BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · masyarakat akan kayu bakar yang cukup tinggi...

27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Masyarakat Suku Tengger yang diteliti adalah masyarakat Suku Tengger yang bertempat tinggal di Desa Ranu Pane, Wilayah enclave TNBTS. Masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang telah modern. Masyarakat yang telah memiliki rumah permanen yaitu, rumah yang terbuat dari semen, pasir dan batu bata. Serta telah memiliki sistem pertanian yang intensif. Untuk mengetahui kondisi dan pemanfaatan spesies tumbuhan oleh Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, maka dilakukan wawancara dan kuisioner terhadap 30 responden yang memiliki karakteristik usia yang berbeda. Karakteristik responden berdasarkan kelompok usia dapat dikelompokan ke dalam empat kelompok (Gambar 2). Gambar 2 Klasifikasi kelompok usia responden. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang menjadi responden pada umunya beragama Islam dan berpendidikan Sekolah Dasar (SD) dengan mata pencaharian 100% sebagai petani sayur, namun dua diantaranya juga berprofesi sebagai dukun yang dipercaya oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane memiliki kemampuan untuk mengobati orang sakit. Sedangkan komposisi responden berdasakan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 3. 0 10 20 30 40 20-30 31-40 41-50 ˃50 10 16,67 40 33,33 Persentase(%) Kelompok Usia

Transcript of BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · masyarakat akan kayu bakar yang cukup tinggi...

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Masyarakat Suku Tengger yang diteliti adalah masyarakat Suku Tengger

yang bertempat tinggal di Desa Ranu Pane, Wilayah enclave TNBTS. Masyarakat

tersebut merupakan masyarakat yang telah modern. Masyarakat yang telah

memiliki rumah permanen yaitu, rumah yang terbuat dari semen, pasir dan batu

bata. Serta telah memiliki sistem pertanian yang intensif. Untuk mengetahui

kondisi dan pemanfaatan spesies tumbuhan oleh Masyarakat Suku Tengger Desa

Ranu Pane, maka dilakukan wawancara dan kuisioner terhadap 30 responden yang

memiliki karakteristik usia yang berbeda. Karakteristik responden berdasarkan

kelompok usia dapat dikelompokan ke dalam empat kelompok (Gambar 2).

Gambar 2 Klasifikasi kelompok usia responden.

Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang menjadi responden pada

umunya beragama Islam dan berpendidikan Sekolah Dasar (SD) dengan mata

pencaharian 100% sebagai petani sayur, namun dua diantaranya juga berprofesi

sebagai dukun yang dipercaya oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane

memiliki kemampuan untuk mengobati orang sakit. Sedangkan komposisi

responden berdasakan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 3.

0

10

20

30

40

20-30 31-40 41-50 ˃50

1016,67

4033,33

Pers

enta

se(%

)

Kelompok Usia

Gambar 3 Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin.

Berdasarkan Gambar 3, lebih banyaknya responden berjenis kelamin laki-

laki (55,56 %) dibandingkan responden perempuan (44,44%). dikarenakan laki-

laki dari masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane paling sering pergi kehutan

untuk mengambil spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan.

Masyarakat Suku Tengger memiliki sikap tenggang rasa yang tinggi,

gotong-royong, kekeluargaan dan ramah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Pairah (2010) yaitu bahwa pada umunya masyarakat Suku Tengger memilki sikap

tenggang rasa antar umat beragama yang tinggi, sikap gotong royong,

kekeluargaan dan ramah. Sikap tersebut pun ditunjukan oleh masyarakat Suku

Tengger Desa Ranu Pane.

Tingginya tenggang rasa diantara masyarakat Suku Tengger Desa Ranu

Pane, ditunjukkan melalui toleransi dalam masyarakat dengan agama yang

beragama. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane terdiri dari masyarakat

yang beragama Islam, Hindu dan Kristen. Namun keragaman dalam beragama di

Desa Ranu Pane tidak menjadi masalah. Hal itu terbukti dari keikutsertaan

masyarakat agama lain dalam suatu perayaan hari-hari besar suatu agama.

Contohnya pada perayaan upacara adat Kasodo yang merupakan upacara adat

bagi umat hindu. Dalam kegiatan tersebut tidak hanya umat Hindu yang

melaksanakan, namun umat agama lain baik Islam maupun Kristen turut serta

dalam perayaan upacara adat tersebut.

Sikap gotong royong dan kekeluargaan tercermin dari kegiatan

masyarakat dalam memperbaiki atau membersihakan sarana dan prasarana Desa

Ranu Pane, serta sikap saling membantu ketika ada salah satu keluarga yang

55,56%44,44%

Pria

Wanita

menggelar suatu pesta pernikahan atau pesta khitanan. Sedangkan keramahan

masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane tercermin dari cara mereka dalam

menyambut tamu yang berkunjung ke rumah mereka. Kebiasaan mereka adalah

mempersilahkan tamunya ke dapur untuk menghangatkan diri dari udara dingin

sambil mengobrol dengan para anggota keluarga dan menikmati kopi atau teh

hangat di depan perapian.

5.2 Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan

Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane hidupnya tergantung pada

alam sekitar. Sebagian besar masyarakat memperoleh tumbuhan yang mereka

butuhkan adalah dari hutan, pekarangan dan ladang. Spesies tumbuhan yang biasa

diambil oleh masayarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dari hutan biasanya

merupakan tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat dan kayu bakar, sedangkan

untuk pangan sendiri lebih banyak sengaja dibudidayakan di ladang. Pengambilan

berbagai spesies tumbuhan dari hutan telah dilarang oleh pihak Taman Nasional

Bromo Tengger Semeru (TNBTS), terutama pengambilan kayu bakar. Kebutuhan

masyarakat akan kayu bakar yang cukup tinggi dikhawatirkan dapat mengancam

kelestarian hutan TNBTS, khususnya Resort Ranu Pane.

Apabila dibandingkan dengan beberapa penelitian mengenai etnobotani di

beberapa masyarakat/suku di Indonesia. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat

Suku Tengger Desa Ranu Pane tidak terlalu banyak. Spesies tumbuhan yang biasa

dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 77

spesies yang termasuk dalam 38 famili. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya, luas lokasi penelitian, status kawasan dan

pengetahuan tradisional masyarakat setempat yang telah mengalami penurunan,

serta minimnya kegiatan budidaya oleh masyarakat setempat.

