BAB V Pariwisata Berbasis Masyarakat Bagi Kehidupan Masyarakat...
Transcript of BAB V Pariwisata Berbasis Masyarakat Bagi Kehidupan Masyarakat...
93
BAB V
Pariwisata Berbasis Masyarakat Bagi Kehidupan
Masyarakat Tutuala
Pendahuluan
Tutuala merupakan salah satu sub distrik dari distrik Lautem
yang terletak paling ujung Timur di pulau Timor dengan memiliki
potensi untuk pengembangan pariwisata. Tutuala memiliki ekologi
yang besar di negara Timor Leste, keindahan alam di pantai dan laut
yang masih sangat indah dan bersih serta pemandangan alam yang
indah di mana hutan lindung yang masih terdapat keasliannya.
Selanjutnya, kondisi sosial budaya penduduk Tutuala sebagai
masyarakat yang berbahasa Fataluco64 yang kaya dan unik, memiliki
dimensi ritual yang sangat penting bagi penduduk lokal Tutuala.
Masyarakat lokal Tutuala juga masih memiliki kepercayaan yang kuat
pada kekuatan nenek moyang mereka serta kepercayaan akan alam
yang memiliki pengaruh kuat pada kehidupan sehari-hari.
Sub distrik Tutuala dipilih dalam topik penelitian ini,
disebabkan karena wilayah ini memiliki daya tarik wisata, sering
dikunjungi oleh wisatawan asing maupun wisatawan lokal serta LSM
Haburas telah mengadakan kerjasama dengan masyarakat lokal di
Tutuala dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan dan berbasis
masyarakat. Sosialisasi kegiatan pariwisata oleh LSM Haburas bagi
masyarakat lokal di Tutuala dilakukan sejak tahun 2003 sampai dengan
2005. Melalui pembentukan kelompok koperasi Valusere bagi
masyarakat lokal di Tutuala. Koperasi ini dibentuk dengan tujuan
untuk melindunggi ekologi, mempertahankan nilai-nilai sosial budaya
64 Fataluco adalah bahasa daerah yang digunakan oleh orang-orang yang berada di Distrik Lautem, termasuk masyarakat lokal di desa Tutuala.
94
dan meningkatkan ekonomi rakyat. Masyarakat lokal yang dulunya
bermatapencaharian sebagai nelayan dan petani mulai dikenalkan
kegiatan pariwisata oleh LSM Haburas. Hal ini tampak dari
bergesernya matapencaharian masyarakat lokal di Tutuala dalam
bidang pertanian dan nelayan menjadi pengusaha jasa dalam
penyewaan akomodasi dan restoran serta menyediakan usaha kios.
Masyarakat nelayan memanfaatkan pariwisata berbasis masyarakat
dengan menyediakan transportasi laut bagi para tamu.
Pada bab ini penulis akan memaparkan temuan empiris di
lapangan mengenai pariwisata berbasis komunitas bagi kehidupan
masyarakat lokal di Tutuala. Dengan adanya pariwisata berbasis
komunitas di Tutuala maka masyarakat lokal dapat melakukan
beberapa jenis usaha. Jenis-jenis usaha yang dilakukan oleh masyarakat
lokal di Tutuala berupa usaha akomodasi dan restoran, usaha kios serta
masyarakat nelayan menyediakan jasa transportasi laut bagi wisatawan.
Disamping itu akan dibahas pula permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat lokal di Tutuala dalam usaha pariwisata berbasis
komunitas.
Kondisi Wilayah Tutuala
Sub distrik Tutuala terletak dua puluh tujuh kilometer dari ibu kota
distrik Lautem. Perjalanan menuju Tutuala dengan menggunakan
kendaraan bermotor kurang lebih satu jam sepuluh menit dari ibu kota
Lautem. Sub distrik Tutuala merupakan daerah yang memiliki dataran
rendah dan terletak 361 meter diatas permukaan laut.
Luas wilayah sub distrik Tutuala adalah tiga ratus sepuluh
kilometer persegi. Sub distrik ini terbagi menjadi dua desa yakni desa
Tutuala yang letaknya paling ujung di pulau Timor dan terdiri dari
empat dusun. Desa ini sangat indah dengan latar belakang hutan
lindung yang masih asli. Hutang yang ada di wilayah ini belum
mengalami kehancuran jika dibandingkan dengan wilayah lain di
Timor Leste. Desa yang lain adalah desa Mehara yang terbagi ke dalam
95
tiga dusun. Kedua desa ini termasuk dalam wilayah hutan lindung
berdasarkan regulasi UNTAET65 No. 19 tahun 2000. Pulau Jaco
merupakan sebuah pulau yang secara administratif berada dibawah
desa Tutuala dan sub distrik Tutuala. Pulau jaco adalah sebuah pulau
yang memiliki kekayaan ekologi. Sampai saat ini pulau tersebut tidak
ada penghuni dan bebas dari kegiatan masyarakat. Wisatawan dapat
berkunjung ke pulau Jaco dalam waktu yang singkat yaitu kurang dari
satu hari serta tidak boleh ada kegiatan yang berkaitan dengan
pembangunan secara fisik di pulau ini. Tentu saja wisatawan tidak
boleh tinggal di pulau Jaco karena menurut budaya masyarakat lokal di
Tutuala bahwa pulau tersebut adalah tempat sakral.
Sub distrik Tutuala masih memperlihatkan kehidupan yang
masih tradisional, baik dilihat dari kehidupan sehari-hari, adat istiadat
penduduk lokal, kehidupan sosial budaya serta interaksi antara
manusia dengan alam sekitarnya. Jumlah penduduk sub distrik Tutuala
berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 adalah sebanyak 3.836 jiwa.
Yang terdiri dari penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1.853
jiwa dan perempuan sebanyak 1.983 jiwa. Sub distrik Tutuala terbagi
menjadi dua desa dan masing-masing desa dipimpin oleh seorang
kepala desa yang disebut dengan chefe Suco. Desa Tutuala terbagi
menjadi empat dusun atau biasa disebut dengan Aldeia yang dipimpin
oleh seorang kepala dusun atau disebut chefe Aldeia.
Usaha Penginapan (Akomodasi)
Koperasi Valusere memulai program pembangunan fisik pada
tahun 2006. Bangunan pertama yang didirikan adalah penginapan atau
bungalow tradisional. Proses pembangunan akomodasi melibatkan
seluruh anggota koperasi di dampingi oleh 2 orang anggota LSM
Haburas. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembangunan berupa
65 UNTAET : United Nation Transition Administration in Esat Timor. Atau merupakan badan PBB dalam pemerintahan transisi di Timor Leste dari tahun 1999 sampai dengan 2002.
96
bahan lokal yang ada di wilayah Tutuala. Masing-masing kelompok
diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengumpulkan bahan
bangunan berupa bambu, kayu, daun lontar. Struktur koperasi bertugas
untuk mengecek bahan-bahan bangunan yang telah dikumpulkan oleh
masing-masing kelompok. Jika terdapat kelompok yang membawa
bahan bangunan yang tidak berkualitas, maka ketua koperasi Valusere
memberitahukan kepada anggota kelompok tersebut untuk
mengantikan dengan bahan-bahan yang berkualitas. Masing-masing
kelompok mengumpulkan bahan lokal berdasarkan barang yang
dimiliki oleh mereka.
Setelah bahan bangunan dikumpulkan semua, proses
berikutnya adalah membangun pondok penginapan. Pada tahap ini
anggota koperasi bekerja sesuai dengan keahlian yang mereka miliki.
Dua orang anggota yakni saudara Juviano dan saudara Nus sebagai
tukang untuk mendirikan penginapan. Mereka berdua telah mengikuti
pelatihan kerajinan bambu selama satu bulan di Baucau. Setelah
mereka menggikuti pelatihan tersebut, kemampuan yang dimiliki
kemudian dipraktekkan untuk membangun penginapan di pantai Valu.
Anggota LSM Haburas yang mendampingi koperasi Valusere di Tutuala
merasa bangga dengan keterampilan dari kedua anggota koperasi
tersebut. Walaupun hanya mengikuti pelatihan satu bulan, akan tetapi
mereka benar-benar memanfaatkan pelatihan tersebut bagi
pengembangan usaha di Tutuala.
Anggota koperasi bekerja secara bersama-sama (komunal) dalam membangun penginapan. Tujuh kelompok yang tergabung
dalam anggota koperasi Valusere menyapkan konsumsi sendiri.
