirim dan penerima pesan berkomunikasi dalam konteks kerangka acuan

(frame of reference), namun hubungan dan situasi sosial mereka masing-

masing menjadi pertimbangan tersendiri. Dengan demikian, komunikasi

adalah proses timbal balik pertukaran tanda untuk memberitahukan,

memerintahkan atau membujuk berdasarkan makna dan kondisi bersama

melalui hubungan komunikator dan konteks sosial.29

Hal ini diperkuat dengan komunikasi di pondok pesantren yang

menggunakan komunikasi bahasa (bi al-lisân) dan komunikasi dengan

menggunakan perilaku (bi al-hal), ditemukan pula komunikasi dengan

28

Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 42 29

Ibid., hlm. 42-43

Page 25: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

373

menggunakan media. Baik di ponpes salafiyah Lirboyo maupun Sidogiri,

keduanya menggunakan komunikasi yang berbasis media. Di ponpes

salafiyah Lirboyo, media komunikasi hardware seperti madding, buku

cetakan Lirboyo Press, hasil bathsul masail merupakan media komunikasi

yang bisa menghubungkan antara ponpes dengan masyarakat. Demikian pula

media internet melalui website, dimana para alumni memiliki ruang

newsroom tersendiri, segala aktifitas ponpes ter-update di web, bahkan

pengajian kitab melalui program streaming bisa diakses langsung oleh semua

kalangan di seluruh dunia, menjadikan sarana komunikasi eksternal ponpes

terhubung dengan baik. Selain itu juga ada forum interaktif yang digunakan

untuk menjawab segala pertanyaan tentang religi yang muncul di masyarakat,

demikian pula di ponpes salafiyah Sidogiri. Bahkan website-nya

menggunakan tiga bahasa, yaitu bahasa Arab, Inggris dan Indonesia, sehingga

bisa diakses oleh semua kalangan. Pengelolaan media hardware (buku,

majalah, bulletin) di ponpes Sidogiri sudah termanaj sesuai dengan

komunitasnya masing-masing. Ada komunitas santri (ISS), alumni (IASS)

dan dari pengelola: media dari Laziswa, BMT, perpustakaan, Darul Haikam,

yang sudah berbasis teknologi.

Pemanfaatan media massa di ponpes salafiyah tersebut, pada

hakekatnya merupakan sistem eksternal yang dijalankan ponpes dengan

masyarakat, yang mampu mempengaruhi persepsi dan opini masyarakat

terhadap ponpes salafiyah, apalagi masyarakat internal ponpes. Peran media

memiliki kekuatan dalam hal apa saja yang perlu dipikirkan masyarakat.

Page 26: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

374

Media memberikan informasi sekaligus menjawab pertanyaan dari

masyarakat mengenai ponpes maupun hal-hal yang berkaitan dengan

keagamaan. Hal ini sebagaimana teori agenda setting yang menyatakan

bahwa, Media may not tell us what to think, but media tell us what to think

about,30

media tidak hanya menyampaikan apa yang dipikirkan, melainkan

lebih dari sekadar itu menyampaikan tentang apa yang kita pikirkan. Dampak

agenda setting dalam media adalah apa yang dipikirkan (kognisi) dan apa

yang kita pikirkan (perasaan/kecenderungan), yang mana hal ini sesuai

dengan hubungan segitiga public opinion sebagai berikut:

Gb. 5.1. Hubungan Segitiga Opini Publik di Ponpes Salafiyah

Dari paparan tersebut di atas, maka pada dasarnya komunikasi

internal di pondok pesantren salafiyah adalah berjalan secara horisontal

prosedural dengan tetap mengutamakan adab dan akhlakul karimah.

Komunikasi dengan menggunakan cara ini adalah komunikasi berbasis

30

Morissan, Manajemen Public Relation: Strategi Menjadi Humas Profesional, (Jakarta:

Kencana, 2008), p. 74

Ponpes Salafiyah

Sebagai Tempat

Kejadian Tindakan

(melalui media

elektrik=website

maupun non

elektrik=buku, majalah,

madding, buletin)

Persepsi, opini dan

tindakan masyarakat baik

internal maupun eksternal

sebagai dampak dari

kmunikasi melalui media

Tanggapan berdasarkan

persepsi, opini

masyarakat baik

internal maupun

eksternal

Page 27: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

375

bahasa lisan. Siapapun bisa mengungkapkan pendapatnya dan melakukan

perencanaan lalu mengajukannya ke musyawarah, namun keputusan akhir

dari perencanaan tersebut tetap tergantung pada kiai. Jadi top manajer

dipegang oleh kiai. Maka dari itu, kiai memegang otoritas penuh terhadap

maju mundurnya juga berkembangnya pesantren dan para santri menerima

kepemimpinan kiai karena percaya pada konsep dalam masyarakat Jawa,

yaitu berkah atau barakah yang didasarkan atas doktrin keistimewaan

status seorang alim dan wali.31

Jadi apapun yang diputuskan kiai, santri

tetap menaatinya dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.

Selain itu komunikasi internal di ponpes salafiyah juga

menggunakan media, baik media elektrik maupun non elekstrik yang

akhirnya mampu mempengaruhi dan membentuk persepsi, opini dan tindakan

masyarakat internal maupun eksternal ponpes. Hal ini sesuai dengan teori

agenda setting dimana ponpes tidak hanya menyampaikan apa yang

dipikirkan melainkan apa yang ponpes pikirkan. Sedangkan kiai sebagai figur

yang memiliki kharisma menyampaikan pesan melalui komunikasi perilaku

yang ditunjukkan kiai dalam kehidupan sehari-hari, yang mana hal ini

merupakan alat pembelajaran langsung yang mampu membentuk komunitas

sosial kultur yang berbeda dengan masyarakat di luar ponpes, karena cara

berkomunikasi yang menjunjung tinggi adab menjadi hal yang membedakan

sistem komunikasi yang dijalankan oleh ponpes dengan komunikasi pada

umumnya. Hal ini juga sesuai QS. al-Isra‟/17:28, bahwa komunikasi dengan

31

Abdurahman Mas'ud, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi,

(Yokyakarta: LKIS, 2004), p..13

Page 28: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

376

menngunakan bahasa yang mulia (قَْوًلا َمْيُسوًرا), komunikasi yang

menyenangkan pihak lain قَْوًلا َكِريًما (Q.S. al-Isra‟/17:2), komunikasi dengan

menggunakan bahasa yang agung dan memuliakan pihak lain قَْوًلا َعِظيًما (Q.S.

al-Isra‟/17:40), komunikasi dengan menggunakan bahasa yang baik قَْوًلا َمْعُروفًا

(Q.S.al-Nisa‟/3:5).

Adapun komunikasi eksternal yang dijalankan di ponpes salafiyah,

sebagaimana data dalam bab IV dikemukakan bahwa komunikasi eksternal

melalui berbagai saluran, yaitu pemberian informasi dan peran yang

berdampak pada masyarakat memberikan usulan kepada pondok pesantren,

untuk dimusyawarahkan bersama, dan hasil musyawarah akan di-shohih-kan

ke kiai. Pada tahap yang terakhir ini, seluruh anggota musyawarah akan patuh

dan tunduk dengan keputusan kiai, sehingga hasil akhirnya tetap di tangan

Kiai. Masyarakat patuh terhadap keputusan akhir kiai, karena kharisma kiai

dan juga tingkat sugesti masyarakat yang tinggi terhadap figur kiai dan

meyakini bahwa apa yang diputuskan kiai sudah berdasar dari munajat-nya

kepada Allah. Sisi inilah yang tidak didapatkan dalam komunikasi di luar

ponpes. Karena komunikasi eksternal ponpes pun ketok palu terakhir sebagai

pengambil kebijakan tetap diserahkan kepada figur kiai dengan segala

karamahnya untuk mendapat barakah. Sistem komunikasi yang seperti ini

pada akhirnya adalah sistem komunikasi satu arah.

Pada pondok pesantren Lirboyo, komunikasi yang dipakai

menggunakan berbagai saluran, yaitu dengan publikasi apa yang ada di

pesantren kepada masyarakat luas, lewat jaringan media elektronik, website,

Page 29: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

377

facebook dan juga jaringan alumni.32

Komunikasi pondok pesantren dengan

pihak luar juga dipengaruhi oleh reality action33

yang dilakukan oleh santri

maupun para alumni, yang tersebar di pelosok-pelosok nusantara, bahkan

sudah ada yang mampu mendirikan pondok pesantren.

Sedangkan pada pondok pesantren Sidogiri, komunikasi tidak

bersifat publikasi namun semata karena pengabdian/khidmah kepada

masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, dakwah dan

sebagainya. Di samping itu, komunikasi juga dilakukan dengan menggunakan

media yang berguna untuk menyampaikan informasi. Media di pondok

pesantren Sidogiri ada yang bersifat elektronik atau berbasis WEB dan ada

yang bersifat media cetak. Komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan

web ini menampilkan newsroom34

sehingga mampu menyampaikan informasi

yang lebih lengkap dan menarik dan yang dapat dimanfaatkan khalayak

termasuk pekerja pers.

32

Pada hakekatnya syiar dilaksanakan dengan cara memanfaatkan para alumni di berbagai

daerah, karena yang paling kuat adalah melalui jaringan alumni, sehingga dalam waktu dekat

sudah terpublikasi dengan sendirinya. Di samping itu, kami memakai media elektronik, via TV

walau bersifat lokal, web site, facebook alumni, dan lain-lain. Melalui HIMASAL (Himpunan

Alumni Santri Lirboyo) para alumni mengedepankan prinsip-prinsip yang telah diajarkan di

ponpes dulu dan selalu berpegang teguh pada petuah-petuah dari kiai. Inilah yang menjadi

kekuatan public relations pondok pesantren. Wawancara dengan Reza, Pengasuh Ponpes Lirboyo,

14 Oktober 2011 33

Sesuai dengan pendapatnya Marston yang menyatakan bahwa komunikasi persuasif,

efektif digunakan untuk mempengaruhi opini masyarakat 34

Newsroom merupakan trend komunikasi untuk mengoptimalkan teknologi internet, dan

merupakan bagian baru dari press release. Dengan newsroom mampu menampilkan lebih banyak

press release dalam waktu lebih singkat dan tampilan yang enak dipandang mata, tidak hanya

sekadar teks atau foto, namun bisa dalam bentuk video news release maupun audio news release.

Junaedi, Mengenal Public Relations dalam Teori dan Praktek, Majalah Gema Serasi online,

diakses tanggal 26 Desember 2011. Lihat pula Scott Cutlip, Allen Center dan Glen Broom,

menyatakan bahwa alat untuk menyampaikan pesan adalah press release, brosur, website, paket

media, video, berita, koferensi pers dan media penerbitan internal lembaga.

Page 30: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

378

Namun demikian ditemukan hal yang unik dan menarik di ponpes

salafiyah Sidogiri, yaitu pihak ponpes menolak adanya publikasi dan lebih

memilih pada sosialisasi. Publikasi secara terang-terangan adalah hal yang

tidak diperkenankan oleh dewan masyayikh, namun ponpes justru mendorong

untuk melakukan sosialisasi. Sosialisasi dipilih karena cara ini lebih dari

sekadar hanya publikasi. Jika diibaratkan mesin, maka ponpes lebih memilih

mesin yang tidak menderu-deru bunyinya namun bisa berjalan melesat. Misi

inilah yang mendorong ponpes untuk selalu memberikan uswah hasanah

dengan menunjukkan dulu kepada masyarakat melalui khidmah baru

kemudian menginformasikannya. Dengan kata lain ponpes menunjukkan

kompetensi yang dimilikinya terlebih dahulu kepada masyarakat, baru

selanjutnya melangkah pada menginformasikannya. Hal ini sebagaimana

nasehat Kiai, seperti yang ditirukan Naji, “yen wong pengen ngaji yo mesti

moro mrene” (kalau orang ingin mencari ilmu agama, maka ia akan datang

sendiri ke pondok pesantren). Konsep ini sebetulnya sama dengan konsep

pendidikan yang sekarang sedang marak digalakkan yaitu pendidikan

berbasis kearifan lokal, dimana ketika lembaga pendidikan telah unggul dan

kompeten dalam bidang tertentu yang berdasar pada kearifan lokal, maka

akan dijadikan rujukan oleh banyak kalangan. Pada hakekatnya misi inilah

yang dijalankan oleh ponpes salafiyah, sehingga lebih memilih pada

sosialisasi daripada publikasi.