Pada beberapa penelitian etnobotani, penelitian dilakukan pada lokasi yang

relatif lebih luas dan memiliki ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan

Desa Ranu Pane. Handayani (2010) melakukan penelitian di sekitar Cagar Alam

Simpang, Cianjur dengan luas 3.791 ha, sedangkan penelitian Angriyantie (2010)

dilakukan di kampung Keay, Kutai Barat-Kalimantan Timur dengan luas 10.842

ha. Kedua penelitian ini dilakukan pada lokasi yang lebih luas dibandingkan

dengan Desa Ranu Pane yaitu 300 ha.

Tabel 6 Beberapa penelitian mengenai etnobotani pada beberapa suku/masyarakat di Indonesia

No Etnobotani Suku/

masyarakat

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Sumber

1 Masyarakat sekitar Gunung Simpang

62 74 35 12 9 19 14 12 4 14 5 Handayani (2010)

2 Kampung Keay Kabupaten Kutai Barat

87 95 56 12 14 34 32 22 10 25 9 Angriyantie (2010)

3 Masyarakat adat Kampung dukuh

102 151 52 32 34 16 47 19 7 24 8 Hidayat (2009)

4 Suku Melayu Daratan

47 98 10 11 12 11 26 11 7 11 4 Ernawatii (2009)

5 Suku Bunaq, Nusa Tenggara Timur

41 69 21 43 10 32 18 6 20 7 Roswita Atok (2009)

6 Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane

31 30 15 4 3 3 3 - - - - Penelitian ini (2011)

Keterangan kategori pemanfaatan : 1) pangan, 2) obat, 3) hias, 4) pakan ternak, 5) kayu bakar, 6) upacara adat, 7) bahan bangunan, 8) aromatik, 9) warna, 10) kerajinan, 11) pestisida.

Tingginya pemanfaatan tumbuhan oleh suatu masyarakat/suku juga

dipengaruhi oleh tersedianya keanekaragaman spesies tumbuhan yang tinggi di

lokasi tersebut. Keanekaragaman spesies tumbuhan dapat dipengaruhi oleh

ketinggian tempat. Semakin tinggi tempat, maka semakin rendah keanekaragaman

spseies tumbuhan pada lokasi tersebut (Primack et al.1998). Desa Ranu Pane

terletak pada ketinggian 2200 m dpl. Oleh karena itu keanekaragaman spesies

tumbuhan di sekitar Desa Ranu Pane pun rendah dan pada umumnya di dominasi

oleh spesies tumbuhan dengan famili Asteraceae.

Status kawasan juga berpengaruh terhadap banyaknya jumlah

pemanfaatan. Berdasarkan UU No.5 tahun 1990, bahwa pemanfaatan pada taman

nasional hanya dapat dilakukan pada zona pemanfaatan tradisional. Selain itu

terdapatnya larangan untuk mengambil hasil hutan, terutama kayu oleh pihak

TNBTS. Rendahnya pemanfaatan tumbuhan juga dapat dipengaruhi oleh

pengetahuan tradisional masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang telah

mengalami penurunan.

Menurunnya pengetahuan tradisional masyarakat dalam memanfaatkan

tumbuhan di Desa Ranu Pane disebabkan oleh perubahan pola hidup masyarakat

yang lebih modern. Perubahan tersebut diduga disebabkan karena pengaruh yang

dibawa oleh pengunjung/wisatawan yang berkunjung ke Resort Ranu Pane. Pada

umumnya pemanfaatan spesies tumbuhan terbatas pada pemanfaatan yang

sederhana seperti, pangan, obat, hias, pakan ternak, upacara adat, dan bahan

bangunan. Berbeda dengan pemanfaatan tumbuhan untuk berbagai kebutuhan

lainnya seperti, kerajinan, pestisida, pewarna, aroma, dll, masyarakat Suku

Tengger Desa Ranu Pane lebih memilih untuk membelinya di pasar karena

dianggap lebih praktis.

Pada beberapa penelitian etnobotani di beberapa daerah di Indonesia,

menunjukan hasil yang sama yaitu pemanfaatan tumbuhan untuk obat lebih tinggi

dibandingkan dengan pemanfaatan lainnya (Handayani 2010; Angriyantie 2010;

Ernawati 2009; Hidayat 2009; Atok 2009). Sedangkan pemanfaatan tumbuhan

oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane lebih banyak adalah pemanfaatan

tumbuhan untuk pangan. Hal tersebut dikarenakan spesies tumbuhan yang biasa

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tidak hanya diperoleh dari

hutan, tetapi juga diperoleh dari hasil kegiatan budidaya, yaitu berupa tanaman

sayur-sayuran.

5.3 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Tingkat Famili

Hasil wawancara menunjukan bahwa terdapat 77 spesies tumbuhan yang

termasuk dalam 38 famili yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa

Ranu Pane. Spesies tumbuhan dari berbagai famili tersebut digunakan dalam

berbagai keperluan yaitu pangan, obat, hias, kayu bakar, pakan ternak, bahan

bangunan, upacara adat. Klasifikasi pemanfaatan famili dan jumlah spesies

tumbuhan tersebut tersaji dalam Gambar 4.

Gambar 4 Klasifikasi famili dan jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan

oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane.

0 5 10 15

BoraginaceaeMenispermaceae

PolygonaceaeCyatheaceae

EricaceaeAmarillydaceaeEuphorbiaceae

BegoniaceaeArecaceae

AmaranthaceaeMyrtaceaeLamiaceae

CucurbitaceaeBrassicaceae

Moraceae Araceae

LauraceaeCrassulaceae

UrticaceaeCruciferaePiperaceaeAraliaceae

RosaceaeCaricaceae

MarsileaceaeOnagraceaeAsteraceae

ApiaceaeParmeliaceae

SolanaceaePlanfaginaceae

EquisetaceaeCasuarinaceae

FabaceaeLiliaceae

RuscaceaePoaceae

Apocynaceae

Jumlah spesies

Fam

ili

Famili Asteraceae merupakan famili yang paling banyak dimanfaatkan

oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yaitu sebanyak 12 spesies.

Berbagai spesies dari famili Asteraceae memiliki banyak manfaat diantaranya,

pangan, obat, hias dan upacara adat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Pudjowati (2006) bahwa spesies tumbuhan dari famili Asteraceae merupakan

salah satu tumbuhan lansekap yang bernilai estetik dan secara fungsional memiliki

manfaat (khasiat) sebagai obat.