Masing-masing kelompok membawa bekal untuk keperluan satu
minggu di lokasi pembangunan. LSM Haburas memfasilitasi anggota
koperasi dengan menyediakan sayur, lauk serta bumbu. Selama proses
pembangunan berlangsung, semua anggota koperasi menetap di lokasi
pembangunan. Hal ini disebabkan oleh jarak tempuh dari rumah
mereka ke pantai Valusere adalah 8 km. Berjalan kaki dari rumah ke
lokasi membutuhkan 2 sampai dengan 3 jam perjalanan. Akhirnya
97
selama pembangunan berlansung dapat meningkatkan ikatan
kerjasama yang baik antara sesama anggota koperasi. Penginapan
tradisional yang dibangun sebanyak 5 pondok. 4 pondok kecil memiliki
kapasitas 2 orang per pondok, sehingga 4 pondok tersebut memiliki
kapasitas untuk 8 orang. Sebuah pondok dibangung memanjang, dibagi
menjadi 2 kamar besar. Masing – masing kamar memiliki kapasitas 3
orang dan 4 orang. Sehingga kedua kamar tersebut dapat digunakan
bagi para pengunjung rombongan. Pondok tradisional yang dibangun
tersebut memiliki kapasitas untuk 15 orang tamu. Namun demikian
koperasi valusere masih memiliki tenda untuk disewakan bagi para
tamu yang berkunjung dalam jumlah yang melebihi kapasitas kamar.
Anggota kelompok koperasi menyelesaikan bangunan
penginapan pada tahun 2006. Penginapan tersebut memiliki jenis
kamar standar, ukuran kecil dengan fasilitas terbatas. Penginapan ini
juga sebagai tempat tinggal sementara yang mencerminkan pola
kehidupan masyarakat Tutuala yang tinggal jauh dari kota dan
keramaian. LSM Haburas menyediakan fasilitas yang dipakai bagi
kebutuhan penginapan. Beberapa fasilitas yang disediakan oleh LSM
Haburas adalah tempat tidur dengan kasur yang sederhana, bantal,
sprei dan rak kecil untuk menimpang barang. Fasilitas kamar mandi
dan toilet berada terpisah dari penginapan. Toilet memiliki dua jenis
yakni kloset duduk dan kloset jongkok dengan penyediaan air yang
bisa digunakan. Dengan demikian, koperasi Valusere menyewakan
kamar kepada tamu yang berkunjung ke Tutuala dan pulau Jaco
dengan standar yang sanggat sederhana yang mencerminkan
kehidupan masyarakat lokal di ujung pulau Timor. Produk yang
dihasilkan oleh anggota koperasi Valusere dalam pengelolaan
penginapan adalah kamar tidur dengan perlengkapan yang sederhana,
kamar mandi dan toilet serta jasa laundry bagi tamu yang menginap
lebih dari 3 hari dan membutuhkan jasa laundry. Produk lainnya
adalah kondisi lingkungan yang alami dan menyenangkan, rasa
bersahabat, sopan santun, jujur serta rasa hormat dari para anggota
koperasi.
98
Gambar 5.1. Penginapan Koperasi Valusere. Foto tanggal 6 Februari 2015.
Gambar 5.2. Penginapan koperasi Valusere (bagian interior). Foto tanggal 6
Februari 2015.
Pengelolaan penginapan oleh anggota koperasi Valusere
melalui sistem komunal. Semua anggota memiliki hak dan kewajiban
yang sama dalam pengelolaan penginapan. Terdapat 7 kelompok di
dalam koperasi Valusere yang melakukan rotasi kerja. Setiap kelompok
mengelola penginapan selama satu minggu. Kelompok yang bertugas
untuk mengelola penginapan diorganisir oleh ketua kelompok.
Anggota kelompok yang bertugas untuk mengelola penginapan wajib
99
berada di lokasi penginapan selama masa tugasnya. Sehingga mereka
harus tingalkan keluarga untuk melakukan kegiatan pengelolaan
penginapan di pantai Valusere.
Masing-masing kelompok memiliki struktur organisasi dalam
mengelola penginapan. Struktur kelompok tersebut terdiri dari ketua
kelompok, yang memiliki tanggung jawab untuk mengorganisir
anggota kelompok dalam melaksanakan pengelolaan penginapan agar
supaya kegiatan tersebut berjalan dengan baik. Sekretaris bertugas
untuk mencatat semua kebutuhan yang diperlukan dalam pengelolaan
penginapan, meniapkan absensi bagi para anggota yang sedang
bertugas. Bendahara memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan biaya
yang diperlukan maupun biaya masuk dari hasil pendapatan
penginapan. Melalui struktur kelompok yang sederhana ini, dapat
membantu anggota kelompok koperasi dalam pengelolaan penginapan
yang baik serta membantu memfasilitasi mereka untuk melakukan
laporan mingguan kepada struktur koperasi Valusere maupun kepada
angota kelompok lain yang menganti dalam pengelolaan penginapan.
Dengan demikian seluruh kegiatan yang dilakukan oleh anggota
kelompok selama satu minggu di lokasi memiliki laporan yang lengkap
dan transparan. Berbagai jenis transaksi uang masuk dan uang keluar
serta kehadiran anggota tercatat dengan rapi sehingga dapat terjamin
transparan dalam pengelolaan penginapan.
Tiap – tiap anggota koperasi memiliki tugas dalam kegiatan
pengelolaan penginapan di pantai Valusere. Kegiatan utama dalam
usaha penginapan ini adalah menyewakan kamar kepada tamu. Kamar
yang disewakan adalah empat buah kamar dengan masing-masing
kamar memiliki kapasitas untuk dua orang tamu dilengkapi dengan dua
buah tempat tidur masing-masing berukuran single. Terdapat pula
sebuah kamar tidur yang luas dilengkapi dengan dua buah tempat tidur
berukuran single dan doule untuk tiga orang tamu. Adapun satu kamar
tidur yang juga dilengkapi dengan dua buah tempat tidur yang
berukuran double. Dengan demikian anggota koperasi yang sedang
bertugas untuk mengelaola penginapan memiliki tugas untuk
100
meniapkan kamar bagi tamu, membersihkan kamar yang telah
digunakan oleh tamu, mengantikan serta mencuci kain yang telah
digunakan oleh tamu. Adapun tugas lain yang dilakukan oleh anggota
koperasi adalah membersihkan kamar mandi sehingga tetap dalam
keadaan yang bersih. Mengumpulkan dan membersihkan berbagai
jenis sampah yang ditingalkan oleh wisatawan.
Terdapat tiga jenis tarif kamar pada penginapan koperasi
Valusere. Tarif untuk empat buah kamar yang dilengkapi dengan dua
buah tempat tidur single sebesar US$ 20 per malam atau setara dengan
Rp. 260.000,-. Untuk kamar yang dilengkapi dengan sebuah kamar
tidur single dan sebuah kamar tidur double dikenakan tarif sebesar US$
30 per malam atau setara dengan Rp. 390.000. Sedangkan kamar lain
yang dilengkapi dengan dua buah kamar tidur double dikenakan tarif
sebesar US$ 40 per malam atau setara dengan Rp. 520.000. Adapun
tenda dengan fasilitas tempat tidur ukuran double yang disewakan
untuk tamu yang ingin menginap di tempat terbuka dikenakan tarif
sebesar US$ 10 per malam atau setara dengan Rp. 130.000. Koperasi
Valusere juga memberikan kelongaran bagi tamu untuk menambahkan
tempat tidur di kamar namun tidak memungut biaya tambahan.
Wisatawan yang datang ke lokasi penginapan dan membawa tenda
sendiri dapat menggunakan lokasi di sekitar penginapan dengan bebas,
anggota koperasi tidak memungut biaya serta dapat mengunakan
kamar mandi yang disediakan oleh anggota koperasi. Hal ini
disebabkab oleh budaya sosial dari masyarakat Tutuala yang masih
tinggi.
Pengelolaan Restoran
Salah satu kebutuhan bagi wisatawan yang berkunjung ke
pantai Valusere adalah kebutuhan akan makan dan minum. LSM
Haburas melihat bahwa untuk meningkatkan pendapatan anggota
koperasi Valusere maka perlu disediakan pula sebuah restoran dan kios
bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan. Untuk membuka usaha
101
restoran dan kios, maka langkah awal yang dilakukan oleh anggota
koperasi Valusere adalah membangun restoran dan kios serta dapur
agar kegiatan pengelolaan dapat berjalan dengan baik. Fungsi daripada
restoran dan kios adalah melaksanakan penjualan makanan dan
minuman. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan
restoran dan kios adalah melaksanakan usaha pengembangan produk
makanan dan minuman, merencanakan kegiatan-kegiatan yang dapat
menarik tamu untuk makan dan minum di restoran tersebut, membeli
bahan-bahan kebutuhan penyediaan makanan dan minuman,
melakukan penympanan bahan-bahan makanan dan minuman,
menyajikan makanan dan minuman bagi para tamu.