Dengan sosialisasi, tanpa disadari ponpes telah melakukan publikasi.

Salah satu contohnya sosialisasi melalui media massa. Sidogiri memiliki 14

Page 31: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

379

media pers yang berjalan secara aktif dan dikelola dengan manajemen

modern berbasis IT. Walaupun mereka memegang prinsip sifatnya bukan

publikasi, namun komunikasi eksternal yang sifatnya pemberian informasi

tersebut pada hakekatnya juga termasuk kategori publikasi dengan cara

melalui media dan dengan lisan al-hal. Cara ini dianggap lebih efektif dan

menyentuh di hati masyarakat. Hal ini sebagaimana ayat dalam al-Qur‟an di

bawah ini:

اااا...

اااا

اااااا

....dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa

mereka. (Q.S.al-Nisa’:3: 63)

Kata baliighan dalam ayat ini mengindikasikan kata atau komunikasi

yang membekas pada jiwa. Pakar tafsir al-Alusi mengartikan kata ini dengan

kata ma’tsuran.35

Komunikasi yang dilakukan pondok pesantren Sidogiri dan

Lirboyo mempunyai rasa atau membekas pada komunikan atau publik.

Komunikasi yang membekas adalah komunikasi yang mempunyai rasa dalam

jiwa dan dapat tersimpan dalam hati. Ibarat orang yang mengatakan cinta

yang dilakukan sepenuh hati, maka orang yang dicintai akan selalu terngiang-

ngiang dengan perkataannya bahkan sampai tidak dapat tidur karena selalu

memikirkan perkataan itu. Di samping itu, komunikasi pondok pesantren

salafiyah tersebut dilakukan dengan hati menuju ke hati agar komunikasi

35

Shihab al-Din al-Alusi, Tafsir Ruh al-Ma’ani, juz 3, (Mauqi‟u al-Tafasir: Dalam

Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 112

Page 32: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

380

yang dilakukan dapat diterima dengan baik oleh komunikan, dan dibuktikan

dengan fakta yang disuguhkan, bukan hanya promosi semata. Berdasarkan hal

tersebut, maka sangatlah mungkin kalau masyarakat mempercayai kedua

pondok tersebut, dan terjadi hubungan timbal balik serta simbiosis

mutualisme.

Komunikasi yang dilakukan pondok pesantren salafiyah ini sesuai

dengan teori komunikasi efektif yang dikemukakan oleh Gibson dkk, bahwa

Ada tiga faktor yang yang dapat mempengaruhi suatu komunikasi efektif atau

tidak efektif, yaitu (1) penyandian, (2) pengartian, dan (3) gangguan.36

Komunikasi yang dilakukan oleh pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan

Sidogiri, walaupun sifatnya hanya pemberian informasi, namun menunjukkan

kejelasan dan memakai saluran yang lancar juga dilakukan dengan kerja sama

yaitu alumni kedua pondok pesantren tersebut.

36

Penyandian terjadi terjadi ketika pengirim menerjemahkan informasi untuk dikirimkan

menjadi serangkaian simbol. Penyandian itu perlu karena informasi hanya dapat dikirimkan dari

seseorang kepada orang lain lewat perwakilan atau simbol. Komunikasi merupakan obyek dari

penyandian. Pengirim berusaha menetapkan arti yang dipahami bersama dengan penerima dengan

cara memilih simbol, biasanya dalam bentuk kata atau gerakan tubuh, yang dipercaya oleh

pengirim sehingga mempunyai arti yang sama dengan penerima. Sementara pengartian adalah

proses yang dilakukan oleh penerima untuk menginterpretasikan pesan dan menterjemahkannya ke

dalam informasi yang mempunyai arti. Untuk proses ini, ada dua langkah langkah yang harus

ditempuh, yaitu penerima harus menerima pesan itu, dan kemudian mengartikannya. Pengartian

dipengaruhi oleh pengalaman penerima, penilaian pribadi mengenai simbol dan gerakan tubuh

yang dipakai, dan kesamaan arti dengan pengirimnya. Sedangkan gangguan adalah faktor apapun

yang mengganggu, membingungkan, atau mencampuri komunikasi. Gangguan dapat timbul dalam

(1) saluran komunikasi yang tidak lancar, baik secara internal (ketika penerima tidak

memperhatikan) maupun eksternal (ketika pesan terganggu oleh suara lain dari lingkungan), (2)

metode pengiriman (seperti udara untuk pembicaraan lisan atau kertas untuk surat), (3) kurangnya

kerjasama, (4) perbedaan persepsi dan bahasa. Untuk mengatasinya, pesan harus dijelaskan

sehingga dapat dipahami oleh penerima yang mempunyai pandangan dan pengalaman berbeda.

Gangguan dapat terjadi pada tahap manapun dari proses komunikasi. Gangguan terutama amat

mengganggu dalam tahap penyandian dan pengertian. James L. Gibson, Jhon M. Ivancivich, dan

James P. Donnelly, Jr., Organizations: Behavior, Structure, Processes (T.tp: Dallas Business

Publications, 1985), hlm. 535

Page 33: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

381

Dari komunikasi tersebut, nampaknya komunikasi eksternal di

pondok pesantren salafiyah memang tidak bertujuan semata-mata untuk

publikasi namun pemberian informasi yang diperlukan masyarakat. Di

samping itu, komunikasi juga dilaksanakan secara langsung (by action).

Komunikasi eksternal ini berjalan dengan lancar, karena adanya dukungan

yang kuat dari para alumni melalui jaringan alumni yang ada di tiap-tiap

daerah. Jaringan alumni ini memiliki aktifitas rutin yang diselenggarakan di

masyarakat, sehingga mereka berinteraksi sosial dan berpartisipasi langsung

dengan publik.

Selain itu ponpes salafiyah juga memiliki tradisi yang telah

dijalankan secara kontinyu, yaitu penyelenggaraan haul, istighatsah bersama,

dzikir bersama, acara peringatan PHBI, dan lain-lain, yang mampu

menggerakkan massa untuk terlibat langsung dalam kegiatan tersebut.

Aktifitas ini secara tidak langsung menunjukkan kekuatan lembaga dalam

mempengaruhi dan menggerakkan massa, atau diistilahkan dengan show of

force, walau tanpa ada permintaan dan pressure dari ponpes, namun

masyarakat sendiri yang berkepentingan dan akhirnya berpartisipasi

langsung. Interaksi ponpes dengan masyarakat melalui aksi nyata inilah yang

akhirnya mampu menciptakan opini publik yang menguntungkan antara

kedua belah pihak, untuk mencapai tujuan ponpes salafiyah dengan cara terus

menerus/berkesinambungan, karena public relations merupakan

Page 34: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

382

kelangsungan hidup organisasi yang bersangkutan.37

Komunikasi eksternal by

action tersebut, pada hakekatnya bertujuan untuk membangun citra pondok

pesantren di mata publik.38

Ketika pondok pesantren mengadakan komunikasi dengan

stakeholders, peran kiai mempunyai pengaruh yang besar dalam menjalin

kerjasama tersebut. Dengan kharisma kiai, stakeholders akan mendukung

berbagai acara ataupun program yang berkaitan dengan pondok pesantren.

Hal ini sebagaimana di Lirboyo seperti acara istighatsah akbar, safari

ramadhan, forum ulama dan hadratus syeikh, bahtsul masail, dan lain-lain.

Sedangkan di Sidogiri selain even religi juga kegiatan yang berhubungan

dengan saluran-saluran produksi ekonomi seperti Kopontren, Laziswa, BMT,

air minum “santri”, majalah maupun bulletin.

Dukungan stakeholders terhadap berbagai kegiatan maupun program

pondok pesantren, selain karena adanya pengaruh personal kiai juga

dikarenakan kiai merupakan mediator yang paling tepat untuk menyampaikan

informasi menngenai tujuan organisasinya kepada khalayak. Kiai merupakan

figur central, tempat musyawarah semua masalah, tempat bermuaranya

person dari berbagai kalangan, sebagai sosok yang diteladani, diterima

fatwanya, dijadikan uswatun khasanah oleh publik, sehingga apa yang

diinformasikan oleh kiai akan diterima dan dibenarkan oleh khalayak. Dan

ini adalah strategi yang dipilih oleh stakeholders untuk mencapai tujuan

37

Maria Assumpta Rumanti. Dasar-dasar Public Relations: Teori dan Praktek. (Jakarta:

Gramedia Widiasarana, 2002), hlm. 7 38

Hal ini sesuai dengan pendapat Jefkins yang menyatakan bahwa tujuan dari komunikasi

adalah untuk memperoleh citra positif dan dukungan dari publiknya, Franks Jefkins, Public

Relations Techniques, (Butterworth Heinemann, 1994), ISBN 0-7506-1563-X, 9780750615631

Page 35: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

383

organisasinya. Model komunikasi yang seperti ini menjadikan kiai sebagai

mediator, penyambung lidah informasi kepada publik sehingga tidak salah

kalau Ziemek menyatakan bahwa figur kiai dengan pondok pesantrennya

adalah tempat komunitas masyarakat belajar secara langsung, kiai sebagai

agent of social change39

dalam sosio kultur masyarakatnya.

Di sisi lain, sistem komunikasi yang dijalankan di ponpes salafiyah

juga melibatkan para alumni ponpes, dimana loyalitas terhadap ponpes yang

kuat dalam ke-santri-annya, menjadikan para alumni dimanapun mereka

berada selalu membawa almamater ponpes. Ketika para alumni kembali ke

daerahnya masing-masing dan berinteraksi dengan masyarakat, disadari atau

tidak disadari mereka akan mempublikasikan ponpesnya. Dan ini dilakukan

oleh para alumni tidak dengan publikasi secara terang-terangan, melainkan

hanya bersifat gepok tular saja. Komunikasi gepok tular ini sesuai dengan

teori word of mouth, yang menyatakan bahwa komunikasi word of mouth

adalah pembicaraan dari mulut ke mulut yang merupakan aktivitas yang

paling sering dilakukan oleh masyarakat, yang sifatnya mampu memberikan

persuasi antarpersonal.40

Word of mouth menjadi media promosi yang efektif

karena dinilai sebagai sumber informasi yang kredibel dan terpercaya. Jadi,

informasi word of mouth kemungkinan besar akan didengar dan dapat

mempengaruhi persepsi individu yang mendengarnya. Ketika yang

39

Lihat Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, terj., (Jakarta: P3M, 1986),

hlm. 160. Pernyataan DWP Pesantren Style, dalam Asian Action, No. 15, yang menyatakan bahwa

Pesantren bukan sekolah, tapi suatu komunitas belajar. Kita semua belajar bersama-sama. Kita

saling belajar. Tempat ini adalah rumah kita, tempat kerja kita, pangkalan komunitas kita dan

bukan hanya sebuah sekolah formalitas. 40

Kameran Ahari, “Creating Buzz”, Word of Mouth Marketing, p.21, Diperoleh melalui

http://www.gotastrategy.typepad.com/ yang diakses tanggal 24 November 2009 pukul 21.30 WIB.

Page 36: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

384

menyampaikan informasi ini adalah alumni ponpes salafiyah yang dianggap

memiliki kemampuan lebih di bidang keilmuan di masyarakat, maka akan

akan menjadi sarana publikasi yang secara tidak langsung dapat dipercaya

oleh khalayak, karena sumber penyampai informasi dianggap kredibel.

Dari paparan tersebut di atas, bisa peneliti ambil benang merah

bahwa sistem komunikasi eksternal yang dijalankan oleh ponpes salafiyah

adalah: 1) komunikasi melalui media, baik elektronik maupun non elektronik,

2) komunikasi dengan menunjukkan kekuatan pengerahan massa dalam

kegiatan religi, 3) komunikasi dilakukan dengan memberikan contoh akhlakul

karimah dan cara terjun langsung ke masyarakat melalui pengabdian kepada

masyarakat, yaitu komunikasi bi al-hal, dan 4) komunikasi dengan lisan (bi

al-lisan) dengan menggunakan strategi word of mouth, melalui simpul-simpul

jaringan para alumni yang ada di setiap daerah.