Selain memiliki berbagai kegunaan, spesies tumbuhan dari famili

Asteraceae juga dapat disebabkan karena, famili Asteraceae merupakan salah satu

famili tumbuhan yang mudah ditemukan disekitar Desa Ranu Pane. Keberadaan

spesies tumbuhan dari famili Asteraceae yang dapat ditemukan diberbagai lokasi

seperti, ladang, hutan dan pekarangan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Pudjowati (2006) bahwa famili Asteraceae merupakan spesies tumbuan yang

mudah untuk dipelihara dan tersebar diberbagai daerah, serta tumbuh liar di

halaman, kebun dan di tepi jalan.

5.4 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Habitus

Berdasarkan habitusnya, spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh

masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, dapat dikelompokkan kedalam 7

habitus yaitu, herba, pohon, perdu, semak, efipit, liana, palem. Persentase

pemanfaatan tumbuhan berdasarkan habitus tersebut ditunjukan oleh Gambar 5.

Gambar 5 Persentase habitus tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku

Tengger Desa Ranu Pane.

63,64

15,589,09

2,6 6,491,3 1,3

010203040506070

Herba Pohon Perdu Semak Liana Efipit PalemPers

enta

se (%

)

Habitus

Spesies yang dimanfaatkan sebagian besar merupakan spesies tumbuhan

berhabitus herba, yaitu sebesar 63,64%. Hal tersebut dikarenakan spesies

tumbuhan berhabitus herba merupakan spesies tumbuhan yang paling banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Spesies tumbuhan

berhabitus herba tersebut pada umumnya merupakan spesies yang dimanfaatkan

untuk obat, pangan dan hias. Tingginya pemanfaatan spesies tumbuhan berhabitus

herba dikarenakan tumbuhan berhabitus herba lebih cepat tumbuh dibandingkan

dengan tumbuhan berhabitus lainnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Handayani (2010), bahwa tumbuhan yang berhabitus herba lebih mudah dalam

pengambilannya dan lebih cepat tumbuh. Sehingga kecil kemungkinan bahwa

tubuhan berhabitus herba punah.

5.5 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Bagian yang Digunakan

Salah satu bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane adalah daun (44,87%) diikuti oleh

buah (14,29%) dan bunga (11,69%). Persentase besarnya penggunaan bagian

tumbuhan tersebut ditunjukan oleh Gambar 6.

Gambar 6 Persentase bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Suku

Tengger Desa Ranu Pane.

Pemanfaatan bagian tumbuhan berupa daun lebih banyak dilakukan. Hal

tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, karena daun

merupakan bagian tumbuhan yang mudah untuk diambil dan diolah dibandingkan

dengan bagian tumbuhan lainnya. Pada umunya spesies tumbuhan memiliki daun

yang tidak tergantung pada musim serta jumlah ketersedian daun pada suatu

14,293,9

45,45

5,19 3,9 9,09 11,693,9 7,79 6,49

01020304050

Pers

enta

se (%

)

Bagian yang digunakan

spesies tumbuhan lebih besar dibandingkan bagian tumbuhan lainnya seperti akar,

batang, bunga, kulit, buah, kayu, biji dan getah. Selain itu juga pemanfaatan

tumbuhan melalui daun dapat tetap menjaga kelestarian tumbuhan tersebut,

karena tumbuhan tersebut dapat tetap tumbuh. Karena pemanfaatan bagian lain

dari tumbuhan kebanyakan harus melukai bahkan menebang tumbuhan tersebut,

dengan kata lain pemanfaatan tumbuhan berupa daun dapat berperan dalam usaha

konservasi flora.

Selain daun, bagian tumbuhan yang juga banyak digunakan adalah buah

(14,29%). Pemanfaatan buah juga banyak dimanfaatkan karena pada umumnya

buah tidak memerlukan proses pengolahan atau bisa langsung dikonsumsi

(Mahendra 2005). Sehingga dianggap lebih praktis dibandingkan dengan bagian

tumbuhan lainnya.

5.6 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Tipe Habitat

Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa

Ranu Pane pada umumnya berasal dari hutan, ladang dan pekarangan. Hal

tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Persentase tipe habitat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku

Tengger Desa Ranu Pani.

Gambar 7 menunjukan bahwa sebagian besar (63,64%) tumbuhan yang

dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane berasal dari hutan.

Tingginya pemanfaatan spesies tumbuhan yang berasal dari hutan dapat

dikarenakan hutan merupakan tempat yang banyak menyediakan berbagai

kebutuhan manusia diantaranya, menyediakan pangan, obat-obatan dan bahan

bakar (CIFOR 2007).

63,64

15,58

38,46

010203040506070

Hutan Ladang Pekarangan

Pers

enta

se (%

)

Tipe habitat

Spesies tumbuhan yang biasa diambil dari hutan merupakan spesies

tumbuhan yang dimanfaatkan untuk obat dan kayu bakar. Selain itu juga, karena

masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane tidak banyak melakukan budidaya

terhadap tumbuhan yang biasa mereka manfaatkan. Tumbuhan yang umum

dibudidayakan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane adalah tanaman

ladang seperti sayur-sayuran. Sehingga selain tingginya pemanfaatan tumbuhan

dari hutan, pemanfaatan tumbuhan juga banyak yang berasal dari ladang.

5.7 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Kelompok Kegunaan

Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane,

dapat dikelompokan ke dalam beberapa kelompok kegunaan diantaranya, pangan,

obat, kayu bakar, hias, pakan ternak, upacara adat dan bahan bangunan.

Banyakanya spesies yang dimanfaatkan dalam masing-masing kelompok

kegunaan tersebut ditunjukan oleh Gambar 8.

Gambar 8 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan.

Jumlah spesies yang paling banyak digunakan adalah untuk kebutuhan

pangan yaitu sebanyak 31 spesies. Hal tersebut dikarenakan spesies tersebut

banyak dibudidayakan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dan

menjadi salah satu komoditas ekonomi masyarakat Suku Tengger Desa Ranu

Pane.

05

101520253035 31 30

15

4 3 3 3Jum

lah

Kelompok kegunaan

5.7.1 Tumbuhan pangan

Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pangan oleh masyarakat

Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 31 spesies yang terdiri dari 18 famili.

