BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · masyarakat akan kayu bakar yang cukup tinggi...
Transcript of BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · masyarakat akan kayu bakar yang cukup tinggi...
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
Masyarakat Suku Tengger yang diteliti adalah masyarakat Suku Tengger
yang bertempat tinggal di Desa Ranu Pane, Wilayah enclave TNBTS. Masyarakat
tersebut merupakan masyarakat yang telah modern. Masyarakat yang telah
memiliki rumah permanen yaitu, rumah yang terbuat dari semen, pasir dan batu
bata. Serta telah memiliki sistem pertanian yang intensif. Untuk mengetahui
kondisi dan pemanfaatan spesies tumbuhan oleh Masyarakat Suku Tengger Desa
Ranu Pane, maka dilakukan wawancara dan kuisioner terhadap 30 responden yang
memiliki karakteristik usia yang berbeda. Karakteristik responden berdasarkan
kelompok usia dapat dikelompokan ke dalam empat kelompok (Gambar 2).
Gambar 2 Klasifikasi kelompok usia responden.
Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang menjadi responden pada
umunya beragama Islam dan berpendidikan Sekolah Dasar (SD) dengan mata
pencaharian 100% sebagai petani sayur, namun dua diantaranya juga berprofesi
sebagai dukun yang dipercaya oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
memiliki kemampuan untuk mengobati orang sakit. Sedangkan komposisi
responden berdasakan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 3.
0
10
20
30
40
20-30 31-40 41-50 ˃50
1016,67
4033,33
Pers
enta
se(%
)
Kelompok Usia
Gambar 3 Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin.
Berdasarkan Gambar 3, lebih banyaknya responden berjenis kelamin laki-
laki (55,56 %) dibandingkan responden perempuan (44,44%). dikarenakan laki-
laki dari masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane paling sering pergi kehutan
untuk mengambil spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan.
Masyarakat Suku Tengger memiliki sikap tenggang rasa yang tinggi,
gotong-royong, kekeluargaan dan ramah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Pairah (2010) yaitu bahwa pada umunya masyarakat Suku Tengger memilki sikap
tenggang rasa antar umat beragama yang tinggi, sikap gotong royong,
kekeluargaan dan ramah. Sikap tersebut pun ditunjukan oleh masyarakat Suku
Tengger Desa Ranu Pane.
Tingginya tenggang rasa diantara masyarakat Suku Tengger Desa Ranu
Pane, ditunjukkan melalui toleransi dalam masyarakat dengan agama yang
beragama. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane terdiri dari masyarakat
yang beragama Islam, Hindu dan Kristen. Namun keragaman dalam beragama di
Desa Ranu Pane tidak menjadi masalah. Hal itu terbukti dari keikutsertaan
masyarakat agama lain dalam suatu perayaan hari-hari besar suatu agama.
Contohnya pada perayaan upacara adat Kasodo yang merupakan upacara adat
bagi umat hindu. Dalam kegiatan tersebut tidak hanya umat Hindu yang
melaksanakan, namun umat agama lain baik Islam maupun Kristen turut serta
dalam perayaan upacara adat tersebut.
Sikap gotong royong dan kekeluargaan tercermin dari kegiatan
masyarakat dalam memperbaiki atau membersihakan sarana dan prasarana Desa
Ranu Pane, serta sikap saling membantu ketika ada salah satu keluarga yang
55,56%44,44%
Pria
Wanita
menggelar suatu pesta pernikahan atau pesta khitanan. Sedangkan keramahan
masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane tercermin dari cara mereka dalam
menyambut tamu yang berkunjung ke rumah mereka. Kebiasaan mereka adalah
mempersilahkan tamunya ke dapur untuk menghangatkan diri dari udara dingin
sambil mengobrol dengan para anggota keluarga dan menikmati kopi atau teh
hangat di depan perapian.
5.2 Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan
Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane hidupnya tergantung pada
alam sekitar. Sebagian besar masyarakat memperoleh tumbuhan yang mereka
butuhkan adalah dari hutan, pekarangan dan ladang. Spesies tumbuhan yang biasa
diambil oleh masayarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dari hutan biasanya
merupakan tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat dan kayu bakar, sedangkan
untuk pangan sendiri lebih banyak sengaja dibudidayakan di ladang. Pengambilan
berbagai spesies tumbuhan dari hutan telah dilarang oleh pihak Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru (TNBTS), terutama pengambilan kayu bakar. Kebutuhan
masyarakat akan kayu bakar yang cukup tinggi dikhawatirkan dapat mengancam
kelestarian hutan TNBTS, khususnya Resort Ranu Pane.
Apabila dibandingkan dengan beberapa penelitian mengenai etnobotani di
beberapa masyarakat/suku di Indonesia. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane tidak terlalu banyak. Spesies tumbuhan yang biasa
dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 77
spesies yang termasuk dalam 38 famili. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya, luas lokasi penelitian, status kawasan dan
pengetahuan tradisional masyarakat setempat yang telah mengalami penurunan,
serta minimnya kegiatan budidaya oleh masyarakat setempat.
Pada beberapa penelitian etnobotani, penelitian dilakukan pada lokasi yang
relatif lebih luas dan memiliki ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan
Desa Ranu Pane. Handayani (2010) melakukan penelitian di sekitar Cagar Alam
Simpang, Cianjur dengan luas 3.791 ha, sedangkan penelitian Angriyantie (2010)
dilakukan di kampung Keay, Kutai Barat-Kalimantan Timur dengan luas 10.842
ha. Kedua penelitian ini dilakukan pada lokasi yang lebih luas dibandingkan
dengan Desa Ranu Pane yaitu 300 ha.