C. Proses Membangun Citra Pondok Pesantren melalui Kiprah

Citra adalah sebuah pandangan mengenai suatu organisasi atau

instansi, yang bersifat penilaian obyektif masyarakat atas tindakan dan

perilaku serta etika instansi tersebut yang berhubungan dengan eksistensinya

dalam masyarakat. Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik

terhadap institusi, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek,

orang atau organisasi.41

Menurut Buchari,42

citra merupakan kesan, impresi,

perasaan atau persepsi yang ada pada publik mengenai perusahaan atau

41

Soemirat dan Ardianto, Dasar-Dasar …, p.112. 42

Alma Buchari, Manajemen Pemasaran danPemasaran Jasa, (Bandung: Alfabeta, 1992),

hlm. 32

Page 37: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

385

insitusi suatu obyek, orang atau lembaga. Citra merupakan gambaran yang ada

dalam benak publik baik itu publik internal maupun eksternal tentang

lembaga.

Dalam konteks penelitian ini, citra lembaga atau corporate image

juga melekat pada lembaga pondok pesantren, terlebih pondok pesantren

salafiyah. Ponpes salafiyah Sidogiri yang berdiri sejak abad ke-17 dan

ponpes salafiyah Lirboyo yang berdiri pada abad ke-19, menjadikan kedua

lembaga ponpes salafiyah tersebut dibangun atas sejarah keberhasilan para

tokoh pendirinya, dapat membentuk karakter lembaga, membangun identity

lembaga yang berbeda dengan lembaga yang lain, sehingga berhasil

membangun image positif. Image lembaga yang terbangun atas sejarah

keberhasilan para tokoh pendirinya dikenal dengan istilah memiliki

organizational saga.43

Hal ini sebagaimana pendapat Wilson yang

menyatakan bahwa setiap organisasi pasti memiliki identitas diri. Artikulasi

dari identitas tersebut tercermin dalam etos, tujuan dan nilai-nilai organisasi.

Identitas diri menunjukkan sense of individuality yang bisa membantu

organisasi membedakan dirinya dengan organisasi lain dalam lingkup

persaingan. Identitas kedua ponpes salafiyah tercermin dari sikapnya yang

tawadhu’ atau jiwa tunduk (ruhul inqiyad) dan nilai-nilai salafi yang

diterapkan.

Image yang melekat pada ponpes salafiyah akan membawa citra

lembaga ditengah-tengah publik. Citra sejarah dan riwayat lembaga yang

43

John Balmer and Alan Wilson, “Corporate Identity: There is more to it than meets the

eye”, International Studies of Management and Organization Journal, 1998, hlm. 12-13

Page 38: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

386

gemilang, serta keberhasilan para tokoh sebelumnya juga keberhasilan para

output dari lembaga dengan sendirinya akan membentuk citra lembaga atau

corporate image.44

Sayid Sulaiman putra dari Sunan Gunung Jati selaku

pendiri ponpes salafiyah Sidogiri45

dan Kiai Sholeh (kerabat kiai Hasyim

Asy‟ari) selaku pendiri ponpes salafiyah Lirboyo,46

beserta keturunan

selanjutnya menjadi pioner terhadap pencitraan ponpes. Namun demikian,

figur dan citra sejarah bukan satu-satunya faktor yang menjadikan image

ponpes meningkat. Selain citra pondok pesantren terbangun melalui citra

sejarah, citra ponpes akan terbangun dengan sendirinya pula apabila output

dari pondok pesantren tersebut mempunyai nilai guna di masyarakat. Selain

itu, image pondok pesantren akan terbangun dengan sendirinya jika pondok

pesantren tersebut mempunyai kiprah di masyarakat. Di pondok pesantren

Lirboyo, hal tersebut dibuktikan dengan kompetensi lulusan yang terakui dan

berguna di masyarakat. Akhlak yang baik yang ditunjukkan para santri dan

alumni dari pondok pesantren Lirboyo secara tidak langsung mampu

membangun citra pondok pesantren Lirboyo. Pandangan masyarakat umum

terhadap kompetensi yang dimiliki santri akan menjadikan masyarakat

mampu melakukan penilaian dan akhirnya image yang baik akan terbangun

dengan sendirinya. Dan biasanya alumni tersebut membentuk jaringan alumni

karena sudah kokohnya citra yang dibangun.

44

M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di Indonesia,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2000), cet I, hlm. 59-60 45

Sumber NU Online, diakses melalui http://www.sidogiri@net, tanggal 11 September

2011 46

Tim Penyusun, Tiga Tokoh Lirboyo: KHLM. Abdul Karim, KHLM. Marzuki Dahlan,

dan KHLM. Mahrus Aly, Cet. IX (Lirboyo: BPK-P2L, 2008), hlm. 12-113

Page 39: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

387

Di samping itu, masyarakat banyak yang memondokkan anak-

anaknya di pondok pesantren tersebut. Karena masyarakat percaya dan

mengikuti semua yang dikatakan oleh seorang Kiai, terutama kiai yang

memimpin pondok pesantren yang besar seperti Lirboyo. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa citra yang demikian disebut image building by

charisma. Pencitraan positif sebagai akibat dari kharisma ini sesuai dengan

pendapatnya Cutlip yang menyatakan bahwa reputasi publik terhadap

organisasi pada dasarnya banyak berasal dari perilaku pejabat seniornya pada

saat mereka berada di posisi puncak. Ketika pimpinan bertindak dan berbicara

maka berlangsunglah interpretasi dan gema yang diciptakan oleh figur

tersebut. Sehingga mau tidak mau, pimpinan terikat pada fungsi public

relations.47

Selaras dengan hal ini Abdurrahman Mas'ud mengatakan bahwa

para santri menerima kepemimpinan kiai karena percaya pada konsep

dalam masyarakat Jawa, yaitu berkah atau baraka yang didasarkan atas

doktrin keistimewaan status seorang alim dan wali.48

Mereka meyakini

bahwa orang yang alim maupun wali memiliki kemampuan istimewa

yang tidak dimiliki orang pada umumnya sehingga menerima

kepemimpinannya sebagai keniscayaan. Kepercayaan masyarakat dan santri

terhadap karamah kepemimpinan kiai biasanya sangat kuat. Namun, tradisi

tersebut agak luntur di kalangan santri yang melanjutkan studinya di

perguruan tinggi.

47

Scott M. Cutlip, dkk, Effective..., p.50 48

Abdurahman Mas'ud, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi, (Yokyakarta:

LKIS, 2004), p..13

Page 40: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

388

Begitu agungnnya peran kiai, terutama kiai pesantren dalam

masyarakat itu akan berdampak pada tingginya penghargaan masyarakat

kepadanya. Tinginya perhargaan itu dikarenakan oleh karena masyarakat kita

adalah masyarakat yang paternalistik. Dalam masyarakat semacam ini, kiai

dianggap sebagai bapak yang selalu mendidik dan tidak mungkin

menyesatkan, sehingga mereka menaruh kepercayaan penuh padanya.49

Maka

itulah yang terjadi di pondok pesantren Lirboyo.

Akhlak mahmudah yang ditunjukkan para alumni merupakan salah

satu alat yang ditunjukkan untuk membangun citra. Dengan menunjukkan

akhlak yang baik, maka alumni dapat menunjukkan kiprahnya di masyarakat.

Pondok pesantren dipercaya masyarakat sebagai lembaga yang mampu

membangun akhlak atau karakter yang baik, dimana hal tersebut sulit

dilakukan oleh lembaga-lembaga yang lainnya. Padahal pengembangan

karakter sementara ini direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran

kewarganegaraan, atau pelajaran lainnya, yang program utamanya cenderung

pada pengenalan nilai-nilai secara kognitif, dan mendalam sedikit sampai ke

penghayatan nilai secara afektif. Pengembangan karakter seharusnya

membawa anak ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara

afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Untuk sampai ke praksis,

ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus terjadi dalam diri anak,

yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan

nilai. Perdidikan yang dilakukan oleh pesantren mampu menanamkan nilai

49

Qomar, Manajemen.., hlm. 64.

Page 41: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

389

sampai ke arah penghayatan dan pengamalan. Maka tidak salah jika

masyarakat lebih mempercayai pesantren daripada pendidikan formal dalam

masalah pengembangan akhlak atau karakter dan hal itu merupakan citra

yang sudah tertanam pada masyarakat. Realitas ini menguatkan pendapat

Anggoro yang menyatakan bahwa citra dan reputasi itu tidak bisa di beli,

tetapi citra itu di dapat.50

Perolehan citra dan reputasi positif dari masyarakat bukan berarti tanpa

adanya suatu usaha dari ponpes. Di pondok pesantren salafiyah Sidogiri, citra

pondok pesantren dibangun dengan 5 cara, antara lain: alumni, ekonomi,

media, pendidikan, sosial, dakwah dan branding. Alumni berperan penting

dalam membangun citra di pondok pesantren Sidogiri. Walaupun mereka

sudah menjadi alumni, namun hubungan emosional dengan para Kiai masih

terjalin. Nampaknya, implikasi dari label ”santri” bagi seseorang yang sedang

maupun telah selesai menuntut ilmu tersebut berimbas pada ke-loyalitas-an

mereka terhadap figur yang secara otomatis terhadap lembaganya. Hal ini

tercermin jika ada kegiatan akbar seperti haul maupun akhirussanah, mereka

akan meluangkan waktu, tenaga dan biaya untuk menghadiri acara tersebut,

walaupun tanpa ada undangan resmi secara formalitas. Acara ini selain

sebagai ajang yang bernuansa religi, secara tidak langsung juga bisa

digunakan para santri, alumnus, masyarakat, tokoh agama, maupun

stakeholder untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara langsung tentang

segala hal (politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain) sesuai dengan kapasitas dan

50

M. Linggar Anggoro, Teori dan profesi Kehumasan Serta Aplikasinya di Indonesia,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 65

Page 42: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

390

kebutuhan masing-masing dan tanpa disadari, hal ini adalah ajang untuk

menjalin hubungan yang baik dengan pihak lain, dan hal tersebut merupakan

tujuan dari public relations.

Istilah branding disini sebagai salah satu media membangun citra,

nampaknya sesuai dengan salah satu teorinya Faradillah,51

bahwa brand atau

merek merupakan bagian terpenting dari institusi, karena merek akan

memberikan image kepada lembaga. Branding merupakan kata, nama atau

simbol yang digunakan lembaga untuk mengenali dan membedakan barang

atau jasa mereka dari barang atau jasa lain.52

Sebuah merek akan memiliki

potensi jika memperhatikan: a) A quality product, kualitas adalah nomor satu

yang diinginkan konsumen, karena kepuasan konsumen digunakan untuk

mengukur nilai-nilai merek (brand values); b) Being first, adalah menjadi

pertama dalam pasar bukan dalam teknologi; c) Unique positioning concept,

adalah merek harus memiliki konsep yang unik, yang membedakan dengan

kompetitornya; d) Strong communications program berarti merek yang sukses

harus disertai dengan penjualan yang efektif, pengiklanan, kampanye, promosi

yang akan mengkomunikasikan fungsi dari brand itu dan nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya; e) Time and Consistency, maksudnya merek tidak

diangun dalam waktu yang cepat, namun membutuhkan waktu untuk

membangun merek tersebut dan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Dalam

memelihara nilai-nilai dalam merek tersebut membutuhkan waktu yang

berkesinambungan dan dihubungkan dengan perubahan lingkungan. Pondok

51

Faradilah R, Penerapan Marketing untuk Meningkatkan Prestasi Sekolah, (Jakarta: UI

Press, 2005) 52

Scott M. Cutlip, dkk, Effective..., p.163

Page 43: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

391

pesantren memang menunjukkan fakta dan produk yang baik, bahkan mereka

menjamin lulusannya tersebut dengan selalu berkomunikasi dengan

alumninya.

Di pondok pesantren Sidogiri, nampaknya guru tugas juga menjadi

usaha untuk membangun citra selain label image branding yang ditunjukkan

di atas. Nilai guna yang ditunjukkan santri, alumni maupun segenap elemen

pondok pesantren salafiyah di masyarakat merupakan strategi untuk

membangun citra di pondok pesantren salafiyah tersebut.

Selain program guru tugas, dakwah juga dilaksanakan karena

panggilan jiwa dan jihat.53

Tujuan yang hidden, yaitu untuk membangun citra

dan memberi informasi kepada masyarakat tentang Pondok pesantren Sidogiri.

