Mendesain Rumah Sederhana dengan Google SketchUp _ Goresan Pena.pdf
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · disebabkan seperti goresan, pemotongan...
Transcript of BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · disebabkan seperti goresan, pemotongan...
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Inventarisasi Pohon Tepi Jalan dr. Semeru
Inventarisasi pohon dilakukan pada pohon penyusun tepi jalan dr. Semeru.
Hasil inventarisasi berupa jumlah jenis dan individu pohon (Lampiran 9), kelas
diameter pohon dan kelas tinggi pohon. Hasil inventarisasi pohon tersebut seperti
yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah jenis dan individu pohon tepi jalan dr. Semeru
No Nama Jenis Jumlah Individu 1 Beringin (Ficus benjamina) 9 2 Cemara (Aracauria sp.) 1 3 Sempur ( Dillenia sp ) 2 4 Ki copong (Secropia sp.) 9 5 Ki acret (Spathodea campanulata) 1 6 Kenari (Canarium commune) 338 7 Ki hujan (Samanea saman) 2 8 Kupu-kupu (Bauhinia purpurea) 1 9 Lame (Alstonia scholaris) 1
10 Mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni) 35 11 Mangga (Mangifera indica) 2 12 Nangka (Artocarpus sp.) 2 13 Pinus (Pinus mercusii) 1 14 Randu (Ceiba petandra) 1 15 Sengon (Paraserianthes falcataria) 1
Total 406
Pada kelas diameter, pohon diklasifikasikan berdasarkan kelas diameter per
10 cm diameter. Kelas diameter dimulai pada kelas kurang dari 10 cm (< 10 cm),
kelas 10-20 (cm) hingga kelas lebih dari 100 cm (>100) (Gambar 10).
24
Gambar 10 Jumlah individu pohon per-kelas diameter.
Inventarisasi pada kelas tinggi pohon diklasifikasikan berdasarkan tinggi
pohon per 5 m tinggi. Kelas tinggi dimulai dari 0-5 m, 5-10 m, hingga 20-25 m
(Gambar 11).
Gambar 11 Jumlah individu pohon per-kelas tinggi.
25
Berdasarkan metode Forest Health Monitoring (FHM) yang digunakan,
pohon yang sehat (tidak ada gejala kerusakan) dan mati tidak termasuk dalam
pengamatan, karena tidak termasuk kategori pohon yang mengalami kerusakan.
Namun, pohon tersebut tetap dicatat dalam pengambilan data sebagai
perbandingan antara jumlah pohon yang mengalami dan tidak mengalami
kerusakan di lokasi penelitian. Hasil pengamatan yang dilakukan pada 15 spesies
(406 individu) terdapat 14 spesies (371 individu) atau 91,38% dari total individu
yang mengalami kerusakan. Pada 14 spesies pohon (371 individu) diperoleh
91,60% pohon di lokasi penelitian mengalami kerusakan (Tabel 4). Persentase
hasil inventarisasi pohon yang mengalami kerusakan dari total pohon yang ada
seperti disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Persentase pohon yang mengalami kerusakan
No Jenis Pohon yang Ada
Pohon Rusak Persentase (%)
1 Beringin (Ficus benjamina) 9 9 100 2 Cemara (Aracauria sp.) 1 1 100 3 Ki copong (Secropia sp.) 9 9 100 4 Kenari (Canarium commune) 338 306 91 5 Ki acret (Spathodea campanulata) 1 1 100 6 Ki hujan (Samanea saman) 2 2 100 7 Kupu-kupu (Bauhinia purpurea) 1 1 100 8 Lame (Alstonia scholaris) 1 1 100 9 Mahoni daun kecil (Swetenia mahagoni) 35 35 100 10 Mangga (Mangifera indica) 2 2 100 11 Nangka (Artocarpus sp.) 2 1 50 12 Pinus (Pinus mercusii) 1 1 100 13 Randu (Ceiba petandra) 1 1 100 14 Sempur (Dillenia sp.) 2 1 50
Total 405 371 91,60
5.2 Lokasi Kerusakan pada Pohon
Berdasarkan pengamatan diperoleh sebanyak 709 lokasi kerusakan yang
tercatat dan tersebar pada 4 (empat) sub-jalur pengamatan (Lampiran 10). Lokasi-
lokasi kerusakan tersebut seperti disajikan pada Tabel 5.
26
Tabel 5 Lokasi kerusakan pohon pada 4 (empat) sub-jalur di sepanjang jalur hijau jalan dr. Semeru Lokasi Kerusakan A B C D Total
Akar dan tunggak 26 33 50 35 144 Akar dan batang bagian bawah 24 33 21 32 110 Batang bagian bawah 14 24 22 28 88 Batang tengah bagian bawah dan atas 27 16 12 16 71 Bagian atas batang 13 10 9 13 45 Batang tajuk 6 14 9 7 36 Cabang 42 38 39 66 185 Kuncup dan tunas 0 1 4 1 6 Daun 3 6 2 13 24
Total 155 175 168 211 709 Keterangan: A) Sub-jalur Semeru A (sebelah kanan Balai Pengobatan Waskita-pintu gerbang RS. Karya Bakti) B) Sub-jalur Semeru B (sebelah kiri Balai Pengobatan Waskita-pintu gerbang RS. Karya Bakti) C) Sub-jalur Semeru C (sebelah kanan pintu gerbang RS. Karya Bakti-Puslitbang Gizi) D) Sub-jalur Semeru D (sebelah kiri pintu gerbang RS. Karya Bakti-Puslitbang Gizi)
Lokasi kerusakan yang paling banyak terjadi saat pengamatan adalah
kerusakan pada cabang yaitu sebesar 185 kasus (26%). Kerusakan yang dialami
adalah cabang patah. Lokasi kerusakan terbanyak berikutnya adalah bagian akar
dan tunggak yaitu sebanyak 144 (20%) lokasi kerusakan. Persentase keseluruhan
lokasi kerusakan yang diamati berdasarkan metode ini seperti disajikan pada
Gambar 12.
Gambar 12 Persentase lokasi kerusakan yang terjadi di jalan dr. Semeru
berdasarkan metode FHM.
27
Berdasarkan metode ini (FHM) lokasi kerusakan yang memiliki prioritas
tertinggi adalah akar (lokasi 1) kemudian akar dan batang bagian bawah (lokasi
dua), dan seterusnya hingga lokasi terakhir yang memiliki lokasi terendah yaitu
daun (lokasi 9). Nuhamara et al. (2001) menjelaskan bahwa lokasi kerusakan yang
diperoleh merupakan ancaman yang berbahaya bagi kehidupan jangka panjang
(long-term survival) suatu pohon. Hal ini berdasarkan pada fungsi fisiologi akar,
batang dan cabang pendukung daun serta tajuk pohon memiliki peranan penting
yang dimiliki oleh masing-masing bagian.
Pohon memiliki 3 (tiga) stuktur bagian utama yaitu akar, batang dan tajuk.
Masing-masing bagian pohon tersebut memiliki fungsi penting dan khusus dalam
pertumbuhan pohon dan penyesuaian diri terhadap semua faktor lingkungan. Akar
berfungsi untuk menyerap air dan nutrisi dari dalam tanah kemudian dikirimkan
ke batang dan daun, membentuk perakaran kuat yang berguna untuk dasar kokoh
berdirinya pohon. Selain itu juga akar juga berfungsi sebagai tempat cadangan
makanan seperti halnya batang dan daun. Batang memiliki beberapa fungsi seperti
sebagai alat tranportasi utama dalam penyaluran hasil metabolisme dari daun ke
seluruh bagian pohon hingga akar (phloem) dan penyaluran air serta nutrisi dari
akar hingga ke batang dan daun (xylem). Sedangkan tajuk yang disusun oleh
cabang dan daun berfungsi sebagai pabrik pembuatan atau metabolisme makanan
melalui proses fotosintesis yang terjadi pada daun. Hasil metabolisme tersebut
kemudian diedarkan ke seluruh bagian pohon untuk tumbuh dan berkembang
(Bernatzky 1978).
Kerusakan yang terjadi pada ketiga lokasi bagian utama pohon tersebut
menyebabkan terganggunya fungsi penting dari masing-masing bagian pohon.
Akibatnya pertumbuhan pohon menurun sehingga menyebabkan kerusakan yang
berujung pada kematian suatu pohon. Kerusakan atau kematian pohon di tepi jalan
ini merugikan dan berbahaya bagi pengguna jalan seperti pada pohon yang rawan
tumbang dan panasnya jalan akibat kematian beberapa pohon penyusun jalan. Pada
lokasi pengamatan diperoleh total kerusakan yang terjadi di 3 (tiga) bagian utama
pohon seperti yang disajikan pada Tabel 6.
28
Tabel 6 Jumlah lokasi kerusakan yang terjadi pada 3 bagian utama pohon (akar, batang dan tajuk)
Bagian Pohon Lokasi Kerusakan* Jumlah Total
Akar Akar dan tunggak 144 254 Akar dan batang bagian bawah 110
Batang Batang bagian bawah 88
204 Bagian bawah dan bagian atas batang 71 Bagian atas batang 45
Tajuk
Batang tajuk 36
251 Cabang 185 Kuncup dan tunas 6 Daun 24
Total 709 *) lokasi kerusakan berdasarkan metode FHM
5.2.1 Akar
Pada 3 (tiga) bagian utama pohon, akar memiliki total lokasi kerusakan
terbanyak sebesar 254 lokasi kerusakan. Pada saat pengamatan kerusakan akar
lebih banyak terjadi karena luka yang disebabkan oleh manusia. Luka ini
disebabkan seperti goresan, pemotongan pada akar pada proyek pembuatan
saluran air serta luka pembakaran yang menyebabkan luka bakar pada akar. Luka
inilah yang menyebabkan infeksi penyakit masuk sehingga terjadi kerusakan atau
kematian pada akar. Kerusakan ini sering dijumpai di lokasi pengamatan dan
merupakan faktor penyebab lapuk atau keroposnya akar dan tunggak. Haris et al.