Tabel 6 Beberapa penelitian mengenai etnobotani pada beberapa suku/masyarakat di Indonesia
No Etnobotani Suku/
masyarakat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Sumber
1 Masyarakat sekitar Gunung Simpang
62 74 35 12 9 19 14 12 4 14 5 Handayani (2010)
2 Kampung Keay Kabupaten Kutai Barat
87 95 56 12 14 34 32 22 10 25 9 Angriyantie (2010)
3 Masyarakat adat Kampung dukuh
102 151 52 32 34 16 47 19 7 24 8 Hidayat (2009)
4 Suku Melayu Daratan
47 98 10 11 12 11 26 11 7 11 4 Ernawatii (2009)
5 Suku Bunaq, Nusa Tenggara Timur
41 69 21 43 10 32 18 6 20 7 Roswita Atok (2009)
6 Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
31 30 15 4 3 3 3 - - - - Penelitian ini (2011)
Keterangan kategori pemanfaatan : 1) pangan, 2) obat, 3) hias, 4) pakan ternak, 5) kayu bakar, 6) upacara adat, 7) bahan bangunan, 8) aromatik, 9) warna, 10) kerajinan, 11) pestisida.
Tingginya pemanfaatan tumbuhan oleh suatu masyarakat/suku juga
dipengaruhi oleh tersedianya keanekaragaman spesies tumbuhan yang tinggi di
lokasi tersebut. Keanekaragaman spesies tumbuhan dapat dipengaruhi oleh
ketinggian tempat. Semakin tinggi tempat, maka semakin rendah keanekaragaman
spseies tumbuhan pada lokasi tersebut (Primack et al.1998). Desa Ranu Pane
terletak pada ketinggian 2200 m dpl. Oleh karena itu keanekaragaman spesies
tumbuhan di sekitar Desa Ranu Pane pun rendah dan pada umumnya di dominasi
oleh spesies tumbuhan dengan famili Asteraceae.
Status kawasan juga berpengaruh terhadap banyaknya jumlah
pemanfaatan. Berdasarkan UU No.5 tahun 1990, bahwa pemanfaatan pada taman
nasional hanya dapat dilakukan pada zona pemanfaatan tradisional. Selain itu
terdapatnya larangan untuk mengambil hasil hutan, terutama kayu oleh pihak
TNBTS. Rendahnya pemanfaatan tumbuhan juga dapat dipengaruhi oleh
pengetahuan tradisional masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang telah
mengalami penurunan.
Menurunnya pengetahuan tradisional masyarakat dalam memanfaatkan
tumbuhan di Desa Ranu Pane disebabkan oleh perubahan pola hidup masyarakat
yang lebih modern. Perubahan tersebut diduga disebabkan karena pengaruh yang
dibawa oleh pengunjung/wisatawan yang berkunjung ke Resort Ranu Pane. Pada
umumnya pemanfaatan spesies tumbuhan terbatas pada pemanfaatan yang
sederhana seperti, pangan, obat, hias, pakan ternak, upacara adat, dan bahan
bangunan. Berbeda dengan pemanfaatan tumbuhan untuk berbagai kebutuhan
lainnya seperti, kerajinan, pestisida, pewarna, aroma, dll, masyarakat Suku
Tengger Desa Ranu Pane lebih memilih untuk membelinya di pasar karena
dianggap lebih praktis.
Pada beberapa penelitian etnobotani di beberapa daerah di Indonesia,
menunjukan hasil yang sama yaitu pemanfaatan tumbuhan untuk obat lebih tinggi
dibandingkan dengan pemanfaatan lainnya (Handayani 2010; Angriyantie 2010;
Ernawati 2009; Hidayat 2009; Atok 2009). Sedangkan pemanfaatan tumbuhan
oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane lebih banyak adalah pemanfaatan
tumbuhan untuk pangan. Hal tersebut dikarenakan spesies tumbuhan yang biasa
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tidak hanya diperoleh dari
hutan, tetapi juga diperoleh dari hasil kegiatan budidaya, yaitu berupa tanaman
sayur-sayuran.
5.3 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Tingkat Famili
Hasil wawancara menunjukan bahwa terdapat 77 spesies tumbuhan yang
termasuk dalam 38 famili yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa
Ranu Pane. Spesies tumbuhan dari berbagai famili tersebut digunakan dalam
berbagai keperluan yaitu pangan, obat, hias, kayu bakar, pakan ternak, bahan
bangunan, upacara adat. Klasifikasi pemanfaatan famili dan jumlah spesies
tumbuhan tersebut tersaji dalam Gambar 4.
Gambar 4 Klasifikasi famili dan jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane.
0 5 10 15
BoraginaceaeMenispermaceae
PolygonaceaeCyatheaceae
EricaceaeAmarillydaceaeEuphorbiaceae
BegoniaceaeArecaceae
AmaranthaceaeMyrtaceaeLamiaceae
CucurbitaceaeBrassicaceae
Moraceae Araceae
LauraceaeCrassulaceae
UrticaceaeCruciferaePiperaceaeAraliaceae
RosaceaeCaricaceae
MarsileaceaeOnagraceaeAsteraceae
ApiaceaeParmeliaceae
SolanaceaePlanfaginaceae
EquisetaceaeCasuarinaceae
FabaceaeLiliaceae
RuscaceaePoaceae
Apocynaceae
Jumlah spesies
Fam
ili
Famili Asteraceae merupakan famili yang paling banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yaitu sebanyak 12 spesies.
Berbagai spesies dari famili Asteraceae memiliki banyak manfaat diantaranya,
pangan, obat, hias dan upacara adat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Pudjowati (2006) bahwa spesies tumbuhan dari famili Asteraceae merupakan
salah satu tumbuhan lansekap yang bernilai estetik dan secara fungsional memiliki
manfaat (khasiat) sebagai obat.
Selain memiliki berbagai kegunaan, spesies tumbuhan dari famili
Asteraceae juga dapat disebabkan karena, famili Asteraceae merupakan salah satu
famili tumbuhan yang mudah ditemukan disekitar Desa Ranu Pane. Keberadaan
spesies tumbuhan dari famili Asteraceae yang dapat ditemukan diberbagai lokasi
seperti, ladang, hutan dan pekarangan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Pudjowati (2006) bahwa famili Asteraceae merupakan spesies tumbuan yang
mudah untuk dipelihara dan tersebar diberbagai daerah, serta tumbuh liar di
halaman, kebun dan di tepi jalan.