Spesies tumbuhan yang sering dimanafaatkan sebagai pangan oleh masyarakat

Suku Tengger Desa Ranu Pane umumnya berupa sayur-sayuran baik hasil

budidaya maupun spesies tumbuhan yang berasal dari hutan atau pekarangan.

Adapun spesies tanaman sayuran yang dibudidayakan dapat dilihat pada Tabel

7.

Tabel 7 Beberapa Spesies tumbuhan pangan yang dibudidayakan No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Kubis Brassica oleracea Daun 2 Kentang Solanum tuberosum Umbi 3 Bawang merah Allium cepa Umbi dan daun 5 Bawang putih Allium sativum Umbi 6 Ketumbar Coriandrum sativum Biji 7 Labu siam Sechium edule Buah 8 Jagung Zea mays Buah

(a) (b) (c) Gambar 9 Spesies tumbuhan pangan yang banyak dibudidayakan : (a) kubis

(Brassica oleracea), (b) bawang merah (Allium cepa), (c) kentang (Solanum tuberosum).

Gambar 9. Merupakan gambar beberapa spesies tanaman sayur yang

banyak dibudidayakan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Ketiga

Spesies tersebut juga merupakan komoditas ekonomi utama bagi masyarakat

Suku Tengger Desa Ranu Pane. Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane

biasanya menjual hasil ladangnya yaitu sayur-sayuran pada tengkulak yang

datang langsung kepada petani. Sayur-sayuran tersebut diangkut dengan

menggunakan truk dan dibawa guna dijual di pasar, biasanya para tengkulak

tersebut sudah mempunyai pelanggan yang siap menampung dan menjual

kembali di pasar.

Selain memanfaatkan sayur-sayuran yang sengaja dibudidayakan untuk

dikonsumsi masyarakat juga biasa memanfaatkan beberapa spesies tumbuhan

yang berasal dari hutan atau pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan

sehari-hari. Beberapa spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai

pangan dan berasal dari hutan atau pekarangan tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8 Spesies tumbuhan pangan yang berasal dari hutan/pekarangan No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Tiwu Sonchus malaianus Daun 2 Semanggi Hydrocotyle sibthorpiodes Daun 3 Permenan Mentha sp. Daun 4 Ranti Physalis nigrum Daun, buah 5 Loba Nasturtium sp. Buah/biji

Kebiasaan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane mengkonsumsi

sayur-sayuran sehari-hari dapat berefek positif pada kesehatan masyarakat hal

tersebut karena menurut Suwahyono (2011) sayur-sayuran mengindikasikan

adanya semacam senyawa yang mempunyai sifat menstimulasi tubuh

memproduksi senyawa, yang diistilahkan dengan TNF (Tumor Necrosis

Factor). TNF adalah senyawa aktif dalam tubuh yang dapat berfungsi untuk

meluruhkan sel-sel tumor. Selain itu juga sayuran mempunyai kemampuan

menstimulasi daya tahan tubuh atau kekebalan tubuh yang diistilahkan dengan

immunopotentiator. Salah satu jenis sayuran tersebut adalah kubis dan bayam,

dimana kedua spesies tersebut mempunyai aktivitas stimulan yang kuat

sepadan dengan interferon dan OK-432 serum. Hal tersebut terbukti dari 7 dari

10 responden yang berusia di atas 50 tahun masih memiliki fisik yang bugar

dan masih dapat bekerja di ladang.

Selain tumbuhan, masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane juga

sering memanfaatkan jamur sebagai salah satu pangan sehari-hari. Salah satu

jamur yang biasa dikonsumsi adalah jamur kuping (Auricularia auricula) dari

famili Auriculariaceae.

Gambar 10 Jamur kuping (Auricularia auricula).

Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane biasanya memperoleh

jamur kuping (Auricularia auricula) pada pohon-pohon yang telah mati atau

tumbang di hutan. Pengambilan jamur kuping (Auricularia auricula) dari hutan

dilakukan sengaja ataupun ketika mencari kayu bakar. Pemanfaatan jamur

kuping oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebagai pangan juga

karena masyarakat mempercayai kandungan dari jamur kuping yang memiliki

khasiat tersendiri bagi tubuh. Menurut Crisan et al. (1978) dalam Susilawati et

al. (2010), rata-rata kandungan protein dari jamur kuping (%berat kering)

sebesar 49%. Bahkan menurut Susilawati et al. (2010) jamur kuping selain

memilki senyawa penting bagi tubuh juga dapat memerankan peranan penting

dalam pengobatan masyarakat. Adapun khasiat dari jamur kuping tersebut

diantaranya, menormalkan tekanan darah dan menurunkan kolesterol darah,

(Chang et al. 1978) dalam Susilawati et al. (2010).

Jamur kuping (Auricularia auricula) merupakan salah satu jamur yang

memiliki nilai ekonomi tinggi di pasaran. Oleh karena itu selain untuk

konsumsi rumah tangga, jamur kuping yang diperoleh masyarakat Suku

Tengger Desa Ranu Pani dari hutan, sebagian juga biasanya dijual.

5.7.2 Tumbuhan obat

Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat

Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 30 spesies yang termasuk ke dalam

17 famili. Beberapa spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat

oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Beberapa spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane

No Nama Lokal Nama Ilmiah Kegunaan Bagian yang Digunakan

1 Adas Foeniculum vulgare Obat batuk dan obat demam

Daun

2 Sempretan Eupatorium inofolium Luka luar dan Jantung

Akar dan daun

3 Suri pandak Plantago major Obat luka, kurang darah dan nyeri otot

Seluruh bagian

4 Jenggot besi Usnea barbata Nyeri otot Seluruh bagian 5 Ampet Pilea melastomoides Sakit perut Kulit 6 Jahe wono/

purwoceng Pimpinella pruatjan Perut kembung Daun

7 Alang-alang Imperata cilyndrica Nyeri otot Akar 8 Dringu Acorus calamus Pencegah perut

kembung pada bayi Daun, buah, umbi

9 Kecubung Datura fastuosa Obat mata Buah 10 Tepung otot Stellaria saxatilis Obat keseleo Seluruh bagian

Spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat biasanya

digunakan untuk mengobati penyakit ringan seperti, pegal linu/nyeri otot dan

perut kembung. Perut kembung merupakan penyakit yang paling sering

diderita oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Hal tersebut dapat

disebabkan oleh kebiasaan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sehari-

hari. kebiasaan masyarakat Suku tengger Desa Ranu Pani, yaitu makan atau

merokok sambil mengobrol, sehingga masyarakat banyak menelan udara.

Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat pada umunya diolah

dengan cara yang sederhana yaitu dengan cara merebusnya dalam air.

Pemanfaatan tumbuhan untuk obat tidak hanya terbatas pada bagian tumbuhan

yang masih segar, beberapa masyarakat juga menyimpanya dalam bentuk

kering/simplisia maupun ramuan yang siap digunakan. Salah satu ramuan yang

sering disimpan oleh masyarakat adalah sempretan (Eupatorium inofolium)

yang berkhasiat untuk mengobati luka luar pada kulit. Cara pengolahan dari

sempretan (Eupatorium inofolium) tergolong mudah yaitu hanya perlu melumat

daun segarnya dan menambahkan air, kemudian diambil airnya.

Menurut salah satu dukun di Desa Ranu Pane, menyatakan bahwa abu

dari hasil pembakaran edelweis (Anaphalis longifolia) juga dapat dimanfaatkan

sebagai obat pelangsing, yaitu dengan cara abu tersebut ditambahkan air, lalu

diminum. Beberapa spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai obat

dapat dilihat pada Gambar 11.

(a) (b) (c) Gambar 11 Spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat : (a) suri

pandak (Plantago major), (b) ampet (Pilea melastomoides.), (c) jenggot besi (Usnea barbata).

Berdasarkan Gambar 10, ketiga spesies tumbuhan tersebut merupakan

spesies tumbuhan berkhasiat obat yang tumbuh liar di pekarangan ataupun

hutan. suri pandak (Plantago major) dan jenggot besi (Usnea barbata) biasa

dimanfaatkan untuk mengobati nyeri otot, sedangkan ampet (Pilea

melastomoides.) biasa dimanfaatkan untuk mengobati sakit perut. Bagian yang

dimanfaatkan dari ampet (Pilea melastomoides.) adalah kulit kayunya.

Sedangkan suri pandak (Plantago major) bagian yang digunakan adalah

daunnya. Ketiga spesies tumbuhan tersebut cukup diolah dengan cara direbus

dan diminum airnya guna mengobati penyakit tersebut.

Pemanfaatan jenggot besi (Usnea barbata) kini telah dilarang oleh

pihak TNBTS, karena tempat tumbuh dari jenggot besi (Usnea barbata) sendiri

yang menempel pada pohon inang, biasanya yang menjadi pohon inang dari

jenggot besi (Usnea barbata) adalah pohon Acacia decurens. Sehingga untuk

mengambilnya perlu memotong cabang dan bahkan menebang pohon

inangnya.

Umumnya masyarakat Suku Desa Ranu Pane memanfaatkan tumbuhan

berkhasiat obat sebagai pertolongan pertama sebelum dibawa ke dukun atau

Puskesmas yang terdapat di Desa tersebut. Kebanyakan masyarakat Suku

Tengger Desa Ranu Pane memilih untuk berobat pada seorang seorang dukun.

Selain lebih percaya, alasan lainnya adalah karena minimnya sarana kesehatan

di Desa Ranu Pane. Sehingga harus pergi ke luar Desa bila ingin berobat ke

Rumah Sakit. Di Desa Ranu Pane terdapat dua orang dukun. Kedua dukun ini

tidak hanya menggunakan berbagai spesies tumbuhan sebagai obat, pengobatan

juga disertai dengan jampi-jampi sebagai sarana memohon kesembuhan bagi

orang yang sakit.

Salah satu spesies tumbuhan obat yang berkhasiat dan bernilai ekonomi

tinggi adalah purwoceng (Pimpinella pruatjan) atau spesies yang biasa

masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebut dengan jahe wono. habitat

dari purwoceng yang tumbuh pada ketinggian 2000-3000 m dpl (Darwati et al.

2006). Ketinggian tempat tumbuh purwoceng (Pimpinella pruatjan) tersebut

memungkinkan purwoceng (Pimpinella pruatjan) dapat tumbuh dengan baik di

kawasan Resort Ranu Pane yang terletak pada ketinggian 2200 m dpl.

Pemanfaatan purwoceng (Pimpinella pruatjan) oleh masyarakat Suku

Tengger Desa Ranu Pane sendiri umunya untuk mengobati penyakit ringan

seperti perut kembung. Adapun Cara penggunaan purwoceng (Pimpinella

pruatjan) tersebut adalah dengan melumatkan akarnya kemudian dibalurkan

pada perut.

Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane belum mengetahui bahwa

purwoceng (Pimpinella pruatjan) ini merupakan salah satu spesies tumbuhan

obat yang memilki nilai ekonomi tinggi dan memiliki khasiat lebih dari sekedar

obat perut kembung yaitu untuk diuretic (melancarkan saluran air seni),

tonikum (meningkatkan stamina tubuh) dan afrodisiak (meningkatkan gairah

seksual dan ereksi) (Darwati et al. 2006). Kurangnya informasi akan khasiat

dan nilai ekonomi yang tinggi dari spesies purwoceng (Pimpinella pruatjan) ini

membuat tidak banyak masyarakat yang membudidayakannya.

5.7.3 Tumbuhan hias

Spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai hiasan baik yang

ditanam dalam suatu pot dan ditaruh di teras rumah maupun ditanam langsung

di pekarangan terdapat 15 spesies yang termasuk dalam 11 famili. Adapun

spesies yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan berasal dari luar

Resort Ranu Pane dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Lima spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan berasal dari luar Resort Ranu Pane

No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Anting-anting Fuchsia hybryda Bunga 2 Euphorbia Euphorbia mili Bunga 3 Tiris Kalanchoe pinnata Seluruh bagian 4 Lidah mertua Sansevieria trifasciata Daun 5 Dahlia Dahlia pinnata Bunga

Spesies tumbuhan yang umumnya dijadikan tamanan hias merupakan

spesies tumbuhan yang memiliki nilai estetika baik bunga maupun bagian

tumbuhan lainnya. Salah satu spesies yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias

adalah dahlia (Dahlia pinnata). Pemanfaatan dahlia (Dahlia pinnata) sebagai

tanaman hias dikarena dahlia (Dahlia pinnata) memiliki bunga yang indah dengan

warna yang menarik. Umumnya masyarakat memanfaatkan dahlia (Dahlia

pinnata) sebagai tanaman hias berdasarkan nilai estetisnya, namun disamping itu

dahlia (Dahlia pinnata) memiliki kemampuan dalam mengakumulasi dan

menyaerap logam Cu dengan efisiensi sebesar 3, 73% (BBPK 2009).