Proses pembangunan fisik untuk kebutuhan restoran masih
sama dengan proses pembangunan penginapan. Metode yang
digunakan dalam pembangunan fisik adalah metode partisipatif dari
semua anggota yang terlibat dalam koperasi Valusere. Pada tahap ini
bangunan fisik yang dibangun oleh anggota koperasi berupa sebuah
bangunan untuk kebutuhan restoran dan kios. Disamping itu untuk
mendukung restoran dapat berjalan dengan baik dan efektif, maka
anggota koperasi juga membangun sebuah gudang untuk kebutuhan
penimpanan bahan-bahan, sebuah dapur, tempat cuci peralatan makan
dan memasak. Karena lokasi penginapan jauh dari perumahan anggota
koperasi maka dibangun juga sebuah penginapan bagi anggota koperasi
yang bertugas untuk mengelola penginapan, restoran dan kios.
Fasilitas perlengkapan dapur dan restoran dibantu oleh LSM
Haburas bagi anggota koperasi Valusere. Bangunan fisik untuk
restoran, dapur, tempat cuci serta penginapan untuk anggota koperasi
valusere selesai dibangun pada akhir tahun 2006. LSM Haburas
membantu anggota koperasi Valusere dalam penyediaan fasilitas
perlengkapan dapur, restoran serta air bersih. Jenis perlengkapan
restoran yang dibantu oleh LSM Haburas berupa alas lantai yang
terbuat dari kain. Karena lantai terbuat dari bambu dan kayu sehingga
membutuhkan alas agar nyaman bagi pengunjung. Adapun bantal
sebagai alas duduk, meja makan serta alas yang dipakai pada meja
102
makan dibantu oleh LSM Haburas. Fasilitas perlengkapan dapur yang
digunakan untuk memasak, alat-alat yang dipakai untuk makan dan
minum dipersiapkan juga oleh LSM Haburas.
Air bersih merupakan kebutuhan pokok bagi anggota koperasi
Valusere dalam pengelolaan penginapan dan restoran. Di lokasi
penginapan dan restoran tidak terdapat persediaan air bersih. Dalam
penyediaan air bersih ini, LSM Haburas mendatangkan ahli pengebor
air dari Dili untuk membantu menyediakan air bersih bagi Koperasi
Valusere. Alat yang digunakan untuk mengebor air bersih didatangkan
juga dari Dili. Lokasi pengeboran air bersih berjarak 300 meter dari
pantai dan sekitar 1 Km dari usaha penginapan dan restoran koperasi
Valusere. Namun demikian, air bersih yang didapat tersebut
terkontaminasi dengan air laut sehingga tidak bisa digunakan untuk
memasak dan minum. Akan tetapi air tersebut dapat membantu
anggota koperasi Valusere untuk kebutuhan toilet dan kamar mandi,
kebutuhan laundry serta dapat digunakan untuk kebutuhan dapur.
Kegiatan yang dilakukan oleh anggota koperasi dalam
pengelolaan restoran dan usaha kios. Seluruh anggota koperasi
memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengelola usaha restoran.
Sama halnya dengan pengelolaan penginapan, usaha restoran juga
dikelola oleh tujuh kelompok yang tergabung dalam koperasi Valusere.
Masing-masing kelompok memiliki tugas mengelola restoran selama
satu minggu. Para anggota koperasi yang bertugas akan membagi tugas
dan tanggung jawab menurut keahliannya. Ketua kelompok
memberikan pembagian tugas bagi anggota kelompoknya. Selama
pengelolaan restoran, ketua kelompok akan bertanggung jawab
sepenuhnya bagi anggota kelompok serta mengorganisir dengan baik
sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Tugas dan
tanggung jawab yang dilakukan dalam pengelolaan restoran adalah
memasak makanan sesuai dengan pesanan tamu, menyajikan makanan
kepada tamu, membersihkan serta meniapkan alat masak dan alat
makan, meniapkan air bersih untuk kebutuhan memasak,
menyediakan kayu bakar yang digunakan untuk memasak. Anggota
103
kelompok yang bertugas memasak makanan adalah mereka yang telah
menggikuti pelatihan kuliner dan pintar dalam menyediakan beberapa
jenis makanan. Pada dasarnya setiap kelompok memiliki anggota
kelompok yang pintar masak. Anggota lain yang tidak bertugas untuk
menyediakan makanan, secara bergilir melakukan tugas menyediakan
air bersih. Anggota kelompok berjalan kaki 6 km mengambil air bersih
untuk kebutuhan memasak. Dari jam 3 pagi mereka sudah mulai
berangkat dari lokai penginapan untuk mengambil air di daerah
Pitileti. Masing-masing orang bisa mengambil air 20 liter, baik anggota
kelompok laki-laki maupun perempuan. Mereka membutuhkan satu
setengah jam perjalan dari lokasi penginapan ke sumber mata air.
Sehingga menyapkan kebutuhan air bersih untuk memasak harus
berjalan kaki 12 km dan waktu yang dibutuhkan adalah 3 jam. Anggota
kelomok yang tidak bertugas untuk mengambil air, akan melakukan
kegiatan lain berupa: membersihkan kamar mandi, mencari kayu
bakar, memasak makanan dan melayani tamu. Mencari kayu bakar
untuk kebutuhan memasak menempuh jarak antara satu sampai dua
kilometer. Kayu bakar yang diambil adalah jenis kayu yang telah jatuh
dan sudah kering. Anggota koperasi dilarang keras serta tidak
diperkenankan untuk memotong dan mengambil kayu dari pohon.
Berbagai tugas dan tanggung jawab tersebut akan dilakukan secara
rotasi sehingga semua anggota kelompok akan mendapatkan giliran
untuk melaksanakan tugas. Dengan demikian akan menciptakan
keadilan bagi semua anggota kelompok dalam mengelola restoran dan
penginapan yang dimiliki bersama.
Anggota koperasi Valusere dalam menyediakan jenis-jenis
makanan sesuai dengan pilihan wisatawan. Menu yang disediakan pada
restoran tersebut terdiri dari menu tradisional dan menu modern. Jika
ada wisatawan yang ingin menikmati menu tradisional maka akan
disiapkan. Jenis makanan tradisional terdiri dari jagung titi yang
direbus, sambal khas Tutuala (mechi)66, ikan saboko67, tokir68. Jenis
66 Metchi adalah salah satu jenis sambal yang hanya terdapat di Tutuala. Bahan dasarnya adalah cacing laut. Menurut cerita dari anggota koperasi bahwa banyak tamu
104
makanan moderen yang disediakan antara lain: sea food (sup ikan, ikan
bakar, ikan goreng, kepiting, suntu, cumi-cumi), calderada69, beef, sup
ayam, ayam goreng, ayam bakar. Berbagai jenis makanan tersebut
disediakan sesuai dengan musim dan keadaan sehingga wisatawan yang
berkunjung juga akan memesan makanan sesuai dengan menu yang ada
pada saat itu. Koperasi Valusere memberikan kebebasan kepada tamu
untuk membeli ikan dari nelayan kemudian anggota koperasi
menyediakan jasa untuk memasak sesuai dengan keinginan tamu.
Biaya yang dikenakan untuk jasa memasak sebesar lima dolar.
Gambar 5.3. Jenis makanan tradisional yang dapat disediakan di Restoran
koperasi Valusere. Foto tanggal 6 Februari 2015.
lokal maupun asing yang senang dengan sambal tersebut, bahkan ada wisatawan lokal yang membeli sambal tersebut sebagai oleh-oleh karena dapat disimpan lebih lama. 67 Ikan saboko adalah salah satu jenis ikan bakar. Sebelum dibakar, ikan tersebut diberi bumbu kemudian di taruh didalam daun lontar baru dibakar dengan demikian bumbu yang digunakan tersebut akan terserap. 68 Tokir adalah masakan tradisional. Berbagai jenis masakan tersebut menggunakan bambu, baik memasak nasi maupun lauk menggunakan bambu. 69 Calderada adalah salah satu jenis masakan khas portugal yang telah menjadi makanan kesukaan orang Timor Leste.
105
Gambar 5.4. Menu Tradisional. Foto tanggal 6 Februari 2015.