5.4 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Habitus
Berdasarkan habitusnya, spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, dapat dikelompokkan kedalam 7
habitus yaitu, herba, pohon, perdu, semak, efipit, liana, palem. Persentase
pemanfaatan tumbuhan berdasarkan habitus tersebut ditunjukan oleh Gambar 5.
Gambar 5 Persentase habitus tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku
Tengger Desa Ranu Pane.
63,64
15,589,09
2,6 6,491,3 1,3
010203040506070
Herba Pohon Perdu Semak Liana Efipit PalemPers
enta
se (%
)
Habitus
Spesies yang dimanfaatkan sebagian besar merupakan spesies tumbuhan
berhabitus herba, yaitu sebesar 63,64%. Hal tersebut dikarenakan spesies
tumbuhan berhabitus herba merupakan spesies tumbuhan yang paling banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Spesies tumbuhan
berhabitus herba tersebut pada umumnya merupakan spesies yang dimanfaatkan
untuk obat, pangan dan hias. Tingginya pemanfaatan spesies tumbuhan berhabitus
herba dikarenakan tumbuhan berhabitus herba lebih cepat tumbuh dibandingkan
dengan tumbuhan berhabitus lainnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Handayani (2010), bahwa tumbuhan yang berhabitus herba lebih mudah dalam
pengambilannya dan lebih cepat tumbuh. Sehingga kecil kemungkinan bahwa
tubuhan berhabitus herba punah.
5.5 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Bagian yang Digunakan
Salah satu bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane adalah daun (44,87%) diikuti oleh
buah (14,29%) dan bunga (11,69%). Persentase besarnya penggunaan bagian
tumbuhan tersebut ditunjukan oleh Gambar 6.
Gambar 6 Persentase bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Suku
Tengger Desa Ranu Pane.
Pemanfaatan bagian tumbuhan berupa daun lebih banyak dilakukan. Hal
tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, karena daun
merupakan bagian tumbuhan yang mudah untuk diambil dan diolah dibandingkan
dengan bagian tumbuhan lainnya. Pada umunya spesies tumbuhan memiliki daun
yang tidak tergantung pada musim serta jumlah ketersedian daun pada suatu
14,293,9
45,45
5,19 3,9 9,09 11,693,9 7,79 6,49
01020304050
Pers
enta
se (%
)
Bagian yang digunakan
spesies tumbuhan lebih besar dibandingkan bagian tumbuhan lainnya seperti akar,
batang, bunga, kulit, buah, kayu, biji dan getah. Selain itu juga pemanfaatan
tumbuhan melalui daun dapat tetap menjaga kelestarian tumbuhan tersebut,
karena tumbuhan tersebut dapat tetap tumbuh. Karena pemanfaatan bagian lain
dari tumbuhan kebanyakan harus melukai bahkan menebang tumbuhan tersebut,
dengan kata lain pemanfaatan tumbuhan berupa daun dapat berperan dalam usaha
konservasi flora.
Selain daun, bagian tumbuhan yang juga banyak digunakan adalah buah
(14,29%). Pemanfaatan buah juga banyak dimanfaatkan karena pada umumnya
buah tidak memerlukan proses pengolahan atau bisa langsung dikonsumsi
(Mahendra 2005). Sehingga dianggap lebih praktis dibandingkan dengan bagian
tumbuhan lainnya.
5.6 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Tipe Habitat
Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa
Ranu Pane pada umumnya berasal dari hutan, ladang dan pekarangan. Hal
tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Persentase tipe habitat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku
Tengger Desa Ranu Pani.
Gambar 7 menunjukan bahwa sebagian besar (63,64%) tumbuhan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane berasal dari hutan.
Tingginya pemanfaatan spesies tumbuhan yang berasal dari hutan dapat
dikarenakan hutan merupakan tempat yang banyak menyediakan berbagai
kebutuhan manusia diantaranya, menyediakan pangan, obat-obatan dan bahan
bakar (CIFOR 2007).
63,64
15,58
38,46
010203040506070
Hutan Ladang Pekarangan
Pers
enta
se (%
)
Tipe habitat
Spesies tumbuhan yang biasa diambil dari hutan merupakan spesies
tumbuhan yang dimanfaatkan untuk obat dan kayu bakar. Selain itu juga, karena
masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane tidak banyak melakukan budidaya
terhadap tumbuhan yang biasa mereka manfaatkan. Tumbuhan yang umum
dibudidayakan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane adalah tanaman
ladang seperti sayur-sayuran. Sehingga selain tingginya pemanfaatan tumbuhan
dari hutan, pemanfaatan tumbuhan juga banyak yang berasal dari ladang.
5.7 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Kelompok Kegunaan
Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane,
dapat dikelompokan ke dalam beberapa kelompok kegunaan diantaranya, pangan,
obat, kayu bakar, hias, pakan ternak, upacara adat dan bahan bangunan.
Banyakanya spesies yang dimanfaatkan dalam masing-masing kelompok
kegunaan tersebut ditunjukan oleh Gambar 8.
Gambar 8 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan.
Jumlah spesies yang paling banyak digunakan adalah untuk kebutuhan
pangan yaitu sebanyak 31 spesies. Hal tersebut dikarenakan spesies tersebut
banyak dibudidayakan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dan
menjadi salah satu komoditas ekonomi masyarakat Suku Tengger Desa Ranu
Pane.
05
101520253035 31 30
15
4 3 3 3Jum
lah
Kelompok kegunaan
5.7.1 Tumbuhan pangan
Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pangan oleh masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 31 spesies yang terdiri dari 18 famili.
Spesies tumbuhan yang sering dimanafaatkan sebagai pangan oleh masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane umumnya berupa sayur-sayuran baik hasil
budidaya maupun spesies tumbuhan yang berasal dari hutan atau pekarangan.
Adapun spesies tanaman sayuran yang dibudidayakan dapat dilihat pada Tabel
7.