Gambar 12 Dahlia (Dahlia pinnata)

Spesies tumbuhan yang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias

kebanyakan bukan merupakan tumbuhan asli dari hutan Resort Ranu Pane,

Masyarakat kebanyakan membawanya dari luar Desa Ranu Pane. Oleh sebab

itu kebanyakan masayarakat menanamnya di pot dan di taruh di pekarangan

rumah mereka. Sedangkan beberapa spesies tumbuhan yang dimanfaatkan

sebagai tanaman hias yang bersal dari hutan atau pekarangan dapat dilihat pada

Tabel 11.

Tabel 11 Beberapa spesies tumbuhan hias yang bersal dari hutan/pekarangan No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Edelweis Anaphalis longifolia Bunga 2 Mentigi Vaccinium varingifolium Bunga 3 Jogoran Hyptis suaveolens Seluruh bagian 4 Peron Anamirta cocculus Daun

Edelweis (Anaphalis longifolia) merupakan salah satu spesies

tumbuhan yang banyak dimanfaatkan untuk untuk berbagai keperluan

disamping dimanfaatkan sebagai hiasan di rumah-rumah masyarakat Suku

Tengger Desa Ranu Pane. Walaupun pengambilannya di larang oleh pihak

TNBTS karena edelweis (Anaphalis longifolia) merupakan spesies tumbuhan

yang dilindungi.

5.7.4 Tumbuhan kayu bakar

Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam kehidupan sehari-

harinya memanfaatkan kayu bakar guna memenuhi kebutuhannya dalam

memasak dan terutama untuk perapian guna menghangatkan diri dari udara

dingin. Spesies yang sering dimanfaatkan sebagai kayu bakar dapat dilihat

pada Tabel 12.

Tabel 12 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane

No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Acacia Acacia decurrens Kayu 2 Cemara gunung Casuarina junghuhniana Kayu 3 Kemlandingan Albizzia lophanta Kayu

Ketiga spesies tersebut biasa masyarakat peroleh dari hutan sekitar

desa. Kegiatan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam

menanfaatkan kayu bakar dikhawatirkan dapat mengancam kelestarian hutan

TNBTS, terutama Resort Ranu Pane. Masyarakat mengaku bahwa kayu bakar

yang mereka gunakan diperoleh dari pohon yang telah mati dan tumbang.

Untuk memenuhi kebutuhan akan kayu bakar setiap saat baik untuk

memasak maupun untuk meghangatkan tubuh dari udara dingin, masyarakat

Suku Tengger Desa Ranu Pane biasanya menyimpannya di dapur dekat dengan

tungku, selain untuk memudahkan dalam pengambilannya, penyimpanan dekat

tungku juga dimaksudkan untuk mengeringkan kayu tersebut. Penyipanan kayu

bakar dilakukan sebagai persediaan untuk kapan saja dapat digunakan, dengan

kata lain di setiap rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane selalu

tersedia kayu bakar.

Tingginya penggunaan kayu bakar oleh masyarakat Suku Tengger Desa

Ranu Pane, yaitu setiap kepala keluarga dapat menghabiskan 1 gelondong

pohon berdiameter 10-20 cm perharinya. Walaupun telah ada larangan oleh

pihak TNBTS untuk tidak mengambil kayu bakar, khususnya pohon untuk

kayu bakar, tidak menutup kemungkinan terjadi pelanggaran mengingat

besarnya kebutuhan masyarakat akan kayu bakar guna menghangatkan tubuh

dari udara dingin. Pelanggaran tersebut terjadi berupa pencurian kayu bakar,

dan Resort Ranu Pane merupakan Resort yang paling tinggi tingkat pencurian

kayu bakarnya yaitu sebanyak 24 kasus pada tahun 2002-2003 dibandingkan

dengan Resort lainnya. Lokasi pencurian kayu bakar di Resort Ranu Pane

diantaranya, Bantengan, Pusung Bingung, Krepelan dan Besaran (Nugroho et

al. 2007).

Berikut gambar mengenai pemanfaatan tumbuhan sebagai kayu bakar di

salah satu rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, tersaji pada

Gambar 13.

Gambar 13 Pemanfaatan tumbuhan untuk kayu bakar.

Untuk menanggulangi masalah tingginya kebutuhan masyarakat akan

kayu bakar pihak TNBTS SPTN 3, Resort Ranu Pane berencana untuk

membuat lumbung kayu bakar, dan masyarakatlah yang berperan untuk

mengelola lumbung tersebut guna digunakan bersama untuk memenuhi

kebutuhan kayu bakar masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Adapun

spesies yang menjadi unggulan dalam pembutan lumbung kayu bakar tersebut

adalah akasia gunung (Acacia decurrens) dan cemara gunung (Casuarina

junghuhniana).

5.7.5 Tumbuhan untuk upacara adat

Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane memanfaatkan tumbuhan

untuk melangsungkan upacara adat, salah satunya adalah upacara adat

pernikahan dan kematian masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Spesies

tumbuhan yang biasa digunakan dalam upacara adat Suku Tengger Desa Ranu

Pane terdiri dari 3 spesies dari 3 famili. Spesies tumbuhan tersebut dapat dilihat

pada Tabel 13.

Tabel 13 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk kegiatan upacara adat masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane

No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Edelweis Anaphalis longifolia Bunga 2 Pampung Macropanax dispermus Daun 3 Genjret Pytholacca dioica Daun

Pampung (Macropanax dispermus) dan genjret (Pytholacca dioica)

merupakan spesies pelengkap dalam upacara adat masyarakat Suku Tengger Desa

Ranu Pane. Lain halnya dengan Edelweis (Anaphalis longifolia) yang memiliki

arti penting tersendiri dalam setiap upacara adat, khususnya upacara adat

pernikahan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Pentingnya Edelweis

(Anaphalis longifolia) dalam upacara adat pernikahan karena melambangkan

keabadian, dimana diharapkan pasangan yang melaksanakan upacara adat

pernikahan tersebut dapat menjadi pasangan yang abadi atau langgeng dalam

membina rumah tangga.