(2004) menjelaskan bahwa akar berdasarkan fungsi mekanik, berfungsi sebagai
jangkar untuk berdiri tegaknya suatu pohon, sehingga dengan rusak dan matinya
akar akan membahayakan kestabilan tegaknya pohon. Hal inilah yang
menyebabkan ancaman terhadap potensi pohon untuk tumbang.
29
(a) (b)
Gambar 13 Kerusakan pada lokasi akar. a) Tunggak yang lapuk; b) Akar yang lapuk.
5.2.2 Batang
Pada batang, diperoleh sebanyak 204 total lokasi kerusakan yang terjadi.
Jumlah lokasi kerusakan ini paling kecil dibandingkan dengan akar (254) dan
tajuk (251). Kerusakan yang terjadi di lokasi pengamatan disebabkan oleh
beberapa sebab seperti batang pohon sebagai tempat pemasangan plakat, spanduk,
tempat duduk dengan menggunakan paku atau kawat besi, luka bacokan/goresan,
kemudian kerusakan diperparah dengan invasi mikroba perusak seperti jamur
penyakit. Luka pada lokasi kerusakan merupakan tempat masuk mikroba perusak
atau penyakit sehingga menyebabkan lapuk pada batang melalui mekanisme
pelapukan yang dilakukan oleh jamur penyakit atau organisme lainnya.
(a) (b)
Gambar 14 Kerusakan pada lokasi batang. a) Luka batang karena goresan benda tajam; b) Batang mengeluarkan cairan akibat luka (eksudasi).
30
Penyakit pada batang diduga merupakan interaksi antara hama, jamur
patogen dan perubahan fisiologi dari tanaman itu sendiri (Rahayu 1999). Pada saat
pengamatan bagian batang yang sudah lapuk terdapat semut dan rayap yang
bersarang pada bagian tersebut. Hal ini juga merupakan salah satu faktor
penyebab lebih parah dan meluasnya lokasi kerusakan pada batang, selain faktor
lain yaitu proses pelapukan yang dilakukan oleh jamur patogen di dalamnya.
5.2.3 Tajuk
Setelah lokasi kerusakan pada akar, lokasi kerusakan terbanyak berikutnya
adalah kerusakan pada tajuk yaitu total sebesar 251 lokasi kerusakan. Sebagian
besar lokasi kerusakan ini terjadi pada percabangan (lokasi 7) yang mengalami
patah dan mati yaitu sebesar 185 (73,71%) dari total 251 lokasi pada tajuk yang
terjadi. Lokasi kerusakan pada cabang (lokasi 7) ini merupakan lokasi kerusakan
yang paling banyak terjadi dari semua lokasi kerusakan mulai dari akar (lokasi 1)
sampai lokasi akhir yaitu daun (lokasi 9). Patah dan mati pada cabang terjadi oleh
beberapa faktor seperti angin pada saat hujan turun dan rusaknya cabang karena
terinfeksi oleh jamur penyakit atau terserang hama sehingga cabang cenderung
lemah dan mudah patah.
(a) (b)
Gambar 15 Kerusakan pada lokasi tajuk. a) Batang tajuk mati karena yang terinfeksi jamur penyakit; b) Cabang patah karena angin.
Selain itu, kerusakan pada tajuk juga terjadi karena percabangan yang
berlebihan (excessive end weight). Menurut Haris et al. (2004) gejala kerusakan
pada cabang seperti percabangan yang berlebihan (excessive end weight),
kebusukan pada cabang (decay) dan lemahnya sistem percabangan akan
31
mengakibatkan kerusakan serta tumbangnya suatu pohon. Pada saat pengamatan
banyak dijumpai cabang patah dan mati yang berjatuhan di sepanjang jalan dr.
Semeru. Hal ini dikarenakan lebar rata-rata tajuk pohon di jalan dr. Semeru
melebar hingga jalan (Lampiran 8). Jatuhnya ranting atau cabang ini mengancam
keselamatan pengguna jalan.
(a) (b)
Gambar 16 Cabang patah dan mati yang jatuh. a) Cabang kering; b) Cabang basah.
5.3 Tipe Kerusakan pada Pohon
Tipe kerusakan pohon yang diperoleh di Jalan dr. Semeru sebanyak 709
kasus (Lampiran 10). Tipe kerusakan tersebut seperti disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Tipe kerusakan pohon pada 4 (empat) sub-jalur di sepanjang jalur hijau jalan dr. Semeru
Tipe Kerusakan A B C D Total Kanker, gall 46 46 34 43 169 Heart rot, tubuh buah, indikator lapuk 19 20 38 32 109 Luka terbuka 15 13 24 22 74 Resinosis, gumosis 5 8 6 6 25 Batang/akar patah (<0,91m) 3 1 7 12 23 Brum pada akar/batang 20 28 9 11 68 Akar terluka/mati (>0,91m) 1 5 6 4 16 Mati ujung 5 12 5 5 27 Cabang patah/mati 11 21 26 58 116 Brum pada pada cabang/daerah dalam tajuk 27 14 7 5 53 Tunas/daun rusak 3 7 6 13 29 Warna daun berubah 0 0 0 0 0
Total 155 175 168 211 709 Keterangan : A) Sub-jalur Semeru A (sebelah kanan Balai Pengobatan Waskita-pintu gerbang RS. Karya Bakti) B) Sub-jalur Semeru B (sebelah kiri Balai Pengobatan Waskita-pintu gerbang RS. Karya Bakti)
C) Sub-jalur Semeru C (sebelah kanan pintu gerbang RS. Karya Bakti-Puslitbang Gizi) D) Sub-jalur Semeru D (sebelah kiri pintu gerbang RS. Karya Bakti-Puslitbang Gizi)
32
Pada tipe kerusakan ini, kanker atau gall merupakan kerusakan yang paling
banyak terjadi sebanyak 169 kasus atau 23,84%. Sedangkan untuk tipe kerusakan
paling sedikit tercatat adalah akar terluka/mati (>0,91 m) sebanyak 16 kasus atau
2,26%. Tipe kerusakan yang berupa daun berubah warna tidak dijumpai pada saat
pengamatan. Hanya daun rusak berupa daun berlubang yang dijumpai. Berikut
adalah persentase semua tipe kerusakan yang diperoleh pada saat pengamatan :
Gambar 17 Persentase tipe kerusakan pohon jalan dr. Semeru.
5.3.1 Tipe kerusakan kanker, gall
Tipe kerusakan kanker yang terjadi pada pohon jalur hijau jalan dr. Semeru
sebanayak 169 kasus atau 23,84% dari total 709 kasus tipe kerusakan. Hal ini
menunjukan bahwa kanker merupakan tipe kerusakan terbesar yang dijumpai pada
saat pengamatan. Menurut Haris et al. (2004) kanker merupakan kerusakan pada
pohon yang disebabkan oleh invasi sejumlah jamur pada bagian akar, batang dan
cabang pohon. Serangan ini dilakukan dengan cara mematikan jaringan pada
bagian pohon yang terinfeksi mulai dari kulit, kambium hingga ke dalam bagian
kayu.
33
Berdasarkan metode FHM kanker merupakan salah satu tipe kerusakan yang
paling parah yang menyerang bagian pohon. Kanker merupakan kerusakan yang
menyerang bagian akar, batang dan cabang. Kerusakan ini menyebabkan kematian
kulit kambium dan diikuti dengan kematian kayu di bawah kulit. Kemudian lokasi
kematian kayu tersebut oleh agen tertentu akan menyebabkan jaringan yang rusak
menjadi lebih luas dan lebar (Alexander & Barnard 1995).
Gejala kanker yang diamati di lapangan berupa kematian pada kulit atau
bagian pohon tertentu secara lokal dan terlihat bagian pinggir menebal sehingga
seakan-akan bagian luka tenggelam (cenderung ke dalam) dan letaknya lebih
rendah daripada sekelilingnya. Rahayu (1999) menjelaskan tentang gejala lanjut
dari kanker ini berupa membengkaknya bagian batang disertai dengan pecahnya
jaringan kayu dan keluarnya cairan berwarna putih kental pada bagian yang
terluka. Secara visual kerusakan ini dapat terlihat dengan adanya ciri-ciri seperti
bagian yang mati mengering, memiliki batas yang jelas, mengendap dan pecah-
pecah (Semangun 1996). Sebagai contoh (Gambar 18), kanker yang menyerang
pada mahoni (Swietenia mahagoni) dan kenari (Canarium commune).
(a) (b)
Gambar 18 Tipe Kerusakan kanker. a) Pada mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni), b) Pada kenari (Canarium commune).
Kerusakan ini disebabkan oleh jamur patogen yang menginfeksi bagian
pohon. Jamur penyebab kanker seperti jamur Nectria sp. (Suharti & Erdy 1989
diacu dalam Rahayu 1999). Selain itu, terdapat juga jamur Cytospora sp. yang
bersifat parasit fakultatif yang muncul pada jaringan yang mengalami kanker
dengan membentuk piknidia kecil berwarna hitam. Parasit fakultatif adalah sifat
34
suatu organisme yang hidup dari bahan organik yang mati (saprofit) dan akan
hidup sebagai parasit karena inangnya cocok bagi organisme tersebut.
Jamur Cytospora sp. mulai terlihat dari cabang pohon bagian bawah dan
lama kelamaan berkembang ke seluruh pohon yang berujung pada kematian
pohon (Marks 1982 diacu dalam Rahayu 1999). Gejala kanker biasanya
berasosiasi dengan serangga perusak (hama) yang membuat lubang atau tempat
bersarang sehingga mengakibatkan kerusakan semakin membesar. Selain itu
faktor lingkungan seperti kesesuaian tempat tumbuh dan faktor iklim juga
berpengaruh.
5.3.2 Tipe kerusakan busuk hati (heart rot), tubuh buah (badan buah) dan
indikator lain tentang lapuk lanjut
Pada tipe kerusakan ini diperoleh sebanyak 109 kasus atau 15,37% dari total
tipe kerusakan yang ada. Tubuh buah yang terjadi pada batang utama, batang
tajuk dan titik percabangan menunjukan adanya indikasi lapuk pada kayu. Tipe
kerusakan ini dicirikan dengan adanya kayu gembol (punky wood). Kayu gembol
merupakan petunjuk bahwa terdapat jaringan kayu yang menjadi lunak dan
mengalami degradasi serta kandungan air yang tinggi. Kerusakan ini juga
dijumpai pada tunggak pohon, yang terlihat lapuk (Nuhamara 2002).
