BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN -...

15
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Manfaat HPGW Manfaat langsung HPGW yang berhasil diidentifikasi adalah manfaat langsung, yaitu: getah pinus, getah kopal, pendidikan lingkungan (kunjungan), kayu bakar, dan air. Saat ini pengelola HPGW memanfaatkan getah pinus, getah kopal, pendidikan lingkungan (kunjungan), dan air. Sedangkan masyarakat sekitar HPGW khususnya Desa Hegarmanah memanfaatkan kayu bakar dan air untuk keperluan sehari-hari. Manfaat tidak langsung yang berhasil diidentifikasi adalah peranan HPGW sebagai penyerap karbon, pencegah erosi, dan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang sangat penting bagi kehidupan. Manfaat bukan kegunaan (non use-value) yang berhasil diidentifikasi adalah manfaat keberadaan dari sebuah ekosistem HPGW yang didalamya terdapat proses ekologis dari komponen biofisik. Kemudian manfaat bukan guna lainnya adalah nilai warisan yang memiliki wujud dari nilai bibit alami yang dapat diwarisi ke generasi/kepengurusan HPGW berikutnya. 5.2 Analisis WTP terhadap Mata Air HPGW Pada penelitian ini responden yang diwawancara sebanyak 50 responden dimana mereka diminta pendapatnya mengenai kesediaan untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan, selain tentang persepsi terhadap adanya penetapan kebijaksanaan pembayaran jasa lingkungan sebagai upaya konservasi mata air dari HPGW. Hal tersebut disebabkan karena terdapat beberapa beberapa responden yang setuju dilakukan upaya konservasi namun tidak bersedia membayar pembayaran jasa lingkungan. Alasan responden yang menjawab bahwa mereka setuju dengan upaya konservasi yang akan dilakukan namun tidak bersedia untuk membayar adalah responden merasa bahwa mereka tidak mempunyai uang lebih untuk jasa lingkungan yang mereka terima dan mereka beranggapan bahwa hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk

Transcript of BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN -...

30

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Manfaat HPGW

Manfaat langsung HPGW yang berhasil diidentifikasi adalah manfaat

langsung, yaitu: getah pinus, getah kopal, pendidikan lingkungan (kunjungan),

kayu bakar, dan air. Saat ini pengelola HPGW memanfaatkan getah pinus, getah

kopal, pendidikan lingkungan (kunjungan), dan air. Sedangkan masyarakat sekitar

HPGW khususnya Desa Hegarmanah memanfaatkan kayu bakar dan air untuk

keperluan sehari-hari.

Manfaat tidak langsung yang berhasil diidentifikasi adalah peranan HPGW

sebagai penyerap karbon, pencegah erosi, dan keanekaragaman hayati

(biodiversity) yang sangat penting bagi kehidupan.

Manfaat bukan kegunaan (non use-value) yang berhasil diidentifikasi adalah

manfaat keberadaan dari sebuah ekosistem HPGW yang didalamya terdapat

proses ekologis dari komponen biofisik. Kemudian manfaat bukan guna lainnya

adalah nilai warisan yang memiliki wujud dari nilai bibit alami yang dapat

diwarisi ke generasi/kepengurusan HPGW berikutnya.

5.2 Analisis WTP terhadap Mata Air HPGW

Pada penelitian ini responden yang diwawancara sebanyak 50 responden

dimana mereka diminta pendapatnya mengenai kesediaan untuk melakukan

pembayaran jasa lingkungan, selain tentang persepsi terhadap adanya penetapan

kebijaksanaan pembayaran jasa lingkungan sebagai upaya konservasi mata air

dari HPGW. Hal tersebut disebabkan karena terdapat beberapa beberapa

responden yang setuju dilakukan upaya konservasi namun tidak bersedia

membayar pembayaran jasa lingkungan. Alasan responden yang menjawab bahwa

mereka setuju dengan upaya konservasi yang akan dilakukan namun tidak

bersedia untuk membayar adalah responden merasa bahwa mereka tidak

mempunyai uang lebih untuk jasa lingkungan yang mereka terima dan mereka

beranggapan bahwa hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk

31

memberikan sedikit anggaran pemerintah untuk melestarikan kualitas dan

kuantitas mata air dari HPGW.