Tabel 7 Beberapa Spesies tumbuhan pangan yang dibudidayakan No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Kubis Brassica oleracea Daun 2 Kentang Solanum tuberosum Umbi 3 Bawang merah Allium cepa Umbi dan daun 5 Bawang putih Allium sativum Umbi 6 Ketumbar Coriandrum sativum Biji 7 Labu siam Sechium edule Buah 8 Jagung Zea mays Buah
(a) (b) (c) Gambar 9 Spesies tumbuhan pangan yang banyak dibudidayakan : (a) kubis
(Brassica oleracea), (b) bawang merah (Allium cepa), (c) kentang (Solanum tuberosum).
Gambar 9. Merupakan gambar beberapa spesies tanaman sayur yang
banyak dibudidayakan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Ketiga
Spesies tersebut juga merupakan komoditas ekonomi utama bagi masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
biasanya menjual hasil ladangnya yaitu sayur-sayuran pada tengkulak yang
datang langsung kepada petani. Sayur-sayuran tersebut diangkut dengan
menggunakan truk dan dibawa guna dijual di pasar, biasanya para tengkulak
tersebut sudah mempunyai pelanggan yang siap menampung dan menjual
kembali di pasar.
Selain memanfaatkan sayur-sayuran yang sengaja dibudidayakan untuk
dikonsumsi masyarakat juga biasa memanfaatkan beberapa spesies tumbuhan
yang berasal dari hutan atau pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan
sehari-hari. Beberapa spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai
pangan dan berasal dari hutan atau pekarangan tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8 Spesies tumbuhan pangan yang berasal dari hutan/pekarangan No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Tiwu Sonchus malaianus Daun 2 Semanggi Hydrocotyle sibthorpiodes Daun 3 Permenan Mentha sp. Daun 4 Ranti Physalis nigrum Daun, buah 5 Loba Nasturtium sp. Buah/biji
Kebiasaan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane mengkonsumsi
sayur-sayuran sehari-hari dapat berefek positif pada kesehatan masyarakat hal
tersebut karena menurut Suwahyono (2011) sayur-sayuran mengindikasikan
adanya semacam senyawa yang mempunyai sifat menstimulasi tubuh
memproduksi senyawa, yang diistilahkan dengan TNF (Tumor Necrosis
Factor). TNF adalah senyawa aktif dalam tubuh yang dapat berfungsi untuk
meluruhkan sel-sel tumor. Selain itu juga sayuran mempunyai kemampuan
menstimulasi daya tahan tubuh atau kekebalan tubuh yang diistilahkan dengan
immunopotentiator. Salah satu jenis sayuran tersebut adalah kubis dan bayam,
dimana kedua spesies tersebut mempunyai aktivitas stimulan yang kuat
sepadan dengan interferon dan OK-432 serum. Hal tersebut terbukti dari 7 dari
10 responden yang berusia di atas 50 tahun masih memiliki fisik yang bugar
dan masih dapat bekerja di ladang.
Selain tumbuhan, masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane juga
sering memanfaatkan jamur sebagai salah satu pangan sehari-hari. Salah satu
jamur yang biasa dikonsumsi adalah jamur kuping (Auricularia auricula) dari
famili Auriculariaceae.
Gambar 10 Jamur kuping (Auricularia auricula).
Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane biasanya memperoleh
jamur kuping (Auricularia auricula) pada pohon-pohon yang telah mati atau
tumbang di hutan. Pengambilan jamur kuping (Auricularia auricula) dari hutan
dilakukan sengaja ataupun ketika mencari kayu bakar. Pemanfaatan jamur
kuping oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebagai pangan juga
karena masyarakat mempercayai kandungan dari jamur kuping yang memiliki
khasiat tersendiri bagi tubuh. Menurut Crisan et al. (1978) dalam Susilawati et
al. (2010), rata-rata kandungan protein dari jamur kuping (%berat kering)
sebesar 49%. Bahkan menurut Susilawati et al. (2010) jamur kuping selain
memilki senyawa penting bagi tubuh juga dapat memerankan peranan penting
dalam pengobatan masyarakat. Adapun khasiat dari jamur kuping tersebut
diantaranya, menormalkan tekanan darah dan menurunkan kolesterol darah,
(Chang et al. 1978) dalam Susilawati et al. (2010).
Jamur kuping (Auricularia auricula) merupakan salah satu jamur yang
memiliki nilai ekonomi tinggi di pasaran. Oleh karena itu selain untuk
konsumsi rumah tangga, jamur kuping yang diperoleh masyarakat Suku
Tengger Desa Ranu Pani dari hutan, sebagian juga biasanya dijual.
5.7.2 Tumbuhan obat
Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 30 spesies yang termasuk ke dalam
17 famili. Beberapa spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat
oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Beberapa spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
No Nama Lokal Nama Ilmiah Kegunaan Bagian yang Digunakan
1 Adas Foeniculum vulgare Obat batuk dan obat demam
Daun
2 Sempretan Eupatorium inofolium Luka luar dan Jantung
Akar dan daun
3 Suri pandak Plantago major Obat luka, kurang darah dan nyeri otot
Seluruh bagian
4 Jenggot besi Usnea barbata Nyeri otot Seluruh bagian 5 Ampet Pilea melastomoides Sakit perut Kulit 6 Jahe wono/
purwoceng Pimpinella pruatjan Perut kembung Daun
7 Alang-alang Imperata cilyndrica Nyeri otot Akar 8 Dringu Acorus calamus Pencegah perut
kembung pada bayi Daun, buah, umbi
9 Kecubung Datura fastuosa Obat mata Buah 10 Tepung otot Stellaria saxatilis Obat keseleo Seluruh bagian
Spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat biasanya
digunakan untuk mengobati penyakit ringan seperti, pegal linu/nyeri otot dan
perut kembung. Perut kembung merupakan penyakit yang paling sering
diderita oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh kebiasaan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sehari-
hari. kebiasaan masyarakat Suku tengger Desa Ranu Pani, yaitu makan atau
merokok sambil mengobrol, sehingga masyarakat banyak menelan udara.
Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat pada umunya diolah
dengan cara yang sederhana yaitu dengan cara merebusnya dalam air.