Menurut lokasi pada pohon, tipe kayu lapuk dibedakan menjadi 3 (tiga) tipe
yaitu lapuk pada batang bagian atas, lapuk pada akar dan lapuk pada banir
(Nuhamara et al. 2005). Pada saat pengamatan dijumpai 3 (tiga) tipe lapuk
tersebut. Namun secara visual lapuk pada banir dan akar paling banyak dijumpai.
Dengan berjalannya waktu, lapuk pada akar dan banir ini dapat menyebabkan
bagian pohon tersebut gerowong. Lapuk atau gerowong pada pohon di lokasi
penelitian dijumpai sebanyak 22 kasus.
Tipe kayu lapuk menurut jaringan kayunya dibagi menjadi 2 (dua) tipe yaitu
lapuk kayu gubal dan lapuk kayu teras. Kayu teras didefinisikan sebagai kayu
yang berbentuk selinder yang keras dan terletak di bagian tengah batang pohon
yang tidak lagi berfungsi sebagai pengangkut air dan mineral, sedangkan kayu
gubal merupakan jaringan kayu dalam batang pohon yang terletak di bagian
35
terluar dalam batang pohon (Nuhamara et al. 2005). Pada pengamatan di lapangan
diperoleh bahwa lapuk yang terjadi sudah mencapai pada kayu teras.
(a) (b)
Gambar 19 Tipe Kerusakan lapuk. a) Pada akar tunggak; b) Pada batang bagian atas.
Gejala kerusakan yang dijumpai terjadi karena adanya lubang pada bagian
pohon yang disebabkan oleh hama atau perbuatan sengaja yang dilakukan untuk
melubangi dan merusak pohon. Hal ini menimbulkan luka pada bagian pohon
tertentu. Selain itu, luka akibat terbakar juga menjadi penyebab awal proses
pelapukan. Konsep Klasik Hartig (1874) menyatakan bahwa luka terbuka pada
batang, cabang serta luka terbakar memungkinkan fungi pelapuk kayu mampu
mencapai kayu teras (Manion 1981 diacu dalam Nuhamara et al. 2005). Luka dan
lubang pada bagian pohon ini kemudian menjadi jalan masuknya agen penyakit
seperti virus, bakteri serta hama yang merusak jaringan dalam kayu. Akibatnya
dalam jangka panjang jaringan kayu rusak sehingga menyebabkan kelapukan.
Pada beberapa kasus yang ditemui, pohon yang lapuk (jaringan kayu rusak)
seolah-olah tidak terlihat adanya lapuk, padahal bagian dalam kayu ini lapuk. Hal
inilah yang menyebabkan pohon tersebut rawan untuk tumbang.
36
Gambar 20 Lubang pada batang pohon (awal dari proses pelapukan).
Manion (1981) diacu dalam Nuhamara et al. (2005) menjelaskan siklus
pelapukan pada kayu teras pohon terjadi melalui beberapa tahapan yaitu (seperti
yang disajikan pada Gambar 21) :
a. Diawali oleh basidiospora yang disebar oleh angin dan jatuh pada bagian kayu
yang luka pada pohon.
b. Kemudian basidiospora mulai berkecambah, jika suhu lingkungan cocok serta
luka pada pohon menyediakan kondisi kelembaban, makanan dan tidak
terdapat zat penghambat pertumbuhan.
c. Perkecambahan menghasilkan suatu tabung kecambah dan selanjutnya
berkembang menjadi hifa haploid.
d. Hifa haploid berkembang dan melepaskan enzim-enzim untuk mencerna
bahan-bahan dinding sel.
e. Kemudian melalui noktah pada dinding sel (umunnya), fungi pelapuk kayu
teras tumbuh berkembang dari satu sel ke sel yang lain.
Akhirnya, lubang-lubang terbentuk oleh kerja enzim yang mencerna dinding sel
tersebut sejalan dengan proses pelapukan.
37
Gambar 21 Siklus penyakit busuk hati (lapuk kayu teras).
Pada kayu yang mengalami busuk hati atau lapuk juga dicirikan dengan
adanya tubuh buah atau jamur yang tumbuh pada bagian pohon yang lapuk. Pada
saat pengamatan dijumpai jamur yang tumbuh pada percabangan batang dan
batang bagian bawah pohon kenari (Canarium commune) yang lapuk. Pada bagian
pohon yang ditumbuhi jamur menunjukkan bahwa jaringan kayu pada bagian
tersebut mengalami kelapukan, kematian setengah dan ada juga yang mati total.
Akibatnya percabangan yang terkena ini mudah patah dan pada batang utama
mengakibatkan kekeroposan sehingga pohon menjadi rawan tumbang. Kondisi
seperti inilah yang membahayakan bagi pengguna jalan. Rahayu (1999)
menyatakan bahwa pada mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni), penyebab
busuk pada batang adalah Pythophtera sp. Jamur ini membentuk spora dalam
tanah dan penyebarannya sangat dibantu oleh air serta kelembaban yang tinggi.
38
(a) (b)
Gambar 22 Jamur sebagai indikasi bagian pohon yang lapuk. a) Batang bagian bawah; b) Percabangan tajuk.
5.3.3 Luka terbuka
Luka terbuka terjadi sebanyak 74 kasus atau 10,44% dari total kerusakan
yang diamati. Umumnya luka terbuka ini disebabkan sebagian besar oleh pola
penggunaan di sepanjang jalur jalan ini. Terlihat beberapa aktivitas di sepanjang
jalan yang menyebabkan pohon menjadi terluka seperti pohon sebagai tempat
pemasangan plakat atau spanduk, tempat duduk dengan menggunakan paku atau
kawat besi pada pohon, luka bacokan serta pembuatan saluran air yang memotong
dan melukai akar pohon. Selain itu, pembakaran sampah yang letaknya langsung
bersentuhan dengan pohon tersebut menyebabkan pohon mengalami luka
terbakar. Menurut Pirone (1972) pembakaran daun-daun mati yang dilakukan di
bawah pohon dapat menyebabkan kerusakan pada pohon dengan panas (heat)
yang dihasilkan dari proses pembakaran. Hal ini disebabkan oleh lapisan
kambium di bawah kulit kayu mungkin menjadi mati akibat panas (heat) tersebut,
kemudian menyebabkan bagian atas kulit kayu tersebut mudah terkena serangan
oleh hama penggerek atau pengebor kayu (borer).
39
(a) (b)
Gambar 23 Luka terbuka pada akar. a) Luka terbakar; b) Luka pada akar akibat proyek pembuatan saluran air.
Luka terbuka merupakan salah satu faktor awal terjadinya kerusakan pohon
seperti pelapukan pada pohon. Pelapukan ini menyebabkan pohon menjadi mati
dan tumbang. Hal tersebut disebabkan oleh luka yang merupakan tempat
berkembang dan masuknya organisme perusak seperti bakteri, virus, hama serta
organisme lainnya. Jamur perusak kayu mulai menyerang pohon dan berkembang
dari luka pada pohon yang terluka (Pirone 1972). Akibatnya pohon menjadi sakit
dan mengalami kerusakan pada bagian tertentu.
(a) (b) (c)
Gambar 24 Luka terbuka pada batang. a) Luka bacokan; b) Luka akibat paku dan lilitan kawat besi; c) Luka akibat paku.
Setiap pohon yang luka melakukan reaksi tanggapan tertentu terhadap luka
yang dialaminya. Tanggapan yang dilakukan oleh pohon berupa pembentukan
rintangan baik berupa rintangan fisik maupun rintangan kimiawi. Rintangan yang
dibentuk tersebut bertujuan untuk menghadang invasi mikroba yang berasosiasi
40
dengan luka guna membatasi dan mengurangi jaringan tertentu yang terinfeksi
seminimal mungkin. Proses ini disebut kompertementalisasi atau
compertamentalization of decay in trees (CODIT). Hal inilah yang menyebabkan
pohon dapat hidup lama (Blanchard Tattar 1981 diacu dalam Nuhamara et al.
2005).
5.3.4 Resinosis dan gumosis
Resinosis dan gumosis merupakan proses eksudasi. Eksudasi merupakan
proses keluarnya cairan dari tanaman yang sakit. Gumosis adalah proses
keluarnya cairan yang berupa gum yaitu cairan polisakarida berbentuk jel pada
bagian tumbuhan yang terinfeksi (Widyastuti et al. 2005). Sedangkan pada
resinosis yang dikeluarkan adalah cairan resin. Tipe kerusakan ini terjadi
sebanyak 25 kasus atau 3,53% dari total kasus yang terjadi.
(a) (b)
Gambar 25 Eksudasi. a) Pada tunggak; b) Pada batang utama pohon.
Kerusakan ini terjadi karena adanya luka pada bagian pohon sehingga
terinfeksi dan memicu keluarnya cairan dari bagian pohon tertentu. Menurut
Rahayu (1999) keluarnya cairan dari pohon disebabkan oleh pecahnya jaringan
kayu akibat proses kerusakan lanjut dari infeksi jamur patogen perusak yang
berasosiasi dengan hama dan perubahan fisiologi tanaman tersebut. Eksudasi yang
dijumpai disebabkan karena luka bacokan atau goresan benda tajam serta luka
akibat tusukan paku pada pohon.
41
5.3.5 Batang atau akar patah (<0,91m)
Tipe kerusakan ini terjadi sebanyak 23 kasus atau 3,24% dari total
kerusakan. Akar yang patah di lokasi penelitian disebabkan oleh kegiatan
pembuatan saluran air dan juga akibat pemotongan sengaja oleh orang yang
berkepentingan di sekitar jalan. Sedangkan untuk batang yang patah disebabkan
oleh adanya pelapukan pada batang tersebut.
(a) (b)
Gambar 26 Akar dan batang yang patah. a) Akar patah karena kegiatan pembuatan saluran air; b) Batang patah karena lapuk.