Berdasarkan pendapat responden mengenai kesediaannya untuk membayar

jasa lingkungan terdapat 41 responden (82%). Sedangkan 9 responden (18%)

tidak bersedia membayar jasa lingkungan. Alasan responden yang bersedia

membayar jasa lingkungan adalah adanya upaya konservasi di mata air dari

HPGW maka mereka dapat memanfaatkan jasa lingkungan yang disediakan oleh

mata air tersebut sampai generasi mendatang.

Pendekatan CVM dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis WTP

responden terhadap pembayaran jasa lingkungan yang akan diterapkan di mata air

dari HPGW. Hasil pelaksanaan CVM adalah sebagai berikut:

1. Membangun pasar hipotesis (setting-up the hypothetical market)

Berdasarkan pasar hipotesis yang telah dibangun pada saat penelitian yaitu

situasi hipotetik yang menggambarkan keadaan lingkungan mata air dari HPGW

pada masa mendatang akan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas sehingga

akan dilakukan suatu instrumen ekonomi berupa pembayaran jasa lingkungan

untuk menanggulangi penurunan tersebut, maka responden memperoleh gambaran

tentang situasi hipotetik yang dibangun mengenai upaya perbaikan kualitas dan

kuantitas mata air dari HPGW.

2. Memperoleh nilai WTP (obtaining bids)

Berdasarkan skenario yang ditawarkan pada responden dalam bentuk

kuisioner, diperoleh jawaban pilihan responden terhadap tawaran nilai atas

kesediaan mereka untuk membayar sejumlah uang untuk ikut andil dalam

pembayaran jasa lingkungan.

3. Menghitung dugaan nilai WTP (estimating mean WTP/EWTP)

Dugaan nilai WTP (EWTP) responden dihitung berdasarkan data distribusi

WTP responden. Data distribusi WTP responden dapat dilihat pada Tabel 6.

32

Tabel 6. Distribusi WTP responden masyarakat Desa Hegarmanah

No. Kelas WTP

(Rp/KK/lt)

Frekuensi

(Responden)

Frekuensi

Relatif Jumlah (Rp/lt)

1 0,20 2 0,05 0,01

2 0,30 1 0,02 0,01

3 0,40 3 0,07 0,03

4 0,50 2 0,05 0,02

5 0,70 2 0,05 0,03

6 0,90 1 0,02 0,02

7 1,00 2 0,05 0,05

8 1,10 1 0,02 0,03

9 1,40 2 0,05 0,07

10 1,60 1 0,02 0,04

11 2,30 1 0,02 0,06

12 2,50 2 0,05 0,12

13 2,70 1 0,02 0,07

14 2,90 1 0,02 0,07

15 3,60 1 0,02 0,09

16 9,20 1 0,02 0,22

17 13,20 1 0,02 0,32

18 42,10 1 0,02 1,03

19 47,40 3 0,07 3,47

20 52,60 3 0,07 3,85

21 60,50 1 0,02 1,48

22 63,20 1 0,02 1,54

23 78,90 6 0,15 11,55

24 105,30 1 0,02 2,57

Total 41 1,000 26,73 Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Kelas WTP responden dengan menentukan terlebih dahulu nilai terkecil

sampai nilai terbesar WTP yang ditawarkan responden. Dengan demikian dapat

diperoleh nilai rataan WTP (EWTP) sebesar Rp 26,69/KK/liter.

4. Memperkirakan kurva WTP (estimating bid curve)

Kurva WTP responden berdasarkan nilai WTP responden terhadap jumlah

responden yang memilih nilai WTP tersebut. Gambar 9 dibawah ini menjelaskan

kurva permintaan WTP terhadap pembayaran jasa lingkungan.

33

Gambar 9. Kurva permintaan WTP terhadap pembayaran jasa lingkungan

Berdasarkan dugaan kurva permintaan WTP dapat dihitung surplus

konsumen yang akan diperoleh masyarakat. Surplus konsumen adalah kelebihan

yang diterima responden karena nilai WTP yang diinginkan lebih tinggi daripada

nilai WTP rata-ratanya. Perhitungan surplus konsumen dapat didasarkan pada

rumus:

SK = ∑ (WTPi – P) dimana WTPi > P................................................................(15)

Keterangan:

SK = Surplus konsumen

WTPi = WTP responden ke-i

P = WTP rata-rata

Sehingga surplus konsumen responden terhadap pembayaran jasa

lingkungan mata air HPGW adalah sebesar Rp 16,44/KK/liter.