Bahan-bahan mentah kebutuhan memasak disediakan oleh
masing-masing kelompok yang akan mengelola penginapan dan kios.
Kelompok yang bertugas untuk mengelola restoran dan penginapan
meniapkan bahan baku yang akan digunakan selama seminggu. Cara
pembelian bahan makanan ini dilakukan secara minguan, bahan
makanan yang dibeli tidak dalam jumlah yang besar. Orang yang
ditugaskan untuk membeli bahan makanan di pasar adalah bendahara
kelompok dengan seorang anggota kelompok. Barang-barang tersebut
dibeli di distrik Lospalos yang berjarak 27 km dari Tutuala, sehingga
untuk melakukan pembelian barang dibutuhkan pula biaya trans-
portasi. Bahan makanan yang dibeli di pasar adalah bahan lokal dan
bahan impor. Setiap bendahara kelompok mendapatkan biaya belanja
dari bendahara umum yang akan digunakan untuk membeli bahan
baku. Setelah selesai belanja maka bendahara kelompok akan memberi-
kan nota belanja serta sisa biaya kepada bendahara umum. Setiap
pengeluaran yang tidak memiliki nota, maka bendahara kelompok
melakukan catatan pengeluaran serta besarnya biaya yang digunakan.
Bahan baku yang telah dibeli oleh bendahara kelompok akan
dikumpulkan di rumahnya. Pada hari minggu siang akan melakukan
pergantian kelompok untuk mengelola usaha penginapan dan restoran
106
di pantai Valusere. Anggota kelompok akan berkumpul di rumah
bendahara agar melakukan pembagian tugas untuk membawa barang-
barang yang telah dibeli ke lokasi penginapan dan restoran. Anggota
kelompok yang tidak kebagian tugas untuk membawa barang maka
mereka akan mengambil air bersih untuk kebutuhan memasak. Dengan
demikian semua anggota kelompok yang berangkat ke lokasi memiliki
tugas dan tanggung jawab untuk membawa kebutuhan restoran dan
kios yang akan digunakan selama mereka melakukan pengelolaan
tersebut.
Pergantian kelompok satu dengan kelompok lainnya dalam
melaksanakan pengelolaan usaha penginapan, restoran maupun kios.
Masing-masing kelompok melakukan rotasi pengelolaan selama
seminggu yakni dari hari senin sampai dengan hari minggu. Pada hari
minggu siang adalah pergantian kelompok satu dengan kelompok
lainnya. Sebelum pergantian, anggota kelompok yang telah menye-
lesaikan tugasnya melaporkan semua kegiatan yang telah dilakukan
selama seminggu kepada struktur koperasi Valusere serta kelompok
yang akan mengelola usaha tersebut. Anggota kelompok lama akan
menyampaikan pendapatan dan pengeluaran yang telah dilakukan
selama proses pengelolaan tersebut. Pendapatan yang diperoleh dari
usaha penginapan dan usaha restoran dilaporkan tersendiri,
pendapatan yang diperoleh dari usaha kios dilaporkan tersendiri. Oleh
karena pendapatan dari usaha penginapan dan restoran akan dibagikan
kepada anggota koperasi, pendapatan dari usaha kios digunakan untuk
meningkatkan modal usaha. Pendapatan bersih yang diperoleh dari
hasil kegiatan tersebut diberikan kepada bendahara koperasi Valusere
untuk disimpan di brankas koperasi. Sehingga setiap rapat pergantian
kelompok selalu dihadiri oleh ketua serta bendahara koperasi Valusere
agar melakukan catatan untuk persiapan rapat bulanan.
Salah satu jenis usaha yang dilakukan oleh koperasi Valusere
adalah usaha kios. Jenis usaha ini dilakukan oleh koperasi Valusere
agar meningkatkan modal usaha mereka. LSM Haburas membantu
koperasi Valusere menyediakan barang-barang kios untuk dijual
107
kepada wisatawan yang berkunjung ke pantai Valu dan pulau Jaco.
Usaha kios ini juga membantu para nelayan di sekitar lokasi
penginapan yang membutuhkan. Jenis usaha ini sangat membantu
wisatawan dan para nelayan untuk memenuhi kebutuhan mereka, oleh
karena lokasi wisata pantai Valu dan pulau Jaco berjarak 8 km dari
perumahan penduduk di Tutuala. jenis-jenis barang yang dijual adalah
minuman ringan, aqua, makanan ringan seperti biskuit, rokok,
minuman beralkohol. Masing-masing kelompok memiliki tanggung
jawab yang sama dalam mengelola kios tersebut. Hasil pendapatan
yang diperoleh dari usaha kios disimpang tersendiri sebagai
penambahan modal bagi koperasi Valusere. Penghasilan yang
diperoleh tidak dibagikan kepada anggota kelompok akan tetapi
digunakan untuk membeli kembali barang-barang yang dibutuhkan
dalam peningkatan usaha koperasi Valusere.
Rapat Anggota dan Sistim Pembagian Keuntungan
Anggota koperasi melakukan rapat anggota selama empat kali
setiap satu tahun. Rapat pertama yang dilakukan adalah rapat
mingguan. Rapat ini dilakukan oleh anggota kelompok dengan tujuan
mengadakan handover. Pada rapat ini, struktur dari kelompok yang
telah melakukan kegiatan pengelolaan menyampaikan hasil kerjanya
selama satu minggu kepada struktur koperasi Valusere maupun
struktur kelompok yang akan mengantikan pengelolaan usaha koperasi
Valusere. Pada rapat ini hanya melibatkan struktur kelompok yang
telah mengelola usaha, struktur kelompok yang akan mengantikan
dalam mengelola usaha serta struktur koperasi Valusere. berbagai
permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan usaha dapat
didiskusikan oleh struktur kelompok dengan struktur koperasi
Valusere agar dapat diselesaikan oleh orang-orang yang duduk di
struktur kelompok maupun struktur koperasi.
Rapat anggota koperasi tiap tiga bulan. Rapat ini dilaksanakan
setiap empat kali setahun yakni, pada bulan Maret, Juni, September
108
dan Desember. Rapat yang diadakan setiap tiga bulan melibatkan
semua anggota koperasi Valusere. Agenda rapat adalah melakukan
evaluasi kerja, mengadakan analisis bisnis, membagi keuntungan
kepada seluruh anggota koperasi. Didalam rapat ini, semua anggota
memiliki hak untuk menyampaikan pendapat.
Rapat anggota semesteran yang diadakan dua kali tiap tahun.
Rapat ini direalisasikan setiap bulan April dan bulan Oktober. Agenda
penting yang didiskusikan pada rapat ini adalah melakukan evaluasi
kegiatan usaha koperasi Valusere. Tiap-tiap anggota kelompok
menyampaikan permasalahan maupun kendala yang dihadapi dalam
proses pengelolaan koperasi. Struktur koperasi maupun anggota
koperasi melakukan diskusi bersama untuk mencari solusi bagi
permasalahan maupun kendala yang dihadapi tersebut.
Rapat tahunan untuk anggota koperasi Valusere dilaksanakan
setiap tahun sekali. Rapat dilaksanakan pada bulan Desember sebelum
tanggal 20. Struktur koperasi Valusere menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kegiatan koperasi Valusere. Laporan ini
disampaikan kepada seluruh anggota koperasi secara terbuka atau
transparan baik kegiatan bidang usaha maupun bidang keuangan.
Laporan tersebut juga berupa seluruh proses kegiatan yang telah
berjalan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember tiap
tahun. Seluruh anggota koperasi dapat berpartisipasi aktif dalam
memberikan saran, kritik maupun ide untuk rencana kerja koperasi
pada periode yang akan datang dapat berjalan dengan lancar. Bahasa
yang digunakan dalam rapat adalah bahasa daerah Fataluku sebab
seluruh anggota koperasi Valusere merupakan masyarakat lokal
Tutuala.
Melalui rapat anggota koperasi yang diadakan setiap tiga bulan
sekali dapat dimanfaatkan untuk membagi hasil keuntungan kepada
seluruh anggota koperasi. Pada rapat tersebut anggota koperasi
Valusere memperoleh informasi mengenai hasil pendapatan dari
kegiatan pengelolaan penginapan, restoran dan kios. Anggota koperasi
yang tidak mengerti dan masih ragu mengenai pendapatan yang
109
diperoleh tersebut dapat ditanyakan langsung kepada bendahara umum
koperasi Valusere maupun struktur koperasi. Keputusan untuk
membagi bersarnya pendapatan hasil usaha koperasi melalui rapat
anggota tiap tiga bulan.