Bernaztky (1978) menjelaskan salah satu faktor penyebab kematian suatu
pohon adalah patah dan hilangnya akar pohon (root losses). Pada perkotaan (jalur
hijau jalan dan taman kota), kegiatan pembangunan di daerah tersebut seperti
pemasangan saluran pipa, pembuatan parit pemasangan kabel bawah tanah dan
pemasangan pondasi bangunan mengakibatkan kebanyakan akar menjadi rusak.
Kerusakan pada akar atau root losses ini merupakan suatu lokasi kerusakan yang
terbesar keparahannya. Hal ini dikarenakan akar merupakan bagian pohon yang
memiliki peranan utama dalan mengangkut air dan nutrisi penting dari dalam
tanah untuk pertumbuhan suatu pohon.
5.3.6 Brum pada akar dan batang
Tipe kerusakan brum pada akar dan batang terjadi sebanyak 68 kasus atau
9,59% dari total kerusakan. Brum terjadi pada bagian batang dan akar berupa
tumbuhnya tunas-tunas baru yang tumbuh berkembang di bagian akar dan batang
pohon. Tumbuhnya tunas ini termasuk kejadian yang tidak normal pada pohon
42
karena pertumbuhan itu tidak semestinya terjadi. Menurut Rahayu (1999)
pertumbuhan tidak normal pada tumbuhan seperti pertumbuhan batang yang
berlebihan ini berdasarkan pengalaman disebabkan oleh kelainan bawaaan
(genetik) yang diturunkan oleh induknya dan juga disebabkan faktor lingkungan
tempat tumbuh pohon. Brum ini berpengaruh buruk terhadap perkembangbiakan
suatu pohon, karena pertumbuhan tunas ini menyebabkan kurang optimalnya
penyaluran hasil metabolisme pohon yang seharusnya.
(a) (b)
Gambar 27 Brum a) Pada batang; b) Pada akar mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni).
5.3.7 Akar terluka atau mati (>0,91m)
Terdapat 16 kasus pada tipe kerusakan ini atau 2,26% dari total kerusakan
yang merupakan lokasi paling sedikit terjadi. Akar yang letak jaraknya di atas
0.91 meter dari pohon jarang terlihat. Kebanyakan akar tersebut tumbuh menjalar
di dalam tanah dan tidak terlihat dari permukaan tanah. Luka yang ditemui pada
bagian akar ini disebabkan oleh potongan atau goresan benda tajam, kegiatan
pembuatan saluran air dan luka pada akar karena terbakar. Penjelasan mengenai
kerusakan akar ini telah dibahas pada tipe kerusakan sebelumnya yaitu pada tipe
kerusakan akar patah atau mati yang letak jaraknya di bawah 0,91 meter.
43
(a) (b)
Gambar 28 Luka pada akar. a) Luka akar akibat terbakar; b) Luka akar akibat potongan dan goresan benda tajam.
5.3.8 Mati ujung
Tipe kerusakan ini pada saat pengamatan diperoleh sebanyak 27 kasus atau
3,81% dari total kerusakan. Gejala pohon yang mengalami mati pucuk terlihat
pada bagian ujung pucuk pohon mengalami kematian. Selain itu, ditandai juga
dengan adanya perubahan warna daun pada daerah ujung atau pucuk yang
kemudian mati atau rontok sehingga terlihat gundul.
Gambar 29 Mati ujung.
Rahayu (1999) menjelaskan mati ujung (die back) ditandai dengan
perubahan warna daun dan matinya ujung bagian pohon yang terus menjalar
hingga bagian yang lebih tua. Kerusakan ini disebabkan oleh rusaknya jaringan
tanaman atau tersumbatnya jaringan xylem. Mati ujung juga terkadang disebabkan
oleh penyerapan garam-garam beracun. Serangan jamur yang berasosiasi dengan
44
hama serangga sering juga menyebabkan kerusakan ini. Selain itu kerusakan ini
juga disebabkan oleh bakteri, temperatur rendah, musim kemarau, drainase dan
aerasi rendah serta hama penggerek pohon (Haris et al. 2004).
5.3.9 Cabang patah atau mati
Percabangan yang patah atau mati dijumpai sebanyak 116 kasus atau
16,36% dari total kerusakan. Pada saat pengamatan, tipe kerusakan ini merupakan
kerusakan terbanyak kedua setelah kanker. Gejala kerusakan yang dijumpai di
lapangan berupa patahnya cabang dan matinya daun pada cabang yang patah.
Haris et al. (2004) menjelaskan bahwa kerusakan cabang pada pohon umumnya
terjadi pada kebanyakan jenis kayu daun lebar (hardwood). Hal ini dikarenakan
pohon hardwood memiliki cabang yang besar dan menyebar sehingga mengalami
stres mekanik lebih besar dibandingkan cabang pohon dari jenis kayu daun jarum
atau konifer (softwood).
Berdasarkan pengamatan, patah cabang sering terjadi karena angin pada saat
turun hujan. Suratmo (1974) menyatakan bahwa angin pada kecepatan kurang
lebih 45 km/jam dapat menyebabkan kerusakan mekanis seperti ranting atau
cabang patah, daun berguguran, batang pohon patah dan pohon terbongkar dengan
akarnya. Namun, saat penelitian dijumpai kejadian ranting atau cabang yang patah
pada kecepatan rata-rata angin sebesar 6,33 km/jam dan kecepatan rata-rata
maksimal angin sebesar 13 km/jam (BMKG-Bogor 2009).
(a) (b)
Gambar 30 Kerusakan pada cabang. a) Percabangan pohon yang mati; b) Cabang Patah dan Jatuh ke Jalan.
45
Selain angin, penyebab patah cabang pohon juga disebabkan oleh lemahnya
kondisi cabang atau cabang yang lapuk. Suatu daerah yang memiliki curah hujan
tinggi dapat menyebabkan pohon-pohon tumbuh dengan banyak bagian lemah
yang disukai parasit dan jamur (Suratmo 1974). Pada saat pengamatan diduga
bahwa penyebab kondisi percabangan tajuk lemah dan lapuk adalah jamur
patogen dan hama perusak yang menyerang bagian cabang. Kondisi cabang yang
lemah dan lapuk ini akan mudah patah apabila terkena angin. Khoiri (2004) juga
menyebutkan bahwa kerusakan patah cabang ini juga bisa disebabkan oleh
sambaran petir.
5.3.10 Brum pada cabang atau percabangan berlebihan pada daerah tajuk
Tipe kerusakan ini diperoleh sebanyak 53 kasus atau 7,48% dari total
kerusakan. Gejala yang terlihat di lapangan adalah pertumbuhan cabang yang
tidak normal dan kondisi pada suatu cabang yang berlebihan. Menurut Haris et al.
(2004) kondisi percabangan yang berlebihan ini adalah salah satu penyebab
tumbangnya pohon karena angin. Pertumbuhan cabang ini disebabkan oleh
adanya kelainan genetik turunan atau karena lokasi tempat tumbuh yang tidak
cocok.
Gambar 31 Percabangan berlebihan pada tajuk pohon.
5.3.11 Tunas atau daun rusak
Pada saat pengamatan kerusakan daun yang diperoleh sebesar 29 atau
4,09% dari total kerusakan. Gejala kerusakan daun yang terlihat adalah adanya
bercak atau totol pada bagian daun (leaf spot). Bercak daun tersebut lama-
46
kelamaan menjadi lubang-lubang pada daun. Becak daun ini menyebar rata di
seluruh bagian daun pada pohon yang terkena tipe kerusakan ini. Jamur patogen
yang menginfeksi daun membentuk bercak-bercak (spotting) pada bagian lokal
daun dengan warna kecoklatan (Pirone 1972). Rahayu (1999) menjelaskan bercak
daun (leaf spot) merupakan kematian jaringan (nekrotik) yang mempunyai batas-
batas tegas dan merupakan hasil infeksi lokal oleh patogen. Biasanya bercak daun
(leaf spot) terjadi di tempat persemaian dan juga di lapangan, tetapi lebih sering
terjadi di tempat persemaian. Proses lanjut dari bercak daun yang berupa
runtuhnya jaringan yang mati sehingga terbentuk lubang-lubang pada daun, kasus
ini sering disebut bercak berlubang (shot hole). Penyebab kerusakan ini adalah
jamur patogen seperti pestalosia sp., Alternaria sp., Cylindrocladium sp. dan
lainnya.
Gambar 32 bercak daun (leaf spot) dan bercak berlubang (shot hole) pada daun.
5. 4 Tingkat Kerusakan
5.4.1 Kelas tingkat kerusakan
Pengamatan yang telah dilakukan di jalan dr. Semeru diperoleh sebanyak
371 pohon atau 91, 38% pohon yang mengalami kerusakan dari total 406
individu pohon. Namun berdasarkan pengamatan pada 371 individu pohon yang
mengalami kerusakan diperoleh hasil perhitungan Nilai Indeks Kerusakan (NIK)
sebesar 6,12 (Skala 21). Nilai ini menunjukkan bahwa seluruh pohon yang
mengalami kerusakan di Jalan dr. Semeru tergolong dalam kelas kerusakan
ringan. Menurut metode FHM tingkat kerusakan pada pohon yang mengalami
kerusakan digolongkan menjadi 4 (empat) kelas kerusakan pohon yaitu kelas
47
sehat (39%), kelas ringan (53%), kelas sedang (8%), dan kelas berat (0%). Kelas
kerusakan pohon di Jalan dr. Semeru berdasarkan metode ini seperti disajikan
pada Gambar 33.
Gambar 33 Kelas kerusakan pada pohon yang mengalami kerusakan di Jalan
dr. Semeru. Berdasarkan inventarisasi seluruh pohon (406 individu) penyusun tepi jalan
dr. Semeru, kelas kerusakan pohon digolongkan menjadi 5 (lima) kelas kerusakan
yaitu sangat sehat, sehat, ringan, sedang dan berat. Persentase kelas kerusakan
yang diperoleh yaitu: kelas sangat sehat (9%), sehat (38%), ringan (48%), sedang
(5%) dan berat (0%). Pohon yang tidak dijumpai gejala kerusakan merupakan
pohon yang sangat sehat. Menurut Miardini (2006) pohon pada kelas sangat sehat
merupakan pohon yang tahan terhadap kerusakan dan dalam kondisi biasa dapat
menyesuaikan diri terhadap patogen maupun penyebab kerusakan lainnya pada
jaringan tertentu. Kelas sehat menunjukan bahwa pohon cukup tahan terhadap
kerusakan. Sedangkan kelas kerusakan ringan, sedang, dan berat menunjukan
bahwa pohon tidak tahan terhadap kerusakan. Berikut ini adalah persentase dan
jumlah kelas kerusakan pada seluruh pohon penyusun jalan dr. Semeru yang
diamati selama penelitian (Gambar 34).