5. WTP agregat atau total WTP (TWTP)

Nilai total (TWTP) responden dihitung dengan menggunakan rumus (8).

Dari kelas WTP dikalikan dengan frekuensi relatif (ni/N) kemudian dikalikan

dengan populasi dari tiap kelas WTP. Hasil perkalian tersebut kemudian

dijumlahkan sehingga didapatkan total WTP (Rp/liter) oleh responden. Hasil

perhitungan TWTP dapat dilihat pada Tabel 7.

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

0 10 20 30 40 50

WT

P

(Ru

pia

h/l

iter

)

Jumlah Responden (Orang)

WTP

WTP

34

Tabel 7. Total WTP responden masyarakat terhadap mata air dari HPGW

No. Kelas WTP

(Rp/KK/lt)

Frekuensi

(Responden) Populasi Jumlah (Rp/lt)

1 0,20 2 120,93 24,19

2 0,30 1 60,46 18,14

3 0,40 3 181,39 72,56

4 0,50 2 120,93 60,46

5 0,70 2 120,93 84,65

6 0,90 1 60,46 54,42

7 1,00 2 120,93 120,93

8 1,10 1 60,46 66,51

9 1,40 2 120,93 169,30

10 1,60 1 60,46 96,74

11 2,30 1 60,46 139,07

12 2,50 2 120,93 302,32

13 2,70 1 60,46 163,25

14 2,90 1 60,46 175,34

15 3,60 1 60,46 217,67

16 9,20 1 60,46 556,26

17 13,20 1 60,46 798,12

18 42,10 1 60,46 2545,51

19 47,40 3 181,39 8597,90

20 52,60 3 181,39 9541,13

21 60,50 1 60,46 3658,04

22 63,20 1 60,46 3821,29

23 78,90 6 362,78 28623,38

24 105,30 1 60,46 6366,80

Total 41 2479 66.273,95 Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTP dari populasi

adalah sebesar Rp 66.273/liter.

6. Evaluasi pelaksanaan CVM

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh nilai R2 sama dengan

26,9 persen. Penelitian ini berkaitan dengan benda-benda lingkungan yang dapat

mentolerir nilai R2 sampai dengan 15 persen (Mitchell dan Carson, 1989 diacu

dalam Hanley dan Spash, 1993), hal ini karena penelitian ini tentang lingkungan

berhubungan dengan prilaku manusia sehingga nilai R2 tidak harus besar. Oleh

35

karena itu, hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian ini masih dapat diyakini

kebenaran dan keandalannya.

5.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP maka telah

ditetapkan 6 variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen yaitu

kualitas air (KA), tingkat pendidikan (TP), jumlah kebutuhan air (JKA), jumlah

pengguna air (JPA), jarak rumah ke sumber air (JRSA), dan rata-rata pendapatan

(RPDT). Namun setelah diuji oleh beberapa pengujian parameter maka

didapatkan dua variabel yaitu variabel tingkat pendidikan dan jarak rumah ke

sumber air. Hasil analisis nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP

Variabel Koefisien Sig Korelasi

Constant 34,244 0,235 (-)

KA -1,239 0,864 Tidak Berpengaruh Nyata

TP -3,416 0,036 Berpengaruh Nyata**

JKA -0,018 0,158 Tidak Berpengaruh Nyata

JRSA 0.010 0,008 Berpengaruh Nyata*

RPDT 0,0000017 0,755 Tidak Berpengaruh Nyata

JPA 0.164 0,960 Tidak Berpengaruh Nyata

R2 26,90%

F-Statistik 2,084 0,081 Keterangan: * pada taraf kepercayaan 99 persen

** pada taraf kepercayaan 95 persen

Model yang dihasilkan dalam penelitian ini cukup baik. Hal ini ditunjukkan

oleh R2 sebesar 26,9 persen yang berarti 26,9 persen keragaman WTP responden

dapat diterangkan oleh keragaman variabel-variabel penjelas yang terdapat dalam

model, sedangkan sisanya 73,1 persen diterangkan oleh variabel lain yang tidak

terdapat dalam model. Nilai Fhitung sebesar 2,084 dengan nilai Sig sebesar 0,081.