5.7.6 Tumbuhan pakan ternak

Spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak tediri

dari 4 spesies dan termasuk dalam 4 famili. Spesies tumbuhan tersebut dapat

dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak oleh masyarakat suku Tengger Desa Ranu Pane

No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Kubis Brassica oleracea Daun 2 Kemlandingan Albzzia lophanta Daun 3 Rumput gajah Pennisetum purpureum Daun 4 Greges otot Equisetum debile Seluruh bagian

Pemberian pakan berupa kubis (Brassica oleracea L.) pada ternak

merupakan salah satu tindakan dalam memanfaatkan limbah sayuran,

khususnya kubis (Brassica oleracea). Limbah kubis (Brassica oleracea)

memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu 1,4 g per 100 g berat basah. Limbah

kubis (Brassica oleracea) dapat di olah menjadi tepung untuk pakan ternak.

Sehingga dapat menjadi salah satu alternatif pakan bagi ternak (Wibawa 2009).

Selain memanfaatkan limbah kubis, masyarakat Suku Tengger Desa

Ranu Pane juga biasanya memperoleh pakan untuk ternaknya dari hutan atau

pekarangan. Adapun pakan ternak yang biasa diperoleh dari hutan yaitu,

kemlandingan dan greges otot (Equisetum debile). Kemlandingan (Albzia

lophanta) dimanfaatkan daunnya untuk pakan ternak setelah kayunya diambil

untuk kayu bakar. Greges otot (Equisetum debile) selain dimanfaatkan sebagai

pakan ternak, masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane juga biasa

memanfaatkannya sebagai obat untuk mengobati wasir, rematik dan radang

usus. Sedangkan rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan salah satu

pakan yang sengaja masyarakat tanam guna memenuhi kebutuhan pakan

ternaknya.

5.7.7 Tumbuhan bahan bangunan

Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan oleh

Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane sebanyak 3 spesies. Ketiga spesies

tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane

No. Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Digunakan 1 Cemara gunung Casuarina junghuhniana Kayu 2 Bambu tali Gigantochloa apus Kayu 3 Bambu petung Dendrocalamus asper Kayu

Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane lebih banyak menggunakan

kayu dan bambu untuk membangun kandang ternak dan gubuk-gubuk kecil di

ladang dibandingkan dengan rumah mereka. Hal tersebut dikarenakan rumah

masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane merupakan bangunan permanen

yang terbuat dari batu bata, pasir dan semen (Gambar 14).

Gambar 14 Salah satu rumah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane.

Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan banguan digunakan untuk

sebagain kecil dari rumah mereka misalnya untuk plafon, reng, kusen, pintu

dan bingkai jendela. Adanya larangan oleh pihak TNBTS dalam pengambilan

kayu atau hasil hutan lainnya telah mendesak masyarakat Suku Tengger Desa

Ranu Pane untuk membeli kayu sebagai bahan bangunan di pasar dan jarang

mengambilnya dari hutan. Pada umunya masyarakat Suku Tengger Desa Ranu

Pane hanya memanfaatkan kayu dari pohon atau bambu yang roboh.

Bambu yang terdapat di Resort Ranu Pane merupakan spesies yang

sengaja ditanam oleh pihak taman nasional dan merupakan habitat dari lutung

(Trachypihecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

Spesies bambu tersebut terdapat di Blok Ireng-ireng Resort Ranu Pane dan

berlokasi jauh dari Desa Ranu Pane.

Selain dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, masyarakat Suku

Tengger Desa Ranu Pane juga memanfaatkan bambu tali dan bambu petung

sebagai pangan. Adapun bagian yang dimanfaatkan adalah rebung atau anakan

bambu yang masih muda. Menurut Batubara (2002), Rebung mengandung

HCN yang sangat kecil bahkan tidak ada. Rebung memiliki rasa yang

memenuhi selera, lunak dan warna menarik. Serta memilki kandungan gizi

yang cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin.

5.8 Status Kearifan Tradisional

Status pengetahuan tradisional masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane

dalam pemanfaatan tumbuhan telah mengalami penurunan. Hal tersebut terlihat

dari penguasaan pengetahuan tradisional mengenai pemanfaatan tumbuhan lebih

banyak diketahui oleh masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang telah

lanjut usia dibanding dengan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane yang

berusia muda. Pada umunya responden yang berusia muda kurang mengetahui

pemanfaatan spesies tumbuhan secara tradisional, bahkan beberapa responden

kurang mengenal berbagai spesies tumbuhan yang berguna dan biasa para orang

tua mereka gunakan. Pengetahuan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani

terhadap spesies yang biasa dimanfaatkan berdasarkan kelompok usia tersaji pada

Gamabar 15.

Gambar 15 Pengetahuan rata-rata masayarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane

terhadap spesies tumbuhan yang biasa dimanfaatkan berdasarkan kelas umur.

Pengetahuan responden yang berusia muda lebih banyak pada spesies

tumbuhan pangan, terutama sayur-sayuran serta bagaimana membudidayakannya.

Hal tersebut dipengaruhi oleh pandangan masyarakat bahwa sayur-sayuranlah

merupakan satu-satunya komoditas yang penting untuk dibudidayakan karena

merupakan sumber penghidupan bagi mereka. Status kearifan tradisional

masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dapat dikatakan mengalami

penurunan, karena berdasarkan definisi kearifan tradisional sendiri menurut

Suhartini (2009) bahwa kearifan tradisional merupakan warisan nenek moyang

dan dijalankan secara turun-temurun dalam tata nilai kehidupan yang menyatu

dalam bentuk religi, budaya dan adat-istiadat. Dan salah satu penyebab

020406080

20-30 31-40 41-50 ˃50

3653 57

74

Jum

lah

Kelompok Usia

menurunnya kearifan tradisional masayarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane

karena tidak adanya proses pewarisan pengetahuan tradisonal dalam pemanfaatan

tumbuhan di luar pemanfaatan dan budidaya spesies tumbuhan pangan.

Lain halnya dengan pewarisan pengetahuan mengenai pemanfaatan

tumbuhan untuk berbagai kebutuhan selain pemanfaatan tumbuhan pangan.