48
Gambar 34 Persentase dan jumlah kelas kerusakan pada seluruh pohon penyusun
jalan dr. Semeru.
5.4.2 Hubungan antara nilai indeks kerusakan (NIK) terhadap kelas
diameter pohon yang mengalami kerusakan.
Tingkat kerusakan pohon memiliki korelasi terhadap umur suatu pohon.
Haris et al. (2004) meyatakan bahwa pohon yang berukuran besar dan berumur
tua lebih besar kemungkinannya untuk mengalami kerusakan dan tumbang
dibandingkan pohon yang berukuran kecil dan berumur muda. Pada jalur hijau
jalan, pohon berdiameter besar cenderung mengalami kerusakan yang disebabkan
oleh tekanan mekanik dari lingkungan sekitar, umur pohon yang semakin tua,
pertumbuhan fisiologis pohon semakin besar pada tempat tumbuh yang terbatas
serta pengaruh polusi udara yang terakumulasi sepanjang pertambahan umur
pohon. Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan menunjukkan bahwa ada
hubungan antara tingkat kerusakan pohon dengan kelas diameter pohon yang
mengalami kerusakan (Gambar 35). Semakin besar diameter pohon yang
mengalami kerusakan maka semakin tinggi NIK suatu pohon.
49
Gambar 35 Hubungan antara kelas diameter pohon dengan Nilai Indeks
Kerusakan (NIK) pohon. Analisis pola regresi antara kelas diameter pohon terhadap Nilai Indeks
Kerusakan (NIK) pohon dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana
menghasilkan model pola regresi berupa persamaan yaitu y = 0,031x + 4,529
dengan R2 = 0,672 (Lampiran 12). Persamaan ini menginterpretasikan bahwa
setiap peningkatan kelas diameter pohon (x) sebesar satu-satuan (cm), akan
menaikkan NIK (y) secara linear sebesar (0,031x + 4,529) satuan NIK. Nilai R²
yang diperoleh sebesar 0,672 atau 67% artinya sebesar 67% dari keragaman nilai
NIK dapat dijelaskan oleh kelas diameter pada pohon yang mengalami kerusakan
dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Titik-titik pengamatan pada persamaan
tersebut terlihat hampir semua mendekati atau menyinggung garis linear, sehingga
nilai R2 yang dihasilkan cukup besar. Hal ini menjelaskan bahwa kurva regresi
menunjukan persamaan yang diperoleh cukup baik. Model persamaan analisis
regresi sederhana ini dapat digunakan pada selang kelas diameter 4 cm hingga 100
cm terhadap pepohonan tanpa lindungan di jalur hijau jalan yang mengalami
kerusakan. kerusakan tersebut disebabkan oleh faktor utama yaitu kerusakan
secara mekanik dari lingkungan sekitar.
50
5.5 Pohon Rawan Bahaya
Pohon rawan bahaya didefinisikan sebagai pohon yang keberadaannya
memiliki potensi untuk tumbang sehingga mengancam keselamatan manusia dan
mengakibatkan kerugian material. Menurut Haris et al. (2004) suatu pohon dapat
dipertimbangkan sebagai pohon beresiko tinggi (rawan bahaya) jika struktur yang
tidak kokoh dan terletak di dekat objek yang kemungkinan dapat terluka atau
mengalami kerusakan apabila pohon tersebut tumbang. Penilaian pohon tersebut
melibatkan tiga komponen yaitu :
1. Pohon yang memiliki potensi untuk tumbang (seperti pohon gerowong atau
lapuk).
2. Kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan pohon tumbang (hujan dan
angin).
3. Objek yang dapat terluka atau rusak akibat pohon tumbang (pengguna jalan
dan bangunan di sekitar jalur hijau).
Pada saat pengamatan kriteria yang dijumpai adalah kriteria pohon yang
membahayakan yaitu pada pohon yang gerowong atau lapuk sebanyak 22 kasus
(Lampiran 11). Pohon gerowong berpotensi untuk tumbang ketika terkena angin
pada saat hujan. Pohon gerowong yang sudah parah dapat tumbang walaupun
tidak dipengaruhi faktor tekanan angin atau hujan seperti yang terjadi pada pohon
di jalur hijau Jalan Pemuda, Tanahsareal Bogor pada bulan Desember 2009 lalu
(Gambar 36). Hal ini disebabkan karena pohon gerowong memiliki kondisi batang
yang tidak stabil akibat lubang yang mengurangi kemampuan penopang pada
batang.
Gambar 36 Pohon tumbang menimpa mobil Toyota Camry di Jalan Pemuda,
Tanasareal Bogor. (foto : Arif Firmansyah)
51
5.6 Pemeliharaan (maintenance) Pohon pada Jalur Hijau Jalan
Pemeliharaan merupakan suatu kegiatan untuk menjaga dan merawat pohon
pada jalur hijau jalan terhadap seluruh pohon penyusunnya agar kondisinya tetap
terjaga dengan baik dan tujuan dari pembangunan jalur hijau jalan tercapai.
Pemeliharaan pohon pada jalur hijau jalan dapat dilakukan dengan beberapa
kegiatan yaitu :
5.6.1 Pemangkasan (Pruning)
Pemangkasan adalah suatu cara untuk membuang bagian tanaman yang
mengalami kerusakan biasanya pada bagian cabang dan tunas, dan terkadang pada
bagian pucuk, akar, bunga dan buah (Haris et al. 2004). Pemangkasan bagian
pohon ini dilakukan pada bagian pohon tertentu yang mengalami kerusakan atau
pohon yang memiliki potensial untuk mati dan tumbang seperti bagian pohon
yang rusak dan sakit dan percabangan tajuk yang berlebihan. Pirone (1972)
menyatakan bahwa pemangkasan bagian pohon dilakukan apabila terdapat
beberapa alasan yaitu :
1. Pemangkasan untuk membantu proses penyembuhan dasar luka.
2. Pemangkasan untuk mengurangi beban tajuk (percabangan berlebihan) pada
pohon yang mengalami kerusakan akar atau kehilangan sebagian akar dan
pohon yang dibedah untuk penyembuhan.
3. Pemangkasan pada pohon tua untuk alasan keamanan (pada aspek stabilitas
berdirinya pohon).
4. Pemangkasan untuk mengurangi bentuk atau bagian pohon yang tumbuh
berlebihan dan tidak normal, serta pada bentuk atau bagian pohon yang
mengganggu tanaman lainnya.
5. Pemangkasan khusus yang dilakukan pada kasus pembedahan bagian pohon
yang terluka.
6. Alasan tambahan dan sebagai prinsip terhadap keadaan yang ada, pemangkasan
dilakukan pada cabang yang mati, tunas yang tidak normal atau terganggu
pertumbuhannya, dan pada cabang yang melintang dan menggangu lainnya.
52
Menurut Rusdianto (2008) pemangkasan pohon di jalur hijau jalan
umumnya dilakukan pada tinggi pohon dan lebar tajuk. Pemangkasan pada tinggi
pohon dilakukan pada pohon yang memiliki tinggi di atas 15 meter. Pada saat
pengamatan, pohon yang memiliki tinggi diatas 15 meter diperoleh sebanyak 196
pohon. pemangkasan lebar tajuk dilakukan pada pohon yang bertajuk terlalu lebar
(excessive end weight) dan tajuk yang dianggap mengganggu pengguna jalan atau
infrastruktur bangunan seperti tajuk yang mengenai gedung dan kabel listrik pada
sisi pinggir jalan. Arifin dan Nurhayati (2000) menyatakan bahwa pemangkasan
memiliki manfaat untuk menjaga keamanan seperti tumbangnya pohon akibat
angin serta untuk menjaga nilai keindahan dari keseragaman tinggi pohon.
Menurut Arid Zone Trees (2005) tujuan utama dari pemangkasan (prunning)
adalah untuk menjaga bentuk alami pohon serta meningkatkan kesehatan dan
pertumbuhan suatu pohon. Pemangkasan juga mempunyai efek negatif terhadap
pertumbuhan suatu pohon. Oleh karena itu ada 2 (dua) hal yang harus
diperhatikan pada saat melakukan pemangkasan yaitu : 1) pemangkasan yang
tidak tepat akan menyebabkan stimulasi pertumbuhan yang tidak diinginkan dan
2) pemangkasan yang tidak tepat juga akan menimbulkan luka pada kulit
pelindung pohon, sehingga sangat rawan untuk terinfeksi oleh patogen. Teknik
pemangkasan yang tepat adalah sebagai berikut :
1. Menentukan sudut dan posisi pemangkasan yang tepat
Sudut dan posisi pemotongan saat pemangkasan berpengaruh besar pada
keberhasilan pemangkasan dan membantu dalam proses penyembuhan luka.
Daerah pemangkasan yang akan di potong harus sangat dekat dengan batang
utama tetapi tidak melewati batas antara batang utama dan daerah dasar leher
cabang yang akan dipotong. Permukaan luka pangkas sebaiknya halus dan rapi.
Selanjutnya luka tersebut segera ditutup dengan cepat untuk mencegah invasi oleh
hama serangga atau patogen dan mati pucuk (die-back) akibat kekeringan.