Dalam hal ini menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model secara

bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden terhadap

pembayaran jasa lingkungan yang akan dilakukan pada taraf α = 5 persen. Model

yang dihasilkan ini telah diuji multikoliniear, normalitas, dan heteroskedastitas

dari hasil ketiganya tidak diperoleh suatu pelanggaran.

Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah:

WTPi = 34,244 – 3,416 TP + 0,010 JRSA.

36

Pada model tersebut variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 95 persen

adalah variabel tingkat pendidikan, sedangkan variabel jarak rumah ke sumber air

berpengaruh nyata pada taraf 99 persen. Variabel tingkat pendidikan memiliki

nilai Sig sebesar 0,036 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata

terhadap nilai WTP responden pada taraf α = 5 persen. Nilai koefisien bertanda

negatif (-) berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka justru akan

cenderung semakin rendah nilai WTP yang akan dikeluarkan oleh responden. Hal

ini disebabkan karena responden yang berpendidikan tinggi berpendapat bahwa

kelestarian mata air yang berada di Hutan Pendidikan Gunung Walat menjadi

tanggung jawab pemerintah. Selain itu fasilitas pengairan yang saat ini menjadi

sangat penting untuk diperhitungkan.

Variabel jarak rumah ke sumber air memiliki Sig sebesar 0.008 yang artinya

bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf α

1 persen. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti bahwa semakin jauh

responden dengan mata air dari HPGW maka akan semakin besar nilai WTP yang

akan dikeluarkan oleh responden. Hal ini disebabkan karena responden lebih

memilih menjaga mata air dari HPGW dibandingkan memperoleh jasa lingkungan

di alternatif pengganti mata air tersebut.

5.4 Analisis nilai ekonomi kayu

Untuk menghitung nilai ekonomi kayu dari tegakan di Hutan Pendidikan

Gunung Walat (HPGW) digunakan metode pendekatan langsung yaitu

menggunakan nilai pasar yang berlaku. Potensi HPGW diperkirakan rata-rata

549,5 m3/ha, dengan hasil inventarisasi hutan seperti yang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Inventarisasi HPGW tahun 2010

No. Tegakan Luas (ha) Volume (m3/ha)

1 Damar (Agathis loranthifolia) 125 713

2 Pinus (Pinus merkusii) 100 647

3 Puspa (Schima wallichii) 125 308

Rata-rata 549,5 Sumber: TIF Master Universitas Gottingen (2010)

Nilai ekonomi kayu diperoleh dengan menghitung perkiraan pendapatan

dari hasil hutan kayu merupakan output pengusahaan hutan yang berupa kayu

bulat dikalikan dengan harga jualnya. Dalam analisis ini jenis kayu yang dinilai

37

adalah pinus, damar, dan puspa yang dihargai dengan harga kayu di tegakan.

Harga kayu di tegakan dihitung setelah dikurangi biaya operasional (biaya tebang

dan biaya transportasi dari lokasi tebangan ke pabrik), maka didapatkan harga

tegakan sebesar Rp 400.000/m3 untuk semua jenis kayu. Hal ini berdasarkan

harga pasar lokal untuk tahun 2011 di daerah Sukabumi khususnya di Pabrik

Penggergajian Hamid yang terletak di sekitar HPGW. Luasan jenis damar adalah

125 ha, puspa 125 ha, dan pinus 100 ha. Dengan asumsi bahwa HPGW adalah

hutan tanaman dengan rotasi tanam 30 tahun, maka diperoleh nilai kayu yang ada

adalah Rp 2.034.904.167/tahun. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai kayu pada berbagai jenis kayu di HPGW

No. Jenis Kayu Luas

(ha)

Harga

(Rp/m3)

Volume

(m3/ha)

Nilai Total

(Rp/tahun)

1 Damar (Agathis loranthifolia) 125 400.000 713 950.666.667

2 Pinus (Pinus merkusii) 100 400.000 647 690.133.333

3 Puspa (Schima wallichii) 125 400.000 308 410.666.667

Retribusi 16.562.500

Total 2.034.904.167 Sumber: Data primer diolah (2011)

Nilai kayu tersebut hanya sebagai informasi dan bahan pertimbangan

dalam pengelolaan sumberdaya HPGW karena terkait kebijakan HPGW yang

tidak menebang pohon.