Bedanya dengan guru tugas, kalau program Dai ini diadakan dan ditempatkan

di daerah terpencil. Hal ini berarti menggugurkan teori Cutlip54

, karena

membangun citra tidak perlu berbelit-belit dan merancang strategi, namun

cukup dengan menunjukkan produk yang mempunyai nilai guna bagi publik

dan berkomunikasi yang efektif dengan masyarakat.

53

Untuk program dai, memang dipilih daerah yang belum ada madrasahnya, belum ada

musholanya dan masyarakat sekitar minus terhadap agama. Ponpes mengirim santri sebagai dai

walau tanpa ada permohonan dari daerah tsesebutProgram Dai sudah berjalan 10 tahun terahkir.

Dimulai akhir syawal sampai dengan 25 ramadhan pada tahun berikutnya. Pada tahun ini terdapat

33 dai, yang dikirim ke Bali, Malang Selatan, Blitar, dan Trenggalek. Wawancara ustadz sholeh,

26 September 2011 54

Cutlip menyatakan bahwa terdapat beberapa cara membentuk citra positif bagi organisasi

atau lembaga, antara lain yaitu 1) Menciptakan public understanding. Pengertian public

understanding berarti persetujuan atau penerimaan, dan persetujuan belum berarti penerimaan; 2)

Menciptakan public confidence; 3) Menciptakan public support; 4) Menciptakan public corporate;

adalah adanya kerjasama dari publik terhadap organisasi atau lembaga. Scott M. Coultip, Allen P.

Center & Gleen M. Broom, Effective Public relations, Alih bagasa Tri Wibowo, (Jakarta: Prenada

Media, 2006)

Page 44: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

392

Di samping itu, pondok pesantren Lirboyo dan Sidogiri mempunyai

nilai-nilai yang kuat dan berakar dalam budaya pondok pesantren tersebut. Hal

itu terbukti bahwa kedua pondok pesantren tersebut mempunyai kegiatan rutin

yang sudah mapan.55

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Robbins,

latar belakang budaya dan nilai sebagai faktor penentu dari pesantren berupa

nilai-nilai (values) religius, keyakinan (values), budaya (culture) dan norma

perilaku yang dianggap bersifat tradisional oleh khalayak menjadi suatu hal

yang memiliki nilai keunikan dan interest publik tersendiri dan harus tetap

dipertahankan karena justru faktor penentu inilah yang menjadikan pesantren

bisa diterima oleh masyarakat dengan memberikan label/citra positif.56

Citra dibentuk dari identitas organisasi atau korporasi (corporate

identity). Oleh karena itu identitas adalah manifestasi visual dari citranya

yang disampaikan melalui logo, produk, layanan, bangunan, alat tulis,

seragam, dan benda benda lain yang tampak (tangible), yang dibuat oleh

organisasi untuk berkomunikasi dengan khalayaknya. Selanjutnya khalayak

akan mempersepsi citra sebuah organisasi berdasarkan pada pesan yang

dikirimkan organisasi dalam bentuk identitas organisasi yang

terlihat tersebut.

Benang merah yang dapat penulis ambil adalah strategi yang

digunakan pondok pesantren salafiyah dalam membangun citra adalah

strategi persuasive, yang meliputi:

55

Lihat profil pondok pesantren lirboyo dan Sidogiri dalam lampiran. 56

Stephen P. Robbins, Organizational Behavior, Mexico: Prentice Hall, 2003), hlm. 81

Page 45: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

393

1. Informasi atau pesan yang disampaikan harus berdasarkan pada fakta dan

sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2. Public relations sebagai komunikator dan sekaligus mediator berupaya

membentuk sikap dan pendapat yang poistif dari masyarakat melalui

rangsangan atau stimulasi.

3. Menyuguhkan produk yang terjamin dan mempunyai nilai guna dalam

masyarakat.

Bahkan kedua pondok pesantren, yaitu Lirboyo dan Sidogiri

mempunyai jaringan yang terbangun dari penerapan fungsi public relations di

pondok pesantren tersebut, yaitu:

1. Network bersifat personal, bukan network yang berorientasi pada

perolehan keuntungan. Person yang menjalankan network untuk pondok

pesantren didominasi oleh para alumni yang mana para alumni ini karena

sudah pernah tinggal di pondok selama sekian tahun, sehingga mereka

bisa menceritakan realitas aktifitas yang dilaksanakan di ponpes tanpa

ada sesuatu yang dilebihkan ataupun dikurangi.

2. Network quality product. Para alumni lulusan dari ponpes memiliki

kiprah di masyarakat. Kebanyakan dari alumni santri minimal mereka

sebagai figur yang disegani di masyarakat karena keilmuannya. Peran

serta para alumni di masyarakat turut memberikan corak dan penilaian

tersendiri bagi orang lain, sehingga mampu mempengaruhi orang lain

untuk tertarik dengan ponpes.

Page 46: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

394

Dengan adanya network yang terbangun tersebut, maka kedua

pesantren salafiyah yaitu, Lirboyo dan Sidogiri akan terjaga eksistensinya dan

akan mempunyai image yang positif di mata masyarakat. Masyarakat tidak

akan menganggap pondok pesantren salafiyah hanya merupakan lembaga

pendidikan sampingan, namun karena alumninya sudah terbukti berkiprah di

masyarakat, maka pondok pesantren salafiyah merupakan lembaga

pendidikan yang cukup eksis dan mampu mempertahankan eksistensinya.

Suatu pesantren yang menyajikan produk yang terjamin dan bermutu

tentu akan diminati dan mampu menarik masyarakat. Masyarakat akan

berbondong-bondong menitipkan putra-putrinya di pesantren tersebut dengan

harapan bisa dan mampu menjadi orang yang berguna.

Sehubungan dengan konsep membangun citra tersebut di atas,

implementasi pembangunan citra di pondok pesantren tidak terlepas dari

opini publik yang dibangun dan juga sikap out put yang terbentuk dari

pondok pesantren tersebut. Namun demikian sikap dan kharisma seorang kiai

tetap menjadi mercusuar pondok pesantren dalam menjalin komunikasi dan

berinteraksi guna mencari dukungan positif dari khalayak. Pembangunan citra

pondok pesantren bisa diukur dari seberapa besar pendidikan pondok

pesantren mampu memainkan peran pemberdayaan (enpowerment) dan

mampu mentransformasikan nilai-nilai social society secara efektif dalam

masyarakat.57

57

Marzuki Wahid, Pondok Pesantren dan Penguatan Civil Society, (Aula no. 2 tahun

XXII, Pebruari, 2000), hlm. 76

Page 47: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

395

Di samping itu, keikhlasan dan hanya mengharap ridha Allah juga

merupakan icon untuk membangun citra di pondok pesantren Lirboyo dan

Sidogiri. Kedua pondok pesantren tersebut memberikan apa yang dibutuhkan

masyarakat dengan ikhlas dan hanya mengharap ridha allah, terbukti dengan

adanya safari ramadhan di Lirboyo, program dai dan guru tugas di Sidogiri

yang hal itu bisa menarik simpati masyarakat. Jadi usaha membangun citra by

action atau bil hal lebih akurat daripada hanya sekadar publikasi saja.

Selain itu, membangun citra juga dilakukan dengan word of mouth

yaitu dengan saling memuji antar kiai.58

Dengan saling memuji maka citra

justru akan terbangun, kepercayaan masyarakat semakin meningkat dan

akhirnya masyarakat semakin tertarik dengan ponpes. Orang luar akan

mempersepsikan ponpes dengan citra yang positif. Dengan saling memuji dan

memberi nilai yang positif, maka kharisma kiai tersebut akan selalu terjaga

dan dipercayai masyarakat. Dan upaya ini tepat mengenai sasaran pencitraan

yang intinya adalah bagaimana tercipta opini publik dalam kaitannya dengan

keberadaan sebuah lembaga yang melayani atau memperjelas lembaga

tersebut yang tergabung dalam istilah public relations atau humas. Di tingkat

bawah, konsep word of mouth (WOM) ini juga diterapkan oleh seluruh

elemen yang ada di ponpes, bahkan para alumni ketika mereka berinteraksi

58

Kiai Mansur memuji kiai Idris, sebaliknya Idris memuji kiai Mansur…di tempat lain kiai

Idris memuji kiai Makhrus, dan begitu sebaliknya. Ini merupakan salah satu strategi public

relations yang luar biasa. Sementara itu kalau kita amati, di institusi/lembaga lain, kalau

menginginkan suatu posisi, maka justru akan saling menjatuhkan. Padahal, ketika seseorang saling

menjatuhkan/menjelekkan, maka disadari atau tidak sadari bangunan public relations itu akan

hancur. Karena bukan pribadi itu yang hancur, melainkan lembaga yang akan mengalami

kehancuran pencitraan di mata publik. Sebaliknya, kalau saling memuji satu dengan yang lain,

maka justru lembaga akan semakin kuat, dan citra lembaga akan naik di mata publik, dan inilah

strategi public relations yang sesungguhnya. Wawancara dengan Gus Reza, Pengasuh Ponpes

Lirboyo, 14 Oktober 2011

Page 48: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

396

dengan masyarakat juga menggunakan komunikasi ini. WOM merupakan

penyampaian informasi secara “gepok tular”antar satu person dengan person

yang lain. Peran WOM ini mengalahkan iklan yang ada di media.59

Menurut

penelitian ini, WOM lebih berhasil efektif karena melalui WOM informasi

yang diberikan lebih obyektif, ada pengaruh emosional karena berhadap-

hadapan langsung, yang akhirnya akan “tersebarluaskan”, dan khalayak

percaya. Hal ini tak ubahnya dengan peran santri maupun alumni, ketika

mereka berkiprah di masyarakat, mereka adalah jendelanya ponpes. Apapun

informasi mengenai pondok bisa di dapat melalui santri maupun alumni.

Ketika para santri maupun alumni berkiprah di masyarakat, mereka menjadi

penghubung antara lembaga dan khalayak, membawa perilaku dan kiprahnya

di masyarakat merupakan cerminan dari citra ponpes. Kiprah di masyarakat

merupakan penjelasan pesan-pesan dari public relations atau humas yang

akhirnya akan mampu mengubah citra publik terhadap institusi atau

perusahaan melalui media massa.

Selain itu, citra pondok pesantren yang paling inti dibangun oleh

personal kiai, karena sebuah pondok pesantren salafiyah apabila kiainya

sudah meninggal dan generasi penerusnya tidak kuat, maka akan mengalami

kemunduran dan akan ditinggalkan santrinya. Maka kiai mutlak

keberadaannya dalam sebuah pondok pesantren. Tanpa adanya kiai, maka

pesantren tersebut tidak dapat berjalan. Dalam sebuah pesantren, kiai

mempunyai otoritas penuh. Kiai biasanya mengajar kitab kuning kepada

59

Harry Puspito, direktur Marketing Research Indonesia, dalam Majalah Marketing Mix,

edisi 11 April-10 Mei 2007, tentang “Kalahnya pengaruh iklan ATL (TV, radio dan cetak)

dibanding medium Word of Mouth (WOM)”

Page 49: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

397

santrinya dengan metode bandongan atau sorogan. Sehingga image building

yang paling menonjol adalah dilakukan oleh kiai. Demikian pula fenomena

yang terjadi di ponpes salafiyah Lirboyo maupun Sidogiri. Kharisma kiai

memang memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat.60

Secara lebih jelasnya mengenai usaha membangun citra pondok

pesantren salafiyah tersebut akan dijelaskan di bawah ini:

Gambar 5.2. Pembangunan Image di Pondok Pesantren

60

Hal ini sebagaimana observasi peneliti di lapangan, mulai dari kalangan masyarakat

tingkat bawah, yaitu sikap yang ditunjukkan oleh tukang tambal ban, anak sekolah tingkat SMU,

pekerja kantor, maupun pengamatan tingkat pejabat pemerintahan dan para politisi. Semuanya

akan bermuara kepada kiai dengan kapasitasnya masing-masing.

Bi al- hal: Safari

Ramadhan, Dai dll Bi al- lisan, word

of mouth dengan

media informasi

Citra Positif

Ponpes

Salafiyah

Pondok Pesantren

Salafiyah

Nilai dan Ciri khas

Ponpes Salafiyah

Kiai dengan

kharismanya

Saling

Memuji

antar Kiai

Page 50: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

398

D. Proses Public relations yang Integrated

Dalam public relations pondok pesantren salafiyah, kiai masih

berperan secara eksis dan otoritasnya masih mendominasi secara penuh.