53
(a) (b)
Gambar 37 a) Pemangkasan yang salah, b) Pemangkasan yang benar (proper pruning). (Sumber : Arid Zone Trees)
Teknik pemangkasan yang salah seperti ditunjukan pada Gambar 37a yaitu :
A) apabila sudut potongan terlalu curam maka akan mempercepat keringnya
jaringan dan menyebabkan kematian tunas atau pucuk (die-back), B) bentuk
potongan yang terlalu datar (flat) serta permukaan yang kasar akan
mengumpulkan air dengan mudah sehingga akan mempengaruhi penyembuhan
luka potongan menjadi lambat dan mengakibatkan kebusukan dan C) pemotongan
yang terlalu jauh akan menyebabkan stimulasi yang berlebihan terhadap
pertumbuhan cabang atau tunas cabang secara cepat dan tidak normal, sehingga
percabangan yang dihasilkan cenderung sangat rapat, sehingga akan
mengakibatkan mati pucuk (die-back) dan akan menggagalkan tujuan awal dari
pemangkasan. Sedangkan pada gambar 37b teknik pemangkasan yang dilakukan
adalah benar yaitu dengan memotong tepat diatas tunas atau percabangan samping
dengan membentuk sudut sekitar 45 derajat (450), sehingga pertumbuhan tunas
percabangan terkendali dan proses penyembuhan luka potongan berjalan dengan
cepat dan baik.
2. Alat pemangkasan (pruning tools)
Pada prinsipnya alat pemangkasan yang digunakan harus bersih (steril),
tajam dan ukuran alat sesuai dengan besar bagian pohon yang akan dipotong. Alat
54
yang digunakan cukup mudah dan tergantung kebutuhan pemakaian. Umumnya
alat pemangkasan yang digunakan (Gambar 38) adalah gunting dahan (shear),
gergaji tangan (saw), dan pisau (blade).
Gambar 38 Alat-alat pemangkasan (prunning tools).
Penentuan sudut dan posisi potongan dan penggunaan alat yang benar
menghasilkan jaringan penyembuh luka (healing tissue) yang menyebar rata,
sehingga membantu proses penyembuhan (healing) pada luka potongan dengan
cepat (Gambar 39). Alat yang steril dan tajam menghasilkan bentuk permukaan
potongan steril dan halus, sehingga mempercepat proses penyembuhan. Proses
penyembuhan (healing) pada luka bekas potongan dilakukan oleh tanaman dengan
pembentukan kembali jaringan bagian yang hilang berupa sel baru atau biasanya
disebut kalus (callus). Menurut Pirone (1972) pembentukan kalus ini dimulai dari
bagian tepi kulit kayu secara melingkar yang semakin lama akan mencapai
tengah sehingga luka tertutup sempurna. Rata-rata ketebalan kalus yang terbentuk
sebesar setengah inch atau 3,2258 cm tiap tahun. Luka yang kecil relatif lebih
cepat untuk sembuh.
55
Gambar 39 Jaringan penyembuh luka (healing tissue) yang menyebar rata hasil dari pemangkasan yang benar. (Sumber : Arid Zone Trees)
Kesalahan dalam penentuan sudut dan peletakan posisi pemotongan akan
menghasilkan jaringan penyembuh luka (healing tissue) penyebarannya tidak rata
(gambar 40). Hal ini akan mengakibatkan lamanya proses penyembuhan atau
bahkan kegagalan yang berujung kebusukan (decay) atau mati pucuk (die-back)
serta invasi oleh serangga dan patogen.
Gambar 40 Jaringan penyembuh luka (healing tissue) yang menyebar tidak rata hasil dari pemangkasan yang benar. (Sumber : Arid Zone Trees)
56
Menurut Arifin dan Nurhayati (2000) pencegahan terhadap serangan hama
dan jamur, mempercepat penyembuhan luka bekas potongan serta mencegah
kerusakan kayu pada saat pemangkasan dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Memotong dahan dari atas ke bawah. Untuk mencegah kerusakan kulit batang,
bagian bawah lebih dahulu dipotong sebagian.
b. Memotong bagian dahan yang tersisa hingga bersih dan rata. Cara ini dapat
mempercepat penyembuhan dan mencegah kerusakan kayu.
c. Membersihkan bekas potongan atau luka yang menonjol. Kemudian dipotong
dengan pisau yang tajam secara melingkar.
d. Menyemprot dan mengolesi semua luka dengan disinfektan untuk mencegah
serangan jamur dan hama.
5.6.2 Penebangan (Felling)
Penebangan pohon di jalur hijau jalan dilakukan terhadap pohon yang sudah
mengalami kerusakan tingkat lanjut dan tidak mungkin lagi dilakukan perawatan
selain ditebang. Pada jalur hijau jalan, alasan utama dilakukan penebangan pohon
adalah untuk keamanan pengguna jalan. Menurut Dahlan (1992) kegiatan
penebangan pohon dilakukan pada pohon yang miliki kriteria untuk ditebang dan
penebangan dilakukan dengan beberapa metode tertentu. Pohon-pohon yang harus
dihilangkan atau ditebang adalah pohon-pohon yang memiliki kriteria sebagai
berikut :
a. Pohon mati
b. Pohon yang membahayakan
c. Pohon yang saling berhimpitan
d. Pohon yang terkena penyakit dan dapat mengancam pohon-pohon lain
e. Pohon-pohon pada jalur jalan dan bangunan
f. Pohon yang menggangu jalur listrik dan telepon
Pada saat pengamatan dijumpai kriteria pohon yang membahayakan yaitu
pohon yang gerowong atau lapuk sebanyak 22 kasus. Pohon gerowong berpotensi
untuk tumbang ketika terkena angin pada saat hujan. Selain itu, pohon gerowong
yang sudah parah dapat tumbang walaupun tanpa disertai hujan dan angin.
57
Perlakuan yang tepat untuk pohon tersebut adalah dilakukan penebangan.
Kegiatan penebangan pohon dilakukan dengan cara tertentu agar proses
penebangan dapat berjalan dengan efektif dan tidak mengganggu aktivitas umum.
Beberapa metode yang digunakan dalam penebangan yaitu :
a. Tumbangan (Topping)
Metode ini dilakukan dengan menentukan arah rebah pohon yang terlebih
dahulu dibuat takik rebah dan takik balas.
b. Penggalan (Sectioning)
Metode ini dilakukan dengan memotong bagian demi bagian, dimulai
pada bagian percabangan pohon. Setelah itu dilanjutkan dengan pemotongan
bagian demi bagian pada batang utama dimulai dari atas. Proses pengikatan,
pemotongan dan penurunan bagian demi bagian pada saat penebangan
terkadang terbilang ketinggalan zaman namun hal tersebut merupakan cara
yang terbaik. Metode inilah yang cocok digunakan untuk menebang pohon di
jalur hijau jalan agar tidak mengganggu aktivitas pemakai jalan.
c. High-lining
Cara penebangan ini dilakukan apabila pohon yang akan ditebang
dikelilingi oleh benda-benda berharga yang tidak dapat disingkirkan. Cara ini
biasanya dilakukan dengan menambatkan ujung tambang yang kuat pada
pohon dan ujung lain di lokasi sasaran yang menjadi tempat jatuhnya bagian-
bagian pohon seperti dahan atau cabang pohon. Tambang yang ditambatkan
harus memiliki sudut yang cukup (tidak terlalu landai dan tidak terlalu tajam)
sehingga bagian pohon jatuh tidak terlalu cepat dan tidak jatuh terlalu jauh.
Penebangan pohon dilakukan seperti pada cara penggalan. Cara penebangan ini
juga dapat dilakukan pada pohon di jalur hijau jalan.
d. Potong Bawah (Bottoming)
Cara ini hanya dilakukan apabila terdapat satu atau lebih pohon lain
yang memiliki ukuran sama atau lebih besar di dekat pohon yang lebih besar.
Penebangan ini dilakukan dengan mengikatkan bagian pohon yang akan
ditebang pada pohon di dekatnya. Kemudian mulai dipotong dari bagian
pangkal (bawah pohon). pemotongan bagian pangkal dilakukan dengan kondisi
pohon tetap berdiri. Setelah bagian pohon di potong diturunkan dengan
58
mengulurkan tali sambil menjaga agar batang tetap tegak, selanjutnya sedikit
demi sedikit bagian dipotong hingga pohon habis terpotong.
5.6.3 Perawatan luka (Treatment of Wound)
Luka pada pohon yang dijumpai di lapangan cukup banyak terjadi seperti
luka terbuka sebanyak 73 kejadian, luka pada akar sebanyak 16 kejadian, luka
pada bagian pohon sehingga meyebabkan eksudasi sebanyak 35 kejadian serta
luka lainnya pada tipe kerusakan yang telah disebutkan sebelumnya. Luka yang
telah terjadi harus segera mendapat perawatan agar pohon tidak mengalami
kerusakan yang lebih parah. Pirone (1972) menyatakan bahwa luka merupakan
penyebab utama pada kerusakan dan kematian pohon tidak pada waktunya
(premature death of tree). Luka pada pohon dapat terjadi karena kerusakan
mekanis baik disengaja ataupun tidak disengaja. Hal ini dikarenakan jamur
patogen, bakteri, atau parasit lainnya menginvasi lewat luka yang ada pada pohon.
Luka yang ada tidak dapat dihilangkan, tetapi besar, ukuran dan keparahan luka
seringkali dapat dikurangi (Haris et al. 2004). Perawatan luka pada bagian pohon
dapat dilakukan dengan beberapa tahapan cara yaitu :
1. Pembersihan (Cleaning)
Perawatan luka dimulai dengan membersihkan kulit yang mengelupas
dan kering dari dalam dan sekitar daerah luka (Haris et al. 2004).
2. Pembentukan (Shaping)
Setelah dibersihkan, luka dihaluskan kemudian kulit yang luka dipotong
atau diiris tipis hingga membentuk elips (bulat lonjong) dan sejajar dengan
aliran hara. Hal ini bertujuan untuk menstimulasi proses pembentukan kalus
sehingga mempercepat proses penyembuhan (Pirone 1972).
3. Pengecatan (Painting) atau Pembalutan (Dressing)
Setelah luka bersih dan terbentuk semestinya, maka luka harus dicat.
Pengecatan atau pembalutan luka ini bertujuan agar luka tidak terinfeksi oleh
jamur, bakteri dan parasit sehingga kerusakan dapat dicegah lebih awal.