5.5 Analisis nilai ekonomi kayu bakar

5.5.1 Konsumsi kayu bakar

Masyarakat Desa Hegarmanah sebagian besar adalah petani dan buruh tani.

Konsumsi energi utama rumah tangga adalah kayu bakar. Kayu bakar terutama

digunakan untuk keperluan memasak nasi, sayur, lauk pauk, dan air. Proses

menyalakan kayu menjadi bara api, biasanya dibantu minyak tanah. Mahalnya

minyak tanah menyebabkan masyarakat hanya menggunakan daun kelapa atau

pelepah bambu untuk menyalakan kayu menjadi api. Proses menyalakan kayu

menjadi api tidak membutuhkan waktu lama karena kayu yang digunakan

umumnya memiliki kadar air yang rendah. Menurut Budiyanto (2009), konsumsi

kayu bakar tidak hanya dikonsumsi oleh rumah tangga tetapi industri rumah

38

tangga (gula aren, tape, arang, dan batu bata di Desa Cicantayan). Konsumsi kayu

bakar yang digunakan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Konsusmsi kayu bakar rumah tangga

Sumber: Data primer diolah (2011)

5.5.2 Nilai manfaat kayu bakar

Nilai manfaat kayu bakar dihitung melalui pendekatan nilai pasar. Total

konsumsi adalah 354 orang/tahun dengan harga pasar Rp 80.000/m3 maka

didapatkan nilai total kayu bakar adalah Rp 106.147.776/tahun

5.5 Nilai ekonomi getah

Getah yang dihasilkan dari HPGW terdiri atas getah pinus dan getah damar.

Getah tersebut merupakan salah satu andalan pendapatan HPGW. Kegiatan

pemanfaatan getah tersebut memberdayakan 45 – 50 orang masyarakat sebagai

penyadap. Keterlibatan penyadap ini turut memberikan kontribusi signifikan

terhadap iklim sosial yang makin kondusif di HPGW.

Untuk menghitung nilai komoditas getah pinus dan damar digunakan

pendekatan nilai pasar, karena getah tersebut bisa langsung diperjualbelikan.

Umumnya getah pinus disalurkan ke pabrik getah seperti PGT Sindang Wangi di

Bandung, sedangkan getah damar dijual ke pasar bebas. Hasil analisis nilai getah

pinus dan damar dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai getah pinus dan damar

No. Komoditas getah Pendapatan (Rp/tahun)

1 Pinus (Pinus merkusii) 996.692.500

2 Kopal (Agathis loranthifolia) 468.645.000

Piutang 123.000.000

Total 1.588.337.500 Sumber: Laporan keuangan HPGW (2011)

No. DusunRata-rata Volume

(m3/bulan)

Jumlah Pengguna

(orang)

Total Volume

(m3/bulan)

1 Nanggerang 0,2982 87 25,9434

2 Cipeureu 0,6034 58 34,9972

3 Citalahap 0,3766 45 16,947

4 Sampay 0,2387 50 11,935

5 Sindang 0,1379 60 8,274

6 Bojongwaru 0,2772 45 12,474

Total 1,932 345 110,5706

39

Berdasarkan Tabel 13 nilai ekonomi getah pinus adalah Rp 996.692.500

/tahun, sedangkan getah kopal Rp 468.645.000/tahun. Kemudian piutang

perusahaan penerima getah sebesar Rp 123.000.000 pada tahun 2011. Dengan

demikian total nilai ekonomi getah di HPGW adalah Rp 1.588.337.500/tahun.

5.6 Nilai Ekonomi Pendidikan Lingkungan

Pendidikan Lingkungan (environmental edication) adalah suatu proses

untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap

lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya dan

masyarakat yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkah laku,

motivasi, serta komitmen untuk bekerjasama, baik secara individu maupun

kolektif, untuk dapat memecahkan masalah lingkungan saat ini, dan mencegah

timbulnya masalah baru (Unesco 1978).