Pendapatan yang diperoleh dari usaha penginapan dan usaha
restoran dibagikan kepada anggota koperasi sesuai dengan kewajiban
yang telah dilakukan oleh anggota koperasi dalam mengelola usaha
koperasi Valusere. Kewajiban anggota koperasi adalah kerja rutin yang
telah dilakukan melalui kelompok masing-masing. Para anggota
koperasi yang tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak hadir
dalam mengelola usaha koperasi maka pendapatan yang diperoleh akan
dikurangi sesuai dengan tingkat kehadirannya. Dalam rapat tersebut
masing-masing ketua kelompok melaporkan tingkat kehadiran anggota
kelompoknya. Untuk memotong pendapatan anggota kelompok yang
tidak hadir diputuskan melalui rapat tersebut. Orang-orang yang
berada dalam struktur koperasi maupun anggota biasa memperoleh
pendapatan yang sama atau pembagian hasil usaha sama rata sehingga
tidak ada diskriminasi terhadap anggota koperasi.
Sistem pembagian keuntungan yang dilakukan oleh koperasi
Valusere sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan. Sebelum
membagikan pendapatan tersebut, bendahara koperasi valusere
melaporkan besarnya keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha
koperasi selama periode waktu tiga bulan. Dengan demikian anggota
koperasi akan menyampaikan pendapat secara demokratis dalam rapat
tersebut sehingga dapat menghindari timbulnya konflik. Proses
pembagian keuntungan tersebut dilakukan secara transparan oleh
pengurus koperasi kepada seluruh anggota koperasi yang terlibat.
Jumlah pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha koperasi sebesar
25% disimpan untuk meningkatkan modal usaha koperasi. Keuntungan
yang dibagikan kepada anggota koperasi Valusere sebesar 75%.
Sedangkan hasil pendapatan yang diperoleh dari usaha kios tidak akan
dibagikan kepada anggota koperasi namun disimpan sebagai modal
usaha koperasi Valusere. Seluruh anggota koperasi Valusere
110
memperoleh pendapatan dari usaha pengelolaan penginapan maupun
restoran setiap tiga bulan sekali.
Kegiatan Pemandu Wisata
Masyarakat lokal yang tergabung dalam koperasi Valusere
berasal berbagai latar belakang pendidikan. Mulai dari anggota
koperasi yang tidak berpendidikan, tidak lulus sekolah dasar sampai
dengan mereka yang menyelesaikan pendidikan menengah atas atau
sekolah teknik yang setingkat dengan sekolah menengah atas. Anggota
koperasi Valusere yang memiliki tugas sebagai pemandu wisata
ditentukan melalui rapat anggota koperasi dengan catatan bahwa
mereka yang menyelesaikan sekolahnya di tingkat sekolah menengah
atas atau setingkat. Anggota koperasi memilih mereka yang telah
menyelesaikan sekolah menengah atas untuk pemandu wisata karena
mereka telah belajar bahasa ingris sejak sekolah menengah pertama
sampai dengan sekolah menengah atas.
Anggota koperasi Valusere dalam kerjasamanya dengan LSM
Haburas sejak tahun 2003 telah mengikuti pelatihan dan telah
diajarkan hal-hal yang menyangkut konservasi, ekologi, sejarah dan
sosial budaya masyarakat lokal Tutuala. anggota koperasi yang bertugas
dalam kegiatan pemandu wisata telah memiliki informasi mengenai
lokasi wisata di Tutuala. Berbekal pada pengetahuan yang telah
diajarkan tersebut serta pengetahuan mengenai berbagai sejarah lokasi
wisata di Tutuala, mereka dapat menjadi pemandu wisata maupun
asisten peneliti bagi wisatawan yang melakukan penelitian di wilayah
Tutuala. Dalam melaksanakan tugasnya, pemandu wisata di Tutuala
berada di bawah koordinasi koperasi Valusere.
Jenis pelatihan lain yang dilakukan bagi para pemandu wisata
di koperasi Valusere adalah kursus bahasa ingris. Empat orang anggota
koperasi Valusere yang bertugas sebagai pemandu wisata mengikuti
kursus bahasa ingris di Dili pada tahun 2008 selam tiga bulan. Kursus
tersebut difasilitasi oleh LSM Haburas untuk mempersiapkan anggota
111
koperasi Valusere dalam kegiatan pemandu wisata. Setelah selesai
mengikuti kursus bahasa ingris selama tiga bulan, mereka memperoleh
sertifikat dan sudah bisa berkomunikasi dalam bahasa ingris. Namun
demikian, tiga orang anggota koperasi Valusere selain bapak Mario
yang telah mengikuti kursus tersebut memilih keluar dari anggota
koperasi Valusere karena mereka mendapatkan pekerjaan lain di
distrik Lospalos dan memperoleh pendapatan yang lebih baik
dibandingkan dengan menjadi anggota koperasi Valusere. LSM
Haburas juga mengutus bapak Mario melakukan studi banding di Bali
pada tahun 2009. Pada saat itu LSM Haburas memfasilitasi kelompok
masyarakat lokal di Maubisse dan Maubara untuk melakukan studi
banding di Bali. LSM Haburas membeikan satu jatah kepada anggota
koperasi Valusere untuk mengikuti studi banding tersebut. Karena
bapak Mario yang bekerja sebagai koordinator untuk pemandu wisata
maka koperasi Valusere mengutus beliau mengikuti studi banding agar
dapat menerapkan cara-cara memandu wisatawan di Tutuala.
Kegiatan pemandu wisata yang dilakukan oleh anggota
koperasi adalah mengantar wisatawan berkunjung ke tempat-tempat
sejarah dan tempat wisata. Pemandu wisata menjelaskan seluk beluk
wilayah Tutuala, sejarah, keadaan pantai, budaya, adat dan kebiasaan
masyarakat lokal. Pemandu wisata juga menjelaskan keadaan ekologi,
berbagai jenis kehidupan yang terdapat di Tutuala sampai pada
kehidupan di Pulau Jaco. Wisatawan yang berkunjung ke Tutuala ingin
mengetahui budaya Tutala, sehingga sebagai pemandu wisata memiliki
pengetahuan mengenai budaya masyarakat lokal di Tutuala. Disamping
itu, tempat yang sering di kunjungi oleh wisatawan dan membutuhkan
pemandu wisata adalah gua Iri Kere-Kere. Gua tersebut memiliki jenis-
jenis ukiran yang unik dan menurut cerita nenek moyang bahwa
lukisan tersebut sudah ada sejak ribuan tahun. Lukisan-lukisan tersebut
memiliki maknanya tersendiri berdasarkan cerita dari para leluhur.
Berbagai lukisan yang terdapat di gua tersebut berjarak sekitar tiga
sampai empat meter dari tanah. Potensi wisata lain yang dikunjungi
oleh wisatawan dan membutuhkan jasa pemandu wisata adalah Pulai
Jaco. Pulau tersebut terletak diujung pulau Timor, tidak ada orang yang
112
tinggal di pulau tersebut. Pulau Jaco terdapat berbagai jenis binatang
darat maupun binatang laut. Untuk datang ke Pulau Tutuala maka
membutuhkan transportasi laut berupa campang yang dimiliki oleh
nelayan dan memiliki jarak tempuh sekitar enam sampi dengan
sepuluh menit tergantung dari cuaca. Wisatawan yang berkunjung ke
pulau Jaco dan menggunakan jasa pemandu maka biaya transportasi
untuk pemandu dibayar oleh wisatawan. Pemandu wisata akan
menjelaskan kepada wisatawan mengenai berbagai jenis binatang yang
terdapat di pulau Jaco serta menjelaskan juga kenapa orang tidak bisa
tinggal di Pulau tersebut. Melalui pengalaman dan ketrampilan sebagai
pemandu wisata, mereka terlibat juga dengan kegiatan-kegiatan
penelitian dengan membantu para peneliti yang melakukan penelitian
di Tutuala. Kelompok mahasiswa dari Jepang yang datang berkunjung
ke Tutuala pada tahun 2007 dipandu oleh guide dari anggota koperasi
Valusere. Mereka menjelaskan kepada para mahasiswa tersebut
mengenai keaneka ragaman hayati yang terdapat di Tutuala, sejarah
dari situs yang terdapat di Tutuala serta budaya dan kebiasaan dari
masyarakat lokal Tutuala.