Maka hubungan pesantren salafiyah dengan masyarakat luar harus mendapat

restu dari kiai, sebagai leader. Hal itu dikarenakan kebanyakan pesantren

menganut pola 'serba mono', mono manajemen dan mono administrasi

sehingga tidak ada delegasi kewenangan ke unit-unit kerja yang ada dalam

organisasi.61

Keputusan-keputusan kiai yang bersifat deterministik itu

mengharuskan untuk dijalankan, termasuk juga public relations yang ada

dalam lembaga tersebut. Maka seharusnya kiai memberikan kewenangan

kepada para ustadznya untuk melakukan hubungan dengan masyarakat, agar

hubungan dengan masyarakat lebih terjalin dan masyarakat benar-benar

merasakan peran pesantren.

Namun hal yang tidak disadari oleh banyak kalangan terjadi. Dalam

perkembangannya, semua elemen pondok pesantren menjalankan fungsi

public relations tersebut, walaupun tetap di bawah naungan kiai. Elemen-

elemen tersebut meliputi santri, ustadz bahkan alumni. Mereka berkiprah dan

mengabdi kepada masyarakat, dan itulah kinerja mereka. Pengabdian tersebut

bagi santri dan alumni semata-mata adalah untuk mengharap barakah kiai.

Kinerja inilah yang diistilahkan dengan how to perform.

Di pondok pesantren Lirboyo, public relations dalam pondok itu ada

how to perform. Ini yang membedakan dengan yang lain. Ketika elemen

61

Masyhud dan Khusnuridho, Manajemen Pondok …, hlm. 115

Page 51: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

399

pondok berinteraksi elemen tersebut memiliki style sesuai dengan karakter

masing-masing sesuai dengan performnya dan komunitasnya. Selanjutnya

how to know. Inilah yang sifatnya terselubung, yang tidak bisa di desain.

Artinya figure (baik kiai/gus) secara langsung maupun tidak langsung akan

menjadi personal branding dalam ponpes. Karena ketika kiai diundang untuk

dakwah atau menjadi muballigh, maka secara otomatis kiai akan membawa

nama pondok pesantren sebagai instusi yang melekat pada dirinya. Performa

sebetulnya langkah untuk membawa persuasi masyarakat yang kemudian

masuk ke image mereka. Selanjutnya mereka akan mengadopsi dan akhirnya

bisa ambil bagian dan turut serta. Karena justru dengan perform, masyarakat

akan tertarik dengan sendirinya dengan pondok pesantren.

Public relations dalam pondok pesantren yang membedakan dengan

umum adalah adanya how to perform. Ketika figur yang ada di pondok

pesantren salafiyah (baik Lirboyo maupun Sidogiri) berinteraksi dengan

masyarakat luas, maka masing-masing memiliki style sesuai dengan karakter

sendiri, sesuai dengan perform dan komunitasnya. Contohnya figur Gus Reza

(Lirboyo) yang berkecimpung di dunia akademik, performancenya adalah

akademisi, sedangkan Gus Din dengan komunitasnya bela diri, maka

performance-nya bela diri. Sebaliknya di Sidogiri, Gus Saifullah Naji dengan

performanya di bidang entrepreneurship dan kiai Sholeh dengan performanya

di bidang guru tugas/da‟i. Seharusnya how to perform itu memang harus ada,

dan ini yang tidak bisa di desain. Artinya figur (baik kiai/gus) secara langsung

maupun tidak langsung akan menjadi personal branding dalam ponpes.

Page 52: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

400

Ketika kiai diundang menjadi muballigh, maka ia akan membawa nama

lembaganya.

Perform sebetulnya adalah langkah untuk membawa persuasi

masyarakat yang kemudian masuk ke image mereka. Selanjutnya mereka

akan mengadopsi dan akhirnya bisa ambil bagian dan turut serta. Sehingga

langkah how to persuade akan menjadi dampak setelahnya. Dalam

menjalankan how to persuade, kedua pondok pesantren salafiyah tidak secara

serta merta membujuk maupun merayu masyarakat, melainkan

mempengaruhi melalui persuasif, memberikan pesan dan kesan, sehingga

pemaknaan akan diperoleh publik berdasar kesadaran mereka sendiri,

sehingga masyarakat akan ikut ambil bagian, ikut serta berperan aktif, dan

how to integrate terwujud. Sedangkan bagi santri alat untuk how to perform

adalah apa-apa yang telah di dapat di pondoknya. Justru dengan perform,

masyarakat akan tertarik dengan sendirinya untuk mondok. Hal inilah yang

dinamakan public relations yang melekat. Bisa juga disebut public relations

yang build in, karena berangkat dari dalam person masing-masing, dan tanpa

di desain sebelumnya.

Dari pembahasan tersebut di atas, langkah yang ditempuh ponpes

salafiyah dalam public relations menyempurnakan teorinya Eduard L

Bernays62

yang menyatakan bahwa fungsi public relations adalah how to

62

Bernays menyatakan bahwa mekanisme dari public relations adalah tiga tahapan, yaitu

how to inform: bagaimana memberi penerangan kepada masyarakat; how to persuade: bagaimana

melakukan pembujukan langsung terhadap masyarakat guna mengubah sikap dan tindakan; dan

yang terakhir adalah how to integrade: bagaimana mengintegrasikan sikap dan tindakan dari

permasalahan dengan masyarakat dan dari masyarakat terhadap permasalahannya. Edward L.

Page 53: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

401

inform, how to persuade dan how to integrate. Sedangkan di ponpes salafiyah

langkah tersebut terjadi secara berkesinambungan (circle), yaitu diawali

dengan how integrate, how to inform, how to perform, how to persuade dan

kembali lagi pada how to integrate. Sehingga informasi yang disampaikan

ponpes salafiyah kepada publik bukanlah sekadar publikasi semata,

melainkan apa yang diinformasikan ke publik sesuai dengan realita yang

terjadi di ponpes. Kalau digambarkan sebagaimana berikut di bawah ini:

Gb. 5.3. Tahapan proses Public Relations di Ponpes Salafiyah

dalam menjalankan fungsinya

Proses public relations yang ditemukan di pondok pesantren tersebut

merupakan proses yang integrated. Artinya keberadaan public relations

bukan sekadar ada atau tidaknya public relations secara formalitas, namun

Bernays, dalam Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,

2008)

How to

integrate (Mengintegrasikan nilai-nilai yg ada di

ponpes)

How to inform (Memberikan

informasi kpd

masyarakat mengenai

aktifitas ponpes)

How to perform (Melalui khidmah

langsung di

masyarakat)

How to

persuade (Cara persuasive,

menyentuh aspek

kesadaran masyarakat)

Page 54: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

402

eksistensi public relations ada dan fungsinya berjalan di pondok pesantren

salafiyah. Selama ini kita terjebak pada suatu pemahaman bahwa manajemen

public relations ditangani oleh satu unit tertentu, namun realitasnya di pondok

pesantren, semua elemen terlibat dalam fungsi public relations tersebut.

Setiap santri, ustadz, kiai pada dasarnya adalah alat public relations dengan

cara how to perform tadi menjalankan fungsi public relations. Perform dari

figur yang ada di ponpes salafiyah tersebut dalam bahasa public relations

dinamakan personal public relations. Hal ini disebabkan karena praktik

public relations yang ada di ponpes salafiyah menggambarkan tokoh figure

selalu didekati dan dibutuhkan oleh tokoh-tokoh kunci di masyarakat,

sebagai orang yang dapat dimintai bantuannya, sehingga hubungan personal

dengan figure terbangun.63

Maka tidak ada salahnya jika proses public

relations di pondok pesantren ini sifatnya natural-personal influence public

relations.

Hal ini diperkuat dengan proses public relations di pondok pesantren

salafiyah Sidogiri, bahwa publik mempersepsikan pondok pesantren

berdasarkan fakta (aktifitas yang dilakukan ponpes). Dari fakta yang ada,

publik akhirnya trust pada ponpes. Percaya berdasarkan fakta yang ada (trust

based on fact) bukan sekadar percaya berdasar informasi yang ada (trust

based on information). Sehingga fakta yang baik akan memberikan persepsi

yang baik dan kepercayaan publik diperoleh, begitu pula sebaliknya. Semakin

63

Lihat Model Pengaruh Personal Public Relations, dalam Dan Lattimore, Otis Baskin,

Suzette T.Heiman, Elizabeth L.Toth, Public Relations Profesi dan Praktik, hal. 63-65

Page 55: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

403

baik faktanya semakin baik pula persepsi masyarakat dan semakin meningkat

pula tingkat trustment dari masyarakat.

Proses public relations ponpes berjalan dalam kapasitasnya sebagai

software-nya institusi, sehingga yang berjalan bukan public relations sebagai

institusi melainkan fungsi dari public relations itu sendiri. Every one is

marketer, you are as public relations on your self.. Bahkan alumni pun

menjalankan fungsinya sebagai marketer juga karena mengharap mendapat

barakah. Hal inilah yang dalam kacamata peneliti disebut dengan personal

influence public relations, bersifat integrated, melekat pada semua orang

yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

ponpes, termasuk santri itu sendiri, kiai, pengurus/pengelola ponpes, alumni

maupun masyarakat (adhering public relations). Walaupun demikian, kiai

tetap memegang peranan penting, yaitu sebagai tokoh center personal

influence.

Jadi sebenarnya public relations yang ada di pondok pesantren

salafiyah tersebut adalah natural atau pure, yang terintegrasi dalam kehidupan

sehari-hari dan aktivitas elemen suatu pondok pesantren salafiyah. Proses

inilah yang kebanyakan tidak disadari oleh banyak kalangan dan terintegrasi

dengan kehidupan dunia pondok pesantren salafiyah. Dengan menggunakan

public relations inilah pondok pesantren salafiyah mampu bertahan dan tetap

eksis walaupun berada di tengah globalisasi yang membutuhkan kompetensi

yang tinggi untuk mampu bertahan.

Page 56: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

404

E. Proposisi-proposisi yang diajukan

Paparan tersebut di atas membahas tentang empat hal yaitu: 1)

keberadaan public relations di pondok pesantren salafiyah; 2) sistem

komunikasi yang dibangun di pondok pesantren salafiyah; 3) cara

membangun citra pondok pesantren salafiyah; dan 4) proses public relations

di pondok pesantren salafiyah.

Keempat fenomena tersebut menjadi basis penyusunan proposisi

penelitian ini yaitu: 1) bagaimana keberadaan public relations di pondok

pesantren salafiyah tersebut; 2) bagaimana sistem komunikasi yang dibangun

di pondok pesantren salafiyah; 3) bagaimana cara membangun citra pondok

pesantren salafiyah; dan 4) bagaimana proses public relations di pondok

pesantren salafiyah.

Public relations adalah fungsi manajemen yang intinya bagaimana

menjalin hubungan yang baik antara lembaga dengan masyarakatnya

Keberhasilan atau kegagalan public relations ini tergantung bagaimana

membentuk dan memelihara relasi yang saling menguntungkan tersebut.

Relasi yang baik dengan masyarakat bisa terjalin manakala komunikasi

berjalan dengan baik pula.

Pondok pesantren salafiyah selama ini mampu menjalin relasi yang

baik dengan publiknya, karena memiliki strategi yang berbeda dengan

lembaga pada umumnya dalam menjalin relasi yang baik tersebut. Namun

bukan berarti telah terpayungi dalam sebuah bidang public relations tersendiri.

Karena pada realitasnya public relations sebagai bidang tersendiri di pondok

Page 57: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

405

pesantren salafiyah tidak ditemukan. Namun kalau mengarah pada ruang

lingkup aktifitas public relations, berupa publicity, event, news, community,

informations, dan lobbying, maka secara hakiki pondok pesantren salafiyah

telah menjalankannya, hanya saja terselubung dalam setiap seksi yang ada di

kepengurusan pondok pesantren.

Pondok pesantren salafiyah memang tidak pernah menggunakan

istilah publikasi namun lebih memilih pada sosialisasi langsung, melalui

berkhidmah di masyarakat. Cara ini dilakukan oleh seluruh elemen yang ada

di pondok pesantren, mulai dari kiai, santri, pengurus, ustadz bahkan alumni.