Nilai ekonomi hutan sebagai sarana pendidikan lingkungan didapatkan dari

laporan keuangan pengelola HPGW pada tahun 2011 sebesar Rp

900.848.800/tahun. Kegiatan pendidikan lingkungan seperti kunjungan universitas

lain, outbond, pertemuan perusahaan, dan kegiatan dalam bidang lingkungan

lainnya.

5.7 Nilai Ekonomi Air

Penilaian ekonomi air rumah tangga menggunakan metode CVM dengan

menanyakan kepada responden dalam kesediaannya membayar (willingness to

pay/WTP). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTP dari populasi

adalah sebesar Rp 66.273/liter. Banyaknya kebutuhan air Desa Hegarmanah

adalah 14.4600,57 liter. Nilai ekonomi air didapatkan dengan mengalikan nilai

total WTP dengan jumlah kebutuhan air Desa Hegarmanah, maka diperoleh nilai

ekonomi air sebesar Rp 958.345.356/bulan atau sebesar Rp 11.500.144.267/tahun.

5.8 Nilai Ekonomi Pencegah Erosi

Nilai ekonomi hutan sebagai pencegah erosi dihitung berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Morgan dan Arens (1989) dalam Yakin (2004),

dampak erosi pada lahan kering untuk usaha tani (on-site) dan luar usaha tani (off-

site) di Pulau Jawa cukup besar. Dengan mengasumsikan bahwa dampak erosi

lahan kering di Pulau Jawa sama dengan dampak erosi apabila terjadi di daerah

Gunung Walat, hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya yang berkaitan

40

dengan lahan kering untuk usaha tani (on-site costs) per hektar berkisar 68 US$,

dan biaya terhadap luar usahatani (off-site costs) mencapai 5-19 US$ per tahun

(World Bank, 1990) dalam (Yakin, 2004). Nilai tersebut berlaku pada tahun 1990,

sehingga nilai saat ini untuk on-site costs per hektar berkisar 135 US$, dan biaya

terhadap off-site costs mencapai 10 – 38 US$ karena pengaruh inflasi dengan

asumsi sebesar 6,5% per tahun. Nilai ekonomi hutan sebagai pencegah erosi

dengan menggunakan nilai 1 US$ = Rp 9.000, maka diperoleh biaya:

1. On-site costs = Rp 9.000 x 135 US$ = Rp 1.215.000

2. Off-site costs = Rp 9.000 x 24 US$ = Rp 216.000

Dari perhitungan di atas, maka diperoleh biaya pencegahan erosi apabila ada

HPGW adalah sebesar Rp 1.431.000/ha/tahun. Dengan demikian, nilai ekonomi

pencegah erosi dari HPGW adalah sebesar Rp 513.729.000/tahun dalam luasan

sebesar 359 hektar.

Nilai ekonomi ini dapat dibenarkan, karena menurut beberapa keterangan

masyarakat dan sejarah berdirinya HPGW, sebelum adanya HPGW (sebelum

sekitar 1960-an) lahan yang ada berupa tanah kosong dan gersang. Banyak

masyarakat dan mahasiswa kehutanan yang menanam pohon untuk menutupi

kekosongan dan kegersangan lahan yang ada.

5.9 Nilai Ekonomi Penyerap Karbon

Besarnya kemampuan hutan sebagai penyerap karbon dicerminkan oleh

besarnya volume biomassa dari hutan tersebut. Perhitungan nilai hutan sebagai

penyerap karbon berdasarkan informasi nilai karbon untuk seluruh areal pada

setiap tahunnya digunakan standar sebagai berikut:

1. 1 ton karbon bernilai 10 US$ (ITTO & FRIM, 1994);

2. Berat jenis kayu tropika alam adalah rata-rata 560 kg/m3 (ITTO & FRIM,

1994, digunakan World Bank, 1992);

3. Berat karbon dalam 1 kg kayu kering adalah sekitar 0,5 kg (ITTO & FRIM,

1994);

4. 1 m3 biomassa = 0,28 ton karbon (Roslan & Woon, 1993).

Nilai ekonomi hutan sebagai penyerap karbon dihitung berdasarkan

biomassa yang masih utuh (belum membusuk/terurai). Karena HPGW merupakan

areal yang kayunya tidak ditebang maka diasumsikan biomassa kayu tetap berada

di hutan kecuali kayu yang digunakan masyarakat untuk kayu bakar.