Kegiatan sebagai pemandu wisata membawa manfaat bagi
anggota koperasi. Manfaat yang didapat dari kegiatan guide ini berupa
peningkatan pendapatan sampingan yang meningkat. Selain itu juga
meningkatkan pula pengetahuan dan wacana anggota koperasi tentang
masalah-masalah ekologi dan lingkungan. Pemandu wisata juga merasa
bangga dan senang dapat melakukan interaksi dengan orang asing yang
datang berkunjung ke wilayah mereka. Disamping itu mereka bisa
meningkatkan bahasa inggris melalui interaksi yang dilakukan dengan
para wisatawan yang berkunjung ke wilayah Tutuala.
Pariwisata Berbasis Masyarakat Bagi Kehidupan Masyarakat
Nelayan di Pantai Valu Tutuala
Pada saat Pemerintahan transisi PBB di Timor Leste antara
tahun 2000 sampai dengan tahun 2002, Tutuala hanyalah merupakan
113
sebuah desa tradisional dan masyarakat yang hidup di daerah Tutuala
melakukan kegiatan pertanian dan nelayan secara tradisional.
Penduduk di wilayah ini menggantungkan hidupnya di bidang
pertanian dengan bercocok tanaman serta nelayan menangkap ikan
hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pendapatan
masyarakat lokal di Tutuala dari hasil kegiatan menangkap ikan tidak
stabil karena berbagai permasalahan yang dihadapi. Salah satu masalah
yang dihadapi secara turun temurun adalah bahwa hasil penangkapan
ikan tersebut harus dibawah dari lokasi penangkapan ikan di pingir
pantai Valusere ke Tutuala dengan jarak delapan kilometer. Para
nelayan tersebut membutuhkan waktu antara dua sampai dengan tiga
jam untuk tiba di Tutuala. hasil tangkapan tersebut hanya dijual kepada
penduduk lokal yang tinggal di wilayah Tutuala karena nelayan yang
mau menjual hasil tangkapan ikan tersebut di distrik Lospalos maka
membutuhkan transport publik untuk mengantar ikan tersebut ke
Lospalos. Antara tahun 2000 sampai dengan 2002 jarang sekali terdapat
transport publik dari desa ke kota sehingga ikan yang didapat tersebut
hanya dapat dijual di wilayah Tutuala serta sisanya akan dikonsumsi
maupun dikeringkan dengan sinar matahari agar dapat disimpan dalam
waktu yang lama. Hal ini disebabkan oleh belum adanya penerangan
listrik di wilayah Tutuala. Masalah lain yang dihadapi oleh para
nelayan adalah alat yang digunakan untuk menangkap ikan masih
tradisional. Mereka menggunakan sampan yang terbuat dari pohon
yang besar dan tidak menggunakan mesin motor untuk membantu
sampan tersebut berlayar. Secara tradisional masyarakat nelayan hanya
mendayung sampan tersebut untuk mencari ikan di tengah laut.
Dengan demikian maka jika cuacanya buruk dan gelombang laut tinggi
mengakibatkan para nelayan tidak bisa melaut. Keadaan tersebut
membuat para nelayan tidak memperoleh pendapatan sehingga
kehidupan masyarakat nelayan menjadi terganggu.
Sejak tahun 2002 para nelayan di Tutuala mempunyai inisiatif
sendiri untuk melakukan aktivitas nelayan sambil menjaga keamanan
di pantai Valusere sampai dengan pulau Jaco. Para nelayan tersebut
saling mengorganisir diri sendiri dan membagi tugas untuk melakukan
114
penjagaan keamanan di pantai Valusere Tutuala. Mereka melakukan
penjagaan di pantai Valusere karena ada nelayan dari daerah lain yang
melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah Tutuala.
Disamping itu orang-orang yang melakukan penangkapan ilegal
tersebut juga mencuri barang-barang para nelayan yang disimpang di
pantai Valusere. Biasanya para pencuri tersebut datang melakukan
aktivitas pencurian pada malam hari setelah para nelayang pulang ke
rumah mereka di Tutuala yang berjarak delapan kilometer. Barang
yang pernah dicuri di pantai Valusere adalah motor Jhonson yang
dipakai untuk berlayar beserta sampang. Masyarakat nelayan di
Tutuala merasa kehilangan karena modal utama yang digunakan untuk
mencari nafkah dicuri oleh orang-orang dari wilayah lain. Sejak jaman
nenek moyan secara turun temurun, masyarakat lokal di Tutuala
mayoritas adalah nelayan. Mereka melakukan aktivitas nelayan di
pantai Valusere sampai di Pulau Jaco. Barang-barang kebutuhan
nelayan hanya disimpan di pingir pantai Valusere dan tidak pernah
hilang. Masyarakat lokal di Tutuala mempunyai keyakinan bahwa
pingir pantai dan tempat-tempat sejarah adalah tempat sakral sehingga
barang-barang yang disimpang di pingir pantai Valusere tidak akan
dicuri oleh orang dan jika ada orang yang mencuri barang-barang
mereka maka akan kena karma. Akan tetapi orang-orang dari daerah
lain melakukan penangkapan ilegal di wilayah mereka serta mencuri
barang-barang para nelayang yang disimpang di pinggir pantai
Valusere sehingga masyarakat nelayan di Tutuala secara sukarela
melakukan penjagaan di pantai Valusere. Sejak para nelayan
melakukan penjagaan di pantai Valusere pada tahun 2002 sampai
sekarang tidak ada lagi penangkapan ilegal dari daerah lain maupun
barang-barang dari para nelayan yang hilang.
Sejak jaman nenek moyang masyarakat Tutuala sudah menjadi
nelayan sehingga pada saat ini juga mereka memilih untuk tetap
menjadi nelayan. Profesi ini dipilih oleh masyarakat lokal di Tutuala
karena mereka terbiasa hidup di pantai sehingga memilih bertahan
dengan usaha ini. Masyarakat nelayan di Tutuala juga merasa bahwa
tidak ada lapangan kerja lain yang dapat menampung mereka untuk
115
bekerja mendapatkan penghasilan. Selain itu daerah mereka tidak
cocok untuk melakukan kegiatan pertanian berupa pertanian lahan
basah maupun lahan kering. Para nelayan juga merasa bahwa untuk
melakukan kegiatan pertanian maupun peternakan maka
membutuhkan proses yang panjang agar memperoleh pendapatan.
Sehingga masyarakat memilih usaha nelayan sebagai sumber
pendapatan bagi kehidupan sehari-hari karena mereka merasa bahwa
pada pagi hari mereka melaut maka siang sampai sore hari sudah bisa
pulang ke Tutuala untuk menjual hasil usaha tersebut. Dengan
demikian dalam waktu yang singkat mereka sudah bisa memperoleh
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan lain yang dibutuhkan.
Namun usaha nelayan tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka.
Kegiatan menangkap ikan oleh masyarakat nelayan di Tutuala
merupakan suatu kegiatan yang menjadi matapencaharian dan
sandaran ekonomi keluarga. Kegiatan nelayan dalam menangkap ikan
sangat dipengaruhi oleh cuaca sehingga pada musim-musim tertentu
jika terjadi ombak besar akibat dari angin kencan maka nelayan tidak
dapat melaut. Jika para nelayan tidak melakukan kegiatan melaut,
maka pendapatan masyarakat nelayan menjadi terganggu sehingga
kebutuhan dasar keluarga menjadi terganggu pula. Sehingga mereka
mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan misalnya dengan
cara meminjam barang di kios. Kadang para nelayan tersebut tidak
mendapat pinjaman dari orang lain sehingga mereka berusaha keluar
dari kesulitan yang dihadapi dengan cara mereka sendiri. Para nelayan
di Tutuala melakukan kegiatan menangkap ikan hanya untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Pada saat kebutuhan mereka tidak
terpenuhi maka kehidupan mereka akan terganggu sehingga para
nelayan tersebut mencari alternatif lain atau kerja sampingan agar
meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Alternatif lain yang dilakukan oleh para nelayan di pantai Valusere
adalah dengan menggunakan sampan yang dimiliki tersebut untuk
mengantar para wisatawan berkunjung ke pulau Jaco maupun tempat
lain yang ada di sekitar wilayah Tutuala. Oleh karena para wisatawan
116
yang ingin berkunjung ke pulau Jaco maka transportasi alternatif yang
digunakan adalah transportasi laut berupa sampan yang hanya dimiliki
oleh masyarakat nelayan di daerah tersebut.