Pewarisan pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan dan budidaya tumbuhan

pangan lebih banyak dilakukan. Pewarisan pengetahuan tradisional mengenai

pemanfaatan dan budidaya spesies tumbuhan pangan yang secara tidak langsung

telah dilakukan secara turun-temurun. Orang tua biasanya membawa serta anak-

anaknya ke ladang untuk sekedar melihat atau sedikit membantu pekerjaan orang

tuanya di ladang. Oleh karena itu pemanfaatan dan budidaya spesies tumbuhan

pangan lebih banyak diketahui dibandingkan dengan pemanfaatan spesies

tumbuhan untuk kegunaan lain.

Rendahnya pengetahuan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane

berusia muda merupakan pertanda bahwa nilai-nilai kearifan tradisional yang

terdapat dalam masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane telah mengalami

penurunan. Apabila hal tersebut terus dibiarkan tanpa adanya proses pewarisan

pengetahuan tradisional dari generasi ke generasi, maka pengetahuan tradisional

masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam memanfaatkan tumbuhan dapat

punah.

Selain faktor ekonomi, faktor lainnya diduga karena adanya pengaruh

budaya dari luar. Pengaruh budaya luar di Desa Ranu Pane sangat mungkin terjadi

mengingat tingginya pengunjung/wisatawan yang berkunjung ke Resort Ranu

Pane, karena Resort Ranu Pane merupakan pintu gerbang untuk mendaki ke

Gunung Semeru. Adanya interaksi antara masyarakat dengan wisatawan tidak

menutup kemungkinan terjadinya perubahan gaya hidup maupun pola pikir

masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane, sehingga terjadi perubahan pola pikir

pada masyarakat, dimana masyarakat berpikir bahwa berbagai kebutuhannya

dapat dengan mudah diperoleh di pasar.

Disamping terjadinya penurunan kearifan tradisional pada masyarakat

Suku Tengger Desa Ranu Pane, salah satu hal yang dapat dijadikan pelajaran

adalah produktivitas dari masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane. Hal tersebut

dapat dilihat dari salah satu responden yang berusi lanjut yaitu bapak H. Amin.

Beliau lahir pada tahun 1920. Dan kini usianya telah mencapai 91 tahun. Namun

dibalik usianya yang telah lanjut bapak H. Amin ini masih memiliki kondisi fisik

yang masih bugar disamping produktivitas yang masih tinggi (Gambar 16).

Gambar 16 Bapak H. Amin, responden berusia 91 tahun.

Bapak H. Amin mengaku bahwa produktivitas dan kondisi fisik yang

masih bugar diusianya yang telah lanjut ini berkat pola hidup yang beliau jalani

selama ini yaitu ketika masih muda terbiasa bekerja di ladang yang beliau anggap

sebagai olah raga dan kebiasaan beliau dalam mengkonsumsi sayur-sayuran

sehari-hari. Selain mengkonsumsi sayur-sayuran sebagai serat dan vitamin yang

dibutuhkan oleh tubuh. Beliau juga mengkonsumsi karbohirat dan protein sebagai

pelengkap. Karbohidrat biasa diperoleh melalui konsumsi nasi, jagung dan

kentang sedangkan protein diperoleh dari konsumsi tahu, tempe, telur, dan ikan.

Aktivitas sehari-hari yang biasa bapak H. Amin lakukan ini adalah bangun

pagi pada pukul 05.00 WIB pagi, kemudian menunaikan ibadah shalat subuh.

Setelah menunaikan ibadah shalat subuh beliau bersantai di depan perapian di

dapur rumahnya sambil menikmati secangkir kopi hangat dan mengobrol dengan

anggota keluarga lainnya sebelum pergi ke ladang atau mengerjakan hal lainnya di

rumah.

5.9 Pengembangan SDM Masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane pada Masa yang akan Datang

Kondisi masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane telah mengalami

kemajuan, khususnya dalam bidang perekonomian dengan sistem pertanian

intensif. Namun disayangkan, kemajuan tersebut tidak disertai dengan kemajuan

pendidikan masyarakat. Data BBTNBTS (2009) menunjukan bahwa masyarakat

Suku Tengger Desa Ranu Pane, sebagian besar (824 jiwa) tidak bersekolah dan

bermata pencaharian sebagai petani sayur. Hal tersebut dipengaruhi oleh sarana

dan prasara pendidikan di Desa Ranu Pane sendiri yang masih minim. Untuk itu

diperlukan suatu langkah untuk mengejar ketertinggalan tersebut sekaligus

memanfaatkan potensi serta kondisi yang ada pada Resort Ranu Pane.

Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah kerjasama antara

pemerintah daerah Kabupaten Lumajang dengan TNBTS. Salah satu bentuk

kerjasama tersebut dapat diwujudkan melalui pembangunan sekolah kejuruan atau

sekolah alam. sekolah kejuruan yang sesuai dengan kondisi dan potensi yang

dimiliki Desa Ranu Pane adalah sekolah kejuruan pertanian dan konservasi dan

sekolah kejuruan ekowisata.

Sekolah kejuruan merupakan lembaga untuk menghasilkan tenaga teknis

terampil, baik untuk mengisi kebutuhan pasar kerja maupun untuk bekerja secara

mandiri di sektor pertanian maupun ekowisata. berdasarkan undang-undang no.20

tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, penyelenggaraan sekolah kejuruan

merupakan tanggung jawab Kementrian Pendidikan Nasional di daerah. Menurut

undang-undang no. 20 tahun 2003, pasal 50 ayat 3, menyatakan bahwa

pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya

satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan

menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.

Sekolah kejuruan pertanian dan konservasi serta sekolah kejuruan

ekowisata diharapkan dapat memberi informasi, pengetahuan dan keterampilan

kepada masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pane dalam memanfaatkan potensi

sumberdaya yang dimilki. Pengetahuan dan keterampilan tersebut meliputi, cara

mengolah, mengembangkan, dan memasarkan, serta melestarikan sumberdaya

alam baik dalam bidang pertanian maupun ekowisata yang dimiliki Resort Ranu

Pane. Melalui kegiatan tersebut masyarakat tidak hanya akan memperoleh

informasi, pengetahuan dan keterampilan, tapi juga keuntungan materi dari

kegiatan tersebut. Selain itu masyarakat dapat berperan serta dalam menjaga

kelestarian hutan TNBTS, khususnya Resort Ranu Pane.