41

Berdasarkan umur pohon-pohon yang ada di HPGW dapat diasumsikan pula

bahwa HPGW telah mencapai kondisi hutan primer, yang menurut Brown dan

Pearce (1994) mengandung karbon 283 tonC/ha. Potensi kayu yang ada di HPGW

adalah 528 m3/ha, dan kayu bakar masyarakat 5,27 m

3/ha maka kandungan karbon

yang ada di HPGW adalah 146,36 tonC/ha. Dengan demikian nilai serapan karbon

yang ada di HPGW sebesar Rp 472.889.160/tahun. Perhitungan selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 4.

5.10 Nilai Keanekaragaman Hayati

Manfaat pilihan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dalam penelitian

ini dihitung berdasarkan nilai manfaat keanekaragaman hayati (biodiversity) yang

ada. Berdasarkan keadaan alamiahnya, HPGW termasuk ke dalam hutan

sekunder, artinya sudah ada campur tangan manusia dalam pengelolaan hutan.

Nilai manfaat keanekaragaman hayati hutan sekunder adalah sebesar US $

32,5/ha/tahun apabila keberadaan hutan tersebut secara ekologis penting dan tetap

terpelihara relatif alami (Ministry of State for Population and Environment, 1993)

dalam (Wildayana 1999). Dengan asumsi inflasi sebesar 6,5% per tahun, nilai

manfaat keanekaragaman hayati adalah US S 100/ha/tahun. Nilai ekonomi

manfaat diperoleh dengan mengalikan keanekaragaman hayati per hektar per

tahun dengan seluruh luasan HPGW yang ada. Menggunakan nilai kurs 1 US $ =

Rp 9.000, maka diperoleh nilai ekonomi manfaat keanekaragaman hayati sebesar

Rp 3.231.000.000/tahun atau sebesar Rp 9.000.000/ha/tahun.

5.11 Nilai keberadaan

Nilai keberadaan Hutan Pendidikan Gunung Walat dihitung berdasarkan

pendekatan biaya pengganti, untuk menentukan biaya yang harus ditanggung

masyarakat untuk mengganti aset yang telah rusak atau menyusut jumlahnya.

Biaya penggantian digunakan sebagai pendekatan nilai dari manfaat untuk

menghindari kerusakan yang terjadi atau yang akan terjadi di masa depan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Sumber Daya Alam (2009), biaya

pemulihan ekologi hutan per hektar per tahun sebesar Rp 101.165.000 sehingga

untuk melakukan pemulihan ekologi hutan seluas 359 Ha adalah sebesar Rp

36.318.235.000/tahun. Rincian biaya total pemulihan ekologi per hektar per tahun

dapat dilihat pada Tabel 13.

42

Tabel 13. Biaya total pemulihan ekologi hutan per hektar per tahun

Sumber: Lembaga Sumber Daya Alam (2009)

5.12 Nilai warisan

Nilai warisan yang diduga adalah melalui pendekatan nilai yang berasal dari

bibit alami di HPGW karena nilai warisan adalah nilai yang dapat diberikan oleh

pengelola HPGW terhadap sumberdaya alam yang ada di HPGW, agar tetap utuh

untuk diberikan kepada generasi akan datang/kepengurusan pengelola HPGW

berikutnya.

Bibit alami yang akan dinilai dalam penelitian ini adalah bibit/anakan

agathis (Agathis loranthifolia), pinus (Pinus merkusii), dan puspa (Schima

wallichii). Diperkirakan potensi bibit/anakan adalah 200 batang per hektar yang

layak dijadikan bibit alami (Roslinda 2002).

Untuk penilaian ekonomi bibit alami ini digunakan metode pendekatan

langsung (nilai pasar). Biaya yang dikeluarkan pengelola berupa polybag, pupuk,

dan upah adalah Rp 900 per bibit, dimana upah untuk masyarakat yang

mengerjakan adalah Rp 400 per bibit. Harga jual bibit alami ini berkisar antara Rp

2.500 – Rp 4.500 per polybag.