Pada akhir tahun 2002, masyarakat nelayan di Tutuala
mendapatkan bantuan sampan beserta motor Jhonson dari pemerintah
pusat. Melalui kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan,
pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat nelayan di
daerah Tutuala. Bantuan tersebut diberikan kepada masyarakat nelayan
di Tutuala karena sejak jaman nenek moyang mereka secara turun
temurun merupakan nelayan. Adapun faktor lain yang mendorong
pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat nelayan di
Tutuala karena ada nelayan dari wilayah lain yang datang mencuri
ikan dengan menggunakan bom (granat) sehingga akan
menghancurkan kehidupan di laut Tutuala. Dengan demikian maka,
pemerintah pusat memberikan bantuan agar masyarakat nelayan di
Tutuala dapat menggunakan bantuan tersebut untuk memenuhi
kebutuhan maupun menjaga wilayah mereka dari orang-orang yang
datang mencuri di daerah Tutuala.
Bantuan dari pemerintah tersebut diberikan kepada masyarakat
nelayan yang telah mendirikan kelompok nelayan sebanyak tujuh
belas kelompok. Para nelayan membentuk kelompoknya masing-
masing serta memilih anggota kelompok sesuai dengan kehendak
mereka. Setiap kelompok mempunyai anggota kelompok terdiri dari
dua sampai dengan empat orang, satu kelompok yang memiliki anggota
duabelas orang. Total anggota kelompok dari masyarakat nelayan dari
tujuh kelompok adalah lima puluh dua orang. Dari tujuh belas
kelompok tersebut memilih saudara Adriano da Costa sebagai ketua
untuk masyarakat nelayan serta saudara Tito da Costa sebagai wakil
ketua. Ketua dan wakil ketua masyarakat nelayan hanya memiliki
tanggung jawab untuk mengorganisir setiap kelompok untuk
melakukan rotasi penjagaan di pantai Valusere. Tiap-tiap kelompok
menerima bantuan berupa sebuah sampan dilengkapi dengan sebuah
motor Jhonson. para nelayan yang menjadi anggota kelompok memiliki
117
tanggungjawab untuk menjaga pantai. Kegiatan untuk melaut dan
mencari ikan tidak diorganisir akan tetapi masing-masing kelompok
dan anggota kelompok memiliki tanggung jawab sendiri untuk
melakukan kegiatan tersebut. Hasil penangkapan ikan adalah milik
pribadi dan dijual atau dikonsumsi sesuai dengan kehendaknya
sehingga hasil pendapatan yang diperoleh dari seorang anggota tidak
dibagikan kepada sesama anggota kelompok. Dengan demikian
masyarakat nelayan tidak memiliki managemen yang baik dalam
menggelola modal yang mereka miliki serta pendapat yang diperoleh
dari hasil kegiatan melaut atau menangkap ikan. Oleh karena
masyarakat nelayan tidak memiliki kemampuan dalam organisasi dan
manajemen maka dari tujuh belas kelompok yang ada berkurang
menjadi tiga belas kelompok. Empat kelompok yang sudah tidak aktif
tersebut disebabkan oleh sampan dan motor Jhonson yang rusak.
Mereka tidak memiliki simpanan kelompok maka terjadinya kerusakan
pada sampan maupun mesin tidak ada dana serta tidak memiliki
simpanan untuk memperbaiki sampan maupun mesin yang rusak. Para
nelayan yang melakukan kegiatan menjaga pantai maupun mencari
ikan bertanggung jawab sendiri terhadap bahan bakar yang digunakan.
Sehingga jika sampan maupun mesin Jhonson rusak maka kelompok
tersebut memilih keluar dan melakukan aktivitas lain karena mereka
tidak dapat menjaga pantai maupun mencari ikan karena tidak ada
dukungan modal.
Masyarakat nelayan yang masih memiliki sampan yang
dilengkapi dengan motor Jhonson selain melakukan kegiatan
menangkap ikan dan menjaga pantai mereka juga memanfaatkan
sampan sebagai alat transportasi laut bagi wisatawan. Dengan adanya
pariwisata di Tutuala memiliki dampak positif bagi kehidupan
masyarakat nelayan. Transportasi laut yang disediakan oleh masyarakat
nelayan bagi wisatawan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
nelayan di Tutuala. Mereka menyediakan jasa transportasi bagi
wisatawan yang berkunjung ke pulau Jaco, melakukan kegiatan
memancing, mengelilinggi pulau jaco serta melakukan perjalanan dari
pantai Valusere ke pantai lain di wilayah Tutuala yang tidak dapat
118
dijangkau dengan transportasi darat dan tersedia pula jasa transportasi
bagi wisatawan yang ingin melakukan perjalanan dari pantai Valusere
menuju ke pantai Com. Tarif yang dikenakan untuk mengantar tamu
ke lokasi wisata di Tutuala maupun pulau Jaco sesuai dengan lokasi
yang akan dikunjunggi oleh wisatawan. Untuk melakukan perjalan dari
pantai Valusere menuju ke pulau Jaco dan balik lagi ke pantai Valusere
maka biaya yang dikenakan sebesar sepuluh dolar per orang. Tarif yang
dikenakan bagi wisatawan yang melakukan kegiatan memancing
diantara pantai Valusere dan pulau Jaco sebesar dua puluh dolar per
orang. Kegiatan memancing yang dilakukan oleh wisatawan tidak
dibatasi oleh waktu sehingga para wisatawan dapat melakukan
kegiatan memancing sepuasnya. Bagi wisatawan yang ingin
berkunjung ke pantai Jhon dengan menggunakan jasa transportasi
nelayan akan dikenakan biaya sebesar dua puluh dolar per orang. Tarif
untuk mengantar wisatawan dari pantai Valusere menuju ke pantai
Com dan kembali lagi ke pantai Valusere sebesar seratus dolar per
orang. Masyarakat nelayan menyediakan jasa transportasi bagi
wisatawan dikenakan tarif per orang dengan demikian walaupun
hanya seorang wisatawan yang membutuhkan transportasi laut akan
dibayar sesuai dengan tarif normal yang telah tersedia. Akan tetapi bagi
para mahasiswa yang berkunjung ke Tutuala dan menggunakan jasa
transportasi untuk berkunjung ke pulau Jaco maka biaya yang
dikenakan adalah sebesar lima dolar per orang.
Sampan yang digunakan oleh para nelayan untuk mengantar
tamu memiliki kapasitas muat sebanyak tujuh sampai dengan sepuluh
orang. Gelombang laut normal maka para nelayan akan mengantar
tamu maksimal tujuh orang bagi wisatawan yang memiliki berat badan
besar dan sepuluh orang untuk wisatawan yang memiliki berat badan
kecil. Akan tetapi jika gelomban laut tinggi maka para nelayan akan
mengantar wisatawan dengan kapasitas antara empat sampai dengan
enam orang. waktu tempuh dari pantai Valusere ke pulau Jaco antara
lima sampai dengan enam menit pada saat gelombang laut normal,
akan tetapi pada waktu gelombang laut tinggi maka waktu tempuh
adalah sepuluh sampai dengan dua belas menit. Khusus untuk
119
mengantar tamu mengelilinggi pulau Jaco maka kapasitas muat hanya
untuk empat orang meskipun gelombang laut normal, waktu yang
dibutuhkan untuk mengelilingi pulau Jaco adalah tiga puluh menit
sampai dengan satu jam. Bagi para wisatawan yang melakukan aktivitas
memancing, para nelayan menggunakan sampan dengan muatan
maksimum empat orang karena membutuhkan empat hingga lima jam
berada di tengah laut untuk memancing.
Sistim yang diterapkan oleh masyarakat nelayan untuk
mengantar wisatawan menuju ke lokasi wisata berdasarkan rotasi
kelompok yang bertugas menjaga pantai. Masyarakat nelayan membagi
tugas kepada masing-masing dua kelompok untuk menjaga pantai
setiap hari minggu malam sampai dengan hari kamis pagi. Pada hari
senin sampai dengan hari rabu, setiap ada tamu yang berkunjung ke
Tutuala dan membutuhkan jasa transportasi laut maka kelompok yang
menjaga pada saat itu yang memiliki hak untuk mengantar tamu. Hasil
pendapatan yang diperoleh pada saat itu adalah mutlak bagi anggota
kelompok yang menyediakan jasa transportasi untuk mengantar tamu.
Pendapatan tersebut tidak dibagikan kepada anggota kelompok yang
lainnya. Anggota kelompok yang bertugas menjaga pantai tetapi tidak
ikut menjaga dan mengantar tamu maka anggota tersebut juga tidak
punya hak untuk memperoleh hasil pendapatan tersebut. Setiap hari
kamis sampai dengan hari minggu, semua anggota nelayan dari tiga
belas kelompok tersebut mempunya hak yang sama untuk menjaga
pantai serta mengantar tamu yang membutuhkan jasa transportasi laut.