Pemanfaatan tumbuhan untuk obat tidak hanya terbatas pada bagian tumbuhan
yang masih segar, beberapa masyarakat juga menyimpanya dalam bentuk
kering/simplisia maupun ramuan yang siap digunakan. Salah satu ramuan yang
sering disimpan oleh masyarakat adalah sempretan (Eupatorium inofolium)
yang berkhasiat untuk mengobati luka luar pada kulit. Cara pengolahan dari
sempretan (Eupatorium inofolium) tergolong mudah yaitu hanya perlu melumat
daun segarnya dan menambahkan air, kemudian diambil airnya.
Menurut salah satu dukun di Desa Ranu Pane, menyatakan bahwa abu
dari hasil pembakaran edelweis (Anaphalis longifolia) juga dapat dimanfaatkan
sebagai obat pelangsing, yaitu dengan cara abu tersebut ditambahkan air, lalu
diminum. Beberapa spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat
dapat dilihat pada Gambar 11.
(a) (b) (c) Gambar 11 Spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat : (a) suri
pandak (Plantago major), (b) ampet (Pilea melastomoides.), (c) jenggot besi (Usnea barbata).
Berdasarkan Gambar 10, ketiga spesies tumbuhan tersebut merupakan
spesies tumbuhan berkhasiat obat yang tumbuh liar di pekarangan ataupun
hutan. suri pandak (Plantago major) dan jenggot besi (Usnea barbata) biasa
dimanfaatkan untuk mengobati nyeri otot, sedangkan ampet (Pilea
melastomoides.) biasa dimanfaatkan untuk mengobati sakit perut. Bagian yang
dimanfaatkan dari ampet (Pilea melastomoides.) adalah kulit kayunya.
Sedangkan suri pandak (Plantago major) bagian yang digunakan adalah
daunnya. Ketiga spesies tumbuhan tersebut cukup diolah dengan cara direbus
dan diminum airnya guna mengobati penyakit tersebut.
Pemanfaatan jenggot besi (Usnea barbata) kini telah dilarang oleh
pihak TNBTS, karena tempat tumbuh dari jenggot besi (Usnea barbata) sendiri
yang menempel pada pohon inang, biasanya yang menjadi pohon inang dari
jenggot besi (Usnea barbata) adalah pohon Acacia decurens. Sehingga untuk
mengambilnya perlu memotong cabang dan bahkan menebang pohon
inangnya.
Umumnya masyarakat Suku Desa Ranu Pane memanfaatkan tumbuhan
berkhasiat obat sebagai pertolongan pertama sebelum dibawa ke dukun atau
Puskesmas yang terdapat di Desa tersebut. Kebanyakan masyarakat Suku
Tengger Desa Ranu Pane memilih untuk berobat pada seorang seorang dukun.
Selain lebih percaya, alasan lainnya adalah karena minimnya sarana kesehatan
di Desa Ranu Pane. Sehingga harus pergi ke luar Desa bila ingin berobat ke
Rumah Sakit. Di Desa Ranu Pane terdapat dua orang dukun. Kedua dukun ini
tidak hanya menggunakan berbagai spesies tumbuhan sebagai obat, pengobatan
juga disertai dengan jampi-jampi sebagai sarana memohon kesembuhan bagi
orang yang sakit.
Salah satu spesies tumbuhan obat yang berkhasiat dan bernilai ekonomi
tinggi adalah purwoceng (Pimpinella pruatjan) atau spesies yang biasa
masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebut dengan jahe wono. habitat
dari purwoceng yang tumbuh pada ketinggian 2000-3000 m dpl (Darwati et al.
2006). Ketinggian tempat tumbuh purwoceng (Pimpinella pruatjan) tersebut
memungkinkan purwoceng (Pimpinella pruatjan) dapat tumbuh dengan baik di
kawasan Resort Ranu Pane yang terletak pada ketinggian 2200 m dpl.
Pemanfaatan purwoceng (Pimpinella pruatjan) oleh masyarakat Suku
Tengger Desa Ranu Pane sendiri umunya untuk mengobati penyakit ringan
seperti perut kembung. Adapun Cara penggunaan purwoceng (Pimpinella
pruatjan) tersebut adalah dengan melumatkan akarnya kemudian dibalurkan
pada perut.
Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane belum mengetahui bahwa
purwoceng (Pimpinella pruatjan) ini merupakan salah satu spesies tumbuhan
obat yang memilki nilai ekonomi tinggi dan memiliki khasiat lebih dari sekedar
obat perut kembung yaitu untuk diuretic (melancarkan saluran air seni),
tonikum (meningkatkan stamina tubuh) dan afrodisiak (meningkatkan gairah
seksual dan ereksi) (Darwati et al. 2006). Kurangnya informasi akan khasiat
dan nilai ekonomi yang tinggi dari spesies purwoceng (Pimpinella pruatjan) ini
membuat tidak banyak masyarakat yang membudidayakannya.
5.7.3 Tumbuhan hias
Spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai hiasan baik yang
ditanam dalam suatu pot dan ditaruh di teras rumah maupun ditanam langsung
di pekarangan terdapat 15 spesies yang termasuk dalam 11 famili. Adapun
spesies yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan berasal dari luar
Resort Ranu Pane dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Lima spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan berasal dari luar Resort Ranu Pane
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Anting-anting Fuchsia hybryda Bunga 2 Euphorbia Euphorbia mili Bunga 3 Tiris Kalanchoe pinnata Seluruh bagian 4 Lidah mertua Sansevieria trifasciata Daun 5 Dahlia Dahlia pinnata Bunga
Spesies tumbuhan yang umumnya dijadikan tamanan hias merupakan
spesies tumbuhan yang memiliki nilai estetika baik bunga maupun bagian
tumbuhan lainnya. Salah satu spesies yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias
adalah dahlia (Dahlia pinnata). Pemanfaatan dahlia (Dahlia pinnata) sebagai
tanaman hias dikarena dahlia (Dahlia pinnata) memiliki bunga yang indah dengan
warna yang menarik. Umumnya masyarakat memanfaatkan dahlia (Dahlia
pinnata) sebagai tanaman hias berdasarkan nilai estetisnya, namun disamping itu
dahlia (Dahlia pinnata) memiliki kemampuan dalam mengakumulasi dan
menyaerap logam Cu dengan efisiensi sebesar 3, 73% (BBPK 2009).