Cara khidmah yang dilakukan seluruh elemen yang ada di ponpes salafiyah ini

pada hakekatnya merupakan pengejewantahan fungsi public relations. Santri

dengan identitasnya yang melekat „sarung‟ dan „kopiyah‟ merupakan brand

tersendiri di benak masyarakat. Tatkala santri berkiprah di masyarakat melalui

kegiatan keagamaan, dakwah, khutbah, saluran-saluran sosial ekonomi, dan

lain-lain, identitas pondok pesantren akan melekat pada diri santri.

Demikian pula ketika pondok pesantren mengadakan suatu event,

maka seluruh santri, pengurus, ustadz maupun alumni akan berpartisipasi aktif

dalam kegiatan tersebut, bahkan mereka akan berpastisipasi langsung dengan

sukarela dikarenakan konsep „barakah‟ telah mendarah daging. Demikian pula

dengan figure kiai. Kiai dengan kharismanya yang melekat merupakan center

of public relations, mampu mempengaruhi dan menggerakkan masyarakat.

Dimanapun kiai berada dan dalam moment apapun, baik sebagai muballigh,

guru, maupun leader maka kiai tak lepas dari identitas pondok pesantrennya.

Page 58: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

406

Inilah yang dinamakan dengan personal branding. Pengaruh Personal figur

kiai ini menciptakan hubungan yang sinergis dengan apa yang dibutuhkan

masyarakat.

Dari paparan tersebut di atas, kiai dengan personal brandingnya

telah menjalankan fungsinya sebagai public relations. Sementara itu setiap

seksi yang ada di pondok pesantren salafiyah baik Lirboyo maupun Sidogiri

juga telah menjalankan fungsinya sebagai public relations, maka keberadaan

public relations di pondok pesantren salafiyah berjalan secara

alamiyah/natural, dan dapat peneliti rumuskan dalam proposisi I dari

penelitian ini adalah:

Proposisi I:

Keberadaan public relations akan tetap kokoh manakala fungsi-

fungsinya dijalankan dengan baik oleh berbagai elemen terkait,

meskipun tidak ada public relations secara legal formal

Inti pokok dari public relations sebagai corongnya suatu lembaga,

menuntut terbangunnya komunikasi yang baik antara lembaga dengan

publiknya. Pondok pesantren salafiyah Lirboyo yang mampu bertahan selama

1 abad dan Pondok pesantren salafiyah Sidogiri lebih dari 2 abad,

ketahanannya tak lepas dari terbangunnya komunikasi yang baik antara

pondok pesantren dengan masyarakatnya.

Komunikasi internal yang terbangun di kedua pondok pesantren

salafiyah terjadi antara santri-pengurus-kiai dengan mengutamakan adab,

situasi dan kondisi. Namun tidak menutup kemungkinan santri mengadakan

Page 59: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

407

hubungan komunikasi langsung dengan kiai. Komunikasi yang terbangun

bersifat horisontal prosedural, maksudnya suatu komunikasi internal di ponpes

yang diterapkan berjalan secara runtut sistematis, mulai dari komunikasi antar

santri, baru kemudian di lanjutkan ke mustahiq dan pengelola, setelah itu

diteruskan ke rapat-rapat. Sehingga tidak setiap santri akan terdorong untuk

berkomunikasi langsung dengan ustadz, apalagi kiai. Hal ini disebabkan

karena budaya „andap asor‟, tata karma dan tawadlu‟ berjalan di lingkungan

pondok pesantren. Namun, bukan berarti aliran komunikasi yang dijalankan

dari atas ke bawah atau sebaliknya dari bawah ke atas, melainkan antara

komunikan dengan komunikator mempunyai kedudukan yang sama, hanya

saja memang penyampaian komunikasinya tetap dalam adab yang baik. Jadi

aspirasi santri, pengelola dan mustahiq diperhitungkan sebagai masukan untuk

mengambil keputusan (decision making), sehingga komunikasi berjalan secara

berlapis.

Komunikasi internal di pondok pesantren salafiyah terbagi menjadi

dua saluran, yaitu: lesan dan tulis. Baik lesan maupun tulis, kedua-duanya

tetap mengutamakan nilai-nilai tawadlu sebagai ciri khas nilai salafiyahnya.

Penanaman nilai-nilai tawadlu ini pada hakekatnya adalah pembelajaran dan

pembentukan karakter pribadi santri. Ini merupakan bagian dari ruhul inqiyad,

yaitu mendidik dengan hati, dalam rangka untuk mencapai pembentukan

karakter pribadi santri. Telah diakui bahwa pendidikan pesantren telah

berhasil membangun pribadi peserta didik yang berkarakter, sehingga akhir-

akhir ini marak munculnya sekolah berasrama ataupun ma‟had yang dibangun

Page 60: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

408

dengan tujuan untuk integrasi keilmuan dan pembentukan karakter peserta

didik.

Selanjutnya sistem komunikasi eksternal yang dijalankan pondok

pesantren salafiyah melalui pengabdian langsung di masyarakat. Model

komunikasi ini adalah wujud dari integrasi terhadap keyakinan, nilai-nilai

yang dianut, mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan secara

tidak langsung akan mempengaruhi persepsi masyarakat. Hal ini didukung

oleh figur kiai yang kharismatik. Apa yang dinasehatkan kiai, dianjurkan kiai,

dilarang kiai, itu pula yang dilakukan kiai, santri, pengurus dan alumninya.

Sehingga masyarakat akan percaya berdasarkan fakta bukan hanya percaya

berdasar informasi saja.

Selain itu, komunikasi eksternal pondok pesantren salafiyah telah

mengarah pada pembinaan hubungan, keterbukaan dan saling memahami.

Akan tetapi, otoritas pondok pesantren tetap lebih besar dan peran personal

figur juga sangat berpengaruh. Hal ini sebagaimana fenomena di ponpes

salafiyah Sidogiri, bahwa saluran-saluran produksi ekonomi itu sebenarnya

bermula dari ide alumni yang kemudian direspon dan didukung oleh kiai.

Namun tidak semua ide itu diterima. Artinya otoritas kiai tetap dijadikan

pegangan yang utama. Komunikasi eskternal model ini sifatnya lebih pada

public information. Artinya pihak pondok pesantren akan memberikan

informasi kepada publik mengenai ponpesnya, manakala masyarakat itu

menginginkan informasi tersebut, namun ponpes tidak menutup diri terhadap

masukan dari masyarakat, bahkan menampungnya, hanya saja ponpes

Page 61: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

409

memiliki otoritas terhadap informasi yang diberikan. Inilah yang dinamakan

model komunikasi public information menuju ke arah two way asymmetric.

Komunikasi ponpes dengan masyarakat akan menjadi lebih interaktif

manakala ponpes membuka diri melalui kegiatan-kegiatan sosial keagamaan

maupun produksi-produksi ekonomi yang dibutuhkan oleh masyarakat secara

langsung.

Proposisi II:

Komunikasi internal pondok pesantren salafiyah berjalan cukup

kaku karena dilakukan secara berlapis, sementara komunikasi

eksternal bisa dilakukan lebih terbuka manakala terdapat

berbagai saluran yang menghubungkan dengan kebutuhan

masyarakat

Selain itu figur kiai memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

komunikasi eksternal lembaga dengan masyarakatnya (personal influence).

Setiap kebijakan lembaga tergantung pada personal influence tersebut, karena

personal influence memiliki otoritas yang tinggi. Personal influence akan

memberikan dampak komunikasi eskternal yang baik manakala memiliki

potensi dan kapabilitas, serta didukung oleh kharisma yang tinggi, sehingga

fungsi public relations akan berjalan.

Tujuan utama public relations adalah untuk membangun citra positif

lembaga. Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap

institusi, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau

organisasi. Dalam konteks penelitian ini, citra lembaga atau corporate image

telah melekat, karena ponpes salafiyah Sidogiri berdiri sejak abad ke-17 dan

Page 62: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

410

ponpes salafiyah Lirboyo berdiri pada abad ke-19, menjadikan kedua lembaga

ponpes salafiyah tersebut dibangun atas sejarah keberhasilan para tokoh

pendirinya, dapat membentuk karakter lembaga, membangun identity lembaga

yang berbeda dengan lembaga yang lain, sehingga berhasil membangun image

positif atau yang disebut dengan organizational saga.

Identitas lembaga pondok pesantren salafiyah tercermin dari sikapnya

yang tawadhu‟ atau jiwa tunduk (ruhul inqiyad) dan nilai-nilai salafi yang

diterapkan. Selain itu khidmah santri dan alumni di masyarakat juga

merupakan identitas pondok pesantren salafiyah. Hal penting yang

mempengaruhi identitas lembaga adalah kharisma kiai. Secara tidak langsung

kharisma kiai, peran santri, dan alumni di masyarakat merupakan salah satu

upaya untuk membangun citra lembaga. Hal ini disebabkan karena khidmah

memiliki nilai guna tersendiri di masyarakat. Nilai guna yang ditunjukkan

santri, alumni maupun segenap elemen pondok pesantren salafiyah di

masyarakat merupakan strategi untuk membangun citra di pondok pesantren

salafiyah tersebut. Namun demikian sikap dan kharisma seorang kiai tetap

menjadi mercusuar pondok pesantren dalam membangun citra lembaganya.

Tak bisa dipungkiri, dengan kharisma, kiai mampu menjalin komunikasi dan

berinteraksi guna mencari dukungan positif. Di sinilah letak empowerment

kiai yang mampu mentransformasikan nilai-nilai social society secara efektif

di masyarakat.

Di sisi lain, nilai-nilai yang kuat dan berakar dalam budaya pondok

pesantren, berupa nilai-nilai (values) religius, keyakinan (values), budaya

Page 63: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

411

(culture) dan norma perilaku yang dianggap bersifat tradisional oleh khalayak

menjadi suatu hal yang memiliki nilai keunikan dan interest tersendiri,

sehingga citra lembaga menjadi baik. Dari paparan tersebut di atas, benang

merah yang dapat ambil mengenai cara membangun citra pondok pesantren

salafiyah adalah melalui personal network dan network yang berorientasi pada

quality product.

Proposisi III

Citra positif suatu lembaga akan terbangun dengan sendirinya

manakala: 1) lembaga menyampaikan informasi atau pesan

berdasarkan fakta dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 2)

lembaga memerankan diri sebagai mediator dalam membentuk

sikap dan pendapat yang positif di masyarakat dengan cara bi

al-lisân maupun bi al-hal; 3) lembaga menyuguhkan produk

yang terjamin dan mempunyai nilai guna dalam masyarakat.

Selanjutnya mengenai proses public relations yang dijalankan

pondok pesantren salafiyah diawali dengan adanya aktifitas how to inform,

how to persuade dan how to integrate. Hal yang membedakan pondok

pesantren salafiyah dengan lembaga pada umumnya adalah dalam

menjalankan fungsi public relations ini. Berdasar data di lapangan, pesantren

salafiyah Lirboyo dan Sidogiri tidak cukup hanya sekadar menyampaikan

informasi, mempengaruhi masyarakat, baru kemudian mengintegrasikannya.

Justru hal yang lebih urgent adalah bagaimana bisa mengintegrasikan dulu di

dalam lembaga pondok pesantren tersebut, baru kemudian

menginformasikannya kepada publik, diikuti dengan memberi contoh melalui

sikap, karakter, attitude maupun aptitude, dan langkah selanjutnya adalah

ide/gagasan/program tersebut diintegrasikan dalam aktifitas sehari-hari.

Page 64: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

412

Langkah tersebut terjadi secara berkesinambungan (circle), yaitu diawali

dengan how integrate, how to inform, how to perform, how to persuade dan

kembali lagi pada how to integrate.

How to integrate merupakan titik awal keberhasilan fungsi public

relations. Ketika suatu ide, gagasan, kebijakan, atau program diterapkan dan

dijalankan dalam pondok pesantren salafiyah, maka membutuhkan komitmen

anggota yang tinggi dalam pondok pesantren tersebut. Dengan komitmen yang

tinggi, loyalitas terhadap lembaga akan semakin tinggi pula. Ketika seseorang

sudah memiliki komitmen dan loyalitas yang tinggi, maka dia akan berperan

sebagai individu maupun masyarakat yang secara langsung maupun tidak

langsung akan berpartisipasi aktif dalam pembentukan citra positif lembaga.

Model seperti ini diistilahkan dengan model public relations yang integrated,

artinya, semua anggota dalam organisasi atau lembaga itu berpartisipasi aktif

dalam menjalankan fungsi-fungsi public relations.