Hal ini dilakukan berdasarkan kesepakatan dari semua anggota
kelompok nelayan karena mereka melihat bahwa pada hari kamis
sampai dengan hari minggu banyak wisatawan yang berkunjung ke
Tutuala dan membutuhkan jasa transportasi laut. Kegiatan nelayan
pada hari kamis sampai dengan hari minggu dilakukan secara bersama
dan pendapatan yang diperoleh juga dibagi sama rata bagi semua
anggota kelompok yang hadir pada saat itu. Pendapatan yang diperoleh
dari Kegiatan mengantar tamu mulai dari hari kamis sampai dengan
hari minggu dikumpulkan menjadi satu. Pada hari minggu sore
sebelum pulang ke rumah para nelayan membagikan hasil pendapatan
120
tersebut secara merata. Anggota kelompok nelayan yang tidak hadir
pada hari kamis sampai dengan hari minggu tidak memperoleh
pendapatan. Para nelayan juga memiliki kebebasan untuk
menggunakan sampan mereka untuk mencari ikan pada hari kamis
sampai dengan hari minggu. Hasil dari pada kegiatan melaut dan
mencari ikan tersebut tidak dibagikan kepada sesama anggota akan
tetapi hasil tersebut adalah milik pribadi dan dapat dijual ataupun
dikonsumsi sendiri. Dengan demikian, masyarakat nelayan di Tutuala
yang terbagi dalam tiga belas kelompok tersebut selain menggunakan
sampan untuk melakukan kegiatan mencari ikan dan menjaga pantai,
mereka juga meningkatkan pendapatan ekonomi rumah tangga melalui
penyediaan jasa transportasi laut bagi para wisatawan yang
membutuhkan transportasi untuk melakukan kunjungan ke pulau Jaco,
kegiatan memancing, mengelilinggi pulau Jaco maupun ingin
berkunjung ke pantai lain di sekitar Tutuala yang tidak dapat dijangkau
melalui transportasi darat.
Perkembangan koperasi Valusere di bidang usaha pariwisata
membawa manfaat bagi kehidupan masyarakat nelayan di Tutuala.
Wisatawan yang berkunjung ke Tutuala maupun pulau Jaco melalui
LSM Haburas akan menggunakan sampan yang dimiliki oleh
masyarakat nelayan di pantai Valusere untuk mengantar para
wisatawan tersebut berkunjung ke pulau Jaco. Adapun para mahasiswa
yang melakukan kunjungan studi pariwisata berbasis masyarakat di
Tutuala dan melanjutkan turnya ke pulau Jaco tetap menggunakan jasa
transportasi masyarakat nelayan dengan harga diskon sebesar lima
puluh persen. Pendapatan nelayan dari melaut dan mencari ikan dijual
kepada koperasi Valusere dengan harga yang sedikit lebih tinggi
daripada harga jual bagi masyarakat lokal di wilayah Tutuala. Hasil
penangkapan tersebut juga tidak dibawah lagi dari pantai Valusere ke
Tutuala yang berjarak delapan kilometer akan tetapi melalui
kerjasamanya dengan koperasi Valusere maka hasil penangkapan ikan
tersebut didistribusikan di pantai Valusere melalui koperasi untuk
memenuhi kebutuhan para wisatawan. Dengan adanya koperasi
121
Valusere yang bergerak di bidang pariwisata dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat nelayan Tutuala.
Masyarakat nelayan dalam melakukan kegiatan nelayan
maupun usaha jasa transportasi laut menghadapi hambatan atau
permasalahan. Hambatan utama yang dihadapi pada penyediaan jasa
transportasi bagi wisatawan adalah masalah bahasa. Masyarakat
nelayan yang berada di tiap kelompok hanya satu atau dua orang yang
bisa berbahasa tetun, anggota lainnya hanya bisa berbahasa daerah
(Fataluku). Seluruh anggota kelompok nelayan tidak dapat berbahasa
ingris maupun berbahasa portugis. Wisatawan yang datang ke pantai
Valusere didampinggi oleh orang Timor Leste maka nelayan yang bisa
berbahasa tetum yang akan melayani dan menjelaskan tarif
transportasi maupun tujuan perjalanan wisatawan. Akan tetapi jika
wisatawan asing yang berkunjung sendiri ke pantai Valusere dan ingin
menggunakan jasa transportasi dari masyarakat nelayan maka para
nelayan hanya menunjukkan tarif yang tertera di papan dengan tujuan
perjalanan. Hambatan lain yang dihadapi oleh masyarakat nelayan
dalam mencari ikan dan melaut adalah masalah buaya. Di wilayah
Tutuala pada tahun 2014 buaya sudah menunjukkan keganasannya
dengan memangsa 2 orang penduduk lokal di dekat pantai Valusere
dan pantai Jhon. Terjadinya kasus buaya memangsa penduduk lokal di
Tutuala maka ada anggota nelayan yang takut dan tidak melaut
sehingga pendapatan mereka dari nelayan terganggu. Permasalahan
lain yang dihadapi oleh masyarakat nelayan di pantai Valusere adalah
manajemen pengelolaan usaha. Masyarakat nelayan tidak memiliki
pendidik yang tinggi, para nelayan tersebut sebagian tidak
berpendidikan dan sebagian berpendidikan dengan tingkat pendidikan
yang paling tinggi adalah tamatan sekolah menengah pertama sehingga
mereka tidak memiliki kapasitas untuk mengelola usaha maupun hasil
pemdapatan. Kelompok nelayan tidak memperoleh bantuan pelatihan
manajemen baik dari pemerintah maupun dari Lembaga Swadaya
Masyarakat. Maka dari itu kelompok nelayan tidak memiliki simpanan
sehingga jika terjadi kerusakan pada mesin sampan maupun sampannya
rusak maka kelompok tersebut memilih untuk keluar dari kelompok
122
nelayan karena mereka tidak memiliki modal berupa sampan dan
motor untuk melakukan kegiatan di pantai Valusere.
Kesimpulan
Pariwisata berbasis komunitas bagi masyarakat lokal di Tutuala
membawa harapan baru bagi masyarakat. Masyarakat lokal di Tutuala
dilibatkan secara langsung dalam mengelola usaha-usaha pariwisata di
pantai Valusere, Tutuala secara bersama melalui wadah koperasi.
Keterlibatan masyarakat dalam usaha pariwisata tersebut dimulai sejak
awal perencanaan sampai dengan implementasi kegiatan usaha
pariwisata. Masyarakat yang terlibat dalam koperasi tersebut bersama-
sama melakukan pembangunan fisik yakni pembangunan penginapan,
pembangunan restoran dan kios dan kebutuhan lainnya berupa toilet,
dapur dan penginapan bagi anggota koperasi yang mengelola usaha
pariwisata tersebut. Disamping itu dalam proses pengelolaan usaha
pariwisata juga melibatkan semua anggota koperasi sehingga proses
pengelolaan usaha tersebut dapat berjalan dengan transparan. Jenis-
jenis usaha yang dikelola antara lain, usaha penginapan, usaha restoran,
usaha kios dan pemandu wisata.
Pariwisata berbasis komunitas juga membawa keuntungan
tersendiri bagi masyarakat nelayan yang ada di Tutuala. Dengan
adanya pariwisata dan usaha pariwisata oleh koperasi Valusere maka
pengunjung yang berkunjung ke pantai Valusere dan menginap di
penginapan koperasi Valusere akan menggunakan jasa para nelayan
untuk mengantar tamu berkunjung ke pulau Jaco maupun pantai lain
yang ada di sekitar wilayah Tutuala. disamping itu masyarakat nelayan
juga dapat menjual hasil tangkapan ikan ke koperasi Valusere sebab
sebelum ada usaha koperasi valusere, tidak ada pasar atau konsumen
untuk menjual hasil tangkapan tersebut.
Oleh karena itu, dengan adanya usaha pariwisata di pantai
Valusere masyarakat Tutuala dapat memperoleh keuntungan secara
ekonomi. Dari pendapatan yang diperoleh tersebut, masyarakat dapat
123
menyekolahkan anaknya sampai pada perguruan tinggi. Disamping itu
masyarakat lokal di Tutuala juga dapat membangun rumah yang layak.
Bahkan ada anggota koperasi Valusere yang menggunakan hasil
pendapatan usaha pariwisata untuk mengurus surat dan bekerja di
eropa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha pariwisata berbasis
masyarakat yang dikembangkan oleh LSM Haburas dengan masyarakat
lokal di Tutuala membawa berkah bagi masyarakat lokal di desa
Tutuala.