Gambar 12 Dahlia (Dahlia pinnata)
Spesies tumbuhan yang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias
kebanyakan bukan merupakan tumbuhan asli dari hutan Resort Ranu Pane,
Masyarakat kebanyakan membawanya dari luar Desa Ranu Pane. Oleh sebab
itu kebanyakan masayarakat menanamnya di pot dan di taruh di pekarangan
rumah mereka. Sedangkan beberapa spesies tumbuhan yang dimanfaatkan
sebagai tanaman hias yang bersal dari hutan atau pekarangan dapat dilihat pada
Tabel 11.
Tabel 11 Beberapa spesies tumbuhan hias yang bersal dari hutan/pekarangan No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Edelweis Anaphalis longifolia Bunga 2 Mentigi Vaccinium varingifolium Bunga 3 Jogoran Hyptis suaveolens Seluruh bagian 4 Peron Anamirta cocculus Daun
Edelweis (Anaphalis longifolia) merupakan salah satu spesies
tumbuhan yang banyak dimanfaatkan untuk untuk berbagai keperluan
disamping dimanfaatkan sebagai hiasan di rumah-rumah masyarakat Suku
Tengger Desa Ranu Pane. Walaupun pengambilannya di larang oleh pihak
TNBTS karena edelweis (Anaphalis longifolia) merupakan spesies tumbuhan
yang dilindungi.
5.7.4 Tumbuhan kayu bakar
Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam kehidupan sehari-
harinya memanfaatkan kayu bakar guna memenuhi kebutuhannya dalam
memasak dan terutama untuk perapian guna menghangatkan diri dari udara
dingin. Spesies yang sering dimanfaatkan sebagai kayu bakar dapat dilihat
pada Tabel 12.
Tabel 12 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Acacia Acacia decurrens Kayu 2 Cemara gunung Casuarina junghuhniana Kayu 3 Kemlandingan Albizzia lophanta Kayu
Ketiga spesies tersebut biasa masyarakat peroleh dari hutan sekitar
desa. Kegiatan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam
menanfaatkan kayu bakar dikhawatirkan dapat mengancam kelestarian hutan
TNBTS, terutama Resort Ranu Pane. Masyarakat mengaku bahwa kayu bakar
yang mereka gunakan diperoleh dari pohon yang telah mati dan tumbang.
Untuk memenuhi kebutuhan akan kayu bakar setiap saat baik untuk
memasak maupun untuk meghangatkan tubuh dari udara dingin, masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane biasanya menyimpannya di dapur dekat dengan
tungku, selain untuk memudahkan dalam pengambilannya, penyimpanan dekat
tungku juga dimaksudkan untuk mengeringkan kayu tersebut. Penyipanan kayu
bakar dilakukan sebagai persediaan untuk kapan saja dapat digunakan, dengan
kata lain di setiap rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane selalu
tersedia kayu bakar.
Tingginya penggunaan kayu bakar oleh masyarakat Suku Tengger Desa
Ranu Pane, yaitu setiap kepala keluarga dapat menghabiskan 1 gelondong
pohon berdiameter 10-20 cm perharinya. Walaupun telah ada larangan oleh
pihak TNBTS untuk tidak mengambil kayu bakar, khususnya pohon untuk
kayu bakar, tidak menutup kemungkinan terjadi pelanggaran mengingat
besarnya kebutuhan masyarakat akan kayu bakar guna menghangatkan tubuh
dari udara dingin. Pelanggaran tersebut terjadi berupa pencurian kayu bakar,
dan Resort Ranu Pane merupakan Resort yang paling tinggi tingkat pencurian
kayu bakarnya yaitu sebanyak 24 kasus pada tahun 2002-2003 dibandingkan
dengan Resort lainnya. Lokasi pencurian kayu bakar di Resort Ranu Pane
diantaranya, Bantengan, Pusung Bingung, Krepelan dan Besaran (Nugroho et
al. 2007).
Berikut gambar mengenai pemanfaatan tumbuhan sebagai kayu bakar di
salah satu rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, tersaji pada
Gambar 13.
Gambar 13 Pemanfaatan tumbuhan untuk kayu bakar.
Untuk menanggulangi masalah tingginya kebutuhan masyarakat akan
kayu bakar pihak TNBTS SPTN 3, Resort Ranu Pane berencana untuk
membuat lumbung kayu bakar, dan masyarakatlah yang berperan untuk
mengelola lumbung tersebut guna digunakan bersama untuk memenuhi
kebutuhan kayu bakar masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Adapun
spesies yang menjadi unggulan dalam pembutan lumbung kayu bakar tersebut
adalah akasia gunung (Acacia decurrens) dan cemara gunung (Casuarina
junghuhniana).
5.7.5 Tumbuhan untuk upacara adat
Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane memanfaatkan tumbuhan
untuk melangsungkan upacara adat, salah satunya adalah upacara adat
pernikahan dan kematian masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Spesies
tumbuhan yang biasa digunakan dalam upacara adat Suku Tengger Desa Ranu
Pane terdiri dari 3 spesies dari 3 famili. Spesies tumbuhan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 13.
Tabel 13 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk kegiatan upacara adat masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Edelweis Anaphalis longifolia Bunga 2 Pampung Macropanax dispermus Daun 3 Genjret Pytholacca dioica Daun
Pampung (Macropanax dispermus) dan genjret (Pytholacca dioica)
merupakan spesies pelengkap dalam upacara adat masyarakat Suku Tengger Desa
Ranu Pane. Lain halnya dengan Edelweis (Anaphalis longifolia) yang memiliki
arti penting tersendiri dalam setiap upacara adat, khususnya upacara adat
pernikahan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Pentingnya Edelweis
(Anaphalis longifolia) dalam upacara adat pernikahan karena melambangkan
keabadian, dimana diharapkan pasangan yang melaksanakan upacara adat
pernikahan tersebut dapat menjadi pasangan yang abadi atau langgeng dalam
membina rumah tangga.