Public relations yang dimulai dari how to integrate terlebih dahulu

dalam lembaga/organisasi akan menjadikan publik mempersepsikan

lembaga/organisasi tersebut berdasarkan fakta (apa yang dilakukan oleh

lembaga) bukan sekadar dari informasi yang di berikan (how to inform). Dari

fakta yang ada, publik akhirnya memiliki trustment pada lermbaga. Percaya

berdasarkan adanya fakta (trust based on the fact) bukan percaya berdasar

adanya informasi semata (trust based on the information). Sehingga fakta

yang baik akan memberikan persepsi yang baik dan kepercayaan publik

Page 65: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

413

diperoleh, begitu pula sebaliknya. Semakin baik fakta suatu lembaga, maka

akan semakin meningkat pula citra suatu lembaga di mata masyarakat.

Proposisi IV

Kepercayaan publik terhadap lembaga akan diperoleh

manakala lembaga mampu menerapkan proses public relations

yang dimulai dari how to integratehow to informhow to

performhow to persuadekembali lagi ke how to integrate. Hal

ini menjadikan publik percaya berdasarkan fakta (trust based on

the fact) bukan percaya berdasar informasi semata (trust based

on the information).

Paparan tersebut di atas, bisa dianalogkan dengan fenomena yang

terjadi di lembaga pendidikan. Sebagai contoh universitas tua terkemuka di

dunia, seperti Harvard, Oxford dan Camridge University, dalam catatan

sejarah tetap menjadi rujukan universitas tertinggi di dunia. Ketiga universitas

tersebut mendapat kepercayaan dari publik bukan sekadar karena

penyampaian informasi besar-besaran terhadap keunggulan universitasnya,

namun lebih dari itu dikarenakan mampu menunjukkan secara nyata kualitas

para alumninya di masyarakat (integrate). Para alumni akan

merekomendasikan kepada generasi selanjutnya, yang akhirnya publik

percaya berdasarkan fakta bukan sekadar informasi yang diberikan, sehingga

citra lembaga menjadi semakin baik.

Fenomena ini berbalik dengan kondisi public relations di lembaga

pendidikan yang ada di Indonesia. Sekolah unggulan, sekolah model, sekolah

bertaraf internasional, dan apapun namanya, seolah lembaga pendidikan itu

diberikan label terlebih dahulu baru kemudian segala perangkat pendukung,

fasilitas, sarana dan prasarana diadakan setelah launching pelabelan lembaga

Page 66: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

414

tersebut. Peran public relations dimaksimalkan, namun belum dibarengi

dengan bukti nyata di masyarakat. Hal ini menimbulkan persepsi masyarakat

berubah. Dari percaya berdasar informasi namun secara fakta terdapat

kegamangan, dan akhirnya muncullah berbagai kritikan tentang lembaga

pendidikan yang berlabel tersebut.

Dari kedua contoh fenomena yang berbeda tersebut, pada dasarnya

fungsi public relations sama-sama dijalankan, namun hasilnya berbeda.

Ketika fungsi public relations dijalankan sebagai software institusi maka

masyarakat akan percaya berdasarkan adanya fakta. Namun ketika fungsi

public relations dijalankan berdasarkan hardware institusi maka masyarakat

akan percaya berdasarkan adanya informasi, dan informasi ini membutuhkan

suatu pembuktian nyata. Ketika fungsi public relations dijalankan sebagai

software institusi, maka semua elemen yang ada dalam suatu lembaga akan

berpartisipasi langsung, karena memperoleh kepuasan dan berperan aktif

dalam menjalankan fungsinya sebagai public relations, maka every one is

marketer. Bahkan tatkala sudah berada di luar organisasi atau lembaga

tersebut, masih memiliki kebanggaan terhadap organisasinya. Hal inilah yang

dinamakan public relations yang melekat (build in public relations), melekat

pada semua orang yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak

langsung dengan lembaga/organisasi.

Proposisi V

Manajemen public relations akan berjalan optimal manakala

lembaga berhasil melaksanakan fungsi public relations sebagai

software dan hardware-nya lembaga.

Page 67: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

415

Dari refleksi di atas dinyatakan bahwa keberadaan public relations

secara hakiki bukan terletak pada ada tidaknya bidang public relations secara

formalitas, namun terletak pada berjalan tidaknya fungsi public relations itu

sendiri. Ketika lembaga telah menjalankan fungsinya sebagai public relations

dengan komunitasnya, yang meliputi publikasi, baik terang-terangan maupun

terselubung, melalui cara sosialisasi maupun khidmah di masyarakat yang di

lakukan oleh pondok pesantren salafiyah; mengadakan event-event yang

sifatnya religius maupun sosial keagamaan; memberikan informasi kepada

publik yang berupa news; mengadakan komunikasi yang sinergis dengan

masyarakat, dan juga tidak menutup diri dengan pihak stakeholders melalui

cara lobbying, maka pada dasarnya fungsi publc relations tersebut telah

dijalankan oleh pondok pesantren salafiyah, namun keberadaannya

terintegrasi dan melekat dalam tugas pokok dan fungsi pada masing-masing

bidang ataupun seksi yang ada dalam kepengurusan pondok pesantren.

Public relations yang dilakukan dengan cara sosialisasi dilanjutkan

oleh seluruh elemen yang ada di pondok pesantren melalui khidmah di

masyarakat, baik dalam hal keilmuan, sosial keagamaan, ekonomi, dakwah

dan lain-lain, membuktikan bahwa secara tidak langsung fungsi dari public

relations telah berjalan sebagai software lembaga. Sedangkan figur kiai

sebagai personal center dengan kharismanya menjadikan persuasi masyarakat

terbangun ke arah figur sebagai personal branding. Di sinilah fungsi kiai,

Page 68: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

416

sekaligus sebagai public relations lembaganya. Dan inilah yang diistilahkan

peneliti dengan public relations bersifat natural.

Di sisi lain, walaupun lembaga bersifat salafiyah, namun yang

diterapkan adalah salafi dalam nilai-nilai yang dianut, namun aktual dalam

manajemennya dan terpadu dalam programnya. Hal inilah yang dijadikan

prinsip pondok pesantren salafiyah Sidogiri, sehingga pelaksanaan fungsi

public relations di ponpes Sidogiri telah didukung manajemen modern dan

berbasis IT. Demikian pula yang dilakukan Lirboyo, namun perkembangan

manajerialnya tidak sepesat Sidogiri. Media massa baik yang on line berbasis

web maupun manual, yang berupa majalah, buku dan bulletin ini bisa

dikategorikan mengalami perkembangan yang pesat, sebagai wujud dari

pergeseran budaya reading-speaking yang bergeser ke arah reading-writing,

dan semua media tersebut sudah berbasis IT dengan memberdayakan sumber

daya dari santri sendiri. Pemberdayaan sumberdaya santri dilakukan dengan

cara mengadakan kerjasama dengan lembaga pendidikan formal lain,

sehingga santri memiliki kapabilitas di bidangnya. Akhirnya tidak salah jika

memang pondok pesantren salafiyah telah menjalankan manajemen yang

aktual dengan tetap mempertahankan nilai-nilai yang salafiyah. Tidak salah

pula jika pada dasarnya keberadaan public relations itu ada namun bersifat

natural tradisional karena mempertahankan nilai-nilai salaf tersebut.

Sementara itu sistem komunikasi yang dibangun pondok pesantren

salafiyah secara internal adalah komunikasi yang bersifat horisontal

prosedural, dimana terjadi komunikasi terbuka antar santri, pengurus, ustadz,

Page 69: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

417

dan kiai, namun sangat mempertimbangkan prosedur berdasar kapasitasnya

masing-masing dengan mengutamakan adab, sopan santun, sikap tawadlu dan

pertimbangan situasi dan kondisi.64

Sedangkan komunikasi eksternal pondok

pesantren salafiyah lebih pada public informations dan hanya dalam hal

tertentu mengarah ke two way asymmetric sebagaimana pendapat Grunig and

Hunt, dimana pondok pesantren memberikan informasi kepada publik yang

membutuhkan, dengan menerima masukan dan permintaan dari publik,

namun otoritas kebijakan tetap ditentukan oleh pihak pondok pesantren.

Inilah yang dinamakan dengan personal influence.

Model public relations yang paling ideal menurut Grunig and Hunt

adalah model yang two way symmetric, dimana terjadi arus komunikasi

timbal balik antara lembaga dengan publik, keputusan yang diambil juga

berdasar kesepakatan antara lembaga dengan publik berdasar riset di

lapangan. Perlu dikaji pula, bahwa model ini akan ideal manakala terjadi

kesamaan visi maupun misi antara lembaga dengan publiknya. Sementara di

pondok pesantren salafiyah secara tangible, personal influence memiliki

pengaruh yang besar terhadap kebijakan yang diambil lembaga.

Personal influence yang dipusatkan pada figur kiai ini justru menjadi

titik pusat pembangunan citra lembaga di masyarakat. Kharisma kiai yang

64

Kondisi tersebut menurut Kirl Hallahan adalah frame situation, dimana hubungan antara

individu dalam situasi yang ditemukan dalam

ehari-hari hidup memperhatikan struktur interaksi, cara komunikasi, wacana, negosiasi, dan

lainnya. Lihat Kirl Hallahan dalam Seven Models of Framing: Implications of Public Relations,

Journal of Public Relations Research, (Lawrence Erlbaum Associates, Inc, 1999), 11(3), hlm.

205–242

.

Page 70: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

418

tinggi menjadikan masyarakat mempersepsikan pondok pesantren

sebagaimana kharisma kiai tersebut. Jadi pembangunan citra pondok

pesantren salafiyah didapat melalui personal network dan quality product.

Penjelasan singkat tersebut di atas dapat dicermati bahwa keberadaan

public relations di pondok pesantren salafiyah secara formal tidak ada, namun

secara fungsi berjalan, dijalankan oleh seluruh elemen yang ada di pondok

pesantren, dengan menempatkan posisi kiai dengan kharismanya sebagai

personal influence. Adanya kharisma kiai, berjalannya fungsi public relations

yang integrate melalui berpartisipasi langsung ke masyarakat menjadikan

citra pondok pesantren salafiyah menjadi meningkat. Demikian pula

komunikasi yang dijalankan public relations di pondok pesantren salafiyah

dari public informations dan mulai bergeser ke two way asymmetric (dalam

hal tertentu) menjadikan pondok pesantren secara hakiki telah menjalankan

public relations. Dalam konteks ini tidaklah berlebihan jika peneliti

mengembangkan teori Grunig and Hunt mengenai model public relations two

way asymmetric. Dengan demikian, bisa dikatakan model public relations

pondok pesantren salafiyah adalah natural, personal influence, integrated.

Penjabaran secara lugas dapat peneliti tulis secara lugas dalam

matrik sebagai berikut:

Page 71: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

419

Tabel 5.1. Matrik Relasi Fokus Masalah, Teori, Temuan dan Proposisi

N

o

Fokus

Penelitian Perspektif Teori Temuan Situs 1 Lirboyo Temuan Situs 2 Sidogiri Proposisi

1 Keberadaan

Public

relations di

ponpes

salafiyah

- Public Relations

adalah fungsi

manajemen

yang

membangun dan

mempertahanka

n hubungan

yang baik dan

bermanfaat

antara

organisasi

dengan publik,

mempengaruhi

kesuksesan atau

kegagalan

organisasi

(Cutlip, Center

& Broom, 1994)

- Public relations

merupakan how

to inform -- how

to persuade --

how to

integrade

(Edward Louis

Bernays, 1952)

- Secara legal formal

keberadaan public

relations tidak

ditemukan, namun

fungsi public relations

telah dilaksanakan oleh

seluruh elemen.

- Pelaksanaan fungsi public

relations berpusat pada

figur kiai.

- Figur kiai dengan

kharisma yang melekat

merupakan personal

branding dan dijadikan

suri tauladan oleh santri

dan alumni

- Public relations sebagai

pusat dan corong terdepan

organisasi secara legal

formalitas tidak

ditemukan, namun ponpes

telah berhasil menjalin

hubungan yang sinergis

dengan masyarakat

melalui aktualisasi

diri/kiprah yang dilakukan

oleh seluruh elemen

ponpes

- Performance kiai dengan

kharismanya sebagai

center of public relations

mampu mempengaruhi

dan menggerakkan

masyarakat.