Dengan menganggap produksi bibit anakan adalah 200 batang per hektar,

maka potensi bibit alami adalah 200 x 359 = 71.800 batang per tahun. Biaya yang

harus dikeluarkan untuk 71.800 batang adalah sebesar Rp 64.620.000. bila rata-

rata harga bibit adalah Rp 4.000, berarti nilai warisan dari bibit alami adalah Rp

4.000 x 71.800 - Rp 64.620.000 = Rp 222.580.000 per tahun. Dimana kontribusi

yang bisa diberikan kepada masyarakat yang mengerjakannya adalah Rp

28.720.000 per tahun.

No. Rincian Biaya Jumlah (Rp) Penelitian

1 Biaya pembuatan reservoir 40.500.000 (-)

2 Pengatur tata air 22.810.000 Maman (1999)

3 Pembentukan tanah 500.000 Maman et al (1998)

4 Pendaur ulang unsur hara 4.610.000 Pangestu dan Ahmad (1998)

5 Pengurai limbah 435.000 Pangestu dan Ahmad (1998)

6 Pelepasan karbon 32.310.000 Winda (2003)

Total 101.165.000

43

5.13 Nilai Ekonomi Total Hutan Pendidikan Gunung Walat

Berdasarkan hasil kuantifikasi nilai ekonomi dari setiap manfaat Hutan

Pendidikan Gunung Walat per tahun, maka nilai ekonomi total hutan tersebut

dapat diperoleh sebesar Rp 54.853.911.503/tahun.. Nilai ekonomi total HPGW

dapat dilihat pada Tabel 14 dibawah ini.

Tabel 14. Nilai ekonomi total Hutan Pendidikan Gunung Walat

No. Jenis Manfaat Nilai Ekonomi (Rp/tahun) Persentase (%)

1 Kegunaan Langsung

Nilai Kayu* (2.034.904.167) (3,58)

Nilai Kayu Bakar 106.147.776 0,19

Nilai Getah 1.588.337.500 2,79

Nilai Pendidikan Lingkungan 900.848.800 1,58

Nilai Air 11.500.144.267 20,22

2 Kegunaan Tidak Langsung

Nilai Penyerap Karbon 472.889.160 0,83

Nilai Pencegah Erosi 513.729.000 0,90

Nilai Keanekaragaman Hayati 3.231.000.000 5,68

3 Bukan Kegunaan

Nilai Keberadaan 36.318.235.000 63,84

Nilai Warisan 222.580.000 0,39

Nilai Ekonomi Total 54.853.911.503 Sumber: Hasil perhitungan data primer (2011)

Tabel 15 diatas menunjukkan bahwa nilai ekonomi manfaat langsung

terdiri atas nilai kayu, nilai kayu bakar, nilai pendidikan lingkungan, dan nilai

getah. Jika dijumlahkan maka total nilai langsung (direct use value) sebesar Rp

14.095.478.343/tahun. Nilai ekonomi manfaat tidak langsung (indirect use value)

sebesar Rp 4.217.618.160/tahun. Hasil perhitungan ini membuktikan bahwa

HPGW memiliki nilai ekonomi juga memiliki nilai hidrologi yang jika ditaksir

nilainya secara ekonomi memiliki nilai yang sangat tinggi. Dengan menjumlahkan

antara nilai ekonomi manfaat langsung dan nilia ekonomi manfaat tidak langsung

diperoleh nilai ekonomi manfaat kegunaan (use value) HPGW sebesar Rp

18.313.096.503/tahun.

Tabel 15 di atas juga memperlihatkan bahwa nilai ekonomi manfaat

keberadaan adalah sebesar Rp 36.318.235.000/tahun dan nilai manfaat warisan

adalah sebesar Rp 222.580.000/tahun. Dengan menjumlahkan antara nilai mnfaat

keberadan dan nilai manfaat warisan, maka diperoleh nilai ekonomi manfaat

44

bukan kegunaan (non use value) Hutan Pendidikan Gunung Walat sebesar Rp

36.540.815.000/tahun.

Nilai ekonomi total HPGW diperoleh dengan menjumlahkan antara nilai

ekonomi kegunaan dan nilai ekonomi bukan kegunaan HPGW. Dari perhitungan

diperoleh nilai ekonomi total HPGW sebesar Rp 54.853.911.503/tahun.