5.7.6 Tumbuhan pakan ternak
Spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak tediri
dari 4 spesies dan termasuk dalam 4 famili. Spesies tumbuhan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak oleh masyarakat suku Tengger Desa Ranu Pane
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Kubis Brassica oleracea Daun 2 Kemlandingan Albzzia lophanta Daun 3 Rumput gajah Pennisetum purpureum Daun 4 Greges otot Equisetum debile Seluruh bagian
Pemberian pakan berupa kubis (Brassica oleracea L.) pada ternak
merupakan salah satu tindakan dalam memanfaatkan limbah sayuran,
khususnya kubis (Brassica oleracea). Limbah kubis (Brassica oleracea)
memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu 1,4 g per 100 g berat basah. Limbah
kubis (Brassica oleracea) dapat di olah menjadi tepung untuk pakan ternak.
Sehingga dapat menjadi salah satu alternatif pakan bagi ternak (Wibawa 2009).
Selain memanfaatkan limbah kubis, masyarakat Suku Tengger Desa
Ranu Pane juga biasanya memperoleh pakan untuk ternaknya dari hutan atau
pekarangan. Adapun pakan ternak yang biasa diperoleh dari hutan yaitu,
kemlandingan dan greges otot (Equisetum debile). Kemlandingan (Albzia
lophanta) dimanfaatkan daunnya untuk pakan ternak setelah kayunya diambil
untuk kayu bakar. Greges otot (Equisetum debile) selain dimanfaatkan sebagai
pakan ternak, masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane juga biasa
memanfaatkannya sebagai obat untuk mengobati wasir, rematik dan radang
usus. Sedangkan rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan salah satu
pakan yang sengaja masyarakat tanam guna memenuhi kebutuhan pakan
ternaknya.
5.7.7 Tumbuhan bahan bangunan
Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan oleh
Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 3 spesies. Ketiga spesies
tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Cemara gunung Casuarina junghuhniana Kayu 2 Bambu tali Gigantochloa apus Kayu 3 Bambu petung Dendrocalamus asper Kayu
Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane lebih banyak menggunakan
kayu dan bambu untuk membangun kandang ternak dan gubuk-gubuk kecil di
ladang dibandingkan dengan rumah mereka. Hal tersebut dikarenakan rumah
masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane merupakan bangunan permanen
yang terbuat dari batu bata, pasir dan semen (Gambar 14).
Gambar 14 Salah satu rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane.
Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan banguan digunakan untuk
sebagain kecil dari rumah mereka misalnya untuk plafon, reng, kusen, pintu
dan bingkai jendela. Adanya larangan oleh pihak TNBTS dalam pengambilan
kayu atau hasil hutan lainnya telah mendesak masyarakat Suku Tengger Desa
Ranu Pane untuk membeli kayu sebagai bahan bangunan di pasar dan jarang
mengambilnya dari hutan. Pada umunya masyarakat Suku Tengger Desa Ranu
Pane hanya memanfaatkan kayu dari pohon atau bambu yang roboh.
Bambu yang terdapat di Resort Ranu Pane merupakan spesies yang
sengaja ditanam oleh pihak taman nasional dan merupakan habitat dari lutung
(Trachypihecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
Spesies bambu tersebut terdapat di Blok Ireng-ireng Resort Ranu Pane dan
berlokasi jauh dari Desa Ranu Pane.
Selain dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, masyarakat Suku
Tengger Desa Ranu Pane juga memanfaatkan bambu tali dan bambu petung
sebagai pangan. Adapun bagian yang dimanfaatkan adalah rebung atau anakan
bambu yang masih muda. Menurut Batubara (2002), Rebung mengandung
HCN yang sangat kecil bahkan tidak ada. Rebung memiliki rasa yang
memenuhi selera, lunak dan warna menarik. Serta memilki kandungan gizi
yang cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin.
5.8 Status Kearifan Tradisional
Status pengetahuan tradisional masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
dalam pemanfaatan tumbuhan telah mengalami penurunan. Hal tersebut terlihat
dari penguasaan pengetahuan tradisional mengenai pemanfaatan tumbuhan lebih
banyak diketahui oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang telah
lanjut usia dibanding dengan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang
berusia muda. Pada umunya responden yang berusia muda kurang mengetahui
pemanfaatan spesies tumbuhan secara tradisional, bahkan beberapa responden
kurang mengenal berbagai spesies tumbuhan yang berguna dan biasa para orang
tua mereka gunakan. Pengetahuan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani
terhadap spesies yang biasa dimanfaatkan berdasarkan kelompok usia tersaji pada
Gamabar 15.
Gambar 15 Pengetahuan rata-rata masayarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
terhadap spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan berdasarkan kelas umur.
Pengetahuan responden yang berusia muda lebih banyak pada spesies
tumbuhan pangan, terutama sayur-sayuran serta bagaimana membudidayakannya.
Hal tersebut dipengaruhi oleh pandangan masyarakat bahwa sayur-sayuranlah
merupakan satu-satunya komoditas yang penting untuk dibudidayakan karena
merupakan sumber penghidupan bagi mereka. Status kearifan tradisional
masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dapat dikatakan mengalami
penurunan, karena berdasarkan definisi kearifan tradisional sendiri menurut
Suhartini (2009) bahwa kearifan tradisional merupakan warisan nenek moyang
dan dijalankan secara turun-temurun dalam tata nilai kehidupan yang menyatu
dalam bentuk religi, budaya dan adat-istiadat. Dan salah satu penyebab
020406080
20-30 31-40 41-50 ˃50
3653 57
74
Jum
lah
Kelompok Usia
menurunnya kearifan tradisional masayarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
karena tidak adanya proses pewarisan pengetahuan tradisonal dalam pemanfaatan
tumbuhan di luar pemanfaatan dan budidaya spesies tumbuhan pangan.
Lain halnya dengan pewarisan pengetahuan mengenai pemanfaatan
tumbuhan untuk berbagai kebutuhan selain pemanfaatan tumbuhan pangan.