- Personal influence figur

kiai menciptakan

hubungan sinergis dengan

kebutuhan masyarakat

- Pelaksanaan fungsi public

relations di ponpes

Sidogiri telah didukung

manajemen modern dan

berbasis IT

Proposisi I:

Keberadaan

public relations

akan tetap kokoh

manakala fungsi-

fungsinya

dijalankan

dengan baik oleh

berbagai elemen

terkait, meskipun

tidak ada public

relations secara

legal formal

Page 72: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

420

2 Sistem

komunika

si yang

dijalankan

oleh

ponpes

salafiyah

- Public

relations

berhubungan

erat dengan

marketing,

komunikasi,

citra dan

identitas

lembaga

(Thomas L.

Harris, 1993)

- Proses image

building

ditentukan

oleh latar

belakang

budaya,

pengalaman

masa lalu,

nilai-nilai

yang dianut

lembaga

yang dapat

mempengaru

hi persepsi

publiksika

p

opinikonse

nsusopini

publikterb

angun citra

lembaga

(Rosady

Ruslan,

2001)

- Komunikasi internal di

pondok pesantren

terjadi antara santri-

pengurus-kiai dengan

mengutamakan adab,

situasi dan kondisi.

- Komunikasi eksternal

dilakukan dengan cara

menyampaikan pesan

melalui:

- Figur kiai yang

kharismatik.

- Media: majalah, buku

dan internet

- Khidmah di

masyarakat.

- Komunikasi esktern

pondok pesantren

tersebut sifatnya lebih

bersifat public

information menuju ke

two way asymmetric,

dimana ponpes

memberikan informasi

kepada publik

mengenai ponpesnya,

ketika masyarakat

membutuhkan, dan

ponpes memiliki

otoritas yang kuat

terhadap informasi

yang diberikan.

- Komunikasi internal yang

dijalankan di Ponpes

ditemukan komunikasi antar

santri-pengelola dan ustadz

selanjutnya ke kiai. Namun

tidak menutup kemungkinan

santri mengadakan hubungan

komunikasi langsung dengan

kiai.

- Komunikasi yang dibangun

tetap sangat mengutamakan

adab, situasi dan kondisi.

- Komunikasi internal melalui

dua saluran, yaitu: lesan dan

tertulis.

- Komunikasi eksternal yang

dilakukan oleh ponpes tidak

ada yang bersifat publikasi

murni namun ponpes lebih

memilih sosialisasi dengan

cara khidmah kepada

masyarakat: bidang

ekonomi, pendidikan,

dakwah, sosial dan

sebagainya.

- Komunikasi yang dijalankan

di pondok pesantren bersifat

memberikan informasi ke

publik dan menuju ke two

way asymmetric

- Komunikasi eksternal telah

mengarah pada pembinaan

hubungan, keterbukaan dan

saling memahami. Akan

tetapi, otoritas pondok

pesantren tetap lebih besar

dan peran personal figur

juga sangat berpengaruh.

- Proposisi II

- Komunikasi

internal pondok

pesantren salafiyah

berjalan cukup

kaku karena

dilakukan secara

berlapis, sementara

komunikasi

eksternal bisa

dilakukan lebih

terbuka manakala

terdapat berbagai

saluran yang

menghubungkan

dengan kebutuhan

masyarakat

-

Page 73: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

421

3 Cara

membang

un citra

ponpes

salafiyah

- Komunikasi

membutuhkan

proses dua arah

(two-way-

process) di mana

pengirim dan

penerima pesan

berkomunikasi

dalam konteks

kerangka acuan

(frame of

reference),

hubungan dan

situasi sosial

mereka masing-

masing (Two

ways

communication,

Wilbur

Schramm, 1964)

- Individu pada

umumnya

berusaha untuk

menghindari

terjadi

pengucilan atau

isolasi. Orang

akan mengamati

lingkungannya

guna

mempelajari

pandangan mana

yang tidak

dominan,

sehingga

kecenderungan

seseorang untuk

menyatakan

pendapat dan

orang lainnya

menjadi diam

akan mengawali

suatu proses

spiral (Teori

spiral

keheningan,

Elisabeth Noelle

– Nueman, 1976)

- Proses membangun

citra ponpes melalui

figur kiai yang

kharismatik atau

personalia kiai, atau

personal branding,

- Proses membangun

citra ponpes dengan

menunjukkan

perilaku akhlakul

karimah para santri,

pengurus dan alumni

di masyarakat.

- Citra ponpes salafiyah

Sidogiri dibangun

melalui 5 cara, antara

lain: alumni, ekonomi,

media, pendidikan-

sosial-dakwah dan

branding.

- Alumni: jaringan yang

sangat kuat dan

berdampak pada positive

image masyarakat.

- Ekonomi: BMT,

kopontren, air minum

santri, pengolahan

limbah

- Pendidikan & dakwah:

penugasan da‟i,

kerjasama filial,

pengiriman guru tugas,

program religi kerjasama

dengan sekolah formal

aktivitas keagamaan.

- Sosial: Laziswa

- Personal kiai, santri,

kopontren, BMT

merupakan branding

pondok pesantren

Sidogiri.

Proposisi III

Citra positif suatu

lembaga akan

terbangun

dengan

sendirinya

manakala:

lembaga

menyampaikan

informasi atau

pesan

berdasarkan

fakta,

memerankan diri

sebagai mediator

dalam

membentuk sikap

dan pendapat

yang positif

dengan cara bil-

lisan maupun bil-

hal (by action);

lembaga

menyuguhkan

produk yang

terjamin dan

mempunyai nilai

guna dalam

masyarakat.

Page 74: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

422

4 Proses

public

relations

ponpes

salafiyah

- Media massa

memiliki

kekuatan

dalam hal apa

saja yang perlu

dipikirkan

masyarakat.

Media may not

tell us what to

think, but

media tell us

what to think

about. (Teori

agenda setting,

Max

McCombs and

Donald Shaw,

1968)

- Public

relations

terdiri dari 4

model: press

agentry/public

ity, public

information,

two way

asymmetric

dan two way

symmetric

(Model Public

relations

James Grunig

and Todd

Hunt, 1984)

- Secara legal formal

tidak ditemukan public

relations, namun secara

fungsi public relations

berjalan.

- Proses public

relations yang

dijalankan bersifat

personal, diawali

dengan membangun

komitmen dan

loyalitas santri

dengan cara

menjalankan aktifitas

ponpes secara

istiqomah (how to

integrate), lalu

menginformasikan

ha-hal yang

dibutuhkan

masyarakat (how to

inform). Selanjutnya

ponpes menjalankan

how to perform, baik

itu kiai, ustadz, santri

maupun alumni

semuanya secara

sinergi menjaga how

to perform tersebut di

tengah-tengah

masyarakat.

- Perform dijalankan

melalui pengabdian

langsung di

masyarakat, sehingga

secara otomatis

mempengaruhi persuasi

dan opini masyarakat

(how to persuade)

-

- Fungí Public relations

telah berjalan, namun

secara khusus sebagai

corongnya lembaga

belum ditemukan.

Hakekat public relations

berjalan secara natural

dan masih tradisional,

tanpa desain khusus

public relations.

- Proses public relations

dijalankan dengan

implementasi ajaran-

ajaran salafiyah di

ponpes, baru kemudian

ponpes menyampaikan

informasi yang

dibutuhkan masyarakat

baik secara langsung

maupun online melalui

web

- Proses selanjutnya

ponpes berkhidmah

langsung di masyarakat

melalui saluran:

pendidikan, dakwah,

sosial dan ekonomi (how

to perform)

- Partisipasi langsung

ponpes dengan

masyarakat secara tidak

langsung mempengaruhi

simpati dan kepercayaan

masyarakat, sehingga

mereka membutuhkan

pondok pesantren. dan

akhirnya kembali lagi ke

how to integrate

Proposisi IV

Kepercayaan

publik terhadap

lembaga akan

diperoleh

manakala

lembaga mampu

menerapkan

proses public

relations yang

dimulai dari how

to integratehow

to informhow to

performhow to

persuadekemba

li lagi ke how to

integrate. Hal ini

menjadikan

publik percaya

berdasarkan

fakta (trust based

on the fact) bukan

percaya berdasar

informasi semata

(trust based on the

information).

Proposisi V

Manajemen

public relations

akan berjalan

lancar manakala

lembaga berhasil

melaksanakan

fungsi public

relations sebagai

software lembaga

bukan sekadar

hardware lembaga

Page 75: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

423

Dari penjelasan tersebut di atas, dapat peneliti rumuskan suatu model

konseptual temuan penelitian mengenai manajemen public relations pondok

pesantren salafiyah, sebagaimana skema berikut dibawah ini:

Gambar 5.4.

Manajemen public relations pondok pesantren salafiyah

Eksistensi lembaga pendidikan Islam khususnya pesantren salafiyah

mampu bertahan hingga saat ini tidak bisa dipungkiri salah satu penyebabnya

adalah berjalannya manajemen public relations di lingkungan pondok pesantren

salafiyah tersebut. Keberadaan public relations di pondok pesantren salafiyah

walaupun secara formal tidak ada, namun secara realita fungsi public relations

Ditopang oleh

Um

pan

Bal

ik

Personal Influence Pengaruh figur kiai kharismatik

berdampak pada pelaksanaan PR

Public information

By Action Berkhidmah di masyarakat melalui

personal network dan quality

product network membangun citra

positif ponpes

Natural/alamiah Fungsi PR dijalankan oleh seluruh elemen yang

ada di ponpes walau tanpa ada komando langsung dari pimpinan

Integrated Pelaksanaan PR mulai dari how to

integrate-how to inform-how to

perform-how to persuade dan

kembali ke how to integrate

Lembaga

Pendidikan

Islam/

Pesantren

Man

ajem

en P

ubli

c R

elati

ons

Public relations

yang Natural,

Personal Influence,

Integrated

(Build in)

Daya dukung dan daya tahan Lembaga Pendidikan

Islam/pesantren

Integrasi pesantren dan program masyarakat

Page 76: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

424

tersebut berjalan. Fungsi tersebut dijalankan secara natural atau alamiyah oleh

seluruh elemen yang ada di pondok pesantren.

Selain itu, kiai sebagai figure sentral pondok pesantren, dengan

kharismanya mempunyai pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan public

relations itu sendiri. Hal ini dikenal dengan istilah personal influence. Kiai

dengan kharismanya ditempatkan sebagai elitis yang mampu mempengaruhi

persepsi maupun opini publik melalui perilakunya.

Dalam hal pelaksanaan public relations, pondok pesantren tidak

melaksanakan kegiatan publikasi secara terang-terangan, namun ponpes salafiyah

lebih memilih cara pengabdian atau khidmah di masyarakat. Melalui pengabdian

langsung di masyarakat, pondok pesantren justru telah menunjukkan kepada

publik bahwa pondok pesantren telah menjalankan proses public relations mulai

dari how to integrate, how to inform, how to perfome, how to persuade, baru

kembali lagi ke how to integrate. Cara public relations seperti ini bersifat circle

sehingga terintegrasi.

Pelaksanaan public relations pondok pesantren salafiyah ini, secara

otomatis akan membangun citra positif pondok pesantren dihadapan publik,

walaupun tak bisa dipungkiri citra positif pondok pesantren terbangun tak terlepas

dari tokoh pendirinya. Identitas pondok pesantren dengan budaya dan tradisinya,

nilai-nilai salafiyah, kiai kharismatik sebagai personal branding, santri, kitab

kuning, sarung dan kopiyah sebagai brand pondok pesantren salafiyah merupakan

daya dukung pesantren tetap bisa bertahan hingga saat ini.

Page 77: BAB V PEMBAHASAN - blog.iain-tulungagung.ac.idblog.iain-tulungagung.ac.id/chusnulchotimah/wp-content/uploads/...Kediri dan Seksi Humas dan Informasi di ponpes salafiyah Sidogiri. Kedua

425

Daya dukung dan daya tahan pesantren terimplementasikan dalam

integrasi aktifitas pondok pesantren dengan berbagai program yang dibutuhkan

masyarakat. Manajemen public relations yang natural, personal influence,

integrated inilah yang menjadikan pondok pesantren mampu bertahan dan

mendapat citra positif dari masyarakat karena pondok pesantren mampu

melakukan pendekatan secara kultural dan regiligus di tengah-tengah masyarakat.