Menurut Arifin dan Nurhayati (2000) pembalutan luka selain berfungsi untuk
menghindari parasit juga berfungsi sebagai disinfektan dan merangsang
pembentukan kalus dalam proses penyembuhan (healing) seperti yang
59
dijelaskan pada point pertama tentang pruning. Bahan-bahan yang biasanya
digunakan untuk pembalut luka adalah :
a. Orange shellac atau lak untuk menutupi luka bekas kulit
b. Creosot paints atau tir untuk permukaan luka yang besar dan lebar
c. Grafting waxes atau lilin yang dipanaskan ditambah alkohol untuk luka-luka
kecil
d. Lanolin paints untuk menbalut jaringan kambium dan kulit
e. Asphalt, terpentin petroleum atau minyak mineral
f. Cat rumah atau cat kayu
5.6.4 Perawatan lubang akibat kerusakan pada pohon (Cavity Treatments)
Lubang pada pohon ini merupakan tingkat lanjut dari luka yang sudah
mencapai kerusakan bagian dalam pohon, sehingga terbentuk lubang pada bagian
pohon. Pirone (1972) menjelaskan tujuan utama dari perawatan terhadap lubang
(cavity treatment) adalah untuk meningkatkan penampilan serta kekuatan pohon
dengan cara membuang bagian pohon yang rusak atau busuk dan lubang yang
dilakukan oleh serangga serta membersihkan tempat yang digunakan untuk
berkembang biak oleh serangga pengebor, semut, rayap, binatang penggerat yang
berada pada bagian pohon. Pada prinsipnya, terdapat beberapa tahapan perawatan
lubang pada pohon yaitu membersihkan (cleaning), membentuk (shaping),
menguatkan (bracing), mensterilkan (sterilizing) dan membalut/mengecat
(dressing) bagian yang lubang pada pohon. Pada tahapan bracing biasanya
digunakan beberapa angkur atau paku yang ditancapkan pada batang untuk
memperkuat tegakan pohon.
Lubang yang telah melalui proses perawatan mulai dari cleaning hingga
dressing, kemudian dilakukan perlakuan akhir apakah lubang tersebut dibiarkan
terbuka (open cavities), tertutup (covered cavity) atau ditambal dengan bahan
material (filled cavities). Lubang yang dibiarkan terbuka biasanya dilakukan pada
lubang yang tidak terlalu dalam dan luas serta pertimbangan terhadap
pertumbuhan kalus dalam proses penyembuhan lebih baik apabila dibiarkan
terbuka. Pada lubang tertutup dilakukan apabila proses penyembuhan lebih baik
dalam kondisi tertutup karena faktor luar. Penambalan pada lubang dilakukan
60
pada lubang pohon yang gerowong. Pada saat pengamatan di lapangan lubang
yang dijumpai berupa gerowong pada pohon sebanyak 16 kasus.
(a) (b)
Gambar 41 Pohon gerowong. a) Pada batang bagian bawah; b) Pada tunggak.
Penambalan ini dilakukan pada lubang pohon yang terbentuk akibat
serangan rayap, jamur, luka terbakar dan hama parasit lainnya, sehingga dapat
mencegah kerusakan yang lebih lanjut. Selain itu penambalan pada pohon
gerowong juga dapat membantu dalam meningkatkan kekuatan untuk tetap tegak
(tree stability) serta menambah nilai estetika atau keindahan dari penglihatan
terhadap pohon tersebut. Dahlan (1992) menyatakan bahwa untuk pengisian
lubang dapat menggunakan bahan seperti potongan kayu, karet, aspal yang telah
dicampur gergaji bahkan ada yang menyarankan penggunaan bahan semen saja.
Namun sebagian berpendapat pengisian dengan semen kurang tepat mengingat
semen merupakan bahan yang berat dan terlalu keras, sehingga dikhawatirkan
mengganggu proses penyembuhan. Pada saat di lapangan dijumpai penambalan
dilakukan dengan menggunakan batu (Gambar 42) dengan cara menyelip batu di
daerah gerowong pada pohon. Penambalan atau perawatan lubang seperti
gerowong pada pohon belum dilakukan di lokasi penelitian.
61
Gambar 42 Penambalan pada pohon gerowong dengan batu di jalan dr. Semeru.
Pada saat melakukan penambalan bahan tambalan sebaiknya tidak rata
dengan kulit kayu. Hal ini bertujuan agar proses pembentukan kalus dapat
menjalar rata, sehingga permukaan lubang dapat tertutupi. Faktor-faktor yang
harus dipertimbangan pada saat penambalan atau pengisian lubang adalah :
a. Ukuran lubang pada pohon. Pada lubang yang besar biasanya cukup sulit
dalam membersihkan jamur patogen hingga bersih sampai akarnya.
b. Umur pohon. Saat proses penyembuhan, pembentukan kalus lebih lambat pada
pohon yang sudah tua. Pohon tua sangat rentan terhadap beberapa penyebab
kerusakan lainnya serta mudah terserang patogen.
c. Kekuatan atau vitalitas pohon. Penambalan pohon disesuaikan dengan
kekuatan pohon yang tergantung dengan tingkat kerusakan, sehingga pohon
dapat menahan beban tambalan tersebut.
d. Daya hidup dan daya tahan pohon terhadap serangan jamur patogen dan hama
serangga. Pohon yang memiliki daya hidup dan daya tahan yang baik terhadap
serangan jamur patogen dan hama dapat dilakukan penambalan. Akan tetapi
apabila keadaan pohon tersebut sebaliknya maka penambalan lebih baik tidak
dilakukan karena akan berbahaya dan berpotensial untuk tumbang. Pohon
tersebut lebih baik ditebang dan dilakukan penanaman ulang atau penyulaman
(Pirone 1972).
62
Gambar 43 Penambalan lubang pohon di Amerika. (Sumber : Greensboro Planning Departments)
5.6.5 Penopangan (Propping)
Kegiatan penopangan ini dilakukan pada pohon yang batang pohonnya
sudah condong dan dikhawatirkan akan tumbang mendadak. Tujuan dari
dilakukannya penopangan tersebut adalah untuk menjaga keamanan pengguna
jalan dari tumbangnya pohon yang condong dan memiliki potensi untuk tumbang.
Condongnya pohon di tepi jalan ini dimungkinkan dipengaruhi oleh sistem
perakaran yang tidak proposional sehingga pertumbuhan akar pada sisi tertentu
kurang maksimal. Hal ini dikarenakan adanya pondasi bangunan atau saluran air
(selokan) yang dicor dengan material semen sehingga pertumbuhan akar
terganggu. Selain itu juga disebabkan oleh kondisi tajuk yang berlebihan sehingga
batang pohon tidak dapat menahan beban tajuk dan mengakibatkan pohon
condong ke arah beban tajuk yang lebih berat.
63
Gambar 44 Pohon yang condong di Jalan dr. Semeru.
Gambar 45 Contoh propping pada pohon di Capetown, Afrika Selatan.
5.6.6 Pengendalian hama dan penyakit
Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi atau mencegah kerusakan yang
lebih lanjut pada pohon yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Hama dan
penyakit merupakan salah satu faktor utama yang dapat menyebabkan kerusakan
dan mengganggu tanaman di jalur hijau jalan, selain faktor lingkungan. Namun
kegiatan ini belum dilakukan oleh pengelola jalur hijau jalan di lokasi penelitian.
Menurut Arifin dan Nurhayati (2000) pengendalian hama dan penyakit pada dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Pengendalian secara karantina. Tindakan karantina bertujan untuk mencegah
masuknya hama dan penyakit baru serta mencegah keluar masuknya hama dan
penyakit tanaman dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu tempat ke
tempat lainnya. Tanaman yang akan ditanam di jalur hijau jalan harus
64
dipastikan bersih dari hama dan penyakit, sehingga pertumbuhannya dapat
berlangsung dengan baik agar tujuan yang diharapkan dari penanaman pada
jalur hijau jalan tercapai dengan semestinya.
2. Pengendalian secara fisik dan mekanik. Pengandalian secara fisik dilakukan
dengan memanipulasi faktor fisik (seperti suhu, kelembaban udara dan cahaya)
sehingga kondisinya tidak cocok untuk hama dan penyakit tersebut.
Pengendalian secara mekanik merupakan cara yang termudah untuk dilakukan.
Pengendalian ini dilakukan dengan cara mengambil dan memusnahkan hama
yang menyerang serta mengambil tanaman yang rusak dan mati dengan tangan
langsung ataupun alat tertentu. Pada saat di lapangan petugas lapang yang
mengelola jalur hijau tiap harinya hanya pada pembersihan ranting dan daun
yang jatuh sebagai sampah belum pada tahap pengambilan dan pemusnahan
hama penyakit yang ada.
3. Pengendalian dengan teknik budidaya. Teknik budidaya yang baik dan benar
dapat menekan dan mengendalikan serangan hama dan penyakit. Cara ini dapat
dilakukan dengan cara pengolahan tanah atau lokasi tanam, pemilihan bibit
atau benih yang baik, serta pemupukan dan penyiraman yang teratur sesuai
kebutuhan jenis tanaman tertentu. Salah satu pertimbangan pemilihan bibit
tanaman yang baik di jalur hijau jalan adalah jenis tanaman yang memiliki
resistensi tinggi terhadap polutan kendaraan bermotor seperti partikel timbal.
Partikel timbal diperkirakan sekitar 60-70% di udara perkotaan bersumber dari
kendaraan bermotor (Krishnayya & Bedi 1986 diacu dalam Dahlan 2004).
4. Pengendalian secara biologis. Pengendalian ini merupakan cara yang sangat
baik dalam pengendalian hama dan penyakit yang berwawasan lingkungan.
Cara ini sedikit lebih sulit dilakukan secara buatan, akan tetapi pada ekosistem
yang masih stabil proses ini masih berjalan secara alami. Prinsip pengendalian
ini adalah hubungan keseimbangan suatu habitat dalam ekosistem. Pada cara
pengendalian ini menerapkan hukum mangsa dan pemangsa (predator), sebagai
contoh hubungan antara parasit atau patogen dengan predatornya.
5. Pengendalian dengan menggunakan pestisida atau secara kimiawi.
Pengendalian ini merupakan alternatif terakhir apabila cara lain tidak mungkin
dilakukan secara efektif ataupun efisien. Cara ini dapat dilakukan dengan cara
65
penyemprotan, penginjeksian pada batang (tranfusi) dan penaburan pestisida.