Pewarisan pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan dan budidaya tumbuhan
pangan lebih banyak dilakukan. Pewarisan pengetahuan tradisional mengenai
pemanfaatan dan budidaya spesies tumbuhan pangan yang secara tidak langsung
telah dilakukan secara turun-temurun. Orang tua biasanya membawa serta anak-
anaknya ke ladang untuk sekedar melihat atau sedikit membantu pekerjaan orang
tuanya di ladang. Oleh karena itu pemanfaatan dan budidaya spesies tumbuhan
pangan lebih banyak diketahui dibandingkan dengan pemanfaatan spesies
tumbuhan untuk kegunaan lain.
Rendahnya pengetahuan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane
berusia muda merupakan pertanda bahwa nilai-nilai kearifan tradisional yang
terdapat dalam masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane telah mengalami
penurunan. Apabila hal tersebut terus dibiarkan tanpa adanya proses pewarisan
pengetahuan tradisional dari generasi ke generasi, maka pengetahuan tradisional
masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam memanfaatkan tumbuhan dapat
punah.
Selain faktor ekonomi, faktor lainnya diduga karena adanya pengaruh
budaya dari luar. Pengaruh budaya luar di Desa Ranu Pane sangat mungkin terjadi
mengingat tingginya pengunjung/wisatawan yang berkunjung ke Resort Ranu
Pane, karena Resort Ranu Pane merupakan pintu gerbang untuk mendaki ke
Gunung Semeru. Adanya interaksi antara masyarakat dengan wisatawan tidak
menutup kemungkinan terjadinya perubahan gaya hidup maupun pola pikir
masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, sehingga terjadi perubahan pola pikir
pada masyarakat, dimana masyarakat berpikir bahwa berbagai kebutuhannya
dapat dengan mudah diperoleh di pasar.
Disamping terjadinya penurunan kearifan tradisional pada masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane, salah satu hal yang dapat dijadikan pelajaran
adalah produktivitas dari masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Hal tersebut
dapat dilihat dari salah satu responden yang berusi lanjut yaitu bapak H. Amin.
Beliau lahir pada tahun 1920. Dan kini usianya telah mencapai 91 tahun. Namun
dibalik usianya yang telah lanjut bapak H. Amin ini masih memiliki kondisi fisik
yang masih bugar disamping produktivitas yang masih tinggi (Gambar 16).
Gambar 16 Bapak H. Amin, responden berusia 91 tahun.
Bapak H. Amin mengaku bahwa produktivitas dan kondisi fisik yang
masih bugar diusianya yang telah lanjut ini berkat pola hidup yang beliau jalani
selama ini yaitu ketika masih muda terbiasa bekerja di ladang yang beliau anggap
sebagai olah raga dan kebiasaan beliau dalam mengkonsumsi sayur-sayuran
sehari-hari. Selain mengkonsumsi sayur-sayuran sebagai serat dan vitamin yang
dibutuhkan oleh tubuh. Beliau juga mengkonsumsi karbohirat dan protein sebagai
pelengkap. Karbohidrat biasa diperoleh melalui konsumsi nasi, jagung dan
kentang sedangkan protein diperoleh dari konsumsi tahu, tempe, telur, dan ikan.
Aktivitas sehari-hari yang biasa bapak H. Amin lakukan ini adalah bangun
pagi pada pukul 05.00 WIB pagi, kemudian menunaikan ibadah shalat subuh.
Setelah menunaikan ibadah shalat subuh beliau bersantai di depan perapian di
dapur rumahnya sambil menikmati secangkir kopi hangat dan mengobrol dengan
anggota keluarga lainnya sebelum pergi ke ladang atau mengerjakan hal lainnya di
rumah.
5.9 Pengembangan SDM Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane pada Masa yang akan Datang
Kondisi masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane telah mengalami
kemajuan, khususnya dalam bidang perekonomian dengan sistem pertanian
intensif. Namun disayangkan, kemajuan tersebut tidak disertai dengan kemajuan
pendidikan masyarakat. Data BBTNBTS (2009) menunjukan bahwa masyarakat
Suku Tengger Desa Ranu Pane, sebagian besar (824 jiwa) tidak bersekolah dan
bermata pencaharian sebagai petani sayur. Hal tersebut dipengaruhi oleh sarana
dan prasara pendidikan di Desa Ranu Pane sendiri yang masih minim. Untuk itu
diperlukan suatu langkah untuk mengejar ketertinggalan tersebut sekaligus
memanfaatkan potensi serta kondisi yang ada pada Resort Ranu Pane.
Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah kerjasama antara
pemerintah daerah Kabupaten Lumajang dengan TNBTS. Salah satu bentuk
kerjasama tersebut dapat diwujudkan melalui pembangunan sekolah kejuruan atau
sekolah alam. sekolah kejuruan yang sesuai dengan kondisi dan potensi yang
dimiliki Desa Ranu Pane adalah sekolah kejuruan pertanian dan konservasi dan
sekolah kejuruan ekowisata.
Sekolah kejuruan merupakan lembaga untuk menghasilkan tenaga teknis
terampil, baik untuk mengisi kebutuhan pasar kerja maupun untuk bekerja secara
mandiri di sektor pertanian maupun ekowisata. berdasarkan undang-undang no.20
tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, penyelenggaraan sekolah kejuruan
merupakan tanggung jawab Kementrian Pendidikan Nasional di daerah. Menurut
undang-undang no. 20 tahun 2003, pasal 50 ayat 3, menyatakan bahwa
pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya
satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan
menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
Sekolah kejuruan pertanian dan konservasi serta sekolah kejuruan
ekowisata diharapkan dapat memberi informasi, pengetahuan dan keterampilan
kepada masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam memanfaatkan potensi
sumberdaya yang dimilki. Pengetahuan dan keterampilan tersebut meliputi, cara
mengolah, mengembangkan, dan memasarkan, serta melestarikan sumberdaya
alam baik dalam bidang pertanian maupun ekowisata yang dimiliki Resort Ranu