Penggunaan pestisida harus disesuaikan dengan objek yang akan dibasmi.
Terdapat beberapa golongan pestisida berdasarkan sasaran hama yang akan
dikendalikan yaitu insektisida (untuk serangga), akarisida (untuk tungau),
rodentisia (untuk hama pengerat), fungisida (untuk jamur), bakterisida (untuk
bakteri), nematisida (untuk nematoda) dan herbisida (untuk gulma).
5.6.7 Pengendalian kerusakan dari tanaman pengganggu
Pada saat di lapangan tanaman pengganggu yang dijumpai adalah jenis
Ficus elastica. Tanaman ini tumbuh membelit pohon lain yang dijadikan sebagai
inangnya. Apabila pohon ficus ini sudah dewasa maka akan mengganggu
pertumbuhan pohon inangnya bahkan dapat mematikan inangya.
Sastrapradja dan Afriastini (1984) menjelaskan bahwa ficus merupakan
jenis tanaman yang melilit pada tanaman inangya. Selain di tanah, semai ficus
dapat tumbuh di batang inangnya (Gambar 46a). Pertumbuhan ficus ini ditandai
dengan pertumbuhan batang yang membelit pada batang pohon inangnya. Pada
tingkat pertumbuhan selanjutnya, akar ficus tumbuh mengitari batang inangnya,
kemudian saling bertemu sehingga membentuk rajutan batang ficus (Gambar
46b). Bila pertumbuhan ficus tidak terganggu maka batang ficus akan membelit
dan menutupi batang inangnya, begitu pula kondisi tajuk ficus yang mengalahkan
tajuk inangnya. Hal inilah yang menyebabkan kematian pohon inangnya.
(a) (b) Gambar 46 Ficus sebagai tanaman pengganggu. a) Semai ficus yang tumbuh pada
batang inangnya; b) Rajutan akar ficus pada batang inangnya.
66
Selain Ficus elastica, Jenis ficus yang dijumpai pada saat pengamatan
adalah beringin (Ficus benjamina). Ficus ini banyak dibudidayakan oleh
masyarakat sebagai pohon peneduh. Semai ficus ini sering tumbuh menumpang
pada pohon lain dan pohon ini dapat mencapai tinggi hingga 35 m serta tajuknya
rindang yang membentuk hampir tiga perempat lingkaran.
Pemeliharaan terhadap tanaman pengganggu seperti ficus ini adalah dengan
dilakukan pemindahan terhadap semai ficus yang mulai tumbuh di dekat atau
menempel di batang pohon. Hal ini mengingat ficus merupakan jenis tanaman
peneduh, sehingga lebih baik apabila ditanam di tempat tertentu yang tidak
mengganggu pohon lainnya. Sedangkan untuk ficus yang sudah mulai melilit
pohon lain, maka dilakukan pembersihan dengan mematikan ficus tersebut agar
pohon inangnya tidak terganggu pertumbuhannya.
5.5.8. Penyulaman
Penyulaman merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan jalur hijau jalan
terhadap tanaman baru atau tanaman sudah ada sebelumnya yang mati atau
mengalami kerusakan dengan mengganti tanaman baru. Pada saat pengamatan di
lapangan dijumpai kematian pada tanaman yang baru atau tanaman muda seperti
disajikan pada Gambar 47. Kerusakan dan kematian tanaman tersebut baik karena
serangan patogen, kerusakan mekanis, maupun karena tanaman sudah tua.
(a) (b)
Gambar 47 Kematian tanaman. a) Pada tanaman yang baru ditanam; b) Pada tanaman muda.
67
Penyulaman pada tanaman yang sudah ada dilakukan terhadap tanaman
yang mengalami kerusakan, mati ataupun sudah tua dengan tujuan untuk
peremajaan tanaman di jalur hijau jalan. Hal ini mengingat setiap tanaman
memiliki daur hidup tertentu sehingga peremajaan harus dilakukan ketika tanaman
berada pada puncak usia yang seharusnya.
Selain itu, penyulaman juga merupakan suatu jaminan bahwa tanaman yang
ditanam akan dapat beradaptasi dan tumbuh secara sempurna. Pada saat
pelaksanaan penyulaman ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Tanaman pengganti harus lebih baik kondisinya dari tanaman yang akan
digantikan. Tanaman tersebut dipastikan sehat dan bersih dari infeksi patogen.
b. Tanaman yang mati atau rusak sebaiknya dicabut atau dibuang terlebih dahulu
dengan cara tidak menggangu tanaman lain yang masih baik. Khususnya pada
tanaman yang terinfeksi patogen atau penyakit karena dikhawatirkan akan
menular ke tanaman lainnya.
c. Mempersiapkan kembali lubang tanaman bekas tanaman yang mati untuk dapat
ditanami kembali dan memastikan lubang tersebut bebas dari gangguan
tanaman patogen yang ada di dalam tanah. Apabila area untuk tanam masih
tersedia dapat dilakukan dengan membuat lubang tanam baru yang
memungkinkan.
d. Tanaman baru dilepaskan dari pembungkusnya (polibag) dan kemudian
ditanam.
e. Pemupukan dan penyiraman secara rutin sangat diperlukan mengingat tanaman
baru membutuhkan beberapa waktu tertentu untuk beradaptasi terhadap kondisi
lingkungan atau lokasi yang baru (Arifin & Nurhayati 2000).
Tindakan pengelolaan dan pemeliharaan sejak dini terhadap kerusakan
pohon pada jalur hijau jalan sangat diperlukan untuk mencegah dan
mengendalikan kerusakan lebih lanjut yang berakibat mati atau tumbangnya
pohon. Kerusakan pada pohon jalur hijau jalan sangat berpotensi menyebabkan
korban kecelakaan pada pemakai jalan akibat tertimpa pohon yang roboh serta
kerugian material besar dari bangunan-bangunan yang rusak.
68
Berdasarkan hasil pengamatan pada kondisi pohon di jalur hijau jalan dr.
Semeru, maka perlu dilakukan beberapa tindakan pengelolaan selain cara
pemeliharaan pohon pada jalur hijau jalan tersebut. Pengelolaan jalur hijau jalan
yang perlu dilakukan, antara lain :
1. Perlu dilakukan pencatatan data terhadap waktu penanaman pohon di jalur
hijau jalan untuk memonitoring kondisi tanaman berdasarkan usia pohon serta
untuk mengetahui usia maksimum pada tanaman jenis tertentu. Hal ini akan
mempermudah dalam kegiatan pemeliharaan pohon di jalur hijau jalan dan
evaluasinya.
2. Petugas lapang dan masyarakat sekitar jalur hijau yang setiap hari
membersihkan ranting atau dedaunan yang gugur serta sampah yang ada agar
membuang ke tempat pembuangan sampah dan tidak membakarnya di sekitar
jalur hijau jalan. Pembakaran sampah di lokasi tersebut menyebabkan polusi
udara yang mengganggu pengguna jalan serta dapat menganggu tanaman yang
ada baik karena luka bakar pada akar maupun panas (heat) bagi tanaman pada
saat pembakaran.
(a) (b)
Gambar 48 Pembakaran sampah daun dan ranting. a) Pada median jalan; b) Pada tepi jalan dr. Semeru.
3. Penggunaan bibit tanaman pohon yang akan ditanam di jalur hijau jalan
sebaiknya memakai bibit yang berasal dari perkembangan secara generatif
(dari biji). Bibit yang berasal dari biji memiliki resistensi tinggi terhadap faktor
penyebab kerusakan karena memiliki susunan fisiologi tumbuhan yang lebih
kuat dan baik seperti sistem perakaran yang lebih kuat.
69
4. Pemeliharaan jalur hijau jalan memerlukan dana yang tidak sedikit. Hal ini
dikarenakan dalam pemeliharaan tanaman pohon pada jalur hijau jalan lebih
banyak memerlukan campur tangan manusia dan teknologi dibandingkan
pemeliharaan tanaman pada habitat alaminya seperti tanaman pohon di hutan
alam. Oleh karena itu perlu dilakukan kerjasama dengan instansi atau lembaga
lain untuk membantu dalam bidang pendanaan pada kegiatan pemeliharaan
jalur hijau jalan.
5. Pemasangan papan interpretasi akan pentingnya jalur hijau jalan dan membuat
papan larangan yang berisi larangan untuk tidak memasang atribut atau
menggunakan pohon dengan cara melukai atau memaku, seperti pemasangan
spanduk dan lainnya (Gambar 49). Apabila pohon sudah mengalami luka maka
akan memudahkan hama dan agen penyakit (seperti jamur, bakteri dan virus)
untuk menyerang pohon tersebut, sehingga pohon mengalami kerusakan parah
dan kemudian mati.
Gambar 49 Pemasangan atribut dengan cara melukai pohon.
6. Membersihkan cabang yang mati pada pohon karena dikhawatirkan akan
membahayakan pengguna jalan (Gambar 50). Perlakuan pada cabang yang
mati seharusnya segera dibuang dari pohon dan tidak menunggu cabang
tersebut jatuh dengan sendirinya. Selain kegiatan tersebut bermanfaat untuk
keamanan pengguna jalan juga bermanfaat untuk menjaga nilai keindahan.
70
Gambar 50 Percabangan pohon yang mati.
7. Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat sekitar jalur hijau jalan atau
pemakai jalan untuk menjaga pohon penyusun jalur hijau jalan dan tidak
merusaknya dengan cara apapun seperti memasang sesuatu dengan melukai
pohon baik itu luka goresan, luka akibat paku dan kawat serta luka lainnya.
Penyuluhan ini lebih ditekankan kepada pedagang kaki lima, penjual barang
dan jasa serta masyarakat yang berdekatan atau berinteraksi langsung dengan
pepohonan di jalur hijau jalan untuk menjaga tanaman jalur hijau jalan dan
tidak merusak pohon peneduh jalan dengan cara apapun.
8. Melakukan monitoring secara berkala dan teratur terhadap kondisi pohon jalur
hijau jalan, khususnya pada pohon yang terindikasi mengalami kerusakan. Hal
tersebut bertujuan untuk menjaga kelestarian pohon jalur hijau jalan serta
mencegah terjadinya kecelakaan atau kerugian material akibat pohon tumbang.